Anda di halaman 1dari 28

8SATUAN ACARA PENYULUHAN

DETEKSI DINI KANKER SERVIKS DAN PENCEGAHAN

DI RUANG CENDERAWASIH RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA

Oleh:

1. Robeta Lintang D. (131723143048)


2. Tri Retno W. (131723143052)
3. Getrudis F. Diaz (131723143056)
4. Reny Tjahja Hidajati (131723143060)
5. Risca Maya Probo A. (131723143064)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS (P3N)

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Topik : Deteksi Dini Kanker Serviks


Hari/Tanggal : Kamis, 26 Juli 2018
Waktu : 30 Menit
Pelaksana : Mahasiswa Keperawatan Unair kelompok 3B Maternitas
Tempat : Ruang Cenderawasih RSUD dr. Soetomo Surabaya
Sasaran : Keluarga pasien dan pasien yang dirawat di ruang Cenderawasih RSUD dr.
Soetomo Surabaya

I. Latar Belakang

Kanker serviks merupakan keganasan yang berasal dari serviks.


Serviks merupakan sepertiga bagian bawah uterus, berbentuk
silindris, menonjol dan berhubungan dengan vagina melalui ostium
uteri eksternum (Kemenkes, ND).
Pada tahun 2010 estimasi jumlah insiden kanker serviks adalah
454.000 kasus (Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2011). Data ini didapatkan dari
registrasi kanker berdasarkan populasi, registrasi data vital, dan data otopsi verbal dari
187 negara dari tahun 1980 sampai 2010. Per tahun insiden dari
kanker serviks meningkat 3.1% dari 378.000 kasus pada tahun 1980.
Ditemukan sekitar 200.000 kematian terkait kanker serviks, dan
46.000 diantaranya adalah wanita usia 15-49 tahun yang hidup di
negara sedang berkembang.
Kanker serviks merupakan kanker peringkat kedua
setelah kanker payudara yang berkisar 10% dari seluruh kanker pada wanita. Kanker serviks
merupakan penyebab utama kematian akibat kanker di usia reproduktif pada wanita di negara
negara berkembang. angka morbiditas dan mortalitas akibat kanker serviks tidak pernah
menurun di negaranegara berkembang karena skrining yang buruk.
Berdasarkan GLOBOCAN 2012 kanker serviks menduduki urutan ke- 7 secara global
dalam segi angka kejadian (urutan ke urutan ke- 6 di negara kurang berkembang) dan urutan
ke-8 sebagai penyebab kematian (menyumbangkan 3,2% mortalitas, sama dengan angka
mortalitas akibat leukemia). Kanker serviks menduduki urutan tertinggi di negara berkembang,
dan urutan ke 10 pada negara maju atau urutan ke 5 secara global. Di Indonesia kanker serviks
menduduki urutan kedua dari 10 kanker terbanyak berdasar data dari
Patologi Anatomi tahun 2010 dengan insidens sebesar 12,7%.
Menurut perkiraan Departemen Kesehatan RI saat ini, jumlah wanita
penderita baru kanker serviks berkisar 90-100 kasus per 100.000
penduduk dan setiap tahun terjadi 40 ribu kasus kanker serviks.
Kejadian kanker serviks akan sangat mempengaruhi hidup dari
penderitanya dan keluarganya serta juga akan sangat mempengaruhi
sektor pembiayaan kesehatan oleh pemerintah. Oleh sebab itu
peningkatan upaya penanganan kanker serviks, terutama dalam
bidang pencegahan dan deteksi dini sangat diperlukan oleh setiap
pihak yang terlibat.

II. Tujuan Instruksional Umum


Setelah diberikan penyuluhan, diharapkan pasien dan keluarga dapat memahami mengenai
upaya pencegahan dan deteksi dini kanker serviks

III. Tujuan Instruksional Khusus


Setelah mendapatkan penjelasan tentang Deteksi Dini Kanker Serviks, peserta penyuluhan
diharapkan mampu:
a. Menjelaskan Pengertian Kanker Serviks
b. Menjelaskan Faktor Risiko dan Etiologi Kanker Serviks
c. Menjelaskan Klasifikasi Kanker Serviks
d. Menjelaskan Tanda dan Gejala Kanker Serviks
e. Menjelaskan Deteksi Dini pada Kanker Serviks
f. Menjelaskan Penatalaksanaan Kanker Serviks
g. Menjelaskan Pencegahan Kanker Serviks

IV. Sasaran
Sasaran dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan ini adalah pasien atau keluarga yang
keluarganya dirawat di Ruang Cenderawasih RSUD dr. Soetomo

V. Materi
(terlampir)
VI. Metode
Metode dalam penyuluhan ini adalah :
a.Ceramah
b.Diskusi
c.Tanya jawab

VII. Media
Media yang digunakan dalam kegiatan penyuluhan ini adalah:
1.Leaflet
2.Slide Powerpoint

Setting
Tempat

Pengorganisasian Kegiatan
Pembimbing Klinik : Kartika Rini, S. Keb., Bd
Pembimbing Pendidikan : Ni Ketut Alit, S.Kp., M.Kep
Moderator : Risca Maya Probo A.
Penyuluh : Tri Retno W
Observer : Getrudiz F. Diaz
Notulen : Robeta Lintang
Fasilitator : Reny Tjahja H

Job Description
Pengorganisasian
1. Moderator
a. Bertanggung jawab atas kelancaran acara
b. Membuka dan menutup acara
c. Mengatur waktu penyajian sesuai dengan rencanakegiatan
d. Mengatur jalannya diskusi

2. Penyuluh
a.Menjelaskan materi penyuluhan dengan jelas dan bahasa yang mudah dipahami oleh
peserta
b. Memotivasi peserta untuk tetap aktif danmemperhatikan proses penyuluhan
c. Menjawab pertanyaan peserta.

3. Fasilitator
a. Ikut bergabung dan duduk bersama di antara peserta
b. Menjawab pertanyaan jika ada peserta yang bertanya kepadanya.
c. Memotivasi peserta untuk bertanya materi yang belum jelas
d. Menjelaskan tentang istilah atau hal-hal yang dirasa kurang jelas bagi peserta
e. Memotivasi peserta untuk aktif dalam prosesdiskusi
f. Membagikan leaflet kepada peserta.

4. Observer dan Notulen


a. Mencatat nama, alamat dan jumlah peserta, serta menempatkan diri sehingga
memungkinkan dapatmengamankan jalannya proses penyuluhan
b. Mencatat pertanyaan yang diajukan peserta
c. Mengamati perilaku verbal dan nonverbal peserta selama proses penyuluhan.
d. Mengevaluasi hasil penyuluhan dengan rencana penyuluhan

Plan of Action (POA) Tahapan dan Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Peserta
Tugas peserta
No. Tahap Waktu Kegiatan Media
penyuluhan
1. Pra kegiatan Mahasiswa profesi Mengisi daftar hadir
menyiapkan fasilitas dan duduk di tempat
penyuluhan seperti: yang telah
daftar hadir, ruangan, disediakan.
dan tempat untuk
peserta penyuluhan
2. Pembukaan 5 - Mengucapkan salam - Menjawab salam
menit pembuka dan - Mendengarkan
memperkenalkan diri tujuan dan
- Menyampaikan tujuan maksud
dan penyuluhan
maksud penyuluhan - Mendengarkan
- Menjelaskan kontrak dan menyetujui
waktu dan mekanisme kontrak
- Menyebutkan materi waktu penyuluhan
penyuluhan - Mendengarkan
materi penyuluha
n yang
disampaikan

3. Pelaksanaan 20 - Menggali pengetahuan - Menjawab Leaflet


menit dan pemahaman pertanyaan yang Lemba
peserta penyuluhan diajukan oleh r balik/
mengenai perawatan penyuluh slide
metode kangguru - Mendengarkan
- Memberikan materi penyuluhan
penjelasan terkait : - Memberikan
a.Pengertian kanker pertanyaan terkait
serviks materi preoperasi
b. etiologi dan faktor yang dijelaskan.
risiko kanker serviks
c. klasifikasi kanker
serviks
d. deteksi dini kanker
serviks
e. tatalaksana kanker
serviks
f. pencegahan kanker
serviks.

- Diskusi tanya jawab

4. Penutup 10 - Melakukan evaluasi - Menjawab


menit pemahaman akan materi pertanyaan yang
kepada peserta diajukan
penyuluhan - Mendengarkan
- Menyimpulkan materi kesimpulan
- Salam penutup - Menjawab salam
penutup

Evaluasi
1. Kriteria Struktural.
a. Kontrak waktu dan tempat diberikan satu hari sebelum acara dilaksanakan
b. Pengumpulan SAP dilakukan satu hari sebelum pelaksanaan penyuluhan
c. Peserta hadir pada tempat yang telah ditentukan
d. Penyelenggaraan penyuluhan dilakukan oleh mahasiswa yang bekerja sama dengan Tim
Perawatan di Ruang Cenderawasih RSUD dr. Soetomo Surabaya
e. Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan sebelum dan saat penyuluhan
dilaksanakan.
2. Kriteria Proses.
a. Acara dimulai tepat waktu
b. Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
c. Peserta mengikuti kegiatan sesuai dengan aturan yang telah dijelaskan
d. Peserta mendengarkan dan memperhatikan penyuluhan
e. Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan POA (Plan of Action)
f. Pengorganisasian berjalan sesuai dengan job description
3. Kriteria Hasil:
a. Ada umpan balik positif dari peserta, seperti dapat menjawab pertanyaan yang diajukan
oleh pemateri (penyaji)
b. Peserta ikut aktif dalam proses diskusi
c. Peserta mampu menjawab dengan benar sebanyak 75% dari pertanyaan penyaji
(Lampiran)
MATERI PENYULUHAN
DETEKSI DINI KANKER SERVIKS

I. Pengertian Kanker Serviks

Kanker serviks (sering disebut juga dengan kanker mulut/leher rahim) merupakan

keganasan (kanker) yang berawal dari mulut rahim (serviks), yaitu bagian bawah Rahim

(uterus) yang bermuara pada bagian atas vagina (Soetomo, 2014).

Kanker serviks adalah kanker yang terjadi pada serviks uterus, yaitu suatu daerah

pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak

antara rahim (uterus)dengan liang senggama (vagina) (Rama Diananda, 2007). Kanker ini

biasanya terjadi pada wanita yang telah berumur, tetapi bukti statistik menunjukkan bahwa

kanker leher rahim dapat juga menyerang wanita yang berumur antara 20-40 tahun.
II. Etiologi dan Faktor Risiko Kanker Serviks

Penyebab kanker serviks diketahui adalah virus HPV (Human Papilloma Virus) sub

tipe onkogenik, terutama sub tipe 16 dan 18 (Komisi Penanggulangan Kanker Indonesia,

ND). Adapun faktor risiko terjadinya kanker serviks antara lain:

1) Usia

Saat ini telah diketahui di beberapa negara bahwa puncak insidensi lesi prakanker

serviks terjadi pada usia di atas 60 tahun. Penelitian lain di RSCM menunjukkan insiden

kanker serviks meningkat sejak usia 25-34 tahun dan puncaknya pada usia 35-44 tahun,

sementara di Indonesia (1994) pada usia 45-54 tahun. Pada penelitian lain secara

retrospektif di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung untuk periode Januari 2000 sampai

dengan Juli 2001 dengan interval umur mulai 21 sampai 85 tahun (N=307) (Rini, 2009).

2) Hubungan seks pada usia muda atau pernikahan muda

Telah lama diketahui bahwa umur sangat berpengaruh terhadap proses reproduksi.

Umur yang dianggap optimal untuk reproduksi antara 20-35 tahun. Berdasarkan

penelitian yang dilakukan Rotkin, menghubungkan terjadinya karsinoma serviks

dengan usia saat seorang wanita mulai aktif berhubungan seksual., dikatakan pula

olehnya karsinoma serviks cenderung muncul bila saat mulai aktif berhubungan seksual

pada saat usia kurang dari 17 tahum dan usia antara 15-20 tahun merupakan periode

yang rentan.

Periode rentan ini berhubungan dengan kiatnya proses metaplasia pada pubertas,

sehingga bila ada yang mengganggu proses metaplasia tersebut misalnya infeksi akan

memudahkan beralihnya proses menjadi dysplasia yang lebih berpotensi terjadinya

keganasan. Christoperson dan Parker menemukan perbedaan statistic bermakna antara

wanita yang menikah di usia 15-19 tahun dibandingkan yang menikah di usia 20-24

tahun, pada golongan pertama cenderung untuk terkena kanker serviks. Baron dan

Richat pada penelitian dengan mengambil sampel 7000 wanita di Barbara Hindia Barat,
censerung menduga epitel serviks remaja sangat rentan terhadap bahan-bahan

karsinogenik yang ditularkan melalui hubungan seksual disbanding epitel serviks

wanita dewasa.

Penelitian Marwi di Yogyakarta juga menunjukkan 63,1% penderita karsinoma serviks

menikah pada usia 15-19 tahun, hasil serupa juga dilaporkan oleh Sutomo di Semarang.

3) Jumlah paritas lebih banyak lebih berisiko mengalami kanker

Kehamilan yang optimal adalah kehamilan anak lebih dari tiga, Kehamilan setelah tiga

anak memiliki risiko yang menigkat.Penelitian menunjukkan bahwa paritas tinggi

merupakan salah satu faktor risiko terkena kanker serviks, Bukhari L dan Hadi A

menyebutkan bahwa golongan wanita yang bersalin 6 kali atau lebih mempunyai risiko

menderita kanker serviks 1,9 kali lebih besar daripada golongan wanita yang bersalin

anatara 1-5 kali, meskipun hal ini merupakan faktor risiko namun hal tersebut harus

dijdikan perhatian untuk mendeteksi terhadap golongan ini. Kehamilan dan persalinan

yang melebihi 3 orang dan jarak kehamilan terlalu dekat akan meningkatkan kejadian

kanker serviks. ADanya multiparitas diduga menyebabkan penurunan daya tahan tubuh.

Pada penelitian di Swedia memperlihatkan bahwa tingkat rekurensi meningkat pada

paritas lebih dari tiga.

4) Tingkat Pendidikan Rendah

Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seorang dan kelompok orang

dalam usaha mendewasakan manusia melalui pengajaran dan pelatihan. Tingkat

pendidikan seseroang dapat mendukung dan mempengaruhi tingkat pengetahuan

seseorang dan taraf pendidikan yang rendah selalu berhubungan dengan informasi dan

pengetahuan yang terbatas, semakin tinggi pendidikan seseorang semakin tinggi pula

pemahaman seseorang terhadap informasi yang didapat dan pengetahuannya pun

semakin tinggi. Pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang tidak peduli terhadap

orgram kesehatan yang ada, sehingga mereka tidak mengenal bahwa yang mungkin
terjadi. Walaupun ada sarana yang baik belum tentu mereka tahu menggunakannya.

Dengan pendidikan yang tinggi maka semakin banyak seseorang mengetahui tentang

permasalahan yang menyangkut perbaikan lingkungan dan hidupnya.

5) Penggunaan jangka panjang kontrasepsi hormonal

Penggunaan alat kontrasepsi hormonal merupakan salah satu faktor risiko terjadinya

kanker leher rahim. Pada kontrasepsi hormonal terdapat 2 hormon yang terlibat yaitu

hormon estrogen sintetik dalam bentuk etinil estradiol dan mestranol serta hormon

progesteron sintetik dalam bentuk norethrindone, noretinodrel,

etinodiol, dan norgestrel (Guyton, 2007).

Kontrasepsi hormonal dibedakan menjadi 2 yaitu kontrasepsi hormonal kombinasi dan

kombinasi. Kontrasepsi hormonal kombinasi menggunakan gabuangan kedua hormon

sintetik tersebut contohnya pil, implant, dan suntik 1 bulan, sedangkan kontrasepsi non

kombinasi hanya menggunakan salah satunya (progesteron), contohnya suntik 3 bulan

(Rati, 2010)Kombinasi hormonal pada alat kontrasepsi dapat bertindak sebagai kofaktor

dalam proses infeksi kanker leher rahim. Estrogen berfungsi untuk meningkatkan laju

pembelahan sel dalam epitel duktus sehingga meningkatkan probabilitas mutasi yang

terjadi, sedangkan progesteron dan progestagens dapat meningkatkan efek ini. Selain

itu, kontrasepsi hormonal akan membuat kekentalan lendir pada leher rahim.

Kekentalan lendir tersebut, akan memperlama keberadaan suatu agen karsinogenik di

leher rahim, yang terbawa melalui hubungan seksual, termasuk adanya virus HPV

(Urban et al., 2012). Pada faktor penggunaan alat kontrasepsi pil diketahui bahwa 95,5%

responden yang menggunakan pil kontrasepsi ≥ 4 tahun, dinyatakan positif lesi

prakanker leher rahim. Penggunaan pil kontrasepsi ≥ 4 tahun berisiko 42 kali untuk

mengalami kejadian lesi prakanker leher rahim dibanding kelompok responden yang

menggunakan pil kontrasepsi < 4 tahun. Uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan

yang signifikan antara lama penggunaan pil kontrasepsi dengan kejadian lesi prakanker
leher rahim (p ≤ 0,05) (Wahyuningsih & Mulyani, 2014). Sedangkan peningkatan risiko

kanker leher rahim yang berhubungan dengan penggunaan suntik progesteron

ditemukan pada lama penggunaan lebih dari 5 tahun (Urban et al., 2012).

6) Riwayat kanker serviks pada keluarga

Bila seorang wanita mempunyai saudara kandung atau ibu yang mempunyai kanker

serviks, maka ia mempunyai kemungkinan 2-3 kali lebih besar untuk juga mempunyai

kanker serviks dibandingkan orang normal. Beberapa peneliti menduga hal ini

berhubungan dengan berkurangnya kemampuan untuk melawan infeksi HPV.

7) Berganti-ganti pasangan seksual

Perilaku sesksual berupa berganti pasangan seks akan meningkatkan penularan penyakit

kelamin. Penyakit yan ditularkan seperti infeksi human papilloma virus (HPV) telah

terbukti dapat meningkatkan timbulnya kanker serviks, penis, dan vulva. Risiko terkena

kanker serviks menjadi 10 kali lipat pada wanita yang mempunyai partner seksual 6

orang atau lebih. Di samping itu, virus herpes simpleks tipe 2 dapat menjadi faktor

pendamping. Sumber lain juga mengungkapkan bahwa pada prinsipnya setiap pria

memiliki protein spesifik berbeda pada spermanya. Protein tersebut dapat menyebabkan

kerusakan pada sel epitel serviks. Sel epitel serviks akan mentoleransi dan mengenali

protein tersebut tetapi jika wanita itu melakukan hubungan dengan banyak pria maka

akan banyak sperma dengan protein spesifik berbeda yang akan menyebabkan

kerusakan tanpa perbaikan dari sel serviks sehingga akan menghasilkan luka. Adanya

luka akan mempermudah infeksi HPV. Risiko terkena kanker leher rahim menjadi 10

kali lipat lebih besar pada wanita yang mempunyai partner sex 6 orang atau lebih

(Novel, 2010).

8) Merokok

Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks dibandingkan

wanita yang tidak merokok. Penelitian menunjukkan lender serviks pada wanita
perokok mengandung nikotin dan zat-zat lainnya yang ada di dalam rokok. Zat-zat

tersebut akan menurukan daya tahan serviks di samping merupakan ko-karsinogen

infeksi virus.

9) Defisiensi zat besi

Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi asam folat dapat

meningkatkan risiko terjadinya dysplasia ringan dan sedang, serta mungkin juga

meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks pada wanita yang makanannya rendah

beta karoton dan retinol (vitamin A).

10) Trauma kronis pada serviks seperti persalinan, infeksi, iritasi menahun

11) Pemakaian DES (dietilstilbestrol) pada wanita hamil untuk mencegah keguguran

(banyak digunakan pada tahun 1940-1970).

12) Infeksi herpes genetalis atau klamidia menahun.

13) Golongan ekonomi lemah (karena tidak mampu melakukan papsemar secara rutin).

III. Klasifikasi Kanker

Klasifikasi Stadium menurut FIGO

0 Karsinoma in situ (karsinoma preinvasif)

I Karsinoma serviks terbatas di uterus (ekstensi ke korpus uterus dapat

diabaikan)

IA Karsinoma invasive didiagnosis hanya dengan mikroskop. Semua lesi

yang terlihat secara makroskopik, meskipun invasi hanya superfisial,

dimasukkan ke dalam stadium IB

IA1 Invasi stroma tidak lebih dari 3 mm kedalamannya dan 7 mm atau

kurang pada ukuran secara horizontal

IA2 Invasi stroma lebih dari 3 mm dan tidak lebih dari 5 mm dengan

penyebaran horizontal 7 mm atau kurang


IB Lesi terlihat secara klinik dan terbatas di serviks atau secara

mikroskopik lesi lebih besar dari IA2

IB1 Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar 4 cm

atau kurang

IB2 LEsi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar lebih

dari 4 cm

II Invasi tumor keluar dari uterus tetapi tidak sampai ke dinding panggul

atau mencapai 1/3 bawah vagina.

IIA Tanpa invasi ke parametrium

IIA1 Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar 4,0

cm atau kurang

IIA2 Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar

lebih dari 4,0 cm

IIB Tumor dengan invasi ke parametrium

III Tumor meluas ke dinding panggul/ atau mencapai 1/3 bawah

vagina dan/atau menimbulkan hidronefrosis atau afungsi ginjal

IIIA Tumor mengenai 1/3 bawah vagina tetapi tidak mencapai

dinding panggul

IIIB Tumor meluas sampai ke dinding panggul dan / atau

menimbulkan hidronefrosis atau afungsi ginjal

IVA Tumor menginvasi mukosa kandung kemih atau rektum

dan/atau meluas keluar panggul kecil (true pelvis)

IVB Metastasis jauh (termasuk penyebaran pada peritoneal,

keterlibatan dari kelenjar getah bening supraklavikula,

mediastinal, atau para aorta, paru, hati, atau tulang)


IV. Tanda dan Gejala

Pada umumnya, lesi prakanker belum memberikan gejala. Bila telah

menjadi kanker invasif, gejalan yang paling umum adalah perdarahan

(contact bleeding, perdarahan saat berhubungan intim) dan keputihan. Perdarahan juga

dapat terjadi di luar masa haid dan pasca menopause. Jika tumornya besar, dapat terjadi

infeksi dan menimbulkan cairan berbau yang mengalir keluar dari vagina.

Pada stadium lanjut, gejala dapat berkembang menjadi nyeri pinggang

atau perut bagian bawah karena desakan tumor di daerah pelvik ke

arah lateral sampai obstruksi ureter, bahkan sampai oligo atau anuria.

Gejala lanjutan bisa terjadi sesuai dengan infiltrasi tumor ke organ

yang terkena, misalnya: fistula vesikovaginal, fistula rektovaginal,

edema tungkai, nyeri kepala dan gangguan kesadaran (otak), sesak atau batuk darah

(paru), tulang (nyeri atau patah), hati (nyeri perut kanan atas, kuning, atau

pembengkakan), dan lain-lain.

V. Deteksi Dini

WHO mengindikasikan skrining deteksi dini kanker leher rahim dilakukan pada

kelompok berikut ini :

a. Setiap perempuan yang berusia antara 25-35 tahun, yang belum pernah menjalani tes

sebelumnya, atau pernah menjalani tes 3 tahun sebelumnya atau lebih.

b. Perempuan yang ditemukan lesi abnormal pada pemeriksaan tes sebelumnya.

c. Perempuan yang mengalami perdarahan abnormal pervaginam, perdarahan pasca

sanggama atau perdarahan pasca menopause atau mengalami tanda dan gejala

abnormal lainnya.

d. Perempuan yang ditemukan ketidaknormalan pada leher rahimnya. Interval skrining

yang direkomendasikan oleh WHO yaitu :


a. Bila skrining hanya mungkin dilakukan 1 kali seumur hidup maka sebaiknya

dilakukan pada perempuan antara usia 35 – 45 tahun.

b. Untuk perempuan usia 25- 45 tahun, bila sumber daya memungkinkan, skrining

hendaknya dilakukan tiap 3 tahun sekali.

c. Untuk usia diatas 50 tahun, cukup dilakukan 5 tahun sekali.

d. Bila 2 kali berturut-turut hasil skrining sebelumnya negatif, perempuan usia diatas 65

tahun, tidak perlu menjalani skrining.

e. Tidak semua perempuan direkomendasikan melakukan skrining setahun sekali

Di Indonesia interval pemeriksaan IVA adalah 5 tahun sekali. Jika hasil pemeriksaan

negatif maka dilakukan ulangan 5 tahun dan jika positif maka dilakukan ulangan 1 tahun

kemudian (Depkes RI, 2007a).

Berdasarkan Komisi Nasional Penanggulangan Kanker Indonesia, deteksi lesi

prakanker serviks terdiri dari berbagai metode :

1. Papsmear (konvensional atau liquid-base cytology /LBC),

Pap smear merupakan porsedur klinik untuk memeriksa sel yang berasal dari serviks.

Tujuan utama dari pemeriksaan ini untuk menilai adanya perubahan sel yang abnormal

yang mungkin berasal dari kanker serviks atau sebelum berkembang menjadi kanker (lesi

prakanker).

Manfaat papsmear antara lain, yaitu:

a. Evaluasi sitohormonal

b. Mendiagnosis peradangan

c. Identifikasi organisme penyebab peradangan

d. Mendiagnosis kelainan prakanker (displasia) leher rahim dan kanker leher rahim dini

atau lanjut (karsinoma/invasif)

e. Memantau hasil terapi


Adapun wanita-wanita sasaran tes pap smear (Sukaca, 2009) yaitu:

a. Setiap 6-12 bulan untuk wanita yang berusia muda sudah menikah atau belum menikah
namun aktivitas seksualnya sangat tinggi.

b. Setiap 6-12 bulan untuk wanita yang berganti ganti pasangan seksual atau pernah
menderita infeksi HIV atau kutil kelamin.

c. Setiap tahun untuk wanita yang berusia diatas 35 tahun.

d. Setiap tahun untuk wanita yang memakai pil KB.

e. Pap tes setahun sekali bagi wanita antara umur 40-60 tahun.

f. Sesudah 2 kali pap tes (-) dengan interval 3 tahun dengan catatan bahwa wanita resiko
tinggi harus lebih sering menjalankan pap smear.

g. Sesering mungkin jika hasil pap smear menunjukkan abnormal sesering mungkin setelah
penilaian dan pengobatan prakanker maupun kanker serviks.

Sedangkan tempat pemeriksaan pap smear menurut Sukaca 2009 dapat dilakukan di:

a. Rumah sakit pemerintah.

b. Rumah sakit swasta.

c. Laboratorium swasta, dengan harga yang cukup terjangkau.

d. Tempat-tempat yang menyediakan fasilitas pap smear.

Bila hasil pada pasien pap smear ternyata positif, maka harus dilanjutkan dengan pemeriksaan
biobsy terarah dan patologi. Pap smear sudah dapat menemukan kanker leher rahim. Meskipun
masih ada tingkat pra kanker (stadium dini). Dengan pemeriksaan ini bisa memberikan harapan
kesembuhan 100%. Sebaliknya pada penderita yang datang terlambat, harapan untuk
sembuhpun terlampau sulit.
2. Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)

Selain tes pap, metode yang seringkali digunakan adalah tes IVA (Inspeksi Visual

Asetat). Tes pap memiliki sensitivitas 51% dan spesifitas 98%. Selain itu, pemeriksaan pap-

smear masih memerlukan penunjang laboratorium sitology dan dokter ahli patologi yang

relative memerlukan waktu dann biaya besar. Sedangkan IVA memiliki sensitivitas sampai

96% dan spesifitas 97% untuk program yang dilaksanakan oleh tenaga medis yang terlaith.

Hal ini menunjukkan bahwa IVA memiliki sensitivitas yang hampir sama dengan sitology

serviks sehingga dapat menjadi metode skrining yang efektif pada negara berkembang

seperti di Indonesia.

Tes IVA adalah tes visual dengan menggunakan larutan asam cuka (asam asetat 2%)

dan larutan iosium lugol pada serviks dan melihat perubahan warna yang terjadi setelah

dilakukan olesan. Tujuannya adalah melihat adanya sel yang mengalami dysplasia sebagai

salah satu metode skrining kanker serviks.

Adapun kontraindikasi tidak direkomendasikan pada wanita pascamenopause, karena daerah

zona transisional seringkali terletak kanalis servikalis dan tidak tampak dengan pemeriksaan

inspekulo.

Menjalani tes kanker atau prakanker dianjurkan pada semua wanita berusia 30-45 tahun.

Kanker serviks menempati angka tertinggi di antara wanita berusia 40 hingga 50 tahun,

sehingga tes harus dilakukan pada usia dimana lesi prakanker lebih mungkin terdeteksi,

biasanya 10 sampai 20 tahun lebih awal. Wanita yang memiliki faktor risiko juga merupakan

kelompok yang paling penting untuk mendapatkan pelayanan tes.

Waktu pelaksanaan tes IVA dapat dilakukan kapan saja dalam siklus enstruasi,

termasuk saat menstruasi, pada masa kehamilan, dan saat asuhan nifas atau paska keguguran.

Metode pemeriksaan IVA: pemeriksaan inspeksi visual dengan asam asetat (IVA)

adalah pemeriksaannya mengamati serviks yang telah diberi asma asetat/ asam cuka 3-5%

secara inspekulo dan dilihat dengan penglihatan mata langsun. Pemeriksaan ini pertama kali
diperkenalkan oleh Hinselman (1952) dengan cara memulas serviks dengan kapas yang telah

dicelupkan ke dalam asam asteat 3-5%. Pemberian asam asetat itu akan mempengaruhi eitel

abnormal, bahkan juga akan meningkatkan cairan osmolaritas ekstraseluler. Cairan

ekstraseluler yang bersifat hipertonik akan menarik cairan intraselula sehingga membrane

akan kolaps dan jarak antar sel semakin dekat. Sebagai akibatnya, jika permukaan epitel

mendapat sinar, sinar tersbut tidak akan diteruskan ke stroma, tetapi dipantulkan keluar

sehinga permukaan epitel abnormal akan berwarna putih, disebut juga epitel putih. JIka

makin putih dan makin jelas, maka makin tinggi derajat histologiknya. Demikian pula makin

tajam batasnya makin tinggi derajat kelainan jaringannya.

3. Inspeksi Visual Lugoliodin (VILI),

Inspeksi visual dengan lugol yodium juga dikenal sebaga tes Schiller menggunakan lugol

yodium bukan asam asetat dan didasarkan pada perubahan warna juga.

4. Test DNA HPV (genotyping / hybrid capture),


VI. Penatalaksanaan Kanker Serviks

Penanganan pada kanker serviks tergantung pada stadium kanker, ukuran tumor,

usia, dan status kesehatan secara umum., serta apakah penderita masih menginginkan

untuk memiliki anak di kemudian hari.

Pada skrining dengan tes Pap smear, temuan hasil abnormal

direkomendasikan untuk konfirmasi diagnostik dengan pemeriksaan

kolposkopi. Bila diperlukan maka dilanjutkan dengan tindakan Loop

Excision Electrocauter Procedure (LEEP) atau Large Loop Excision of

the Transformation Zone (LLETZ) untuk kepentingan diagnostik


maupun sekaligus terapeutik. Bila hasil elektrokauter tidak mencapai bebas batas

sayatan, maka bisa dilanjutkan dengan tindakan konisasi atau histerektomi total.

Berbagai metode terapi lesi prakanker serviks:

a.Terapi NIS dengan Destruksi Lokal

Beberapa metode terapi destruksi lokal antara lain: krioterapi

dengan N2O dan CO2, elektrokauter, elektrokoagulasi, dan laser.

Metode tersebut ditujukan untuk destruksi lokal lapisan epitel

serviks dengan kelainan lesi prakanker yang kemudian pada

fase penyembuhan berikutnya akan digantikan dengan epitel

skuamosa yang baru.

b.Krioterapi

Krioterapi digunakan untuk destruksi lapisan epitel serviks

dengan metode pembekuan atau freezing hingga sekurang-kurangnya -20oC selama 6 menit

(teknik Freeze-thaw-freeze) dengan menggunakan gas N2O atau CO2.

c.Elektrokauter

Metode ini menggunakan alat elektrokauter atau radiofrekuensi dengan melakukan eksisi Loop

diathermy terhadap jaringan lesi prakanker pada zona transformasi. Jaringan spesimen akan

dikirimkan ke laboratorium patologi anatomi untuk konfirmasi diagnostik secara

histopatologik untuk menentukan tindakan cukup atau perlu terapi lanjutan.

d.Diatermi Elektrokoagulasi

Diatermi elektrokoagulasi dapat memusnahkan jaringan lebih luas dan efektif jika

dibandingkan dengan elektrokauter, tetapi harus dilakukan dengan anestesi umum. Tindakan

ini memungkinkan untuk memusnahkan jaringan serviks sampai kedalaman 1 cm, tetapi

fisiologi serviks dapat dipengaruhi, terutama jika lesi tersebut sangat luas.

e.Laser

Sinar laser (light amplication by stimulation emission of radiation), suatu muatan listrik
dilepaskan dalam suatu tabung yang berisi campuran gas helium, gas nitrogen, dan gas CO2

sehingga akan menimbulkan sinar laser yang mempunyai panjang gelombang 10,6u.

Perubahan patologis yang terdapat pada serviks dapat dibedakan dalam dua bagian, yaitu

penguapan dan nekrosis. Lapisan paling luar dari mukosa serviks menguap karena cairan

intraselular mendidih, sedangkan jaringan yang mengalami nekrotik terletak di bawahnya.

Volume jaringan yang menguap atau sebanding dengan kekuatan dan lama penyinaran.

Sedangkan penatalaksanaan kanker/ karsinoma serviks antara lain yaitu pembedahan, radiasi,

dan kemoterapi.

a. Histerektomi

Pada umumnya pembedahan dilakukan pada penderita-penderita dengan tumor primer yang

masih dini atau pengobatan paliatif dekompresif. Akan tetapi diluar keganasan hematologi

untuk semua penderita kanker seyogyanya berkonsultasi terlebih dahulu dengan ahli bedah

sebelum melakukan tindakan lebih lanjut. Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan

yang bertujuan untukmengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal).

Pada penatalaksanaan kanker serviks biasanya dilakukan histerektomi radikal pada stadium

klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO).

b. Radioterapi

Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks sertamematikan parametrial dan

nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks stadium II B, III, IV diobati dengan radiasi. Metoda

radioterapi disesuaikan dengan tujuannya yaitu tujuan pengobatan kuratif atau paliatif.

Pengobatan kuratif ialah mematikan sel kanker serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya dan

atau bermetastasis ke kelenjar getah bening panggul, dengan tetap mempertahankan sebanyak

mungkin kebutuhan jaringan sehat di sekitar seperti rektum, vesika urinaria, usus halus, ureter.

Radioterapi dengan dosis kuratif hanya akan diberikan pada stadium I sampai III B. Bila sel

kanker sudah keluar rongga panggul, maka radioterapi hanya bersifat paliatif yang diberikan
secara selektif pada stadium IV A. Radioterapi umumnya dilakukan apabila secara lokal-

regional pembedahan tidak menjamin penyembuhan atau bilamana pembedahan radikal akan

mengganggu struktur serta fungsi dari organ yang bersangkutan. Berhasil tidaknya radiasi

yang akan diberikan tergantung dari banyak faktor antara lain sensitivitas tumor terhadap

radiasi, efek samping yang timbul, pengalaman dari radioterapist serta penderita yang

kooperatif. Seperti halnya pembedahan, radiasipun bisa bersifat kuratif ataupun paliatif

misalnya pada penderita-penderita metastase tulang atau sindroma vena cava superior.

c. Kemoterapi

Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat melalui infus, tablet, atau

intramuskuler.Obat kemoterapi digunakan utamanya untuk membunuh sel kanker dan

menghambat perkembangannya. Tujuan pengobatan kemoterapi tegantung pada jenis kanker

dan fasenya saat didiag nosis. Beberapa kanker mempunyai penyembuhan yang dapat

diperkirakan atau dapat sembuh dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan

mungkin hanya diberikan untuk mencegah kanker yang kambuh, ini disebut pengobatan

adjuvant. Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol penyakit dalam

periode waktu yang lama walaupun tidak mungkin sembuh. Jika kanker menyebar luas dan

dalam fase akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk memberikan kualitas hidup

yang lebih baik. Kemoterapi kombinasi telah digunakan untuk penyakit metastase karena

terapi dengan agen-agen dosis tunggal belum memberikan keuntungan yang memuaskan.

d. Adjuvan kemoterapi

Terapi utama kanker serviks meliputi operasi dan radiasi. Pada kanker serviks stadium IIB-

IVA, FIGO merekomendasikan terapi baku yaitu radiasi eksterna dan brachyterapy,

konkomitan dengan kemoterapi yang dikenal dengan sebutan kemoradiasi.Interaksi antara

kemoterapi dan radiasi mempunyai banyak postulat, aktivitas tersebut akan berpengaruh

terhadap populasi sel tumor yang berbeda-beda. Penurunan populasi sel tumor setelah radiasi
disebabkan karena efek kemoterapi, kelompok sel tumor yang berpindah dari fase G pada

siklus sel menuju fase yang respons terhadap terapi akan meningkat, oksigenasi tumor yang

meningkat selama radiasi akan meningkatkan aktivitas sitostatika dan radiasi sendiri akan

mengecilkan massa tumor. Kemoradiasi akan berefek langsung pada sitotok-sisitas sel tumor,

sinkronisasi sel tumor, serta menghambat perbaikan sel tumor pada keadaan sublethal karena

radiasi. Tujuan kemoterapi sesudah kemora-diasi adalah untuk mematikan mikrometastase sel

tumor yang lolos dari radiasi.

VII. Pencegahan

Berdasarkan fakta bahwa karsinoma serviks didahului oleh lesi pre kanker, terdapat

dua cara untuk mencegah timbulnya karsinoma serviks, yaitu:

a. Mencegah timbulnya lesi pre kanker

Caranya dengan menghindari faktor-faktor risiko seperti berhubungan seksual

terlalu dini, tidak melakukan hubungan seksual di usia dini, dan dengan

penggunaan vaksin HPV.

Menurut HOGI (Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia), vaksinasi akan

memberikan efek pencegahan terbaik bila diberikan pada perempuan usia 9-26

tahun dan belum pernah terinfeksi HPV (atau belum pernah berhubungan

seksual), namun meskipun telah mendapatkan vaksinasi selanjutnya dianjurkan

untuk tetap melakukan pemeriksaan secara rutin karena tidak semua tipe virus

HPV penyebab kanker serviks dapat dicegah dengan vaksin tersebut.

b. Mengetahui secara dini terdapatnya lesi pre kanker dan mengobati dalam

stadium ini, melalui program skrining yang rutin dilakukan.


Daftar Pustaka

Clinical Practice Guidelines in Oncology V.2.2013. National Comprehensive Cancer Network

European Society Gyncology Oncology (ESGO), Algorithms for management of cervical cancer, 2011.

Kementerian Kesehatan RI. 2015. INFODATIN :Pusat Data dan Informas Kementerian
Kesehatan RI: Situasi Penyakit Kanker. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI.

Komite Penanggulangan Kanker Nasional. ND. Panduan Penatalaksanaan Kanker Serviks. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.

Pedoman Pelayanan Medik Kanker Ginekologi, Kanker Serviks, ed-2,2011, hal 19-28.
DAFTAR HADIR PESERTA KEGIATAN PKRS RUANG CENDERAWASIH RSUD
Dr. SOETOMO SURABAYA

Topik : Deteksi Dini Kanker Serviks


Tempat : Ruang Cenderawasih RSUD Dr. Soetomo Surabaya
Hari/Tanggal : Kamis, 26 Juli 2018
Waktu : 09.00 – 10.00 WIB
No Nama Tanda Tangan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.

Anda mungkin juga menyukai