Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengetahuan

1. Pengertian

Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses

sensoris khususnya telinga dan mata terhadap objek tertentu. Pengetahuan

merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku

terbuka. Terbentuknya suatu perilaku dimulai dengan adanya dorongan

pengetahuan atau kognitif dan merupakan domain sangat penting dalam

pembentukan perilaku seseorang (Sunaryo. 2004).

Proses adopsi perilaku dari Rogers (1974) yang dikutip oleh

Notoatmojo (2003), sebelum seseorang mengadopsi perilaku, di dalam diri

orang tersebut terjadi suatu proses yang beriritan, yaitu:

a. Awarenes (kesadaran), individu menyadari adanya stimulus.

b. Interest (tertarik), individu mulai tertarik pada stimulus.

c. Evaluation (menimbang-nimbang), individu menimbang-nimbang

tentang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.

d. Trial (mencoba), individu sudah mulai mencoba perilaku baru.

e. Adoption (adapsi). individu telah berperilaku baru sesuai dengan

pengegtahuan, sikap dan kesadarannya terhadap stimulus.

2. Tingkat Pengetahuan

Meuurut Notoadmodjo. S, (2003, hal 20), ada beberapa tingkat

pengetahuan yaitu:

7
8

a. Tahu (Know) yaitu dapat mengingat kembali suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya.

b. Memahami (Comprehensif) yaitu kemampuan untuk menjelaskan dan

menginterpresikan dengan benar tentang objek yang diketahui.

c. Penerapan atau aplikasi (Aplication) yaitu kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi

nyata atau dapat menggunakan hukum - hukum rumus, metode dalam

situasi nyata.

d. Analisa (Analysis) artinya adalah kemampuan untuk menguraikan

objek ke dalam bagian - bagian lebih kecil, tetapi masih didalam suatu

struktur objek tersebut dan masih terkait satu sama lain.

e. Sintesis (Syntesis) yaitu suatu kemampuan untuk menghubungkan

bagian - bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau

kemampuan untuk menyusun formulasi - formulasi yang ada.

f. Evaluasi (evaluation) yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian

terhadap suatu objek

3. Cara memperoleh pengetahuan

Menurut Notoatmojo (2003) dari berbagai cara yang telah digunakan

untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah dapat

dikelompokkan menjadi dua hal :


9

a. Cara tradisional

1) Cara coba salah (trial and error)

Pernah digunakan oleh manusia dalam memperoleh pengetahuan

melalui cara coba salah satu atau dengan kata lain yang dikenal

dengan trial and error.

2) Cara kekuasaan

Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaan

dan tradisi yang dilakukan tersebut baik atau tidak. Kebiasaan-

kebiasaan ini biasanya ini diwariskan turun menerun dari generasi

berikutnya.

3) Berdasrkan pengalaman pribadi

Pengalaman adalah guru terbaik, pengalaman merupakan sumber

pengetahuan atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk

memperoleh kebenaran.

4) Melalui jalan pikiran

Sejalan dengan perkembangan umat manusia, cara berfikir

manusia juga ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu

menggunakan dalam memperoleh pengetahuan.

b. Cara modern dalam memperoleh pengetahuan

Cara ini mencangkup tiga hal pokok yaitu :

1) Segala sesuatu yang positif yakni gejala tertentu yang muncul

pada saat dilakukan pengamatan.

2) Segala sesuatu yang negatif, yaitu gejala tertentu yang tidak

muncul pada saat dilakukan pengamatan.


10

3) Gejala-gejala yang timbul bervariasi, yaitu gejala-gejala yang

berubah-ubah yakni kondisi-kondisi tertentu.

4. Cara pengukuran pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan memberikan

seperangkat alat test atau kuesioner tentang object pengetahuan yang ingin

diukur, selanjutnya akan dilakukan penilaian dimana setiap jawaban benar

dari masing-masing pertanyaan diberi nilai 1 dan jika salah diberi 0.

Menurut Arikunto (2006), penilaian dilakukan dengan cara

membandingkan jumlah skor jawaban dengan skor yang diharapkan

(tertinggi) atau skor jawaban benar dibagi jumlah item kemudian dikalikan

100% dan hasilnya berupa prosentase berupa kategori baik, cukup dan

kurang. Di mana kategorinya yaitu ;

Baik : Nilai = 76% sampai 100%

Cukup : Nilai = 56% sampai 75%

Kurang :Nilai - <- 56%

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Tingkat pengetahuan bisa dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai

berikut :

a. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan

kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan

berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar,

makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk

menerima informasi. Seseorang akan cenderung untuk mendapatkan


11

informasi dengan pendidikan tinggi maka, baik dari orang lain maupun

dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin

banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan

sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang

dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula

pengetahuannya. Namun perlu ditakankan bahwa seorang yang

berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah

pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan

formal. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu objek juga

mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek

inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek

tertentu. Semakin banyak aspek positif dari obyek yang diketahui,

akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut.

b. Mass media/informasi

Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun

non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate

impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan

pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia bermacam-macam

media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat

tentang inovasi baru. Sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa

seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai

pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang.

Penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa

membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat


12

mengarahkan opini seseorang. Informasi baru mengenai sesuatu hal

memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan hal

tersebut.

c. Sosila budaya dan ekonomi

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa

melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Demikian

seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan.

Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu

fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial

ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.

d. Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu,

baik lingkungan fisik, biologois, maupun sosial. Lingkungan

berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan kedalam individu

yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya

interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai

pengetahuan oleh setiap individu.

e. Pengalaman

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara

untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang

kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah

yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja akan dapat

mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan


13

manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang

bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya.

f. Usia

Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir

seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula

daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang

diperolehnya semakin membaik. Usia madya, individu akan lebih

berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta akan lebih

banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyukseskan

diri menuju usia tua, selain itu orang usia madya akan lebih banyak

menggunakan banyak waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual,

pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak

ada penurunan pada usia ini. Dua sikap tradisional mengenai jalannya

perkembangan selama hidup :

1) Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang

dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga

menambah pengetahuannya.

2) Tidak dapat mengajarkan kepandaian baru kepada orang yang

sudah tua karena mengalami kemunduran baik fisik maupun

mental. Dapat diperkirakan bahwa IQ akan menurun sejalan

dengan bertambahnya usia, khusunya pada beberapa kemampuan

yang lain seperti misalnya kosa kata dan pengetahuan umum.

Beberapa teori berpendapat ternyata IQ seseorang akan menurun


14

cukup ce[at sejalan dengan bertambahnya usia (Notoatmodjo,

2007).

B. Pemasangan Kateter

1. Definisi

Pemasangan kateter adalah tindakan memasukkan selang karet atau

plastik melalui uretra hingga kedalam kandung kemih. Terdapat dua jenis

kateterisasi perkemihan, yaitu menetap dan Intermiten (Hidayat. A. A. A,

dan Uliyah. M, 2005, hal 103).

Pemasangan kateter (kateterisasi) kandung kemih pada pria adalah

dimasukkannya kateter melalui uretra kedalam kandung kemih pada pria

untuk mengeluarkan urine. Pemasangan kateter kandung kemih

(kateterisasi) mencakup memasukan selang karet atau plastik melalui

uretra kedalam kandung kemih. Pemasangan kateter kandung kemih pada

pria mungkin sulit bila kelenjar prostat membesar. Perawat tidak

seharusnya mendorong paksa kateter karena dapat menyebabkan cedera

jaringan (Suharyanto. T, dan Madjid. A, 2009, hal 78).

Pemasangan kateter (kateterisasi) kandung kemih pada wanita

adalah dimasukkannya kateter melalui uretra kedalam kandung kemih

pada wanita untuk mengeluarkan urine. Pada wanita letak uretra

berdekatan dengan anus, sehingga resiko terhadap infeksi selalu besar dan

pembersihan perineum secara menyeluruh sebelum pemasangan kateter

adalah penting. Perawatan perineal harus sering dilakukan setalah

pemasangan (Suharyanto. T, dan Madjid. A, 2009, hal 78).


15

2. Tujuan

a. Menghilangkan ketidaknyamanan karena distensi kandung kemih

b. Mendapatkan urine steril untuk spesimen

c. Pengkajian residu urine

d. Penatalaksanaan pasien yang dirawat karena trauma medulla spinalis,

gangguan neuromuskular, atau inkompoten kandung kemih, serta

pasca operasi besar

e. Mengatasi obstruksi aliran urine

f. Mengatasi retensi urine

(Hidayat. A. A. A, dan Uliyah. M, 2005, hal 104).

3. Indikasi

a. Klien yang tidak dapat menahan atau mengosongkan kanduh kemih

b. Klien yang dilakukan pembedahan

c. Klien yang mempunyai masalah dengan saluran kemih

(Suharyanto. T, dan Madjid. A, 2009, hal 78).

4. Kontra Indikasi

a. Klien dengan Infeksi Saluran Kemih (ISK)

b. Klien dengan striktura uretra

(Suharyanto. T, dan Madjid. A, 2009, hal 78)

C. Infeksi Saluran Kemih

1. Pengertian

Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu inflamasi pada epitel

saluran kemih sebagai respons terhadap patogen bakteri yang biasanya


16

berhubungan dengan piuria dan bakteriuria. ISK melaui rute hematogen

tidak biasa kadang terjadi pada septikemia akibat Staphylococcus aureus

dari infeksi oral atau Candida fungemia; infeksi limfogenik sangat jarang

terjadi dari infeksi usus berat atau abses retroperitoneal, terutama jika

terdapat obstruksi (Brashers, 2008: 201).

Menurut Muttaqin (2011: 208), ISK adalah suatu sindrom klinik

peradangan kandung kemih yang ditandai dengan frekuensi BAK siang

dan malam hari, urgensi, dan nyeri panggul. Beberapa faktor yang

mungkin berpengaruh pada ISK adalah peran patogenik sel mast mukosa

kandung kemih, kekurangan lapisan glikosaminoglikan pada lumen

kandung kemih, infeksi virus dan bakteri, produksi toksin dalam urine dan

reaksi hipersensitivitas neurogenik atau peradangan pada kandung kemih.

ISK adalah adanya mikroorganisme patogenik dalam traktus

urinarius dengan atau tanpa disertai tanda dan gejala. Tempat yang sering

mengalami infeksi adalah kandung kemih (sistitis), uretra (uretritis),

prostat (prostatitis), dan ginjal (pielonefritis) juga dapat terkena.

Normalnya traktus diatas uretra adalah steril. Bakteriuria pada ISK

mengacu pada adanya bakteri dalam urine. Infeksi pada setiap bagian

traktus urinarius dapat terjadi selama beberapa bulan atau bahkan tahun

tanpa gejala (Smeltzer, 2002:1428).

Menurut Nursalam (2006: 111), ISK adalah inflamasi akut pada

mukosa kandung kemih akibat infeksi oleh bakteri. ISK merupakan

inflamasi kandung kemih yang disebabkan oleh penyebaran infeksi dari

uretra. Merupakan asending infection (infeksi dari bawah ke atas) dari


17

saluran perkemihan yang lebih banyak terjadi pada wanita dan biasanya

berupa sistitis akut karena infeksi mendadak akibat flora (E. Coli) pada

tubuh pasien.

ISK memiliki pengertian adanya >10 leukosit/ml dalam urine yang

tidak disentrifuse. Bakteriuria yang signifikan umumnya didefinisikan

sebagai adanya >100.000 bakteri/ml urine (dalam kultur urine). Jumlah

bakteri sebesar 10.000/ml juga diindikasikan adanya ISK, terutama jika

disertai dengan adanya priuria; pertumbuhan ≥ 103 unit pembentuk koloni

per milimeter (Colony forming unit = CFU/ml) dari suatu spesies yang

dominan memastikan adanya bakteriuria, sementara adanya pertumbuhan

satu jenis bakteri sebesar ≥ 103 CFU/ml atau pertumbuhan tiga spesies

bakteri atau lebih dalam jumlah berapa pun, tanpa adanya salah satu

bakteri yang pre-dominan, hampir selalu merupakan kontaminasi

spesimen. Adanya bakteri pada analisis urine menandakan adanya jumlah

bakteri yang > 30.000/ml (Saputra, 2010: 536).

Sedangkan menurut Corwin (2009: 718) ISK adalah infeksi yang

terjadi sepanjang saluran kemih, termasuk ginjal itu sendiri, akibat

proliferasi suatu organisme. Sebagian besar ISK disebabkan oleh bakteri,

tetapi jamur dan virus juga dapat menjadi penyebabnya. Infeksi bakteri

tersering disebabkan oleh E. Coli, suatu kontaminan tinja yang sering

ditemukan di daerah anus.

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Infeksi

saluran kemih (ISK) yaitu suatu peradangan atau infeksi yang terjadi di

sepanjang saluran kemih dan berkembangbiaknya mikroorganisme di


18

dalam saluran kemih yang dalam keadaan normal tidak mengandung

bakteri, virus atau mikroorganisme lain.

2. Etiologi

Menurut Saputra (2010: 537) beberapa penyebab penyakit infeksi

saluran kemih (ISK) adalah:

a. Escherichia coli: menyebabkan 75% ISK tanpa komplikasi dan bakteri

ini sering ditemukan pada ISK dengan komplikasi.

b. Proteus: suatu batang gram negatif yang menyebabkan urine basa dan

memudahkan pembentukan batu struvit.

c. Klebsiella: sering menyebabkan ISK tanpa komplikasi, yang di

dapatkan dari komunitas.

d. Enterococcus: penyebab terbanyak ISK akibat bakteri gram positif,

sering di sebabkan oleh terapi dengan antibiotika sebelumnya,

pemasangan instrumen urologis, atau uropati obstruktif.

e. Pseudomonas: sering disebabkan oleh uropati obstruktif.

f. Staphylococcus (pada pasien yang menderita diabetes): mungkin

mengindikasikan adanya abses intrarenal atau “tumpahan” dari

bakteremia, alih-alih ISK yang sebenarnya.

Sedangkan menurut Price dan Wilson (2006: 919) faktor

predisposisi dalam perkembangan infeksi traktus urinarius adalah:

a. Obstruksi aliran urine (misal, batu dan penyakit prostat)

Obstruksi aliran urine yang terletak di sebelah proksimal dari

vesika urinaria dapat mengakibatkan penimbunan cairan bertekanan

dalam pelvis ginjal dan ureter.


19

b. Jenis kelamin perempuan

Bentuk uretra perempuan lebih pendek dan letaknya berdekatan

dengan anus sehingga mudah terkontaminasi oleh feses.

c. Umur yang lebih tua

Yaitu disebabkan oleh karakteristik geriatri, diantaranya

multipatologi yaitu pada satu penderita didapat lebih dari satu penyakit

yang bersifat kronik degeneratif, menurunnya daya cadangan faali yang

menyebabkan mudah jatuh dalam kondisi gagal pulih, dan penurunan

fungsi berbagai organ termasuk organ urinaria.

d. Kehamilan

Perempuan yang pernah mengalami bakteriuria bermakna akan

lebih mudah terkena ISK berulang setelah menikah atau setelah

kehamilan.

e. Refluks vesikoureter

Didefinisikan sebagai aliran urine retrograd (aliran balik) dari

vesika urinaria memasuki ureter terutama sewaktu berkemih.

f. Peralatan kedokteran (terutama kateter menetap)

Terdapat 98% insidensi infeksi dalam jangka waktu 48 jam pada

pemasangan kateter menetap, kecuali dengan sangat diperhatikan

sistem drainasenya tertutup dengan baik. Bahkan sekalipun sistem itu

sudah tertutup dengan sangat baik, urine hanya steril selama 5-10 hari

.
20

3. Patofisiologi

Menurut Mansjoer (2005: 523), sebagian besar merupakan infeksi

asenden. Pada wanita, jalur yang bisa terjadi adalah mula-mula kuman

dari anal berkoloni di vulva, kemudian masuk ke kandung kemih melalui

uretra yang pendek secara spontan atau mekanik akibat hubungan seksual.

Pada pria, setelah prostat terkoloni maka akan terjadi infeksi asenden.

Mungkin juga terjadi akibat pemasangan alat, seperti kateter terutama pada

golongan usia lanjut. Seharusnya bakteri yang masuk harus dibersihkan

oleh mekanisme pertahanan tubuh, namun terdapatnya kelainan anatomi

dapat mengganggu mekanisme ini sehingga terjadi stasis urine. Pada

wanita, kelainan anatomi yang sering dijumpai adalah nefropati refluk,

nefropati analgesik, batu dan kehamilan. Pada pria biasanya akibat batu

dan penyakit prostat, sedangkan pada anak-anak karena kelainan

kongenital.

Wanita lebih sering menderita ISK karena jarak uretra ke vagina

pendek (anatomi), kelainan periuretral, rektum (kontaminasi) feses, efek

mekanik coitus, serta infeksi kambuhan organisme gram negatif dari

saluran vagina, defek terhadap mukosa uretra, vagina, dan genital eksternal

memungkinkan organisme masuk ke vesika perkemihan. Infeksi terjadi

mendadak akibat flora (E. Coli) pada tubuh pasien (Nursalam, 2006: 112).

Menurut Brashers (2008: 202), rute infeksi: perjalanan dari uretra

ke atas adalah yang paling umum. Secara khas patogen berasal dari

reservoir bakteri usus, bisa berasal dari sumber flora vagina atau kulit.

Escherichia coli adalah patogen yang paling umum pada ISK domisilier,
21

tetapi Enterococci lebih umum pada orang dengan infeksi HIV.

Pielonefritis terjadi saat bakteri naik dari saluran kemih bagian bawah ke

atas melalui ureter. ISK melalui rute hematogen tidak biasa, kadang

terjadi pada septikemia akibat Stapylococcus aureus dari infeksi oral atau

Candida fungemia, infeksi limfogenik sangat jarang terjadi dari infeksi

usus berat atau abses retroperitoneal, terutama jika terdapat obstruksi.

Virulensi patogen secara langsung berhubungan dengan kemampuannya

menempel ke sel epitel. Penempelan berhubungan dengan reseptivitas sel

epitel pejamu, suatu predisposisi genotip yang terutama mengenai wanita.

Wanita dengan riwayat ISK berulang lebih cendrung menjadi non-skretor

antigen kelompok darah Lewis spesifik mengakibatkan peningkatan

reservoir E. coli di epitelium vagina dan lebih rentan terhadap penempelan

bakteri. Faktor resiko tambahan meningkatkan resiko kekambuhan ISK

pada wanita muda termasuk penggunaan diafragma dan spermisida selama

senggama, dan penggunaan kondom tanpa pelumas. Penggunaan

antibiotika dalam 15 hari meningkatkan resiko ISK pada wanita muda.

Faktor resiko ISK kambuhan pada wanita pasca menopouse meliputi

pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna, sistokel, inkontinensia

urine, riwayat ISK sebelum menopause dan status non-skretor.

Osmolalitas urine, konsentrasi urea dan pH mempengaruhi reproduksi

bakteri, urine encer atau urine pekat dengan pH rendah bersifat

bakteriostatik. Glokosuria yang menyertai diabetes dapat meningkatkan

reproduksi bakteri dan meningkatkan resiko infeksi saluran kemih. PH

urine rata-rata wanita hamil cenderung memungkinkan meningkatkan


22

reproduksi bakteria dibandingkan pH urine rata-rata pada wanita tidak

hamil. Kehamilan memperberat resiko perkembangan bakteriuria tak

bergejala menjadi ISK klinis dan meningkatkan resiko kelahiran preterm.

Pielonefritis menyebabkan sintesis imunoglobulin dan antibodi dalam

urine, sistitis menghasilkan respon serologis yang sedikit atau tidak

terdeteksi. Obstruksi dan refluks vesikoureteral meningkatkan infeksi

kemih febris. Konstipasi meningkatkan reservoir bakteri vaginal dan

perianal dan telah dihubungkan dengan infeksi saluran kemih pada anak.

Disfungsi berkemih (terutama disinergia sfingter-detrusor) meningkatkan

resiko sistitis dan infeksi saluran kemih febris.

Normalnya kandung kemih mampu membersihkan dirinya sendiri

dari sejumlah bakteri dalam dua hari sejak masuknya bakteri ke dalam

kandung kemih. Agar infeksi dapat terjadi, bakteri harus mencapai

kandung kemih, melekat pada dan mengkolonisasi epitilium traktus

urinarius untuk menghindari pembilasan melalui berkemih, mekanisme

pertahanan pejamu dan cetusan inflamasi. Proses inflamasi dapat

mempengaruhi fungsi saluran kemih sehingga menyebabkan gangguan

kontraktilitas vesika urinaria. Hal itu menyebabkan fungsi sfingter uretra

menurun sehingga muncul diagnosa keperawatan perubahan eliminasi

BAK: retensi urine serta diagnosa keperawatan perubahan eliminasi BAK:

inkontinensia urine. Selain itu tubuh juga berespon terhadap proses

inflamasi sehingga merangsang saraf reseptor nyeri sehingga timbulah

respon autonomik dan terjadilah nyeri. Nyeri juga menjalar ke saluran

cerna sehingga menyebabkan mual muntah dan penurunan nafsu makan,


23

dan dari sana muncul diagnosa keperawatan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh. Infeksi tratus urinaria terutama berasal dari organisme pada feses

yang naik dari perinium ke uretra dan kandung kemih, serta menempel

pada permukaaan mukosa. Suatu faktor anti lekat, yaitu glikosaminoglikan

(GAG), secara normal berlaku sebagai efek pelindung nonspesifik

melawan berbagai bakteri. Molekul GAG menarik molekul air,

membentuk barier air yang berlaku sebagai lapisan pertahanan diantara

kandung kemih dan urin. GAG dapat di rusak oleh agens tertentu

(siklamat, sakarin, asparmat, dan metabolit triptopan). Penelitian

dilakukan untuk mengidentifikasi agens yang dapat meningkatkan

aktivitas anti-lekat. Inflamasi, abrasi mukosa uretral, pengosongan

kandung kemih yang tidak lengkap, gangguan status metabolisme

(diabetes, kehamilan, gout), dan immunosupresi meningkatkan resiko UTI

dengan cara mengganggu mekanisme normal. Selain itu respon tubuh

terhadap adanya bakteri pada saluran kemih yaitu terjadinya pengeluaran

histamin sehingga terjadilah kompensasi pada hipotalamus yang

menyebabkan peningkatan set poin hipotalamus. Peningkatan set poin

hipotalamus ini menyebabkan peningkatan suhu tubuh sehingga

menyebabkan hipertermia (Smeltzer, 2002: 1428).

Oleh karena pasien mengalami defisiensi pengetahuan kognitif,

keterbatasan paparan, tidak familiar dengan sumber informasi,

keterbatasan pengetahuan tentang faktor resiko dan proses penyakit infeksi

saluran kemih sehingga menyebabkan pengetahuan pasien terhadap


24

penyakitnya menjadi terbatas. Dari sini bisa didapatkan diagnosa

keperawatan kurang pengetahuan (NANDA, 2005:125)

4. Manifestasi Klinik

Menurut Potter dan Perry (2006: 1688), klien yang mengalami ISK

mengalami nyeri atau rasa terbakar selama berkemih (disuria) ketika urine

mengalir melalui jaringan yang meradang. Demam, menggigil, mual dan

muntah, serta kelemahan terjadi ketika infeksi memburuk. Kandung kemih

yang teriritasi menyebabkan timbulnya sensasi ingin berkemih yang

mendesak dan sering. Iritasi pada kandung kemih dan mukosa uretra

menyebabkan darah bercampur dalam urine (hematuria). Urine tampak

pekat dan keruh karena adanya sel darah putih atau bakteri. Gejala yang

paling sering timbul apabila infeksi menyebar ke saluran perkemihan

bagian atas (pielonefritis-ginjal) adalah nyeri panggul, nyeri tekan,

demam, dan menggigil.

Sedangkan menurut Tessy dkk (2001) dalam FKUI (2001: 372),

gejala klinis ISK tidak khas dan bahkan pada sebagian pasien tanpa gejala.

Gejala yang sering ditemukan adalah disuria, polakisuria, yang terjadi

akibat kandung kemih tidak dapat menampung urine lebih dari 500 ml

karena mukosa yang meradang sehingga sering kencing. Polakisuria dan

terdesak kencing biasanya terjadi bersamaan. Nyeri suprapubik dan daerah

pelvis. Stranguna yaitu kencing yang susah dan disertai kejang otot

pinggang yang sering ditemukan pada sistitis akut. Tenesmus yaitu rasa

nyeri dengan keinginan mengosongkan kandung kemih meskipun telah

kosong. Nokturia yaitu cenderung sering kencing pada malam hari akibat
25

kapasitas kandung kemih menurun. Protatismus yaitu kesulitan memulai

kencing dan kurang deras arus kencing. Nyeri uretra, kolik ureter dan

ginjal.

5. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Medis

Menurut Smeltzer (2002: 1432), penggunaan medikasi yang

umummencakup sulfixazole (Gantrisin), trimethoprim/

sulfamethoxazole (TMP/SMZ, Bactrim, Septra), dan nitrofurantoin

Macrodantin. Kadang-kadang, medikasi seperti ampisilin atau

amoksilin digunakan, tetapi E. Coli telah resisten terhadap agens ini.

Pyridium, suatu analgesik urinarius, juga dapat diresepkan untuk

mengurangi ketidaknyamanan akibat infeksi. Pada wanita hamil,

chephalexin adalah agens antimikrobial pilihan, meskipun ampisilin

juga dapat digunakan. Pemakaian antimikrobial jangka panjang

dianjurkan untuk menurunkan resiko kekambuhan infeksi. Pilihan lain

jika kekambuhan terjadi setelah agens antimikrobia selesai diberikan

mencakup agens antimikrobial setelah hubungan seksual, pada waktu

tidur, atau dosis unutk setiap malam berikutnya atau tiga kali

seminggu.

b. Penatalaksanaan Keperawatan

Menurut Brashers (2008: 204), penatalaksanaan keperawatan

adalah sebagai berikut:

1) Hindari dehidrasi: anjurkan asupan harian (recommended daily

allowance, RDA) cairan pada dewasa aktif sekitar 30 ml/kg/hari.


26

2) Hindari konstipasi (perbanyak asupan cairan, serat diet dan olah

raga, rekreasional).

3) Tangani retensi urine, inkontinensia urine, atau obstruksi pada

saluran keluar kandung kemih.

4) Pertimbangkan perbaikan sistokel pada wanita pasca menopause

penderita pengosongan kandung kemih tidak sempurna dan ISK

kambuhan.

5) Ajari wanita mengenai higienis yang baik setelah ke toilet dan

berkemih setelah senggama.

6) Tangani infeksi sejak dini, terutama pada pasien dengan penurunan

fungsi imun atau pasien dengan retensi urine atau disfungsi

berkemih

7) Lepas kateter yang terpasang dan tangani pasien yang mengalami

disfungsi berkemih dengan program penatalaksanaan alternatif

seperti pelatihan kandung kemih farmakoterapi untuk inkontinensia

urine, kateterisasi intermiten dan berkemih terjadwal.

6. Komplikasi

Menurut Corwin (2009: 721), komplikasi ISK adalah:

a. Pembentukan abses ginjal atau perirenal, yaitu pembentukan massa

akibat kumpulan push dari ginjal, perirenal, atau jaringan disekitar

ginjal dan perirenal yang mengalami nekrosis akibat dari fungsiolaesa

yang diakibatkan oleh inflamasi pada jaringan yang disebabkan oleh

ISK.
27

b. Dapat terjadi gagal ginjal setelah infeksi berulang jika kedua ginjal

terkena, maksudnya adalah jika penderita pernah mengalami ISK satu

kali atau lebih, baik sembuh ataupun sembuh sebagian (masih ada

bakteri yang tertinggal) dapat menyebabkan gagal ginjal jika infeksi

terjadi pada kedua ginjal.

Sedangkan menurut Sukandar (2007) dalam FKUI (2007: 556), komplikasi

ISK tergantung dari tipe ISK, yaitu:

a. ISK sederhana (uncomplicated) merupakan penyakit ringan dan tidak

menyebabkan akibat lanjut jangka lama.

b. ISK tipe berkomplikasi (complicated) dapat menyebabkan komplikasi

pada ibu hamil yang menderita ISK seperti pielonefritis, bayi

prematur, anemia, pregnancy-induced hypertension, bayi mengalami

retardasi mental, cerebral palsy, fetal death. Pada pasien DM bisa

terjadi emphysematous cystitis, pielonefritis, abses perinetik,

nefrolitiasis, obstruksi ureter, dan infeksi Gram-negatif lainnya.

7. Cara Mencegah Infeksi Saluran Kemih :

a. Beberapa hal paling penting untuk mencegah infeksi saluran kencing,

infeksi kandung kemih, dan infeksi ginjal adalah menjaga kebersihan

diri, bila setelah buang air besar atau air kecil bersihkan dengan cara

membersihkan dari depan kebelakang, dan mencuci kulit di sekitar dan

antara rektum dan vagina setiap hari. Mencuci sebelum dan sesudah

berhubungan seksual juga dapat menurunkan resiko seorang wanita

dari infeksi saluran kemih (ISK).


28

b. Minum banyak cairan (air) setiap hari akan membantu pengeluaran

bakteri melalui sistem urine.

c. Mengosongkan kandung kemih segera setelah terjadi dorongan untuk

buang air kecil juga bisa membantu mengurangi risiko infeksi kandung

kemih (ISK).

d. Buang air kecil sebelum dan setelah melakukan hubungan seks dapat

flush setiap bakteri yang mungkin masuk ke uretra selama hubungan

seksual.

e. Vitamin C membuat urin asam dan membantu mengurangi jumlah

bakteri berbahaya dalam sistem saluran kemih.

f. Hindari pemakaian celana dalam yang dapat membuat keadaan lembab

dan berpotensi berkembang biaknya bakteri.

g. Kateterisasi perkemihan dilakukan hanya apabila sangat diperlukan

dan dilepas secepat mungkin. Teknik aseptik harus diperhatikan

dengan ketat

h. Tindakan mencuci tangan mutlak harus dilakukan ketika beralih dari

pasien yang satu ke pasien lainnya saat memberikan perawatan dan

saat sebelum serta sesudah menangani setiap bagian dari kateter atau

sistem drainase untuk mengurangi penularan infeksi. Teknik mencuci

tangan harus dilakukan dengan benar. teknik aseptik harus

dipertahankan terutama saat perawatan kateter untuk mencegah

kontaminasi dengan mikroorganisme.

i. Perawatan perineum harus sering diberikan yaitu mencuci daerah

perineum dengan sabun dan air dua kali sehari atau sesuai kebutuhan
29

klien dan setelah defekasi. Sabun dan air efektif mengurangi jumlah

mikroorganisme sehingga dapat mencegah kontamisasi terhadap

uretra.

j. Kateter urin harus dicuci dengan sabun dan air paling sedikit dua kali

sehari; gerakan yang membuat kateter bergeser maju-mundur harus

dihindari untuk mencegah iritasi pada kandung kemih ataupun

orifisium internal uretra yang dapat menimbulkan jalur masuknya

kuman ke dalam kandung kemih. Kateter memberikan jalan bakteri

untuk memasuki kandung kemih ke saluran perkemihan.

k. Cegah pengumpulan urine dalam selang dengan menghindari berlipat

atau tertekuknya selang, terbentang di atas tempat tidur. Hindari

memposisikan klien di atas selang. Monitor adanya bekuan darah atau

sedimen yang dapat menyumbat selang penampung. Urin di dalam

kantung drainase merupakan tempat yang sangat baik untuk

pertumbuhan bakteri. Bakteri dapat berjalan menaiki selang drainase

untuk berkembang di tempat berkumpulnya urin. Apabila urin ini

kembali mengalir ke dalam kandung kemih klien, kemungkinan akan

terjadi infeksi.

l. Cegah refluks urin ke dalam kandung kemih dengan mempertahankan

kantung drainase lebih rendah dari ketinggian kandung kemih klien.

Untuk itu kantung digantungkan pada kerangka tempat tidur tanpa

menyentuh lantai. Jangan pernah menggantung kantung drainase di

pengaman tempat tidur karena kantung tersebut dapat dinaikkan tanpa

sengaja sampai ketinggiannya melebihi kandung kemih. Apabila perlu


30

meninggikan kantung selama memindahkan klien ke tempat tidur atau

ke sebuah kursi roda, mula-mula klem selang atau kosongkan isi

selang ke dalam kantung drainase. Jika klien hendak berjalan, perawat

atau klien harus membawa

m. Kantung urine di bawah pinggang klien. Sebelum melakukan latihan

atau ambulasi, keluarkan semua urine dalam selang ke dalam kantung

drainase.

n. Kantung penampung tidak boleh menyentuh lantai. Kantong dan

selang drainase harus segera diganti jika terjadi kontaminasi, aliran

urin tersumbat atau tempat persambungan selang dengan kateter mulai

bocor, hal ini untuk mencegah berkembangnya bakteri.

o. Kantong urin harus dikosongkan sekurang-kurangnya setiap delapan

jam melalui katup (klep) drainase. Klep terletak di bagian dasar

kantung yang merupakan alat untuk mengosongkan mengosongkan

kantung urine. Apabila tercatat bahwa haluaran urine banyak,

kosongkan kantung dengan lebih sering untuk mengurangi risiko

proliferasi bakteri. Pengosongan kandung kemih secara periodik akan

membersihkan urin residu (media kultur yang sangat baik untuk

perkembangan bakteri) dan dapat melancarkan suplai darah ke dinding

kandung kemih sehingga tingkat infeksi dapat berkurang.

p. Mengosongkan kantung penampung ke dalam takaran urin untuk klien

tersebut, takaran harus dibersihkan dengan teratur agar tidak terjadi

kontaminasi pada sistem drainase. Pastikan bahwa setiap klien


31

memiliki wadah terpisah untuk mengukur urin guna mencegah

kontaminasi silang.

q. Jangan melepaskan sambungan kateter, kecuali bila akan dibilas untuk

mencegah masuknya bakteri. Perhatian harus diberikan untuk

memastikan bahwa selang drainase tidak terkontaminasi. Apabila

sambungan selang drainase terputus, jangan menyentuh bagian ujung

kateter atau selang

(http://www.blogspot.com dipeoleh tanggal 1 maret 2013 ).


32

D. Kerangka Teori Penelitian


Faktor yang mempengaruhi
pengetahuan
1. Pendidikan
2. Pengalaman
3. Ekonomi
4. Usia
5. Lingkungan

Pengetahuan

Resiko infeksi saluran kemih

Pemasangan kateter

Pencegahan
terhadap
ISK

Gambar 1.1 Kerangka Teori

Sumber : (Notoatmodjo (2003), Notoatmojo (2007), Sunaryo (2004),

Suharyanto (2009).

Keterangan:

Berdasarkan kerangka teori diatas,factor-faktor yang mempengaruhi

tingkat pengetahuan sangatlah erat kaitannya dengan pemahaman mengenai

resiko infeksi saluran kemih,karena untuk mendapatkan pengetahuan yang baik

maka factor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan harus

terpenuhi,sehingga setelah pengetahuan terpenuhi maka pemahaman tentang

resiko infeksi,pemahaman tentang pemasangan kateter dapat tercapai,dengan

demikian dapat di aplikasikan dalam bentuk pencegahan terhadap resiko infeksi

saluran kemih.

Anda mungkin juga menyukai