Anda di halaman 1dari 22

http://asuhankeperawatanonline.blogspot.co.id/2012/03/asuhan-keperawatan-diabetes-melitus.

html

ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELITUS DENGAN NANDA, NOC, NIC

Diposkan oleh Rizki Kurniadi

I. PENGERTIAN

Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai berbagai kelainan metabolik
akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan
pembuluh darah (Mansjoer dkk,1999). Sedangkan menurut Francis dan John (2000), Diabetes Mellitus
klinis adalah suatu sindroma gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya
sebagai akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau
keduanya.

II. KLASIFIKASI

Klasifikasi Diabetes Mellitus dari National Diabetus Data Group: Classification and Diagnosis of Diabetes
Mellitus and Other Categories of Glucosa Intolerance:

1. Klasifikasi Klinis

a. Diabetes Mellitus

1) Tipe tergantung insulin (DMTI), Tipe I

2) Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II (DMTTI yang tidak mengalami obesitas , dan DMTTI
dengan obesitas)

b. Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)

c. Diabetes Kehamilan (GDM)

2. Klasifikasi risiko statistik

a. Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa

b. Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa

Pada Diabetes Mellitus tipe 1 sel-sel β pancreas yang secara normal menghasilkan hormon insulin
dihancurkan oleh proses autoimun, sebagai akibatnya penyuntikan insulin diperlukan untuk
mengendalikan kadar glukosa darah. Diabetes mellitus tipe I ditandai oleh awitan mendadak yang
biasanya terjadi pada usia 30 tahun. Diabetes mellitus tipe II terjadi akibat penurunan sensitivitas
terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi insulin.
III. ETIOLOGI

1. Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI)

a. Faktor genetic :

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau
kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada
individu yang memililiki tipe antigen HLA(Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.

b. Faktor imunologi :

Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon abnormal
dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut
yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.

c. Faktor lingkungan

Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan
menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan
destuksi sel β pancreas.

2. Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)

Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan memegang
peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.

Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat.
DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya
tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat
dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang
meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan
dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat
reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara
komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan
dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin
yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price,1995). Diabetes Mellitus tipe
II disebut juga Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih
ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.

Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:

a. Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)


b. Obesitas

c. Riwayat keluarga

d. Kelompok etni

IV. PATOFISIOLOGI

Ibarat suatu mesin, tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel yang rusak.
Disamping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh dapat berfungsi dengan baik. Energi yang
dibutuhkan oleh tubuh berasal dari bahan makanan yang kita makan setiap hari. Bahan makanan
tersebut terdiri dari unsur karbohidrat, lemak dan protein (Suyono,1999).

Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme sempurna
menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20% sampai 40% diubah menjadi lemak. Pada Diabetes
Mellitus semua proses tersebut terganggu karena terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa
kedalam sel macet dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa
tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia.

Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat kekurangan
insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan
terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah
adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan
mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka
semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria
maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra
selluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus
sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi.

Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-sel
sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis.
Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga
menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu banyak lemak yang dibakar maka akan
terjadi penumpukan asetat dalam darah yang menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis.
Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine dan
pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau aseton atau bau buah-buahan. Keadaan
asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi koma yang disebut koma diabetik (Price,1995).

V. GEJALA KLINIS
Menurut Askandar (1998) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes Mellitus apabila
menderita dua dari tiga gejala yaitu

1. Keluhan TRIAS: Banyak minum, Banyak kencing dan Penurunan berat badan.

2. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl

3. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl

Sedangkan menurut Waspadji (1996) keluhan yang sering terjadi pada penderita Diabetes Mellitus
adalah: Poliuria, Polidipsia, Polifagia, Berat badan menurun, Lemah, Kesemutan, Gatal, Visus menurun,
Bisul/luka, Keputihan.

VI. KOMPLIKASI

Beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus (Mansjoer dkk, 1999) adalah

1. Akut

a. Hipoglikemia dan hiperglikemia

b. Penyakit makrovaskuler : mengenai pembuluh darah besar, penyakit jantung koroner


(cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler).

c. Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati, nefropati.

d. Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf otonom berpengaruh pada gastro
intestinal, kardiovaskuler (Suddarth and Brunner, 1990).

2. Komplikasi menahun Diabetes Mellitus

a. Neuropati diabetik

b. Retinopati diabetik

c. Nefropati diabetik

d. Proteinuria

e. Kelainan koroner

f. Ulkus/gangren (Soeparman, 1987, hal 377)

Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:


1) Grade 0 : tidak ada luka

2) Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit

3) Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang

4) Grade III : terjadi abses

5) Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal

6) Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal

VII. PENEGAKKAN DIAGNOSTIK

Kriteria yang melandasi penegakan diagnosa DM adalah kadar glukosa darah yang meningkat
secara abnormal. Kadar gula darah plasma pada waktu puasa yang besarnya di atas 140 mg/dl atau
kadar glukosa darah sewaktu diatas 200 mg/dl pada satu kali pemeriksaan atau lebih merupakan criteria
diagnostik penyakit DM.

VIII. PENATALAKSANAAN

Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam
upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe
DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia)tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan
series pada pola aktivitas pasien.

Ada lima konponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu:

1. Diet

a. Syarat diet DM hendaknya dapat:

1) Memperbaiki kesehatan umum penderita

2) Mengarahkan pada berat badan normal

3) Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda

4) Mempertahankan kadar KGD normal

5) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik

6) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.

7) Menarik dan mudah diberikan


b. Prinsip diet DM, adalah:

1) Jumlah sesuai kebutuhan

2) Jadwal diet ketat

3) Jenis: boleh dimakan/tidak

c. Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan kalorinya.

1) Diit DM I : 1100 kalori

2) Diit DM II : 1300 kalori

3) Diit DM III : 1500 kalori

4) Diit DM IV : 1700 kalori

5) Diit DM V : 1900 kalori

6) Diit DM VI : 2100 kalori

7) Diit DM VII : 2300 kalori

8) Diit DM VIII: 2500 kalori

Keterangan :

Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk

Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal

Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes komplikasi.

Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu:

· JI : jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah

· J II : jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya.

· J III : jenis makanan yang manis harus dihindari

Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi penderita, penentuan
gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative body weight (BBR= berat badan normal)
dengan rumus:

BB (Kg)
BBR = X 100 %

TB (cm) – 100

Kurus (underweight)

Ø Kurus (underweight) : BBR < 90 %

Ø Normal (ideal) : BBR 90 – 110 %

Ø Gemuk (overweight) : BBR > 110 %

Ø Obesitas, apabila : BBR > 120 %

Ø Obesitas ringan : BBR 120 – 130 %

Ø Obesitas sedang : BBR 130 – 140 %

Ø Obesitas berat : BBR 140 – 200 %

Ø Morbid : BBR > 200 %

Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang bekerja biasa
adalah:

v kurus : BB X 40 – 60 kalori sehari

v Normal : BB X 30 kalori sehari

v Gemuk : BB X 20 kalori sehari

v Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari

2. Latihan

Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah:

a. Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan setiap 1 ½ jam sesudah
makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan kegemukan atau menambah
jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin dengan reseptornya.

b. Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore

c. Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen

d. Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein


e. Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang pembentukan
glikogen baru

f. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran asam lemak
menjadi lebih baik.

3. Penyuluhan

Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah satu bentuk penyuluhan
kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster,
TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.

4. Obat

a. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)

1). Mekanisme kerja sulfanilurea

· kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas

· kerja OAD tingkat reseptor

2). Mekanisme kerja Biguanida

Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang dapat meningkatkan
efektivitas insulin, yaitu:

(a) Biguanida pada tingkat prereseptor à ekstra pankreatik

Ø Menghambat absorpsi karbohidrat

Ø Menghambat glukoneogenesis di hati

Ø Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin

(b) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin

(c) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler

b. Insulin

Indikasi penggunaan insulin

1) DM tipe I

2) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD

3) DM kehamilan
4) DM dan gangguan faal hati yang berat

5) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)

6) DM dan TBC paru akut

7) DM dan koma lain pada DM

8) DM operasi

9) DM patah tulang

10) DM dan underweight

11) DM dan penyakit Graves

Beberapa cara pemberian insulin

1). Suntikan insulin subkutan

Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah suntikan subcutan, kecepatan absorpsi
di tempat suntikan tergantung pada beberapa factor antara lain:

§ lokasi suntikan

ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yitu dinding perut, lengan, dan paha. Dalam memindahkan
suntikan (lokasi) janganlah dilakukan setiap hari tetapi lakukan rotasi tempat suntikan setiap 14 hari,
agar tidak memberi perubahan kecepatan absorpsi setiap hari.

§ Pengaruh latihan pada absorpsi insulin

Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan dalam waktu 30 menit setelah suntikan insulin
karena itu pergerakan otot yang berarti, hendaklah dilaksanakan 30 menit setelah suntikan.

2). Pemijatan (Masage)

Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin.

3). Suhu

Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan mempercepat absorpsi insulin.

§ Dalamnya suntikan

Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai. Ini berarti suntikan intramuskuler akan
lebih cepat efeknya daripada subcutan.

§ Konsentrasi insulin
Apabila konsentrasi insulin berkisar 40 – 100 U/ml, tidak terdapat perbedaan absorpsi. Tetapi apabila
terdapat penurunan dari u –100 ke u – 10 maka efek insulin dipercepat.

4). Suntikan intramuskular dan intravena

Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik atau pada kasus-kasus dengan degradasi
tempat suntikan subkutan. Sedangkan suntikan intravena dosis rendah digunakan untuk terapi koma
diabetik.

KAKI DIABETES

I. Pengertian

Kaki diabetes adalah kelainan pada ekstrimitas bawah yang merupakan komplikasi kronik
DM. manifestasi kelaianan kaki diabetes dapat berupa: dermopati, selulitis, ulkus, osteomilitis dan
gangrene.

II. Faktor Penyebab Kaki DM

1. Faktor endogen:

§ Neuropati:

Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan penurunan sensori nyeri, panas, tak
terasa, sehingga mudah terjadi trauma dan otonom/simpatis yang dimanifestasikan dengan peningkatan
aliran darah, produksi keringat tidak ada dan hilangnya tonus vaskuler

§ Angiopati

Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko lain.

§ Iskemia

Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh darah) pada pembuluh darah besar
tungkai (makroangiopati) menyebabkan penurunan aliran darah ke tungkai, bila terdapat thrombus akan
memperberat timbulnya gangrene yang luas.

Aterosklerosis dapat disebabkan oleh faktor:

· Adanya hormone aterogenik

· Merokok
· Hiperlipidemia

Manifestasi kaki diabetes iskemia:

§ Kaki dingin, Nyeri nocturnal, Tidak terabanya denyut nadi, Adanya pemucatan ekstrimitas inferior,
Kulit mengkilap, Hilangnya rambut dari jari kaki, Penebalan kuku, Gangrene kecil atau luas.

2. Faktor eksogen : Trauma, Infeksi

Terdapat lima grade ulkus diabetikum/kaki diabetes antara lain:

Ø Grade 0 : tidak ada luka

Ø Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit

Ø Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang

Ø Grade III : terjadi abses

Ø Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal

Ø Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal

III. Pedoman evaluasi kaki diabetes

1. Evaluasi vaskuler, meliputi:

· palpasi pulsus perifer

· ukur waktu pengisian pembuluh darah vena dengan cara mengangkat kaki kemudian diturunkan,
waktu lebih dari 20 detik berarti terdapat iskemia atau kaki pucat waktu diangkat.

· Ukur capillary reffile normal 3 detik atau kurang.

2. Evaluasi neurologik, meliputi pemeriksaan sensorik dan motorik

3. Evaluasi muskuloskeletal, meliputi pengukuran luas pergerakan pergelangan kaki dan abnormalitas
tulang.

IV. Pendidikan kesehatan perawatan kaki

1. Hiegene kaki:

· Cuci kaki setiap hari, keringkan sela-sela jari dengan cara menekan, jangan digosok

· Setelah kering diberi lotion untuk mencegah kering, bersisik dan gesekan yang berlebih
· Potong kuku secara teratur dan susut kuku jangan dipotong

· Gunakan sepatu tumit rendah, kulit lunak dan tidak sempit

· Gunakan kaos kaki yang tipis dan hangat serta tidak sempit

· Bila terdapat callus, hilangkan callus yang berlebihan dengan cara kaki direndam dalam air hangat
sekitar 10 menit kemudian gosok dengan handuk atau dikikir jangan dikelupas.

2. Alas kaki yang tepat

3. Mencegah trauma kaki

4. Berhenti merokok

5. Segera bertindak jika ada masalah

V. Prinsip Penanganan Ulkus Kaki Diabetes

1. perawatan luka

2. Antibiotika

3. Pemeriksaan radiologis

4. Perbaikan sirkulasi dan nutrisi

5. Meminimalkan berat badan

IX. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

1. Nyeri akut b/d agen injuri fisik

2. PK : Infeksi

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan


tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis.

4. PK: Hipo / Hiperglikemi

5. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik: perubahan sirkulasi,


imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati)

6. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak nyaman nyeri, intoleransi aktifitas,
penurunan kekuatan otot
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal (Familiar) dengan sumber informasi.

8. Kelelahan berhubungan dengan status penyakit

9. Sindrom deficit self care b/d kelemahan, penyakitnya

RENPRA DM

No Diagnosa Tujuan Intervensi

1 Nyeri akut b/d Setelah dilakukan askep …. Manajemen nyeri :


agen injuri fisik jam tingkat kenyamanan dg
KH: · Kaji tingkat nyeri secara
komprehensif termasuk lokasi,
· Klien mengatakan nyeri karakteristik, durasi, frekuensi,
berkurang (skala 2-3) kualitas

· ekspresi wajah tenang · Observasi reaksi nonverbal dari


ketidaknyamanan.
· v/s dbn (TD 120/80
mmHg, N: 60-100 x/mnt, · Gunakan teknik komunikasi
RR: 16-20x/mnt) terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri klien sebelumnya.
· Klien dapat istirahat
dan tidur · Kontrol lingkungan yang
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan.

· Kurangi presipitasi nyeri.

· Pilih dan lakukan penanganan


nyeri (farmakologis/non
farmakologis)..

· Ajarkan teknik non farmakologis


(relaksasi, distraksi dll) untuk
mengetasi nyeri..

· Berikan analgetik untuk


mengurangi nyeri.

· Evaluasi tindakan pengurang


nyeri/kontrol nyeri.

· Kolaborasi dengan dokter bila


ada komplain tentang pemberian
analgetik tidak berhasil.

· Monitor penerimaan klien


tentang manajemen nyeri.

Administrasi analgetik :.

· Cek program pemberian


analogetik; jenis, dosis, dan
frekuensi.

· Cek riwayat alergi..

· Tentukan analgetik pilihan, rute


pemberian dan dosis optimal.

· Monitor TTV sebelum dan


sesudah pemberian analgetik.

· Berikan analgetik tepat waktu


terutama saat nyeri muncul.

· Evaluasi efektifitas analgetik,


tanda dan gejala efek samping.

2 PK : Infeksi Setelah dilakukan askep · Pantau tanda dan gejala infeksi


… jam perawat akan primer & sekunder
menangani / mengurangi
komplikasi defsiensi imun · Bersihkan lingkungan setelah
dipakai pasien lain.

· Batasi pengunjung bila perlu.

· Intruksikan kepada keluarga untuk


mencuci tangan saat kontak dan
sesudahnya.

· Gunakan sabun anti miroba untuk


mencuci tangan.

· Lakukan cuci tangan sebelum dan


sesudah tindakan keperawatan.

· Gunakan baju dan sarung tangan


sebagai alat pelindung.

· Pertahankan teknik aseptik untuk


setiap tindakan.

· Lakukan perawatan luka dan


dresing infus setiap hari.

· Amati keadaan luka dan


sekitarnya dari tanda – tanda
meluasnya infeksi

· Tingkatkan intake nutrisi.dan


cairan

· Berikan antibiotik sesuai program.

· Monitor hitung granulosit dan


WBC.

· Ambil kultur jika perlu dan


laporkan bila hasilnya positip.

· Dorong istirahat yang cukup.

· Dorong peningkatan mobilitas dan


latihan.

· Ajarkan keluarga/klien tentang


tanda dan gejala infeksi.

3 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan askep …. Manajemen Nutrisi


nutrisi kurang dari jam klien
kebutuhan tubuh menunjukanstatus nutrisi · kaji pola makan klien
b/d intake nutrisi adekuatdibuktikan dengan · Kaji adanya alergi makanan.
in adekuat BB stabil tidak terjadi mal
nutrisi, tingkat energi · Kaji makanan yang disukai oleh
adekuat, masukan nutrisi klien.
adekuat
· Kolaborasi dg ahli gizi untuk
penyediaan nutrisi terpilih sesuai
dengan kebutuhan klien.
· Anjurkan klien untuk
meningkatkan asupan nutrisinya.

· Yakinkan diet yang dikonsumsi


mengandung cukup serat untuk
mencegah konstipasi.

· Berikan informasi tentang


kebutuhan nutrisi dan pentingnya
bagi tubuh klien.

Monitor Nutrisi

· Monitor BB setiap hari jika


memungkinkan.

· Monitor respon klien terhadap


situasi yang mengharuskan klien
makan.

· Monitor lingkungan selama


makan.

· Jadwalkan pengobatan dan


tindakan tidak bersamaan dengan
waktu klien makan.

· Monitor adanya mual muntah.

· Monitor adanya gangguan


dalam proses mastikasi/input
makanan misalnya perdarahan,
bengkak dsb.

· Monitor intake nutrisi dan kalori.

4 PK: Hipo / Setelah dilakukan askep …… Managemen Hipoglikemia:


Hiperglikemi jam diharapkan perawat
akan menangani dan · Monitor tingkat gula darah
meminimalkan episode sesuai indikasi
hipo / hiperglikemia. · Monitor tanda dan gejala
hipoglikemi ; kadar gula darah < 70
mg/dl, kulit dingin, lembab pucat,
tachikardi, peka rangsang, gelisah,
tidak sadar , bingung, ngantuk.

· Jika klien dapat menelan berikan


jus jeruk / sejenis jahe setiap 15
menit sampai kadar gula darah > 69
mg/dl

· Berikan glukosa 50 % dalam IV


sesuai protokol

· K/P kolaborasi dengan ahli gizi


untuk dietnya.

Managemen Hiperglikemia

§ Monitor GDR sesuai indikasi

§ Monitor tanda dan gejala diabetik


ketoasidosis ; gula darah > 300
mg/dl, pernafasan bau aseton, sakit
kepala, pernafasan kusmaul,
anoreksia, mual dan muntah,
tachikardi, TD rendah, polyuria,
polidypsia,poliphagia, keletihan,
pandangan kabur atau kadar
Na,K,Po4 menurun.

§ Monitor v/s :TD dan nadi sesuai


indikasi

§ Berikan insulin sesuai order

§ Pertahankan akses IV

§ Berikan IV fluids sesuai kebutuhan

§ Konsultasi dengan dokter jika


tanda dan gejala Hiperglikemia
menetap atau memburuk

§ Dampingi/ Bantu ambulasi jika


terjadi hipotensi

§ Batasi latihan ketika gula darah


>250 mg/dl khususnya adanya keton
pada urine

§ Pantau jantung dan sirkulasi (


frekuensi & irama, warna kulit,
waktu pengisian kapiler, nadi perifer
dan kalium

§ Anjurkan banyak minum

§ Monitor status cairan I/O sesuai


kebutuhan

4 Kerusakan Setelah dilakukan askep .... Wound care


integritas jam Wound healing
jaringanfaktor · Catat karakteristik luka:tentukan
meningkat:
mekanik: ukuran dan kedalaman luka, dan
perubahan Dengan criteria klasifikasi pengaruh ulcers
sirkulasi, imobilitas Luka mengecil dalam · Catat karakteristik cairan secret
dan penurunan ukuran dan peningkatan yang keluar
sensabilitas granulasi jaringan
(neuropati) · Bersihkan dengan cairan anti
bakteri

· Bilas dengan cairan NaCl 0,9%

· Lakukan nekrotomi K/P

· Lakukan tampon yang sesuai

· Dressing dengan kasa steril


sesuai kebutuhan

· Lakukan pembalutan

· Pertahankan tehnik dressing


steril ketika melakukan perawatan
luka

· Amati setiap perubahan pada


balutan

· Bandingkan dan catat setiap


adanya perubahan pada luka

· Berikan posisi terhindar dari


tekanan

5 Kerusakan Setelah dilakukan Askep .... Terapi Exercise : Pergerakan sendi


mobilitas fisik b/d jam dapat teridentifikasi
nyeri, intoleransi Mobility level · Pastikan keterbatasan gerak
aktifitas, sendi yang dialami
penurunan Joint movement: aktif.
· Kolaborasi dengan fisioterapi
kekuatan otot Self care:ADLs
· Pastikan motivasi klien untuk
Dengan criteria hasil: mempertahankan pergerakan sendi

· Aktivitas fisik meningkat · Pastikan klien untuk


mempertahankan pergerakan sendi
· ROM normal
· Pastikan klien bebas dari nyeri
· Melaporkan perasaan sebelum diberikan latihan
peningkatan kekuatan
kemampuan dalam · Anjurkan ROM Exercise aktif:
bergerak jadual; keteraturan, Latih ROM pasif.

· Klien bisa melakukan · Exercise promotion


aktivitas
· Bantu identifikasi program
· Kebersihan diri klien latihan yang sesuai
terpenuhi walaupun
dibantu oleh perawat atau · Diskusikan dan instruksikan pada
keluarga klien mengenai latihan yang tepat

· Exercise terapi ambulasi

· Anjurkan dan Bantu klien duduk


di tempat tidur sesuai toleransi

· Atur posisi setiap 2 jam atau


sesuai toleransi

· Fasilitasi penggunaan alat Bantu

Self care assistance:

· Bathing/hygiene, dressing,
feeding and toileting.

· Dorong keluarga untuk


berpartisipasi untuk kegiatan mandi
dan kebersihan diri, berpakaian,
makan dan toileting klien

· Berikan bantuan kebutuhan


sehari – hari sampai klien dapat
merawat secara mandiri

· Monitor kebersihan kuku, kulit,


berpakaian , dietnya dan pola
eliminasinya.

· Monitor kemampuan perawatan


diri klien dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari

· Dorong klien melakukan


aktivitas normal keseharian sesuai
kemampuan

· Promosi aktivitas sesuai usia

6 Kurang Setelah dilakukan askep .... Teaching : Dissease Process


pengetahuan jam jam, pengetahuan
tentang penyakit · Kaji tingkat pengetahuan klien
klien meningkat
dan perawatan nya dan keluarga tentang proses
b/d kurang Dg KH: penyakit
paparan terhadap · Klien / keluarga mampu · Jelaskan tentang patofisiologi
informasi, menjelaskan kembali apa penyakit, tanda dan gejala serta
terbatasnya yang telah dijelaskan penyebab yang mungkin
kognitif
· Klien /keluarga · Sediakan informasi tentang
kooperatif saat dilakukan kondisi klien
tindakan
· Siapkan keluarga atau orang-
orang yang berarti dengan informasi
tentang perkembangan klien

· Sediakan informasi tentang


diagnosa klien

· Diskusikan perubahan gaya


hidup yang mungkin diperlukan
untuk mencegah komplikasi di masa
yang akan datang dan atau kontrol
proses penyakit

· Diskusikan tentang pilihan


tentang terapi atau pengobatan

· Jelaskan alasan dilaksanakannya


tindakan atau terapi

· Gambarkan komplikasi yang


mungkin terjadi

· Anjurkan klien untuk mencegah


efek samping dari penyakit

· Gali sumber-sumber atau


dukungan yang ada

· Anjurkan klien untuk


melaporkan tanda dan gejala yang
muncul pada petugas kesehatan

· kolaborasi dg tim yang lain.

7 Sindrom defisit self Setelah dilakukan asuhan Bantuan perawatan diri


care b/d keperawatan … jam klien
kelemahan mampu Perawatan diri · Monitor kemampuan pasien
terhadap perawatan diri
Self care :Activity Daly
Living (ADL) dengan · Monitor kebutuhan akan
indicator : personal hygiene, berpakaian,
toileting dan makan
· Pasien dapat melakukan
aktivitas sehari-hari (makan, · Beri bantuan sampai klien
berpakaian, kebersihan, mempunyai kemapuan untuk
toileting, ambulasi) merawat diri

· Kebersihan diri pasien · Bantu klien dalam memenuhi


terpenuhi kebutuhannya.

· Anjurkan klien untuk melakukan


aktivitas sehari-hari sesuai
kemampuannya

· Pertahankan aktivitas perawatan


diri secara rutin

· Evaluasi kemampuan klien


dalam memenuhi kebutuhan sehari-
hari.

· Berikan reinforcement atas


usaha yang dilakukan dalam
melakukan perawatan diri sehari
hari.

Hari Rabu, Maret 14, 2012

Anda mungkin juga menyukai