Studi atau penelitian yang dilakukan oleh Mark E. Zmijewski dan Robert L. Hagerman pada
tahun 1981 memberikan bukti tambahan kepada teori positif pilihan kebijakan akuntansi
dengan mengkombinasikan prinsip akuntansi individual ke dalam strategi pendapatan
perusahaan. Strategi pendapatan merupakan variabel yang dependen dalam suatu analisa
probit dimana variabel independennya adalah ukuran, kompensasi manajemen, rasio
konsentrasi industri, risiko sistimatik, intensitas modal dan rasio total hutang terhadap
total aset. Hasil pengujian mereka juga menyimpulkan bahwa perusahaan kecil atau
perusahaan atau perusahaan yang mempunyai konsentrasi industri yang kecil tidak
membuat keputusan terhadap pilihan kebijakan akuntansi. Hasil dari tes empiris yang
dilakukan oleh Zmijewski dan Hagerman (1981) mengindikasikan bahwa keempat variabel
independen tersebut tersebut mempunyai hubungan yang signifikan dengan pilihan strategi
pendapatan perusahaan.
Watt dan Zimmerman didalam bukunya “Positive Accounting Theory”, menjelaskan studi
atau penelitian yang dilakukan oleh Smijewski dan Hagerman (1981) menggunakan tiga
hipotesis dari positive accounting theory, yaitu bonus plan hypothesis, debt covenant
hypothesis, dan political cost hypothesis untuk menjelaskan portofolio prosedur akuntansi
yang dipilih dan digunakan perusahaan. Ketiga hipotesis tersebut (bonus plan, debt/equity
dan size) mempengaruhi pilihan terhadap kumpulan prosedur akuntansi yang dilakukan
manajer. Studi yang dilakukan mereka memfokuskan diri kepada penjelasan terhadap
pilihan, bukan penjelasan terhadap kumpulan prosedur akuntansi itu sendiri.
Pendahuluan
Suatu fenomena akuntansi tentang insentif ekonomi yang memotivasi manajer untuk
memilih prinsip-prinsip akuntansi diungkapkan pertama kali oleh Gordon (1964), yang
membuat teori bedasarkan fenomena akuntansi tersebut. Rangkaian tulisan dan penelitian
sesudahnya menguji fenomena akuntansi tersebut dan berusaha menentukan insentif-
insentif ekonomi yang memotivasi manajer untuk menggunakan prinsip-prinsip akuntansi
yang mempengaruhi penyusunan laporan keuangan.
Motivasi manajer dapat dilihat dari adanya aktivitas lobi untuk menerima dengan
pengecualian atau keringanan atau menolak suatu standar akuntansi (GAAP),
mempengaruhi GAAP yang dapat dipilih perusahaan, dan pilihan dan/atau perubahan dalam
prinsip akuntansi yang digunakan perusahaan. Kedua fenomena ini tentunya akan
menimbulkan biaya bagi perusahaan. Pertanyaan yang diajukan oleh Smijewski dan
Hagerman (1981) adalah dengan asumsi rasionalitas ekonomi, apakah keuntungan yang
diperoleh dari pembenaran timbulnya beban perusahaan atas aktivitas lobi dan pilihan
dan/atau perubahan prinsip akuntansi yang dilakukan manajer? Dalam menjawab
pertanyaan tersebut mereka menggunakan pendekatan teori positive accounting dalam
menentukan dan memilih prinsip-prinsip akuntansi yang dilakukan manajer.
Tujuan studi Smijewski dan Hagerman (1981) adalah untuk mengembangkan dan menguji
teori positif dengan menggunakan pendekatan strategi pendapatan. Melalui pendekatan ini
kumpulan dari pemilihan prinsip atau standar akuntansi diperlakukan sebagai satu
kesatuan keputusan yang diambil perusahaan. Penelitian ini juga untuk menguji apakah
teori positif juga berlaku secara umum untuk semua perusahaan.
Smijewski dan Hagerman (1981) menjelaskan teori positif akuntansi dapat menjawab
alasan perusahaan melakukan lobi untuk dapat memilih prinsip-prinsip akuntansi yang
digunakan. Teori tersebut dapat mengidentifikasikan motif-motif ekonomi dibalik pemilihan
prinsip akuntansi dan bagaimana motif-motif ekonomi (insentif) tersebut bisa diubah. Teori
ini dapat digunakan untuk memprediksi bagaimana perusahaan dan pihak-pihak yang
terkait seperti auditor bereaksi terhadap perubahan dalam peraturan akuntansi dan dapat
memprediksi pengaruh ekonomi atas perubahan tersebut. Prediksi-prediksi tersebut dapat
membantu pembuat kebijakan, seperti FASB, untuk mengantisipasi perusahaan-perusahaan
mana yang akan melakukan lobi yang intensif atau yang menolak perubahan daam aturan
akuntansi yang diusulkan.
Latar Belakang
Penelitian pasar modal selama tahun 1970an memberikan langkah yang besar dalam
menjelaskan pengaruh akuntansi dalam investasi di pasar modal, khususnya pengaruh
akuntansi terhadap harga saham dan volume penjualan dan pembelian saham. Akan tetapi,
hal ini tidak memberikan perhatian khusus terhadap mekanisme dan hipotesis non-efek
dan dukungan yang tidak konsisten dalam memprediksi bahwa investor menggunakan
informasi akuntansi secara sistematik dalam pembuatan keputusan apakah akan menjual
atau membeli saham. Ini disebabkan peneliti menyadari kesulitan dalam memprediksi
reaksi pasar tehadap akuntansi rilis ketika mereka tidak punya teori yang kuat untuk
menjelaskan mengapa manajer membuat laporan akuntansi di tempat pertama, atau
mengapa mereka memilih untuk mengaplikasikan prinsip akuntansi khusus.
Efficient Market Hypothesis dan asumsinya ( informasi tersedia secara penuh, tidak ada
biaya transaksi, tidak ada pajak dan pasar persaingan sempurna). Penelitian pasar modal
tidak selalu mampu menjelaskan reaksi pasar tidak cepat terhadap informasi akuntansi.
Gordon (1964) adalah orang pertama yang tekun menganalisa motif ekonomi dibalik
pemilihan standar, prinsip dan prosedur akuntansi yang dilakukan oleh manajemen
perusahaan. Gordon (1964) menyimpulkan bahwa manajer akan memilih prinsip akuntansi
yang membuat rangkaian dari pendapatan atau laba dari tahun ke tahun yang tidak
fluktuatif (“smooth”). Analisa Gordon bersifat dugaan karena secara implisit
mengasumsikan investor tidak bisa atau tidak akan sepenuhnya menyesuaikan terhadap
prinsip akuntansi alternatif. Studi empiris yang dilakukan Ball (1972) dan Sunder (1975) dan
yang lainnya mengidikasikan, pada tingkat pasar agregat, penyesuaian-penyesuaian
dilakukan menurut efficient market hypothesis. Jadi manajer mungkin saja tidak
termotivasi untuk memilih prinsip akuntansi yang mengharuskan pendapatan yang landai
(“smooth”) atau yang bertumbuh dengan alasan ini (efficient market hypothesis).
Watt dan Zimmerman (1978) membangun suatu teori yang membuat hipotesa tentang
insentif ekonomi yang dimiliki manajer dalam memilih prinsip akuntansi dan membuat
suatu model yang dapat diuji. W-Z menguji model terhadap posisi lobi manajer pada saat
menyerahkan tanggapan kepada FASB yang membuat exposure draft tentang General Price
Level Accounting. Hagerman dan Smijewski (1979) kemudian mengembangkan teori W-Z
terhadap pilihan menajer terhadap kebijakan akuntansi secara individual (satu kebijakan
akuntansi yang diterapkan).
Teori yang dikembangkan Watt dan Zimmerman berdasarkan proposisi manajer berusaha
untuk memaksimalkan keuntungannya yang bisa dihubungkan langsung dengan
kompensasi yang mereka diperoleh, dalam hal ini kekayaan. Kompensasi manajemen
meningkat dengan meningkatkan nilai dari saham yang mereka miliki melalui management
stock option plan dan/atau dengan meningkatkan nilai pembayaran tunai melalui insentif
berupa bonus dalam bentuk uang. W-Z berpendapat empat faktor yang dapat meningkatkan
kekayaan manajemen; 1) dengan mengurangi atau menunda pembayaran pajak, 2) dengan
regulasi pemerintah yang menguntungkan, 3) mengurangi biaya politik, seperti ancaman
nasionalisasi, expropriation, tuntutan anti trust, dan 4) meningkatkan laba yang digunakan
sebagai basis untuk menghitung bonus. Meningkatnya arus kas perusahaan karena
pengurangan atau penundaan pembayaraan pajak, dengan faktor lain tidak berubah
(ceteris paribus) dapat meningktkan harga saham, sedangkan faktor yang keempat
menghasilkan peningkatan kompensasi manajemen secara langsung.
Berdasarkan logika dalam proposisi yang diterangkan pada paragraf sebelumnya, manajer
akan melobi dan memilih kebijakan-kebijakan akuntansi yang dapat menurunkan atau
menunda pembayaran pajak, mengamankan peraturan-peraturan atau keputusan-
keputusan yang dikeluarkan regulator yang menguntungkan mereka, menurunkan biaya
politik, menurunkan biaya untuk menghasilkan infornasi dan/atau menghasilkan bonus
tunai buat mereka. Kecuali penurunan biaya untuk menghasilkan informasi yang secara
langsung mengurangi arus kas keluar, kebijakan-kebijakan akuntansi dapat mempengaruhi
ketiga faktor lainnya melalui laba yang dilaporkan. Suatu kebijakan akuntansi yang dapat
menurunkan laba dapat juga menurunkan atau menunda pembayaran pajak (asumsinya
kebijakan akuntansi diterapkan baik untuk tujuan akuntansi maupun perpajakan,
contohnya LIFO). Jika perusahaan diregulasi, kebijakan akuntansi yang menurunkan laba
dapat menjadi alasan yang dapat dibenarkan bagi manajemen untuk berargumen bahwa
laba perusahaan terlalu kecil sehingga harga harus dinaikkan. Laba yang kecil dapat
menurunkan biaya politik karena perusahaan menjadi terlalu kecil untuk dilihat dan kecil
kemungkinannya untuk diserang oleh aktivis-aktivis politik daripada perusahaan yang
mempunyai laba yang besar. Terakhir untuk perusahaan yang memberikan insentif
berdasarkan laba yang dilaporkan, manajer mempunyai insentif yang kuat untuk
menggunakan prosedur akuntansi yang meningkatkan laba.
Watts (1977), menggunakan hasil penelitian Jensen dan Meckling (1976), merupakan orang
pertama yang mengusulkan syarat-syarat hutang (debt covenant) dapat mempengaruhi
pemilihan kebijakan akuntansi. Colllin, Rozeff dan Dhaliwal (1980), Dhaliwal (1980),
Holthausen (1980) dan Keftwich (1980) berpendapat bahwa makin besar rasio hutang
terhadap modal suatu perusahaan, makin terikat dengan persyaratan hutang tersebut.
Perusahaan dapat melonggarkan persyaratan, seperti persyaratan pembagian dividen,
dengan memilih kebijakan akuntansi yang dapat meningkatkan laba. Mereka mengajukan
hipotesis rasio hutang terhadap modal yang tinggi berhubungan dengan penggunaan
alternatif akuntansi yang dapat meningkatkan laba. Mereka melakukan pengujian dan
menemukan, kecuali Holthausen (1980) bahwa rasio hutang terhadap modal memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap hal-hal yang mereka uji.
Pengujian-Pengujian Empiris
a. Pengujian W-Z
W-Z melakukan pengujian terhadap posisi lobi yang dilakukan perusahaan yang
menyerahkan tanggapan kepada FASB mengenai standar akuntansi General Price Level
Accounting (GPLA). Mereka menguji hubungan empiris dari penyesuaian posisi lobi yang
dilakukan perusahaan atas pengaruh GPLA terhadap laba perusahaan, terhadap ukuran
dan pangsa pasar, yang merupakan variabel proksi untuk biaya politik, rencana pembagian
keuntungan manajemen (management profit-sharing plan) dua variabel proksi untuk adanya
kemungkinan pengaruh pajak, dan apakah perusahaan merupakan perusahaan yang diatur
dengan peraturan atau tidak.
Hasil dari pengujian diperoleh, variabel yang dapat mempunyai pembedaan yang paling
kuat adalah ukuran perusahaan, makin besar ukuran perusahaan makin besar lobi untuk
memperkecil pendapatan. Sedangkan variabel lainnya mempunyai explanatory power yang
kecil.
Hagerman dan Zmijewksi (1979) melakukan pengujian teori posotif akuntansi. Mereka
menggunakan analisa probit untuk menentukan jika pemilihan atas empat kebijakan
akuntansi secara sendiri-sendiri, yaitu depresiasi, metode persediaan, perlakukan terhadap
kredit pajak investasi dan amortisasi biaya jasa lalu (past service cost) di 300 perusahaan.
Model H-Z terdiri dari variabel firm size dan management incentive plan, sama seperti
model W-Z. H-Z menggunakan delapan firm concentration ratio sebagai pengganti pangsa
pasar dalam model W-Z. Concentration ratio diasumsikan sebagai variabel proksi
kemampuan perusahaan untuk mendapatkan monopoli sewa (monopoly rents), yang dapat
menimbulkan biaya politik yang besar. Perusahaan yang menghasilkan dan melaporkan
monopoli sewa mempunyai kemungkinan yang besar untuk menghadapi aksi anti-trust dan
masuknya perusahaan lain. Kemudian dibuat hipotesa yang menyatakan perusahaan yang
menghasilkan monopoli sewa akan memilih prinsip dan prosedur akuntansi yang dapat
meminimalkan laba yang dilaporkan untuk mencegah masuknya perusahaan lain dan
tuntutan hukum.
Dua variabel lain, risiko sistematis dan intensitas modal juga diuji. Perusahaan yang lebih
berisiko cenderung untuk mendapatkan hasil yang lebih besar untuk menutupi tambahan
risiko sistimatis yang perusahaan pikul. Dimana laba akuntansi mencerminkan laba
ekonomi, perusahaan yang lebih berisiko akan memiliki laba akuntansi yang lebih besar.
Perusahaan yang menggunakan capital intensive menghasilkan laba yang lebih tinggi
daripada perusahaan yang menggunakan labor incentive karena biaya modal dicatat pada
sisi neraca, bukan di laporan laba rugi. Karena perusahaan yang lebih berisiko dan
mempunyai capital intensive yang lebih besar mendapatkan abnormal profit, perusahaan
akan memilih prinsip dan prosedur akuntansi yang dapat menurunkan laba yang
dilaporkan..
H-Z menguji metode persediaan LIFO, Penyusutan yang dipercepat, penangguhan kredit
pajak investasi dan amortisasi biaya jasa lalu selama periode kurang dari 30 tahunn
sebagai alternatif penurunan laba. Pilihan untuk meningkatkan laba adalah metode
persediaan FIFO, metode penyusutan garis lurus, metode flow-through untuk kredit pajak
investasi dan amortisasi selama 30 tahun atau lebih untuk biaya jasa lalu pensiun (pension
past service costs).
Model secara statistik berpengaruh signifikan kepada dua kebijakan akuntansi: persediaan
dan penyusutan. Hal yang mengganggu dalam penelitian adalah adanya variabel yang sama
tidak signifikan secara konsisten terhadap setiap kebijakan akuntansi yang diuji (empat
kebijakan). Bukti ini mengindikasikan variabel independen mungkin saja mempunyai
kekuatan untuk menjelaskan pada umumnya, tetapi variabel-variabel independen tersebut
secara sendiri-sendiri bukan merupakan penentu atas pilihan kebijakan akuntansi. Hal ini
bisa diinterpretasikan proses pengambilan keputusan yang berbeda digunakan untuk
memilih kebijakan akuntansi (hal yang tidak mungkin) atau kebijakan akuntansi yang diuji
bukan merupakan keputusan sendiri-sendiri.
1. Strategi Laba
Model W-Z dan H-Z mengasumsikan independensi. Model W-Z tidak menjelaskan pengaruh
dari keputusan kebijakan akuntansi lain yang dibuat perusahaan. Perusahaan tidak akan
mengeluarkan biaya lobi jika perusahaan dapat mengatasi pengaruh dari keputusan yang
dibuat FASB dengan merubah kumpulan kebijakan akuntansi dan jika biaya untuk merubah
lebih sedikit dibandingkan biaya yang timbul dari melobi.
Model H-Z mengasumsikan manajer dapat memilih suatu prinsip akuntansi berdasarkan
pengaruh dari kebijakan akuntansi tersebut secara sendiri-sendiri terhadap laba yang
dilaporkan dan variabel-variabel ekonomi dari model tersebut. Karena kumpulan dari
variabel-variabel independen adalah sama untuk setiap perusahaan pada suatu waktu,
model akan memprediksikan semua kebijakan akuntansi yang dapat menaikkan atau
menurunkan laba pada setiap perusahaan. Oleh karena itu, untuk satu perusahaan, model
H-Z dapat menyimpulkan suatu strategi laba perusahaan yang bersifat konservatif
(menurunkan laba) atau lliberal (menaikkan laba).
Zmijewski dan Hagerman (1981) kemudian membandingkan model W-Z dan H-Z dalam
sebuah tabel (terlampir) mengenai kombinasi empat kebijakan akuntansi dan strategi laba.
Kombinasi kebijakan akuntansi mulai dari yang paling menurunkan laba sampai dengan
yang paling menaikkan laba dengan skala 1-16. Keempat kebijakan akuntansi dibagi ke
dalam dua kelompok besar yaitu yang dapat menaikkan laba (ditandai dengan angka 1) dan
yang dapat menurunkan laba (ditandai angka O).
Dari tabel, hanya 12,33% dari sampel H-Z yang berada dalam kategori ekstrim (3,33% most
decreasing dan 9% most increasing). Hasil memperlihatkan mengikuti strategi laba
keseluruhan.
Strategi yang optimal diperoleh tidak berada dalam kondisi ekstrim karena adanya trade-
off antara variabel ukuran perusahaan yang menyebabkan manajer menurunkan laba dan
variabel kompensasi manajemen yang mendorong manajemen untuk meningkatkan laba.
Hasil dari trade-off mengartikan bahwa setiap kombinasi dari kumpulan GAAP yang
tersedia memberikan hasil yang optimal untuk perusahaan.
Asumsi semua alternatif kebijakan akuntansi mempunyai pengaruh yang sama terhadap
laba yang dilaporkan bersifat arbiter. Meskipun demikian karena tidak mungkin menghitung
pengaruh secara tepat dari berbagai kombinasi prinsip akuntansi, Smijewski dan
Hagerman (1981), menambahkan dua asumsi mengenai pengaruh alternatif prinsip
akuntansi dan menguji kumpulan strategi untuk melihat apabila hasil pengujian sensitif
terhadap asumsi-asumsi dari kebijakan akuntansi secara sendiri-sendiri (individual)
terhadap agregat kebijakan akuntansi alternatif.
Tambahan asumsi yang pertama adalah alternatif prosedur akuntansi biaya pensiun dan
kredit pajak investasi mempunyai setengah dari pengaruh alteratif prosedur akuntansi
persediaan dan penyusutan. Tambahan asumsi ini menghasilkan tujuh strategi yang
berbeda yang disajikan pada tabel terlampir. Tambahan asumsi yang kedua adalah biaya
pensiun dan kredit pajak mempunyai pengaruh yang sama akan tetapi kurang dari setengah
pengaruh persediaan dan penyusutan terhadap laba yang dilaporkan. Alternatif tambahan
asumsi yang kedua menghasilkan sembilan strategi yang disajikan dalam tabel terlampir.
Smijewski dan Hagerman (1981) menguji model H-Z yang digunakan pada tahun 1979
tersebut dengan tambahan rasio hutang terhadap modal pada strategi laba yang
diterapkan perusahaan, Smijewski dan Hagerman (1981) menilai keputusan pemilihan
kebijakan akuntansi dianalisa sebagai kesuluruhan strategi laba perusahaan, bukan yang
bersifat independen.
TEORI AKUNTANSI
TEORI AKUNTANSI DAN PERUMUSANNYA
1. TEORI AKUNTANSI
Teori akuntansi adalah adalah cabang akuntansi yang
terdiri dari pernyataan sistematik tentang prinsip dan
metodologi yang membedakan dengan praktik. Definisi lain
teori akuntansi merupakan suatu susunan konsep, definisi,
dan dalil yang menyajikan secure sistematis gambaran
fenomena akuntansi serta menjelaskan hubungan
antarvariabel dalam struktur akuntansi dengan maksud
untuk dapat memprediksi fenomena yang muncul.
Fungsi Teori akuntansi adalah :
1. Sebagai pedoman bagi lembaga penyusun standar
akuntansi
2. Memberikan kerangka acuan dalam menyelesaikan
masalah akuntansi yang tidak ada standar resmi
3. Meningkatkan pemahaman dan keyakinan pembaca
terhadap informasi yang disajikan dalam laporan keuangan
1. Kondisi Ekonomi
Tingkat inflasi yang tinggi,terjadi pada tahun 1970 an
dimana FASB mengharuskan pada perlunya pengungkapan
atas informasi mengenai perubahan harga adalah salah
satu contoh klasik dari kondisi ekonomi yang berimplikasi
pada pembuatan kebijakan.
2. Faktor Politik
3. Teori Akuntansi
1. Dogmatic
Kebenaran dikatakan benar karena disampaikan oleh ahli
yang memenang memiliki wewenang untuk menyampaikan
kebenaran dan ini tidak perlu diuji lagi. Keyakinan pada
kebenaran ini hanya berdasar pada kepercayaan,
keyakinan, atau iman seseorang. Misalnya keyakinan
beragama, charisma seseorang, jabatan, dan lain
sebagainya.
1. Self evidence
Kebenaran disampaikan dari suatu teori yang dibuktikan
oleh pengetahuan umum, pengamatan, atau pengalaman.
1. Scientific
Kebenaran disampaikan dari suatu teori yg dibuktikan
lewat metode ilmiah. Teori dirumuskan, diuji, dan
seterusnya berulang secara terus-menerus.
1. Syntactic
Teori dirumuskan dengan garis logis. Hubungan itu
dirumuskan dalam bentuk aturan seperti aturan bahasa,
aturan matematik, dan lain sebagainya.
1. Semantic
Teori menghubungkan konsep dasar dari suatu teori ke
objek nyata.hubungan ini dituangkan dalam bentuk aturan
yang sesuai atau definisi operasional. Semantic
menyangkut hubungan kata, tanda, atau symbol dari
kenyataan sehingga teori itu lebih mudah dipahami,
realistic, dan berarti.
1. Pragmatic
Tidak semua teori memiliki aspek pragmatis. Disini
pragmatis itu berkaitan dengan pengaruh kata-kata,
symbol terhadap manusia. Akuntansi dianggap memiliki
kemampuan mempengaruhi perilaku manusia.
6. PENDEKATAN DALAM PERUMUSAN TEORI
AKUNTANSI
Dalam literature dikenal beberapa pendekatan dalam
menrumuskan teori akuntansi. Masing-masing penulis
memberikan metode yang diikutinya. Beberapa
pendekatan dalam perumusan teori akuntansi menurut
Belkaoui adalah sebagai berikut :
b. Pendekatan otoriter
b. Pendekatan Induktif
1. Pendekatan Sosial
Yang menjadi perhatian utama dalam perumusan teori
akuntansi adalah dampak social dari teknik akuntansi. Jadi
yang menjadi perhatian bukan pemakai langsung, tetapi
juga masyarakat secra keseluruhan.
1. Pendekatan Eklektif
Merupakan pendekatan dalam perumusan teori akuntansi
dimana teori akuntansi dirumusan tidak hanya pada satu
pendekatan saja, melainkan kombinasi dari pendekatan-
pendekatan yang ada.
I. Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif merupakan proses penyimpulan yang
berawal dari suatu pernyataan umum yang disepakati
( diebut premis ) ke pernyataan khusus sebagai
kesimpulan. Penalaran deduktif dalam akuntansi digunakan
untuk memberi penjelasan dukungan terhadap kelayakan
suatu pernyataan akuntansi
J. Penalaran Induktif
Penalaran induktif merupakan proses yang berawal dari
suatu pernyataan atau keadaan yang khusus dan berakhir
dengan pernyataan umum yang merupakan generalisasi
dari keadaan khusus tersebut. Penalaran induktif dalam
akuntansi pada umumnya digunakan untuk menghasilkan
pernyataan umum yang menjadi penjelasan terhadap
gejala akuntansi tersebut.
Pengungkapan merupakan bagian integral dari pelaporan keuangan dan langkah akhir dalam proses akuntansi
yaitu penyajian informasi dalam bentuk seperangkat penuh statemen keuangan. Evans (2003) membatasi
pengertian pengungkapan hanya pada hal-hal yang menyangkut pelaporan keuangan. Pernyataan manajemen
dalam surat kabar atau media masa lain serta informasi diluar lingkup pelaporan keuangan tidak termasuk dalam
pengertian pengungkapan. Sementara itu, Wolk, Tearney, dan Dodd (2001) memasukkan pula statemen
keuangan segmental dan statemen yang merefleksi perubahan harga sebagai bagian dari pengungkapan.
Ada dua jenis pengungkapan dalam hubungannya dengan persyaratan yang ditetapkan oleh standar dan
regulasi, yaitu:
1. Pengungkapan Wajib (mandatory disclousure)
Pengungkapan Wajib merupakan pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh peraturan yang berlaku.
Peraturan tentang standar pengungkapan informasi bagi perusahaan yang telah melakukan penawaran umum
dan perusahaan publik yaitu, Peraturan No. VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan dan
Peraturan No. VIII.G.2 tentang Laporan Tahunan. Peraturan tersebut diperkuat dengan Keputusan Ketua
Bapepam No. Kep-17/PM/1995, yang selanjutnya diubah melalui Keputusan Ketua Bapepem No. Kep-
38/PM/1996 yang berlaku bagi semua perusahaan yang telah melakukan penawaran umum dan perusahaan
publik. Peraturan tersebut diperbaharui dengan Surat Edaran Ketua Bapepam No. SE-02/PM/2002 yang
mengatur tentang penyajian dan pengungkapan laporan keuangan emiten atau perusahaan publik untuk setiap
jenis industri.
2. Pengungkapan Sukarela (voluntary disclosure)
Salah satu cara meningkatkan kredibilitas perusahaan adalah melalui pengungkapan sukarela secara lebih luas
untuk membantu investor dalam memahami strategi bisnis manajemen. Pengungkapan Sukarela merupakan
pengungkapan butir-butir yang dilakukan secara sukarela oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh peraturan
yang berlaku.
Sedangkan dari sumber PSAK dapat disimpulkan bahwa informasi lain atau informasi tambahan (telaahan
keuangan yang menjelaskan karakteristik utama yang mempengaruhi kinerja perusahaan, posisi keuangan
perusahaan, kondisi ketidakpastian, laporan mengenai lingkungan hidup, laporan nilai tambah) adalah
merupakan pengungkapan yang dianjurkan (tidak diharuskan) dan diperlukan dalam rangka memberikan
penyajian yang wajar dan relevan dengan kebutuhan pemakai.
Luas pengungkapan mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi,
sosial budaya suatu negara, teknologi informasi, kepemilikan perusahaan dan peraturan-peraturan yang
dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang. Ada tiga konsep pengungkapan yang umumnya diusulkan, yaitu:
1. Adequate disclosure (pengungkapan cukup)
2. Fair disclosure (pengungkapan wajar)
3. Full disclosure (pengungkapan penuh)
Pengukuran Tingkat Pengungkapan
Pengukuran tingkat pengungkapan menggunakan indeks pengungkapan. Penelitian terdahulu yang
menggunakan indeks pengungkapan untuk mengukur tingkat pengungkapan perusahaan dibagi dalam dua
kelompok, yaitu penelitian yang menggunakan indeks pengungkapan tanpa pembobotan dan penelitian yang
menggunakan indeks pengungkapan dengan pembobotan. Kedua jenis indeks pengungkapan ini dapat
dikembangkan sendiri oleh peneliti atau dikembangkan lembaga tertentu.
Dari beberapa penelitian, dapat disimpulkan bahwa penelitian tentang pengungkapan wajib menggunakan
indeks pengungkapan tanpa pembobotan, sedangkan penelitian tentang pengungkapan sukarela terbagi menjadi
dua kelompok yaitu, menggunakan indeks pengungkapan tanpa pembobotan dan menggunakan indeks
pengungkapan dengan pembobotan.
Kualitas Laba
Laba akuntansi yang berkualitas adalah laba akuntansi yang mempunyai sedikit atau tidak mengandung
gangguan persepsi (perceived noise) didalamnya dan dapat mencerminkan kinerja keuangan perusahaan yang
sesungguhnya (Chandrarin,2003) dalam Sekar (2004), sedangkan Ayres (1994) menyatakan bahwa laba
akuntansi dikatakan berkualitas apabila elemen-elemen yang membentuk laba tersebut dapat diinterprestasikan
dan dipahami secara memuaskan oleh pihak yang berkepentingan.
Conservatism index (C-score) sebagai proksi konservatisme neraca, earnings quality indicator (Q-score) untuk
menghitung tingkat konservatisme laporan rugi laba, dan earnings Response Coefficient (ERC) merupakan
ukuran atau proksi yang digunakan untuk mengukur kualitas laba. Pada penelitian ini kualitas laba diukur dengan
menggunakan ERC, karena pada penelitian-penelitian dipasar modal, untuk mengukur besarnya reaksi pasar
terhadap informasi laba digunakan ERC.
Beberapa peneliti telah mengukur kualitas laba dengan ERC antara lain Balsam et al (2003), Teoh dan Wong
(1993), Fan dan Wong (2003), Choi dan Jeter (1990) dan Warfield et al (1998). Lev (1989), Bandyopadhyay
(1994), Sekar (2004), Agung (2005), Gideon (2005), menyatakan bahwa besaran ERC menunjukkan kualitas
earnings perusahaan. Kuatnya reaksi pasar terhadap informasi laba yang tercermin dari tingginya ERC,
menunjukkan laba yang dilaporkan berkualitas. Sebaliknya, lemahnya reaksi pasar terhadap informasi laba yang
tercermin dari rendahnya ERC, menunjukkan laba yang dilaporkan kurang atau tidak berkualitas.
ERC dari setiap sekuritas berbeda-beda besarannya karena terdapat banyak faktor yang mempengaruhi ERC.
Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan adanya beberapa faktor yang mempengaruhi ERC seperti
persistensi laba (Kormendi dan Lipe, 1987; Easton dan Zmijweski,1989), risiko sistematis (Collins dan Kothari ,
1989), pertumbuhan perusahaan (Collins dan Kothari ,1989), struktur modal (Dhaliwal et al ,1991; Biddle dan
Seow ,1991; Kim et al,2000) , besaran perusahaan (Easton dan Zmijweski,1989; Chaney dan Jeter,1991;
Baginski,1999) .
Prognosis Pesimistik
Legitimasi proses penetapan standar kadang dihubungkan dengan kemampuannya untuk membuat
sistem akuntansi yang optimal, yaitu suatu sistem yang ekspektasi pengembaliannya kepada seorang
pengguna yang menerapkan sebuah strategi keputusan yang optimal adalah lebih besar dari atau
sama dengan pengembalian yang serupa dari sistem alteranatif yang lain.
Debat mengenai kemungkinan tercapainya sistem akuntansi yang optimal dicetuskan oleh
penggunaan teorema ketidakmungkinan oleh Demski yang mengemukakan pandangan bahwa:
Proses penetapan standar akuntansi harus mampu memuaskan kondisi Arrow agar dapat dikatakan
sah
Tidak ada kumpulan standar yang akan selalu mencari alternatif-alternatif baru yang berkaitan
dengan keinginan dan kepercayaan.
Prognosis Optimistik
Cushing memberikan prognosis optimistik mengenai banyaknya jumlah tanggung jawab dari prinsip
akuntansi yang optimal, dengan syarat bahwa asumsi dari para pengguna heterogen dan asumsi-
asumsi yang mendasarinya paradoks Arrow tidak digunakan (ditinggalkan).
Bromwich menawarkan kemungkinan adanya standar akuntansi parsial; standar untuk satu atau
lebih masalah akuntansi, yang dibuat dengan terisolasi dari standar atau masalah-masalah akuntansi
lainnya.
Chamber memilih untuk meniadakan ilmu ekonomi yang dipaparkan oleh Demski yang sifartnya
tidakmungkin. Chamber mengajukan suatu ikmu yang mengasumsikan adanya norma atau standar
yang berlaku pada situasi-situasi tertentu. Norma adalah informasi yang mewakili arus uang maupun
nilai moneter dari asset serta jumlah arus utang pada pihak lain setiap waktu. Apabila norma tidak
tersedia, Chamber menyarankan agar menggunakan alternatif lain yang dapat menyajikan
pengukuran dengan nilai yang mendekati.
Tidak ada standar yang tegas, membuat pemilihan suatu aplikasi menjadi suli
Standar untuk tujuan umum tidak mampu mengatasi perbedaan-perbadaan yang terdapat dalam
kebutuhan dari para pembuat, pengguna, dan CPA.
Standar untuk tujuan umum tidak mampu mengatasi perbedaan-perbedaan yang terdapat diantara:
Standar akuntansi yang terlalu banyak, terlalu sempit, dan kaku dapat berpengaruh serius terhadap
kinerja akuntan, nilai informasi yang disajikan bagi para penguna, dan keputusan yang dibuat para
manajer.
Akuntan dapat kehilangan orientasinya terhadap tugas sesungguhnya sebagai akibat banyaknya data
yang diperlukan saat memenuhi ketentuan suatu standar.Audit dapat memenuhi kegagalan, karena
akuntan dapat kehilangan fokus audit dan mungkin lupa untuk melakukan prosedur audit.
Pertentangan praktik pada kenyataannya dapat dijumpai dalam pertemuan antara; permintaan
terhadap standar profesional dengan ketidakpuasan klien perusahaan kecil terhadap beban standar
yg dipaksakan terhadap mereka.
Perubahan dari konsep yang ada saat ini dari satu kumpulan GAAP yang berlaku untuk semua
perusahaan bisnis menjadi dua kelompok GAAP, sehingga menciptakan satu kumpulan GAAP yang
terpisah bagi entitas-entitas tertentu, seperti perusahaa-perusahaan nonpublic yang kecil.
Perubahan dalam GAAP untuk menyederhanakan aplikasinya terhadap seluruh perusahaan bisnis
Satu alternative GAAP sebagai dasar pilihan dalam menyajikan laporan keuangan.
Tiga kategori atau motivasi dilakukannya pilihan dalam akuntansi antara lain: Pertama pembuatan
kontrak, karena adanya biaya-biaya keagenan dan tidak ada pasar yang lengkap, maka digunakan
kontrak yang tergantung pada negara, yang seringkali dipengaruhi oleh pilihan-pilihan akuntansi.
Kedua pemberian harga atas aktiva, kerena informasi yang asimetris, pilihan dalam akuntansi dapat
digunakan untuk mempengaruhi harga-harga aktiva baik melalui orang dalam yang mengerti masalah
ini maupun yang membocorkan informasi, sampai kepada orang dalam yang mengetahui masalah
perputaran, besaran dan resiko dari arus kas di masa depan, atau manajer yang memiliki kepentingan
pribadi dan percaya bahwa pendapatan yang tinggi akan mengarah kepada peninggkatan harga
saham. Ketiga, pilihan akuntansi dapat digunakan untuk mempengaruhi pihak-pihak eksternal
disamping pemilik asli dan potensial dari perusahaan, seperti internal revenue service, regulator
pemerintahan, pemasok, para pesaing negosiator serikat buruh. dan mempengaruhi pihak-pihak
external.
Karakteristik negara-negara berkembang memiliki sistem akuntansi yang secara relatif kurang
memadai dan kurang dapat diandalkan serta institut-institut yang umumnya baru dan belum teruji.
Proses penetapan standar di negara-negara berkembang tidak mengikuti suatu strategi yang unik dan
tepat bagi tiap-tiap negara dan konteks. Bahkan, ada empat jenis strategi yang dapat diidentifikasi:
pendekatan evolusioner
pengembangan standar akuntansi yang didasarkan atas analisis dari prinsip-prinsip dan praktik-
praktik akuntansi di negara-negara maju terhadap latar belakang dari investasi yang mendasari.
Pendekatan evolusioner terdiri atas pendekatan isolasionis atas perbuatan standar di mana negara
berkembang mengembangkan standarnya sendiri tanpa gangguan ataupun pengaruh dari luar.
Negara berkembang tersebut menentukan tujuan-tujuan dan kebutuhan-kebutuhan akuntansi
sendiri secara spesifiki dan selanjutnya memenuhi mereka dengan teknik-teknik, konsep-konsep,
institusi, profesi, dan pendidikannya sendiri dalam kondisi terisolasi.
Pengembangan melalui transfer teknologi akuntansi dapat diakibatkan dari operasi dan aktivitas dari
kantor akuntan internasional, perusahaan-perusahaan multinasional, dan para akademisi yang
berpraktik di negara-negara berkembang atau berbagai perjanjian-perjanjian internasional dan
kesepakatan kerja sama yang meminta dilakukannya pertukaran informasi dan teknologi.
Rencana ekonomi memuat subrencana serta strategi untuk melakukan transfer teknologi akuntansi,
yang terdiri atas:
strategi
memungkinkan profesi ini meniriu standar profesional atas prilaku dan perbuatan yang telah dibuat
dengan baik
melegitimasikan statusnya sebagai anggota denga status penuh dari komunitas internasional
Strategi situasional dapat dikenal pula sebagai pengembangan standar akuntansi dengan didasarkan
atas analisis dari prinsip dan praktek akuntansi dinegara-negara maju terhadap latar beakang
lingkungan yang mendasarinya. Pada dasarnya strategi ini meminta dilakukannya pertimbangan pada
faktor-faktor diagnostik yang menentukan pengembangan akuntansi dinegara-negara berkembang.
Pada periode 1973-1984, Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) telah membentuk Komite Prinsip-prinsip
Akuntansi Indonesia untuk menetapkan standar-standar akuntansi, yang kemudian dikenal dengan
Prinsip-prinsip Akuntansi Indonesia (PAI).
Pada periode 1984-1994, komite PAI melakukan revisi secara mendasar PAI 1973 dan kemudian
menerbitkan Prinsip Akuntansi Indonesia 1984 (PAI 1984). Menjelang akhir 1994, Komite standar
akuntansi memulai suatu revisi besar atas prinsip-prinsip akuntansi Indonesia dengan
mengumumkan pernyataan-pernyataan standar akuntansi tambahan dan menerbitkan interpretasi
atas standar tersebut. Revisi tersebut menghasilkan 35 pernyataan standar akuntansi keuangan, yang
sebagian besar harmonis dengan IAS yang dikeluarkan oleh IASB.
Pada periode 1994-2004, ada perubahan Kiblat dari US GAAP ke IFRS, hal ini ditunjukkan Sejak tahun
1994, telah menjadi kebijakan dari Komite Standar Akuntansi Keuangan untuk menggunakan
International Accounting Standards sebagai dasar untuk membangun standar akuntansi keuangan
Indonesia. Dan pada tahun 1995, IAI melakukan revisi besar untuk menerapkan standar-standar
akuntansi baru, yang kebanyakan konsisten dengan IAS. Beberapa standar diadopsi dari US GAAP dan
lainnya dibuat sendiri.
Pada periode 2006-2008, merupakan konvergensi IFRS Tahap 1, Sejak tahun 1995 sampai tahun
2010, buku Standar Akuntansi Keuangan (SAK) terus direvisi secara berkesinambungan, baik berupa
penyempurnaan maupun penambahan standar baru. Proses revisi dilakukan sebanyak enam kali
yakni pada tanggal 1 Oktober 1995, 1 Juni 1999, 1 April 2002, 1 Oktober 2004, 1 Juni 2006, 1
September 2007, dan versi 1 Juli 2009. Pada tahun 2006 dalam kongres IAI X di Jakarta ditetapkan
bahwa konvergensi penuh IFRS akan diselesaikan pada tahun 2008. Target ketika itu adalah taat
penuh dengan semua standar IFRS pada tahun 2008. Namun dalam perjalanannya ternyata tidak
mudah. Sampai akhir tahun 2008 jumlah IFRS yang diadopsi baru mencapai 10 standar IFRS dari total
33 standar.
Adopsi standar akuntansi dalam hal ini IFRS telah dilakukan di beberapa negara, diantaranya di Uni
Eropa yang mengharuskan semua perusahaan yang terdaftar di bursa harus menyiapkan laporan
keuangan konsolidasi sesuai IFRS (SG-007), sedang di Inggris standar yang menyerupai IFRS
diperlukan untuk menghindari masalah tentang perusahaan yang terdaftar dan yang tidak terdaftar
di bursa dan IFRS dianggap sebagai suatu tantangan, yang pada akhirnya menyambut baik IFRS untuk
mengurangi perbedaan antara standar akuntansi di Inggris dan IFRS (Fearnley dan Hines, 2003).
Australia adalah salah satu negara yang berpengaruh dalam pengembangan akuntansi internasional
sejak konsep dari komite akuntansi internasional dikembangkan di Sidney tahun 1972. Keputusan
untuk mengadopsi IFRS di Australia berawal dari diputuskannya mengadopsi IFRS mulai dari 1 januari
2005 yang merupakan keputusan pada tahun 2002.
Seiring dengan jadwal European Union (EU) untuk pengadopsian IFRS. Manfaat mengadopsi IFRS bagi
Australia adalah :
Biaya lebih rendah bagi pelapor, auditor dan pemakai laporan keuangan dari entitas multinasional
(tidak perlu susun ulang).
Mengisi kesenjangan dalam AGAAP, misalnya yang berhubungan dengan instrumen keuangan.
Proses penggabungan dimulai di tahun 1996, mencapai puncaknya di tahun 2002 ketika Australian
Convergence Handbook (Buku Pegangan Konvergensi Australia) diterbitkan
Di tahun 2002, jurang perbedaan antara IFRS dan AGAAP telah jauh berkurang. Adapun perbedaan
utama yang masih ada antara IFRS dan AGAAP saat itu adalah:
IFRS lebih komprehensif sehubungan dengan akuntansi untuk instrumen keuangan dan imbalan
pasca-kerja; sedangkan
AGAAP lebih komprehensif sehubungan dengan akuntansi untuk asuransi, kegiatan pertambangan,
aktiva tak berwujud, dan kerangka kerja
Setiap standar IFRS dipaparkan dalam bentuk Exposure Draft oleh AASB, yang meminta komentar
apakah standar akan berdampak positif bagi ekonomi Australia
Kebanyakan entitas memiliki 2 tahun untuk menerapkan IFRS, secara umum neraca tahunan yang
terkena dampak adalah per 30 Juni 2006
April 2004, untuk membantu proses pengadopsian, AASB menerbitkan AASB 1047 Disclosing the
Impacts of Adopting Australian Equivalents to IFRSs (Pencatatan Dampak akan Pengadopsian Standar
Australia setara dengan IFRS)
AASB 1047 mengharuskan entitas untuk mencatatkan dampak yang relevan bagi tahun sebelum
tahun adopsi dalam laporan keuangan mereka biasanya tahun yang berakhir 30 Juni 2005
IFRS 4 Insurance Contracts (Kontrak Asuransi) dan IFRS 6 Exploration for and Evaluation of Mineral
Resources (Eksplorasi dan Evaluasi Sumber Daya Mineral) masih mempertahankan fitur-fitur penting
dari AGAAP yang berhubungan dengan Asuransi dan Aktivitas Pertambangan.
Setelah dilakukan harmonisasi IFRS dengan standar akuntansi di Australia, hasil yang diperoleh
adalah:
Sinergi dalam persiapan, audit dan kajian laporan keuangan Australia untuk entitas yang merupakan
bagian dari kelompok multinasional.
Biaya awal sehubungan dengan proses adopsi, terutama untuk penerapan IAS 39 untuk entitas
seperti bank dan perusahaan asuransi.
IFRS terus mengalami perubahan kebanyakan perubahan ini didorong oleh hal-hal yang tidak berlaku
bagi Australia.
Isu akuntansi yang relevan untuk Australia mungkin bukanlah prioritas global, misalnya seperti
Aktivitas Pertambangan, dan Laba Rugi versus Pendapatan Lain-Lain (Other comprehensive income).
Sedangkan Standar akuntansi di Indonesia saat ini belum menggunakan secara penuh (full adoption)
standar akuntansi internasional atau International Financial Reporting Standard (IFRS). Standar
akuntansi di Indonesia yang berlaku saat ini mengacu pada US GAAP (United Stated Generally
Accepted Accounting Standard), namun pada beberapa pasal sudah mengadopsi IFRS yang sifatnya
harmonisasi.Adopsi yang dilakukan Indonesia saat ini sifatnya belum menyeluruh, baru sebagian
(harmonisasi).
Era globalisasi saat ini menuntut adanya suatu sistem akuntansi internasional yang dapat
diberlakukan secara internasional di setiap negara, atau diperlukan adanya harmonisasi terhadap
standar akuntansi internasional, dengan tujuan agar dapat menghasilkan informasi keuangan yang
dapat diperbandingkan, mempermudah dalam melakukan analisis kompetitif dan hubungan baik
dengan pelanggan, supplier, investor, dan kreditor.
Namun proses harmonisasi ini memiliki hambatan antaralain nasionalisme dan budaya tiap-tiap
negara, perbedaan sistem pemerintahan pada tiaptiap negara, perbedaan kepentingan antara
perusahaan multinasional dengan perusahaan nasional yang sangat mempengaruhi proses
harmonisasi antar negara, serta tingginya biaya untuk merubah prinsip akuntansi.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Penetapan dan pelaksanaan standar akuntansi telah menjelma menjadi suatu masalah yang rumit.
Standar yang ada ternyata sepertinya didasarkan atas prinsip-prinsip yang luas dan dapat
dipertentangkan dengan perbandingan antara pro dan kontra dari teori-teori yang relevan, dan
kemudian dipilih atas dasar oleh badan penyusun standar.
Terdapat konflik kepentingan dan kebutuhan yang pasti diantara entitas-entitas yang berkepentingan
dengan prinsip-prinsip akuntansi.
Setiap bentuk pembuatan standar dalam pasar bebas, sektor swasta, atau sektor publik memiliki
keunggulan dan kelemahannya masing-masing tidak terdapat konseptual yang jelas atau adanya
pemenang di sini.
Perkembangan Standar Akuntansi di Indonesia dimulai pada periode 1973-1984 dengan membentuk
sebuah komite Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI). Menjelang akhir 1994 komite tersebut melakukan
suatu revisi besar atas prinsip akuntansi Indonesia dengan menghasilkan 35 penyataan Standar
Akuntansi Keuangan (SAK). Pada periode 1995 IAI kemudian melakukan revisi kembali untuk
menerapkan standar akuntansi yang baru. Sejak tahun 1995 sampai tahun 2010, buku Standar
Akuntansi Keuangan (SAK) terus direvisi secara berkesinambungan, baik berupa penyempurnaan
maupun penambahan standar baru. Dan pada tahun 2006 dalam kongres ditetapkan bahwa
konvergensi penuh IFRS akan diselesaikan pada tahun 2008. Target ketika itu adalah taat penuh
dengan semua standar IFRS pada tahun 2008. sampai akhir tahun 2008 jumlah IFRS yang diadopsi
baru mencapai 10 standar IFRS dari total 33 standar.
Penggunaan Standar Akuntansi di Australia dan di Indonesia
Adopsi standar akuntansi dalam hal ini IFRS telah dilakukan di beberapa negara, di antaranya di Uni
Eropa yang mengharuskan semua perusahaan yang terdaftar di bursa harus menyiapkan laporan
keuangan konsolidasi sesuai IFRS (SG-007).
Di Negara Australia saat ini sudah mengadopsi penggunaan IFRS mulai dari 1 Januari 2005, meskipun
keputusan untuk mengadopsi penggunan standar akuntansi tersebut sudah diajukan sejak tahun
2002. Sedangkan Standar akuntansi di Indonesia saat ini belum menggunakan secara penuh (full
adoption) standar akuntansi internasional atau International Financial Reporting Standard (IFRS).
Standar akuntansi di Indonesia yang berlaku saat ini mengacu pada US GAAP (United Stated
Generally Accepted Accounting Standard), namun pada beberapa pasal sudah mengadopsi IFRS yang
sifatnya harmonisasi. Adopsi yang dilakukan Indonesia saat ini sifatnya belum menyeluruh, baru
sebagian (harmonisasi).
PENDAHULUAN
Max Weber, sebagaimana yang kita ketahui merupakan salah satu seorang sosiolog
besar di zamannya. Weber, dalam beberapa pemikirannya tentang sosiologi sedikit banyak
dipengaruhi oleh kondisi sosial masyarakat pada waktu itu. Weber lahir di tengah lingkungan
yang sedang menuju ke masyarakat modern. Dilahirkan di Erfurt, Jerman pada tanggal 21
April 1864, Weber berasal dari keluarga menengah. Ayahnya adalah seorang birokrat,
sedangkan ibunya adalah seorang Calvinis yang sangat religius. Ayahnya sangat menikmati
dunia dengan uang yang ia hasilkan dari profesi birokrasinya, sedangkan ibunya menjalani
kehidupan asketis yang tidak mementingkan kenikmatan duniawi.
Pemikiran Weber tentang sosiologi terutama dibangun oleh serangkaian debat
intelektual yang berlangsung di Jerman pada masanya. Yang terpenting dari perdebatan
tersebut adalah masalah hubungan sejarah dengan ilmu pengetahuan. Perdebatan ini
berlangsung antara kubu positivis yang memandang sejarah tersusun berdasarkan hukum-
hukum umum ( disebut juga pandangan nomotetik ) dengan kubu subjektivis yang
menciutkan sejarah menjadi sekadar tindakan dan pandangan idiografis saja. Kaum Positivis
memandang jika sejarah itu termasuk ilmu alam, namun kaum Subjektivitas melihat
keduanya sangat berbeda.
Dari perdebatan kedua ini, jelas, rasionalisasi sangat diperlukan untuk memperkuat
argumen masing – masing kubu. Dengan kondisi sosial seperti ini, Weber, dalam pemikiran
sosiologinya memasukkan konsep rasionalisasi sebagai salah satu pokok pembahasan.
Rasionalisasi, menurut Weber, sangat perlu untuk tatanan masyarakat yang sudah
berkembang menuju kemodernan.
Rasionalisasi, sebagaimana yang diungkapkan oleh Weber, terbagi menjadi beberapa
tipe dan jenis. Namun, dalam penyebutan tipe maupun jenis itu terjadi banyak perbedaan
yang intinya tetap satu makna ( arti ). Masalah rasional Weber, dalam masa sekarang, bisa
dijadikan gambaran akan kondisi sosial masyarakat yang ada di masa ketika Weber
mencetuskan teori ini.
PEMBAHASAN
E. KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa pemikiran Weber dalam
masalah rasional terbagi menjadi beberapa tipe atau jenis. Diantaranya :
a. Rasio Instrumental, merupakan bentuk rasio yang paling dominan yang terwujud dalam
pasar yang bersifat kapitalis. Rasio ini menekankan efisiensi dan efektifitas dalam meraih
tujuan-tujuan tertentu.
b. Rasio Yuridis, yakni rasio yang mengacu pada bentuk rasionalitas yang secara obyektif
terealisasi dalam bidang hukum dan birokrasi. Rasionalitas ini menekankan prinsip
konsistensi, daripada prinsip efisiensi ( rasio Instrumental ).
c. Rasio Kognitif, merupakan rasio yang menjelaskan bahwa sasaran dari rasio adalah
pengetahuan dalam rangka mencari kebenaran yang sesuai dengan dunia. Perwujudan dari
rasionalitas ini terdapat di institusi pendidikan ataupun riset modern.
Rasionalisasi Weber dalam beberapa setting sosial dia gunakan untuk menganilisis
setting – setting sosial tersebut. Setting sosial tersebut antara lain ekonomi ( rasionalisasi
untuk analisis sistem kapitalis/pasar bebas ), agama ( rasionalisasi konsep kenabian, pendeta
dan jema’atnya ), hukum ( menganilisis kesamaan antara hukum perdata dan pidana ), politik
( kekuasaan/dominasi satu golongan terhadap golongan lain ), kota ( tempat berkembangnya
sistem kapital ) dan seni ( perkembangan music modern di barat ).
Konsep Pengungkapan
Ada tiga konsep pengungkapan yang umumnya diusulkan, yaitu:
1. Adequate disclosure (pengungkapan cukup)
Disclosure yang minimal harus ada sehingga ikhtisar-ikhtisar keuangan menjadi tidak
menyesatkan.
2. Fair disclosure (pengungkapan wajar)
Tersirat tujuan-tujuan etis untuk memberikan perlakuan yang sama kepada semua pihak yang
merupakan pembaca potensi pembaca potensial dari laporan keungan.
3. Full disclosure (pengungkapan penuh)
Berarti penyajian semua informasi yang relevan. Bagi beberapa pihak Full Disclosureberarti
penyajian informasi secara berlebihan dan tidak tepat. Informasi yang berlebihan berbahaya
karena penyajian informasi dengan detail terlalu banyak justru akan menyembunyikan
informasi yang penting dan membuat laporan keuangan menjadi sukar diinterpretasikan.
Metode Pengungkapan
Pengungkapan meliputi keseluruhan proses pelaporan. Namun demikian ada beberapa
metode yang berbeda dalam mengungkapkan informasi yang dianggap penting. Pemilihan
metode yang terbaik dari pengungkapan pada setiap kasus tergantung pada sifat informasi
yang bersangkutan dan kepentingan relatifnya. Metode yang umum digunakan dalam
pengungkapan informasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Bentuk dan susunan laporan yang formal.
2. Terminologi dan penyajian yang terperinci.
3. Informasi sisipan.
4. Catatan kaki.
5. Ikhtisar tambahan dan skedul-skedul.
6. Komentar dalam laporan auditor.
7. Pernyataan Direktur Utama atau Ketua Dewan Komisaris.