Angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi yaitu sebesar 420 per 100.000 kelahiran hidup,
rasio tersebut sangat tinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya.
Langkah utama yang paling penting untuk menurunkan angka kematian ibu adalah mengetahui
penyebab utama kematian. Di Indonesia sampai saat ini ada tiga penyebab utama kematian ibu
yaitu perdarahan, pre eklampsia-eklampsia, dan infeksi.
Perdarahan sebelum, sewaktu, dan sesudah bersalin adalah kelainan yang berbahaya dan
mengancam ibu. Perdarahan pada kehamilan harus selalu dianggap sebagai kelainan yang
berbahaya. Perdarahan pada kehamilan muda disebut keguguran atau abortus, sedangkan pada
kehamilan tua disebut perdarahan antepartum. Batas teoritis antara kehamilan muda dan
kehamilan tua ialah kehamilan 28 minggu (dengan berat janin 1000 gram), meningat
kemungkinan hidup janin diluar uterus.
Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28 minggu. Biasanya
lebih banyak dan lebih berbahaya daripada perdarahan kehamilan sebelum 28 minggu.
Perdarahan ante partum dapat disebabkan oleh plasenta previa, solusio plasenta, ruptura sinus
marginalis, atau vasa previa.
2. Pengertian
b. Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta sebelum waktunya dengan implantsi normal
pada kehamilan trimester ketiga. Terlepasnya plasenta sebelum waktunya menyebabkan
timbunan darah antara plasenta dan dinding rahim yang dapat menimbulkan gangguan penyulit
terhadap ibu maupun janin.
1. Terlepasnya sebagian atau seluruh plasenta yang implantasinya normal, sebelum janin
dilahirkan, pada masa kehamilan atau persalinan, disertai perdarahan pervaginam, pada
usia kehamilan 20 minggu di sebut dengan solusio plasenta.
Sebab yang jelas terjadinya solusio plasenta belum diketahui, hanya para ahli mengemukakan
teori: Akibat turunnya tekanan darah secara tiba-tiba oleh spasme dari arteri yang menuju ke
ruangan interviler, maka terjadilah anoksemia dari jaringan bagian distalnya. Sebelum ini
menjadi nekrotis, Spasme hilang dan darah kembali mengalir ke dalam intervili, namun
pembuluh darah distal tadi sudah demikian rapuhnya serta mudah pecah, sehingga terjadi
hematoma yang lambat laun melepaskan plasenta dari rahim. Darah yang berkumpul dibelakang
plasenta disebut hematoma retroplasenter.
v Faktor vaskuler (80-90%), yaitu toksemia gravidarum, glomerulo nefritis kronika, dan
hipertensi esensial. Karena desakan darah tinggi, maka pembuluh darah mudah pecah, kemudian
terjadi haematoma retroplasenter dan plasenta sebagian terlepas.
v Faktor trauma, Pengecilan yang tiba-tiba dari uterus pada hidramnion dan gemeli. Tarikan pada
tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi luar, atau pertolongan
persalinan.
v Faktor paritas, Lebih banyak dijumpai pada multi daripada primi. Holmer mencatat bahwa dari
83 kasus solusio plasenta dijumpai 45 multi dan 13 primi.
v Pengaruh lain seperti anemia, malnutrisi, tekanan uterus pada vena cava inferior, dan lain-lain.
Ø Terjadi syok dengan tekanan darah menurun, nadi dan pernafasan meningkat.
Ø Dapat terjadi gangguan pembekuan darah.
Ø Pada pemeriksaan dijumpai turunnya tekanan darah sampai syok, tidak sesuai dengan
perdarahan dan penderita tampak anemis.
Ø Pemeriksaan abdomen tegang, bagian janin sulit diraba, dinding perut terasa sakit, dan
janin telah meninggal dalam janin.
Ø Pemeriksaan dalam ketuban tegang dan menonjol.
b. Solusio plasenta sedang, yaitu terlepasnya plasenta > dari ¼ luasnya tetapi belum mencapai
2/3 bagian, dapat menimbulkan gejala klinik :
1. Solusio plasenta ringan, yaitu terlepasnya plasenta < dari ¼ luasnya, tidak memberikan
gejala klinik, keadaan umum ibu dan janin tidak mengalami gangguan, persalinan
berjalan dengan pervaginam.
Proses solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan dalam desidua basalis yang
menyebabkan hematoma retroplasenter. Perdarahan yang keluar pada solusio plasenta terbagi
atas:
1. Perdarahan keluar
2. perdarahan tersembunyi
Perdarahan keluar
Adalah terlepasnya amnion khorion sehingga perdarahan keluar melalui osteum uteri
Perdarahan tersembunyi
Adalah perdarahan yang tertampung pada uterus karena amion khorion yang tidak terlepas
ü uterus keras/tegang
a. Anamnesis
v Perdarahan timbul akibat adanya trauma pada abdomen atau timbul spontan. Darah yang
keluar tidak sesuai dengan beratnya penyakit, berwarna kehitaman.
v Rasa nyeri pada daerah perut akibat kontraksi uterus atau rangsang peritoneum.
v Palpasi abdomen : uterus terasa tegang atau nyeri tekan, bagian-bagian janin sulit diraba, bunyi
jantung janin sering tidak terdengar atau terdapat gawat janin, apakah ada kelainan letak atau
pertumbuhan janin terhambat.
v Inspekulo : apakah perdarahan berasal dari ostium uteri atau dari kelainan serviks dan vagina.
Nilai warna darah, jumlahnya, apakah encer atau disertai bekuan darah. Apakah tampak
pembukaan serviks, selaput ketuban, bagian janin atau plasenta.
v Periksa Dalam : perabaan fornises hanya dilakukan pada janin presentasi kepala, usia gestasi di
atas 28 minggu dan curiga plasenta praevia. Nilai keadaan serviks, apakah persalinan dapat
terjadi kurang dari 6 jam, berapa pembukaan, apa presentasi janin, dan adakah kelainan di daerah
serviks dan vagina.
d. Pemeriksaan Penunjang
v USG : menilai implantasi plasenta dan seberapa luas terlepasnya plasenta dari tempat
implantasinya, biometri janin, indeks cairan amnion, kelainan bawaan dan derajat maturasi
plasenta.
v Laboratorium : darah perifer lengkap, fungsi hemostasis, fungsi hati, atau fungsi ginjal
(disesuaikan dengan beratnya penyulit atau keadaan pasien). Lakukan pemeriksaan dasar :
hemoglobin, hematokrit, trombosit, waktu pembekuan darah, waktu protrombin, waktu
tromboplastin parsial, dan elektrolit plasma.
Apabila perut tegang sedikit, perdarahan tidak terlalu banyak, keadaan janin masih baik dapat
dilakukan penanganan secara konservatif. Sedangkan apabila perdarahan berlangsung terus
ketegangan makin meningkat, dengan janin yang masih baik dilakukan secsio sesarea, apabila
perdarahan terhenti dan keadaan baik pada kehamilan premature dilakukan perawatan inap.