Anda di halaman 1dari 13

Nyeri Hebat pada Seluruh Bagian Perut

Cinthya Ayu christine 102009068


Nila Septianti 102011101
Jennie Ivana 102013268
Fatimah Hartina Faradillah 102014143
Yoci Legi 102014148
Galih Ayu Pratiwi 102014187
Raymond Agung W 102014223
Balqis Basharudin 102014234

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
Jln. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510. Telephone : (021) 5694-2061, fax : (021) 563-1731
tu.fk@ukrida.ac.id

Abstract

Peritonitis is an inflammation of the peritoneum with serum exudation , fibrin , cells and
pus usually accompanied by abdominal pain and tenderness in the abdomen , constipation ,
vomiting and fever were . Is an acute disease , and an emergency surgical cases . Peritonitis is
classified into: primary, secondary , and tertiary . The general principle is fluid replacement
therapy . Signs of peritonitis was found in a special examination of the abdomen

key words : peritonitis , primary, secondary , tertiary

Abstark

Peritonitis adalah radang peritoneum dengan eksudasi serum, fibrin, sel, dan pus biasanya
disertai dengan nyeri abdomen dan nyeri tekan pada abdomen, konstipasi, muntah dan demam
sedang. Merupakan penyakit akut, dan merupakan kasus bedah darurat. Peritonitis
diklasifikasikan menjadi: primer, sekunder, dan tersier. Prinsip umum terapi adalah penggantian
cairan. Tanda-tanda peritonitis ditemukan pada pemeriksaan khusus abdomen.

Pendahuluan
Peritonitis adalah radang peritoneum dengan eksudasi serum, fibrin, sel, dan pus biasanya
disertai dengan nyeri abdomen dan nyeri tekan pada abdomen, konstipasi, muntah dan demam
sedang.1

Merupakan penyakit akut, dan merupakan kasus bedah darurat. Dapat terjadi secara lokal
maupun umum, melalui proses infeksi akibat perforasi usus, misalnya pada ruptur appendiks atau
divertikulum kolon, maupun non infeksi, misalnya akibat keluarnya asam lambung pada
perforasi gaster, keluarnya asam empedu pada perforasi kandung empedu. Pada wanita
peritonitis sering disebabkan oleh infeksi tuba falopi atau ruptur ovarium.1-4 Peradangan
peritoneum dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, bahan kimia iritan, dan benda asing. 2

Peritonitis diklasifikasikan menjadi: primer, sekunder, dan tersier. Peritonitis primer


disebabkan oleh infeksi monomikrobial. Sumber infeksi umumnya ekstraperitonial yang
menyebar secara hematogen. Ditemukan pada penderita sirosis hepatis yang disertai asites,
sindrom nefrotik, metastasis keganasan, dan pasien dengan peritoneal dialisis. Peritonitis
sekunder merupakan infeksi yang berasal dari intraabdomen yang umumnya berasal dari
perforasi organ berongga, peritonitis sekunder merupakan jenis peritonitis yang paling umum,
lebih dari 90% kasus bedah. Peritonitis tersier dapat terjadi akibat peritonitis sekunder yang telah
dilakukan interfensi pembedahan ataupun medikamentosa. Kejadian peritonitis tersier kurang
dari 1% kasus bedah.4

Peritoneum adalah lapisan serosa yang paling besar dan paling kompleks yang terdapat
dalam tubuh. Membran serosa tersebut membentuk suatu kantung tertutup (coelom) dengan batas
anterior dan lateral (permukaan bagian dalam dinding abdomen), posterior
(retroperitoneum),inferior (struktur ekstraperitoneal di pelvis), superior (bagian bawah dari
diafragma). Peritoneum dibagi atas peritoneum parietal, peritoneum viseral, dan peritoneum
penghubung yaitu mesenterium, mesogastrin, mesocolon, mesosigmidem, dan mesosalphinx.
Peritoneum bebas yaitu omentum.5,6

Peritoneum berfungsi untuk menutupi sebagian besar organ - organ abdomen dan pelvis,
membentuk perbatasan halus antara organ-organ tersebut. Organ - organ digabungkan bersama
dan menjaga kedudukan mereka tetap, dan mempertahankan hubungan perbandingan organ -
organ terhadap dinding posterior abdomen.Sejumlah besar kelenjar limfe dan pembuluh darah
yang termuat dalam peritoneum, membantu melindunginya terhadap infeksi. 5,6

Gambar 1.Peritoneum(https://www.google.co.id)

Ananmnesis

Anamnesa merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien dengan
memperhatikan petunjuk-petunjuk verbal dan non-verbal mengenai riwayat penyakit si pasien.
Riwayat pasien merupakan suatu komunikasi yang harus dijaga kerahasiaannya yaitu segala hal
yang diceritakan penderita.7

Ada 2 jenis anamnesis yang umum dilakukan, yakni Autoanamnesis dan Alloanamnesis atau
Heteroanamnesis. Pada umumnya anamnesis dilakukan dengan teknik autoanamnesis yaitu
anamnesis yang dilakukan langsung terhadap pasiennya. Pasien sendirilah yang menjawab
semua pertanyaan dokter dan menceritakan permasalahannya. Ini adalah cara anamnesis terbaik
karena pasien sendirilah yang paling tepat untuk menceritakan apa yang sesungguhnya dia
rasakan.7
Meskipun demikian dalam prakteknya tidak selalu autoanamnesis dapat dilakukan. Pada pasien
yang tidak sadar, sangat lemah atau sangat sakit untuk menjawab pertanyaan, atau pada pasien
anak-anak, maka perlu orang lain untuk menceritakan permasalahnnya. Anamnesis yang didapat
dari informasi orang lain ini disebut Alloanamnesis atau Heteroanamnesis. Tidak jarang dalam
praktek sehari-hari anamnesis dilakukan bersama-sama auto dan alloanamnesis.7

Mengetahui identitas pasien guna melengkapi informasi seperti nama,umur,alamat,dll yang


diangap penting untuk menunjang pemeriksaan.

Keluhan utama yaitu gangguan atau keluhan yang terpenting yang dirasakan penderita sehingga
mendorong pasien datang untuk berobat dan meminta pertolongan dengan menjelaskan tentang
lamanya keluhan tersebut. Keluhan utama merupakan dasar untuk memulai evaluasi pasien.8
Pada scenario diketahui keluhan nyeri perut hebat pada seluruh perut sejak 6 jam yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang, penyakit yang bermula pada saat pertama kali penderita merasakan
keluhan itu. Tentang sifat keluhan itu yang harus diketahui adalah :8 tempat, kualitas penyakit,
kuantitas penyakit, urutan penyakit, urutan waktu, situasi, faktor yang memperhebat atau
mengurangi. Pada scenario diketahui sejak 10 hari yang lalu demam naik turun terutama malam
hari disertai mual, konstipasi, anoreksia dan sejak 3 hari yang lalu keadaan semakin melemah,
hanya dapat ditempat tidur.

Riwayat penyakit dahulu, yaitu riwayat penyakit yang pernah diderita di masa lampau yang
mungkin berhubungan dengan penyakit yang dialaminya sekarang.4 Kaji riwayat alergi makanan
, riwayat konsumsi obat-obatan dahulu seperti

Riwayat keluarga, yang mencakup segala hal yang berhubungan dengan peranan herediter dan
kontak antar anggota keluarga mengenai penyakit yang dialami pasien. Dalam hal ini faktor-
faktor sosial keluarga turut mempengaruhi kesehatan penderita.8

Riwayat pribadi, mencakup segala hal yang menyangkut pribadi si pasien. Mengenai peristiwa
penting pasien dimulai dari keterangn kelahiran, serta sikap pasien terhadap keluarga dekat.
Termasuk dalam riwayat pribadi adalah riwayat kelahiran, imunisasi, makan, pendidikan dan
masalah keluarga.8
Riwayat sosial, mencakup keterangan mengenai pendidikan, pekerjaan dan segala aktivitas di
luar pekerjaan, lingkungan tempat tinggal perkawinan, tanggungan keluarga, dan lain-lain.8

Pemeriksaan Fisik

Bila pasien datang dengan nyeri abdomen, maka anamnesis adalah suatu basis data
pembahasan kemungkinan diagnostic, tetapi keputusan tentang apakah dioperasi atau tidak,
dibuat atas dasar pemeriksaan fisik yang harus dilakukan dalama cara tertib dan sistematik. Fisik
mencakup (1) inspeksi, (2) auskultasi, (3) palpasi, (4) perkusi.

Inspeksi

Penampilan umum pasien bisa memberikan petunjuk tentang sifat penyakit. Perubahan
dalam keadaan mental, warna dan turgor kulit serta mata yang cekung bisa manifestasi
hipovolemia parah dan kolaps kardiovaskular mengancam. Pasien nyeri visera terisolasi seperti
yang ditemukan dalam obstruksi usus, bila sering mengubah posisi, tetapi jika nyeri terlokalisasi
atau ada iritasi peritoneum generalisata, maka sering pasien menghindari gerakan. Posisi anatomi
pasien sering diranjang patut diperhatikan. Pasisen peritonitis yang luas sering membawa
lututnya ke atas untuk merelaksasikan tegangan abdomen. Pasien keadaan peradangan yang
berkontak dengan muskulus psoas bisa memfleksikan paha yang berhubungan.

Auskultasi

Auskulatsi dilakukan sebelum palpasi karena bisa mengubah arah bising usus. Teknik
auskultasi memerlukan penempatan lonceng stetoskop dengan lambat diatas dinding abdomen
anterior yang dimulai denga kuadran kiri bawah, kemudian dalam empat kuadran. Masa
auskultasi 2 samapi 3 menit diperlukan unutk menentukan bahwa tidak ada bising usus pasien.
Waktu ini juga kemungkinan observasi wajah dan sikap pasien secara tak terputus. Bila bising
usus bernada tinggi yang timbul dalam dorongan yang bersamaan nyeri menunjukkan obstruski
usus halus.

Palpasi
Palpasi seharusnya dimulai sejauh mungkin dari pusat nyeri. Kemudian perlu
menentukan adanya defense muscular, atau spasme. Tempatkan tangan dengan lembut diatas
muskulair rectus dan tekan sedikit serta minta pasien menarik nafas dalam. Jika spasme volunter,
maka ahli bedah akan merasakan musculus rectus yang mendasari relaksasi. Tetapi jika ada
spasme sejati, maka ahli bedah akan merasakan otot kaku tegang di otot-otot pernapasan.

Perkusi

Perkusi abdomen harus selalu dilakukan dengan sangat lembut. Ia bermanfaat dalam
menilai jumlah distensi yang menyertai obstruksi usus dan dapat digunakan untuk
menyingkirkan adanya vesica urinarius terdistensi sebagai penyebab nyeri abdomen akuta.
Mungkin yang terpenting, perkusi bermanfaat dalam menimbulkan rasa nyeri tekan angulus
costovertebralis menyertai infeksi tractus urinarius.

Abdomen :

Inspeksi : Simetris, distensi (+)

Palpasi: : Rigiditas pada seluruh lapangan perut (+), nyeri tekan pada seluruh lapangan
perut (+), nyeri lepas pada seluruh lapangan perut (+)

Perkusi : Hipertimpani, pekak hati menurun / tidak ada

Auskultasi : Peristaltik usus menurun / tidak ada

RT (Rectal Toucher)

Perineum : Normal

Sfingter ani : Longgar

Mukosa : Licin, nyeri pada seluruh lapangan

Ampula recti : Kosong 2,8

Dari skenario didapatkan tekanan dara 130/90 mmHg, nadi 95x/menit,napas 24x/menit,suhu
38,5°C. Nyeri tekan seluruh usus(+),defense muskulr(+),bising usus(-),abdomen tampak destensi
Pemeriksaan Penunjang

Tes laboratorium, lekositosis,hematokrit meningkat. Foto sinarX, tes khusus(parasentesis


atau lavase peritoneal).8

Gambar 2.foto radiologi peritonitis.( https://www.google.co.id

Working Diagnosis

Peritonitis sekunder. Dimana peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler


dan membran mengalami kebocoran. Tubuh mencoba melakukan kompensasi dengan cara
retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, sehingga produk buangan menumpuk. Takikardi awalnya
meningkatkan curah jantung, tetapi segera gagal begitu terjadi hipovolemia. Terjebaknya cairan
didalam kavum peritonealis dan lumen, lebih lanjut meningkatkan tekanan intraabdomen,
membuat pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi splanik.3

Diagnosis Banding

Peritonitis primer Peritonitis sekunder Peritonitis tersier


Merupakan peritonitis akibat Peritonitis yang mengikuti suatu Peritonitis tersier terjadi
kontaminasi bacterial secara infeksi akut atau perforasi tractus akibat kegagalan respon
hematogen pada cavum gastrointestinal atau tractus inflamasi tubuh atau
peritoneum dan tidak ditemukan urinarius. Super infeksi.
fokus infeksi dalam abdomen.

Penyebabnya bersifat Bakteri anaerob, khususnya spesies Peritonitis tersier dapat


monomikrobial, biasanya E. Bacteroides, dapat memperbesar terjadi akibat peritonitis
Coli, Sreptococus atau pengaruh bakteri aerob dalam sekunder yang telah
Pneumococus. menimbulkan infeksi. Di lakukan interfensi
pembedahan ataupun
medikamentosa.

Etiologi

Peritonitis dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi dan
penyulitnya misalnya perforasi appendisitis, perforasi tukak lambung, perforasi tifus
abdominalis. Ileus obstruktif dan perdarahan oleh karena perforasi organ berongga karena trauma
abdomen.9

a. Bakterial :Bacteroides, E.Coli, Streptococus, Pneumococus, proteus,


kelompokEnterobacter-Klebsiella, Mycobacterium Tuberculosa.
b. Kimiawi :getahlambung,danpankreas, empedu, darah, urin, bendaasing (talk, tepung). 9,10

Epidemologi

Meskipun jarang ditemui bentuk infeksi peritoneal tanpa komplikasi, insiden terjadi
peritonitis tersier yang membutuhkan IVU akibat infeksi abdomen berat tergolong tinggi di
USA, yakni 50-74%. Lebihdari 95% pasien peritonitis didahului dengan asites, dan lebih dari
setengah pasien mengalami gejala klinis yang sangat mirip asites. Sindrom dari peritonitis
bacterial spontan umumnya terjadi pada peritonitis akut pada pasien dengan dasar sirosis.
Sirosis mempengaruhi 3,6 dari 1000 orang dewasa di Amerika Serikat dan bertanggungjawab
terhadap 26000 kematian per tahun. Perdarahan variseal akut dan peritonitis bacterial spontan
merupakan beberapa komplikasi dari sirosis yang mengancam jiwa. Kondisi yang berkaitan
yang menyebabkan abnormalitas yang signifikan mencakup ascites dan enselofatih epatik.
Sekitar 50% pasien dengan sirosis yang menimbulkan ascites meninggal dalam 2 tahun
setelah diagnosis.

Patofisiologi

Demam tifoid adalah suatu penyakit sistemik yang bersifat akut yang disebabkan
oleh Salmonella typhi. Perforasi pada saluranpencernaanmenunjukkanadanyalubang yang
terjadi pada dindingsaluranpencernaan. Perforasiusushalusdilaporkanterjadi pada 0,5-3%
kasus. Keluarnyaisisaluranpencernaankedalamronggaperutmenyebabkaniritasi dan
peradangan pada rongga abdomen yang disebut peritonitis.Peritonitis ini sering menjadi fatal.
Komplikasi didahului dengan penurunan suhu, tekanan darah, dan peningkatan frekuensi
nadi. Perforasi usus ditandai oleh nyeri abdomen lokal pada kuadran kanan bawah akan tetapi
dilaporkan juga nyeri yang menyelubung. Kemudian akan diikuti muntah, nyeri pada
perabaan abdomen, defans muscular, hilangnya keredupan hepar dan tanda-tanda peritonitis
yang lain.
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat
fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang
menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi.
Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-
pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.1Peradangan menimbulkan
akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak
dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan
berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius,
sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena
tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal,
produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi
ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.11
Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami
oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut
meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta
oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan
retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan
suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah.3
Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan
tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan
penurunan perfusi.11Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum
atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis
umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi
atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan
dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-
lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan
mengakibatkan obstruksi usus.1Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat
menimbulkan ileus karena adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan
peristaltik usus sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus
sederhana yaitu obstruksi usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat
bersifat total atau parsial, pada ileus stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah
sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya
terjadi perforasi usus dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat
terjadi peritonitis.3
Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan kuman S.
Typhi yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari makan dan air yang tercemar. Sebagian
kuman dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi masuk keusus halus dan mencapai
jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertropi ditempat ini
komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi, perforasi ileum pada tifus
biasanya terjadi pada penderita yang demam selama kurang lebih 2 minggu yang disertai
nyeri kepala, batuk dan malaise yang disusul oleh nyeri perut, nyeri tekan, defans muskuler,
dan keadaan umum yang merosot karena toksemia.
Gejala Klinik

Nyeri abdomen akut merupakan gejala khas. Nyeri terjadi tiba-tiba, hebat, dan pada
penderita perforasi misalperforasi ulkus, nyerinya menjadi menyebar keseluruh bagian
abdomen. Pada keadaan lain misal appendicitis nyerinya mula-mula dikarenakan penyebab
utamanya dan kemudian menyebar secara gradual dari focus infeksi, dan bila pertahanan
tubuh cukup adanya, maka peritonitis tak berlanjut jadi peritonitis umum. Nausea dan
vomitus biasanya terjadi. Kolaps yang tiba-tiba dapat terjadi pada awal peritonitis kimia.4

Syok neorogenik, hipovolemik, atau septic terjadi pada beberapa penderita peritonitis
umum. Demambisa terjadi pada peritonitis lanjut, distensi abdominal menjadi semakin nyata.
Nyeri tekan abdominal dan rigiditas yang local, difus atau umum tergantung pada perluasan
iritas, bising usus tak terdengar.4

Penatalaksanaan
Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang
dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi saluran cerna
dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus septik (apendiks, dsb)
atau penyebab radang lainnya, bila mungkin mengalirkan nanah keluar dan tindakan-
tindakan menghilangkan nyeri.11,13
Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri dibuat.
Antibiotik berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian dirubah jenisnya setelah
hasil kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme mana yang dicurigai
menjadi penyebab. Antibiotika berspektrum luas juga merupakan tambahan drainase bedah.
Harus tersedia dosis yang cukup pada saat pembedahan, karena bakteremia akan berkembang
selama operasi.3,12
Pembuangan penyebab radang lain dilakukan dengan operasi laparotomi. Insisi yang
dipilih adalah insisi vertikal digaris tengah yang menghasilkan jalan masuk ke seluruh
abdomen dan mudah dibuka serta ditutup. Jika peritonitis terlokalisasi, insisi ditujukan diatas
tempat inflamasi. Teknik operasi yang digunakan untuk mengendalikan kontaminasi
tergantung pada lokasi dan sifat patologis dari saluran gastrointestinal. Pada umumnya,
kontaminasi peritoneum yang terus menerus dapat dicegah dengan menutup, mengeksklusi,
atau mereseksi viskus yang perforasi.
Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu dengan menggunakan
larutan kristaloid (saline). Agar tidak terjadi penyebaran infeksi ketempat yang tidak
terkontaminasi maka dapat diberikan antibiotika ( misal sefalosporin ) atau antiseptik (misal
povidon iodine) pada cairan irigasi. Bila peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya tidak
dilakukan lavase peritoneum, karena tindakan ini akan dapat menyebabkan bakteria
menyebar ketempat lain. 5,7
Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena pipa drain itu
dengan segera akan terisolasi/terpisah dari cavum peritoneum, dan dapat menjadi tempat
masuk bagi kontaminan eksogen. Drainase berguna pada keadaan dimana terjadi kontaminasi
yang terus-menerus (misal fistula) dan diindikasikan untuk peritonitis terlokalisasi yang tidak
dapat direseksi. 14,15

KOMPLIKASI
a. Hipovolemia pada penderita peritonitis kimiawi.

b. Sepsis pada penderita peritonitis bakterial.

c. Kegagalan organ - organ tubuh (pulmoner, kardial, hepatik, renal), mendahului


kematian beberapa hari sebelumnya.

d. Abses abdominal dan perlengketan yang dapat menyebabkan obstruksi abdominal


di kemudian hari. 3,10

Penutup

Peritonitis terbagi 3 primer yang biasa disertai acites, sekunder karena perforasi,
dan tersier yang merupakan lanjutan dari sekunder. Tanda-tanda peritonitis ditemukan
pada pemeriksaan khusus abdomen yaitu terdapat tanda-tanda iritasi peritoneum:
1. Nyeri tekan
2. Nyeri tekan lepas
3. Defance muscular dan musle guarding
4. Ditemukan pula tanda-tanda ileus paralitik seperti distensi abdomen, bising usus yang
menurun sebagai akibat penyebaran pus intraperitoneal

Daftar Pustaka

1. W A Dorland. Kamus Kedokteran Dorland. Ed ke-3. Jakarta:EGC;2010.

2. Kumar,vinay.Robbins & Cotran dasar patologis penyakit, EGC,Jakarta 2009

3. Schwartz, Seymour I, Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah, EGC, Jakarta, 2000

4. Schrock, Theodore R, Ilmu Bedah (Handbook Of SurgerY), EGC, Jakarta, 1991

5. Keith L Moore, Anne M Agur.Anatomi Klinis Dasar. Jakarta:Hipokrates;2002.

6. Dudley HAF, Sepsis intraperitonium:-peritonitis dan abses-abses abdomen, in


Hamilton Bailey Ilmu bedah gawat darurat, Gadjah Mada University press, Bulaksumur
Yogyakarta 1992: 339, 360-366
7. Santoso M. Pemeriksaan fisik dan diagnosis. Jakarta: Bidang Penerbitan Yayasan
Diabetes Indonesia; 2004.h.2-14.

8. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia.1985. Ilmu Kesehatan Anak 2. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia

9. Rasad S, Kartoleksono S, Ekayuda I, 2009, Abdomen Akut, dalam Radiologi


Diagnostik, p 256-257, Gaya Baru, jakarta.

10. Sulton, David, 2005, Gastroenterologi, dalamBuku ajar Radiologi untuk Mahasiswa
Kedokteran, Ed:5,p 34-38, Hipokrates, Jakarta.

11. Arief M, Suprohaita, Wahyu.I.K, Wieiek S, 2000, BedahDigestif,


dalamKapitaSelektaKedokteran, Ed:3; Jilid: 2; p 302-321, Media Aesculapius FKUI,
Jakarta.

12. Ukwenya AY, Ahmed A, Garba ES. Progress in management of typoid perforasi.
Artikel Annals of African Medicine vol 10 no 4, 2011.

13. Trunkey DD, Crass RA, Peritoneal Disorders, Mills J, HO MT, Salber PR, Trunkey
DD, eds, Lange Medical publications/Los Altos, California 1983: 129-130

14. Departement of Medicine Universityof Pittsburg School of Medicine. New insight on


preventing and managing peritoniatis. Pediatr Nephrol 2004;19:125-127.

15. Departement of Medicine Universityof Pittsburg School of Medicine. New insight on


preventing and managing peritonitis. Pediatr Nephrol 2004;19:125-127.

Anda mungkin juga menyukai