Anda di halaman 1dari 2

A.

Pengertian Undang-Undang Dasar


Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menterjemahkan kata Inggris “constitution”
dengan kata Indonesia “Undang-Undang Dasar”. Pemakaian istilah undang-undang dasar
ditafsirkan sebagai suatu naskah tertulis, karena undang-undang merupakan hal yang tertulis .
Dalam praktek penyelenggaraan negara Indonesia, pemakaian istilah undang-undang dasar
memiliki arti yang berbeda dengan konstitusi, sebab dalam Penjelasan Undang-Undang
Dasar 1945 dikatakan: “Undang-Undang Dasar suatu negara ialah hanya sebagian dari
hukumnya dasar negara itu. Undang-Undang Dasar ialah hukum dasar yang tertulis, sedang
di sampingnya Undang-Undang Dasar itu berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis, ialah
aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara
meskipun tidak ditulis”.
Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar merupakan kerangka dan tugas-tugas pokok dari
badan-badan pemerintah suatu negara dalam menentukan mekanisme kerja badan-badan
tersebut seperti eksekutif, yudikatif dan legislatif yang berbentuk naskah tertulis. Undang-
undang dasar merupakan suatu hukum dasar tertulis, contohya Undang-Undang Dasar 1945,
yang memiliki fungsi sebagai pengikat bagi pemerintah, lembaga negara, lembaga
masyarakat, warga negara Indonesia yang memuat norma-norma atau aturan-aturan yang
harus ditaati dan dilaksanakan.
Setiap undang-undang dasar memuat ketentuan-ketentuan mengenai hal-hal berikut:
1. Organisasi negara, misalnya pembagian kekuasaan antara badan legislatfif eksekutif, dan
yudikatif.
2. Hak-hak asasi manusia (biasanya disebut Bill of Rights kalau berbentuk naskah tersendiri).
3. Prosedur mengubah undang-undang dasar
4. Ada kalanya memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari undang-undang dasar. Hal
ini biasanya terdapat jika para penyusun undang-undang dasar ingin menghindari terulangnya
kembali hal-hal yang baru saja diatasi, seperti misalnya munculnya seorang diktator atau
kembalinya suatu monarki.1[1]

B. Hukum Dasar Tertulis


Berdasakan pengertian undang-undang dasar sebelumnya bahwa Undang-undang dasar
adalah sebuah hukum tertulis. Maka Hukum dasar tertulis (UUD) merupakan kerangka dan
tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintah suatu negara dalam menentukan mekanisme
kerja badan-badan tersebut seperti eksekutif, yudikatif dan legislatif. Jadi, pada prinsipnya
mekanisme dan dasar dari pelaksanaan pemerintahan diikat dan diatur oleh undang-undang
dasar. Jika dilihat dari sudut pandang kekuasaan, maka undang-undang dasar dapat dilihat
sebagai sekumpulan asas yang menetapkan bagaimana kekuasaan dibagi antara beberapa
lembaga kenegaraan, misalnya antara badan eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Indonesia memiliki hukum dasar tertulis yaitu Undan-Undang Dasar 1945. Dalam
penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa UUD 1945 bersifat singkat dan
supel (elastic). UUD 1945 hanya memuat 37 pasal, dan pasal-pasal lain hanya memuat aturan
peralihan dan aturan tambahan. Pernyataan ini mengandung makna:
1. Undang-Undang Dasar telah cukup hanya memuat aturan-aturan pokok dan garis-garis besar
sebagai instruksi kepada pemerintah Pusat dan lain-lain penyelenggara negara dalam
menyelenggarakan kehidupan bernegara dan menciptakan kesejahteraan sosial. , lebih baik
hukum dasar tertulis lebih baik hanya memuat aturan-aturan pokok, sedang aturan-aturan
untuk menyelenggarakan aturan pokok itu disandarkan pada undang-undang yang lebih
mudah untuk dirubah dan diganti.
2. UUD 1945 bersifat supel memiliki arti bahwa undang-undang dasar dapat berkembang dan
mengikuti kebutuhan masyarakat akan suatu hukum dasar yang jelas untuk mengatur
kegiatan penyelenggaraan negara. Namun tidak menghilangkan sifat dari hukum dasar yaitu
mengikat pelaksanaan ketatanegaraan.

C. Hukum Dasar Tidak Tertulis

Hukum dasar tidak tertulis atau konvensi adalah hukum yang timbul dan terpelihara
dalam praktik penyelenggara negara secara tidak tertulis. . Konvensi merupakan pelengkap
dari aturan-aturan dasar yang belum tercantum dalam Undang-Undang Dasar dan diterima
oleh seluruh rakyat dan tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Dasar.

Konvensi mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:


1. Merupakan kebiasaan yang muncul berulang kali dan terpelihara dalam praktik
penyelenggaraan negara.
2. Tidak bertentangan dengan undang-undang dasar dan berjalan sejajar.
3. Dapat diterima oleh seluruh rakyat.
4. Bersifat sebagai pelengkap yang tidak terdapat di dalam undang-undang dasar.

Konvensi misalnya terdapat pada praktik penyelenggara negara yang sudah menjadi hukum
dasar yang tidak tertulis seperti:
a. Pidato kenegaraan Presiden Republik Indonesia setiap tanggal 16 Agustus di dalam siding
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
b. Pidato Presiden yang diucapkan sebagai keterangan pemerintah tentang Rancangan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada minggu pertama Bulan Januari
setiap tahunnya.
c. Pidato pertanggungjawaban presiden dan Ketua Lembaga Negara lainnya dalam sidang
Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang dimulai sejak tahun 2000.
d. Mekanisme pembuatan GBHN.

Keempat hal tersebut secara tidak langsung merupakan realisasi UUD 1945 (merupakan
pelengkap). Yang berwenang mengubah konvensi menjadi rumusan yang bersifat tertulis
adalah MPR, dan rumusannya bukan berupa hukum dasar melainkan tertuang dalam
ketetapan MPR.

Anda mungkin juga menyukai