Anda di halaman 1dari 5

2.1.4.

Manifestasi Klinis

Gejala utama TB paru adalah batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa sputum, malaise,
gejala flu, demam derajat rendah, nyeri dada, dan batuk darah.

Pasien TB Paru menampakkan gejala klinis, yaitu :

a. Tahap asimtomatis.
b. Gejala TB Paru yang khas, kemudian stagnasi dan regresi.
c. Eksaserbasi yang memburuk
d. Gejala berulang dan menjadi kronik.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda :

a. Tanda-tanda infiltrate (redup, bronchial, ronki basah, dan lain-lain)


b. Tanda-tanda penarikkan paru, diafragma, dan mediatinum.
c. Secret di saluran napas dan ronkhi.
d. Suara napas amforik karena adanya kavitas yang berhubungan langsung dengan
bronkus.

2.1.5. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Rontgen Thoraks sangat berguna untuk mengevaluasi hasil pengobatan dan
ini tergantung pada tipe keterlibatan dan kerentanan bakteri tuberkel terhadap OAT,
apakah sama baiknya dengan respon dari klien. Penyembuhan yang lengkap sering kali
yang terjadi di beberapa area dan ini adalah observasi yang dapat terjadi pada
penyembuhan yang lengkap.
b. CT scan atau MRI memperlihatkan adanya gangguan meluasnya kerusakan paru.
c. Radiologis TB Paru Milier

Pemeriksaan Laboratorium

Diagnostic terbaik dari penyakit TB diperoleh dengan pemeriksaan mikrobiologi melalui


isolasi bakteri. Bahan pemeriksaan untuk isolasi Mycobacterium Tuberculosis berupa :

a. Sputum, diambil pada pagi hari / sputum yang baru keluar.


b. Urine. Urine pertama di pagi hari
c. Cairan kumbah lambung. Pemeriksaan ini digunakan jika klien tidak dapat mengeluarkan
sputum.
d. Bahan-bahan lain, misalnya pus.
2.1.6. Penatalaksanaan

Zain (2001) membagi penatalaksanaan tuberculosis paru menjadi tiga bagian yaitu
pencegahan, pengobatan, dan penemuan penderita (active case finding).

Pencegahan TB Paru

1. Pemeriksaan kontak yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan
penderita TB BTA positif. Pemeriksaan meliputi : tes tuberculin, klinis, dan radiologis.
Bila tes tuberculin positif maka pemeriksaan radiologis foto thoraks diulang pada 6 dan 12
bulan mendatang. Bila masih negative diberikan BCG vaksinasi.
2. Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan terhadap kelompok-kelompok populasi tertentu,
misal : penghuni rumah tahanan, petugas kesehatan, siswa-sisiwi pesantren.
3. Vaksinasi BCG
4. Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan dengan tujuan
menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit.
5. Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberculosis kepada
masyarakat di tingkat puskesmas maupun di tingkat rumah sakit.

Pengobatan Tuberkulosis Paru

Berikut penatalaksanaan pengobatan tuberkulosisi. Mekanisme Kerja Obat anti-Tuberkulosis


(OAT).

a. Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat


 Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan Streptomisin (S).
 Intraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan Isoniazid (INH).
b. Aktivitas sterilisasi, terhadap the persisters (bakteri semidormant).
 Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan Isoniazid (INH).
 Intraseluler, untuk slowly growing bacilli digunakan Rifampisin dan Isoniazid.
Untuk very slowly growing bacilli, digunakan Pirazinamid (Z).
c. Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas bakteriostatis terhadap
bakteri terhadap asam.
 Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Etambutol (E), asam pra amino
salisilik (PAS), dan sikloserine.
 Intraseluler, kemungkinan masih dapat dimusnahkan oleh Isoniazid dalam keadaan
telah terjadi resistensi sekunder.

Pengobatan TB terbagi dalam dua fase yaitu fase intensif ( 2-3 bulan ) dan fase lanjutan ( 4-7
bulan ). Paduan obat yang digunakan terdiri atas obat utama dan obat tambahan. Jenis obat
utama yang digunakan sesuai rekomendasi WHO adalah Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid,
Streptomisin, dan Etambutol. (Depkes RI, 2004).

Disamping itu, perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal dengan
Directly Observed Treatment Short Course (DOTSC). Lima komponen DOTSC yang
direkomendasikan WHO yaitu :
1. Adanya komitmen politis berupa dukungan para pengambil keputusan dalam
penanggulangan TB.
2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan sputum secara makroskopik langsung, dan
pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur.
3. Pengobatan TB dengan panduan OAT jangka pendek di bawah pengawasan langsung
oleh PMO, khususnya dalam dua bulan pertama di mana penderita harus minum obat
setiap hari.
4. Kesinambungan ketersediaan panduan OAT jangka pendek yang cukup.
5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.

Penemuan penderita. Terdapat empat kategori yaitu : kategori I,II,III, dan IV. Kategori ini
didasarkan pada urutan kebutuhan pengobatan.

2.2. Teoritis Keperawatan

2.2.1. Fokus Pengkajian Keperawatan

Anamnese

A. Biodata

Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat tinggal (alamat),
pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan satitasi kesehatan yang
kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan
penderita TB patu yang lain. (dr. Hendrawan Nodesul, 1996)

B. Keluhan Utama

· Keluhan Respiratorik, meliputi batuk, batuk darah, sesak napas, nyeri dada.

· Keluhan sistemis, meliputi demam, hilang timbul, dan keluahn sistemis lainnya seperti
anoreksia, penurunan BB, malaise, dan keringat malam.

C. Riwayat penyakit sekarang

Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di rasakan saat ini.
Dengan adanya batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu badan
meningkat mendorong penderita untuk mencari pengonbatan. Perlu juga ditanyakan mulai
kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau
menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.

D. Riwayat Penyakit dahulu

Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya klien pernah
menderita TB Paru, keluhan batuk lama pada masa kecil, pembesaran getah bening, dan
penyakit lain yang memperberat TB seperti diabetes mellitus.
E. Riwayat Penyakit Keluarga

Secara patologi TB Paru tidak diturunkan, tapi hal ini perlu ditanyakan sebagai factor
predisposisi penularan di dalam rumah

F. Pemeriksaan

a. Pemeriksaan Umum

Klien dengan TB paru biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh secara signifikan,
frekuensi napas meningkat apabila disertai sesak, denyut nadi meningkat, hipertensi.

b. Pemeriksaan Fisik

B1 (Breathing)

1. Inspeksi :

Bentuk dada dan gerakan pernapasan. Adanya penurunan proporsi diameter bentuk dada
antero-posterior dibandingkan proporsi diameter lateral. Gerakan pernapasan tidak simetris,
sehingga terlihat pada sisi sakit pergerakan dadanya tertinggal. Batuk dan sputum.

2. Palpasi : palpasi trachea dan gerakan dinding thoraks anterior / ekskrusi pernapasan.

3. Perkusi : terdapat bunyi sonor pada seluruh lapang paru.

4. Auskultasi : terdapat bunyi tambahan ronkhi.

B2 (Blood)

1. Inspeksi : inspeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan fisik.

2. Palpasi : denyut nadi perifer melemah.

3. Perkusi : batas jantung mengalami pergeseran.

4. Auskultasi : TD normal, tidak terdapat bunyi jantung tambahan.

B3 (Brain)

Kesadaran compos mentis.

B4 (Bladder)

Dibiasakan dengan urine yang berwarna jingga pekat dan berbau yang menandakan fungsi
ginjBal masih normal sebagai ekskresi karena minum OAT.

B5 (Bowel)

Biasanya mengalami mual, muntah, anoreksia, penurunan BB.

B6 (Bone)
Gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup menetap, dan
jadwal olahraga tidak teratur.

2.2.2. Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d secret kental dan mengandung
nanah, Fatigue, kemampuan batuk kurang, edema trachea/faring
2. Ketidakefektifan pola pernapasan b/d menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap
penumpukkan cairan dalam rongga pleura.
3. Gangguan pertukaran gas b/d penurunan jaringan efektif paru, atelektasis, kerusakan
membrane alveolar-kapiler, dan edema bronchial.
4. Ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b/d perasaan mual, batuk
produktif.
5. Risiko penyebaran infeksi b/d tidak adekuatnya mekanisme pertahanan diri, kerusakan
jaringan, malnutrisi, paparan lingkungan, kurangnya pengetahuan untuk mencegah
paparan kuman pathogen.
6. Risiko gangguan harga diri b/d image negative tentang penyakit, perasaan malu.
7. Kurangnya pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan b/d kurangnya informasi
tentang proses dan penatalaksanaan perawatan di rumah.

Anda mungkin juga menyukai