Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN RESMI INSTRUMENTASI KIMIA

MATERI :
PENENTUAN KADAR BESI DALAM SAMPEL KENTANG
MENGGUNAKAN SPEKTROMETRI SERAPAN ATOM
(SSA)

Disusun Oleh :

Nama : Cindy Anggrilita

NIM : 011500403

Jurusan : Teknokimia Nuklir

Kelompok : A5

Rekan Kerja : 1. Mamluatul Faizah

2. Muhammad Rifqi Kurniawan

3. Okto Nugroho

Asisten : Novita Wiwoho, S.ST

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUKLIR

BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL

YOGYAKARTA

2016
PENENTUAN KADAR BESI DALAM SAMPEL KENTANG
MENGGUNAKAN SPEKTROMETRI SERAPAN ATOM
(SSA)

I. TUJUAN
Praktikum “Penentuan kadar besi dalam sampel kentang dengan menggunakan
Spektrometri Serapan Atom (SSA)” ini bertujuan untuk :
a. Mengetahui prinsip kerja Spektrometri Serapan Atom (SSA).
b. Menentukan kadar besi dalam cuplikan sampel kentang.

II. TANGGAL PELAKSANAAN


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu, 05 Oktober 2016

III. DASAR TEORI


3.1. Pendahuluan
Spektrometri merupakan suatu metode analisis kuantitatif yang pengukurannya
berdasarkan banyaknya radiasi yang dihasilkan atau yang diserap oleh spesi atom atau
molekul analit
Spektrometri atomik adalah metode pengukuran spektrum yang berkaitan
dengan serapan dan emisi atom. Bila suatu molekul mempunyai bentuk spektra
pita, maka suatu atom mempunyai spektra garis. Atom-atom yang terlibat dalam
metode pengukuran spektometri atomik haruslah atom-atom bebas yang garis
spektranya dapat diamati. Pengamatan garis spektra yang spesifik ini dapat digunakan
untuk analisis unsur baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Absorpsi (serapan) atom adalah suatu proses absorbsi bagian radiasi oleh
atom-atom bebas pada λ tertentu dari atom itu sendiri. Karena absorbansi sebanding
dengan konsentrasi suatu analit, maka metode ini dapat digunakan untuk sistem
pengukuran atau analisis kuantitatif.

Apabila cahaya dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan pada suatu sel
yang mengandung atom-atom bebas yang bersangkutan maka sebagian cahaya tersebut
akan diserap dan intensitas penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom
bebas logam yang berada dalam sel. Hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi
diturunkan dari:

a. Hukum Lambert : Bila suatu sumber sinar monokromatik melewati


medium transparan, maka intensitas sinar yang diteruskan berkurang
dengan bertambahnya ketebalan medium yang mengabsorpsi.
b. Hukum Beer : Intensitas sinar yang diteruskan berkurang secara
eksponensial dengan bertambahnya konsentrasi spesi yang menyerap
sinar tersebut.

3.2. Spektrometri Serapan Atom (SSA)


Spektrometri serapan atom (SSA) dalam kimia analitik merupakan suatu teknik
untuk menentukan konsentrasi unsur (biasanya sampel senyawa logam) tertentu
dalam suatu sampel. Teknik pengukuran ini dapat digunakan untuk menganalisis
konsentrasi lebih dari 62 jenis unsur logam.

Spektrometri Serapan Atom (SSA) merupakan metode analisis unsur secara


kuantitatif yang pengukurannya berdasarkan penyerapan cahaya dengan panjang
gelombang tertentu oleh atom logam dalam keadaan bebas. (Skoog et. al., 2000)
Teknik SSA dikembangkan oleh satu tim peneliti kimia Autralia pada tahun
1950-an yang dipimpin oleh Alan Walsh, di CSIRO (Commonwealth Science and
Industry Research Organisation) bagian kimia fisik, di Melbourne Australia.
Dengan teknik SSA ini unsur-unsur dalam sampel dapat diidentifikasi dengan
sensitif. Limit deteksi pada teknik pengukuran ini dapat mencapai < 1 μg/g (1
ppm) bila menggunakan teknik nyala biasa. Bila menggunakan prosedur SSA yang
lebih canggih dapat dicapai limit deteksi sampai 0,01 ppm. (Prihatiningsih, C, M.
2010).
Pada alat SSA terdapat dua bagian utama yaitu suatu sel atom yang
menghasilkan atom-atom gas bebas dalam keadaaan dasarnya dan suatu sistem optik
untuk pengukuran sinyal. Suatu skema umum dari alat SSA adalah sebagai berikut:
Gambar 1. Skema Umum Komponen pada Alat SSA (sumber: Haswel, 1991)

Dalam metode SSA, sebagaimana dalam metode spektrometri atomik yang lain,
contoh harus diubah ke dalam bentuk uap atom. Proses pengubahan ini dikenal dengan
istilah atomisasi, pada proses ini contoh diuapkan dan didekomposisi untuk membentuk
atom dalam bentuk uap.

Secara umum pembentukan atom bebas dalam keadaan gas melalui tahapan-
tahapan sebagai berikut :

a. Pengisatan pelarut, pada tahap ini pelarut akan teruapkan


dan meninggalkan residu padat.
b. Penguapan zat padat, zat padat ini terdisosiasi menjadi
atom-atom penyusunnya yang mula-mula akan berada
dalam keadaan dasar.
c. Beberapa atom akan mengalami eksitasi ke tingkatan
energi yang lebih tinggi dan akan mencapai kondisi
dimana atom-atom tersebut mampu memancarkan energi.

3.3. Prinsip Dasar Spektrometri Serapan Atom (SSA)


Sampel atau larutan sampel diatomisasi dengan cara dibakar dalam suatu
nyala atau dipanaskan dalam suatu tabung khusus (mis. tungku api) atau dalam alat
pengatom plasma. Atom-atom dalam sampel itu berada pada tingkat energi diskrit
yang ditempati elektron, seperti pada Gambar 1. Tingkat energi biasanya dinamai
dengan E0 bila berapa pada keadaan dasar (ground state level) sampai E1, E2 sampai
E∞. Atom yang tidak tereksitasi, berada dalam keadaan dasar (ground state).

Gambar 2. Diagram Tingkat Energi Elektronik

Dalam keadaan tereksitasi, satu atau lebih elektron dari suatu atom dapat
berpindah ke tingkat energi yang lebih tinggi dengan cara absorbsi energi oleh atom itu
(Gambar 2).

Gambar 3. Diagram Peristiwa Absorpsi Radiasi

Energi eksternal dalam SSA dapat disuplai oleh foton atau dengan peristiwa
tabrakan yang disebabkan oleh panas. Dengan peristiwa itu, elektron terluar
akan menjauhi inti, paling tidak ke tingkat energi pertama atau E1. Energi yang
dibutuhkan itu setara dengan selisih energi tingkat satu dengan energi dasar.

E = E 1 – E0 (1)
Energi yang dibutuhkan untuk transisi elektron itu dapat dipenuhi oleh foton
atau radiasi yang setara dengan:

E = hν (2)

Dengan h = tetapan Planck dan ν = frekuensi. Bila dikaitkan dengan panjang


gelombang (λ) dan c = kecepatan cahayapada keadaan vakum, maka :

hc
 (3)
E
hc
 (4)
E1  E 0

Atom-atom dari sampel akan dilepaskan membentuk suatu kabut dalam


nyala atau tabung khusus itu. Untuk beberapa peristiwa eksitasi mis. pada UV atau
sinar-X spektrometri selisih energi (energi gap) E1-E0 sangat lebar, berkisar 100-900
nm. Dalam SSA selisih energi (energi gap) E1-E0 cukup sempit karena hanya bagian
elektron terluar yang tereksitasi, disebabkan oleh pengendalian suhu yang cermat. Bila
suhu terlampau tinggi sebagian atom akan terionisasi.
Atom-atom dalam kabut tersebut bergerak dengan kecepatan tinggi dan saling
bertabrakan, serta menyerap dalam kisaran λ yang sangat sempit. Sifat seperti
ini merupakan kelebihan teknik SSA, karena walaupun pada proses pembakaran
terjadi kabut dari berbagai atom, tapi hanya atom tertentu yang dapat menyerap
sumber energi atau foton. Hal ini menunjukkan sifat selektif dari teknik SSA.
(Prihatiningsih, C, M. 2010)

3.4. Sel Atom

Terdapat dua tahap utama yang terjadi dalam sel atom pada alat SSA dengan
sistem atomisasi nyala. Pertama, tahap nebulisasi untuk menghasilkan suatu bentuk
aerosol yang halus dari larutan contoh. Kedua, disosiasi analit menjadi atom-atom bebas
dalam keadaan gas.
Berdasarkan sumber panas yang digunakan maka terdapat dua metode atomisasi
yang dapat digunakan dalam spektrometri serapan atom :

a. Atomisasi menggunakan nyala.


b. tanpa nyala (flameless atomization).
Pada atomisasi menggunakan nyala, digunakan gas pembakar untuk memperoleh
energi kalor sehingga didapatkan atom bebas dalam keadaan gas. Sedangkan pada
atomisasi tanpa nyala digunakan energi listrik seperti pada atomisasi tungku grafit
(grafit furnace atomization).

Diperlukan nyala dengan suhu tinggi yang akan menghasilkan atom bebas.
Untuk alat SSA dengan sistem atomisasi nyala digunakan campuran gas asetilen-udara
atau campuran asetilen-N2O.

Pemilihan oksidan bergantung kepada suhu nyala dan komposisi yang


diperlukan untuk pembentukan atom bebas.

3.5. Instrumen Spektrometri Serapan Atom


Suatu spektrometer serapan atom terdiri atas beberapa komponen yang mirip
seperti spektrofotometer biasa, jadi mengandung: sumber radiasi, monokromator,
tempat sampel (dalam hal ini nyala), detector dan indikator penguatan (amplifier),
seperti pada Gambar 3 dan Gambar 4.

Gambar 4. Bagan Spektrometer Serapan Atom


Gambar 5. Bagian-bagian SSA

1. Sumber Radiasi
Sumber radiasi biasanya adalah lampu dari logam yang sama dengan unsur yang
akan ditentukan. Selain lampu, sistem pembakar nyala api tempat sampel disemprotkan
juga merupakan sumber radiasi. Nyala dari pembakan ini mengeluarkan spektrum
kontinu sebagai akibat eksitasi mokuler dari molekul zat pembakar dan suatu spektrum
garis dari atom sampel, yang telah kembali ke keadaan dasar dari keadaan tereksitasi.
Spektrum garis ini mempunyai panjang gelombang yang dipakai untuk pengukuran.
Sumber radiasi lain yang biasa digunakan dalam SSA adalah sumber radiasi
spektrum garis. Dua jenis lampu yang dapat menghasilkan spektrum garis adalah
lampu katode berongga (Gambar 5) atau hollow cathode lamp (HCL) dan electrodeless
deuterium lamp (EDL).

Gambar 6. Lampu Katoda Berongga

(Prihatiningsih, C, M. 2010)
2. Chopper (modulator)
Bagian ini mempunyai fungsi memodulasi sumber radiasi kontinyu yang
berasal dari nyala (Gambar 6). Bila modulator itu ditempatkan di antara nyala dan
sumber radiasi, detektor akan menerima dua macam sinyal: radiasi yang dimodulasi dan
sumber radiasi yang kontinu dari nyala. Kedua sinyal itu dapat dipisahkan oleh sistem
elektronik, sehingga hanya radiasi yang dimodulasi yang diukur (Keenan,
Kleinfelter, Wood.1980).

Gambar 7. SistemModulasi Radiasi oleh Chopper

3. Atomizer
Atomizer adalah bagian instrumen SSA yang berfungsi membuat analit
menjadi atom-atom bebas dengan memecah ikatan kimia larutan sampel terlebih
dahulu. Untuk memecah ikatan molekul dan mengubah menjadi atom bebas, suatu
atomizer harus memberikan energi yang cukup. Seberapa efisien dan seberapa
banyak atom bebas terbentuk, tergantung pada jenis ikatan kimia molekul sampel.
Dalam proses atomisasi ion-ion analit harus terdisosiasi menjadi atom. Dalam
SSA ada beberapa jenis atomizer, seperti atomizer nyala, tungku grafit, dan sistem
pembangkit hidrid (Underwood, A.L, dkk. 1999).
4. Monokromator
Dalam SSA, monokromator yang digunakan adalah suatu holografik grating
resolusi tinggi. Fungsi monokromator ini adalah memisahkan garis spektrum dari
spektra emisi.
(http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/instrumen_analisis/spektrofotometri-
serapan-atom/spektrometer-serapan-atom/).

Gambar 8. SistemMonokromator Ebert

5. Detektor
Detektor yang biasanya digunakan dalam SSA adalah photomultiplier tube
(PMT) atau tabung pelipat ganda foton seperti yang ditunjukkan pada Gambar 8.

Gambar 9. Penampang PMT Dilihat dari Bagian Atas


Fungsi detektor adalah untuk mengubah respon spektrum menjadi sinyal yang
dapat diukur. Prinsip kerja PMT adalah: dalam PMT ada bagian diode-diode
pengubah. Diode-diode berikutnya mempunyai tegangan ~90V lebih positif, sehingga
menghasilkan penambahan elektron lebih cepat Bila suatu foton mengenai diode
pengubah pertama, akan dihasilkan suatu arus elektron yang proporsional dengan
intensitas foton. Elektron tersebut akan dilempar ke diode selanjutnya dilipatgandakan,
hal ini terjadi berulang-ulang (Keenan, Kleinfelter, Wood.1980).

6. Background Correction (Pengoreksi Latar)


Sebagai komponen tambahan, biasanya dalam SSA terdapat pengoreksi latar
atau Background Correction. Modulasi sinyal menggunakan chopper dapat
memberikan noise dan sinyal latar. Pengoreksi latar juga didasarkan atas spektrum
garis atomik yang sangat sempit, sementara garis molekuler sebagai latar sangat lebar
seperti pada Gambar 9.

Gambar 10. Spektrum Garis Atomik di antara Spektrum Molekuler

Untuk sistem koreksi latar ini ada beberapa pendekatan, yaitu dengan
menggunakan Lampu Deuterium (D2), Self Reversal Method, dan Sistem Zeeman
(Anshori, S.Si, Jamaludin Al. 2005).
IV. TATA KERJA
4.1. Alat dan Bahan
4.1.1. Bahan
a. Larutan sampel kentang
b. Aquadest
c. Larutan HNO3(pekat)
d. Larutan H2SO4(pekat)
e. Larutan HCL 0,1N
f. Larutan standar AAS{ (NH4)2Fe(SO4).6H2O}(1,5,10,15,20,25 ppm)

4.1.2. Alat
a. Seperangkat Alat SSA
b. Labu ukur
c. Beker teflon
d. Gelas arloji
e. Batang pengaduk
f. Corong
g. Botol plastik (wadah larutan yang telah siap diukur)

4.2. Langkah Kerja


4.2.1. Pembuatan Larutan Induk (NH4)2Fe(SO4)2.6H2O 1000 ppm
a. (NH4)2Fe(SO4)2.6H2O ditimbang sebanyak 0.70025 gram

( ) ( )
( ) ( )
( )

( ) ( )

( ) ( )
b. (NH4)2Fe(SO4)2.6H2O yang telah ditimbang dilarutkan dalam labu ukur 500
mL dan ditandabataskan dengan aquadest.

4.2.2. Pembuatan Larutan Standar


a. Larutan induk yang telah di buat di pipet sebanyak 10 mL dan diencerkan
dalam labu ukur 100 mL dan ditandabataskan dengan menggunakan
aquadest.
b. Larutan Fe (II) 100 ppm dimasukkan ke dalam buret.
c. Untuk larutan standar 1 ppm, 1 mL larutan Fe (II) 100 ppm dalam buret
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL.
d. Langkah (d ) diulangi untuk larutan standar 5 ppm; 10 ppm; 15 ppm; 20
ppm; 25 ppm dengan volume Fe (II) 100 ppm sebanyak :
Konsentrasi
0 1 5 10 15 20 25
(ppm)
Volume Fe
0 1 5 10 15 20 25
(II) (mL)

Masing- masing dilarutkan dalam labu takar 100 mL.

4.2.3. Proses Destruksi Kentang


a. Sampel kentang ditimbang sebanyak 3.0148 gram, kemudian dimasukkan ke
b. dalam beker teflon dan ditambahkan dengan H2SO4 pekat sebanyak 5 mL.
c. Beker teflon ditutup dengan kaca arloji kemudian dipanaskan diatas kompor
listrik dengan sangat hati-hati.
d. Setelah semua sampel kentang larut, HNO3 pekat diteteskan tetes demi tetes
sebanyak 7 mL kemudian larutan ditunggu sampai berubah warna menjadi
bening dan tidak ada yang mengendap serta baunya hilang, beker teflon
kemudian diangkat dari kompor listrik dan didinginkan.
e. Larutan kemudian diencerkan ke dalam labu takar 50 mL.
4.2.4. Pembuatan Larutan Sampel Tanpa Adisi
a. Sebanyak 1 mL larutan sampel dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL.
b. Ditandabataskan. (larutan 1)

4.2.5. Pembuatan Larutan Adisi Standar


a. 1 mL sampel Fe ditambahkan dengan 1 mL larutan standar 100 ppm
kemudian ditandabataskan dalam labu takar 50 mL. (larutan 2)

4.2.6. Analisis Sampel


a. Unit AAS diaktifkan kemudian dilakukan pengukuran absorbansi blanko.
b. Dilakukan pengukuran absorbansi untuk 6 variasi larutan standar.
c. Dilakukan pengukuran absorbansi larutan sampel.
d. Data yang diperoleh kemudian disimpan sesuai dengan nama kelompok.

4.2.7. Penggunaan Alat Spektrometri Serapan Atom


a. Pertama-tama gas di buka terlebih dahulu, kemudian kompresor, lalu
ducting, main unit, dan komputer secara berurutan.
b. Di buka program SAS (Spectrum Analyse Specialist), kemudian muncul
perintah ”apakah ingin mengganti lampu katoda, jika ingin mengganti klik
Yes dan jika tidak No.
c. Dipilih yes untuk masuk ke menu individual command, dimasukkan nomor
lampu katoda yang dipasang ke dalam kotak dialog, kemudian diklik setup,
kemudian soket lampu katoda akan berputar menuju posisi paling atas
supaya lampu katoda yang baru dapat diganti atau ditambahkan dengan
mudah.
d. Dipilih No jika tidak ingin mengganti lampu katoda yang baru.
e. Pada program SAS 3.0, dipilih menu select element and working mode.
Dipilih unsur yang akan dianalisis dengan mengklik langsung pada simbol
unsur yang diinginkan
f. Jika telah selesai klik ok, kemudian muncul tampilan condition settings.
Diatur parameter yang dianalisis dengan men-setting fuel flow :1,2 ;
measurement; concentration ; number of sample: 2 ; unit concentration :
ppm ; number of standard : 6 ; standard list : 1 ppm,5 ppm,10 ppm,15
ppm,20 ppm,25 ppm.
g. Diklik ok and setup, ditunggu hingga selesai warming up.
h. Diklik icon bergambar burner/pembakar, setelah pembakar dan lampu
menyala alat siap digunakan untuk mengukur logam.
i. Pada menu measurements pilih measure sample.
j. Dimasukkan blanko, didiamkan hingga garis lurus terbentuk, kemudian
dipindahkan ke standar 1 ppm hingga data keluar.
k. Dimasukkan blanko untuk meluruskan kurva, diukur dengan tahapan yang
sama untuk standar 5 ppm sampai 25 ppm.
l. Jika data kurang baik akan ada perintah untuk pengukuran ulang, dilakukan
pengukuran blanko, hingga kurva yang dihasilkan turun dan lurus.
m. Dimasukkan ke sampel 1 hingga kurva naik dan belok baru dilakukan
pengukuran.
n. Dimasukkan blanko kembali dan dilakukan pengukuran sampel ke 2.
o. Setelah pengukuran selesai, data dapat diperoleh dengan mengklikicon print
atau pada baris menu dengan mengklik file lalu print.
p. Apabila pengukuran telah selesai, aspirasikan air deionisasi untuk membilas
burner selama 10 menit, api dan lampu burner dimatikan, program pada
komputer dimatikan, lalu main unit AAS, kemudian kompresor, setelah itu
ducting dan terakhir gas.

V. DATA PENGAMATAN
5.1. Data Bahan Untuk Destruksi
a. Massa sampel kentang = 3.0148 gram
b. Kertas saring = 0.7664 gram
c. Cawan+kertas saring = 81.1504 gram
d. Massa endapan +kertas saring+bahan sisa = 82.4421 gram
e. Massa endapan = 1.2917 gram
5.2. Pembuatan Larutan Standar
a. (NH4)2Fe(SO4)2.6H2O seberat = 3.5012 gram
b. Volume Awal (NH4)2Fe(SO4)2.6H2O 1000 ppm = 500 mL

a. Tabel 1. Pengenceran Larutan Standar 1000 ppm


Konsentrasi Awal Volume Awal Konsentrasi Akhir Volume Akhir
(ppm) (mL) (ppm) (mL)
1000 10 100 100

b. Tabel 2. Pengenceran Larutan Standar 100 ppm


Konsentrasi Awal Volume Awal Konsentrasi Akhir Volume Akhir
No.
(ppm) (mL) (ppm) (mL)
1. 100 1 1 100
2. 100 5 5 100
3. 100 10 10 100
4. 100 15 15 100
5. 100 20 20 100
6. 100 25 25 100

a. Spectrometer Parameters
Element : Fe
Wave Length : 248.3
Band pass : 0.2 nm
Lamp Current : 75%
Number of resamples : 3
Background Correction : D2
Measurements time : 4 sekon
b. Flame Parameters
Flame type : Air – C2H2
Fule flow : 0.9 L/min
Burner height : 7.0 mm

c. Tabel Pengukuran Absorbansi Blanko


Konsentrasi awal (ppm) Sinyal
0 -0.003
0 -0.002
0 -0.003
Rata – rata : -0.003
d. Pengukuran Absorbansi Larutan Standar
Konsentrasi Awal (ppm) Sinyal
1 -0.000
5 0.010
10 0.029
15 0.043
20 0.063
25 0.072

e. Pengukuran Absorbansi Larutan Sampel


Sample ID Sinyal
Sampel Tanpa Adisi 0.001
1 mL sampel + 1 mL standar 100 ppm → 50 mL 0.006

f. Tabel Pengukuran Absorbansi Larutan Standar Pembanding (Fe)


Konsentrasi Awal (ppm) Absorbansi (A) Ā
1 2 3
20 0.063
0.065 0.063 0.062
VI. PERHITUNGAN
6.1. Pembuatan Larutan Standar

( ) ( )
( ) ( ) ( )

( ) ( )

( ) ( )

= 3.5012 gram/500 mL

6.2. Penentuan Kurva Kalibrasi


Konsentrasi Awal (ppm) Sinyal
1 -0.000
5 0.010
10 0.029
15 0.043
20 0.063
25 0.072

GRAFIK KONSENTRASI TERHADAP SINYAL


0,08
0,07 y = 0,0029x
0,06 R² = 0,9873
0,05
Sinyal

0,04
Series1
0,03
0,02 Linear (Series1)

0,01
0
0 10 20 30
Konsentrasi (ppm)
Dari grafik tersebut diperoleh persamaan garisnya adalah :
y = 0.0029 x

Dimana :

x = Konsentrasi larutan (ppm)

y = Absorbansi (A)

6.3. Penentuan Limit Deteksi Atas dan Limit Deteksi Bawah


a. Limit deteksi atas
Dari grafik tersebut, data paling atas masuk dalam limit deteksi atas, sehingga
data teratas ( 25 ppm ) dapat dianggap sebagai batas deteksi atas.
b. Limit deteksi bawah
Nama Sinyal Konsentrasi (ppm)
Blank 1 -0.003 -1.034
Blank 2 -0.002 -0.690
Blank 3 -0.003 -1.034

N = σbl = 0.198608 ppm

S = 3N = 3 x 0.198608 ppm = 0.595824 ppm

Maka. Limit deteksi bawahnya adalah 0.596 ppm

6.4. Penentuan Sensitivitas Alat

Sensitivitas = γ = =

6.5. Penentuan Tingkat Presisi Alat


Konsentrasi dalam satuan ppm dicari dengan menggunakan persamaan grafik.
Sehingga : Konsentrasi = (sinyal/0.0029)
a. Blangko
Sinyal Konsentrasi (ppm)
-0.003 -1.034
-0.002 -0.690
-0.003 -1.034
σbl = 0.198608 ppm

b. Standar 1
Sinyal Konsentrasi (ppm)
0 0
0 0
0 0
σstd1 = 0 ppm

c. Standar 2
Sinyal Konsentrasi (ppm)
0.01 3.448
0.01 3.448
0.01 3.448
σstd2 = 0 ppm

d. Standar 3
Sinyal Konsentrasi (ppm)
0.029 10
0.029 10
0.029 10
σstd3 = 0 ppm

e. Standar 4
Sinyal Konsentrasi (ppm)
0.043 14.828
0.043 14.828
0.042 14.483
σstd4 = 0.199186 ppm
f. Standar 5
Sinyal Konsentrasi (ppm)
0.065 22.414
0.063 21.724
0.062 21.379
σstd5 = 0.526996 ppm

g. Standar 6
Sinyal Konsentrasi (ppm)
0.072 24.828
0.072 24.828
0.070 24.138
σstd5 = 0.398372 ppm

h. Presisi Total

= 0.7180

6.6. Menentukan akurasi dari standar 5

Sinyal Konsentrasi (ppm)


0.065 22.414
0.063 21.724
0.062 21.379

Jadi,

x 100%

x 100%

Error = 9.20%
Sehingga , akurasi yang didapat adalah
Akurasi = 100% - error
Akurasi = 100% - 9.20%

= 90.8%

6.7. Penentuan Konsentrasi Fe dalam Sampel Kentang


Konsentrasi (dalam satuan ppm) didapatkan dengan cara mensubstitusikan
sinyal (sebagai sumbu y) ke persamaan garis pada kurva :
y = 0.0029 x
a. Sampel pertama, setelah didestruksi didapatkan beberapa tetes sampel yang
kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL dan diencerkan. Setelah dianalisis
didapatkan data Absorbansi sebesar 0.001 A.
y = 0.001 → y = 0.0029 x
x = 0.001/0.0029
x = 0.3448 ppm

Massa Fe dalam 1 mL = 0.3448 x 1 x 10-3 L

= 3.448 x 10-4 mg

Massa Fe dalam 25 mL = x 3.448 x 10-4 mg

= 8.62 x 10-3 mg

Kadar Fe dalam sampel =

= 5 x 10-4 %

b. Sampel kedua (metode adisi standar), dari sampel pertama diambil 1 mL dan
dimasukkan kedalam labu takar 50 mL , lalu ditambahkan juga standar 100 ppm
sebanyak 1 mL, kemudian ditandabataskan. Oleh karena itu, konsentrasi unsur
standarnya adalah:
100 ppm x 1 mL = konsentrasi unsur standar x 50 mL
Konsentrasi unsur standar = 2 ppm
Sinyal absorbansi dari 2 ppm tersebut dicari dari persamaan pada grafik.
x = 2 ppm → y = 5.8 x 10-3 = absorbansi standar
Absorbansi sampel + standar = 0.006
Konsentrasi Sampel = 0.006 – 5.8 x 10-3 = 2 x 10-4
y = 2 x 10-4 → y = 0.0029x

x=

x = 0.069 ppm
Massa Fe dalam 1 mL = 0.069 x 1 x 10-3 L

= 0.069 x 10-3 mg

Massa Fe dalam 25 mL = x 0.069 x 10-3 mg

= 1.725 x 10-3 mg

Massa Fe dalam 50 mL = x 0.069 x 10-3 mg

= 3.45 x 10-3 mg

Kadar Fe dalam sampel =

= 2 x 10-4 %
VII. PEMBAHASAN

Spektrometri serapan atom (SSA) merupakan suatu teknik penentuan konsentrasi unsur
tertentu (sampel senyawa logam) dalam suatu sampel. Praktikum kali ini, akan dilakukan
analisis terhadap kadar besi dalam sampel kentang. Selanjutnya dilakukan proses destruksi pada
Kentang tersebut agar didapatkan larutan sampel kentang.

Larutan sampel dan standar masing-masing dianalisis oleh SSA dengan cara
memasukkan selang yang sangat kecil ke dalam larutan. Larutan tersebut disedot dan
diatomisasi dengan cara dibakar. Dalam praktikum ini digunakan flame jenis udara dan gas
etilen.

Atom-atom dari sampel akan dilepaskan menjadi atom bebas. Atom bebas Fe hanya
dapat menyerap sumber energi Fe dari Hollow Cathode Lamp sesuai dengan λ Fe yaitu 248,3.

Berdasarkan grafik hubungan antara konsentrasi dengan absorbansi dari standar Fe,
didapatkan suatu kurva yang persamaan garisnya adalah y = 0.0029x. Dari grafik tersebut,
dapat diketahui bahwa data teratas masih masuk ke dalam limit deteksi atas, sehingga data
teratas (25 ppm) dapat dianggap sebagai batas deteksi atas. Dikatakan masuk dalam limit
deteksi atas karena titik koordinat milik 25 ppm tersebut masih berada dalam garis linieritas.
Limit deteksi bawah dicari dengan menggunakan 3 kali standar deviasi blangko, sehingga
didapatkan limit deteksi bawah sebesar 0.596 ppm.

Sensitivitas alat SSA dicari dengan menggunakan perbandingan antara slope grafik
dengan standar deviasi dari konsentrasi standar. Sensitivitas SSA dalam percobaan ini adalah
. Presisi dicari menggunakan standar deviasi dari ketiga pengulangan setiap standar.
Presisi dari SSA tersebut adalah 0.7180 ppm. Akurasi didapatkan dari perhitungan absorbansi
standar 5. Digunakan standar 5 sebagai standar yang dapat mewakili alat secara keseluruhan
karena error terbesar terjadi pada standar 5, sehingga hasil akurasi alat dari standar 5 tersebut
sudah mewakili akurasi alat. Akurasi yang didapat adalah sebesar 90.8%

Dari hasil perhitungan diperoleh besarnya kadar Fe dalam sampel pertama adalah
sebesar 5 x 10-4% dan sampel kedua 2 x 10-4%. Hasil tersebut berada jauh dari limit deteksi
bawah karena pengencerannya yang terlalu banyak dari sampel kentang yang didapat setelah
destruksi, sehingga sampel tidak dapat terbaca dengan baik oleh alat SSA.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi absorbsi, antara lain dapat terjadi
kemungkinan bahwa temperatur nyala yang tinggi. Ion-ion ini tidak mengabsorpsi radiasi yang
datang, sehingga radiasi yang datang dari Hollow Cathode Lamp tidak sesuai dengan
konsentrasi semula analit.

2+ -
Fe → Fe + e

VIII. KESIMPULAN
a. Dari hasil percobaan diperoleh kurva kalibrasi dengan persamaan garis y = 0.0029x
b. Limit deteksi atasnya adalah 25 ppm, limit deteksi bawahnya adalah 0.596 ppm.
c. Sensitivitas SSA dalam percobaan ini adalah 0.0146.
d. Presisi dari SSA tersebut adalah 0.7180 ppm.
e. Akurasi dari SSA tersebut adalah 90.8 % sehingga dapat dikatakan bahwa alat tersebut
dalam keadaan baik sekali.
f. Dari hasil perhitungan diperoleh besarnya kadar Fe dalam kentang sampel pertama (tanpa
adisi) sebesar 0,0005%, dan sampel kedua (Adisi Standar) sebesar 0,0002%, kadar yang
didapat dari percobaan ini sangat sedikit dan jauh dari limit deteksi bawah akibat
pengenceran yang terlalu banyak (terlalu encer).
g. Prinsip kerja dari SSA ialah dengan menggunakan prinsip kerja penyerapan dimana
sampel yang masuk di atomisasikan sehingga menjadi atom bebas yang kemudian
menyerap sinar dari hollow cathode lamp.

IX. DAFTAR PUSTAKA

Anonim. http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/instrumen_analisis/spektrofoto metri-


serapan-atom/spektrometer-serapan-atom/). Diakses pada tanggal 16 desember
2012.

Anshori, S.Si, Jamaludin Al. 2005. Spektrometri Serapan Atom. Bandung : Universitas
Padjadjaran.

Harvey, David. 2000. Modern Analytical Chemistry. The United States of America : Mc-
Grawhill companies inc.
Keenan, Kleinfelter, Wood.1980. Kimia Untuk Universitas Edisi Keenam Jilid I. Jakarta :
Erlangga.

Prihatiningsih, C, M. 2010. Petunjuk Praktikum Instrumentasi Kimia Jurusan Teknokimia


Nuklir.Yogyakarta : STTN-BATAN Yogyakarta.

Underwood, A.L, dkk. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta : Erlangga.

Christina P,Maria. 2006. Instrumentasi Kimia I. Yogyakarta : STTN-BATAN.

Yogyakarta, 29 Oktober 2016


Asisten, Praktikan,

Novita Wiwoho,S.ST Cindy Anggrilita

Anda mungkin juga menyukai