Anda di halaman 1dari 12

CREEPING ERUPTION

I. PENDAHULUAN
Creeping eruption atau sering juga disebut cutaneous larva migrans
(CLM) merupakan kelainan kulit yang berupa peradangan berbentuk linier dan
progresif yang disebabkan oleh larva cacing tambang. Penyakit ini sudah
dikenal sejak tahun 1874 yang awalnya ditemukan pada daerah – daerah
tropikal dan subtropikal beriklim hangat. Creeping itch atau rasa gatal yang
menjalar, merupakan karakteristik utama dari creeping eruption.1,2
Faktor resiko utama bagi penyakit ini adalah kontak dengan tanah
lembab atau berpasir, yang telah terkontaminasi dengan feses anjing atau
kucing. Penyakit ini lebih sering dijumpai pada anak – anak dibandingkan
pada orang dewasa. Pada orang dewasa, faktor resiko nya adalah pada
tukang kebun, petani, dan orang – orang dengan hobi atau aktivitas yang
berhubungan dengan tanah lembab dan berpasir. Larva tersebut secara
normal merupakan parasit pada usus binatang. Cacing dewasa berkemang
biak pada usus kucing atau anjing. Untuk melengkapi siklus hidupnya, larva
tersebut masuk ke dalam kulit manusia saat kulit menyentuh tanah. Diagnosis
dapat ditegakkan dari anamnesis ditambah pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan pemeriksaan penunjang jika diperlukan.1,3
Creeping eruption dapat diterapi dengan beberapa cara yang berbeda,
yaitu: terapi sistemik (oral) atau terapi topikal. Berdasarkan beberapa
penelitian yang ada terapi sistemik merupakan terapi yang terbaik karena
tingkat keberhasilannya lebih baik daripada terapi topikal.4,5

II. EPIDEMIOLOGI
Creeping eruption ditemukan di seluruh dunia tapi paling sering terjadi
di daerah dengan iklim tropis atau subtropis yang hangat dan lembab,
misalnya di Afrika, Amerika Selatan dan Barat, terutama Amerika Serikat

1
bagian tenggara, Karibia, Afrika, Amerika Selatan, Amerika Pusat, India, dan
Asia Tenggara, di Indonesia pun banyak dijumpai. Creeping eruption lebih
sering dijumpai pada anak-anak karena kebiasaan tidak suka memakai alas
kaki, dan dilihat dari pekerjaan penyakit ini lebih sering mengenai pria
daripada wanita.2,4
Cara infeksi melalui kontak kulit dengan larva infektif pada tanah.
Orang dari berbagai jenis umur, seks dan ras bisa terinfeksi jika terpajan
larva. Grup yang beresiko adalah mereka yang pekerjaan atau hobinya
berkontak dengan tanah berpasir yang lembab dan hangat antara lain
sebagai berikut:1,4,6
a. Orang yang tidak memakai alas kaki di pantai
b. Anak-anak yang bermain pasir
c. Petani
d. Tukang kebun
e. Pembersih septik tank
f. Pemburu
g. Tukang kayu
h. Penyemprot serangga
Di berbagai daerah di Indonesia, prevalensi infeksi cacing tambang
berkisar 30-50%, dimana prevalensi tertinggi ditemukan di daerah
perkebunan. Tingginya prevalensi juga dipengaruhi oleh pekerjaan seperti
yang telah disebutkan di atas.7

III. ETIOPATOGENESIS
Penyebab utama adalah larva yang berasal dari cacing tambang
binatang anjing dan kucing, yaitu Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma
caninum. Selain itu dapat pula disebabkan oleh larva dari beberapa jenis
lalat, seperti Castrophillus (the horse bot fly) dan cattle fly. Etiologi umum
dan di mana parasit dari larva kulit migrans atau cutaneous larva migrans
(CLM) yang paling sering ditemukan adalah sebagai berikut:1,3,4
a. Braziliense Ancylostoma (cacing tambang anjing liar dan kucing)

2
Braziliense ancylostoma adalah penyebab paling umum. Hal ini dapat
ditemukan di Amerika Serikat tengah dan selatan, Amerika Tengah,
Amerika Selatan, dan Karibia. Morfologi dari Ancylostoma braziliense
yakni sebagai berikut:5
1. Memiliki 2 pasang gigi yang tidak sama besar
2. Panjang cacing jantan sekitar 4,7 - 6,3 mm
3. Panjang cacing betina sekitar 6,2 - 8,4 mm

Gambar 1. Ancylostoma braziliense


(http://www.slideshare.net/syschalumempouw/cutaneous-larva-migrans)

b. Ancylostoma caninum (cacing tambang anjing)


Ancylostoma caninum paling banyak ditemukan di Australia. Morfologi
dari cacing tambang ini antara lain:

Gambar 2. Ancylostoma caninum


(http://documents.mx/documents/refrat-kulit-creeping-
eruption.html) 3
1. Memiliki 3 pasang gigi
2. Panjang cacing jantan ± 10 cm
3. Panjang cacing betina ± 14 cm
c. Uncinaria stenocephala (cacing tambang anjing) ditemukan di Eropa
d. Bunostomum phlebotomum (ternak cacing tambang)
Siklus hidup Ancylostoma braziliense terjadi pada binatang dan
serupa dengan Ancylostoma duodenale pada manusia. Nematoda hidup
pada hospes (anjing, kucing atau babi), ovum terdapat pada kotoran
binatang dan karena kelembapan berubah menjadi larva yang mampu
mengadakan penetrasi ke kulit. Siklus hidup parasit dimulai saat telur keluar
bersama kotoran binatang ke tanah berpasir yang hangat dan lembab. Pada
kondisi kelembaban dan temperatur yang menguntungkan, telur bisa
menetas dan tumbuh cepat menjadi larva rhabditiform sekitar 1-2 hari.
Awalnya larva memakan bakteri yang terdapat di tanah dan berganti kulit
sekitar 2 kali sebelum menjadi bentuk infektif (larva stadium tiga atau larva
filariform) sekitar 5-10 hari. Larva infektif ini dapat bertahan selama 3-4
minggu di kondisi lingkungan yang sesuai. Pada hospes alaminya, binatang
(seperti anjing dan kucing), larva mampu melakukan penetrasi sampai ke
dermis dan ditranspor melalui sistem limfatik dan vena sampai ke paru-paru,
kemudian bisa sampai menembus ke alveoli dan trakea dimana kemudian
tertelan. Di usus terjadi pematangan secara seksual, dan siklus hidup baru
dimulai saat telur baru diekskresikan. Larva yang infektif dapat tetap hidup
pada tanah selama beberapa minggu.1,7
Manusia yang berjalan tanpa alas kaki terinfeksi secara tidak sengaja
oleh larva dimana larva menggunakan enzim protease untuk menembus kulit
melalui folikel, atau fisura pada kulit yang intak. Setelah penetrasi stratum
korneum, larva melepas kutikelnya. Biasanya migrasi dimulai dalam
beberapa hari. Larva stadium tiga menembus kulit manusia dan bermigrasi
beberapa sentimeter perhari, biasanya antara stratum germinativum dan
stratum korneum. Larva ini tinggal di kulit dan berjalan-jalan tanpa tujuan
sepanjang dermoepidermal. Hal ini menginduksi reaksi inflamasi setempat.

4
Setelah beberapa jam atau hari akan timbul gejala di kulit. Larva bermigrasi
kulit. Larva bermigrasi pada epidermis tepat di atas membran basalis dan
jarang menembus ke dermis.8
Reaksi yang timbul pada kulit, bukan diakibatkan oleh parasit, tetapi
disebabkan oleh reaksi inflamasi dan alergi oleh sistem imun terhadap larva
dan produknya. Enzim proteolitik yang di sekresi larva menyebabkan
inflamasi sehingga terjadi gatal dan lesi kulit.Pada hewan, Larva ini mampu
menembus dermis dan melengkapi siklus hidupnya dengan berkembang
biak di organ dalam. Sedangkan pada manusia yang merupakan hospes
aksidental, larva memasuki kulit melalui folikel, fisura atau menembus kulit
utuh menggunakan enzim protease, tapi infeksi nya hanya terbatas pada
epidermis karena tidak memiliki enzim kolagenase yang dibutuhkan untuk
penetrasi kebagian kulit yang lebih dalam. Akibatnya, selamanya larva
terjebak di jaringan kulit penderita hingga masa hidup cacing ini berakhir. 1,5

Gambar 3. Patogenesis Creeping Eruption


(https://www.odh.ohio.gov/odhprograms/bid/zdp/diseases/clm.aspx)

IV. GEJALA KLINIS


Masuknya larva ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan panas.
Mula-mula , pada point of entry atau tempat masuknya cacing, akan timbul

5
papul, kemudian diikuti oleh bentuk yang khas, yakni lesi berbentuk linear
atau berkelok – kelok (snakelike appearance – bentuk seperti ular) yang
terasa sangat gatal, menimbul dengan lebar 2 – 3 mm, panjang 3 – 4 cm
dari point of entry, dan berwarna kemerahan. Adanya lesi papul yang
eritematosa ini menunjukkan larva tersebut telah berada di kulit selama
beberapa jam atau hari. Rasa gatal dapat timbul paling cepat 30 menit
setelah infeksi, meskipun pernah dilaporkan onset lambat dari CLM.1,3,4

Gambar 4. Manifestasi Klinis Creeping Eruption


(http://www.slideshare.net/cutaneus-larva-migran-creeping-eruption)

Perkembangan selanjutnya papul merah ini menjalar seperti benang


berkelok- kelok, polisiklik, serpiginosa, menimbul dan membentuk
terowongan (burrow), mencapai panjang beberapa sentimeter dan
bertambah panjang beberapa milimeter atau beberapa sentimeter setiap
harinya. Umumnya pasien hanya memiliki satu atau tiga lintasan dengan
panjang 2 – 5 cm. Rasa gatal biasanya lebih hebat pada malam hari,
sehingga pasien sulit tidur. Rasa gatal ini juga dapat berlanjut, meskipun
larva telah mati.4,8
Terowongan yang sudah lama, akan mengering dan menjadi krusta,
dan bila pasien sering menggaruk, dapat menimbulkan iritasi yang rentan

6
terhadap infeksi sekunder. Larva nematoda dapat ditemukan terperangkap
dalam kanal folikular, stratum korneum atau dermis.Tempat predileksi
adalah di tempat – tempat yang kontak langsung dengan tanah, baik saat
beraktivitas, duduk, ataupun berbaring, seperti di tungkai, plantar, tangan,
anus, bokong dan paha juga di bagian tubuh di mana.1,3,9

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang jarang dilakukan pada kasus-kasus CLM,
namun dapat dilakukan pemeriksaan histopatologi, dimana bagian parasit
dapat dilihat pada spesimen biopsi. Biopsi kulit menunjukan lubang yang
disebabkan oleh parasit pada epidermis. Vesikel intraepidermal mengandung
beberapa eosinophil yang menyebar. Di dermis, infiltrat inflamasi yang
tersusun ata limfosit, sel plasma, histiosit, dan banyak eosinofil. 6,10

Gambar 5. Hasil Pemeriksaan Biopsi


(http://www.slideshare.net/brendaruthp1/cutaneus-larva-migran-creeping-eruption)

VI. DIAGNOSIS
Diagnosis creeping eruption ditegakkan berdasarkan anamnesis yakni
adanya riwayat pajanan dari epidemiologi yang telah dijelaskan di atas dan
penemuan lesi karakteristik. Bentuk khas yang dapat ditemukan, yakni
terdapatnya kelainan seperti benang yang lurus atau berkelok-kelok,
menimbul, dan terdapat papul atau vesikel di atasnya. Biopsi spesimen

7
diambil pada ujung jalur yang mungkin mengandung larva.1,11
a. Anamnesis
Penderita tinggal atau habis bepergian ke daerah tropis atau
subtropis yang hangat dan lembab. Memiliki kebiasaan sering
berjalan tanpa menggunakan alas kaki atau memiliki kegiatan yang sering
berhubungan dengan tanah atau pasir. Terdapat kucing atau anjing yang
berkeliaran di sekitar tempat tinggal penderita.4
b. Pemeriksaan Fisis
Dengan inspeksi pada daerah tungkai, plantar, tangan, anus, bokong
atau paha, juga di bagian tubuh di mana saja yang sering berkontak dengan
tempat larva berada, akan tampak adanya lesi seperti benang yang lurus
atau berkelok-kelok, menimbul, dan terdapat papul dan vesikel di
atasnya.4
c. Pemeriksaan penunjang
Untuk menunjang diagnosis bisa dilakukan biopsi kulit.
Walaupun tidak terlalu bermakna. Bila infeksi ekstensif bisa dijumpai tanda
sistemik berupa eosinofilia perifer, sindrom loeffler (infiltrat paru yang
berpindah-pindah), peningkatan IgE. Hanya sedikit pasien yang
menunjukkan eosinofilia perifer dan peningkatan IgE.9

VII. DIAGNOSIS BANDING


a. Skabies
Pada skabies terowongan yang
terbentuk tidak sepanjang seperti
pada penyakit ini, namun memiliki
gejala gatal yang sama, yakni
lebih sering muncul pada malam
hari. Selain itu penyakit ini juga
biasanya diderita sekelompok
orang.1,10
Gambar 3. Gambaran Klinis Creeping eruption
(http://docslide.us/documents/creeping-eruption-referat-
kecil.html)
8
b. Insect Bite
Pada permulaan lesi berupa papul, yang dapat 
 menyerupai insect
bite.1,7

Tabel 1. Diagnosis Banding Creeping Eruption

(http://www.slideshare.net/syschalumempouw/cutaneous-larva-migrans)

VIII. PENATALAKSANAAN
Creepng eruption termasuk dalam penyakit yang dapat sembuh
sendiri, apalagi dengan siklus larva cacing tambang yang akan mati dalam
waktu 3-4 minggu. Namun penggunaan terapi sistemik digunakan untuk
mempercepat penyembuhan. Modalitas topikal seperti spray etilklorida,
nitrogen cair, fenol, CO2 snow, piperazine citrate, dan elektrokauter
umumnya tidak berhasil sempurna, karena larva sering tidak lolos atau tidak
mati. Demikian pula kemoterapi dengan klorokuin, dietiklcarbamazine juga
tidak berhasil. Terapi pilihan saat ini adalah dengan preparat antihelmintes
baik topikal maupun sistemik.2,4
a. Sistemik
1. Tiabendazol

9
Tiabendazol (Mintezol), Merupakan antihelmintes heterosiklik
generasi ketiga. Merupakan drug of choice (DOC) dari CLM.
Menghambat enzim fumarat reduktase sehingga menginhibisi
pembentukan mikrotubuli. Dosis 50 mg/kgBB/hari, sehari 2 kali,
diberikan berturut – turut selama 2 hari. Dosis maksimum 3 gram
sehari, jika belum sembuh dapat diulangi setelah beberapa hari. Sulit
didapat. Efek sampingnya mual, pusing, dan muntah.1
2. Albendazol
Merupakan generasi ketiga dari obat heterosiklik antihelmintic.
Sudah digunakan untuk mengobati penyakit parasit pada saluran
pencernaan. Antihistamin spektrum luas yang mengganggu ambilan
glukosa dan agregasi mikrotubuli. Sebagai alternatif pengganti
tiabendazole. Dosis untuk orang dewasa (>2thn), sehari 400mg
sebagai dosis tunggal, diberikan 3 hari berturt-turut atau 2x 200mg
sehari selama 5 hari.1,12
b. Topikal
1. Tiabendazol
Penggunaan tiabemdazol topikal solutio atau ointment 10-15% pada
daerah lesi dianggap cukup efektif. Tiabendazol ointment 15%
dengan asam salisilat 3% dapat menghilangkan gatal dan migrasi
dari larva dalam kulit kurang lebih dalam 2 hari.8
2. Pengobatan topikal dengan cara pembekuan lesi dengan
menyemprotkan kloretil, CO2, atau N2 cair pada lesi. Namun cara ini
jarang efektif karena karva pada kulit biasanya sudah terletak di
tempat yang berbeda dari lesi yang terlihat pada kulit. Cara
chryotherapy ini jarang berhasil bahkan menyebabkan ulserasi kulit
yang lebih parah pada beberapa pasien.. penggunaan N2 cair juga
tidak digunakan lagi karena tidak efektif dan menyakitkan untuk
pasien. Namun pada penelitian yang dilakukan di Pakistan pada
tahun 2013, menunjukan bahwa terapi kombinasi antara N2 cair dan
obat sistemik anti helmentik memberikan hasil yang cukup baik

10
dibandingkan dengan hanya memberikan mono-terapi albendazole
sistemik.8,10

IX. PROGNOSIS
Penyakit ini dapat sembuh sendiri (self –limiting) setelah beberapa
minggu atau beberapa bulan. Hal ini disebabkan karena larva tidak mampu
menyelesaikan siklus hidupnya pada manusia. Pengobatan dimaksudkan
untuk mempercepat penyembuhan dan mengurangi rasa ketidaknyamanan
pasien. Umumnya pengobatan selalu memberikan hasil yang baik.4,12

X. KESIMPULAN
Creeping eruption atau Cutaneous larva migrans (CLM) adalah infeksi
kulit pada manusia disebabkan oleh berbagai larva nematoda parasit, yang
paling umum adalah Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum.
CLM dapat diterapi dengan beberapa cara yang berbeda, yaitu: terapi
sistemik (oral) atau terapi topikal. Berdasarkan beberapa penelitian yang ada
terapi sistemik merupakan terapi yang terbaik karena tingkat keberhasilannya
lebih baik daripada terapi topikal.

11
DAFTAR PUSTAKA
1. Asisah S. Creeping eruption. Dalam: Djuanda A, editor. Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Ed-5. Jakarta: FK-UI; 2010. Hal.125-6
2. Gutte R, Khopkar U. Cutaneous Larva Migrans (Creeping Eruption). Indian
Dermatology Online J. 2011;2:48
3. Elizabeth MW, Caumes E. Helminthic infections In: Wolf K, Goldsmith LA,
Katz SI, editors. Fizpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7th Ed. New
York: McGrawHill; 2008. P.2023-4
4. Siregar RS. Saripati Penyakit Kulit. Edisi ke 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2004. Hal 172
5. Dugdale DC. Creeping Eruption. (update 12 Maret 2008). Diunduh dari
www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001454.html
6. Padmavathy L. Cutaneous Larva Migrans. Indian Journal of Medical
Microbiology. 2005;23(2):135-136
7. Emmy dkk. Creeping Eruption, Penyakit Kulit yang Umum di Indonesia,
Sebuah Panduan Bergambar. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta: PT Medical Multimedia Indonesia; 2005. Hal 71 

8. Caumes E. Treatment of Cutaneous Larva Migrans. Oxford J. 2000;
30(5):811-814
9. Suplee SJ, Gupta S, Alweis R. Creeping Eruption: Cutaneous Larva Migrans.
Journal of Community Hospital Internal Medicine Perspective. 2013;3:83
10. Kapadia N, Borhany T, Farooqui M. Use of Liquid Nitrogen and Albendazole
in Successfully Treating Cutaneous Larva Migrans. Journal of the College of
Physicians and Surgeon Pakistan. 2013;vol 23(5):319-321
11. Hotez et al. Hookworm Infection. N England J Med 2004;352:799-807.
Diunduh dari: http://www.nejm.org
12. Gutte R, Khoper U. Cutaneous larva migrans (creeping eruption). Indian
Dermatol Online J. 2011; 2:48

12

Anda mungkin juga menyukai