Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Akhir-akhir ini ruang lingkup kedaruratan psikiatri makin luas pada

seluruh tingkatan umur dan lapisan masyarakat. Hal ini terbukti dengan

banyaknya orang datang untuk minta pertolongan dengan segera oleh karena

problema-problema psikososial yang tak terpecahkan seperti konflik antar

manusia dalam pekerjaan, rumah tangga, perkawinan. Hal ini menunjukkan

betapa pentingnya kedaruratan psikiatri untuk dipahami.

Tuntutan dan kebutuhan asuhan keperawatan kedaruratan psikiatri

yang berkualitas di masa depan merupakan tantangan yang harus dipersiapkan

secara benar-benar dan ditangani secara mendasar, terarah dan sungguh-

sungguh dari rumah sakit. Tanggung jawab ini memang berat mengingat

bahwa keperawatan di Indonesia masih dalam tahap awal proses profesional.

Kedaruratan psikiatri (Psychiatric Emergency) adalah adalah tiap

gangguan pada pikiran, perasaan dan tindakan seseorang yang memerlukan

intervensi terapeutik segera. Batasan kedaruratan dalam psikiatri adalah: suatu

keadaan tingkah laku, emosi/afek dan proses berpikir yang memerlukan

penanggulangan segera (Santoso, 2007).

Dari penyelidikan unit-unit psikiatri dan beberapa rumah sakit jiwa

dibuat suatu kriteria kedaruratan psikiatri adalah yang paling sering adalah

suicide (bunuh diri), violence and assaultive behavior (perilaku kekerasan dan

menyerang) (Santoso, 2007).

1
2

Penanganan yang tepat dan cepat sangat diperlukan bagi pasien dan

keluarga. Yang bisa dilakukan keluarga dalam menghadapai kasus perilaku

kekerasan dan menyerang seperti ini adalah membawa ke Rumah Sakit Jiwa

terdekat jika sudah bisa dipastikan bukan disebabkan masalah fisik.

Seandainya masih meragukan antara masalah fisik dan mental rujuk ke Rumah

Sakit Umum terdekat yang lengkap fasilitasnya. Jika kondisi pasien tidak

terlalu berat, masih bisa dilakukan pemeriksaan dengan cukup terang dan

cukup kooperatif serta kondisi gangguan flsik bisa disingkirkan.

Suatu penundaan pertolongan/penanggulangan akan menambah

bahaya yang menjurus pada: 1) cedera fisik pada pasien sendiri atau orang lain

disekitarnya dan 2) perburukan situasi yang jauh lebih sukar untuk diatasi dan

3) melewatkan saat - saat yang baik untuk intervensi yang efektif.

Hal pertama apabila perawat menghadapi seorang pasien psikiatri,

yang dilakukan adalah pengkajian. Pengkajian dapat dilakukan kepada pasien

atau juga terhadap keluarga. Agar data dapat terkumpul dengan baik dan

terarah, sebaiknya dilakukan penggolongan atau klasifikasi data berdasarkan

identitas klien, keluhan utama, riwayat kesehatan, keadaan fisik, psikologis,

sosial, spiritual, intelegensi, hasil-hasil pemeriksaan dan keadaan khusus

lainnya. Metoda yang digunakan dalam pengumpulan data pada tahap

pengkajian adalah wawancara (interview), pengamatan (observasi), dan

pemeriksaan fisik (pshysical assessment). dan studi dokumentasi.

Wawancara atau anamnesa adalah menanyakan atau tanya jawab

yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi klien dan merupakan suatu

komunikasi yang direncanakan. Dalam berkomunikasi ini perawat mengajak


3

klien dan keluarga untuk bertukar pikiran dan perasaannya yang diistilahkan

teknik komunikasi terapeutik. Elemen anamnesis psikiatri identik dengan

anamnesis secara umum.

Untuk mendapatkan data yang akurat pada pasien ganguan psikiatri,

keluarga perlu dilibatkan. Selain melibatkan keluarga, metode pengkajian juga

harus tepat, tidak menyinggung keluarga. Dengan sikap terbukaperawat, akan

membuka respon keluarga untuk memberikan data yang benar tanpa ada yang

ditutup-tutupi. Sikap terbuka tersebut mencakup keterampilan secara verbal

maupun non verbal, empati dan rasa kepedulian yang tinggi, sikap terbuka.

Teknik verbal meliputi pertanyaan terbuka maupun tertutup, menggali

jawaban dan memvalidasi respon klien. Teknik non verbal meliputi

mendengarkan secara aktif, diam, sentuhan dan kontak mata. Mendengarkan

secara aktif merupakan suatu hal yang perlu dilatih.

Mengumpulkan data-data dalam anamnesis biasanya ialah hal yang

pertama dan sering merupakan hal yang terpenting dari interaksi perawat

dengan pasien atau juga dengan keluarga pasien. Perawat mengumpulkan

banyak data yang menjadi dasar dari diagnosis, perawat belajar tentang pasien

sebagai manusia dan bagaimana mereka telah mengalami gejala-gejala dan

penyakit, serta mulai membina suatu hubungan saling percaya.

Ada beberapa cara untuk mencapai sasaran ini. Memberikan

lingkungan yang bersifat pribadi, tenang, dan bebas dari gangguan. Perawat

berada pada tempat yang dapat diterima oleh pasien, dan pastikan pasien

dalam keadaan nyaman. Dengan anamnesis yang baik perawat dapat

memperoleh informasi tentang penyakit yang diderita pasien. Anamnesis yang


4

baik harus lengkap, rinci (detail), dan akurat sehingga perawat bukan saja

dapat mengenali organ atau sistem apa yang terserang penyakit, tetapi juga

kelainan yang terjadi dan penyebabnya.

Anamnesis dilakukan dan dicatat secara sistematis. Mencakup semua

hal yang diperkirakan dapat membantu untuk menegakkan diagnosis.

Biasanya perawat memulai mengumpulkan anamnesis dengan pertanyaan

terbuka, misalnya "Apa yang terjadi dirumah sehingga membuat pasien ke

rumah sakit? Apakah ada hal lain? Coba ceritakan pada saya tentang hal

tersebut".

Sikap empati yang ditunjukkan perawat dapat berupa: (1) empati

untuk menghilangkan penderitaan orang lain, (2) mengembalikan keadaan

emosional pasien sehingga mereka dapat kembali mampu dan menjadi

anggota yang bersemangat tinggi, (3) fokus ke dalam yakni membantu

anggota tim lain, dan (4) mendahulukan tindakan stabilisasi empati untuk

memulihkan mental anggota lain. Untuk itu perawat harus memiliki kualitas

sikap yang tenang dan terkendali, perhatian pada manusia, giat berkomunikasi,

menetapkan prioritas, meletakkan harapan, meyakinkan kembali pelanggan,

terlihat kehadirannya, kembali ke tugas, manusiawi, dan membangun kesatuan

jiwa. Respon keterbukaan keluarga pasien gangguan psikiatri dalam melayani

anamnesa yang dilakukan oleh perawat dapat memunculkan respon verbal dan

respon non verbal.

Studi pendahuluan yang dilakukan terhadap 15 keluarga pasien yang

mengalami gangguan psikiatri petama kali didapatkan sebanyak 12 keluarga

masih belum mengungkapkan kondisi sebenarnya yang dialami oleh pasien.


5

Menurut peneliti, hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh karena keluarga

masih menutup-nutupi aib keluarganya. Sementara 3 keluarga sudah

mengungkapkan dengan jelas perilaku yang dialami oleh pasien karena

keluarga menyadari bahwa pasien dan keluarga membutuhkan bantuan untuk

mengatasi permasalahan yang dihadapinya.

Berdasarkan kondisi diatas, maka peneliti tertarik utuk mengetahui

lebih jauh tentang respon keterbukaan keluarga pasien gangguan jiwa yang

dilihat berdasarkan sikap perawat dalam malakukan anamnesa.

B. Masalah Penelitian

Berdasarkan data dalam latar belakang diatas, maka masalah

penelitian yang dapat dirumuskan adalah “Adakah hubungan antara sikap

terbuka perawat dengan respon keterbukaan keluarga dalam anamnesa pasien

gangguan jiwa di UGD RSJ Magelang”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Mengetahui hubungan antara sikap terbuka perawat dengan respon

keterbukaan keluarga dalam anamnesa pasien gangguan jiwa di UGD RSJ

Magelang.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui gambaran sikap terbuka perawat dalam melaksanakan

anamnesa pasien gangguan jiwa di UGD RSJ Magelang.


6

b. Mengetahui respon keterbukaan keluarga dalam anamnesa pasien

gangguan jiwa di UGD RSJ Magelang.

c. Mengetahui hubungan antara sikap terbuka perawat dengan respon

keterbukaan keluarga dalam anamnesa pasien gangguan jiwa di UGD

RSJ Magelang.

D. Manfaat

1. Bagi Perawat

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimabngan dalam

melaksanakan anamnesa terhadap keluarga pasien gangguan jiwa di UGD

RSJ Magelang.

2. Bagi Tempat Pelayanan Kesehatan

Penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pelaksanaan

anamnesa terhadap keluarga pasien gangguan jiwa.

3. Bagi peneliti

Penelitian ini dapat dijadikan pedoman dalam melaksanakan anamnesa

terhadap keluarga pasien gangguan jiwa di UGD RSJ Magelang.

4. Institusi pendidikan perawat

Hasil penelitian ini dapat dipergunakan secara maksimal untuk

mengembangkan anamnesa terhadap keluarga pasien gangguan jiwa.

Anda mungkin juga menyukai