Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHUULUAN

Kolesistitis adalah inflamasi yang terjadi pada kandung empedu dan terbagi

menjadi akut dan kronis. Kolesistitis akut biasanya terjadi akibat reaksi inflamasi

akut dinding kandung empedu yang disertai dengan keluhan nyeri perut kanan

atas, nyeri tekan dan demam. Umumnya kolesistitis akut disebabkan oleh adanya

batu kandung empedu. Kolelitiasis atau batu saluran empedu merupakan penyakit

yang umumnya lebih sering ditemukan di negara maju dan jarang ditemukan di

negara-negara berkembang. Namun, dengan membaiknya keadaan sosial

ekonomi, perubahan menu makanan ala barat serta perbaikan sarana diagnosis

khususnya ultrasonografi, prevalensi penyakit kolelitiasis di negara berkembang

cenderung mengalami peningkatan. 1,2

Kolelitiasis masih merupakan masalah gastrointestinal yang sering

dijumpai. Kolelitiasis merupakan salah satu masalah gastrointestinal yang paling

sering menyebabkan dilakukannya intervensi bedah. Tiap tahun, dilakukan sekitar

500.000 prosedur kolesistektomi di Amerika Serikat. Kolelitiasis terjadi pada

sekitar 10% populasi usia dewasa di Amerika Serikat, dimana batu empedu

kolesterol ditemukan pada 70% dari semua kasus dan 30% sisanya terdiri atas

batu pigmen dan jenis batu dari sejumlah komposisi lain. 3,4

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi prevalensi terjadinya

kolelitiasis. Batu empedu merupakan endapan dari salah satu atau beberapa

komponen empedu, dimana batu empedu tersebut dapat digolongkan menjadi batu
kolesterol, pigmen coklat, dan pigmen hitam. Penelitian menggunakan

pemeriksaan ultrasonografi menunjukkan bahwa 60-80% pasien dengan batu

saluran empedu umumnya nampak asimtomatik.. 3,4

Insidensi terjadinya kolesistitis meningkat seiring pertambahan usia.

Penjelasan secara fisiologis untuk peningkatan insidensi tersebut belum ada.

Peningkatan insidensi pada laki-laki usia lanjut dikaitkan dengan perubahan rasio

androgen-estrogen. Meskipun telah ditemukan berbagai modalitas terapeutik

untuk kolesistitis namun penyakit ini masih memiliki tingkat morbiditas dan

tingkat mortalitas yang cukup tinggi terutama pada orang lanjut usia. Referat ini

membahas mengenai kolesistitis dengan batasan-batasan tertentu.


BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Kolesistitis adalah radang dinding kandung empedu yang disertai keluhan

nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam. Kolelitiasis atau batu empedu

pada hakekatnya merupakan endapan satu atau lebih komponen empedu

(kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium dan protein. 5

2. Epidemiologi

Di Indonesia, walaupun belum ada data epidemiologis penduduk, insidens

kolesistitis dan kolelitiasis di negara kita relatif lebih rendah dibandingkan dengan

negara – negara barat. Meskipun dikatakan bahwa pasien kolesistitis akut

umumnya perempuan, gemuk dan berusia di atas 40 tahun, tetapi menuruit

Lesman LA, dkk, hal ini sering tidak sesuai untuk pasien – pasien di negara kita.6

Insidensi dari mereka yang dirawat di rumah sakit karena penyakit traktus

bilier, 20% mengalami kolesistitis akut. Dan jumlah kolesistektomi secara

perlahan meningkat, terutama pada lansia. Distribusi jenis kelamin untuk batu

empedu adalah 2-3 kali lebih sering pada wanita dibandingkan pada pria, sehingga

insiden kolesistitis kalkulus juga lebih tinggi pada wanita. Kadar progesteron yang

tinggi selama kehamilan dapat menyebabkan empedu stasis, sehingga insiden

penyakit kandung empedu pada wanita hamil juga tinggi. Kolesistitis kalkulus

dijumpai lebih sering pada pria usia lanjut.7


Insidensi kolesistitis meningkat seiring dengan usia. Penerangan secara

fisiologi untuk meningkatnya kasus penyakit batu empedu dalam populasi orang

yang lebih tua kurang difahami. Meningkatnya kadar insidensi untuk laki-laki

yang lebih berusia telah dikaitkan dengan rasio perubahan androgen kepada

estrogen.7

3. Etiologi

Etiologi batu empedu masih belum diketahui secara pasti, adapun faktor

predisposisi terpenting, yaitu : gangguan metabolisme yang menyebabkan

terjadinya perubahan komposisi empedu, statis empedu, dan infeksi kandung

empedu. Berdasarkan diatas kolesistitis dapat dibagi menjadi:3,8

1. Kolesistitis kalkulus, yaitu kolesistitis yang disebabkan batu

kandung empedu yang berada di duktus sistikus.

2. Kolesistitis akalkulus, yaitu kolesistits tanpa adanya batu empedu.1

Berdasarkan onsetnya, kolesistitis dibagi menjadi kolesistitis akut dan

kolesistitis kronik. Pembagian ini juga berhubungan dengan gejala yang timbul

pada kolesistitis akut dan kronik. Pada kolesistitis akut, terjadi inflamasi akut pada

kandung empedu dengan gejala yang lebih nyata seperti nyeri perut kanan atas,

nyeri tekan dan demam. Sedangkan, kolesistitis kronik merupakan inflamasi pada

kandung empedu yang timbul secara perlahan-lahan dan sangat erat hubugannya

dengan litiasis dan gejala yang ditimbulkan sangat minimal dan tidak menonjol.3,8
4. Patogenesis

Seperti telah disebutkan sebelumnya, sembilan puluh persen kasus

kolesistitis melibatkan batu di saluran sistikus (kolesistitis kalkulus), dan 10%

sisanya merupakan kasus kolesistitis kalkulus. Faktor yang mempengaruhi

timbulnya serangan kolesistitis akut adalah stasis cairan empedu, infeksi kuman

dan iskemia dinding kandung empedu. Kolesistitis kalkulus akut disebabkan oleh

tersumbatnya duktus sistikus hingga menyebabkan distensi kandung empedu. 8

Biasanya sumbatan ini adalah disebabkan adanya batu empedu yang

mempunyai 2 tipe yaitu batu kolesterol dan batu pigmen. Pada batu kolesterol,

empedu yang disupersaturasi dengan kolesterol dilarutkan dalam daerah

hidrofobik micelle, kemudian terjadinya kristalisasi dan akhirnya prepitasi

lamellar kolesterol dan senyawa lain membentuk matriks batu. Pada batu pigmen,

ada dua bentuk yakni batu pigmen murni dan batu kalsium bilirubinat. Batu

pigmen murni lebih kecil, sangat keras dan penampilannya hijau sampai hitam.

Proses terjadinya batu ini berhubungan dengan sekresi pigmen dalam jumlah yang

meningkat atau pembentukan pigmen abnormal yang mengendap di dalam

empedu. Sirosis dan statis biliaris merupakan predisposisi pembentukan batu

pigmen.8

Batu empedu yang mengobstruksi duktus sistikus menyebabkan cairan

empedu menjadi stasis dan kental, kolesterol dan lesitin menjadi pekat dan

seterusnya akan merusak mukosa kandung empedu diikuti reaksi inflamasi atau

peradangan dan supurasi. Seiring membesarnya ukuran kantong empedu, aliran


darah dan drainase limfatik menjadi terganggu hingga menyebabkan terjadinya di

dinding kandung empedu iskemia, nekrosis mukosa dan jika lebih berat terjadinya

ruptur.8

Batu empedu terjadi karena adanya zat tertentu dalam empedu yang hadir

dalam konsentrasi yang mendekati batas kelarutan mereka. Bila empedu

terkonsentrasi di dalam kandung empedu, larutan akan berubah menjadi jenuh

dengan bahan-bahan tersebut, kemudian endapan dari larutan akan membentuk

Kristal mikroskopis. Kristal terperangkap dalam mukosa bilier, akan

menghasilkan suatu endapan. Oklusi dari saluran oleh endapan dan batu

menghasilkan komplikasi penyakit batu empedu.8,9

Pada kondisi normal kolesterol tidak mengendap di empedu karena

mengandung garam empedu terkonjugasi dan lesitin dalam jumlah cukup agar

kolesterol berada di dalam larutan misel. Jika rasio konsentrasi kolesterol

berbanding garam empedu dan lesitin meningkat, maka larutan misel menjadi

sangat jenuh. Kondisi yang sangat jenuh ini mungkin karena hati memproduksi

kolesterol dalam bentuk konsentrasi tinggi. Zat ini kemudian mengendap pada

lingkungan cairan dalam bentuk kristal kolesterol. 8,9


Bilirubin, pigmen kuning yang berasal dari pemecahan heme, secara aktif

disekresi ke dalam empedu oleh hati. Sebagian besar bilirubin di dalam empedu

berada dalam bentuk konjugat glukoronida yang larut dalam air dan stabil, tetapi

sebagian kecil terdiri dari bilirubin tak terkonjugasi. Bilirubin tak terkonjugasi,

seperti lemak, fosfat, karbonat, dan anion lainnya cenderung untuk membentuk

presipitat tak larut dengan kalsium. Kalsium memasuki empedu secara pasif

bersama dengan elektrolit lain. Dalam situasi pergantian heme tinggi, seperti

hemolisis kronis atau sirosis, bilirubin tak terkonjugasi mungkin berada dalam

empedu pada konsentrasi yang lebih tinggi dari biasanya. Kalsium bilirubinat

mungkin kemudian mengkristal dari larutan dan akhirnya membentuk batu

pigmen hitam. 8,9

Empedu yang biasanya steril, tetapi dalam beberapa kondisi yang tidak

biasa (misalnya ada striktur bilier), mungkin terkolonisasi dengan bakteri. Bakteri

menghidrolisis bilirubin terkonjugasi dari hasil peningkatan bilirubin tak

terkonjugasi dapat menyebabkan presipitasi terbentuknya kristal kalsium

bilirubinat, bakteri hidrolisis lesitin menyebabkan pelepasan asam lemak yang

komplek dengan kalsium dan endapan dari larutan lain. Konkresi yang dihasilkan

memiliki konsistensi disebut batu pigmen coklat. 8,9

Batu empedu kolesterol dapat terkoloni dengan bakteri dan dapat

menimbulkan peradangan mukosa kandung empedu. Enzim dari bakteri dan

leukosit menghidrolisis bilirubin konjugasi dan asam lemak. Akibatnya, dari

waktu ke waktu, batu kolesterol bisa mengumpulkan proporsi kalsium bilirubinat

dan garam kalsium, lalu menghasilkan campuran batu empedu. 8,9


Kondisi batu kandung empedu memberikan berbagai manifestasi keluhan

pada pasien dan menimbulkan berbagai masalah keperawatan. Jika terdapat batu

empedu yang menyumbat duktus sistikus dan biliaris komunis untuk sementara

waktu, tekanan di duktus biliaris akan meningkat dan peningkatan peristaltik di

tempat penyumbatan mengakibatkan nyeri visera di daerah epigastrum, mungkin

dengan penjalaran ke punggung. Respon nyeri, gangguan gastrointestinal dan

anoreksia akan meningkatkan penurunan intake nutrisi.( 8,9Debas,2004)

Respon komplikasi akut dengan peradangan akan memberikan manifestasi

peningkatan suhu tubuh. Respon kolik bilier secara kronis akan meningkatkan

kebutuhan metabolisme sehingga pasien cenderung mengalami kelelahan. Respon

adanya batu akan dilakukan intervensi medis pembedahan, intervensi litotripsi

atau intervensi endoskopi. 8,9

5. Manifestasi Klinis

Keluhan yang muncul pada kolesistitis, dapat berupa :

a. Kolik Billier

b. Ikterus

c. Defisiensi vitamin

d. Kolesistitis Akut

Pasien dianggap menderita kolesistitis akut jika mereka memiliki kriteria

berikut.(Saquib, 2013)
1. Nyeri akut region hypochondria kanan dan / atau nyeri epigastric durasi

> 8-12 jam.

2. Nyeri tekan/ teraba massa di kuadran kanan atas.

3. Peningkatan suhu (> 37.50C) dan / atau leukositosis (> 10x109 / L).

4. Bukti kolesistitis akut pada ultrasonografi.

e. Koledokolitiasis dan Kolangitis

f. Kolesistolitiasis

6. Diagnosis

Pasien kolesistitis akut memiliki riwayat nyeri hebat pada abdomen bagian

atas yang bertahan dalam beberapa jam hingga akhirnya mereka mencari

pertolongan ke unit gawat darurat lokal. Secara umum, pasien kolesistitis akut

juga sering merasa mual dan muntah serta pasien melaporkan adanya demam.

Tanda-tanda iritasi peritoneal juga dapat muncul, dan pada beberapa pasien

menjalar hingga ke bahu kanan atau skapula. Kadang-kadang nyeri bermula dari

regio epigastrium dan kemudian terlokalisisr di kuadran kanan atas (RUQ).1,10,11

Pada pemeriksaan fisik, biasanya ditemukan nyeri tekan di kuadran kanan

atas abdomen, dan seringkali teraba massa atau teraba penuh. Palpasi kuadran

kanan atas saat inspirasi seringkali menyebabkan rasa tidak nyaman yang berat

yang menyebabkan pasien berhenti menghirup napas, hal ini disebut sebagai tanda

Murphy positif. Terdapat tanda-tanda peritonitis lokal dan demam. 1,10,11


Dari pemeriksaan laboratorium pada pasien akut kolesistitis, dapat

ditemukan leukositosis berkisar antara 10.000 sampai dengan 15.000 sel per

mikroliter dengan pergeseran ke kiri pada hitung jenis dan peningkatan kadar C-

reactive protein (CRP). Pada 15% pasien, ditemukan peningkatan ringan dari

kadar aspartate aminotransferase (AST), alanine aminotransferase (ALT), alkali

fosfatase (AP) dan bilirubin jika batu tidak berada di duktus biliaris. 1,10,11

Pada pemeriksaan penunjang: 1,9,10,11

1. Ultrasonografi (USG)

Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang

tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran

empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat

dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem
yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat

pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh

udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada

batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi

biasa. 1,9,10,11

2. CT-Scan

Metode ini juga merupakan pemeriksaan yang akurat untuk

menentukan adanya batu empedu, pelebaran saluran empedu dan

koledokolitiasis. 1,9,10,11

3. ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography)

Yaitu sebuah kanul yang dimasukan ke dalam duktus koledukus dan

duktus pancreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus

tersebut. Fungsi ERCP ini memudahkan visualisasi langsung stuktur bilier

dan memudahkan akses ke dalam duktus koledukus bagian distal untuk

mengambil batu empedu, selain itu ERCP berfungsi untuk membedakan

ikterus yang disebabkan oleh penyakit hati (ikterus hepatoseluler dengan


ikterus yang disebabkan oleh obstuksi bilier dan juga dapat digunakan untuk

menyelidiki gejala gastrointestinal pada pasien-pasien yang kandung

empedunya sudah diangkat. 1,9,10,11

Namun biasanya yang dialkukan di RS, dapat dilakukan Ultrasonografi

(USG) merupakan modalitas penunjang yang murah, tidak invasif, aman dan

tersedia dengan potensi sangat akurat untuk pencitraan pada pasien suspect

cholelithiasis. Pemeriksaan ultrasonografi pada perut kanan atas merupakan suatu

metode pilihan untuk mendiagnosis cholelithiasis. Tingkat sensitivitasnya lebih

dari 95% untukmendeteksi cholelithiasis dengan diameter 1,5 mm atau lebih.


1,9,10,11

7. Penatalaksanaan

Untuk kasus kolesistitis akut, tindakan umum yang dapat dilakukan adalah

tirah baring, pemberian cairan intravena dan nutrisi parentral untuk mencukupi

kebutuhan cairan dan kalori, diet ringan tanpa lemak dan menghilangkan nyeri

dengan petidin (demerol) dan buscopan dan terapi simtomatik lainnya. Antibiotik

pula diberikan untuk mengobati septikemia serta mencegah peritonitis dan

empiema. Antibiotik pada fase awal adalah sangat penting untuk mencegah

komplikasi Mikroorganisme yang sering ditemukan adalah Eschteria coli,

Stretococcus faecalis, dan Klebsiella, sering dalam kombinasi. Dapat juga

ditemukan kuman anaerob seperti Bacteriodes dan Clostridia.Antibiotik yang


dapat dipilih adalah misalnya dari golongan sefalosporin, metronidazol, ampisilin

sulbaktam dan ureidopenisilin.5,10,12

Terapi definitif kolestisistitis akut adalah kolesistektomi dan sebaiknya

dilakukan kolesistektomi secepatnya yaitu dalam waktu 2-3 hari (dalam 7 hari

sejak onset gejala) atau ditunggu 6-10 minggu selepas diterapi dengan pengobatan

karena akan mengurangi waktu pengobatan di rumah sakit. 5,10,12

Sebagian dokter memilih terapi operatif dini untuk menghindari timbulnya

gangren atau komplikasi kegagalan terapi konservatif. Beberapa dokter bedah

lebih menyukai menunggu dan mengobati pasien dengan harapan menjadi lebih

baik selama perawatan, dan mencadangkan tindakan bedah bila kondisi pasien

benar-benar stabil, dengan dasar pemikiran bahwa aspek teknik kolesistektomi

akan lebih mudah bila proses inflamasi telah mulai menyembuh. Terapi operatif

lanjut ini merupakan pilihan yang terbaik karena operasi dini akan menyebabkan

penyebaran infeksi ke rongga peritoneum dan teknik operasi akan menjadi lebih

sulit karena proses inflamasi akut di sekitar duktus akan mengaburkan gambaran

anatomi. Namun, jika berlakunya kasus emergensi atau ada komplikasi seperti

empiema atau dicurigai adanya perforasi, sebaiknya lansung dilakukan

kolesistektomi. 5,10,12

Dibandingkan kolesistektomi konvensional, pada kolesistektomi

laparoskopik, pasien dapat keluar rumah sakit dalam 1-2 hari pascaoperasi dengan

jarigan parut minimal dan dapat berkativitas lebih cepat. Sekitar 10%

kolesistektomi laparoskopik harus diubah menjadi operasi terbuka (kolesistektomi


konvensional) di kamar operasi karena adanya inflamasi yang luas, perlekatan,

atau adanya komplikasi, seperti cedera saluran empedu yang memerlukan

perbaikan. 5,10,12

Pada pasien yang memerlukan penanganan secepatnya, namun dalam

keadaan sakit keras atau sangat berisiko tinggi untuk kolesistektomi, pasien harus

diterapi secara medis dengan pemberian cairan, antibiotika dan analgesik, bila

terapi ini gagal, perlu dipertimbangkan suatu kolesistotomi perkutan. Di sini, isi

kandung empedu dikeluarkan dan lumen didrainase dengan kateter yang

ditinggalkan. Pada pasien yang mengalami kolesistosomi dan telah sembuh dari

keadaan akut, harus dilakukan kolesitektomi 6-8 minggu kemudian bila kondisi

medisnya cukup baik. 5,10,12

Di luar negeri tindakan ini hampir mencapai 90% dari seluruh

kolesisteksomi. Konversi ke tindakan bedah kolesisteksomi konvensional sebesar

1,9% kasus, terbanyak oleh karena sukar dalam mengenali duktus sistikus yang

disebabkan perlengketan luas (27%), perdarahan dan keganasan kandung empedu.

Komplikasi yang sering dijumpai pada tindakan ini yaitu trauma saluran empedu

(7%), perdarahan dan kebocoran empedu. Menurut kebanyakan ahli bedah

tindakan kolesisteksomi laparoskopik ini sekalipun invasif mempunyai kelebihan

seperti mengurangi rasa nyeri pasca operasi, menurunkan angka kematian, secara

kosmetik lebih baik, memperpendek lama perawatan di rumah sakit dan

mempercepat aktifitas pasien. 5,10,12

8. Komplikasi
a. Empiema dan hidrops

Empiema kandung empedu biasanya terjadi akibat perkembangan

kolesistitis akut dengan sumbatan duktus sistikus persisten menjadi superinfeksi

empedu yang tersumbat tersebut disertai kuman – kuman pembentuk pus.

Gambaran klinis mirip kolangitis dengan demam tinggi, nyeri kuadran kanan atas

yang hebat, leukositosis berat dan sering keadaan umum lemah. 1,2

b. Hidrops atau mukokel kandung empedu

Terjadi akibat sumbatan berkepanjangan duktus sistikus biasanya oleh

sebuah kalkulus besar. Dalam keadaan ini, lumen kandung empedu yang

tersumbat secara progresif mengalami peregangan oleh mukus (mukokel) atau

cairan transudat jernih (hidrops) yang dihasilkan oleh sel – sel epitel mukosa.

Pasien hidrops kandung empedu sering tetap asimtomatik, walaupun nyeri

kuadran kanan atas kronik juga dapat terjadi. 1,2

c. Gangren dan perforasi

Gangren kandung empedu menimbulkan iskemia dinding dan nekrosis

jaringan bebercak atau total. Kelainan yang mendasari antara lain adalah distensi

berlebihan kandung empedu, vaskulitis, diabetes mellitus, empiema atau torsi

yang menyebabkan oklusi arteri. 1,2

d. Perforasi lokal

Perforasi bebas lebih jarang terjadi tetapi menyebabkan angka kematian

sekitar 30%, Pasien ini mungkin memperlihatkan hilangnya secara transien nyeri
kuadran kanan atas karena kandung empedu yang teregang mengalami

dekompresi, tetapi kemudian timbul tanda peritonitis generalisata. 1,2

e. Pembentukan fistula dan ileus batu empedu

Fistulisasi dalam organ yang berdekatan melekat pada dinding kandung empedu

mungkin diakibatkan dari inflamasi dan pembentukan perlekatan. 1,2

9. Prognosis

Pada kasus kolesistitis akut tanpa komplikasi, perbaikan gejala dapat

terlihat dalam 1 – 4 hari bila dalam penanganan yang tepat. Penyembuhan spontan

didapatkan pada 85% kasus, sekalipun kadang kandung empedu menjadi tebal,

fibrotik, penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi. Tidak jarang pula, menjadi

kolesistitis rekuren. Kadang – kadang kolesistitis akut berkembang secara cepat

menjadi gangren, empiema dan perforasi kandung empedu, fistel, abses hati atau

peritonitis umum pada 10 – 15% kasus. Bila hal ini terjadi, angka kematian dapat

mencapai 50 – 60%. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian antibiotik yang

adekuat pada awal serangan. Pasien dengan kolesistitis akut akalkulus memiliki

angka mortalitas sebesar 10 – 50%. Tindakan bedah pada pasien tua (>75 tahun)

mempunyai prognosis yang jelek di samping kemungkinan banyak timbul

komplikasi pasca bedah.1,2


BAB III

KESIMPULAN

Kolesistitis adalah inflamasi yang terjadi pada kandung empedu dan

terbagi menjadi akut dan kronis. Berdasarkan onsetnya, kolesistitis dibagi menjadi

kolesistitis akut dan kolesistitis kronik. Pembagian ini juga berhubungan dengan

gejala yang timbul pada kolesistitis akut dan kronik. Pada kolesistitis akut, terjadi

inflamasi akut pada kandung empedu dengan gejala yang lebih nyata seperti nyeri

perut kanan atas, nyeri tekan dan demam. Sedangkan, kolesistitis kronik

merupakan inflamasi pada kandung empedu yang timbul secara perlahan-lahan

dan sangat erat hubugannya dengan litiasis dan gejala yang ditimbulkan sangat

minimal dan tidak menonjol.

Untuk kasus kolesistitis akut, tindakan umum yang dapat dilakukan adalah

tirah baring, pemberian cairan intravena dan nutrisi parentral untuk mencukupi

kebutuhan cairan dan kalori, diet ringan tanpa lemak dan menghilangkan nyeri

dengan petidin (demerol) dan buscopan dan terapi simtomatik lainnya, pemberian

antibiotik, Terapi definitif kolestisistitis akut adalah kolesistektomi dan sebaiknya

dilakukan kolesistektomi secepatnya untuk menghindari komplikasi.

Anda mungkin juga menyukai