Anda di halaman 1dari 25

MENARIK DIRI

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Kasus (Masalah Utama)

Isolasi sosial : menarik diri

B. Proses Terjadinya Masalah

Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari
hubungan dengan orang lain (Budi Ana Keliat, 1999).

Menarik diri dipengaruhi oleh faktor perkembangan dan sosial budaya. Faktor perkembangan
yang terjadi adalah kegagalan individu sehingga terjadi tidak percaya pada orang lain, ragu, takut
salah, pesimis, putus asa terhadap hubungan dengan orang lain dan gangguan konsep diri,
dimana klien merasa dirinya tidak berharga.

Menarik diri dapat juga disebabkan oleh perceraian, putus hubungan, peran keluarga yang tidak
jelas, orang tua pecandu alkohol dan penganiayaan anak. Resiko dari perilaku menarik diri
adalah terjadinya perubahan persepsi sensori (halusinasi). Manifestasi klinik pada klien dengan
menarik diri adalah apatis, ekspresi sedih, afek tumpul, menyendiri, banyak diam diri di kamar,
menunduk, menolak hubungan dengan orang lain, perawatan diri kurang, posisi tidur seperti
janin (menekur).

C. Pohon Masalah

Resiko perubahan persepsi sensori : halusinasi….

D. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji

1. Masalah Keperawatan

a. Risiko perubahan persepsi sensori : halusinasi…..

b. Isolasi sosial : menarik diri

c. Gangguan konsep diri : harga diri rendah


2. Data yang perlu Dikaji

a. Data obyektif

Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul, menyendiri, berdiam diri di kamar, banyak diam

b. Data subyektif

Sukar didapat jika klien menolak komunikasi, kadang hanya dijawab dengan singkat ya atau
tidak.

E. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko perubahan persepsi sensori : halusinasi… berhubungan dengan menarik diri

2. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah

F. Rencana Tindakan Keperwatan

1. Tujuan umum : tidak terjadi perubahan persepsi sensori : halusinasi…

2. Tujuan khusus :

a. Klien dapat membina hubungan saling percaya

Tindakan :

1) Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, memperkenalkan diri, jelaskan tujuan
interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kesepakatan / janji dengan jelas tentang topik,
tempat, waktu

2) Beri perhatian dan penghargaan : temani klien walau tidak menjawab

3) Dengarkan dengan empati : beri kesempatan bicara, jangan terburu-buru, tunjukkan bahwa
perawat mengikuti pembicaraan klien.

b. Klien dapat menyebut penyebab menarik diri

Tindakan :

1) Bicarakan penyebab tidak mau bergaul dengan orang lain


2) Diskusikan akibat yang dirasakan dari menarik diri

c. Klien dapat menyebutkan keuntungan hubungan dengan orang lain

Tindakan :

1) Diskusikan keuntungan bergaul dengan orang lain

2) Bantu mengidentifikasikan kemampuan yang dimiliki untuk bergaul

d. Klien dapat melakukan hubungan sosial secara bertahap : klien-perawat, klien-perawat-


klien lain, perawat-klien-kelompok, klien-keluarga

Tindakan :

1) Lakukan interaksi sering dan singkat dengan klien jika mungkin perawat sama

2) Motivasi/temani klien untuk berkenalan dengan orang lain

3) Tingkatkan interaksi secara bertahap

4) Libatkan dalam terapi aktivitas kelompok sosialisasi

5) Bantu melaksanakan aktivitas setiap hari dengan interaksi

6) Fasilitasi hubungan klien dengan keluarga secara terapeutik

e. Klien dapat mengungkapkan perasaan setelah berhubungan dengan orang lain

Tindakan :

1) Diskusi dengan klien setiap selesai interaksi/kegiatan

2) Beri pujian atas keberhasilan klien

f. Klien mendapat dukungan keluarga

Tindakan :

1) Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui pertemuan keluarga

2) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

Semarang, Nopember 2010

Pembimbing Praktikan,
___________________ Arifin Dwi Atmaja, S,Kep

DAFTAR PUSTAKA

Aziz R, dkk. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang : RSJD Dr. Amino Gondoutomo.
2003

Boyd MA, Nihart MA. Psychiatric Nursing : Contemporary Practice. Philadelphia : Lippincott-
Raven Publisher. 1998

Keliat BA. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC. 1999

Stuart GW, Sundeen SJ. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3. Jakarta : EGC. 1998

Tim Direktorat Keswa. Standar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Bandung : RSJP
Bandung. 2000

kep.jiwa (MENARIK DIRI, SUICIDE, MANIA, HARGA DIRI RENDAH, HALUSINASI)


LAPORAN PENDAHULUAN

A. Kasus (Masalah Utama)


Isolasi sosial : menarik diri
B. Proses Terjadinya Masalah

Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari
hubungan dengan orang lain (Budi Ana Keliat, 1999).

Menarik diri dipengaruhi oleh faktor perkembangan dan sosial budaya. Faktor perkembangan yang
terjadi adalah kegagalan individu sehingga terjadi tidak percaya pada orang lain, ragu, takut salah,
pesimis, putus asa terhadap hubungan dengan orang lain dan gangguan konsep diri, dimana klien
merasa dirinya tidak berharga.

Menarik diri dapat juga disebabkan oleh perceraian, putus hubungan, peran keluarga yang tidak jelas,
orang tua pecandu alkohol dan penganiayaan anak. Resiko dari perilaku menarik diri adalah terjadinya
perubahan persepsi sensori (halusinasi). Manifestasi klinik pada klien dengan menarik diri adalah apatis,
ekspresi sedih, afek tumpul, menyendiri, banyak diam diri di kamar, menunduk, menolak hubungan
dengan orang lain, perawatan diri kurang, posisi tidur seperti janin (menekur).
C. Pohon Masalah
Resiko perubahan persepsi sensori : halusinasi….

D. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji


1. Masalah Keperawatan
a. Risiko perubahan persepsi sensori : halusinasi…..
b. Isolasi sosial : menarik diri
c. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
2. Data yang perlu Dikaji
a. Data obyektif
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul, menyendiri, berdiam diri di kamar, banyak diam
b. Data subyektif
Sukar didapat jika klien menolak komunikasi, kadang hanya dijawab dengan singkat ya atau tidak.

E. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko perubahan persepsi sensori : halusinasi… berhubungan dengan menarik diri
2. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah

F. Rencana Tindakan Keperwatan


1. Tujuan umum : tidak terjadi perubahan persepsi sensori : halusinasi…
2. Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :

1) Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, memperkenalkan diri, jelaskan tujuan interaksi,
ciptakan lingkungan yang tenang, buat kesepakatan / janji dengan jelas tentang topik, tempat, waktu

2) Beri perhatian dan penghargaan : temani klien walau tidak menjawab

3) Dengarkan dengan empati : beri kesempatan bicara, jangan terburu-buru, tunjukkan bahwa
perawat mengikuti pembicaraan klien.
b. Klien dapat menyebut penyebab menarik diri
Tindakan :
1) Bicarakan penyebab tidak mau bergaul dengan orang lain
2) Diskusikan akibat yang dirasakan dari menarik diri
c. Klien dapat menyebutkan keuntungan hubungan dengan orang lain
Tindakan :
1) Diskusikan keuntungan bergaul dengan orang lain
2) Bantu mengidentifikasikan kemampuan yang dimiliki untuk bergaul
d. Klien dapat melakukan hubungan sosial secara bertahap : klien-perawat, klien-perawat-klien lain,
perawat-klien-kelompok, klien-keluarga
Tindakan :
1) Lakukan interaksi sering dan singkat dengan klien jika mungkin perawat sama
2) Motivasi/temani klien untuk berkenalan dengan orang lain
3) Tingkatkan interaksi secara bertahap
4) Libatkan dalam terapi aktivitas kelompok sosialisasi
5) Bantu melaksanakan aktivitas setiap hari dengan interaksi
6) Fasilitasi hubungan klien dengan keluarga secara terapeutik
e. Klien dapat mengungkapkan perasaan setelah berhubungan dengan orang lain
Tindakan :
1) Diskusi dengan klien setiap selesai interaksi/kegiatan
2) Beri pujian atas keberhasilan klien
f. Klien mendapat dukungan keluarga
Tindakan :
1) Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui pertemuan keluarga
2) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
Semarang, Nopember 2010
Pembimbing Praktikan,
___________________ Arifin Dwi Atmaja, S,Kep

DAFTAR PUSTAKA

Aziz R, dkk. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang : RSJD Dr. Amino Gondoutomo. 2003
Boyd MA, Nihart MA. Psychiatric Nursing : Contemporary Practice. Philadelphia : Lippincott-Raven
Publisher. 1998
Keliat BA. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC. 1999
Stuart GW, Sundeen SJ. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3. Jakarta : EGC. 1998
Tim Direktorat Keswa. Standar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Bandung : RSJP Bandung.
2000

LAPORAN PENDAHULUAN

I. Kasus (Masalah Utama)


Perilaku mencederai diri (suicide)
II. Proses Terjadinya Masalah

Pengertian
Berbagai istilah untuk menguraikan mencederakan diri antara lain: aniaya diri, agresi yang diarahkan
pada diri sendiri, membahayakan diri, cedera yang membebani diri, dan mutilasi diri.
Cedera diri didefinisikan suatu tindakan membahayakan diri sendiri yang dilakukan dengan sengaja
tanpa bantuan orang lain, dan cedera tersebut cukup parah untuk melukai tubuh. Bentuk umum
perilaku pencederaan diri termasuk melukai dan membakar kulit, membenturkan kepala atau anggota
tubuh, melukai tubuhnya sedikit-demi sedikit, dan menggigit jarinya.

Perilaku destruktif-diri yaitu setiap aktifitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah kepada kematian.
Aktifitas ini dapat diklasifikasikan sebagai langsung atau tidak langsung.

Perilaku destruktif-diri langsung mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri, tujuannya adalah
kematian dan individu menyadari hal tersebut hasil yang diinginkan.

Perilaku destruktif-diri tak langsung termasuk tipe aktivitas yang merusak kesejahteraan fisik indivisudan
adapt mengarah pada kematian. Individu tersebut tidak menyadari tentang potensial terjadi kematian
akibat akibat perilakunya dan biasanya akan menyangkal apabila dikonfrontasi. Durasi dari perilakunya
biasanya lebih lama dari pada perilau bunuh diri. Perilaku destruktif-diri tak langsung meliputi: 1)
Merokok, 2) Mengebut, Berjudi, 3) Tindakan kriminal, 4) Terlibat dalam tindakan rekreasi berisiko tinggi,
5) Penyalahgunaan zat, 6) Perilaku yang menyimpang secara sosial, 7) Perilaku yang menimbulkan
stress, Gangguan makan, 9) Ketidakpatuhan pada tindakan medik.

Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan.

Beck, Rawlins, dan Williams (1984) mengemukakan bahwa individu berharapan. Rentang harapan –
putus harapan merupakan rentang adaptif dan maladaptif.

a. Ketidakberdayaan, keputuasaan, apatis. Individu yang tidak berhasil memecahkan masalah akan
meninggalkan masalah, karena merasa tidak mampu, seolah-olah koping yang biasa bermain sudah
tidak bermanfaat lagi. Harga diri rendah, apatis dan tidak mampu mengembangkan koping yang baru
serta yakin tidak ada yang membantu.
b. Kehilangan, ragu-ragu. Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak realistis akan
merasa gagal dam kecewa jika cita-citanya tidak tercapai. Demikian pula jika individu kehilangan sesuatu
yang sidah dimiliki misalnya kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perceraian, perpisahan. Individu akan
merasa gagal , kecewa rendah diri dan berakhir dengan bunuh diri.

c. Depresi dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang ditandai sengan kesedihan dan
rendah diri. Individu berpikir tentang bunuh diri pada waktu depresi berat, namun tidak mempunyai
tenaga untuk melakukannya. Biasanya bunuh diri terjadi pada saat individu keluar dari keadaan depresi
berat.

d. Bunuh diri merupakan keputusan terakhir individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi.

Faktor Resiko Bunuh Diri


a. Psikososial dan Analitik
1. Keputusasaan
2. Ras kulit putih
3. Jenis kelamin laki-laki
4. Usia lebih muda
5. Hidup sendiri
b. Riwayat
1. Pernah mencoba bunuh diri
2. Riwayat keluarga tentang percobaan bunuh diri
3. Riwayat keluarga tentang penyalahgunaan zat
c. Diagnostik
1. Penyakit medik umum
2. Psikosis
3. Penyalahgunaan zat
Faktor resiko bunuh diri menurut Stuart dan Sundeen (1987), sebagai berikut:

Faktor Risiko tinggi Risiko rendah

Umur Jenis kelamin 45 tahun dan remaja Laki-laki 25 – 45 tahun dan <12 tahun
Status kawin Cerai, pisah, duda/janda Perempuan
Jabatan Profesional Kawin
Pengangguran Pekerja Pekerjaan kasar
Penyakit fisik Kronk, terminal Pekerjan
Gsngguan mental Depresi, halusinasi Tidak ada yang serius
Pemakaian obat dan Ketergantungan Gangguan kepribadian
alkohol Tidak
Penyebab Bunuh Diri Pada Anak:

1. Pelarian dari penganiayaan atau pemerkosaan


2. Situasi keluarga yang kacau
3. Perasaan tidak disayang atau selalu dikritik
4. Takut atau dihina disekolah
5. Kehilangan orang yang dicintai
6. Dihukum orang lain

Penyebab Bunuh Diri Pada Remaja:

1. Hubungan interpersonal yang tidak bermakna


2. Sulit mempertahankan hubungan interpersonal
3. Pelarian dari penganiayaan fisik atau pemerkosaan
4. Perasaan tidak dimengerti orang lain
5. Kehilangan orang yang dicintai
6. Keadaan fisik
7. Masalah dengan orang tua
8. Masalah seksual
9. Depresi

Penyebab Bunuh Diri Pada Mahasiswa:

1. Self ideal terlalu tinggi


2. Cemas akan tugas akademik yang banyak
3. Kegagalan akademik berarti kehilangan penghargaan dan kasih sayang orangtua
4. Kompetisi untuk sukses

Penyebab Bunuh Diri pada Usia Lanjut:

1. Perubahan dari status mandiri ke tergantung


2. Penyakit yang menurunkan kemampuan berfungsi
3. Perasaan tidak berarti dimasyarakat
4. Kesepian dan isolasi sosial
5. Kehilangan ganda (seperti pekerjaan, kesehatan, pasangan)
6. Sumber hidup berkurang

Faktor predisposisi :
Diagnosa psikiatri, Personality traits, Psychosocial mileu, Riwayat keluarga, Faktor biokimia
Pengkajian
a. Pengkajian Lingkungan Upaya Bunuh Diri
1. Presipitasi kehidupan yang menghina/menyakitkan

2. Tindakan persiapan metoda yang dibuituhkan, mengatur rencana, membicarakn tentang bunuh
diri, memberiakn milik berharga sebagai hadiah, catatan untuk bunuh diri.

3. Penggunaan cara kekerasan atau obat/racun yang lebih mematika


4. Pemahaman letalitas dari metode yang dipilih
5. Kewaspadaan yang dilakukan agar tidak diketahui
b. Petunjuk Gejala
1. Keputusasaan
2. Celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berharga
3. Alam pearsaan depresi
4. Agitasi dan gelisah
5. Insomnia yang menetap
6. Penurunan berat badan
7. Berbicara lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial
c. Penyakit Psikiatrik
1. Upaya bunuh diri sebelumnya
2. Kelainan afektif
3. Alkoholisme dan atau penyalahgunaan obat
4. Kelainan tindakan dan depresi pada remaja
5. Demensia dini dan status kekacauan mental pada lansia
6. Kombinasi dari kondisi diatas
d. Riwayat Psikososial
1. Barau berpisah, bercerai atau kehilangan
2. Hidup sendiri
3. Tidak bekerja, perubahan atau kehilangan pekerjaan yang baru dialami
4. Stres kehidupan multipel (pindah, kehilangan, putus hubungan yang berarti, masalah sekolah)
5. Penyakit medik kronik
6. Minum yang berlebihan dan penyalahgunaan zat
e. Faktor-Faktor Kepribadian
1. Impulsif, agresif, rasa bermusuhan
2. Kekakuan kognitif dan negatif
3. Keputusasaan
4. Harga diri rendah
5. Batasan atau gangguan kepribadian antisosial
6. Riwayat Keluarga
7. Riwayat keluarga perilaku bunuh diri
8. Riwayat kelaurga gangguan afektif, alkoholisme atau keduanya
Prinsip tindakan keperawatan pada klien dengan masalah utama mencederai diri adalah:
a. Perlindungan klien
b. Contracting for safety
c. Meningkatkan harga diri
d. Pengaturan emosi dan perilaku
e. Menggerakkan dukungan sosial
f. Pendidikan pada klien
g. Pencegahan bunuh diri

III. Pohon Masalah

IV. Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan yang mungkin ditemukan perilaku destruktif-diri atau bunuh diri

1. Dorongan kuat untuk bunuh diri berhubungan dengan alam perasaan depresi
2. Potensial untuk bunuh diri berhubungan dengan
a. ketidakmampuan menangani stres, perasaan bersalah
b. keadaan krisis yang tiba-tiba (dirumah, komunitas)

1. Koping yang tidak efektif berhubungan dengan keinginan bunuh diri sebagai pemecahan
masalah
2. Isolasi sosial berhubungan dengan usia lanjut atau fungsi tubuh yan menurun
3. Gangguan konsep diri perasan tidak berharga berhubungan dengan kegagalan (sekolah,
hubungan interpersonal).
4. Risiko terhadap mutilasi diri
5. Violence, risk for self-directed
6. Risiko terhadap amuk: diarahkan pada diri
7. Ketidakpatuhan

V. Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa keperawatan:
Risiko amuk terhadap diri sendiri
Tujuan jangka panjang:
Klien tidak akan membahayakan dirinya sendiri secara fisik.
Tujuan jangka pendek:
1) Klien tidak akan melakukan kativitas yang mencederakan dirinya
Intervensi:
a. Observasi dengna ketat
b. Pindahkan benda yang berbahaya
c. Siapkan lingkungan yang aman
d. Berikan kebutuhan fisiologik dasar
e. Kontrak untuk keamanan jika tepat
f. Pantau pengobatan
2) Pasien kan mengidentifikasi aspek-aspek positif yang ada pada dirinya
Intervensi:
a. Identifikasi kekuatan-kekuatan pasien
b. Ajak klien untuk berperan serta dalam aktivitas yang disukai dan dapat dilakukannya
c. Dukung kebersihan diri dan keinginan untuk berhias
d. Tingkatkan keinginan untuk berhias
e. Tingkatkan hubungan interpersonal yang ketat
3) Pasien akan mengimplementasikan dua respon protektif-diri yang adaptif
Intervensi:
a. Permudah kesadaran, penerimaan dan ekspresi perasaan
b. Bantu pasien mengenal mekanisme koping yang tidak sehat
c. Identifikasi alternatif cara koping
d. Beri imbalan untuk perilaku koping yang sehat.
4) Pasien akan mengidentifikasi dua sumber dukungan sosial yang bermanfaat.
Intervensi:
a. Bantu orang terdekat untuk berkomunikasi secara konstruktif dengan klien.
b. Tingkatkan hubungan keluarga yang sehat.
c. Identifikasi sumber komunitas yang relevan.
d. Prakarsai rujukan untuk untuk menggunakan sumber komunitas.
5) Klien akan menguraikan rencana pengobatan dan rasionalnya.
Intervensi:
a. Libatkan pasien dan orang terdekat dalam perencanaan asuhan.
b. Jelaskan karakteristik dari kebutuhan pelayanan kesehatan yang telah diidentifikasi, diagnosis
medik, dan rekomendasi tindakan dan medikasi.

c. Dapatkan respon terhadap terhadap rencana asuhan keperawatan.


d. Modifikasi rencana berdasarkan umpan balik pasien.
Diagnosa keperawatan
Koping individu tidak efektif berhubungan dengan keinginan bunuh diri sebagai pemecahan masalah
Tujuan Jangka Panjang
Klien menggunakan koping konstruktif dalam pemecahan masalah.
Tujuan Jangka Pendek:
1) Klien dapat mengungkapkan perasaannya
2) Klien belajar pendekatan pemecahan masalah
3) Klien menggunakan koping yang konstruktif
Intervensi:
a) Dengarkan dengan penuh perhatian dan serius pada semua pembicaraan tentang bunuh diri
b) Jangan bicara diluar bunuh diri
c) Pakai pendekatan pemecahan masalah untuk memecahkan keinginan bunuh diri:
d) Dorong klien meneliti alasan untuk hidup dan untuk mati
e) Dorong klien menguraikan tujuan yang ingin dicapai
f) Mengingatkan bahwa bunuh diri hanya satu dari banyak alternatif
g) Diskusikan kemungkinan akibat dari bunuh diri
h) Diskusikan kemungkinan hasil dari alternatif lain
i) Kuatkan koping klien yang sehat
j) Bantu klien mengenali koping yang maladaptif
k) Identifikasi alternatif koping yang lain.
l) Beri pujian atau pengakuan atas perilaku koping yang sehat.
Diagnosa Keperawatan
Gangguan konsep diri berhubungan dengan kegagalan
Tujuan jangka panjang
Klien dapat menerima dirinya dan mempunyai harga diri
Tujuan jangka pendek
1) Mengungkapkan perasaannya
2) Mengidentifikasi hal positif dari dirinya
3) Mendemonstrasikan kemampuannya
Intervensi:
a) Terima klien seadanya
b) Perlihatkan sikap yang memperhatikan
c) Dorong untuk mengungkapkan perasaan
d) Tekankan dan refleksikan hal positif yang dimiliki (pekerjaan, keluarga, hasil yang dicapai)
e) Dorong untuk melakukan pekerjaan yang disukai dan dapat ia lakukan
f) Beri pujian pada pencapaian dan hindari tindakan perilaku yang negatif.
Semarang, Nopember 2010
Pembimbing Praktikan,
___________________ Arifin Dwi Atmaja, S,Kep

DAFTAR PUSTAKA
1. Keliat, Budi Anna (1991) Tingkah Laku Bunuh Diri, cetakan I, Jakarta: Arcan

2. Stuart and Laraia (2001) Principle and Practice of Psychiatric Nursing, seventh edition, Mosby, A
Harcourt Health Science Company.

3. Stuart, Gail Wiscarz (1998) Buku saku Keperawatan Jiwa, alih bahasa, Achir Yani S. Hamid, edisi-3,
Jakarta:EGC

LAPORAN PENDAHULUAN

A. MASALAH UTAMA
Gangguan alam perasaan: mania.

B. PROSES TERJADINYA MASALAH

Mania adalah gangguan afek yang ditandai dengan kegembiraan yang luar biasa dan disertai dengan
hiperaktivitas, agitasi serta jalan pikiran dan bicara yang cepat dan kadangkadang sebagai pikiran yang
meloncat-loncat (flight of ideas).

Pada dasarnya pasien mania sama dengan pasien depresif yang merasa tidak berharga dan tidak
berguna. Karena tidak dapat menerima perasaan ini, mereka menyangkalnya dan mengakibatkan
timbulnya kecemasan. Pasien memperlihatkan sikap banyak bicara, banyak pikiran dan cepat berpindah
topiknya tetapi tidak dapat memusatkan pada satu topik. Meskipun mereka menunjukkan kegembiraan
yang berlebihan, sebenarnya pasien penuh dengan kebencian dan rasa permusuhan terutama terhadap
lingkungannya. Ia melontarkan perasaannya secara kasar dalam cetusan-cetusan yang pendek dan cepat
beralih ke topik yang lain.

Pada pasien depresif tampak menonjol perasaan bersalah dan kebutuhan akan hukuman atas tingkah
laku yang buruk, sedangkan pada pasien dengan mania rasa permusuhannya timbul, ia bertindak
seolah-olah mempunyai kekuasaan yang penuh dan tidak pernah membiarkan rasa bersalah menguasai
dirinya. Dari luar pasien tampak memiliki kepercayaan diri yang penuh dan membesarkan diri untuk
menutupi perasaan tidak berharga, yang pada dasarnya bersifat depresif.
Pasien membutuhkan cinta kasih dan perlindungan. Untuk mendapatkan ini pasien berusaha menguasai
orang lain agar memenuhi dan memberi kepuasan kepadanya. Karena kebutuhan ini tidak nampak
orang tidak melihatnya, bahkan menolak karena sikapnya yang mengganggu orang lain. Penolakan ini
menimbulkan kecemasannya bertambah yang mengakibatkan gejala manianya lebih menonjol.

C. 1. POHON MASALAH

2. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


a. Masalah keperawatan:
1) Gangguan pola tidur dan istirahat: kurang tidur.
2) Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan.
3) Gangguan komunikasi: verbal.
4) Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
5) Defisit perawatan diri.
6) Gangguan alam perasaan: mania.
7) Koping maladaptif.
b. Data yang perlu dikaji:
1) Data subyektif:

Banyak bicara, kadang waham besar, pembicaraan mudah beralih topik (flight of ideas), menghasut, tak
punya rasa malu / bersalah.

2) Data obyektif:

Ekspresi wajah tegang, riang berlebihan, kurang memperhatikan makan dan minum, kurang istirahat /
tidur, tidak bertanggungjawab, mudah tersinggung / terangsang, tidak tahan kritik, aktivitas motorik
meningkat, berdandan aneh dan berlebihan, menantang bahaya, kacau, kebersihan diri kurang.

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan mania.
2. Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
mania.
3. Gangguan komunikasi: verbal berhubungan dengan mania.
4. Gangguan pola tidur dan istirahat: kurang tidur berhubungan dengan mania.
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan mania.
6. Gangguan alam perasaan: depresi berhubungan dengan koping maladaptif.

E. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


1. Tujuan umum: sesuai masalah (problem).
2. Tujuan khusus
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:

1) Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, memperkenalkan diri, jelaskan tujuan interaksi,
ciptakan lingkungan yang tenang, buat kesepakatan / janji dengan jelas tentang topik, tempat, waktu.

2) Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.


3) Bicara dengan tegas, jelas, singkat dan bersahabat.
b. Klien dapat mengungkapkan perasaannya
Tindakan:
1) Beri kesempatan klien unutk mengungkapkan perasaannya.
2) Beri kesempatan klien mengitarakan keinginan dan pikirannya dengan teknik focusing.
3) Bicarakan hal-hal yang nyata dengan klien.
c. Klien dapat menggunakan koping adaptif
Tindakan:
1) Tanyakan kepada pasien cara yang biasa dilakukan mengatasi perasaan kesal, marah, dan tak
menyenangkan.
2) Bicarakan kerugian cara yang telah digunakan.
3) Jelaskan tentang batas tingkah laku yang wajar.
4) Bantu klien menemukan cara lain yang lebih posistif.
5) Beri dorongan kepada pasien untuk memilih koping yang paling tepat dan dapat diterima.
6) Beri dorongan kepada pasien untuk mencoba koping yang telah dipilih
7) Anjurkan pasien untuk mencoba alternatif lain dalam menyelesaikan masalah.
d. Klien terlindung dari perilaku mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Tindakan:
1) Tempatkan klien di ruang yang tenang, tidak banyak rangsangan, tidak banyak peralatan.

2) Jauhkan dan simpan alat-alat yang dapat digunakan oleh pasien untuk mencederai dirinya,orang
lain dan lingkungan, ditempat yang aman dan terkunci.

3) Temani klien jika nampak tanda-tanda marah / agresif.


4) Lakukan pengekangan fisik jika klien tidak dapat mengontrol perilakunya.
e. Klien dapat melakukan kegiatan terarah
Tindakan:
1) Anjurkan klien untuk melakukan kegiatan motorik yang terarah, misal: menyapu, joging dll.
2) Beri kegiatan individual sederhana yang dapat dilaksanakan dengan baik oleh klien.
3) Berikan kegiatan yang tidak memerlukan kompetisi.
4) Bantu klien dalam melaksanakan kegiatan.
5) Beri reinforcement positif atas keberhasilan pasien.
f. Klien terpenuhi kebutuhan nutrisinya
Tindakan:
1) Diskusikan tentang manfaat makan dan minum bagi kesehatan.
2) Ajak klien makan makanan yang telah disediakan, temani selama makan.
3) Ingatkan klien untuk minum ½ jam sekali sebanyak 100 cc.
4) Sediakan makanan TKTP, mudah dicerna.
g. Klien terpenuhi kebutuhan tidur dan istirahatnya
Tindakan:
1) Diskusikan pentingnya istirahat bagi kesehatan.
2) Anjurkan klien untuk tidur pada jam-jam istirahat.
3) Sediakan lingkungan yang mendukung: tenang, lampu redup dll.
h. Klien terpenuhi kebersihan dirinya
Tindakan:
1) Diskusikan manfaat kebersihan diri bagi kesehatan.
2) Bimbing dalam kebersihan diri (mandi, keramas, gosok gigi).
3) Bimbing pasien berhias.
4) Beri pujian bila klien berhias secara wajar.
i. Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat
Tindakan:
1) Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum obat).
2) Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar pasien, obat, dosis, cara, waktu).
3) Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan.
4) Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar.
j. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
Tindakan:
1) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien.
2) Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
3) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
4) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
Semarang, Nopember 2010
Pembimbing Praktikan,

___________________ Arifin Dwi Atmaja, S,Kep

DAFTAR PUSTAKA

Towsend, M.C. (1998) Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri Untuk Pembuatan Rencana
Keperawatan, Jakarta: EGC
Stuart GW, Sundeen SJ. (1998) Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 3. Jakarta : EGC.
Stuart, G.W and Sundeen. (1995) Principle and practice of psychiatric nursing. 5thed. St Louis Mosby Year
Book.

Stuart. G.W and Laraia. Principle and practice of psychiatric nursing.7thed. St Louis. Mosby Year Book.
2001.

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Kasus (masalah utama)


Gangguan konsep diri: harga diri rendah

B. Proses Terjadinya Masalah

Harga diri merupakan penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisa
seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang
berakar dalam penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan, kekalahan dan
kegagalan, tetapi merasa sebagai seorang yang penting dan berharga.

Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk
hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan. (Budi Ana Keliat, 1999).

Harga diri rendah merupakan masalah bagi banyak orang dan diekspresikan melalui tingkat kecemasan
yang sedang sampai berat. Umumnya disertai oleh evaluasi diri yang negative membenci diri sendiri dan
menolak diri sendiri. Gangguan harga diri atau harga diri rendah dapat terjadi secara :

1. Situasional
Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misal harus operasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus
hubungan kerja dll. Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena privacy yang kurang
diperhatikan : pemeriksaan fisik yang sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan (pemasangan
kateter, pemeriksaan perianal, dll), harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai
karena dirawat/sakit/penyakit, perlakuan petugas yang tidak menghargai.

2. Kronik

Yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu sebelum sakit/dirawat. Klien
mempunyai cara berfikir yang negatif. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif
terhadap dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respons yang maladaptif. Kondisi ini dapat ditemukan pada
klien gangguan fisik yang kronis atau pada klien gangguan jiwa.

Faktor predisposisi yang mempengaruhi perubahan harga diri meliputi; penolakan orang tua, harapan
orang tua yang tidak realistik, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab
personal, ketergantungan pada orang lain, ideal diri yang tidak realistik.
1. Pohon Masalah

Pohon masalah pada gangguan konsep diri harga diri rendah adalah sebagai berikut:

Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji


1. Masalah keperawatan
a. Isolasi sosial : menarik diri
b. Keputusasaan
c. Perilaku kekerasan
d. Perubahan penampilan peran
e. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
2. Data yang perlu dikaji
a. Data Subjektif

Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri,
mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri, destruktif yang diarahkan pada orang lain,
gangguan dalam berhubungan, rasa diri penting yang berlebihan, perasaan tidak mampu, rasa bersalah,
mudah tersinggung atau marah berlebihan, perasaan negatif mengenai dirinya sendiri, ketegangan
peran yang dirasakan, penolakan terhadap kemampuan personal, penurunan produktivitas, khawatir,
penyalahgunaan zat.

b. Data Objektif

Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai
diri/ingin mengakhiri hidup.

1. Diagnosa Keperawatan

1. Perubahan penampilan peran berhubungan dengan harga diri rendah.


2. Keputusasaan berhubungan dengan harga diri rendah
3. Isolasi sosial menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
4. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah.
5. Gangguan harga diri rendah berhubungan dengan gangguan citra tubuh
6. Gangguan harga diri rendah berhubungan dengan ideal diri tidak realistic.

2. Rencana Tindakan Keperawatan

1. Diagnosa keperawatan: Isolasi sosial menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.

a. Tujuan umum
Kien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal.
b. Tujuan khusus
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Bina hubungan saling percaya dengan menerapkan prinsip komunikasi terapeutik:
a) Sapa klien dengan ramah secara verbal dan nonverbal
b) Perkenalkan diri dengan sopan
c) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
d) Jelaskan tujuan pertemuan
e) Jujur dan menepati janji
f) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g) Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
2) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
b) Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien.
c) Utamakan memberi pujian yang realistik.
3) Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
a) Diskusikan kemampuan yang masih dapat dilakukan.
b) Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.
4) Klien dapat merencanakn kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
a) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari.
b) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
c) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien lakukan.
5) Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kemampuannya.
a) Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
b) Diskusikan pelaksanaan kegiatan dirumah
6) Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
a) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara mearwat klien dengan harag diri rendah.
b) Bantu keluarga memberiakn dukungan selama klien dirawat.
c) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan rumah.
c. Hasil yang diharapkan
1) Klien mengungkapkan perasaannya terhadap penyakit yang diderita.
2) Klien menyebutkan aspek positif dan kemampuan dirinya (fisik, intelektual, sistem pendukung).
3) Klien berperan serta dalam perawatan dirinya.
4) Percaya diri klien menetapkan keinginan atau tujuan yang realistik.

1. Diagnosa keperawatan: Gangguan konsep diri harga diri rendah berhubungan dengan gangguan
citra tubuh.

a. Tujuan umum
Klien menunjukkan peningkatan harga diri
b. Tujuan khusus
1) Klien dapat meningkatkan keterbukaan dan hubungan saling percaya.
a) Bina hubungan pearwat – klien yag terapeutik
b) Salam terapeutik
c) Komunikasi terbuka, jujur dan empati
d) Sediakan waktu untuk mendengarkan klien. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan klien
terhadap perubahan tubuh.
e) Lakukan kontrak untuk program asuhan keperawatan (pedidikan kesehatan, dukungan, konseling
dan rujukan)
2) Klien dapat mengidentifikasi perubahan citra tubuh..
a) Diskusikan perubahan struktur, bentuk atau fungsi tubuh
b) Observasi ekspresi klien pada saat diskusi
3) Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki (tubuh, intelektual, keluarga) oleh klien
diluar perubahan yang terjadi
b) Beri pujian atas aspek positif dan kemampuan yang masih dimiliki klien.
4) Klien dapat menerima realita perubahan struktur, bentuk atau fungsi tubuh.
a) Dorong klien untuk merawat diri dan berperan serta dalam asuhan klien secara bertahap
b) Libatkan klien dalam kelompok klien dengan masalah gangguan citra tubuh
c) Tingkat dukungan keluarga pada klien terutama pasangan.
5) Klien dapat menyususn rencana cara-cara menyelesaiakan masalah yang dihadapi.
a) Diskusikan cara-cara (booklet, leaflet sebagai sumber informasi) yang dapat dilakukan untuk
mengurangi dampak perubahan struktur, bentuk atau fungsi tubuh
b) Dorong klien memilih cara yang sesuai
6) Klien dapat melakukan tindakan pengembalian integritas tubuh.
a) Membantu klien mengurangi perubahan citra tubuh
b) Rehabilitasi bertahap bagi klien
c. Hasil yang diharapkan
1) Klien menerima perubahan tubuh yang terjadi
2) Klien memilih beberapa cara mengatasi perubahan yang terjadi
3) Klien adaptasi dengan cara-cara yang dipilih dan digunakan.

Semarang, Nopember 2010


Pembimbing Praktikan,
___________________ Arifin Dwi Atmaja, S,Kep
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B.A. (1994) Gangguan konsep Diri, Jakarta: EGC


Towsend, M.C. (1998) Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri Untuk Pembuatan Rencana
Keperawatan, Jakarta: EGC
Stuart GW, Sundeen SJ. (1998) Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 3. Jakarta : EGC.
Stuart, G.W and Sundeen. (1995) Principle and practice of psychiatric nursing. 5thed. St Louis Mosby Year
Book.

Stuart. G.W and Laraia. Principle and practice of psychiatric nursing.7thed. St Louis. Mosby Year Book.
2001.

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Masalah Utama:
Perubahan sensori perceptual : halusinasi

B. Proses Terjadinya Masalah

Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang
dapat meliputi semua sistem penginderaan di mana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh/baik.
Individu yang mengalami halusinasi seringkali beranggapan sumber atau penyebab halusinasi itu berasal
dari lingkungannya, padahal rangsangan primer dari halusinasi adalah kebutuhan perlindungan diri
secara psikologik terhadap kejadian traumatik sehubungan dengan rasa bersalah, rasa sepi, marah, rasa
takut ditinggalkan oleh orang yang dicintai, tidak dapat mengendalikan dorongan ego, pikiran dan
perasaannya sendiri.

Halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran dan hal ini merupakan gejala yang hampir tidak dijumpai
pada keadaan lain.

Secara umum dapat dikatakan segala sesuatu yang mengancam harga diri (self esteem) dan keutuhan
keluarga dapat merupakan penyebab terjadinya halusinasi. Ancaman terhadap harga diri dan keutuhan
keluarga meningkatkan kecemasan. Gejala dengan meningkatnya kecemasan, kemampuan untuk
memisahkan dan mengatur persepsi, mengenal perbedaan antara apa yang dipikirkan dengan perasaan
sendiri menurun, sehingga segala sesuatu diartikan berbeda dan proses rasionalisasi tidak efektif lagi.
Hal ini mengakibatkan lebih sukar lagi membedakan mana rangsangan yang berasal dari pikirannya
sendiri dan mana yang dari lingkungannya.

Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk terpaku dengan pandangan
mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang
orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien
sendiri tentang halusinasi yang dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau dirasakan).

C. 1. Pohon Masalah

2. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji


Perubahan sensori perseptual: halusinasi
a. Data Subyektif :
1) Mendengar suara bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata
2) Melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
3) Mencium bau tanpa stimulus
4) Merasa makan sesuatu
5) Merasa ada sesuatu pada kulitnya
6) Takut pada suara/bunyi/gambaran yang didengar
7) Ingin memukul/melempar barang – barang

b. Data Obyektif :
1) Berbicara dan tertawa sendirl
2) Bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
3) Berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
4) Disorientasi

D. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi
b. Perubahan sensori perceptual : halusinasi berhubungan dengan menarik diri

E. Rencana Tindakan
1. Tujuan Umum
Klien tidak mencederai diri, orang lain dan lingkungan.

2. Tujuan Khusus
a. Membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1) Salam terapeutik - perkenalkan diri - jelaskan tujuan – ciptakan lingkungan yang tenang - buat
kontrak yang jelas (waktu, tempat, topik)
2) Beri kesempatan mengungkapkan perasaan
3) Empati
4) Ajak membicarakan hal - hal nyata yang ada di lingkungan

b. Klien dapat mengenal halusinasinya


Tindakan :
1) Kontak sering dan singkat
2) Observasi tingkah laku yang terkait dengan halusinasi (verbal dan non verbal)
3) Bantu mengenal halusinasinya dengan menanyakan apakah ada suara yang didengar - apa yang
dikatakan oleh suara itu Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu, tetapi perawat
tidak mendengamya. Katakan bahwa perawat akan membantu.
4) Diskusi tentang situasi yang menimbulkan halusinasi, waktu, frekuensi teriadinya halusinasi serta
apa yang dirasakan jika teriadi halusinasi
5) Dorong untuk mengungkapkan perasaannya ketika halusinasi muncul

c. Klien dapat mengontrol halusinasinya


Tindakan :
1) Identifikasi bersama tentang cara tindakan jika terjadi halusinasi
2) Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien dan cara baru untuk mengontrol halusinasinya
3) Bantu memilih dan melatih cara memutus halusinasi : bicara dengan orang lain bila muncul
halusinasi, melakukan kegiatan, mengatakan pada suara tersebut “saya tidak mau dengar!”
4) Tanyakan hasil upaya yang telah dipilih / dilakukan
5) Beri kesempatan melakukan cara yang telah dipilih dan beri pujian jika berhasil

d. Klien dapat dukungan dari keluarga


Tindakan :
1) Beri pendidikan kesehatan pada pertemuan keluarga tentang gejala, cara memutus halusinasi, cara
merawat, informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan
2) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

e. Klien dapat menggunakan obat dengan benar


Tindakan :
1) Diskusikan tentang dosis, nama, frekuensi, efek dan efek samping minum obat
2) Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama, pasien, obat, dosis, cara dan waktu)
3) Anjurkan membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan
4) Beri reinforcement positif bila klien minum obat yang benar

Semarang, Nopember 2010


Pembimbing
Praktikan,

__________ Arifin Dwi


Atmaja, S,Kep

DAFTAR PUSTAKA

Azis R, dkk. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang : RSJD Dr. Amino Gondoutomo. 2003
Boyd MA, Hihart MA. Psychiatric nursing : contemporary practice. Philadelphia : Lipincott-Raven
Publisher. 1998
Keliat BA. Proses kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC. 1999
Stuart GW, Sundeen SJ. Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 3. Jakarta : EGC. 1998
Tim Direktorat Keswa. Standar asuhan keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1. Bandung : RSJP Bandung.
2000

Anda mungkin juga menyukai