Anda di halaman 1dari 40

Ringkasan

Studi atau penelitian yang dilakukan oleh Mark E. Zmijewski dan Robert L. Hagerman pada
tahun 1981 memberikan bukti tambahan kepada teori positif pilihan kebijakan akuntansi
dengan mengkombinasikan prinsip akuntansi individual ke dalam strategi pendapatan
perusahaan. Strategi pendapatan merupakan variabel yang dependen dalam suatu analisa
probit dimana variabel independennya adalah ukuran, kompensasi manajemen, rasio
konsentrasi industri, risiko sistimatik, intensitas modal dan rasio total hutang terhadap
total aset. Hasil pengujian mereka juga menyimpulkan bahwa perusahaan kecil atau
perusahaan atau perusahaan yang mempunyai konsentrasi industri yang kecil tidak
membuat keputusan terhadap pilihan kebijakan akuntansi. Hasil dari tes empiris yang
dilakukan oleh Zmijewski dan Hagerman (1981) mengindikasikan bahwa keempat variabel
independen tersebut tersebut mempunyai hubungan yang signifikan dengan pilihan strategi
pendapatan perusahaan.

Watt dan Zimmerman didalam bukunya “Positive Accounting Theory”, menjelaskan studi
atau penelitian yang dilakukan oleh Smijewski dan Hagerman (1981) menggunakan tiga
hipotesis dari positive accounting theory, yaitu bonus plan hypothesis, debt covenant
hypothesis, dan political cost hypothesis untuk menjelaskan portofolio prosedur akuntansi
yang dipilih dan digunakan perusahaan. Ketiga hipotesis tersebut (bonus plan, debt/equity
dan size) mempengaruhi pilihan terhadap kumpulan prosedur akuntansi yang dilakukan
manajer. Studi yang dilakukan mereka memfokuskan diri kepada penjelasan terhadap
pilihan, bukan penjelasan terhadap kumpulan prosedur akuntansi itu sendiri.

Pendahuluan

Suatu fenomena akuntansi tentang insentif ekonomi yang memotivasi manajer untuk
memilih prinsip-prinsip akuntansi diungkapkan pertama kali oleh Gordon (1964), yang
membuat teori bedasarkan fenomena akuntansi tersebut. Rangkaian tulisan dan penelitian
sesudahnya menguji fenomena akuntansi tersebut dan berusaha menentukan insentif-
insentif ekonomi yang memotivasi manajer untuk menggunakan prinsip-prinsip akuntansi
yang mempengaruhi penyusunan laporan keuangan.

Motivasi manajer dapat dilihat dari adanya aktivitas lobi untuk menerima dengan
pengecualian atau keringanan atau menolak suatu standar akuntansi (GAAP),
mempengaruhi GAAP yang dapat dipilih perusahaan, dan pilihan dan/atau perubahan dalam
prinsip akuntansi yang digunakan perusahaan. Kedua fenomena ini tentunya akan
menimbulkan biaya bagi perusahaan. Pertanyaan yang diajukan oleh Smijewski dan
Hagerman (1981) adalah dengan asumsi rasionalitas ekonomi, apakah keuntungan yang
diperoleh dari pembenaran timbulnya beban perusahaan atas aktivitas lobi dan pilihan
dan/atau perubahan prinsip akuntansi yang dilakukan manajer? Dalam menjawab
pertanyaan tersebut mereka menggunakan pendekatan teori positive accounting dalam
menentukan dan memilih prinsip-prinsip akuntansi yang dilakukan manajer.

Tujuan studi Smijewski dan Hagerman (1981) adalah untuk mengembangkan dan menguji
teori positif dengan menggunakan pendekatan strategi pendapatan. Melalui pendekatan ini
kumpulan dari pemilihan prinsip atau standar akuntansi diperlakukan sebagai satu
kesatuan keputusan yang diambil perusahaan. Penelitian ini juga untuk menguji apakah
teori positif juga berlaku secara umum untuk semua perusahaan.

Smijewski dan Hagerman (1981) menjelaskan teori positif akuntansi dapat menjawab
alasan perusahaan melakukan lobi untuk dapat memilih prinsip-prinsip akuntansi yang
digunakan. Teori tersebut dapat mengidentifikasikan motif-motif ekonomi dibalik pemilihan
prinsip akuntansi dan bagaimana motif-motif ekonomi (insentif) tersebut bisa diubah. Teori
ini dapat digunakan untuk memprediksi bagaimana perusahaan dan pihak-pihak yang
terkait seperti auditor bereaksi terhadap perubahan dalam peraturan akuntansi dan dapat
memprediksi pengaruh ekonomi atas perubahan tersebut. Prediksi-prediksi tersebut dapat
membantu pembuat kebijakan, seperti FASB, untuk mengantisipasi perusahaan-perusahaan
mana yang akan melakukan lobi yang intensif atau yang menolak perubahan daam aturan
akuntansi yang diusulkan.

Latar Belakang
Penelitian pasar modal selama tahun 1970an memberikan langkah yang besar dalam
menjelaskan pengaruh akuntansi dalam investasi di pasar modal, khususnya pengaruh
akuntansi terhadap harga saham dan volume penjualan dan pembelian saham. Akan tetapi,
hal ini tidak memberikan perhatian khusus terhadap mekanisme dan hipotesis non-efek
dan dukungan yang tidak konsisten dalam memprediksi bahwa investor menggunakan
informasi akuntansi secara sistematik dalam pembuatan keputusan apakah akan menjual
atau membeli saham. Ini disebabkan peneliti menyadari kesulitan dalam memprediksi
reaksi pasar tehadap akuntansi rilis ketika mereka tidak punya teori yang kuat untuk
menjelaskan mengapa manajer membuat laporan akuntansi di tempat pertama, atau
mengapa mereka memilih untuk mengaplikasikan prinsip akuntansi khusus.
Efficient Market Hypothesis dan asumsinya ( informasi tersedia secara penuh, tidak ada
biaya transaksi, tidak ada pajak dan pasar persaingan sempurna). Penelitian pasar modal
tidak selalu mampu menjelaskan reaksi pasar tidak cepat terhadap informasi akuntansi.

Teori Positif Pemilihan Kebijakan Akuntansi

Gordon (1964) adalah orang pertama yang tekun menganalisa motif ekonomi dibalik
pemilihan standar, prinsip dan prosedur akuntansi yang dilakukan oleh manajemen
perusahaan. Gordon (1964) menyimpulkan bahwa manajer akan memilih prinsip akuntansi
yang membuat rangkaian dari pendapatan atau laba dari tahun ke tahun yang tidak
fluktuatif (“smooth”). Analisa Gordon bersifat dugaan karena secara implisit
mengasumsikan investor tidak bisa atau tidak akan sepenuhnya menyesuaikan terhadap
prinsip akuntansi alternatif. Studi empiris yang dilakukan Ball (1972) dan Sunder (1975) dan
yang lainnya mengidikasikan, pada tingkat pasar agregat, penyesuaian-penyesuaian
dilakukan menurut efficient market hypothesis. Jadi manajer mungkin saja tidak
termotivasi untuk memilih prinsip akuntansi yang mengharuskan pendapatan yang landai
(“smooth”) atau yang bertumbuh dengan alasan ini (efficient market hypothesis).

Watt dan Zimmerman (1978) membangun suatu teori yang membuat hipotesa tentang
insentif ekonomi yang dimiliki manajer dalam memilih prinsip akuntansi dan membuat
suatu model yang dapat diuji. W-Z menguji model terhadap posisi lobi manajer pada saat
menyerahkan tanggapan kepada FASB yang membuat exposure draft tentang General Price
Level Accounting. Hagerman dan Smijewski (1979) kemudian mengembangkan teori W-Z
terhadap pilihan menajer terhadap kebijakan akuntansi secara individual (satu kebijakan
akuntansi yang diterapkan).

Teori yang dikembangkan Watt dan Zimmerman berdasarkan proposisi manajer berusaha
untuk memaksimalkan keuntungannya yang bisa dihubungkan langsung dengan
kompensasi yang mereka diperoleh, dalam hal ini kekayaan. Kompensasi manajemen
meningkat dengan meningkatkan nilai dari saham yang mereka miliki melalui management
stock option plan dan/atau dengan meningkatkan nilai pembayaran tunai melalui insentif
berupa bonus dalam bentuk uang. W-Z berpendapat empat faktor yang dapat meningkatkan
kekayaan manajemen; 1) dengan mengurangi atau menunda pembayaran pajak, 2) dengan
regulasi pemerintah yang menguntungkan, 3) mengurangi biaya politik, seperti ancaman
nasionalisasi, expropriation, tuntutan anti trust, dan 4) meningkatkan laba yang digunakan
sebagai basis untuk menghitung bonus. Meningkatnya arus kas perusahaan karena
pengurangan atau penundaan pembayaraan pajak, dengan faktor lain tidak berubah
(ceteris paribus) dapat meningktkan harga saham, sedangkan faktor yang keempat
menghasilkan peningkatan kompensasi manajemen secara langsung.

Berdasarkan logika dalam proposisi yang diterangkan pada paragraf sebelumnya, manajer
akan melobi dan memilih kebijakan-kebijakan akuntansi yang dapat menurunkan atau
menunda pembayaran pajak, mengamankan peraturan-peraturan atau keputusan-
keputusan yang dikeluarkan regulator yang menguntungkan mereka, menurunkan biaya
politik, menurunkan biaya untuk menghasilkan infornasi dan/atau menghasilkan bonus
tunai buat mereka. Kecuali penurunan biaya untuk menghasilkan informasi yang secara
langsung mengurangi arus kas keluar, kebijakan-kebijakan akuntansi dapat mempengaruhi
ketiga faktor lainnya melalui laba yang dilaporkan. Suatu kebijakan akuntansi yang dapat
menurunkan laba dapat juga menurunkan atau menunda pembayaran pajak (asumsinya
kebijakan akuntansi diterapkan baik untuk tujuan akuntansi maupun perpajakan,
contohnya LIFO). Jika perusahaan diregulasi, kebijakan akuntansi yang menurunkan laba
dapat menjadi alasan yang dapat dibenarkan bagi manajemen untuk berargumen bahwa
laba perusahaan terlalu kecil sehingga harga harus dinaikkan. Laba yang kecil dapat
menurunkan biaya politik karena perusahaan menjadi terlalu kecil untuk dilihat dan kecil
kemungkinannya untuk diserang oleh aktivis-aktivis politik daripada perusahaan yang
mempunyai laba yang besar. Terakhir untuk perusahaan yang memberikan insentif
berdasarkan laba yang dilaporkan, manajer mempunyai insentif yang kuat untuk
menggunakan prosedur akuntansi yang meningkatkan laba.

Watts (1977), menggunakan hasil penelitian Jensen dan Meckling (1976), merupakan orang
pertama yang mengusulkan syarat-syarat hutang (debt covenant) dapat mempengaruhi
pemilihan kebijakan akuntansi. Colllin, Rozeff dan Dhaliwal (1980), Dhaliwal (1980),
Holthausen (1980) dan Keftwich (1980) berpendapat bahwa makin besar rasio hutang
terhadap modal suatu perusahaan, makin terikat dengan persyaratan hutang tersebut.
Perusahaan dapat melonggarkan persyaratan, seperti persyaratan pembagian dividen,
dengan memilih kebijakan akuntansi yang dapat meningkatkan laba. Mereka mengajukan
hipotesis rasio hutang terhadap modal yang tinggi berhubungan dengan penggunaan
alternatif akuntansi yang dapat meningkatkan laba. Mereka melakukan pengujian dan
menemukan, kecuali Holthausen (1980) bahwa rasio hutang terhadap modal memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap hal-hal yang mereka uji.

Pengujian-Pengujian Empiris

Beberapa pengujian empiris yang dilakukan sebelumnya dengan mengggunakan teori


positif diterangkan dalam paragraf di bawah ini.

a. Pengujian W-Z

W-Z melakukan pengujian terhadap posisi lobi yang dilakukan perusahaan yang
menyerahkan tanggapan kepada FASB mengenai standar akuntansi General Price Level
Accounting (GPLA). Mereka menguji hubungan empiris dari penyesuaian posisi lobi yang
dilakukan perusahaan atas pengaruh GPLA terhadap laba perusahaan, terhadap ukuran
dan pangsa pasar, yang merupakan variabel proksi untuk biaya politik, rencana pembagian
keuntungan manajemen (management profit-sharing plan) dua variabel proksi untuk adanya
kemungkinan pengaruh pajak, dan apakah perusahaan merupakan perusahaan yang diatur
dengan peraturan atau tidak.

Hasil dari pengujian diperoleh, variabel yang dapat mempunyai pembedaan yang paling
kuat adalah ukuran perusahaan, makin besar ukuran perusahaan makin besar lobi untuk
memperkecil pendapatan. Sedangkan variabel lainnya mempunyai explanatory power yang
kecil.

b. Pengujian hagerman dan Zmijewski (1979)

Hagerman dan Zmijewksi (1979) melakukan pengujian teori posotif akuntansi. Mereka
menggunakan analisa probit untuk menentukan jika pemilihan atas empat kebijakan
akuntansi secara sendiri-sendiri, yaitu depresiasi, metode persediaan, perlakukan terhadap
kredit pajak investasi dan amortisasi biaya jasa lalu (past service cost) di 300 perusahaan.
Model H-Z terdiri dari variabel firm size dan management incentive plan, sama seperti
model W-Z. H-Z menggunakan delapan firm concentration ratio sebagai pengganti pangsa
pasar dalam model W-Z. Concentration ratio diasumsikan sebagai variabel proksi
kemampuan perusahaan untuk mendapatkan monopoli sewa (monopoly rents), yang dapat
menimbulkan biaya politik yang besar. Perusahaan yang menghasilkan dan melaporkan
monopoli sewa mempunyai kemungkinan yang besar untuk menghadapi aksi anti-trust dan
masuknya perusahaan lain. Kemudian dibuat hipotesa yang menyatakan perusahaan yang
menghasilkan monopoli sewa akan memilih prinsip dan prosedur akuntansi yang dapat
meminimalkan laba yang dilaporkan untuk mencegah masuknya perusahaan lain dan
tuntutan hukum.

Dua variabel lain, risiko sistematis dan intensitas modal juga diuji. Perusahaan yang lebih
berisiko cenderung untuk mendapatkan hasil yang lebih besar untuk menutupi tambahan
risiko sistimatis yang perusahaan pikul. Dimana laba akuntansi mencerminkan laba
ekonomi, perusahaan yang lebih berisiko akan memiliki laba akuntansi yang lebih besar.
Perusahaan yang menggunakan capital intensive menghasilkan laba yang lebih tinggi
daripada perusahaan yang menggunakan labor incentive karena biaya modal dicatat pada
sisi neraca, bukan di laporan laba rugi. Karena perusahaan yang lebih berisiko dan
mempunyai capital intensive yang lebih besar mendapatkan abnormal profit, perusahaan
akan memilih prinsip dan prosedur akuntansi yang dapat menurunkan laba yang
dilaporkan..

H-Z menguji metode persediaan LIFO, Penyusutan yang dipercepat, penangguhan kredit
pajak investasi dan amortisasi biaya jasa lalu selama periode kurang dari 30 tahunn
sebagai alternatif penurunan laba. Pilihan untuk meningkatkan laba adalah metode
persediaan FIFO, metode penyusutan garis lurus, metode flow-through untuk kredit pajak
investasi dan amortisasi selama 30 tahun atau lebih untuk biaya jasa lalu pensiun (pension
past service costs).

Model secara statistik berpengaruh signifikan kepada dua kebijakan akuntansi: persediaan
dan penyusutan. Hal yang mengganggu dalam penelitian adalah adanya variabel yang sama
tidak signifikan secara konsisten terhadap setiap kebijakan akuntansi yang diuji (empat
kebijakan). Bukti ini mengindikasikan variabel independen mungkin saja mempunyai
kekuatan untuk menjelaskan pada umumnya, tetapi variabel-variabel independen tersebut
secara sendiri-sendiri bukan merupakan penentu atas pilihan kebijakan akuntansi. Hal ini
bisa diinterpretasikan proses pengambilan keputusan yang berbeda digunakan untuk
memilih kebijakan akuntansi (hal yang tidak mungkin) atau kebijakan akuntansi yang diuji
bukan merupakan keputusan sendiri-sendiri.

Pendekatan Strategi Laba (Pendapatan)

1. Strategi Laba

Banyak studi yang membahas pemilihan kebijakan akuntansi mengasumsikan bahwa


pemilihan kebijakan akuntansi bersifat independen, hal yang tidak mungkin bagi manajer
untuk melakukannya. Jika manajemen menggunakan model H-Z atau W-Z dalam melobi dan
keputusan untuk memilih kebijakan akuntansi, keputusan ini tidak akan independen karena
nilai-nilai dari variabel-variabel independen dari kedua model tersebut adalah indentik
untuk setiap keputusan. Bedasarkan faktor ekonomi yang mempengaruhi keputusan,
manajer berusaha untuk mencapai level optimal laba yang dilaporkan dan akan memilih
satu kumpulan (set) kebijakan akuntansi tertentu. Esensinya, manajemen akan
menggunakan strategi laba yang multi dimensi untuk perusahaan, dengan setiap satu
kebijakan akuntansi merupakan satu dimensi dari strategi laba tersebut.

Model W-Z dan H-Z mengasumsikan independensi. Model W-Z tidak menjelaskan pengaruh
dari keputusan kebijakan akuntansi lain yang dibuat perusahaan. Perusahaan tidak akan
mengeluarkan biaya lobi jika perusahaan dapat mengatasi pengaruh dari keputusan yang
dibuat FASB dengan merubah kumpulan kebijakan akuntansi dan jika biaya untuk merubah
lebih sedikit dibandingkan biaya yang timbul dari melobi.

Model H-Z mengasumsikan manajer dapat memilih suatu prinsip akuntansi berdasarkan
pengaruh dari kebijakan akuntansi tersebut secara sendiri-sendiri terhadap laba yang
dilaporkan dan variabel-variabel ekonomi dari model tersebut. Karena kumpulan dari
variabel-variabel independen adalah sama untuk setiap perusahaan pada suatu waktu,
model akan memprediksikan semua kebijakan akuntansi yang dapat menaikkan atau
menurunkan laba pada setiap perusahaan. Oleh karena itu, untuk satu perusahaan, model
H-Z dapat menyimpulkan suatu strategi laba perusahaan yang bersifat konservatif
(menurunkan laba) atau lliberal (menaikkan laba).

Zmijewski dan Hagerman (1981) kemudian membandingkan model W-Z dan H-Z dalam
sebuah tabel (terlampir) mengenai kombinasi empat kebijakan akuntansi dan strategi laba.
Kombinasi kebijakan akuntansi mulai dari yang paling menurunkan laba sampai dengan
yang paling menaikkan laba dengan skala 1-16. Keempat kebijakan akuntansi dibagi ke
dalam dua kelompok besar yaitu yang dapat menaikkan laba (ditandai dengan angka 1) dan
yang dapat menurunkan laba (ditandai angka O).

Kebijakan Menaikan Laba (0) Menurunkan Laba (1)


Penyusutan Metode Dipercepat Metode Garis Lurus
Persediaan LIFO FIFO
Amortisasi Biaya Lalu (Pensiun) Kurang dari 30 tahun 30 tahun atau lebih
Kredit Pajak Investasi Metode penangguhan Metode Flow-through

Dari tabel, hanya 12,33% dari sampel H-Z yang berada dalam kategori ekstrim (3,33% most
decreasing dan 9% most increasing). Hasil memperlihatkan mengikuti strategi laba
keseluruhan.
Strategi yang optimal diperoleh tidak berada dalam kondisi ekstrim karena adanya trade-
off antara variabel ukuran perusahaan yang menyebabkan manajer menurunkan laba dan
variabel kompensasi manajemen yang mendorong manajemen untuk meningkatkan laba.
Hasil dari trade-off mengartikan bahwa setiap kombinasi dari kumpulan GAAP yang
tersedia memberikan hasil yang optimal untuk perusahaan.

Jika perusahaan mengikuti keseluruhan strategi laba, maka strategi perusahaan


digunakan sebagai variabel dependen daam analisa statistik untuk menguji pilihan prinsip
akuntansi. Berdasarkan empat kebijakan akuntansi yang dianalisa dan dua pilihan untuk
setiap kebijakan, maka diperoleh 16 kombinasi yang dapat diikuti perusahaan dan
diperingkat dari 1 sampai dengan 16. Kumpulan strategi yang pertama yang diuji
berdasarkan asumsi pemilihan metode depresiasi dan persediaan, amortisasi biaya jasa
lalu dan perlakuan kredit pajak investasi, mempunyai pengaruh yang sama terhadap laba
yang dilaporkan. Asumsi ini menghasilkan 5 strategi alternatif, yang masing-masing
mempunyai besaran pengaruh yang berbeda terhadap laba yang dilaporkan. Kelima strategi
tersebut adalah:
1. Penurunan laba untuk semua kebijakan akuntansi;
2. Kenaikan laba untuk satu kebijakan akuntansi dan penurunan laba untuk ketiga
kebijakan akuntansi;
3. Kenaikan laba untuk dua kebijakan akuntansi dan penurunan laba untuk kedua kebijakan
akuntansi;
4. Kenaikan laba untuk tiga kebijakan akuntansi dan penurunan laba untuk satu kebijakan
akuntansi; dan
5. Kenaikan laba untuk semua kebijakan akuntansi.

Asumsi semua alternatif kebijakan akuntansi mempunyai pengaruh yang sama terhadap
laba yang dilaporkan bersifat arbiter. Meskipun demikian karena tidak mungkin menghitung
pengaruh secara tepat dari berbagai kombinasi prinsip akuntansi, Smijewski dan
Hagerman (1981), menambahkan dua asumsi mengenai pengaruh alternatif prinsip
akuntansi dan menguji kumpulan strategi untuk melihat apabila hasil pengujian sensitif
terhadap asumsi-asumsi dari kebijakan akuntansi secara sendiri-sendiri (individual)
terhadap agregat kebijakan akuntansi alternatif.

Tambahan asumsi yang pertama adalah alternatif prosedur akuntansi biaya pensiun dan
kredit pajak investasi mempunyai setengah dari pengaruh alteratif prosedur akuntansi
persediaan dan penyusutan. Tambahan asumsi ini menghasilkan tujuh strategi yang
berbeda yang disajikan pada tabel terlampir. Tambahan asumsi yang kedua adalah biaya
pensiun dan kredit pajak mempunyai pengaruh yang sama akan tetapi kurang dari setengah
pengaruh persediaan dan penyusutan terhadap laba yang dilaporkan. Alternatif tambahan
asumsi yang kedua menghasilkan sembilan strategi yang disajikan dalam tabel terlampir.

Smijewski dan Hagerman (1981) menguji model H-Z yang digunakan pada tahun 1979
tersebut dengan tambahan rasio hutang terhadap modal pada strategi laba yang
diterapkan perusahaan, Smijewski dan Hagerman (1981) menilai keputusan pemilihan
kebijakan akuntansi dianalisa sebagai kesuluruhan strategi laba perusahaan, bukan yang
bersifat independen.

TEORI AKUNTANSI
TEORI AKUNTANSI DAN PERUMUSANNYA
1. TEORI AKUNTANSI
Teori akuntansi adalah adalah cabang akuntansi yang
terdiri dari pernyataan sistematik tentang prinsip dan
metodologi yang membedakan dengan praktik. Definisi lain
teori akuntansi merupakan suatu susunan konsep, definisi,
dan dalil yang menyajikan secure sistematis gambaran
fenomena akuntansi serta menjelaskan hubungan
antarvariabel dalam struktur akuntansi dengan maksud
untuk dapat memprediksi fenomena yang muncul.
Fungsi Teori akuntansi adalah :
1. Sebagai pedoman bagi lembaga penyusun standar
akuntansi
2. Memberikan kerangka acuan dalam menyelesaikan
masalah akuntansi yang tidak ada standar resmi
3. Meningkatkan pemahaman dan keyakinan pembaca
terhadap informasi yang disajikan dalam laporan keuangan

4. Agar laporan keuangan dapat diperbandingkan

5. Memberikan kerangka acuan dalam menilai prosedur


dan praktik akuntansi
Vernon kam (1986) menganggap bahwa teori akuntansi
adalah suatu sistem yang komprehensif dimana termasuk
postulat dan teori yang berkaitan dengannya. Dia membagi
unsure teori dalam beberapa elemen: postulat dan asumsi
dasar, definisi, tujuan akuntasi, prinsip atau standar, dan
prosedur atau metode-metode.

Vernon Kam (1986) mengemukakan fungsi dari adanya


teori akuntansi sebagai berikut :

1. Menjadikan pegangan bagi lembaga penyusunan


standar akuntansi dalam menyusun standarnya.
2. Memberikan kerangka rujukan untuk menyelesaikan
masalah akuntansi dalam hal tidak adanya standar
resmi.
3. Menentukan batas dalm hal
melakukan judgment dalam penyusunan laporan
keuangan.
4. Meningkatkan pemahaman dan keyakinan pembaca
laporan terhadap informasi yang disajikan laporan
keuangan.
5. Meningkatkan kualitas laporan yang dapat
diperbandingkan.
Sedangkan Hendriksen (1982) mengemukakan kegunaan
teori akuntansi sebagai berikut :

1. Memberikan kerangka rujukan sebagai dasar untuk


menilai prosedur dan praktik akuntansi.

2. Memberikan pedoman terhadap praktik dan prosedur


akuntansi yang baru.

Menurut Ahmed Belkaoui, tidak ada teori akuntansi yang


lengkap pada kurun waktu. Oleh karena itu, teori akuntansi
harus mencakup semua literature akuntansi yang
memberikan pendekatan yang berbeda-beda satu sama
lain. Tidak ada teori akuntansi yang lengkap, yang
mencakup dan memenuhi keinginan dari semua keadaan
dan waktu dengan efektif.

Teori akuntansi harus dapat memberikan penjelasan


mengenai praktik akuntansi; menjawab,dan menjelaskan
semua fenomena yang melatarbelakangi penerapan suatu
metode dalam praktik akuntansi. Teori akuntansi harus bisa
memprediksi atau bahkan menemukan gejala akuntansi
yang belum diketahui.

2. PEMBUAT KEBIJAKAN AKUNTANSI


Teori akuntansi berkaitan erat dengan penyusunan
kebijaksanaan akuntansi. Hubungan antara teori akuntansi
dan proses penetapan standar harus dipahami dalam
konteksnya yang luas. Kondisi ekonomi memiliki dampak
terhadap faktor politik dan teori akuntansi. Demikian
juga,faktor politik memiliki dampak terhadap teori
akuntansi. Lingkungan akuntansi keuangan mempengaruhi
proses penetapan kebijakan,yang pada akhirnya juga akan
turut menentukan proses pelaporan keuangan. FASB dan
SEC menjalankan fungsinya sebagai badan pembuat
kebijakan dalam bidang akuntansi keuangan sekaligus
penetapan standar.

Faktor-faktor yang mempengaruhi penetapan kebijakan


akuntansi :

1. Kondisi Ekonomi
Tingkat inflasi yang tinggi,terjadi pada tahun 1970 an
dimana FASB mengharuskan pada perlunya pengungkapan
atas informasi mengenai perubahan harga adalah salah
satu contoh klasik dari kondisi ekonomi yang berimplikasi
pada pembuatan kebijakan.

2. Faktor Politik

Adapun yang dimaksud dengan faktor politik adalah pihak-


pihak yang merupakan subjek dimana ketentuan dan
berbagai regulasi dihasilkan.

3. Teori Akuntansi

Teori akuntansi dikembangkan dan disaring lewat sebuah


proses riset akuntansi. Hasil riset utama berasal dari
akuntan pendidik,kantor akuntan publik,dan sektor industri
swasta.

Standar dan pernyataan atau ketetapan lainnya yang


dihasilkan oleh organisasi pembuat kebijakan akan
diintegrasikan dan diterapkan dalam praktek pada tingkat
organisasi.

Kemudian sebelum laporan keuangan dihasilkan, auditor


akan menjelaskan fungsinya sebagai fungsi pengendalian
yaitu memastikan adanya kecocokan antara praktik
akuntansi dengan berbagai ketentuan akuntansi yang ada.
Setelah itu,barulah laporan keuangan yang telah diaudit ini
akan diterbitkan dan disajikan kepada para pemakai (user).

Teori akuntansi akan dapat bermanfaat apabila rumusan


teori itu dapat dijadikan sebagai alat untuk meramalkan
apa yang akan diharapkan mungkin terjadi di masa yang
akan datang. Kalau demikian halnya, mestinya setiap
Negara harus memiliki dan merumuskan teori akuntansinya
sendiri yang disimpulkan dari kondisi dan fenomena
ekonomi social yang dimilikinya, bukan mengambila alih
sepenuhnya dari susunan teori akuntansi Negara lain.

Hadibroto (Media Akuntansi 1988) menekankan pentingnya


teori akuntansi. Menurut beliau ada sinyalemen yang
berkembang yang menganggap bahwa seolah teori
akuntansi tidak dibutuhkan. Alas an yang mendasari
pemikiran ini adalah baha akuntansi bukanlah merupakan
suatu disiplin ilmu yang menjelaskan semua gejala-gejala
akuntansi di dalam praktiknya. Akuntansi bersifat teknis
dan procedural. Pandangan ini keliru, teori akuntansi dapat
memberikan penjelasan mengenai praktik akuntansi,
menjawab, dan menjelaskan semua fenomena yang
melatarbelakangi penerapan suatu metode dalam praktik
akuntansi.

Hendriksen menilai teori akuntansi sebagai suatu susunan


prinsip umum akan dapat:

1. Memberikan kerangka acuan yang umum dari mana


praktik akuntansi dinilai

2. Teori akuntansi yang dirumuskan tidak akan mampu


mengikuti perkembangan ekonomi, sisial, teknologi, dan
ilmu pengetahuan yang demikian cepat.

3. SIFAT TEORI AKUNTANSI


Teori akuntansi memiliki beberapa sifat, diantaranya yaitu :
a) Merupakan seperangkat prinsip yang logis, saling
terkait dan membentuk kerangka umum.

b) Berkaitan erat dengan penyusunan kebijakan


akuntansi.

c) Harus mencakup semua literatur akuntansi yang


memberikan pendekatan yang berbeda-beda satu sama
lain.

d) Harus dapat memberikan penjelasan mengenai


praktik akuntansi, menjawab dan menjelaskan semua
fenomena yang melatarbelakangi penerapan suatu metode
dalam praktik akuntansi.

e) Harus dapat menjelaskan mengapa perusahaan lebih


cenderung menggunakan metode LIFO daripada FIFO
dalam menilai persediaannya.

f) Harus bisa memprediksi atau bahkan menemukan


gejala akuntansi yang belum diketahui.

g) Sangat penting dalam menyusun dan memverifikasi


prinsip akuntansi.

4. PERIODISASI TEORI AKUNTANSI


Menurut Godfrey dkk (1992) periodisasi teori akuntansi
dapat digolongkan sebagai berikut:

1. Pre-theory period (1492-1800)


Peragalo mengemukakan bahwa tidak ada teori akuntansi
yang dirumuskan sejak Pacioli sampai pada awal abad ke-
19. kalaupun ada saran-saran atau pertanyaan-pertanyaan
belum dapat digolongkan sebagai teori atau pernyataan
yang sistematis.

2. General scientific period (1800-1955)

Dalam periode ini sudah ada pengimbangan teori yang


penekanannya baru berupa penjelasan terhadap praktek
akuntansi. Di sini sudah ada kerangka kerja untuk
menjelaskan dan mengembangkan praktek akuntansi.
Akuntansi dikembangkan berdasarkan metode empiris
yang mengutamakan pengamatan atas kenyataan sehari-
hari atau realitas bukan didasarkan pada logika. Laporan
AAA ”A Tentative Statement of Accounting Principles
Affecting Corporate Reports pada tahun 1938 serta laporan
AICPA tentang A Statement of Accounting Principle
(Sanders, Hatfield dan Moore) merupakan dua contoh
perumusan teori akuntansi berdasarkan metode empiris
atau disebut era general scientific ini.

3. Normative period (1956-1970)

Dalam periode ini perumus teori akuntansi mencoba


merumuskan “norma-norma” atau “praktek akuntansi yang
baik”. Kalau dalam periode sebelumnya menekankan
kepada ”APA” yang terjadi dalamperiode ini ”Bagaimana
seharusnya” dilakukan, ”What should be”. Pada periode ini
muncul kritik terhadap konsep ”historical cost” dan
pendukung adanya ”conceptual framework”. Beberapa
terbitan laporan pada era ini adalah: An Inquiry into the
Nature of Accounting oleh Goldberg yang diterbitkan pada
tahun 1965, AAA menerbitkan A Statement of Basic
Accounting Theory.

4. Specific Scientific Period (1970-sekarang)

Periode ini disebut juga “positive era”. Di sini teori


akuntansi tidak cukup hanya dengan sifat normatif tetapi
harus bisa diuji kebenarannya. Norma dinilai subyektif jadi
harus diuji secara positif.

Pendekatan normatif dikritik karena:

(1) teori normatif tidak melibatkan pengujian hipotesa.

(2) teori normatif didasarkan pada pertimbangan


subyektif.

Karena teori normatif dianggap merupakan pendapat


pribadi yang subyektif maka tidak bisa diterima begitu saja
harus dapat diuji secara empiris agar memiliki dasar teori
yang kuat. Pada periode ini data empiris sudah banyak
tersedia kemudian teknik-teknik statistik dan teknik yang
menggunakan disiplin lain untuk melakukan pengujian
sudah demikian banyak sehingga memudahkan melakukan
pengujian.

Tujuan dari pendekatan teori akuntansi positif adalah untuk


menerangkan dan meramalkan praktek akuntansi. Salah
satu contoh dalam penggunaan teori positif ini adalah
hipotesa ”bonus plan”. Hipotesa ini menunjukkan bahwa
manajemen yang remunerasinya didasarkan pada bonus
maka mereka akan berusaha memaksimasi pendapatannya
melalui pendekatan akuntansi yang dapat menaikkan laba
sehingga bonusnya tinggi. Dalam penyusunan laporan
keuangan manajemen tentu akan memilih standar
akuntansi yang dapat menaikkan laba atau bonus mereka.

Teori ini akan dapat menjelaskan atau memprediksi prilaku


manajemen dalam mana bonus plan diberlakukan. Watts
dan Zimmerman pendukung konsep ini dalam bukunya
Positive Accounting Theory menyatakan bahwa keuntungan
pendekatan ini adalah bahwa regulator bisa meramalkan
konsekuensi ekonomis dari berbagai kebijakan atau praktek
akuntansi.

Menurut Godfrey dkk pada akhir-akhir ini ada


kecenderungan munculnya perbedaan antara Riset
Academics dan Riset Profesional yang sebelumnya dinilai
seragam. Riset Academics tetap dalam pendekatan positif
yang umumnya menekankan pada peran dan pengaruh
informasi akuntansi sedangkan Profesional agak condong
pada pendekatan normatif yang umumnya menekankan
upaya untuk menyeragamkan praktek akuntansi agar lebih
bermanfaat bagi praktisi.

5. METODE PERUMUSAN TEORI AKUNTANSI


Teori harus mampu merumuskan kebenaran. Oleh karena
itu teori harus selalu diuji. Ada 3 kriteria atau pihak atau
sumber yang memiliki wewenang dalam mennetukan
kebenaran atas suatu teori, yaitu:

1. Dogmatic
Kebenaran dikatakan benar karena disampaikan oleh ahli
yang memenang memiliki wewenang untuk menyampaikan
kebenaran dan ini tidak perlu diuji lagi. Keyakinan pada
kebenaran ini hanya berdasar pada kepercayaan,
keyakinan, atau iman seseorang. Misalnya keyakinan
beragama, charisma seseorang, jabatan, dan lain
sebagainya.

1. Self evidence
Kebenaran disampaikan dari suatu teori yang dibuktikan
oleh pengetahuan umum, pengamatan, atau pengalaman.

1. Scientific
Kebenaran disampaikan dari suatu teori yg dibuktikan
lewat metode ilmiah. Teori dirumuskan, diuji, dan
seterusnya berulang secara terus-menerus.

Menurut Godfrey, dalam mengaitkan antara teori dengan


kenyataan , dikenal tiga jenis hubungan, yaitu :

1. Syntactic
Teori dirumuskan dengan garis logis. Hubungan itu
dirumuskan dalam bentuk aturan seperti aturan bahasa,
aturan matematik, dan lain sebagainya.

1. Semantic
Teori menghubungkan konsep dasar dari suatu teori ke
objek nyata.hubungan ini dituangkan dalam bentuk aturan
yang sesuai atau definisi operasional. Semantic
menyangkut hubungan kata, tanda, atau symbol dari
kenyataan sehingga teori itu lebih mudah dipahami,
realistic, dan berarti.

1. Pragmatic
Tidak semua teori memiliki aspek pragmatis. Disini
pragmatis itu berkaitan dengan pengaruh kata-kata,
symbol terhadap manusia. Akuntansi dianggap memiliki
kemampuan mempengaruhi perilaku manusia.
6. PENDEKATAN DALAM PERUMUSAN TEORI
AKUNTANSI
Dalam literature dikenal beberapa pendekatan dalam
menrumuskan teori akuntansi. Masing-masing penulis
memberikan metode yang diikutinya. Beberapa
pendekatan dalam perumusan teori akuntansi menurut
Belkaoui adalah sebagai berikut :

1. Pendekatan informal terbagi atas :


a. Pragmatis, praktis, dan non teoritis

Dalam metode ini perumusan teori akuntansi didasarkan


atas keadaan dan praktik di lapangan. Yang menjadi
pertimbangan adalah hal-hal apa yang berguna untuk
menyelesaikan persoalan secara praktis.

b. Pendekatan otoriter

Dalam metode ini yang merumuskan teori akuntansi


adalah organisasi profesi yang mengeluarkan pernyataan-
pernyataan yang mengatur praktek akuntansi.

1. Pendekatan Teoritis terbagi atas :


a. Pendekatan Deduktif

Perumusan dimulai dari perumusan dalil dasar akuntansi


(postulat dan prinsip akuntansi) dan selanjutnya diambil
kesimpulan logis tentang teori akuntansi mengenai hal
yang dipersoalkan. Pendekatan ini dilakukan dalam
penyusunan struktur akuntansi dimana dirumuskan dulu
tujuan laporan keuangan, rumuskan postulat, kemudian
prinsip, dan akhirnya lebih khusus menyusun teknik atau
standar akuntansi.

b. Pendekatan Induktif

Penyusunan teori akuntansi didasarkan pada beberapa


observasi dan pengukuran khusus dan akhirnya dari
berbagai sampel dirumuskan fenomena yang seragam atau
berulang (informasi akuntansi) dan diambil kesimpulan
umum (postulat dan prinsip akuntansi).

Tahapan yang dilalui adalah:

1. Mengumpulkan semua observasi


2. Menganalisis golongan observasi
3. Penarikan kesimpulan umum
4. Pengujian kesimpulan umum
1. Pendekatan Etika
Dalam pendekatan perumusan akunansi ini digunakan
konsep kewajaran, keadilan, pemilikan dan kebenaran.
Menurut D.R. Scottkriteria yang harus digunakan dalam
perumusan teori akuntansi adalah keadilan dengan
memperlakukan pihak yang berkaitan secara adil.

1. Pendekatan Sosial
Yang menjadi perhatian utama dalam perumusan teori
akuntansi adalah dampak social dari teknik akuntansi. Jadi
yang menjadi perhatian bukan pemakai langsung, tetapi
juga masyarakat secra keseluruhan.

1. Pendekatan Makro Ekonomi


Pendekatan ekonomi dalam perumusan teori akuntansi
menekankan pada control perilaku indikator makro
ekonomi yang menghasilkan perumusan teori akuntansi.
Dengan demikian, pemilihan teknik akuntansi didasarkan
pada dampaknya pada ekonomi nasional. Dapat
disimpulkan bahawa teknik dan kebijakan akuntansi harus
dapat menggambarkan realitas ekonomi dan pilihan
terhadap teknik akuntansi harus tergantung pada
konsekuensi ekonomi.

1. Pendekatan Eklektif
Merupakan pendekatan dalam perumusan teori akuntansi
dimana teori akuntansi dirumusan tidak hanya pada satu
pendekatan saja, melainkan kombinasi dari pendekatan-
pendekatan yang ada.

Dari literature lain kita mengenal pendekatan komunikatif


dalam perumusan teori akuntansi. Pendekatan ini
dikembangkan oleh Bedfourd dan Baldouni yang
menganggap akuntansi adalah sebagai suatu system yang
terpadu dalam proses komunikasi. Disini dirumuskan
informasi apa yang perlu dan disajikan oleh perusahaan
kepada para pembaca agar mereka dapat
menggunakannya dalam proses pengambilan keputusan.

Banyak lagi pendekatan yang perlu dikemukakan disini


antara lain behavioural approach, yang menekankan pada
aspek perilaku yang ditimbulkan oleh informasi akuntansi,
pragmatic, nontheoritical approach, theory of account
approach yang melihat akuntansi dari aspek hubungan
antara perkiraan yang dibangun dari dasar teori double
entry.

7. PERUMUSAN TEORI AKUNTANSI DI INDONESIA


Sampai saat ini Indonesia masih belum berupaya secara
intensif untuk merumuskan teori atau standar
akuntansinya sendiri. Kita masih tetap menggunakan teori
atau standar akuntansi Amerika atau yang terakhir dari
IASC (International Accounting Standard Committee)
sebagai dasar pengembangan akuntansi di tanah air.
Standar akuntansi keuangan maupun pernyataan standar
pemeriksaaan masih mengadopsi atau menterjemahkan
standar serat pedoman dari Amerika atau IASC dengan
berbagai modifikasi minor. Upaya yang baru dilakukan oleh
profesi akuntansi adalah perumusan prinsip akuntansi
Indonesia namun belum menyentuh dasar teori
akuntansinya.

Tingkatan Teori Akuntansi :


1. Teori Sintaktis (teori yang berhubungan dengan struktur
akuntansi)
Teori yang mencoba menerapkan praktek akuntasi yang
sedang berjalan dan meramalkan bagaimana akuntan
harus bereaksi terhadap situasi-situasi tertentu, atau
bagaimana mereka akan melaporkan kejadian-kejadian
tertentu. Misal : dalam periode harga yang melambung
tinggi LIFO akan cenderung menghasilkan laba yang lebih
rendah dibandingkan metode FIFO.
2. Teori Semantis (teori interpretasional)
Teori yang berkonsentrasi pada hubungan antara
gejala(obyek atau kejadian) dan istilah atau simbol yang
menunjukannya. Misal : Interpretasi aktiva adalah nilai
tersebut menunjukkan nilai manfaat di masa yad, konsep
laba, konsep nilai.
3. Teori Pragmatik (teori perilaku/behavioral theories)
Teori yang menekankan pengaruh laporan serta ikhtisar
akuntansi terhadap perilaku atau keputusan, mengukur dan
menilai pengaruh ekonomik, psikologis dan sosiologis dari
prosedur akuntansi alternatif dan media pelaporannya.

Pengertian Teori Akuntansi


A. Pengertian Teori Akuntansi
Teori akuntansi merupakan penalaran logis dalam bentuk
seperangkat prinsip luas yang memberikan kerangka acuan
umum yang dapat digunakan untuk menilai praktek
akuntansi memberi arah pengembangan prosedur dan
praktek baru.

Tujuan teori akuntansi adalah untuk memberikan


seperangkat prinsip logis yang saling berkaitan, yang
membentuk kerangka acuan umum bagi penilaian dan
pengembangan praktek akuntansi yang sehat. Dalam
pengembangan teori akuntansi selain pertimbangan
kemampuan untuk menjelaskan atau meramalkan, juga
harus dipertimbangkan kesanggupan teori tersebut untuk
mengukur risiko, atau probabilitas prediksi untuk berfungsi
sebagai pernyataan yang tepat atas kejadian di masa
depan.

B. Teori Akuntansi Sebagai Sains


Teori akuntansi sering diartikan sebagai sekumpulan prinsip
– prinsip akuntansi yang berlaku dan harus dianut dalam
lingkungan tertentu.

Pengertian teori adalah seperangkat konsep, definisi, dan


proposisi yang saling berkaitan. Teori berisi pernyataan –
pernyataan asumsi dan hipotesis. Dan tujuan teori sendiri
adalah menjelaskan ( menganalisis dan memberi alasan
mengapa fenomena atau fakta seperti yang diamati ) dan
memprediksi ( memberi keyakinan bahwa asumsi atau
syarat yaang diteorikan besar kemungkinan merupakan
suatu fenomena atau kejadian tertentu yang akan terjadi ).

C. Aspek Sasaran Teori


Aspek sasaran teori akuntansi ini adalah pembedan teori
akuntansi menjadi teori akuntansi positif ( berisi
pernyataan tentang suatu kejadian, tindakan, atau
perbuatan seperi apa adanya sesuai dengan fakta atas
dasar empiris ) dan normatif ( berisi pernyataan dan
penalaran untuk menilai apakah sesuatu itu baik atau
buruk atau relevan atau tidak relevan dalam hubungannya
dengan kebijakan ekonomik atau sosial tertentu.

D. Aspek Tataran Semiotika


Semiotika merupakan bidang kajian yang membahas teori
umum tentang tanda – tanda dan simbol – simbol dalam
bidang lingustika ( bidang kajian ilmu bahasa yang
membahas fonetik, gramatika, morfologi,, dan makna kata
atau ungkapan). Tanda atau simbol bhasa dan tata bahasa
membentuk ungkapan bahasa yang menjadi media
komunikasi.

F. Teori Akuntansi Semantik


Teori akuntansi semantik ini menekankan pembahasan
pada masalah penyimbolan dunia nyata atau realitas ke
dalam tanda – tanda bahasa akuntansi ( elemen statemen
keuangan ) sehingga orang dapat membayangkan
kegiatan. Oleh karena itu, teori ini banyak membahas
pemdefinisian makna elemen, pengidentifikasian atribut
atau karakteristik elemen sebagai bahan pendefinisian,
dan penentuan jumlah rupiah elemen sebagai salah satu
atribut.

G. Teori Akuntansi Sintatik


Teori akuntansi sintatik merupakan teori yang berorientasi
untuk membahas masalah – masalah tentang bagaimana
kegiatan – kegiatan perusahaan yang telah disimbolkan
secara semantik dalam elemen – elemen keuangan dapat
diwujudkan dalam bentuk statemen keuangan. Simbol –
simbol tersebut ( misalnya aset, kewajiban, dan lainnya ).

H. Teori Akuntansi Pragmatik


Teori ini memusatkan perhatiannya pada pengaruh
informasi terhadap perubahan perilaku pemakai laporan.
Dengan kata lain, teori ini membahas reaksi pihak yang
dituju oleh informasi akuntansi. Teori pragmatik juga
membahas berbagai hal dan masalah yang berkaitan
dengan pengujian kebermanfatan informasi baik dalam
konteks pelaporan keuangan eksternal maupun manajerial.

I. Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif merupakan proses penyimpulan yang
berawal dari suatu pernyataan umum yang disepakati
( diebut premis ) ke pernyataan khusus sebagai
kesimpulan. Penalaran deduktif dalam akuntansi digunakan
untuk memberi penjelasan dukungan terhadap kelayakan
suatu pernyataan akuntansi

J. Penalaran Induktif
Penalaran induktif merupakan proses yang berawal dari
suatu pernyataan atau keadaan yang khusus dan berakhir
dengan pernyataan umum yang merupakan generalisasi
dari keadaan khusus tersebut. Penalaran induktif dalam
akuntansi pada umumnya digunakan untuk menghasilkan
pernyataan umum yang menjadi penjelasan terhadap
gejala akuntansi tersebut.

Pengungkapan merupakan bagian integral dari pelaporan keuangan dan langkah akhir dalam proses akuntansi
yaitu penyajian informasi dalam bentuk seperangkat penuh statemen keuangan. Evans (2003) membatasi
pengertian pengungkapan hanya pada hal-hal yang menyangkut pelaporan keuangan. Pernyataan manajemen
dalam surat kabar atau media masa lain serta informasi diluar lingkup pelaporan keuangan tidak termasuk dalam
pengertian pengungkapan. Sementara itu, Wolk, Tearney, dan Dodd (2001) memasukkan pula statemen
keuangan segmental dan statemen yang merefleksi perubahan harga sebagai bagian dari pengungkapan.
Ada dua jenis pengungkapan dalam hubungannya dengan persyaratan yang ditetapkan oleh standar dan
regulasi, yaitu:
1. Pengungkapan Wajib (mandatory disclousure)
Pengungkapan Wajib merupakan pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh peraturan yang berlaku.
Peraturan tentang standar pengungkapan informasi bagi perusahaan yang telah melakukan penawaran umum
dan perusahaan publik yaitu, Peraturan No. VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan dan
Peraturan No. VIII.G.2 tentang Laporan Tahunan. Peraturan tersebut diperkuat dengan Keputusan Ketua
Bapepam No. Kep-17/PM/1995, yang selanjutnya diubah melalui Keputusan Ketua Bapepem No. Kep-
38/PM/1996 yang berlaku bagi semua perusahaan yang telah melakukan penawaran umum dan perusahaan
publik. Peraturan tersebut diperbaharui dengan Surat Edaran Ketua Bapepam No. SE-02/PM/2002 yang
mengatur tentang penyajian dan pengungkapan laporan keuangan emiten atau perusahaan publik untuk setiap
jenis industri.
2. Pengungkapan Sukarela (voluntary disclosure)
Salah satu cara meningkatkan kredibilitas perusahaan adalah melalui pengungkapan sukarela secara lebih luas
untuk membantu investor dalam memahami strategi bisnis manajemen. Pengungkapan Sukarela merupakan
pengungkapan butir-butir yang dilakukan secara sukarela oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh peraturan
yang berlaku.
Sedangkan dari sumber PSAK dapat disimpulkan bahwa informasi lain atau informasi tambahan (telaahan
keuangan yang menjelaskan karakteristik utama yang mempengaruhi kinerja perusahaan, posisi keuangan
perusahaan, kondisi ketidakpastian, laporan mengenai lingkungan hidup, laporan nilai tambah) adalah
merupakan pengungkapan yang dianjurkan (tidak diharuskan) dan diperlukan dalam rangka memberikan
penyajian yang wajar dan relevan dengan kebutuhan pemakai.
Luas pengungkapan mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi,
sosial budaya suatu negara, teknologi informasi, kepemilikan perusahaan dan peraturan-peraturan yang
dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang. Ada tiga konsep pengungkapan yang umumnya diusulkan, yaitu:
1. Adequate disclosure (pengungkapan cukup)
2. Fair disclosure (pengungkapan wajar)
3. Full disclosure (pengungkapan penuh)
Pengukuran Tingkat Pengungkapan
Pengukuran tingkat pengungkapan menggunakan indeks pengungkapan. Penelitian terdahulu yang
menggunakan indeks pengungkapan untuk mengukur tingkat pengungkapan perusahaan dibagi dalam dua
kelompok, yaitu penelitian yang menggunakan indeks pengungkapan tanpa pembobotan dan penelitian yang
menggunakan indeks pengungkapan dengan pembobotan. Kedua jenis indeks pengungkapan ini dapat
dikembangkan sendiri oleh peneliti atau dikembangkan lembaga tertentu.
Dari beberapa penelitian, dapat disimpulkan bahwa penelitian tentang pengungkapan wajib menggunakan
indeks pengungkapan tanpa pembobotan, sedangkan penelitian tentang pengungkapan sukarela terbagi menjadi
dua kelompok yaitu, menggunakan indeks pengungkapan tanpa pembobotan dan menggunakan indeks
pengungkapan dengan pembobotan.
Kualitas Laba
Laba akuntansi yang berkualitas adalah laba akuntansi yang mempunyai sedikit atau tidak mengandung
gangguan persepsi (perceived noise) didalamnya dan dapat mencerminkan kinerja keuangan perusahaan yang
sesungguhnya (Chandrarin,2003) dalam Sekar (2004), sedangkan Ayres (1994) menyatakan bahwa laba
akuntansi dikatakan berkualitas apabila elemen-elemen yang membentuk laba tersebut dapat diinterprestasikan
dan dipahami secara memuaskan oleh pihak yang berkepentingan.
Conservatism index (C-score) sebagai proksi konservatisme neraca, earnings quality indicator (Q-score) untuk
menghitung tingkat konservatisme laporan rugi laba, dan earnings Response Coefficient (ERC) merupakan
ukuran atau proksi yang digunakan untuk mengukur kualitas laba. Pada penelitian ini kualitas laba diukur dengan
menggunakan ERC, karena pada penelitian-penelitian dipasar modal, untuk mengukur besarnya reaksi pasar
terhadap informasi laba digunakan ERC.
Beberapa peneliti telah mengukur kualitas laba dengan ERC antara lain Balsam et al (2003), Teoh dan Wong
(1993), Fan dan Wong (2003), Choi dan Jeter (1990) dan Warfield et al (1998). Lev (1989), Bandyopadhyay
(1994), Sekar (2004), Agung (2005), Gideon (2005), menyatakan bahwa besaran ERC menunjukkan kualitas
earnings perusahaan. Kuatnya reaksi pasar terhadap informasi laba yang tercermin dari tingginya ERC,
menunjukkan laba yang dilaporkan berkualitas. Sebaliknya, lemahnya reaksi pasar terhadap informasi laba yang
tercermin dari rendahnya ERC, menunjukkan laba yang dilaporkan kurang atau tidak berkualitas.
ERC dari setiap sekuritas berbeda-beda besarannya karena terdapat banyak faktor yang mempengaruhi ERC.
Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan adanya beberapa faktor yang mempengaruhi ERC seperti
persistensi laba (Kormendi dan Lipe, 1987; Easton dan Zmijweski,1989), risiko sistematis (Collins dan Kothari ,
1989), pertumbuhan perusahaan (Collins dan Kothari ,1989), struktur modal (Dhaliwal et al ,1991; Biddle dan
Seow ,1991; Kim et al,2000) , besaran perusahaan (Easton dan Zmijweski,1989; Chaney dan Jeter,1991;
Baginski,1999) .

.1.7 Legitimasi Proses Penyusunan Standar

Prognosis Pesimistik

Legitimasi proses penetapan standar kadang dihubungkan dengan kemampuannya untuk membuat
sistem akuntansi yang optimal, yaitu suatu sistem yang ekspektasi pengembaliannya kepada seorang
pengguna yang menerapkan sebuah strategi keputusan yang optimal adalah lebih besar dari atau
sama dengan pengembalian yang serupa dari sistem alteranatif yang lain.

Debat mengenai kemungkinan tercapainya sistem akuntansi yang optimal dicetuskan oleh
penggunaan teorema ketidakmungkinan oleh Demski yang mengemukakan pandangan bahwa:

Proses penetapan standar akuntansi harus mampu memuaskan kondisi Arrow agar dapat dikatakan
sah
Tidak ada kumpulan standar yang akan selalu mencari alternatif-alternatif baru yang berkaitan
dengan keinginan dan kepercayaan.

Prognosis pesimistik menyimpulkan bahwa usaha-usaha untuk menggunakan standar tampaknya


tidak akan memberikan hasil, dan prinsip-prinsip akuntansi yang ptimal tidak akan diperoleh.

Prognosis Optimistik

Cushing memberikan prognosis optimistik mengenai banyaknya jumlah tanggung jawab dari prinsip
akuntansi yang optimal, dengan syarat bahwa asumsi dari para pengguna heterogen dan asumsi-
asumsi yang mendasarinya paradoks Arrow tidak digunakan (ditinggalkan).

Bromwich menawarkan kemungkinan adanya standar akuntansi parsial; standar untuk satu atau
lebih masalah akuntansi, yang dibuat dengan terisolasi dari standar atau masalah-masalah akuntansi
lainnya.

Chamber memilih untuk meniadakan ilmu ekonomi yang dipaparkan oleh Demski yang sifartnya
tidakmungkin. Chamber mengajukan suatu ikmu yang mengasumsikan adanya norma atau standar
yang berlaku pada situasi-situasi tertentu. Norma adalah informasi yang mewakili arus uang maupun
nilai moneter dari asset serta jumlah arus utang pada pihak lain setiap waktu. Apabila norma tidak
tersedia, Chamber menyarankan agar menggunakan alternatif lain yang dapat menyajikan
pengukuran dengan nilai yang mendekati.

2.1.8 Standar Akuntansi yang Berlebihan

Standar akuntansi yang berlebihan umumnya dihubungkan dengan perkembangan standar


akuntansi. Situasi berikut telah ikut dikaitkan dengan masalah tersebut:

Standar yang terlalu banyak.

Standar yang terlalu detail.

Tidak ada standar yang tegas, membuat pemilihan suatu aplikasi menjadi suli

Standar untuk tujuan umum tidak mampu mengatasi perbedaan-perbadaan yang terdapat dalam
kebutuhan dari para pembuat, pengguna, dan CPA.

Standar untuk tujuan umum tidak mampu mengatasi perbedaan-perbedaan yang terdapat diantara:

Entitas publik dan nonpublik

Laporan keuangan tahunan dan interim

Perusahaan-perusahaan besar dan kecil

Laporan keuangan yang telah diaudit dan belum diaudit.


Pengungkapan yang berlebihan, pengukuran yang rumit, atau kedua-duanya.

2.1.9 Dampak dari Standar Akuntansi yang Berlebihan

Standar akuntansi yang terlalu banyak, terlalu sempit, dan kaku dapat berpengaruh serius terhadap
kinerja akuntan, nilai informasi yang disajikan bagi para penguna, dan keputusan yang dibuat para
manajer.

Akuntan dapat kehilangan orientasinya terhadap tugas sesungguhnya sebagai akibat banyaknya data
yang diperlukan saat memenuhi ketentuan suatu standar.Audit dapat memenuhi kegagalan, karena
akuntan dapat kehilangan fokus audit dan mungkin lupa untuk melakukan prosedur audit.

Pertentangan praktik pada kenyataannya dapat dijumpai dalam pertemuan antara; permintaan
terhadap standar profesional dengan ketidakpuasan klien perusahaan kecil terhadap beban standar
yg dipaksakan terhadap mereka.

2.1.10 Solusi Bagi Masalah Standar Akuntansi yang Berlebihan

Berbagai kelompok yang berkepentingan mengusulkan solusi-solusinya untuk masalah akuntansi


yang berlebiahan ini. Special committee on accountingstandards dari AICPA mengevaluasi
kemungkinan pendekatan berikut ini untuk menangani standar auntansi yang berlebiahan.

Tidak ada perubahan, tetap status quo

Perubahan dari konsep yang ada saat ini dari satu kumpulan GAAP yang berlaku untuk semua
perusahaan bisnis menjadi dua kelompok GAAP, sehingga menciptakan satu kumpulan GAAP yang
terpisah bagi entitas-entitas tertentu, seperti perusahaa-perusahaan nonpublic yang kecil.

Perubahan dalam GAAP untuk menyederhanakan aplikasinya terhadap seluruh perusahaan bisnis

Membuat pengungkapan yang berbeda dan alternate-alternatif pengukuran

Perubahan dalam standar CPA untuk pelaporan laporan keuangan

Satu alternative GAAP sebagai dasar pilihan dalam menyajikan laporan keuangan.

2.1.11 Pilihan Dalam Akuntansi

Tiga kategori atau motivasi dilakukannya pilihan dalam akuntansi antara lain: Pertama pembuatan
kontrak, karena adanya biaya-biaya keagenan dan tidak ada pasar yang lengkap, maka digunakan
kontrak yang tergantung pada negara, yang seringkali dipengaruhi oleh pilihan-pilihan akuntansi.
Kedua pemberian harga atas aktiva, kerena informasi yang asimetris, pilihan dalam akuntansi dapat
digunakan untuk mempengaruhi harga-harga aktiva baik melalui orang dalam yang mengerti masalah
ini maupun yang membocorkan informasi, sampai kepada orang dalam yang mengetahui masalah
perputaran, besaran dan resiko dari arus kas di masa depan, atau manajer yang memiliki kepentingan
pribadi dan percaya bahwa pendapatan yang tinggi akan mengarah kepada peninggkatan harga
saham. Ketiga, pilihan akuntansi dapat digunakan untuk mempengaruhi pihak-pihak eksternal
disamping pemilik asli dan potensial dari perusahaan, seperti internal revenue service, regulator
pemerintahan, pemasok, para pesaing negosiator serikat buruh. dan mempengaruhi pihak-pihak
external.

2.1.12 Strategi Penetapan Standar bagi Negara-negara Berkembang

Karakteristik negara-negara berkembang memiliki sistem akuntansi yang secara relatif kurang
memadai dan kurang dapat diandalkan serta institut-institut yang umumnya baru dan belum teruji.
Proses penetapan standar di negara-negara berkembang tidak mengikuti suatu strategi yang unik dan
tepat bagi tiap-tiap negara dan konteks. Bahkan, ada empat jenis strategi yang dapat diidentifikasi:

pendekatan evolusioner

pengembangan melalui transfer teknologi akuntansi

penerapan standar akuntansi internasional

pengembangan standar akuntansi yang didasarkan atas analisis dari prinsip-prinsip dan praktik-
praktik akuntansi di negara-negara maju terhadap latar belakang dari investasi yang mendasari.

Pendekatan evolusioner terdiri atas pendekatan isolasionis atas perbuatan standar di mana negara
berkembang mengembangkan standarnya sendiri tanpa gangguan ataupun pengaruh dari luar.
Negara berkembang tersebut menentukan tujuan-tujuan dan kebutuhan-kebutuhan akuntansi
sendiri secara spesifiki dan selanjutnya memenuhi mereka dengan teknik-teknik, konsep-konsep,
institusi, profesi, dan pendidikannya sendiri dalam kondisi terisolasi.

Pengembangan melalui transfer teknologi akuntansi dapat diakibatkan dari operasi dan aktivitas dari
kantor akuntan internasional, perusahaan-perusahaan multinasional, dan para akademisi yang
berpraktik di negara-negara berkembang atau berbagai perjanjian-perjanjian internasional dan
kesepakatan kerja sama yang meminta dilakukannya pertukaran informasi dan teknologi.

Rencana ekonomi memuat subrencana serta strategi untuk melakukan transfer teknologi akuntansi,
yang terdiri atas:

tujuan-tujuan bagi transfer teknologi akuntansi

strategi

saluran melakukan transfer

tingkatan-tingkatan dari teknologi akuntansi


Penggunaan Standar Akuntansi Internasional. Strategi yang juga tersedia bagi negara-negara
berkembang adalah bergabung dengan internasional acoounting standards committee (IAFC) atau
badan standar internasional lalinnnya yang telah diidentifikasi sebelumnya dan menerapkan
ketetapan secara borongan. Alasan dibelakang strategi ini mungkin adalah untuk :

memperkecil biaya persiapan dan pembuatan standar akuntansi

bergabung dengan dorongan harmonisasi internasional

memfasilitasi pertumbuhan infestasi asing yang mungkin dibutuhkan

memungkinkan profesi ini meniriu standar profesional atas prilaku dan perbuatan yang telah dibuat
dengan baik

melegitimasikan statusnya sebagai anggota denga status penuh dari komunitas internasional

Strategi situasional dapat dikenal pula sebagai pengembangan standar akuntansi dengan didasarkan
atas analisis dari prinsip dan praktek akuntansi dinegara-negara maju terhadap latar beakang
lingkungan yang mendasarinya. Pada dasarnya strategi ini meminta dilakukannya pertimbangan pada
faktor-faktor diagnostik yang menentukan pengembangan akuntansi dinegara-negara berkembang.

2.2 Analisis Masalah

2.2.1 Perkembangan Standar Akuntansi di Indonesia

Pada periode 1973-1984, Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) telah membentuk Komite Prinsip-prinsip
Akuntansi Indonesia untuk menetapkan standar-standar akuntansi, yang kemudian dikenal dengan
Prinsip-prinsip Akuntansi Indonesia (PAI).

Pada periode 1984-1994, komite PAI melakukan revisi secara mendasar PAI 1973 dan kemudian
menerbitkan Prinsip Akuntansi Indonesia 1984 (PAI 1984). Menjelang akhir 1994, Komite standar
akuntansi memulai suatu revisi besar atas prinsip-prinsip akuntansi Indonesia dengan
mengumumkan pernyataan-pernyataan standar akuntansi tambahan dan menerbitkan interpretasi
atas standar tersebut. Revisi tersebut menghasilkan 35 pernyataan standar akuntansi keuangan, yang
sebagian besar harmonis dengan IAS yang dikeluarkan oleh IASB.

Pada periode 1994-2004, ada perubahan Kiblat dari US GAAP ke IFRS, hal ini ditunjukkan Sejak tahun
1994, telah menjadi kebijakan dari Komite Standar Akuntansi Keuangan untuk menggunakan
International Accounting Standards sebagai dasar untuk membangun standar akuntansi keuangan
Indonesia. Dan pada tahun 1995, IAI melakukan revisi besar untuk menerapkan standar-standar
akuntansi baru, yang kebanyakan konsisten dengan IAS. Beberapa standar diadopsi dari US GAAP dan
lainnya dibuat sendiri.
Pada periode 2006-2008, merupakan konvergensi IFRS Tahap 1, Sejak tahun 1995 sampai tahun
2010, buku Standar Akuntansi Keuangan (SAK) terus direvisi secara berkesinambungan, baik berupa
penyempurnaan maupun penambahan standar baru. Proses revisi dilakukan sebanyak enam kali
yakni pada tanggal 1 Oktober 1995, 1 Juni 1999, 1 April 2002, 1 Oktober 2004, 1 Juni 2006, 1
September 2007, dan versi 1 Juli 2009. Pada tahun 2006 dalam kongres IAI X di Jakarta ditetapkan
bahwa konvergensi penuh IFRS akan diselesaikan pada tahun 2008. Target ketika itu adalah taat
penuh dengan semua standar IFRS pada tahun 2008. Namun dalam perjalanannya ternyata tidak
mudah. Sampai akhir tahun 2008 jumlah IFRS yang diadopsi baru mencapai 10 standar IFRS dari total
33 standar.

2.2.2 Penggunaan Standar Akuntansi di Negara Australia dan di Indonesia

Adopsi standar akuntansi dalam hal ini IFRS telah dilakukan di beberapa negara, diantaranya di Uni
Eropa yang mengharuskan semua perusahaan yang terdaftar di bursa harus menyiapkan laporan
keuangan konsolidasi sesuai IFRS (SG-007), sedang di Inggris standar yang menyerupai IFRS
diperlukan untuk menghindari masalah tentang perusahaan yang terdaftar dan yang tidak terdaftar
di bursa dan IFRS dianggap sebagai suatu tantangan, yang pada akhirnya menyambut baik IFRS untuk
mengurangi perbedaan antara standar akuntansi di Inggris dan IFRS (Fearnley dan Hines, 2003).

Australia adalah salah satu negara yang berpengaruh dalam pengembangan akuntansi internasional
sejak konsep dari komite akuntansi internasional dikembangkan di Sidney tahun 1972. Keputusan
untuk mengadopsi IFRS di Australia berawal dari diputuskannya mengadopsi IFRS mulai dari 1 januari
2005 yang merupakan keputusan pada tahun 2002.

Seiring dengan jadwal European Union (EU) untuk pengadopsian IFRS. Manfaat mengadopsi IFRS bagi
Australia adalah :

Membantu menarik modal ke Australia = menurunkan biaya modal.

Biaya lebih rendah bagi pelapor, auditor dan pemakai laporan keuangan dari entitas multinasional
(tidak perlu susun ulang).

Mengisi kesenjangan dalam AGAAP, misalnya yang berhubungan dengan instrumen keuangan.

Proses pengadopsian IFRS di Negara Australia:

Proses penggabungan dimulai di tahun 1996, mencapai puncaknya di tahun 2002 ketika Australian
Convergence Handbook (Buku Pegangan Konvergensi Australia) diterbitkan

Di tahun 2002, jurang perbedaan antara IFRS dan AGAAP telah jauh berkurang. Adapun perbedaan
utama yang masih ada antara IFRS dan AGAAP saat itu adalah:

IFRS lebih komprehensif sehubungan dengan akuntansi untuk instrumen keuangan dan imbalan
pasca-kerja; sedangkan
AGAAP lebih komprehensif sehubungan dengan akuntansi untuk asuransi, kegiatan pertambangan,
aktiva tak berwujud, dan kerangka kerja

Setiap standar IFRS dipaparkan dalam bentuk Exposure Draft oleh AASB, yang meminta komentar
apakah standar akan berdampak positif bagi ekonomi Australia

Kebanyakan entitas memiliki 2 tahun untuk menerapkan IFRS, secara umum neraca tahunan yang
terkena dampak adalah per 30 Juni 2006

April 2004, untuk membantu proses pengadopsian, AASB menerbitkan AASB 1047 Disclosing the
Impacts of Adopting Australian Equivalents to IFRSs (Pencatatan Dampak akan Pengadopsian Standar
Australia setara dengan IFRS)

AASB 1047 mengharuskan entitas untuk mencatatkan dampak yang relevan bagi tahun sebelum
tahun adopsi dalam laporan keuangan mereka biasanya tahun yang berakhir 30 Juni 2005

IFRS 4 Insurance Contracts (Kontrak Asuransi) dan IFRS 6 Exploration for and Evaluation of Mineral
Resources (Eksplorasi dan Evaluasi Sumber Daya Mineral) masih mempertahankan fitur-fitur penting
dari AGAAP yang berhubungan dengan Asuransi dan Aktivitas Pertambangan.

Setelah dilakukan harmonisasi IFRS dengan standar akuntansi di Australia, hasil yang diperoleh
adalah:

Laporan keuangan entitas Australia lebih banyak dimengerti di seluruh dunia.

Sinergi dalam persiapan, audit dan kajian laporan keuangan Australia untuk entitas yang merupakan
bagian dari kelompok multinasional.

Biaya awal sehubungan dengan proses adopsi, terutama untuk penerapan IAS 39 untuk entitas
seperti bank dan perusahaan asuransi.

IFRS terus mengalami perubahan kebanyakan perubahan ini didorong oleh hal-hal yang tidak berlaku
bagi Australia.

Isu akuntansi yang relevan untuk Australia mungkin bukanlah prioritas global, misalnya seperti
Aktivitas Pertambangan, dan Laba Rugi versus Pendapatan Lain-Lain (Other comprehensive income).

Adopsi IFRS menyoroti kekhawatiran akan pengungkapan yang berlebihan

Sedangkan Standar akuntansi di Indonesia saat ini belum menggunakan secara penuh (full adoption)
standar akuntansi internasional atau International Financial Reporting Standard (IFRS). Standar
akuntansi di Indonesia yang berlaku saat ini mengacu pada US GAAP (United Stated Generally
Accepted Accounting Standard), namun pada beberapa pasal sudah mengadopsi IFRS yang sifatnya
harmonisasi.Adopsi yang dilakukan Indonesia saat ini sifatnya belum menyeluruh, baru sebagian
(harmonisasi).

Era globalisasi saat ini menuntut adanya suatu sistem akuntansi internasional yang dapat
diberlakukan secara internasional di setiap negara, atau diperlukan adanya harmonisasi terhadap
standar akuntansi internasional, dengan tujuan agar dapat menghasilkan informasi keuangan yang
dapat diperbandingkan, mempermudah dalam melakukan analisis kompetitif dan hubungan baik
dengan pelanggan, supplier, investor, dan kreditor.
Namun proses harmonisasi ini memiliki hambatan antaralain nasionalisme dan budaya tiap-tiap
negara, perbedaan sistem pemerintahan pada tiaptiap negara, perbedaan kepentingan antara
perusahaan multinasional dengan perusahaan nasional yang sangat mempengaruhi proses
harmonisasi antar negara, serta tingginya biaya untuk merubah prinsip akuntansi.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Penetapan dan pelaksanaan standar akuntansi telah menjelma menjadi suatu masalah yang rumit.

Standar yang ada ternyata sepertinya didasarkan atas prinsip-prinsip yang luas dan dapat
dipertentangkan dengan perbandingan antara pro dan kontra dari teori-teori yang relevan, dan
kemudian dipilih atas dasar oleh badan penyusun standar.

Terdapat konflik kepentingan dan kebutuhan yang pasti diantara entitas-entitas yang berkepentingan
dengan prinsip-prinsip akuntansi.

Pengembangan prinsip-prinsip akuntansi benar-benar menjadi suatu kekacauan pertama didominasi


oleh manajemen, kemudian diatur oleh profesi dan akirnya menjadi sebuah pelaksanaan politik yang
nyata.

Setiap bentuk pembuatan standar dalam pasar bebas, sektor swasta, atau sektor publik memiliki
keunggulan dan kelemahannya masing-masing tidak terdapat konseptual yang jelas atau adanya
pemenang di sini.

Masalah standar akuntansi yang berlebihan membutuhkan solusi untuk memperbaikinya.

Perkembangan Standar Akuntansi di Indonesia

Perkembangan Standar Akuntansi di Indonesia dimulai pada periode 1973-1984 dengan membentuk
sebuah komite Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI). Menjelang akhir 1994 komite tersebut melakukan
suatu revisi besar atas prinsip akuntansi Indonesia dengan menghasilkan 35 penyataan Standar
Akuntansi Keuangan (SAK). Pada periode 1995 IAI kemudian melakukan revisi kembali untuk
menerapkan standar akuntansi yang baru. Sejak tahun 1995 sampai tahun 2010, buku Standar
Akuntansi Keuangan (SAK) terus direvisi secara berkesinambungan, baik berupa penyempurnaan
maupun penambahan standar baru. Dan pada tahun 2006 dalam kongres ditetapkan bahwa
konvergensi penuh IFRS akan diselesaikan pada tahun 2008. Target ketika itu adalah taat penuh
dengan semua standar IFRS pada tahun 2008. sampai akhir tahun 2008 jumlah IFRS yang diadopsi
baru mencapai 10 standar IFRS dari total 33 standar.
Penggunaan Standar Akuntansi di Australia dan di Indonesia

Adopsi standar akuntansi dalam hal ini IFRS telah dilakukan di beberapa negara, di antaranya di Uni
Eropa yang mengharuskan semua perusahaan yang terdaftar di bursa harus menyiapkan laporan
keuangan konsolidasi sesuai IFRS (SG-007).

Di Negara Australia saat ini sudah mengadopsi penggunaan IFRS mulai dari 1 Januari 2005, meskipun
keputusan untuk mengadopsi penggunan standar akuntansi tersebut sudah diajukan sejak tahun
2002. Sedangkan Standar akuntansi di Indonesia saat ini belum menggunakan secara penuh (full
adoption) standar akuntansi internasional atau International Financial Reporting Standard (IFRS).
Standar akuntansi di Indonesia yang berlaku saat ini mengacu pada US GAAP (United Stated
Generally Accepted Accounting Standard), namun pada beberapa pasal sudah mengadopsi IFRS yang
sifatnya harmonisasi. Adopsi yang dilakukan Indonesia saat ini sifatnya belum menyeluruh, baru
sebagian (harmonisasi).

H. Stategi Penetapan Standar bagi Negara Berkembang


Ada empat jenis strategi yaitu.
1. Pendekatan Evolusioner
Diasumsikan para mitra asing akan menyesuaikan aturan-aturannya sendi mereka ingin
tetap terus membina perdagangan dengan negara tersebut dan/atau mempertahankan
operasinya.
2. Pendekatan Transfer Teknologi
Pengembangan melalui transfer teknologi berasal dari operasi dan aktivitas kantor akuntan
internasional, perusahan multinasional dan para akademisi yang berpraktik di negara
berkembang, atau berbagai perjanjian internasional dan kesepakatan kerja sama yang
meminta dilakukannya pertukaran informasi dan teknologi.

3. Penggunaan Standar Akuntansi Internasional


Strategi yang juga tersedia bagi negara berkembang adalah bergabung
denganInternational Accounting Standards Committee (IASC) atau badan standar
internasional lainnya yang telah diidentifikasi sebelumnya dan menerapkan ketetapan secara
borongan. Alasan dibelakang strategi ini mungkin adalah untuk.
a) Memperkecil biaya persiapan dan pembuatan standar akuntansi
b) Bergabung dengan dorongan harmonisasi internasional
c) Memfasilitasi pertumbuhan investasi asing yang mungkin dibutuhkan
d) Memungkinkan profesi ini meniru standar profesional atas prilaku dan perbuatan yang telah
dibuat dengan baik
e) Melegitimasikan statusnya sebagai anggota denga status penuh dari komunitas internasional
4. Strategi Situasional
Strategi ini dikenal sebagai ”pengembangan standar akuntansi dengan didasarkan atas
analisis dari prinsip-prinsip dan praktik-praktik akuntansi di negara-negara maju terhadap
latar belakang lingkungan yang mendasarinya”. Faktor-faktor tersebut adalah linguistik
kultural, politik dan hak-hak sipil, ekonomi dan karakteristik demografis, serta lingkungan
hukum dan perpajakan negara yang bersangkutan.

PENDAHULUAN

Max Weber, sebagaimana yang kita ketahui merupakan salah satu seorang sosiolog
besar di zamannya. Weber, dalam beberapa pemikirannya tentang sosiologi sedikit banyak
dipengaruhi oleh kondisi sosial masyarakat pada waktu itu. Weber lahir di tengah lingkungan
yang sedang menuju ke masyarakat modern. Dilahirkan di Erfurt, Jerman pada tanggal 21
April 1864, Weber berasal dari keluarga menengah. Ayahnya adalah seorang birokrat,
sedangkan ibunya adalah seorang Calvinis yang sangat religius. Ayahnya sangat menikmati
dunia dengan uang yang ia hasilkan dari profesi birokrasinya, sedangkan ibunya menjalani
kehidupan asketis yang tidak mementingkan kenikmatan duniawi.
Pemikiran Weber tentang sosiologi terutama dibangun oleh serangkaian debat
intelektual yang berlangsung di Jerman pada masanya. Yang terpenting dari perdebatan
tersebut adalah masalah hubungan sejarah dengan ilmu pengetahuan. Perdebatan ini
berlangsung antara kubu positivis yang memandang sejarah tersusun berdasarkan hukum-
hukum umum ( disebut juga pandangan nomotetik ) dengan kubu subjektivis yang
menciutkan sejarah menjadi sekadar tindakan dan pandangan idiografis saja. Kaum Positivis
memandang jika sejarah itu termasuk ilmu alam, namun kaum Subjektivitas melihat
keduanya sangat berbeda.
Dari perdebatan kedua ini, jelas, rasionalisasi sangat diperlukan untuk memperkuat
argumen masing – masing kubu. Dengan kondisi sosial seperti ini, Weber, dalam pemikiran
sosiologinya memasukkan konsep rasionalisasi sebagai salah satu pokok pembahasan.
Rasionalisasi, menurut Weber, sangat perlu untuk tatanan masyarakat yang sudah
berkembang menuju kemodernan.
Rasionalisasi, sebagaimana yang diungkapkan oleh Weber, terbagi menjadi beberapa
tipe dan jenis. Namun, dalam penyebutan tipe maupun jenis itu terjadi banyak perbedaan
yang intinya tetap satu makna ( arti ). Masalah rasional Weber, dalam masa sekarang, bisa
dijadikan gambaran akan kondisi sosial masyarakat yang ada di masa ketika Weber
mencetuskan teori ini.

PEMBAHASAN

A. Rasionalitas dalam Pengertian Weber


Rasionalitas merupakan salah satu teori yang dicetuskan oleh Weber. Dalam
mencetuskan teori ini, Weber terpengaruh oleh kehidupan sosial budaya masyarakat Barat
pada waktu itu.
Masyarakat Barat pada waktu itu kondisi sosial budaya khususnya dalam segi
pemikiran mulai bergeser dari yang berpikir non rasional menuju ke pemikiran rasional. Hal
ini dilihat Weber sebagai gejala awal dari sebuah modernitas, sehingga Weber
menganalisisnya (modernitas) melalui teori Rasionalitasnya. Selain Weber tokoh sosiolog
yang hidup pada zaman ini salah satunya adalah Karl Marx. Berbeda dengan Weber, Karl
Marx dalam menganalisis modernitas menggunakan teori kapitalis. Namun menurut Weber
kapitalisme tidak bisa dijadikan konsep atau kata kunci dari modernitas, karena menurutnya
kapitalisme hanyalah salah satu aspek dari rasionalitas. Weber menganggap bahwasanya
modernisasi merupakan perluasan rasionalitas dalam berbagai aspek kehidupan
masyarakat[1].
Konsep rasionalitas Weber sangat menarik perhatian para filsuf dalam menganalisis
masyarakat modern dan dipahami oleh para tokoh Teori Kritis Mazhab Frankfurt sebagai
merasuknya instrumental dalam segenap aspek kehidupan, disebabkan dalam menganalisis
masyarakat industri maju mencurigai rasionalitas sebagai biang keladi segala bentuk alienasi,
penindasan, dan ketidakkritisan. Kemudian Herbert Marcuse berusaha menjelaskan
rasionalitas yang menguasai masyarakat industri maju ini diawali dengan mengkaji pemikiran
Weber sebagai tokoh yang mula-mula menerapkan konsep rasionalisasi.
Weber tidak memberikan suatu pandangan yang tunggal tentang pengertian
rasionalitas, namun Habermas (penerus Karl Mark) merangkum pengertian rasionalitas
menurut Weber ini dalam dua pengertian, yaitu: pertama, perluasan bidang-bidang sosial
yang berada di bawah norma-norma pengambilan keputusan yang
rasional. Kedua, industrialisasi kerja sosial yang mengakibatkan norma-norma tindakan
instrumental juga memasuki bidang kehidupan yang lain.
Perkembangan rasionalisasi masyarakat juga berkaitan dengan pelembagaan ilmu dan
teknologi ke dalam segenap aspek kehidupan. Hal ini mungkin karena prestasi ilmu dan
teknologi yang ditunjukkan dalam masyarakat modern telah mampu menawarkan dan
memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat. Kenyataan ini didukung oleh paham posistivisme
yang berpengaruh saat itu, yaitu kepercayaan pada kemampuan ilmu-ilmu alam untuk
menangani berbagai permasalahan dalam masyarakat. Jadi rasionalisasi dalam pengertian
Weber adalah proses meluasnya penggunaan rasionalitas ke dalam segenap aspek kehidupan
masyarakat.

B. Pembagian dan Jenis Rasionalitas menurut Max Weber


Rasionalitas, berasal dari kata “ rasio ” yang mengacu pada bahasa Yunani Kuno,
yang berarti kemampuan kognitif untuk memilah antara yang benar dan salah dari Yang Ada
dan dalam Kenyataan[2].Menurut Weber, secara garis besar ada dua jenis rasionalitas
manusia, yaitu pertamarasionalitas tujuan (Zwekrationalitaet) dan kedua rasionalitas nilai
(Wetrationalitaet).
Rasionalitas tujuan adalah rasionalitas yang menyebabkan seseorang atau
sekelompok orang dalam suatu tindakan berorientasi pada tujuan tindakan, cara mencapainya
dan akibat-akibatnya. Ciri khas rasionalitas ini adalah bersifat formal, karena hanya
mementingkan tujuan dan tidak mengindahkan pertimbangan nilai.
Rasionalitas nilai adalah rasionalitas yang mempertimbangkan nilai-nilai atau norma-
norma yang membenarkan atau menyalahkan suatu penggunaan cara tertentu untuk mencapai
suatu tujuan. Rasionalitas ini menekankan pada kesadaran nilai-nilai estetis, etis, dan religius.
Ciri khas rasionalitas nilai ini adalah bersifat substantif, sebab orang yang bertindak dengan
rasionalitas ini mementingkan komitmen rasionalitasnya terhadap nilai yang dihayati secara
pribadi. Dalam kenyataannya, kedua jenis raionalitas ini sering bercampur aduk, dimana
terjadi dominasi rasionalitas tujuan atas rasionalita nilai, begitu juga sebaliknya.
Selain kedua jenis tersebut, beberapa sosiolog lain menafsirkan bahwa sebenarnya
Weber mencetuskan jenis rasionalitas itu menjadi tiga bagian, yakni rasionalitas
instrumental, rasio yuridisdan rasio kognitif / ilmiah. Ketiga rasio ini ( menurut
beberapa sosiolog, khususnya Ross Poole ) tidak secara eksplisit diungkapkan oleh Weber,
namun ketiga jenis rasio ini ada dalam ajaran rasionalitas Weber[3].
Rasio Instrumental, merupakan bentuk rasio yang paling dominan yang terwujud
dalam pasar yang bersifat kapitalis. Rasio ini menekankan efisiensi dan efektifitas dalam
meraih tujuan-tujuan tertentu. Dalam menerapkan rasio ini, ada beberapa hal yang harus
dilakukan, pertama, pengandaian adanya tujuan untuk rute - rute
alternatif. Kedua, pengandaian adanya pelaku yang menganggap dirinya bebas untuk
memilih rute – rute tersebut. Karena menekankan pada efisiensi, rasio ini lebih memilih hasil
yang kuantitatif atau yang berdasarkan jumlah.
Rasio Yuridis, yakni rasio yang mengacu pada bentuk rasionalitas yang secara
obyektif terealisasi dalam bidang hukum dan birokrasi. Rasionalitas ini menekankan prinsip
konsistensi, daripada prinsip efisiensi ( rasio Instrumental ). Rasio ini tidak jarang mengalami
kontra dengan rasio lain, contohnya dengan rasio instrumental. Contoh ekstremnya adalah
ketika adanya penggunaan uang pelicin ( uang sogokan ) untuk melancarkan suatu proyek
atau usaha. Menurut rasio ini, perbuatan itu bertentangan dengan moral dan tidak benar,
namun menurut rasio instrumental, tindakan ini sah – sah saja selama itu mempermudah
untuk mendapatkan sesuatu. Rasio Yuridis dalam hal kekuasaan dalam suatu masyarakat
berfungsi sebagai moralitas sosial yang harus dipatuhi untuk membatasi kekuasaan. Namun
dalam masyarakat kapitalis rasio ini kalah dominasi dari rasio instrumental.
Rasio Kognitif, merupakan rasio yang menjelaskan bahwa sasaran dari rasio adalah
pengetahuan dalam rangka mencari kebenaran yang sesuai dengan dunia. Perwujudan dari
rasionalitas ini terdapat di institusi pendidikan ataupun riset modern. Penerapan dari rasio ini
adalah bahwa kebenaran hanyalah dibatasi dengan kebenaran yang sesuai dengan pernyataan
dunia. Pengertian ini akan menyebabkan ilmu menjadi adaptif terhadap kondisi yang ada.
ilmu hanya akan melestarikan dan mendukung sistem yang ada. akibat lebih jauh dari
penerapan rasio instrumental dan rasio ilmiah inilah yang akhirnya menjadi titik acuan kritik
dari para tokoh Teori Kritis Mazhab Frankfurt di kemudian hari.
Ciri konsep rasio Max Weber antara lain :
Pertama, adanya matematisasi yang progresif terhadap pengalaman dan pengetahuan,
suatu matematisasi yang berawal dari ilmu-ilmu alam dan keberhasilannya yang luar biasa
pada ilmu dan segenap aspek kehidupannya (perhitungan yang bersifat
universal). Kedua, adanya desakan tentang pentingnya pengalaman rasional dan bukti-bukti
rasional dalam organisasi ilmu seperti halnya dalam segenap aspek kehidupan
itu. ketiga, ada hasil dari organisasi ini yang sangat meyakinkan bagi Weber, yaitu kejadian
dan kesatuan suatu hal yang universal, organisasi formal yang telah terlatih secara teknis
menjadikan ‘kondisi seluruh eksistensi kita tak dapat tertangani secara mutlak’.
C. Tipe-tipe Rasionalitas
Rasionalitas praktis adalah setiap jalan hidup yang memandang dan menilai
aktivitas-aktivitas duniawi dalam kaitannya dengan kepentingan individu yang murni
pragmatis dan egoistis. Tipe rasionalitas ini muncul seiring dengan longgarnya ikatan magi
primitif, dan dia terdapat dalam setiap peradaban dan melintasi sejarah. Jadi dia tidak terbatas
pada Barat modern. Tipe rasionalitas ini berlawanan dengan segala hal yang mengancam
akan melampaui rutinitas sehari-hari. Dia mendorong orang untuk tidak percaya pada seluruh
nilai yang tidak praktis, religius atau utopia sekuler, maupun rasionalitas teoretis kaum
intelektual.
Rasionalitas teoretis, tipe rasionalitas ini dijalankan pada awal sejarah oleh tukang
sihir dan pendeta ritual dan selanjutnya oleh filsuf, hakim, dan lmuwan. Tidak seperti
rasionalitas praktis, rasionalitas teoretis menggiring aktor untuk mengatasi realitas sehari-hari
dalam upayanya memahami dunia sebagai kosmos yang mengandung makna. Seperti
rasionalitas praktis, rasionalitas ini juga bersifat lintas peradaban dan lintas sejarah. Efek
rasionalitas intelektual pada tindakan sangat terbatas. Didalamnya berlangsung proses
kognitif, tidak mempengaruhi tindakan yang diambil, dan secara tidak langsung hanya
mengandung potensi untuk memperkenalkan pola-pola baru tindakan.
Rasionalitas substantif, hakikatnya lebih mirip dengan rasionalitas praktis dan
tidak seperti rasionalitas teoretis. Rasionalitas ini melibatkan pemilihan sarana untuk
mencapai tujuan dalam konteks sistem nilai. Suatu sistem nilai ( secara substantif ) tidak
lebih rasional daripada sistem lainnya. Jadi, tipe rasional ini juga bersifat lintas peradaban
dan lintas sejarah, selama ada nilai yang konsisten.
D. Rasionalisasi dalam berbagai setting sosial
1. Ekonomi
Dalam merasionalisasi sistem ekonomi, Weber menggunakan rasionalitas untuk
menganalisis ekonomi kapital masyarakat Barat pada waktu itu[4]. Meskipun pada umumnya
terjadi kecenderungan evolusi, namun Weber menunjukkan bahwa ada berbagai sumber
kapitalisme, jalur alternatif dan beragam akibat yang ditimbulkan olehnya. Dalam mengawali
terhadap penguraian bentuk ekonomi, Weber mengawali dengan bentuk ekonomi tradisional
dan irasional seperti ekonomi rumah tangga, desa, dan manorial. Sebagai contoh, tuan tanah
dalam feodalisme menurut Weber memiliki sifat tradisional karena tidak bisa membangun
bisnis skala besar dimana para petani bisa dijadikan tenaga kerja. Namun, feodalisme di Barat
mulai runtuh ketika petani dan tanah dibebaskan dari kontrol bangsawan dan ekonomi uang
mulai beroperasi. Dengan ini, sistem feodalisme berkembang menjadi sistem kapitalis.
Dengan adanya sistem kapitalis ini, secara tidak langsung akan menimbulkan
beberapa hal yang berbeda dengan sistem feodal. Dalam perkembangannya sistem kapitalis
memunculkan tenaga terampil (gilda), sistem perbudakan, sistem produksi domestik
(produksi di desentralisasikan / proses kerja berlangsung di rumah para pekerja), workshop
(tanpa mesin canggih) dan munculnya pabrik-pabrik.
Menurut Weber, yang paling jelas mendefinisikan sistem kapitalis rasional adalah
kalkulabilitasnya, yang direpresentasikan oleh ketergantungan mereka pada tata buku
modern. Perkembangan sisitem kapitalis tergantung pada berbagai perkembangan dalam
ekonomi maupun dalam masyarakat luas. Dalam sistem ekonomi, sistem kapitalis
memunculkan sejumlah prasyarat seperti pasar bebas, ekonomi uang, teknologi murah dan
rasional dan komersialisasi kehidupan ekonomi yang melibatkan saham dan lain sebagainya.
2. Agama
Dalam merasionalisasi agama, Weber memulainya dengan mengamati perkembangan
agama dari yag primitif menuju ke agama yang rasional.
Agama awal terdiri dari dewa – dewi yang campur baur, namun seiring dengan
rasionalisasi, Tuhan yang lebih jelas dan koheren pun muncul. Agama awal, menurut Weber,
adalag dewa rumah tangga, dewa marga, dewa penguasa lokal, dewa pekerjaan dan dewa
jabatan. Dan dengan adanya kekuatan rasionalitas ( rasionalitas teoretis ) telah menghalangi
atau bahkan menghapus lahirnya dewa – dewa itu. Contoh rasionalisasi agama terdapat dalam
sistem kependetaan. Pendeta, secara spesifik kependetaan yang dididik secara profesional
adalah pembawa dan pemercepat rasionalisasi. Kependetaan bukan hanya kelompok yang
memainkan peran kuncidalam rasionalisasi. Nabi dan umat juga penting dalam proses ini.
nabi dapat dibedakan dari pendeta berdasarkan panggilan pribadi, khotbah emosional, dan
proklamasi doktrin mereka. Peran kunci nabi adalah mobilitasi umat, karena tidak akan
ada agama tanpa sekelompok pengikut. Tidak seperti pendeta, nabi tidak cenderung menjadi
kebutuhan kongregasi. Weber membedakan dua jenis nabi, yaitu Nabi etis dan Nabi
teladan.Nabi etis ( Muhammad, Yesus Kristus, dan nabi-nabi dalam kitab Perjanjian Lama )
percaya bahwa mereka telah menerima perintah langsung dari Tuhan dan memerintahkan
kepatuhan dari pengikutnya sebagai satu tugas
etis. Nabi teladan ( Buddha adalah modelnya ) menunjukkan kepada orang lain dengan
contoh pribadi tentang jalan menuju keselamatan religius.
3. Hukum
Sebagaimana dalam analisis agama, Weber mengawali pembahasan
hukumnya dengan hukum primitif, yang menurutnya sangat irasional[5]. Hukum primitif
adalah sistem norma yang belum terlalu terdiferensiasikan. Sebagai contoh, tidak ada
pembedaan antara perkara perdata dengan perkara pidana. Kasus-kasus yang melibatkan
perselisihan menyangkut sebidang lahan dan pembunuhan cenderung ditangani, dan
pelanggar hukum, dengan cara yang sama. Selain itu, hokum primitive cenderung tidak
memiliki perangkat resmi dan secara umum hokum bebas dari formalitas dan aturan
prosedural.
Dalam hukum, Weber menitikberatkan pada proses profesionalisasi, Weber
juga membedakanhukum dalam dua jenis penddikan. Yang
pertama adalah pendidikan profesi, dimana murid belajardari guru,
khususnya selama praktek hukum aktual. Pendidikan ini menghasilkan tipe hukumformalistis
yang didominasi oleh preseden.
Pendidikan hokum akademik, dalam sistim ini hokum diajarkan di sekolah-
sekolah khusus, yang memberikan penekanan pada teori dan ilmu hukum. Dengan kata lain,
tempat fenomena hokummendapatkan perlakuan sistematis dan rasional. Di sini konsep yang
dihasilkan berkarakter normaabstrak dan penafsiran atas hukum-hukum ini terjadi secara sang
at formal dan logis.
4. Politik
Rasionalisasi politik terkait erat dengan rasionalisasi hukum. Sebagai contoh, semakin
rasional struktur politik, maka secara sistematis dia cenderung makin menghapuskan elemen-
elemenrasional dalam hukum. Karena politik rasional tidak dapat berfungsi dengan system
hukum yangirasinal, begitu sebaliknya. Weber mendefinisikan politik sebagai“ komunitas
yang
tindakan sosialnyaditujukan untuk menyubordinasi dominasi partisipan secara terarah terhada
p suatu kawasan territorial dan tindakan orang yang ada di dalamnya,
melalui kesediaan untuk berlindung di bawah kekuatanfisik,
biasanya termasuk dalam kekuatan bersenjata. Dan untuk melacak perkembangan politik
Weber kembali pada kasus primitive sebagai strategi yang selalu di pakai.
5. Kota
Kota menyediakan alternatif bagi tatanan feodal dan menyediakan
tempat bagi berkembangnya kapitalisme modern dan lebih umum lagi
rasionalitas ( khususnya pada kelahiran kota Barat ). Weber mendefinisikan kota dengan
ciri-ciri sebagai berikut :
 Pemukiman yang relatif tertutup
 Relatif besar
 Memiliki pasar
 Memiliki otonomi politik parsial
Meskipun sebagian besar kota memiliki ciri-ciri tersebut, kota-kota di Barat memiliki
karakter rasial yang khas, salah satunya adalah pasar dan struktur politik yang diorganisasi
secara rasional. Tapi mengapa masih banyak kota-kota yang belum mengembangkan bentuk
kota yang rasional? Seperti komunitas tradisional di Cina dan sistem kasta di India yang bisa
menghambat lahirnya kota yang rasional.
6. Bentuk Seni
Weber melihat musik di Barat
telah berkembang ke arah rasional. Kreativitas musik direduksimenjadi prosedur rutin yang
didasarkan atas prinsip-prinsip menyeluruh. Music di dunia Barat telahmengalami“
transformasi proses produksi musik menuju pekerjaan yang dapat diperhitungkan yang
beroperasi dengan cara-cara yang dikenal, instrument yang efektif dan aturan-aturan yang
dapatdipahami dan juga telah mengalami proses evolusi, dalam evolusi musik barat[6],
meskipun musicsering dilihat sebagai bahasa emosi, Weber
memperlihatkan bahwa musik juga tunduk padakecenderungan rasionalisasi yang
merembes pada perkembangan kebudayaan Barat yang modern

E. KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa pemikiran Weber dalam
masalah rasional terbagi menjadi beberapa tipe atau jenis. Diantaranya :
a. Rasio Instrumental, merupakan bentuk rasio yang paling dominan yang terwujud dalam
pasar yang bersifat kapitalis. Rasio ini menekankan efisiensi dan efektifitas dalam meraih
tujuan-tujuan tertentu.
b. Rasio Yuridis, yakni rasio yang mengacu pada bentuk rasionalitas yang secara obyektif
terealisasi dalam bidang hukum dan birokrasi. Rasionalitas ini menekankan prinsip
konsistensi, daripada prinsip efisiensi ( rasio Instrumental ).
c. Rasio Kognitif, merupakan rasio yang menjelaskan bahwa sasaran dari rasio adalah
pengetahuan dalam rangka mencari kebenaran yang sesuai dengan dunia. Perwujudan dari
rasionalitas ini terdapat di institusi pendidikan ataupun riset modern.
Rasionalisasi Weber dalam beberapa setting sosial dia gunakan untuk menganilisis
setting – setting sosial tersebut. Setting sosial tersebut antara lain ekonomi ( rasionalisasi
untuk analisis sistem kapitalis/pasar bebas ), agama ( rasionalisasi konsep kenabian, pendeta
dan jema’atnya ), hukum ( menganilisis kesamaan antara hukum perdata dan pidana ), politik
( kekuasaan/dominasi satu golongan terhadap golongan lain ), kota ( tempat berkembangnya
sistem kapital ) dan seni ( perkembangan music modern di barat ).

Pengungkapan (disclosure) merupakan upaya transparansi perusahaan atau entitas dalam


menyajikan informasi (baik itu keuangan ataupun non keuangan) kepada para pengguna dari
informasi dalam pengambilan keputusan seperti kreditor, investor, manajer, karyawan, dan
bahkan pemerintah. pengungkapan merupakan bagian integral dari pelaporan keuangan dan
langkah akhir dalam proses akuntansi yaitu penyajian informasi dalam bentuk seperangkat
penuh statemen keuangan.
Jenis Pengungkapan
Ada dua jenis pengungkapan dalam hubungannya dengan persyaratan yang ditetapkan oleh
standar dan regulasi, yaitu:
1. Pengungkapan Wajib (mandatory disclousure)
Pengungkapan Wajib merupakan pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh peraturan
yang berlaku. Peraturan tentang standar pengungkapan informasi bagi perusahaan yang telah
melakukan penawaran umum dan perusahaan publik yaitu, Peraturan No. VIII.G.7 tentang
Pedoman Penyajian Laporan Keuangan dan Peraturan No. VIII.G.2 tentang Laporan
Tahunan. Peraturan tersebut diperkuat dengan Keputusan Ketua Bapepam No. Kep-
17/PM/1995, yang selanjutnya diubah melalui Keputusan Ketua Bapepem No. Kep-
38/PM/1996 yang berlaku bagi semua perusahaan yang telah melakukan penawaran umum
dan perusahaan publik. Peraturan tersebut diperbaharui dengan Surat Edaran Ketua Bapepam
No. SE-02/PM/2002 yang mengatur tentang penyajian dan pengungkapan laporan keuangan
emiten atau perusahaan publik untuk setiap jenis industri.
2. Pengungkapan Sukarela (voluntary disclosure)
Salah satu cara meningkatkan kredibilitas perusahaan adalah melalui pengungkapan sukarela
secara lebih luas untuk membantu investor dalam memahami strategi bisnis manajemen.
Pengungkapan Sukarela merupakan pengungkapan butir-butir yang dilakukan secara sukarela
oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh peraturan yang berlaku. Sedangkan dari sumber
PSAK dapat disimpulkan bahwa informasi lain atau informasi tambahan (telaahan keuangan
yang menjelaskan karakteristik utama yang mempengaruhi kinerja perusahaan, posisi
keuangan perusahaan, kondisi ketidakpastian, laporan mengenai lingkungan hidup, laporan
nilai tambah) merupakan pengungkapan yang dianjurkan dan diperlukan dalam rangka
memberikan penyajian yang wajar dan relevan dengan kebutuhan pemakai.
Luas pengungkapan mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, dipengaruhi oleh
perkembangan ekonomi, sosial budaya suatu negara, teknologi informasi, kepemilikan
perusahaan dan peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang.

Konsep Pengungkapan
Ada tiga konsep pengungkapan yang umumnya diusulkan, yaitu:
1. Adequate disclosure (pengungkapan cukup)
Disclosure yang minimal harus ada sehingga ikhtisar-ikhtisar keuangan menjadi tidak
menyesatkan.
2. Fair disclosure (pengungkapan wajar)
Tersirat tujuan-tujuan etis untuk memberikan perlakuan yang sama kepada semua pihak yang
merupakan pembaca potensi pembaca potensial dari laporan keungan.
3. Full disclosure (pengungkapan penuh)
Berarti penyajian semua informasi yang relevan. Bagi beberapa pihak Full Disclosureberarti
penyajian informasi secara berlebihan dan tidak tepat. Informasi yang berlebihan berbahaya
karena penyajian informasi dengan detail terlalu banyak justru akan menyembunyikan
informasi yang penting dan membuat laporan keuangan menjadi sukar diinterpretasikan.

Metode Pengungkapan
Pengungkapan meliputi keseluruhan proses pelaporan. Namun demikian ada beberapa
metode yang berbeda dalam mengungkapkan informasi yang dianggap penting. Pemilihan
metode yang terbaik dari pengungkapan pada setiap kasus tergantung pada sifat informasi
yang bersangkutan dan kepentingan relatifnya. Metode yang umum digunakan dalam
pengungkapan informasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Bentuk dan susunan laporan yang formal.
2. Terminologi dan penyajian yang terperinci.
3. Informasi sisipan.
4. Catatan kaki.
5. Ikhtisar tambahan dan skedul-skedul.
6. Komentar dalam laporan auditor.
7. Pernyataan Direktur Utama atau Ketua Dewan Komisaris.

Anda mungkin juga menyukai