Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
1310015025
Dosen Pembimbing
dr. Abdul Mu’ti, M.Kes, Sp. Rad
Ermina Adriani
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan secara umum mengenai Osteoarthritis genu dan vertebra. Adapun
1
tujuan secara khususnya adalah untuk mengetahui gambaran radiologi yang khas
pada osteoarthritis sehingga dapat dibedakan dengan peradangan sendi yang
lainnya.
2
BAB 2
LAPORAN KASUS
3
Gambar 2.1 Foto AP Ny.Ernawati
4
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Osteoartritis dikenal sebagai pengapuran sendi, merupakan suatu penyakit
kronis yang menyerang sendi dan tulang di sekitar sendi tersebut. Osteoartritis
pernah dianggap penyakit orang tua karena sendi menjadi aus atau usang, namun
dewasa ini diketahui melalui penelitian-penelitian terdapat proses peradangan
yang mempengaruhi kerusakan pada sendi tersebut, walaupun peradangan yang
terjadi tidak sehebat penyakit radang sendi yang lain seperti artritis reumatoid.
Predileksi sendi yang terkena ialah sendi di leher, vertebra lumbosacral, panggul,
lutut, pergelangan kaki, dan sendi metatarsal falangeal serta sendi tangan (Rosani
& Isbagio, 2014).
3.2 Anatomi
3.2.1 Anatomi Sendi Lutut
Suatu hubungan antara dua buah tulang atau lebih yang dihubungkan
melalui jaringan ikat pada bagian luar dan bagian dalam disebut persendian. Sendi
lutut terletak di ekstremitas inferior dan menghubungkan tulang femur dan tulang
tibia serta termasuk dalam jenis sendi engsel. Pada dasarnya sendi ini terdiri dari
tiga buah sendi, yaitu antara condylus femoris medialis dan lateralis dengan
condylus tibia yang bersesuaian serta antara patella dan facies patellaris femoris.
Gerakan yang dapat dilakukan oleh sendi ini berupa gerakan fleksi, ekstensi dan
sedikit rotasi
5
Gambar 3.1 Anatomi of the knee joint
6
Gambar 3.2 Vertebral Column
3.3 Etiologi
Berdasarkan patogenesisnya osteoarthritis dibedakan osteoarthritis primer
dan osteoarthritis sekunder. Osteoarthritis primer disebut juga osteoarthritis
idiopatik, yang kausanya tidak diketahui dan tidak ada hubungan dengan penyakit
7
sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi. Osteoarthritis sekunder
adalah osteoarthritis yang didasari oleh adanya kelainan endokrin, inflamasi,
metabolik, pertumbuhan, herediter serta imobilisasi yang terlalu lama (Soeroso,
Isbagio, Kalim, Broto & Pramudiyo, 2014).
Osteoarthritis dengan penyebab yang tidak jelas, istilah faktor risiko lebih
tepat. Ada banyak faktor yang dapat meningkatkan risiko dan menyebabkan
osteoarthritis. Menurut Arthritis Research UK (2014), antara lain:
Usia, osteoarthritis biasanya terjadi pada usia lanjut, jarang dijumpai
penderita yang berusia di bawah 40 tahun. Hal ini disebabkan faktor-faktor
seperti melemahnya otot-otot, tubuh menjadi kurang mampu untuk
menyembuhkan dirinya sendiri atau secara bertahap menggunakan sendi
dari waktu ke waktu.
Jenis Kelamin, osteoarthritis dua kali lebih sering pada wanita dibandingkan
pada pria. Ini paling sering terjadi pada wanita di atas usia 50 tahun,
meskipun tidak ada bukti kuat bahwa itu terkait langsung dengan
menopause.
Obesitas, kelebihan berat badan merupakan faktor penting dalam
menyebabkan osteoarthritis, terutama di lutut. Ini juga meningkatkan
kemungkinan osteoarthritis menjadi semakin buruk.
Cedera sendi, aktivitas normal dan olahraga tidak menyebabkan
osteoarthritis, tetapi aktivitas yang sangat berat dan berulang atau pekerjaan
yang menuntut fisik dapat meningkatkan risiko. Cedera sendi, terutama
pada sendi - sendi penumpu berat tubuh seperti sendi pada lutut berkaitan
dengan risiko osteoartritis yang lebih tinggi. Trauma lutut yang akut
termasuk robekan terhadap ligamentum krusiatum dan meniskus merupakan
faktor timbulnya osteoartritis lutut.
Faktor genetik, juga berperan dalam timbulnya osteoarthritis. Adanya
mutasi gen prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk unsur-unsur tulang
rawan sendi berperan dalam timbulnya kecenderungan genetik pada
osteoarthritis.
8
3.4 Epidemiologi
Osteoarthritis merupakan arthritis yang paling banyak ditemukan dan
menududuki peringkat pertama sebagai penyebab kecacatan. Prevalensinya
meningkat seiring bertambahnya usia, jarang ditemukan pada usia dibawah 40
tahun dan lebih sering ditemukan pada usia diatas 60 tahun. Penyakit ini juga
lebih banyak ditemukan pada perempuan daripada laki-laki.
Presentase pasien osteoarthritis berdasarkan usia di RSU dr. Soedarso
menunjukan bahwa pada usia 43-48 tahun (13,30%), usia 49- 54 tahun (16,06%),
dan usia 55- 60 tahun meningkat (27,98%) (Arissa, 2012). Persentase
osteoarthritis berdasarkan jenis sendi yang terkena menunjukkan bahwa pada
perempuan, osteoarthritis genu sebanyak 23,9% dan vertebra 18,7% serta sendi
panggul 0,3%. Pada laki-laki didapatkan osteoarthritis vertebra lebih banyak yaitu
21%, kemudian diikuti osteoarthritis genu 16,4% dan panggul 1,1% (Park, et al.,
2017).
3.5 Patogenesis
Osteoarthritis merupakan gangguan keseimbangan dari metabolisme
kartilago dengan kerusakan struktur yang penyebabnya masih belum jelas
diketahui. Kerusakan diawali oleh kegagalan mekanisme perlindungan sendi
sehingga akhirnya menimbulkan cedera. Cairan sendi (sinovial) mengurangi
gesekan antar kartilago pada permukaan sendi yang mencegah terjadinya
keletihan kartilago akibat gesekan. Protein yang disebut dengan lubricin
merupakan protein pada cairan sendi yang berfungsi sebagai pelumas. Protein ini
akan berhenti disekresikan jika terjadi cedera dan peradangan pada sendi.
Kartilago berfungsi sebagai pelindung sendi. Kartilago dilumasi oleh cairan sendi
sehingga mampu menghilangkan gesekan antar tulang yang terjadi ketika
bergerak. Perubahan pada sendi sebelum timbulnya osteoarthritis dapat terlihat
pada kartilago metabolisme yang lamban, dengan pergantian matriks yang lambat
dan keseimbangan yang teratur antara sintesis dengan degradasi. Pada fase awal
perkembangan osteoarthritis, kartilago sendi memiliki metabolisme yang sangat
aktif. Pada proses timbulnya osteoarthritis, kondrosit yang terstimulasi akan
melepaskan aggrekan dan kolagen tipe dua yang tidak adekuat ke kartilago dan
9
cairan sendi. Aggrekan pada kartilago akan sering habis serta jalinan-jalinan
kolagen akan mudah mengendur. Kegagalan dari mekanisme pertahanan sendi
akan meningkatkan kemungkinan timbulnya osteoarthritis pada sendi (Carter,
2014).
10
penelitian klinis untuk memonitor progresivitas osteorthritis lutut (Soeroso,
Isbagio, Kalim, Broto & Pramudiyo, 2014).
Definisi radiografik pada osteoarthritis lutut terutama didasarkan pada
adanya osteofit dan penyempitan celah sendi. Osteofit dianggap spesifik pada
osteoarthritis dan timbul lebih awal daripada penyempitan celah sendi. Osteofit
juga berkorelasi dengan nyeri yang timbul, lebih mudah ditentukan daripada
kelainan gambaran radiografik lainnya, serta mewakili kriteria yang dapat
diterima secara luas untuk mendefinisikan adanya OA. Sedangkan progresivitas
dari penyempitan celah sendi pada umumnya menggunakan kriteria penilaian
untuk menentukan progresivitas osteoarthritis (Soeroso, et al., 2014).
11
Perubahan struktur anatomi sendi.
Sendi lutut merupakan sendi kompleks yang terdiri dari tiga kompartemen
yaitu femorotibia medial, femorotibia lateral dan femoropatela. Masing-masing
kompartemen dapat mengalami proses osteoarthritis. Penyempitan celah sendi
femorotibia medial dan lateral dinilai menggunakan radiografi lutut proyeksi
anterior-posterior (AP) atau posterioranterior (PA). Tanda lain dari adanya
penyempitan celah sendi femorotibia medialis dan lateralis adalah deformitas
varus dan vagus, dimana jika penyempitan celah sendi terjadi pada kompartemen
medial akan terjadi deformasi varus dan jika terjadi penyempitan celah sendi pada
kompartemen lateral akan timbul deformitas valgus. Sedangkan untuk menilai
penyempitan celah sendi patelofemoral, proyeksi terbaik adalah dengan skyline
view.
Salah satu indikator progresivitas osteoarthritis lutut adalah penyempitan
celah sendi. Hal yang seringkali menjadi kendala dalam evaluasi radiografi lutut
adalah menentukan penyempitan sendi lutut yang sebenarnya merupakan struktur
tiga dimensi, harus dapat tervisualisasi hanya dengan proyeksi dua dimensi dari
radiografi polos. Seperti diketahui terdapat berbagai protokol radiografi lutut
dalam menilai celah sendi pada osteoarthritia lutut. Terdapat variabilitas dalam
memposisikan sendi pada masing-masing protokol, sehingga dapat diperoleh lebar
celah sendi yang berbeda-beda antara satu protokol radiografi dengan protokol
yang lain. Adapun komponen penting dalam kriteria radiografi lutut untuk menilai
12
penyempitan celah sendi adalah alignment antara tepi anterior dan posterior
plateau tibia, yang diharapkan saling menyatu dengan jarak antara tepi anterior
dan posterior plateau tibia yang seminimal mungkin. Alignment ini dapat
diperoleh melalui penggunaan fluoroskopi ataupun melalui penyesuaian derajat
fleksi lutut dengan arah sinar-X untuk menyatukan tepi anterior dan posterior
plateau. Suatu radiografi lutut dinyatakan baik dalam memvisualisasikan celah
sendi apabila terjadi superimposisi dari tepi anterior dan posterior plateau tibia
(jarak antara tepi anterior dan posterior plateau tibia <1,5 mm).
13
marrow lesion/ BML. Meskipun BML juga dijumpai pada individu normal tanpa
keluhan nyeri lutut ataupun tanpa riwayat trauma sendi, sejauh ini BML
diasosiasikan dengan nyeri lutut dan penipisan tulang rawan sendi pada MRI
(Loeuille, et al., 2009).
b. Vertebra
Foto rontgen pada posisi anteroposterior, lateral, dan oblique sering
dilakukan untuk menunjukkan lumbalisasi atau sakralisasi, menentukan bentuk
foramina intervertebralis dan facet joint. Osteoarthritis vertebra dapat mengenai
sendi apofisialis, diskus antarvertebra dan/atau ligamentum paraspinosus.
Gambaran radiologis sering terlihat normal atau bisa dijumpai penyempitan ruang
diskus intervertebral, osteofit pada sendi facet dan penumpukan kalsium pada
vertebra.
14
CT adalah metode terbaik untuk mengevaluasi penekanan osseus dan pada
saat yang sama juga nampak struktur yang lainnya. Dengan potongan setebal 3
mm, ukuran dan bentuk canalis spinalis, recessus lateralis, facet joint, lamina, dan
juga morfologi discuss intervertebralis, lemak epidural dan ligamentum clavum
juga terlihat.
MRI dengan jelas lebih canggih daripada CT dalam visualisasi struktur non
osseus dan saat ini merupakan metode terbaik untuk mengevaluasi isi canalis
spinalis. Disamping itu, di luar dari penampakan degradasi diskus pada T2
weighted image, biasanya tidak dilengkapi informasi penting untuk diagnosis
stenosis spinalis lumbalis. Bagaimanapun juga, dengan adanya perkembangan
pemakaian MRI yang cepat yang merupakan metode non invasif, peranan MRI
dalam diagnosis penyakit ini akan bertambah. Khususnya kemungkinan untuk
melakukan rangkaian fungsional spinal lumbalis akan sangat bermanfaat.
15
3.8 Diagnosis Banding
Tabel 3.2 Diagnosis banding
Gambaran Osteoarthritis Arthritis Gout
Radiologi Rheumatoid
Daerah Predileksi Sendi Mengenai sendi kecil Paling sering pada
penyangga PIP, MCP, MTP 1
berat badan pergelangan siku,
seperti coxae, pergelangan kaki, dll
genu, vertebra
Celah Sendi Menyempit Menyempit Baik hingga
menyempit
Erosi Tidak ada Erosif sekitar sendi Erosive pada pinggir
tulang
“over hanging lip”
Punched Out dengan
garis sklerotik
Simetri Tidak Simetris Simetris dan bilateral Asitmetris
Kista Ada Ada (pseudocyst) Tidak Ada
Osteofit Ada pada Tidak ada Tidak Ada
pinggir sendi
16
osteoarthritis dan penatalaksanaan osteoarthritis (dini, eksaserbasi akut, jangka
panjang dan tahap lanjut).
Sampai saat ini belum ada terapi yang dapt menyembuhkan osteoarthritis.
Penatalaksanaan terutama ditujukan pada pengendalian/menghilangkan nyeri,
memperbaiki gerak dan fungsi sendi serta meningkatkan kualitas hidup. Operasi
penggantian sendi hanya dilakukan untuk penderita dengan osteoarthritis berat
dan tidak respons dalam pengobatan terapi. Saat ini, penatalaksanaan
osteoarthritis diharapkan dapat memodifikasi perjalanan penyakit bahkan
mungkin mencegah terjadinya osteoarthritis dengan pemberian disease modiflying
osteoarthritis drugs (DMOADs). Hasil terbaik bila dilakukan pendekatan
multidisiplin dan tatalaksana yang bersifat multimodal (IRA, 2016).
17
BAB 4
KESIMPULAN
18
DAFTAR PUSTAKA
19
Rosani, S. & Isbagio, H. (2014). Osteoartritis. In C. Tanto, F. Liwang, S. Hanifati
& E. A. Pradipta (Eds.). Kapita Selekta Kedokteran Jilid II (4th Ed.).
Jakarta: Media Aesculapius.
Soeroso, J., Isbagio, H., Kalim, H. Broto, R. & Pramudiyo, R. (2014). Penyakit
Ginjal Kronik. In S. Setiati, I. Alwi, A.W. Sudoyo, M. Simadibrata, B.
Setiyohadi, A. F. Syam (Eds.) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II (6th
Ed.)., Depok: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
20