Anda di halaman 1dari 13

Strategi Pengelolaan yang diperbarui mengenai Mastoiditis dan

Abses Mastoid

M. Abdel Raouf, B. Ashour, A. Abdel Gawad

Abstrak
Mastoiditis tetap menjadi masalah di Mesir. Meskipun penggunaan antibiotik
secara luas untuk otitis media, masih banyak pasien yang mengalami komplikasi.
Pilihan pengobatan untuk mastoiditis bervariasi dari insisi sederhana dan drainase
membran timpani hingga mastoidektomi radikal. Tampaknya tidak ada kesepakatan
yang bulat mengenai strategi manajemen terbaik untuk masalah ini. Dalam
penelitian ini, kami akan meninjau berbagai protokol manajemen untuk mastoiditis
dan abses mastoid. Seiring dengan pengalaman kami dengan 12 kasus mastoiditis
dan abses mastoid, kami akan mengusulkan panduan pengelolaan kami sendiri yang
diringkas dalam diagram yang mudah diakses.

Kata kunci
Mastoiditis ; Abses mastoid ; Otitis media ; Pengelolaan ; Pedoman

I. Pendahuluan

Derajat mastoid berhubungan dengan proses inflamasi di telinga tengah.


Mastoiditis akut dapat menyebar melalui periosteum dan menyebabkan periostitis,
yang dapat menyebabkan penghancuran tulang (mastoiditis koalesensi akut).
Infeksi dapat menyebar melalui tulang yang berdekatan atau melalui pembuluh
darah yang melewati rongga mastoid dan mengakibatkan abses subperiosteal atau
komplikasi intrakranial.1
Mastoiditis akut menyebabkan terjadi pembentuan pus yang hanya terjadi
pada rongga mastoid. Mastoiditis kronis adalah penetrasi lambat tulang aselular
dengan granulasi disertai dekalsifikasi hiperemis tulang. Pada kebanyakan kasus,
otitis media terjadi secara bersamaan baik akut ataupun kronis.2
Beberapa pasien dengan fistula postauricular dapat bersifat spontan atau
iatrogenik. Ini dapat berlanjut menjadi fistula kronis.

1
Dengan munculnya antibiotik spektrum luas, gejala klinis penyakit telinga
tengah telah berubah. Salah satu akibatnya adalah kadang tanda dan gejala
mastoiditis bersifat asimtomatis. Hal ini berbahaya karena gejala mastoiditis baru
disadari setelah terjadi komplikaasi seperti intrakranial seperti meningitis,
trombosis sinus lateral, atau abses otak.3
Menurut Dudkiewicz dkk., Kejadian mastoiditis akut pada pasien dengan
otitis media akut (AOM) telah menurun dari 50% pada pergantian abad ke-20
sampai 6% pada tahun 1955 dan menjadi 0,4% pada tahun 1959, pada tahun 1993,
hanya 0,24 % pasien dengan otitis media akut (AOM) berkembang menjadi
mastoiditis akut.1
Petersen dkk melaporkan terjadi penurunan mastoiditis akut dari 20% pada
tahun 1938 menjadi 2,5% pada tahun 1945. Mastoiditis akut sudah jarang terjadi,
mendekati 0%. Namun, tidak pasti apakah ini berhubungan langsung dengan
antibiotik atau perubahan sifat penyakit / mikroorganisme dan / atau keadaan
kesehatan.4
Ada bukti bahwa kejadian mastoiditis akut akhir-akhir ini meningkat lagi;
fenomena ini bisa jadi karena meningkatnya resistensi antibiotik dari
mikroorganisme seperti Streptococcus sampai penisilin.5
Streptococcus pneumoniae, Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus
dan Haemophilus influenzae adalah organisme yang paling umum ditemukan pada
mastoiditis akut. Pseudomonas aeruginosa, Enterobacteriaceae dan S. aureus adalah
isolasi utama yang ditemukan dari inflamasi mastoid kronis. Peran P. aeruginosa
dalam banyak kasus ini patut dipertanyakan karena mengkolonisasi saluran telinga
luar dan dapat mengkontaminasi spesimen yang dihasilkan melalui saluran telinga
yang tidak steril. Beberapa laporan menggambarkan perbaikan anaerob, termasuk
spesies Bacteroides, dari kasus mastoiditis kronis pada anak-anak.6

2. Bahan dan metode


Penelitian ini dilakukan pada pasien dengan mastoiditis atau abses mastoid di
bagian THT Rumah Sakit Universitas Kairo antara bulan Juni 2007 dan Juni 2009.
Satu pasien dengan abses mastoid dan fistula postauricular namun gagal ditindak
lanjuti.

2
Penelitian ini melibatkan 12 pasien, 8 laki-laki dan 4 perempuan. Usia berkisar
antara 2 dan 23 tahun dengan usia rata-rata 11,5 tahun.
Semua pasien dilakukan protokol pemeriksaan berikut:
1.Pemeriksaan otologis lengkap.
2.Kultur dan uji sensitivitas untuk pasien yang tidak mendapat terapi antibiotik
sebelumnya.
3.CT scan, untuk kasus yang dicurigai terjadi komplikasi, MRI juga dilakukan.
4.Konsultasi bedah saraf bila diperlukan untuk menyingkirkan komplikasi
intrakranial.
Pasien diobati dengan terapi medica mentosa atau bedah atau keduanya sesuai
dengan gejalanya.

2.1. Perawatan medis


Pasien dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotik parenteral empiris. Antibiotik
dimodifikasi sesuai dengan hasil kultur dan sensitivitasnya.

2.2. Perawatan bedah


-Prosedur invasif minimal : Insisi dan drainase abses mastoid dan Myringotomy.
-Operasi definitif : kortikal, radikal atau modifikasi mastoidektomi radikal sesuai
patologi, tampilan pasien dan umur
Pasien difollow up setelah 1, 3 dan 6 bulan.

3. Hasil

Pasien diklasifikasikan menurut presentasi mereka ke dalam kelompok berikut :


1. Kasus dengan abses mastoid: Terdapat sembilan kasus; dimana kasus-kasus
tersebut diklasifikasikan berdasarkan etiologi ke dalam kelompok berikut:
a. Otitis media akut : Terdapat tiga kasus. Dua diantaranya berusia dibawah 5
tahun. Pasien-pasien tersebut disertai dengan antritis (gambar 1) karena
proses mastoid tidak sepenuhnya pneumatik pada usia ini, mereka diobati
dengan perawatan medis berupa insisi dan drainase abses. Kasus ketiga
mendapat perawatan medis disertai dengan mastoidektomi kortikal.

3
b. Cholesteatoma: Terdapat lima kasus, dua di antaranya mengalami komplikasi
(satu dengan trombosis sinus sigmoid dan yang lainnya dengan abses
ekstradural). Semua kasus ditatalaksana dengan mastoidektomi terbuka dan
mendapat terapi tambahan untuk 2 kasus yang mengalami komplikasi.
c. Otitis media suppuratif kronis tenang: Kami melihat satu kasus yang
ditangani dengan perawatan medis selain sayatan dan drainase abses.
Kemudian setelah peradangan akut telah mereda, dilakukan tympanoplasti
dengan mastoidektomi kortikal.

2. Kasus dengan mastoiditis: Terdapat tiga kasus; Mereka diklasifikasikan


berdasarkan etiopatologi ke dalam kelompok berikut:
a. Media otitis akut: Terdapat dua kasus. Salah satunya mengalami komplikasi
kelumpuhan saraf wajah dan tatalaksana dengan mastoidektomi kortikal dan
myringotomy selain pengobatan medis. Kasus lain yang tidak memiliki
komplikasi telah diberikan terapi medis yang sesuai.

Gambar 1 Abses mastoid komplikasi dari otitis media akut.

b. Otitis media supuratif kronik tenang : terdapat satu kasus yang telah
ditatalaksana dengan terapi medis dan setelah tidak terjadi peradangan,
dilakukan tympanoplasti dan mastoidektomi kortikal.

CT scan dilakukan pada semua kasus, MRI hanya dilakukan pada kasus
dengan komplikasi. Semua pasien memperlihatkan tanda perbaikan setelah
mendapat regimen terapi yang telah dijelaskan sebelumnya. Tidak ada kekambuhan

4
mastoiditis atau abses mastoid yang terdeteksi berulang atau komplikasi apapun
yang tercatat selama masa follow up.
Mastoiditis dan abses mastoid telah menjadi kejadian klinis yang jarang terjadi.
Sebagian kecil kasus yang termasuk dalam penelitian kami mengganggu analisis
statistik (Grafik 1-3).

4. Diskusi
Mesir adalah negara berkembang dan banyak warganya masih belum
memiliki akses terhadap perawatan kesehatan yang memadai. Meskipun angka
kejadian mastoiditis dan abses mastoid telah menurun di sebagian besar negara
maju, kami masih terus melihat banyak kasus.
Dalam penelitian ini, semua kasus dengan abses mastoid memerlukan
semacam intervensi bedah, baik dengan insisi dan drainase atau dengan operasi
definitif (kortikal atau mastoidektomi radikal).
Insisi dan drainase dianggap cukup di bawah umur 2 tahun karena mastoid
tidak sepenuhnya pneumatik di bawah usia 5 tahun (antitis saja). Operasi definitif
dapat ditunda sampai infeksi mereda pada kasus dengan otitis media supuratif
kronis untuk penyembuhan yang lebih baik. Ini serupa dengan kesimpulan yang
sebelumnya dilaporkan oleh Tarantino et al.,5 yang menekankan perlunya drainase
bedah abses subperiosteal untuk mencegah penyebaran desakan ke daerah vital.
Tingkat mastoidektomi dilaporkan dalam studi klinis telah menunjukkan variasi
yang besar, berkisar antara 12% sampai 98%. Variabilitas yang besar menunjukkan
bahwa keputusan untuk mastoidektomi tidak hanya merupakan pertanyaan tentang
pengobatan konservatif yang lebih disukai atau intervensi bedah segera, namun
sebagian besar didasarkan pada kriteria bedah subjektif.7
Mastoidektomi adalah pengobatan yang efektif untuk mastoiditis akut yang
terkait dengan salah satu dari berikut ini: abses subperiosteal atau eksteriorisasi,
kolesteatoma, komplikasi intrakranial dan otorrhea yang bertahan selama lebih dari
2 minggu meskipun ada pengobatan antibiotik yang adekuat atau pada anak-anak
<15 kg berat badan.8

5
Diagram 1. Abses mastoid vs Mastoiditis

Diagram 2. Distribusi patologi

Diagram 3. Distribusi metode penatalaksanaan

Dalam penelitian ini, salah satu dari tiga pasien dengan mastoiditis diobati secara
medikamentosa, dua kasus lainnya memerlukan perawatan bedah karena salah satu
di antaranya mengalami komplikasi dan yang lain disertai dengan otitis media
supuratif kronis. Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Tarantino et
al,5 yang menyatakan bahwa kriteria konservasi yaitu tidak adanya tampilan toksik
atau tanda komplikasi ; Tidak adanya fluktuasi postauricular dan tidak adanya tanda
kerusakan sel tulang mastoid pada CT.

6
Kesimpulan :
Setelah meninjau literatur dan pengalaman kami dalam beberapa tahun terakhir,
kami menyimpulkan bahwa penatalaksanaan mastoiditis dan abses mastoid
memerlukan pedoman yang jelas. Kami mengusulkan panduan berikut untuk
menstandarisasi strategi penatalaksanaan diagnostik maupun tahap pengobatan.

5.1. Pedoman diagnosis

1. Pemeriksaan otologis seharusnya dilakukan untuk mengidentifikasi tanda-


tanda mastoiditis yaitu otalgia, demam, proptosis aurikula, eritema, dan
hilangnya sulkus retroaurikular. Dinding posterosuperior mungkin
melengkung di kanalis auditori eksterna. Ada kemungkinan menjadi
otorrhea atau tidak, walaupun tidak terjadi otorrhea, hal tersebut tidak
menyingkirkan mastoiditis dan inflamasi membran timpani serta penebalan
yang dapat menyebabkan perforasi dengan otorrhea yang mukopurulen.
2. Kultur dan uji sensitifitas seharusnya untuk pasien yang belum pernah
mendapat terapi antibiotik sebelumnya. Spesimen dikumpulkan selama
timpanosentesis atau operasi, dan segera dikirim ke laboratorium
mikrobiologi pada media yang tepat. Sampel tidak boleh diambil dari
kanalis eksternal untuk menghindari kontaminasi terutama dengan P.
aeruginosa.
3. CT scan (Gambar 2) dianggap sebagai pilihan pada pasien mastoiditis akut.
Setiap pasien dengan mastoiditis akut harus di CT scan. Jika terjadi
komplikasi, harus di MRI. Ct scan harus diulang jika tidak terjadi perbaikan
atau tidak lengkap dan berguna untuk mendeteksi adanya komplikasi yang
mungkin timbul selama rawat inap.
4. Diagnosis harus dilakukan dengan kerja sama antara departemen patologi
klinis, tim radiodiagnosis dan jika diperlukan, konsultasi bedah saraf untuk
menyingkirkan komplikasi intrakranial.

7
5.2. Pedoman perawatan
1. Pengobatan:
a. Indikasi:
- Tidak ada muncul tanda toksik atau tanda keterlibatan intrakranial yang
mengarah ke komplikasi mastoiditis.
- Tidak ditemukan fluktuasi postauricular.
- Pada CT tidak ditemukan tanda kerusakan sel pada tulang mastoid.
- Aman pada jenis otitis media supuratif dan tidak adanya cholesteatoma.
b. Metode:
Pemberian terapi antibiotik parenteral: kultur dan kepekaan harus
diberikan sebelum terapi dan antibiotik harus dimodifikasi sesuai dengan organisme
yang dipulihkan dan kerentanannya. Penyiapan pewarnaan Gram-spesimen dapat
memberikan panduan awal untuk pilihan empiris terapi antimikroba.
Antibiotik empiris yang diberikan adalah cephalo-sporin generasi ke 3 (misalnya
sefotaksim) dan metronidazol. Antibiotik diberikan secara intravena 1 gm / 12 jam
untuk orang dewasa dan setengah dosis diberikan untuk anak-anak.

2. Perawatan bedah:
a. Indikasi:
 Komplikasi intrakranial.
 Bukti fluktuasi postauricular dan abses subperios-teal.

Gambar 2 Coronal CT scan menunjukkan abses mastoid dengan tulang

8
 Diagnosis mastoiditis koalesen akut.
 Kegagalan program terapi medis walaupun mendapat sudah mendapat
pengobatan antibiotik selama 48-72 jam.
 Otorrhoea bertahan selama lebih dari 2 minggu meskipun mendapat
perawatan antibiotik yang memadai.
 Cholesteatoma.

B. Metode:
1. Prosedur invasif minimal:
A. Insisi dan drainase abses mastoid: Insisi dan drainase (I & D) harus dilakukan
segera setelah fluktuasi muncul. Insisi harus sesuai dengan insisi bedah di masa
depan. Metode Hilton digunakan untuk membuka semua lokus abses dan untuk
mendrainase nanah/pus. Satu pak kasa yang direndam dengan Betadine dapat
ditempatkan di rongga abses dan diganti setiap hari dengan perawatan.
B. Myringotomy: dengan atau tanpa tabung tympanostomi. Ini harus dianggap
sebagai pengobatan pada setiap kasus mastoiditis dengan membran timpani utuh
atau drainase yang tidak adekuat.

a. Operasi definitif
Jika kolesteatoma ada, diperlukan mastoidektomi terbuka.
Jika kolesteatoma tidak ditemukan, kortikal mastoidectomi adalah pilihan terbaik.
Fistula postaurikular (Gambar 3) seharusnya diikuti oleh mastoid dan dieksisi total,
tepi kulit harus dibersihkan, disayat dan dijahit dengan hati-hati dalam 2 lapisan.
Waktu operasi tergantung pada kondisi pasien dan respon terhadap perawatan
medis. Jika pasien memburuk, operasi harus segera dilakukan untuk
menyelamatkan nyawa pasien.
Namun, jika respon pasien terhadap perawatan medis itu baik, terbukti
dengan perbaikan klinis dan tindak lanjut CT scan, operasi dapat ditunda selama
satu minggu untuk menghindari perichondritis.

9
5.3. Pedoman pengelolaan abses mastoid menurut aetiopatologi
1. Mastoiditis coalescent akut tanpa pembentukan abses.
Pengobatan medis yang utama adalah antibiotik intravena sesuai dengan kultur dan
sensitifitas.

Gambar 3. Postauricular fistula.

Myringotomy diperlukan dalam kasus drainase yang tidak cukup. Seperti


contoh drum yang intak atau perforasi tinggi kecil.
Pengobatan tergantung penyebab. contohnya Otitis media supuratif akut

2. Mastoiditis coalesent akut yang disertai komplikasi. contohnya Kelumpuhan


saraf wajah atau komplikasi intrakranial seperti tromboflebitis sinus lateral.
Pengobatan dalam pembedahan harus menggunakan antibiotik intravena spektrum
yang luas.
Pengobatan tergantung penyebabnya.
Komplikasi intrakranial seperti abses otak atau meningitis harus ditangani bersama
dengan departemen neurosur-gery dengan prioritas yaitu bedah saraf. Bila pasien
stabil secara neurologis, penanganan penyakit telinga bisa diatasi.

3. Mastoiditis akut dengan abses postauricular.


 Pengobatannya bersifat bedah dalam bentuk mastoidektomi kortikal setelah
dilakukan persiapan medis dengan antibiotik intravena.
 Dalam keadaan yang tidak menguntungkan, abses dapat terjadi dan
mengering beberapa hari kemudian setelah mastoidektomi.
 Pengobatan tergantung penyebabnya.

10
4. komplikasi Mastoiditis akut berupa jenis otitis media supuratif kronik tipe
tenang.
 Penatalaksanaan medika mentosa mirip dengan otitis media supuratif akut.
 Pengobatan abses ditatalaksana dengan Tympanoplasti dengan
mastoidektomi kortikal.

5. Mastoiditis akut jenis otitis media suportif kronis merupakan tipe yang tidak
aman (cholesteatoma).
Pengobatannya dengan bedah dalam bentuk mastoidektomi terbuka dibawah
antibiotik spektrum luas intravena.

11
Diagram Strategi Tatalaksana Mastoiditis

Konfirmasi klinis mastoiditis

I&D Jika abses Dirawat + antibiotik IV + C & S

Jika ICC terdeteksi CT scan


MRI oleh CT atau
neurologis positif

Destruksi mastoid Destruksi mastoid (-)


Kolesteatoma Kolesteatoma (-)
Intervensi bedah saraf Toksisitas Toksisitas (-)

Tidak ada
perbaikan Terapi
Terapi Bedah medikamentosa
(antibiotik menurut
C&S)

AOM CSOM CHOLESTEATOMA

Myringotomy Cortical Mastoidectomy Open Mastoidectomy

Follow up

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Dudkiewicz M, Livni G, Kornreich L, Nageris B, Ulanovski D, Raveh E. Acute


mastoiditis and osteomyelitis of the temporal bone. Int J Pediatr Otorhinolaryngol.
2005;69:1399–1405.

2. Mawson SR. In: Mawson SR, ed. Complications of suppurative otitis media in
diseases of the ear. Edward Arnold (Publishers) LTD;1967:329–349 [Chapter XIII].

3. Holt GR, Gates GA. Masked mastoiditis. Laryngoscope. 1983;93:1034–1037.

4. Petersen CG, Ovesen T, Pedersen CB. Acute mastoidectomy in a Danish county


from 1977 to 1996 with focus on the bacteriology. Int J Pediatr Otorhinolaryngol.
1998;45:21–29.

5. Tarantino V, D’Agostino R, Taborelli G, Melagrana A, Porcu A, Stura M. Acute


Mastoiditis: a 10 year retrospective study. Int J Pediatr Otorhinolaryngol.
2002;66:143–148.

6. Brook I. The role of anaerobic bacteria in acute and chronic mastoiditis.


Anaerobe. 2005;11:252–257.

7. Khafif A, Halperin D, Hochman I, et al. Acute mastoiditis: a 10-year review. Am


J Otolaryngol. 1998;19:170–173.

8. De S, Makura ZG, Clarke RW. Paediatric acute mastoiditis: the Alder Hey
experience. J Laryngol Otol. 2002;116:440–442.

13

Anda mungkin juga menyukai