Oleh:
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SATUAN ACARA PENYULUHAN
I. Latar Belakang
IV. Sasaran
Sasaran dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan ini adalah pasien atau keluarga yang
keluarganya dirawat di Ruang Cenderawasih RSUD dr. Soetomo
V. Materi
(terlampir)
VI. Metode
Metode dalam penyuluhan ini adalah :
a.Ceramah
b.Diskusi
c.Tanya jawab
VII. Media
Media yang digunakan dalam kegiatan penyuluhan ini adalah:
1.Leaflet
2.Slide Powerpoint
Setting
Tempat
Pengorganisasian Kegiatan
Pembimbing Klinik : Kartika Rini, S. Keb., Bd
Pembimbing Pendidikan : Ni Ketut Alit, S.Kp., M.Kep
Moderator : Risca Maya Probo A.
Penyuluh : Tri Retno W
Observer : Getrudiz F. Diaz
Notulen : Robeta Lintang
Fasilitator : Reny Tjahja H
Job Description
Pengorganisasian
1. Moderator
a. Bertanggung jawab atas kelancaran acara
b. Membuka dan menutup acara
c. Mengatur waktu penyajian sesuai dengan rencanakegiatan
d. Mengatur jalannya diskusi
2. Penyuluh
a.Menjelaskan materi penyuluhan dengan jelas dan bahasa yang mudah dipahami oleh
peserta
b. Memotivasi peserta untuk tetap aktif danmemperhatikan proses penyuluhan
c. Menjawab pertanyaan peserta.
3. Fasilitator
a. Ikut bergabung dan duduk bersama di antara peserta
b. Menjawab pertanyaan jika ada peserta yang bertanya kepadanya.
c. Memotivasi peserta untuk bertanya materi yang belum jelas
d. Menjelaskan tentang istilah atau hal-hal yang dirasa kurang jelas bagi peserta
e. Memotivasi peserta untuk aktif dalam prosesdiskusi
f. Membagikan leaflet kepada peserta.
Plan of Action (POA) Tahapan dan Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Peserta
Tugas peserta
No. Tahap Waktu Kegiatan Media
penyuluhan
1. Pra kegiatan Mahasiswa profesi Mengisi daftar hadir
menyiapkan fasilitas dan duduk di tempat
penyuluhan seperti: yang telah
daftar hadir, ruangan, disediakan.
dan tempat untuk
peserta penyuluhan
2. Pembukaan 5 - Mengucapkan salam - Menjawab salam
menit pembuka dan - Mendengarkan
memperkenalkan diri tujuan dan
- Menyampaikan tujuan maksud
dan penyuluhan
maksud penyuluhan - Mendengarkan
- Menjelaskan kontrak dan menyetujui
waktu dan mekanisme kontrak
- Menyebutkan materi waktu penyuluhan
penyuluhan - Mendengarkan
materi penyuluha
n yang
disampaikan
Evaluasi
1. Kriteria Struktural.
a. Kontrak waktu dan tempat diberikan satu hari sebelum acara dilaksanakan
b. Pengumpulan SAP dilakukan satu hari sebelum pelaksanaan penyuluhan
c. Peserta hadir pada tempat yang telah ditentukan
d. Penyelenggaraan penyuluhan dilakukan oleh mahasiswa yang bekerja sama dengan Tim
Perawatan di Ruang Cenderawasih RSUD dr. Soetomo Surabaya
e. Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan sebelum dan saat penyuluhan
dilaksanakan.
2. Kriteria Proses.
a. Acara dimulai tepat waktu
b. Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
c. Peserta mengikuti kegiatan sesuai dengan aturan yang telah dijelaskan
d. Peserta mendengarkan dan memperhatikan penyuluhan
e. Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan POA (Plan of Action)
f. Pengorganisasian berjalan sesuai dengan job description
3. Kriteria Hasil:
a. Ada umpan balik positif dari peserta, seperti dapat menjawab pertanyaan yang diajukan
oleh pemateri (penyaji)
b. Peserta ikut aktif dalam proses diskusi
c. Peserta mampu menjawab dengan benar sebanyak 75% dari pertanyaan penyaji
(Lampiran)
MATERI PENYULUHAN
DETEKSI DINI KANKER SERVIKS
Kanker serviks (sering disebut juga dengan kanker mulut/leher rahim) merupakan
keganasan (kanker) yang berawal dari mulut rahim (serviks), yaitu bagian bawah Rahim
Kanker serviks adalah kanker yang terjadi pada serviks uterus, yaitu suatu daerah
pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak
antara rahim (uterus)dengan liang senggama (vagina) (Rama Diananda, 2007). Kanker ini
biasanya terjadi pada wanita yang telah berumur, tetapi bukti statistik menunjukkan bahwa
kanker leher rahim dapat juga menyerang wanita yang berumur antara 20-40 tahun.
II. Etiologi dan Faktor Risiko Kanker Serviks
Penyebab kanker serviks diketahui adalah virus HPV (Human Papilloma Virus) sub
tipe onkogenik, terutama sub tipe 16 dan 18 (Komisi Penanggulangan Kanker Indonesia,
1) Usia
Saat ini telah diketahui di beberapa negara bahwa puncak insidensi lesi prakanker
serviks terjadi pada usia di atas 60 tahun. Penelitian lain di RSCM menunjukkan insiden
kanker serviks meningkat sejak usia 25-34 tahun dan puncaknya pada usia 35-44 tahun,
sementara di Indonesia (1994) pada usia 45-54 tahun. Pada penelitian lain secara
retrospektif di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung untuk periode Januari 2000 sampai
dengan Juli 2001 dengan interval umur mulai 21 sampai 85 tahun (N=307) (Rini, 2009).
Telah lama diketahui bahwa umur sangat berpengaruh terhadap proses reproduksi.
Umur yang dianggap optimal untuk reproduksi antara 20-35 tahun. Berdasarkan
dengan usia saat seorang wanita mulai aktif berhubungan seksual., dikatakan pula
olehnya karsinoma serviks cenderung muncul bila saat mulai aktif berhubungan seksual
pada saat usia kurang dari 17 tahum dan usia antara 15-20 tahun merupakan periode
yang rentan.
Periode rentan ini berhubungan dengan kiatnya proses metaplasia pada pubertas,
sehingga bila ada yang mengganggu proses metaplasia tersebut misalnya infeksi akan
wanita yang menikah di usia 15-19 tahun dibandingkan yang menikah di usia 20-24
tahun, pada golongan pertama cenderung untuk terkena kanker serviks. Baron dan
Richat pada penelitian dengan mengambil sampel 7000 wanita di Barbara Hindia Barat,
censerung menduga epitel serviks remaja sangat rentan terhadap bahan-bahan
wanita dewasa.
menikah pada usia 15-19 tahun, hasil serupa juga dilaporkan oleh Sutomo di Semarang.
Kehamilan yang optimal adalah kehamilan anak lebih dari tiga, Kehamilan setelah tiga
merupakan salah satu faktor risiko terkena kanker serviks, Bukhari L dan Hadi A
menyebutkan bahwa golongan wanita yang bersalin 6 kali atau lebih mempunyai risiko
menderita kanker serviks 1,9 kali lebih besar daripada golongan wanita yang bersalin
anatara 1-5 kali, meskipun hal ini merupakan faktor risiko namun hal tersebut harus
dijdikan perhatian untuk mendeteksi terhadap golongan ini. Kehamilan dan persalinan
yang melebihi 3 orang dan jarak kehamilan terlalu dekat akan meningkatkan kejadian
kanker serviks. ADanya multiparitas diduga menyebabkan penurunan daya tahan tubuh.
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seorang dan kelompok orang
seseorang dan taraf pendidikan yang rendah selalu berhubungan dengan informasi dan
pengetahuan yang terbatas, semakin tinggi pendidikan seseorang semakin tinggi pula
semakin tinggi. Pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang tidak peduli terhadap
orgram kesehatan yang ada, sehingga mereka tidak mengenal bahwa yang mungkin
terjadi. Walaupun ada sarana yang baik belum tentu mereka tahu menggunakannya.
Dengan pendidikan yang tinggi maka semakin banyak seseorang mengetahui tentang
Penggunaan alat kontrasepsi hormonal merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
kanker leher rahim. Pada kontrasepsi hormonal terdapat 2 hormon yang terlibat yaitu
hormon estrogen sintetik dalam bentuk etinil estradiol dan mestranol serta hormon
sintetik tersebut contohnya pil, implant, dan suntik 1 bulan, sedangkan kontrasepsi non
(Rati, 2010)Kombinasi hormonal pada alat kontrasepsi dapat bertindak sebagai kofaktor
dalam proses infeksi kanker leher rahim. Estrogen berfungsi untuk meningkatkan laju
pembelahan sel dalam epitel duktus sehingga meningkatkan probabilitas mutasi yang
terjadi, sedangkan progesteron dan progestagens dapat meningkatkan efek ini. Selain
itu, kontrasepsi hormonal akan membuat kekentalan lendir pada leher rahim.
leher rahim, yang terbawa melalui hubungan seksual, termasuk adanya virus HPV
(Urban et al., 2012). Pada faktor penggunaan alat kontrasepsi pil diketahui bahwa 95,5%
prakanker leher rahim. Penggunaan pil kontrasepsi ≥ 4 tahun berisiko 42 kali untuk
mengalami kejadian lesi prakanker leher rahim dibanding kelompok responden yang
menggunakan pil kontrasepsi < 4 tahun. Uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan
yang signifikan antara lama penggunaan pil kontrasepsi dengan kejadian lesi prakanker
leher rahim (p ≤ 0,05) (Wahyuningsih & Mulyani, 2014). Sedangkan peningkatan risiko
ditemukan pada lama penggunaan lebih dari 5 tahun (Urban et al., 2012).
Bila seorang wanita mempunyai saudara kandung atau ibu yang mempunyai kanker
serviks, maka ia mempunyai kemungkinan 2-3 kali lebih besar untuk juga mempunyai
kanker serviks dibandingkan orang normal. Beberapa peneliti menduga hal ini
Perilaku sesksual berupa berganti pasangan seks akan meningkatkan penularan penyakit
kelamin. Penyakit yan ditularkan seperti infeksi human papilloma virus (HPV) telah
terbukti dapat meningkatkan timbulnya kanker serviks, penis, dan vulva. Risiko terkena
kanker serviks menjadi 10 kali lipat pada wanita yang mempunyai partner seksual 6
orang atau lebih. Di samping itu, virus herpes simpleks tipe 2 dapat menjadi faktor
pendamping. Sumber lain juga mengungkapkan bahwa pada prinsipnya setiap pria
memiliki protein spesifik berbeda pada spermanya. Protein tersebut dapat menyebabkan
kerusakan pada sel epitel serviks. Sel epitel serviks akan mentoleransi dan mengenali
protein tersebut tetapi jika wanita itu melakukan hubungan dengan banyak pria maka
akan banyak sperma dengan protein spesifik berbeda yang akan menyebabkan
kerusakan tanpa perbaikan dari sel serviks sehingga akan menghasilkan luka. Adanya
luka akan mempermudah infeksi HPV. Risiko terkena kanker leher rahim menjadi 10
kali lipat lebih besar pada wanita yang mempunyai partner sex 6 orang atau lebih
(Novel, 2010).
8) Merokok
Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks dibandingkan
wanita yang tidak merokok. Penelitian menunjukkan lender serviks pada wanita
perokok mengandung nikotin dan zat-zat lainnya yang ada di dalam rokok. Zat-zat
infeksi virus.
Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi asam folat dapat
meningkatkan risiko terjadinya dysplasia ringan dan sedang, serta mungkin juga
meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks pada wanita yang makanannya rendah
10) Trauma kronis pada serviks seperti persalinan, infeksi, iritasi menahun
11) Pemakaian DES (dietilstilbestrol) pada wanita hamil untuk mencegah keguguran
13) Golongan ekonomi lemah (karena tidak mampu melakukan papsemar secara rutin).
diabaikan)
IA2 Invasi stroma lebih dari 3 mm dan tidak lebih dari 5 mm dengan
atau kurang
IB2 LEsi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar lebih
dari 4 cm
II Invasi tumor keluar dari uterus tetapi tidak sampai ke dinding panggul
IIA1 Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar 4,0
cm atau kurang
dinding panggul
(contact bleeding, perdarahan saat berhubungan intim) dan keputihan. Perdarahan juga
dapat terjadi di luar masa haid dan pasca menopause. Jika tumornya besar, dapat terjadi
infeksi dan menimbulkan cairan berbau yang mengalir keluar dari vagina.
arah lateral sampai obstruksi ureter, bahkan sampai oligo atau anuria.
edema tungkai, nyeri kepala dan gangguan kesadaran (otak), sesak atau batuk darah
(paru), tulang (nyeri atau patah), hati (nyeri perut kanan atas, kuning, atau
V. Deteksi Dini
WHO mengindikasikan skrining deteksi dini kanker leher rahim dilakukan pada
a. Setiap perempuan yang berusia antara 25-35 tahun, yang belum pernah menjalani tes
sanggama atau perdarahan pasca menopause atau mengalami tanda dan gejala
abnormal lainnya.
b. Untuk perempuan usia 25- 45 tahun, bila sumber daya memungkinkan, skrining
d. Bila 2 kali berturut-turut hasil skrining sebelumnya negatif, perempuan usia diatas 65
Di Indonesia interval pemeriksaan IVA adalah 5 tahun sekali. Jika hasil pemeriksaan
negatif maka dilakukan ulangan 5 tahun dan jika positif maka dilakukan ulangan 1 tahun
Pap smear merupakan porsedur klinik untuk memeriksa sel yang berasal dari serviks.
Tujuan utama dari pemeriksaan ini untuk menilai adanya perubahan sel yang abnormal
yang mungkin berasal dari kanker serviks atau sebelum berkembang menjadi kanker (lesi
prakanker).
a. Evaluasi sitohormonal
b. Mendiagnosis peradangan
d. Mendiagnosis kelainan prakanker (displasia) leher rahim dan kanker leher rahim dini
a. Setiap 6-12 bulan untuk wanita yang berusia muda sudah menikah atau belum menikah
namun aktivitas seksualnya sangat tinggi.
b. Setiap 6-12 bulan untuk wanita yang berganti ganti pasangan seksual atau pernah
menderita infeksi HIV atau kutil kelamin.
e. Pap tes setahun sekali bagi wanita antara umur 40-60 tahun.
f. Sesudah 2 kali pap tes (-) dengan interval 3 tahun dengan catatan bahwa wanita resiko
tinggi harus lebih sering menjalankan pap smear.
g. Sesering mungkin jika hasil pap smear menunjukkan abnormal sesering mungkin setelah
penilaian dan pengobatan prakanker maupun kanker serviks.
Sedangkan tempat pemeriksaan pap smear menurut Sukaca 2009 dapat dilakukan di:
Bila hasil pada pasien pap smear ternyata positif, maka harus dilanjutkan dengan pemeriksaan
biobsy terarah dan patologi. Pap smear sudah dapat menemukan kanker leher rahim. Meskipun
masih ada tingkat pra kanker (stadium dini). Dengan pemeriksaan ini bisa memberikan harapan
kesembuhan 100%. Sebaliknya pada penderita yang datang terlambat, harapan untuk
sembuhpun terlampau sulit.
2. Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)
Selain tes pap, metode yang seringkali digunakan adalah tes IVA (Inspeksi Visual
Asetat). Tes pap memiliki sensitivitas 51% dan spesifitas 98%. Selain itu, pemeriksaan pap-
smear masih memerlukan penunjang laboratorium sitology dan dokter ahli patologi yang
relative memerlukan waktu dann biaya besar. Sedangkan IVA memiliki sensitivitas sampai
96% dan spesifitas 97% untuk program yang dilaksanakan oleh tenaga medis yang terlaith.
Hal ini menunjukkan bahwa IVA memiliki sensitivitas yang hampir sama dengan sitology
serviks sehingga dapat menjadi metode skrining yang efektif pada negara berkembang
seperti di Indonesia.
Tes IVA adalah tes visual dengan menggunakan larutan asam cuka (asam asetat 2%)
dan larutan iosium lugol pada serviks dan melihat perubahan warna yang terjadi setelah
dilakukan olesan. Tujuannya adalah melihat adanya sel yang mengalami dysplasia sebagai
zona transisional seringkali terletak kanalis servikalis dan tidak tampak dengan pemeriksaan
inspekulo.
Menjalani tes kanker atau prakanker dianjurkan pada semua wanita berusia 30-45 tahun.
Kanker serviks menempati angka tertinggi di antara wanita berusia 40 hingga 50 tahun,
sehingga tes harus dilakukan pada usia dimana lesi prakanker lebih mungkin terdeteksi,
biasanya 10 sampai 20 tahun lebih awal. Wanita yang memiliki faktor risiko juga merupakan
Waktu pelaksanaan tes IVA dapat dilakukan kapan saja dalam siklus enstruasi,
termasuk saat menstruasi, pada masa kehamilan, dan saat asuhan nifas atau paska keguguran.
Metode pemeriksaan IVA: pemeriksaan inspeksi visual dengan asam asetat (IVA)
adalah pemeriksaannya mengamati serviks yang telah diberi asma asetat/ asam cuka 3-5%
secara inspekulo dan dilihat dengan penglihatan mata langsun. Pemeriksaan ini pertama kali
diperkenalkan oleh Hinselman (1952) dengan cara memulas serviks dengan kapas yang telah
dicelupkan ke dalam asam asteat 3-5%. Pemberian asam asetat itu akan mempengaruhi eitel
ekstraseluler yang bersifat hipertonik akan menarik cairan intraselula sehingga membrane
akan kolaps dan jarak antar sel semakin dekat. Sebagai akibatnya, jika permukaan epitel
mendapat sinar, sinar tersbut tidak akan diteruskan ke stroma, tetapi dipantulkan keluar
sehinga permukaan epitel abnormal akan berwarna putih, disebut juga epitel putih. JIka
makin putih dan makin jelas, maka makin tinggi derajat histologiknya. Demikian pula makin
Inspeksi visual dengan lugol yodium juga dikenal sebaga tes Schiller menggunakan lugol
yodium bukan asam asetat dan didasarkan pada perubahan warna juga.
Penanganan pada kanker serviks tergantung pada stadium kanker, ukuran tumor,
usia, dan status kesehatan secara umum., serta apakah penderita masih menginginkan
sayatan, maka bisa dilanjutkan dengan tindakan konisasi atau histerektomi total.
b.Krioterapi
dengan metode pembekuan atau freezing hingga sekurang-kurangnya -20oC selama 6 menit
c.Elektrokauter
Metode ini menggunakan alat elektrokauter atau radiofrekuensi dengan melakukan eksisi Loop
diathermy terhadap jaringan lesi prakanker pada zona transformasi. Jaringan spesimen akan
d.Diatermi Elektrokoagulasi
Diatermi elektrokoagulasi dapat memusnahkan jaringan lebih luas dan efektif jika
dibandingkan dengan elektrokauter, tetapi harus dilakukan dengan anestesi umum. Tindakan
ini memungkinkan untuk memusnahkan jaringan serviks sampai kedalaman 1 cm, tetapi
fisiologi serviks dapat dipengaruhi, terutama jika lesi tersebut sangat luas.
e.Laser
Sinar laser (light amplication by stimulation emission of radiation), suatu muatan listrik
dilepaskan dalam suatu tabung yang berisi campuran gas helium, gas nitrogen, dan gas CO2
sehingga akan menimbulkan sinar laser yang mempunyai panjang gelombang 10,6u.
Perubahan patologis yang terdapat pada serviks dapat dibedakan dalam dua bagian, yaitu
penguapan dan nekrosis. Lapisan paling luar dari mukosa serviks menguap karena cairan
Volume jaringan yang menguap atau sebanding dengan kekuatan dan lama penyinaran.
Sedangkan penatalaksanaan kanker/ karsinoma serviks antara lain yaitu pembedahan, radiasi,
dan kemoterapi.
a. Histerektomi
Pada umumnya pembedahan dilakukan pada penderita-penderita dengan tumor primer yang
masih dini atau pengobatan paliatif dekompresif. Akan tetapi diluar keganasan hematologi
untuk semua penderita kanker seyogyanya berkonsultasi terlebih dahulu dengan ahli bedah
sebelum melakukan tindakan lebih lanjut. Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan
yang bertujuan untukmengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal).
Pada penatalaksanaan kanker serviks biasanya dilakukan histerektomi radikal pada stadium
b. Radioterapi
Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks sertamematikan parametrial dan
nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks stadium II B, III, IV diobati dengan radiasi. Metoda
radioterapi disesuaikan dengan tujuannya yaitu tujuan pengobatan kuratif atau paliatif.
Pengobatan kuratif ialah mematikan sel kanker serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya dan
atau bermetastasis ke kelenjar getah bening panggul, dengan tetap mempertahankan sebanyak
mungkin kebutuhan jaringan sehat di sekitar seperti rektum, vesika urinaria, usus halus, ureter.
Radioterapi dengan dosis kuratif hanya akan diberikan pada stadium I sampai III B. Bila sel
kanker sudah keluar rongga panggul, maka radioterapi hanya bersifat paliatif yang diberikan
secara selektif pada stadium IV A. Radioterapi umumnya dilakukan apabila secara lokal-
regional pembedahan tidak menjamin penyembuhan atau bilamana pembedahan radikal akan
mengganggu struktur serta fungsi dari organ yang bersangkutan. Berhasil tidaknya radiasi
yang akan diberikan tergantung dari banyak faktor antara lain sensitivitas tumor terhadap
radiasi, efek samping yang timbul, pengalaman dari radioterapist serta penderita yang
kooperatif. Seperti halnya pembedahan, radiasipun bisa bersifat kuratif ataupun paliatif
misalnya pada penderita-penderita metastase tulang atau sindroma vena cava superior.
c. Kemoterapi
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat melalui infus, tablet, atau
dan fasenya saat didiag nosis. Beberapa kanker mempunyai penyembuhan yang dapat
diperkirakan atau dapat sembuh dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan
mungkin hanya diberikan untuk mencegah kanker yang kambuh, ini disebut pengobatan
adjuvant. Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol penyakit dalam
periode waktu yang lama walaupun tidak mungkin sembuh. Jika kanker menyebar luas dan
dalam fase akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk memberikan kualitas hidup
yang lebih baik. Kemoterapi kombinasi telah digunakan untuk penyakit metastase karena
terapi dengan agen-agen dosis tunggal belum memberikan keuntungan yang memuaskan.
d. Adjuvan kemoterapi
Terapi utama kanker serviks meliputi operasi dan radiasi. Pada kanker serviks stadium IIB-
IVA, FIGO merekomendasikan terapi baku yaitu radiasi eksterna dan brachyterapy,
kemoterapi dan radiasi mempunyai banyak postulat, aktivitas tersebut akan berpengaruh
terhadap populasi sel tumor yang berbeda-beda. Penurunan populasi sel tumor setelah radiasi
disebabkan karena efek kemoterapi, kelompok sel tumor yang berpindah dari fase G pada
siklus sel menuju fase yang respons terhadap terapi akan meningkat, oksigenasi tumor yang
meningkat selama radiasi akan meningkatkan aktivitas sitostatika dan radiasi sendiri akan
mengecilkan massa tumor. Kemoradiasi akan berefek langsung pada sitotok-sisitas sel tumor,
sinkronisasi sel tumor, serta menghambat perbaikan sel tumor pada keadaan sublethal karena
radiasi. Tujuan kemoterapi sesudah kemora-diasi adalah untuk mematikan mikrometastase sel
VII. Pencegahan
Berdasarkan fakta bahwa karsinoma serviks didahului oleh lesi pre kanker, terdapat
terlalu dini, tidak melakukan hubungan seksual di usia dini, dan dengan
memberikan efek pencegahan terbaik bila diberikan pada perempuan usia 9-26
tahun dan belum pernah terinfeksi HPV (atau belum pernah berhubungan
untuk tetap melakukan pemeriksaan secara rutin karena tidak semua tipe virus
b. Mengetahui secara dini terdapatnya lesi pre kanker dan mengobati dalam
European Society Gyncology Oncology (ESGO), Algorithms for management of cervical cancer, 2011.
Kementerian Kesehatan RI. 2015. INFODATIN :Pusat Data dan Informas Kementerian
Kesehatan RI: Situasi Penyakit Kanker. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI.
Komite Penanggulangan Kanker Nasional. ND. Panduan Penatalaksanaan Kanker Serviks. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.
Pedoman Pelayanan Medik Kanker Ginekologi, Kanker Serviks, ed-2,2011, hal 19-28.
DAFTAR HADIR PESERTA KEGIATAN PKRS RUANG CENDERAWASIH RSUD
Dr. SOETOMO SURABAYA