Hormon Paratiroid
Hormon Paratiroid
HORMON PARATIROID
Dosen Pembimbing :
Disusun oleh :
FAKULTAS FARMASI
JAKARTA
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala limpahan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan karya tulis ini.
Sungguh suatu kesyukuran yang memiliki makna tersendiri, karena walaupun
dalam keadaan terdesak, saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Apa yang saya lakukan dalam makalah ini, masih jauh yang diharapkan
dan isinya masih terdapat kesalahan – kesalahan baik dalam penulisan kata
maupun dalam menggunakan ejaan yang benar. Oleh karena itu, kritikan dan
saran yang sifatnya membangun, saya harapkan sehingga makalah ini menjadi
sempurna.
Penulis,
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
Daftar Pustaka............................................................................................. iv
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
Secara garis besar, rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Apakah kelenjar paratiroid itu?
b. Bagaimana fungsi hormon yang dihasilkan kelenjar paratiroid?
c. Apa efek hormon paratiroid terhadap tubuh ?
d. Apa yang terjadi jika kelenjar paratiroid tidak berfungsi normal?
e. Bagaimana farmakoterapi terhadap gangguan hormon paratiroid ?
1.3 Tujuan
Makalah ini dimasukkan sebagai pedoman, agar mahasiswa mengetahui
tentang kelenjar paratiroid, fungsi hormon yang dihasilkan dan penyakit yang
ditimbulkan jika kelenjar tersebut tak berfungsi normal serta mengetahui
pengobatan yang dapat diberikan pada gangguan metabolsme hormon paratiroid.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Kelenjar paratiroid dikelilingi oleh jonjot kapsul jaringan ikat. Kelenjar ini terdiri
atas sel-sel epitel, yang tersusun membentuk tali epitel melalui jaringan lemak dan
jaringan ikat. Jaringan itu berhubungan dengan jala kapiler yang tebal. Dalam
epitel dibedakan :
3
2.2 Sintesis dan Sekresi Hormon Paratiroid
Proses proteolisis HPT akan menghasilkan HPT (7-84) dan fragmen HPT
lainnya, yang ekresinya terutama melalui urin. Pada gagal ginjal senyawa-
senyawa ini dapat terakumulasi, sedangkan HPT yang utuh eksresinya melalui
ginjal dan ekstrarenal. HPT (7-84) ternyata dapat menghambat reseptor HPT.
Pada hipokalsemia, HPT akan lebih banyak disekresi sedangkan yangdihidrolisis
akan sedikit, Pada keadaan ini HPT bertambah. Bila hipokalsemia berlangsung
lama, sisntesi HPT juga akan meningkat dan kelenjar paratiroid akan mengalami
hipertofi.
Fungsi utama HPT , mempertahankan kadar Ca2+ cairan ekstrasel agar tetap stabil,
melalui pengaruh utamanya pada pengaturan absorbsi Ca2+ di ginjal dan
mobilisasi Ca2+ tulang. HPT mengatur fluksus Ca dan fosfat melalui membran di
tulang dan ginjal, karenanya dapat meningkatkan kadar Ca dan menurunkan fosfat
serum, kecuali itu HPT juga dapat memepengaruhi beberapa organ lain seperti
tulang rawan, otot polos pembuluh darah, pasenta, hepar, pulau angerhans
pancreas, otak, fibrolasdermis dan limfosit. Efeknya pada organ tersebut melalui 2
jenis reseptor HPT-1 dan HPT-2 di pembuluh darah, otak, pancreas dan plasenta.
selain telah diterangkan diatas, sekresi hormon ini terutama dipengaruhi oleh
kadar Ca2+ plasma. Bila kadar Ca2+ plasma rendah maka sekresi HPT meningkat,
dan bila keadaan hipokalsemia ini berlangsung lama dapat terjadi hipertofi dan
hiperplasi kelenjar paratiroid. Bila kadar Ca2+ plasma sangat tinggi
(hiperkalsemia) akan terjadi hal yang sebaliknya, HPT sangat rendah tetapi tetap
4
terdeteksi. Perubahan kadar Ca2+ sedikit saja dapat menyebabkan perubahan
sekresi HPT yang cukup besar. Penelitian dengan kultur sel para tiroid
membuktikan bahwa keadaan hipokalsemia dapat merangsang transport asam
amino, sintesis asam nukleat dan protein, pertumbuhan sitoplasma dan sekresi
HPT; sebaliknya hiperkalsemia dapat menekan proses tersebut. Nampaknya Ca2+
dapat mengontrol pertumbuhan kelenjar paratiroid, sintesis dan sekresi HPT
Keseimbangan Ca2+ dalam tubuh dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu vitamin
D, HPT, kalsitonin, hormone pertumbuhan, hormone kelamin, tiroksin,
glukokortiroid, hormone pancreas, dan diet, missal fosfat anorganik. (Anonim,
2012).
5
Absorbsi Ca dalam saluran cerna terjadi di bagian proksimal intestine dan
merupakan proses aktiv, proses ini terhambat bila terdapat garam Ca fosfat atau
Ca oksalat yang tidak larut, atau oleh adanya alkali. Sebaiknya diet tinggi protein
dapat menambah absorbs tersebut. Bila diet mengandung Ca berlebih maka Ca
akan diekresi melalui feses. Sebagian besar Ca yang dibebaskan dari resorbsi
tulang akan diekresi melalui urin.
6
A. Efek Pengaruh Hormon Paratiroid terhadap Tulang
7
matriks tulang. Peran hormon paratiroid dalam proses ini adalah bahwa
membran sel osteoblas dan osteosit memiliki protein reseptor untuk
mengikat hormon paratiroid. Hormon paratiroid nantinya akan
mengaktifkan pompa kalsium dengan kuat sehinga menyebabkan
perpindahan garam-garam kalsium fosfat dengan cepat dari kristal tulang
amorf yang terletak dekat dengan sel. Hormon paratiroid merangsang
pompa ini dengan meningkatkan permeabilitas kalsium pada sisi cairan
tulang dari membran osteositik, sehingga mempermudah difusi ion
kalsium ke dalam membran sel cairan tulang. Selanjutnya pompa kalsium
di sisi lain dari membran sel memindahkan ion kalsium yang tersisa ke
dalam cairan ekstra sel.
b. Absorpsi Kalsium Fase Lambat Pada fase ini, yang berperan adalah
osteoklas. Walaupun pada dasarnya osteoklas tidak memiliki membran
reseptor untuk hormon paratiroid. Aktifasi sistem osteoklastik terjadi
dalam dua tahap, yaitu: Aktifasi yang berlangsung dengan segera dari
osteoklas yang sudah terbentuk dan pembentukan osteoklas baru
Kelebihan hormon paratiroid selama beberapa hari biasanya menyebabkan
sistem osteoklas berkembang dengan baik, dan karena pengaruh
rangsangan hormon paratiroid yang kuat, maka pertumbuhan akan
berlanjut terusmenerus selama beberapa bulan. Hormon paratiroid bekerja
langsung pada tulang untuk meningkatkan resorbsi kalsium dari tulang
sehingga sejumlah besar kalsium dilepaskan dari tulang ke cairan ekstra
seluler untuk mempertahankan keseimbangan kalsium. Bila konsentrasi
ion klasium pada cairan ekstra seluler menurun, maka sekresi hormon
paratiroid akan diturunkan pula dan hampir tidak akan terjadi resorbsi.
Kalsium yang berlebihan tadi nantinya akan dideposit ke tulang dalam
rangka pembentukan tulang yang baru. (saraswaty, 2017 ).
8
(kolekalsiferol) berasal dari 7- dehidrokolesterol yang apabila terkena sinar
matahari akan membentuk menjadi vitamin D3. Vitamin D tidak larut di dalam air
namun larut dalam lemak dan pelarut lemak. Vitamin D berfungsi untuk
meregulasi level kalsium dan fosfor dalam darah dengan cara mengatur absorpsi
kalsium dan fosfor dari pakan di dalam usus halus, merearbsorpsi kalsium di
dalam ginjal dan mineralisasi tulang serta kerabang telur. Vitamin D juga
berperan dalam menghambat sekresi hormon paratiroid pada kelenjar paratiroid
dan mencegah penyakit hipokalsemia. Vitamin D2 dan D3 yang ada di dalam
pakan akan diserap oleh usus halus, kemudian dikirim oleh darah menuju hati
yang akan dikonversi menjadi 25-hidroksikolekalsiferol dan akan dikirim ke
ginjal untuk diubah menjadi 1,25-dihidroksikolekalsiferol, bentuk aktif dari
vitamin D. Senyawa tersebut kemudian diedarkan oleh darah ke seluruh jaringan,
saluran pencernaan, tulang dan organ reproduksi. Senyawa 1,25-
dihidroksikolekalsiferol bekerja dengan steroid untuk meregulasi transkripsi DNA
di dalam vili usus untuk menginduksi sintesis mRNA yang bertanggung jawab
terhadap produksi senyawa protein yang berikatan dengan kalsium. Protein akan
terlibat dalam absorpsi kalsium di dalam lumen usus. Jumlah 1,25-
dihidroksikolekalsiferol yang diproduksi di ginjal diatur oleh hormon paratiroid.
Apabila kadar kalsium di dalam darah rendah (hipokalsemia), kelenjar paratiroid
akan memproduksi hormon paratiroid lebih banyak. Produksi 1,25-
dihidroksikolekalsiferol di dalam ginjal menjadi lebih banyak dengan adanya
hormon paratiroid yang banyak sehingga akan meningkatkan absorpsi kalsium di
dalam usus halus.
9
Pengaruh hormon dihidroksikolekalsiferol (Vitamin D3) terhadap Saluran
Pencernaan Vitamin D dapat meningkatkan absorpsi kalsium dalam usus (Fleet
and Schoch 2010). Dalam hal ini vitamin D yang digunakan adalah dalam bentuk
aktif yaitu 1,25 dihidroksikolekalsiferol.1,25.Dihidroksikolekalsife rol berfungsi
untuk meningkatkan absorpsi kalsium oleh usus dengan cara meningkatkan
pembentukan protein pengikat kalsium di sel epitel usus. Protein pengikat kalsium
ini berfungsi di brush border untuk mengangkut kalsium ke dalam sitoplasma sel
dan selanjutnya kalsium bergerak melalui membran basolateral sel dengan cara
difusi terfasilitasi. Protein ini akan tetap berada di dalam sel selama beberapa
minggu setelah 1,25 hidroksikalsiferol dibuang dari tubuh, sehingga memiliki
efek yang berkepanjangan terhadap absorbsi kalsium. Efek lain yang ditimbulkan
adalah pembentukakn ATPase terstimulasi kalsium di brush border sel epitel dan
pembentukan suatu alkalin forfatase di sel epitel (Saraswaty, 2017).
Hormon kalsitonin
10
demikian, bahwa daerah "ruffled borders" pada osteoklas tulang medular menurun
setelah pemberian hormon kalsitonin, yang berarti menurunnya perombakan
kalsium pada tulang tersebut. Dengan berkurangnya perombakan kalsium, maka
menurun pula kadar kalsium dalam darah. (Saraswaty, 2017).
11
yang hanya terjadi di duodenum. Transpor ini memicu pergerakan kalsium
melalui 3 tahap, yaitu : apical calcium entry, cytoplasmic calcium translocation
dalam bentuk terikat dengan calbindin-D9k dan basolateral calcium extrusion.
Kalsium luminal melewati membran melalui transient receptor potential vanilloid
family calcium channel (TRPV)5 dan 6. Ca2+- ATPase (PMCA1b) yang terdapat
membran plasma pada membrane basolateral akan mengeluarkan kalsium
sitoplasma ke dalam plasma. Kalsium sitoplasma dapat juga dikeluarkan oleh
transporter lain, yaitu NA+/Ca2+ exchanger 1 (NCX1) namun kemampuannya
hanya 20% dibandingkan dengan PMCA1b (80%). Transpor kalsium melalui jalur
transcellular digunakan dalam kondisi fisiologis dan jalur ini semakin penting
ketika terjadi peningkatan kebutuhan kalsium, misalnya ketika pembentukan
kerabang telur. Jalur ini distimulasi langsung oleh 1,25- (OH)2D3. 2. Paracellular
Calcium Transport Paracellular transport merupakan mekanisme aktif (cellular
energy dependent) dan pasif (calcium gradient dependent). Komponen pada
paracellular calcium transport, yaitu: passive paracellular, solvent-drag induced,
dan voltage-dependent transport. Transport ini penting terutama ketika terdapat
konsentrasi kalsium luminal yang tinggi akibat asupan kalsium yang tinggi.
Solvent-drag induced dan voltage-dependent transport merupakan proses aktif
yang tergantung dari aktivitas Na+/K -ATPase yang terjadi akibat lingkungan
paracellular yang hiperosmotik dan perbedaan potensial di transepithelial.
Lingkungan hiperosmotik akan menginduksi aliran air yang membawa ion
kalsium melewati ruang paracellular. Solvent drag-induced paracellular calcium
transport merupakan 80% dari total transport kalsium aktif.
12
melewati sitoplasma, sebagian besar dalam bentuk terikat dengan calbindin-D9K,
menuju basolateral membran dan akhirnya dikeluarkan dari sel oleh Na+/K+-
ATPase dan Na+/Ca2+ exchanger (NCX1).
Metabolisme Kalsium
Kurang lebih 99% kalsium terdapat pada tulang rangka dalam bentuk kristal.
Sisanya (1%) dalam bentuk ion pada cairan intraseluler dan ekstraseluler, terikat
dengan protein dan membentuk kompleks dengan ion organik, seperti sitrat, fosfat
dan bikarbonat. Sistem gastrointestinal menjaga homeostasis kalsium dengan
mengatur absorpsi kalsium melalui sel-sel gastrointestinal. Jumlah absorpsi
tergantung dari asupan, umur, hormon, vitamin D, kebutuhan tubuh akan kalsium,
diet tinggi protein dan karbohidrat serta derajat keasaman yang tinggi (pH
rendah). Absorpsi kalsium bervariasi, antara 10- 60%. Jumlah ini menurun seiring
dengan peningkatan umur dan meningkat ketika kebutuhan akan kalsium
meningkat sementara asupan sedikit. Absorpsi terjadi dalam usus halus melalui
mekanisme yang terutama dikontrol oleh calcitropic hormon (1.25-
dihydroxycolecalciferol vitamin D3 (1.25(OH)2D3 dan Parathyroid hormon
(PTH). Untuk mempertahankan keseimbangan kalsium, ginjal harus
mengeksresikan kalsium dalam jumlah yang sama dengan kalsium yang
diabsorpsi dalam usus halus. Dapat diamati pada gambar 3.
13
B. Pengaruh Hormon Paratiroid terhadap Ginjal.
14
2.5 Gangguan Fungsi Paratiroid
A. Hipoparatiroidisme
B. Hiperparatiroidisme
15
perubahan tulang hebat, 1/3 lainnya hanya mengalami dekalsifikasi ringan, dan
pada pasien lainnya tidak ditemukan resorbsi tulang yang aktif. Pada keadaan
yang terakhir ini mungkin asupan Ca2+ .Gejala dini dekalsifikasi adalah rasa
nyeri, sakit pada tulang dan persendian. Efeknya yaitu poliuria, polidipsia,
nikturia, pembentukan batu ginjal, dan penyakit tulang. Terjadi ulkus duoenum,
pankreatitis dan hiperurikemia, anoreksia, flatulensia, hipotoni otot, mual muntah,
dan gangguan jantung.
C. Osteoporosis
16
2. 6 Obat yang Mempengaruhi Metabolisme Kalsium
a. Farmakokinetik
Pada pemberian per oral, absorbsinya baik dan cepat, dalam waktu 3-6
jam akan mencapai kadar puncak. Kecepatan absorbsinya konsisten diikuti
peningkatan eksresi Ca di urin yang dapat dideteksi sekitar 7 jam sesudah
pemberian oral. Respons biologisnya sesuai dengan besarnya dosis yang
diberikan, ini terlihat dari meningkatnya ekresi Ca di urin yang meningkat pada
pemberian dosis 0,5 atau 1,0 mikrogram 2 kali sehari.
17
b. Indikasi
Osteoporosis pascamenopause atau andropause; renal osteodistrofi pada
pasien gagal ginjal kronik yang akan dihemodialisis; hipoparatiroid idiopatik;
penyakit rickets yang vitamin D-dependen.
c. Dosis dan Cara Pemberian
Terapi harus dimulai dari dosis paling kecil, 2 kali 0,25 μg. Bila perlu
dosis dapat ditingkatkan, tetapi kadar Ca darah harus dimonitor setiap 4 minggu
seklai. Bila kadarnya telah melebihi 1 mg/100 ml atau 0,25 mmol/ L diatas harga
normal (9-11 mg/100 mL atau 2,25-2,75 mmol/L), dosis harus segera dikurangi
atau terapi dihentikan, untuk mencegah hiperkalisemia dan hiperkalsiuria. Apabila
kadar Ca darah telah normal kembali, obat dapat diberikan kembali.
d. Efek samping
Hiperkalsemia; pada fase awal ada keluhan rasa lemah, sakit kepala.
e. Kontraindikasi
Pasien dengan hiperkalsemia; yang hipersensitif terhadap kalsitriol; wanita
menyusui. Belum ada data mengenai keamanan kalsitriol untuk wanita hamil.
2. Kalsitonin
Kalsitonin dihasilkan oleh sel parafolikuler kelenjar tiroid. Sel ini secara
embriologis berasal dari ultimobranchial body yang berada dikelenjar tiroid. Sel
ini secara embriologis berada di kelenjar tiroid, paratiroid dan timus. Senyawa ini
merupakan inhibitor kuat osteoklas yang dapat menyebabkan resorbsi tulang, dan
pada pasien osteoporosis dapat meningkatkan BMD tulanhg. Peningkatan BMD
ini lebih jelas terlihat bila kecepatan turn over tinngi. Kalsitonin manusia,
merupakan monomer dengan masa paruh sekitar 10 menit.
18
a. Mekanisme kerja
b. Farmakokinetik
Kalsitonin dapat diberikan secara parenteral atau intranasal. Pada
pemberian subkutan kadar puncak plasma tercapai dalam waktu 15-45 menit.
Masa paruh plasma kalsitonin sekitar 4 menit. Metabolisme manusia terjadi di
ginjal. Nampaknya obat ini tidak dapat melalui barier plasenta tetapi dapat masuk
ke dalam ASI.
c. Indikasi
Efek hipokalsemik dan hipofosfatatemik hormone ini digunakan untuk pasien
hiperkalsemik misalnya pada pasien hiperparatiroid, hiperkalsemik idiopatik dan
keracunan vitamin D. efektif untuk dekalsifikasi yang dapat terjadi pada berbagai
kelainan; (1) osteoporosis pada usia lanjut, (2) peningkatan resorpsi tulang (3)
paget’s disease.
19
e. Efek Samping
Ruam kulit, mual muntah, diare, flushing didaerah muka dan malaise.
Umumnya keluhan saluran cerna dan kulit ini berkurang walaupun terapi
diteruskan. Peningkatan sekresi Na dan air yang bersifat sementara diawal terapi.
f. Kontraindikasi
ibu menyusui, (ibu hamil belum diteliti).
(Anonim, 2012).
3. Golongan Bisfosfonat
Biofosfonat merupakan analog sintetik pirofosfat yang ikatan P-O-P nya berubah
menjadi P-C-P. Dari banyak uji klinik acak terkontrol, terbukti golongan obat
menduduki posisi penting dalam pencegahan dan terapi osteoporosis. Golongan
obat ini dikenal sebagai obat anti resorbsi karena secara aktif menghambat
resorpsi tulang, menghambat kerja dan juga menyebabkan apoptosis osteoklas.
a. Farmakokinetik
Pada pemberian peroral, absorbsi golongan ini minim, dan adanya
makanan dalam labung dapat menghambat absorbsi. Karenanya, harus diberikan
pada pagi dan ditelan dengan minimal air putih. Setengah jam setelah itu pasien
tidak boleh berbaring karena dapat terjadi refluk esofagitis. Dalam darah tidak
terikat protein. Dalam darah tidak terikat protein plasma dan tidak mengalami
metabolime, eksresinya melalui ginjal. Masa paruh eliminasi panjang. Seitar 40-
60% akan diretensi tulang, kemudian dikeluarkan sedikit demi sedikit.
20
b. Indikasi
Penyakit paget, terapi diberikan 6 bulan, 10 mg/kg sehari. Hiperkalsemia,
sakit pada fraktur akibat metastatis kanker tulang; untuk ini digunakan pamidronat
60 mg infus IV, atau zaledronat 4 mg, infus diberikan selama min 15 menit setiap
4 minggu sekal. Mencegah atau terapi osteoporosis, dan mengurangi resiko
fraktur. Diberikan alendronat 70 mg 1 x seminggu, risedronat 35 mg 1 x
seminggu, ibandronat 150 mg 1x sebulan.
c. Efek Samping
Biofosfonat dapat menyebabkan gangguan GI, sakit sendi, flu-like
syndrome, sakit kepala, reaksi kulit.
d. Interaksi Obat
Kalsium dan antasida yang mengandung ion divalen akan menghambat
absorbsi biofosfonat.
e. Kontraindikasi
Hipersensitivitas; pasien yang tidak dapat menegakkan tubuh lebih dari ½
jam, ulkus peptikum, gangguan ginjal dengan klirens kreatinin < 30 ml/menit.
(Anonim, 2012).
21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kelenjar paratiroid berfungsi dalam mensintesis hormon paratiroid/parathormon
(PTH) yang berfungsi untuk mengatur konsentrasi ion kalsium dalam cairan
ekstraseluler dengan cara mengatur : absorpsi kalsium dari usus, ekskresi kalsium
oleh ginjal, dan pelepasan kalsium dari tulang.
Gangguan keseimbangan hormon paratiroid dapat menyebabkan berbagai
macam penyakit, seperti kelebihan kadar paratiroid (hiperparatiroidisme), seperti
kekurangan kadar paratiroid hipoparatiroidisme, dan osteoporosis.
3.2 Saran
Sebagai seorang farmasis, kita sebaiknya tahu banyak tentang segala sesuatu yang
berkenaan dengan kelenjar paratiroid dan hormon endokrin lainnya, karena
pengetahuan tersebut dapat menjadi acuan dan bekal dalam menangani
berbagai .kasus yang berkaitan dengan gangguan hormon yang akan terjadi pada
pasien serta persiapan praktik di lembaga-lembaga terkait maupun kehidupan
sehari-hari.
22
DAFTAR PUSTAKA
Ghafari1, Mahin. Zahra Taheri1, Abdollah Hajivandi2, and Masoud Amiri1. 2015.
Parathyroid Carcinoma; Facts And Views. Journal of Parathyroid
Disease 2015,3(2),37–40
Kafeshanil, maezieh. Maftab zarafbani, sara shokri moghaddam, and Ali ahmadi,
hamid. 2016. Serum 25-hydroxy vitamin D level in diabetic patients
versus normal individuals; a pilot study. Journal of Parathyroid Disease
2016,4(2),40–4.
Yauri, F. Livia, Emma S. Moeis, Karel Pandelaki. 2016. Gambaran hasil produk
kalsium dan fosfor pada pasien penyakit ginjal kronik stadium V di
Ruang Hemodialisis RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Jurnal e-
Clinic (eCl), Volume 4, Nomor 2, Juli-Desember 2016
23