Anda di halaman 1dari 30

COVER

POLRI DAERAH JAWA BARAT


BIDANG KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
RUMKIT BHAYANGKARA TK II SARTIKA ASIH BANDUNG

LAPORAN KASUS
VERTIGO PERIFER
diajukan guna melengkapi tugas portofolio

Disusun oleh:
Yan Nie
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA
PERIODE 15 SEPTEMBER 2017–15 SEPTEMBER 2018
RUMKIT BHAYANGKARA TK II SARTIKA ASIH BANDUNG

JUDUL : VERTIGO PERIFER


PENYUSUN : YAN NIE

Bandung, Januari 2018


Menyetujui,
Pembimbing, Pendamping,

Gian Gunarti Paramitha, dr., Sp.S, M.Kes Triana Hermeilasih, dr.


NIP. 197805092014072001 NIP. 196805221997032003
DAFTAR ISI

COVER ....................................................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................ iii
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
BAB I LAPORAN KASUS ...................................................................................................... 3

1.1 Identitas pasien................................................................................................................. 3


1.2 Anamnesis ........................................................................................................................ 3
1.3 Pemeriksaan fisik ............................................................................................................. 4
1.4 Diagnosis klinis ................................................................................................................ 8
1.5 Pemeriksaan penunjang ................................................................................................... 8
1.6 Diagnosis kerja................................................................................................................. 9
1.7 Tatalaksana ...................................................................................................................... 9
1.8 Follow up pasien ............................................................................................................ 10
1.9 Prognosis ........................................................................................................................ 11

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................ 12

2.1 Definisi ........................................................................................................................... 12


2.2 Klasifikasi ...................................................................................................................... 12
2.3 Etiologi ........................................................................................................................... 14
2.4 Patofisiologi ................................................................................................................... 14
2.5 Diagnosis........................................................................................................................ 17
2.6 Tatalaksana .................................................................... Error! Bookmark not defined.

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 21

iii
PENDAHULUAN

Vertigo merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam praktek, yang sering

digambarkan sebagai rasa berputar, rasa oleng, tak stabil (giddiness, unsteadiness) atau rasa

pusing (dizziness). Deskripsi keluhan tersebut penting diketahui agar tidak dikacaukan

dengan nyeri kepala atau sefalgi, terutama karena di kalangan awam kedua istilah tersebut

(pusing dan nyeri kepala) sering digunakan secara bergantian.1

Vertigo berasal dari bahasa latin vertere yang artinya memutar, merujuk pada sensasi

berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang, umumnya disebabkan oleh

gangguan pada sistim keseimbangan. Berbagai macam defenisi vertigo dikemukakan oleh

banyak penulis, tetapi yang paling tua dan sampai sekarang nampaknya banyak dipakai

adalah yang dikemukakan oleh Gowers pada tahun 1893 yaitu setiap gerakan atau rasa

(berputar) tubuh penderita atau obyek-obyek di sekitar penderita yang bersangkutan dengan

kelainan keseimbangan.1

Asal terjadinya vertigo dikarenakan adanya gangguan pada sistem keseimbangan

tubuh. Bisa berupa trauma, infelsi, keganasan, metabolik, toksik, veskuler atau

autoimun.sistem keseimbangan tubuh kita dibagi menjadi 2 yaitu sistem vestibuler (pusat dan

perifer) dan non vestibuler (visual [retina, otot bola mata] dan somatokinetik [kulit, sendi,

otot]). Sistem vestibuler sentral terletak pada batang otak, serebelum dan serebrum.

Sebaliknya sistem vestibuler perifer meliputi labirin dan saraf vestibular. 5`

Vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ) atau disebut juga Benign Paroxysmal

Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan perifer yang sering dijumpai.

Gejala yang dikeluhkan adalah vertigo yang datang tiba-tiba pada perubahan posisi kepala.

1
Beberapa pasien dapat mengatakan dengan tepat posisi tertentu yang menimbulkan keluhan

vertigo. Biasanya vertigo dirasakan sangat berat, berlangsung singkat hanya beberapa detik

saja walaupun penderita merasakannya lebih lama. Keluhan dapat disertai mual bahkan

sampai muntah, sehingga penderita merasa khawatir akan timbul serangan lagi. Hal ini yang

menyebabkan penderita sangat berhati-hati dalam posisi tidurnya. Vertigo jenis ini sering

berulang kadang-kadang dapat sembuh dengan sendirinya. Vertigo pada BPPV termasuk

vertigo perifer karena kelainannya terdapat pada telinga dalam, yaitu pada sistem vestibularis.

BPPV pertama kali dikemukakan oleh Barany pada tahun 1921. Karakteristik nistagmus dan

vertigo berhubungan dengan posisi dan menduga bahwa kondisi ini terjadi akibat gangguan

otolit.2,3,4

2
BAB I
LAPORAN KASUS

1.1 Identitas pasien


Nama : Ny. DM
Tanggal lahir/ usia : 16 Februari 1981/ 37 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Suku : Sunda
Alamat : Jl. Cibiuk GG. Rahayu IV RT 02/10 No 19 Pasawahan, Dayeuh Kolot
Status : BPJS
No. Rekam Medik : SA-181027
Tanggal masuk IGD : 30 Januari 2018, pukul 15:54 WIB
Ruang rawat : Bhayangkara
DPJP : Gian Gunarti Paramitha, dr., Sp.S, M.Kes

1.2 Anamnesis
Sumber informasi : Autoanamnesis
Keluhan utama : Pusing berputar
Anamnesis khusus :
Pasien masuk diantar keluarga ke IGD dengan keluhan pusing berputar, pusing
berputar dirasakan sejak 2 hari SMRS, keluhan dirasakan semakin lama semakin memberat.
Pusing bertambah bila berpindah posisi dan membuka mata. Keluhan disertai rasa mual dan
muntah, 1 hari pasien muntah hingga 5-6 x, sebanyak 1 gelas aqua, berisi makanan, tidak ada
darah. Pasien menyangkal adanya demam, telinga berdengung, penglihatan ganda atau pun
keringat dingin.
Beberapa hari sebelumnya pasien mengaku kurang tidur karena anaknya sakit. Sejak 2
hari SMRS keluhan mulai muncul dan bertambah hingga sekarang. Tidak ada riwayat
trauma/terjatuh dan demam sebelumnya. Tidak ada riwayat kejang dan penurunan kesadaran.
Keluhan seperti ini baru dirasakan pertama kali.

3
Riwayat penyakit dahulu
1. Riwayat Hipertensi disangkal

2. Riwayat Diabetes Melitus disangkal

3. Riwayat penyakit jantung disangkal

4. Riwayat TB atau pengobatan TB disangkal

1.3 Pemeriksaan fisik


1. Kesan umum : kesadaran Compos Mentis, tampak sakit sedang
2. Tanda vital : TD : 140/80 mmHg
nadi : 96 kali/menit
respirasi : 18 kali/menit
suhu : 36,0 o C
VAS :0
3. Kepala dan leher : Kepala : mata isokor +/+, RC +/+, nistagmus +/+
Leher : KGB -, JVP tidak meningkat
4. Ketiak dan lipat paha : pembesaran KGB (-)
5. Jantung: Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
Palpasi : iktus cordis kuat angkat
Perkusi : kesan batas jantung tidak melebar
Auskultasi : BJ I-II reguler, bising (-)
6. Paru & dada : Inspeksi : pengembangan simetris
Palpasi : fremitus raba kiri sama dengan kanan
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+)
suara tambahan (-/-)
7. Abdomen Inspeksi : cekung, vena tidak tampak
Palpasi : supel, nyeri tekan (+) epigastrium,
hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) kesan normal
Status Neurologis
1. Kesan Umum dan Fungsi Luhur
a. Kepala : dbn
b. Kesadaran / GCS : compos mentis / E4 V6 M5
c. Cara berbicara dan bahasa : dbn
d. Fungsi psikosensorik : dbn
e. Fungsi psikomotorik : dbn
2. Tanda Rangsangan Selaput Otak
Kaku Kuduk : (-) Tanda Brudzinski I: (-)
Tanda Lasegue : (-/-) Tanda Brudzinski II: (-)

4
Tanda Kernig : (-/-) Tanda Brudzinski III : (-)
Tanda Brudzinski IV : (-)
3. Saraf Otak
a. Nervus I (Olfaktorius)
Kanan Kiri
Anosmia : - -
Parosmia : - -
Halusinasi : - -
b. Nervus II (Optikus)
Kanan Kiri
Visus : Tidak dilakukan pemeriksaan
Kacamata : (-) (-)
Lapang Pandang : kesan dbn kesan dbn
Warna : kesan dbn kesan dbn
Funduskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan
c. Nervus III, IV, VI
Kanan Kiri
Celah mata : simetris simetris
Posisi bola mata : di tengah di tengah
Gerak bola mata : dbn dbn
Pupil : ukuran : 3 mm 3 mm
Bentuk : bulat bulat
R. cahaya langsung : (+) (+)
R. cahaya tidak langsung : (+) (+)
Konvergensi dan Akomodasi : dbn
d. Nervus V
Kanan Kiri
Sensorik I : dbn dbn
Sensorik II : dbn dbn
Sensorik III : dbn dbn
Otot kunyah : dbn dbn
Refleks masseter : dbn dbn
Refleks kornea : + +
Sensorik lidah : dbn dbn
e. Nervus VII
Saat diam saat gerak
Kanan kiri kanan
kiri
Otot dahi : simetris simetris
Tinggi alis : simetris simetris
Sudut mata : simetris simetris
Sudut mulut : simetris simetris
Lipatan nasolabial : simetris simetris
Memejamkan mata : simetris simetris
5
Meringis : simetris
Sekresi air mata : dbn
Pengecap lidah : Tidak dilakukan pemeriksaan
f. Nervus VIII
Kanan kiri
Pendengaran : dbn dbn
Hiperakusis : (-) (-)
Vertigo : (-)
Nistagmus : (-)
g. Nervus IX dan Nervus X
Kanan Kiri
Refleks muntah : Tidak dilakukan pemeriksaan
Pengecapan : dbn dbn
Posisi uvula : ditengah
Arkus faring : simetris
Menelan : dbn
Bersuara : dbn
h. Nervus XI
Kanan Kiri
Bentuk otot : dbn dbn
Mengangkat bahu : dbn dbn
Berpaling : dbn dbn
i. Nervus XII
Kanan Kiri
Atrofi lidah : (-) (-)
Kekuatan : dbn dbn
Fasikulasi : (-) (-)
Gerak spontan : N N
Posisi diam : di tengah
Posisi dijulurkan : di tengah

4. Pemeriksaan Sistem Sensorik


Lengan
Tungkai
Kanan Kiri kanan kiri
a. Rasa eksteroseptif
Rasa nyeri superfisial : dbn dbn dbn
dbn
Rasa suhu : Tidak dilakukan pemeriksaan
Rasa raba ringan : dbn dbn dbn
dbn
b. Rasa proprioseptif

6
Rasa getar : Tidak dilakukan pemeriksaan
Rasa tekan : dbn dbn dbn dbn
Rasa nyeri tekan : dbn dbn dbn
dbn
Rasa gerak dan posisi: dbn dbn dbn dbn

5. Pemeriksaan Sistem Otonom


a. Miksi : dbn
b. Defekasi : dbn
c. Salivasi : dbn
d. Sekresi keringat : dbn

6. Pemeriksaan Sistem Motorik dan Refleks


a. Ekstremitas superior
Lengan Atas bawah tangan
Kanan kiri kanan kiri kanan kiri
Pertumbuhan : dbn dbn dbn dbn dbn dbn
Tonus : dbn dbn dbn dbn dbn dbn

Atrofi : dbn dbn dbn dbn dbn dbn


Kekuatan
 Fleksi : 5 5 5 5 5 5
 Ekstensi : 5 5 5 5 5 5
Reflek fisiologis
 Bisep : dbn dbn
 Trisep : dbn dbn
Reflek patologis
 Hoffman : (- / -)
 Tromner : (- / -)

b. Inferior
Tungkai Atas bawah kaki
Kanan kiri kanan kiri kanan kiri
Pertumbuhan : dbn dbn dbn dbn dbn dbn
Tonus : dbn dbn dbn dbn dbn dbn
Atrofi : dbn dbn dbn dbn dbn dbn
Kekuatan :
 Fleksi : 5 5 5 5 5 5
 Ekstensi : 5 5 5 5 5 5
Klonus
 Lutut : (- / -)
 Kaki : (- / -)
c. Refleks Patologis

7
kanan kiri
Refleks Patella : (-) (-)
Refleks Achilles : (-) (-)
Reflkes Babinski : (-) (-)
Refleks Chaddock : (-) (-)
Refleks Openheim : (-) (-)
Refleks Gordon : (-) (-)
Refleks Stransky : (-) (-)
Refleks Gonda : (-) (-)
Refleks Schaeffer : (-) (-)
Refleks Dinding Perut : (-) (-)

1.4 Diagnosis klinis


 Persisten Vomiting ec Vertigo Perifer dd IVB

1.5 Pemeriksaan penunjang


1.5.1 Darah Rutin
 Hemoglobin : 13,9 gr/dl
 Hematokrit : 43 %
 Leukosit : 12.100 /mm3
 Trombosit : 261.000 /mm3

1.5.2 Kimia Darah


 GDS : 108 mg/dl

1.5 Diagnosis kerja


 Persistent Vomiting ec Vertigo Perifer

1.6 Tatalaksana
1.6.1 Tatalaksana umum
 Infus 2A + Neurobion 20 tetes makro/menit
 Inj. Difenhidramin 1 x 1 amp
 Inj. Ranitidin 2 x 1 amp

8
1.6.2 Tatalaksana khusus
Konsul Gian Gunarti Paramitha, dr., Sp.S, M.Kes :
 Inj. Ondansentron 2 x 8 mg
 Betahistin tab 3 x 1 tab

1.7 Follow up pasien

31/1/2018 1/2/2018 2/2/2018


Tanggal
(08:00 WIB) (08:45 WIB) (10:00 WIB)
Hari rawat 1 2 3
Muntah -, pusing Muntah -, pusing Muntah -, pusing
Subjektif
berkurang berkurang berkurang
TD 130/80 100/70 120/80
Nadi 86 x/mnt 80 x/mnt 81 x/mnt
RR 20 x/ mnt 19 x/ mnt 17 x/ mnt
Suhu 36,5 36,7 36,5
Vas 0 0 0
Kesadaran E4V6M5 E4V6M5 E4V6M5
R.
- - -
patologis
R.
+ + +
fisiologis

Persistent Vomiting ec Persistent Vomiting ec Persistent Vomiting ec


Diagnosis
Vertigo Perifer Vertigo Perifer Vertigo Perifer

9
 Profil lipd :
Kol. Total: 112
HDL : 34
 Infus 2A +
 Infus 2A + LDL : 57
Neurobion 20 tetes
Neurobion 20 tetes Trigliserida : 105
makro/menit
makro/menit As. Urat : 3,3
 Inj. Difenhidramin 1
 Inj. Difenhidramin 1  Infus 2A + Neurobion
x 1 amp
x 1 amp 20 tetes
 Inj. Ranitidin 2 x 1
Terapi  Inj. Ranitidin 2 x 1 makro/menit
amp
amp  Inj. Difenhidramin 1 x
 Inj. Ondansentron 2
 Inj. Ondansentron 2 1 amp
x 8 mg (prn)
x 8 mg (prn)  Inj. Ranitidin 2 x 1
 Betahistin tab 3 x 1
 Betahistin tab 3 x 1 amp
 Eperison 2 x1
 Cek profil Lipid,  Inj. Ondansentron 2 x
As. Urat, EKG 8 mg (prn)
 Betahistin tab 3 x 1
 BLPL

1.8 Prognosis
 Quo ad vitam : ad bonam
 Quo ad functionam : ad bonam
 Quo ad sanationam : dubia ad bonam

10
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Asal terjadinya vertigo dikarenakan adanya gangguan pada sistem keseimbangan

tubuh. Bisa berupa trauma, infeksi, keganasan, metabolik, toksik, vaskuler atau autoimun.

Sistem keseimbangan tubuh kita dibagi menjadi dua yaitu sistem vestibuler (pusat dan

perifer) dan non vestibuler (visual : retina, otot bola mata, dan somatokinetik : kulit, sendi,

dan otot). Sistem vestibuler sentral terletak pada batang otak, serebelum dan serebrum.

Sebaliknya sistem vestibuler perifer meliputi labirin dan saraf vestibular.

Vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ) atau disebut juga Benign Paroxysmal

Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan perifer yang sering dijumpai.

Gejala yang dikeluhkan adalah vertigo yang datang tiba-tiba pada perubahan posisi kepala.

Beberapa pasien dapat mengatakan dengan tepat posisi tertentu yang menimbulkan keluhan

vertigo. Biasanya vertigo dirasakan sangat berat, berlangsung singkat hanya beberapa detik

saja. Keluhan dapat disertai mual bahkan sampai muntah, sehingga penderita merasa

khawatir akan timbul serangan lagi. Hal ini yang menyebabkan penderita sangat berhati-hati

dalam posisi tidurnya. Vertigo jenis ini sering berulang kadang-kadang dapat sembuh dengan

sendirinya. Vertigo pada BPPV termasuk vertigo perifer karena kelainannya terdapat pada

telinga dalam, yaitu pada sistem vestibularis. Dari vertigo yang berasal dari kelainan perifer

maka BPPV ini yang paling sering dijumpai sekitar 30%. BPPV pertama kali dikemukakan

oleh Barany pada tahun 1921. Karakteristik nistagmus dan vertigo berhubungan dengan

posisi dan menduga bahwa kondisi ini terjadi akibat gangguan otolit.

11
2.2 Anatomi dan Fisiologi Alat Keseimbangan

Alat vestibuler (alat keseimbangan) terletak di telinga dalam (Iabirin), terlindung oleh

tulang yang paling keras yang dimiliki oleh tubuh. Labirin terdiri atas labirin tulang dan

labirin membran. Labirin membran terletak dalam labirin tulang dan bentuknya hampir

menurut bentuk labirin tulang. Antara labirin membran dan labirin tulang terdapat perilimfa,

sedang endolimfa terdapat di dalam labirin membran. Berat jenis cairan endolimfa lebih

tinggi dari pada cairan perilimfa. Ujung saraf vestibuler berada dalam labirin membran yang

terapung dalam perilimfa, yang berada dalam labirin tulang. Setiap labirin terdiri dari 3

kanalis semisirkularis, yaitu kanalis semisirkularis horizontal (lateral), kanalis semisirkularis

anterior (superior) dan kanalis semisirkularis posterior (inferior). Selain ketiga kanalis ini

terdapat pula utrikulus dan sakulus.3,5,7

Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan perpindahan cairan

endolimfa di labirin dan selanjutnya silia sel rambut akan menekuk. Tekukan silia

menyebabkan permeabilitas membran sel berubah, sehingga ion kalsium akan masuk ke

dalam sel yang menyebabkan terjadinya proses depolarisasi dan akan merangsang pelepasan

neuro-transmiter eksitator yang selanjutnya akan meneruskan impuls sensoris melalui saraf

aferen ke pusat keseimbangan di otak. Sewaktu berkas silia terdorong ke arah berlawanan,

maka terjadi hiperpolarisasi.3,4

Organ vestibuler berfungsi sebagai transduser yang mengubah energi mekanik akibat

rangsangan otolit dan gerakan endolimfa di dalam kanalis semisirkularis menjadi energi

biolistrik, sehingga dapat memberi informasi mengenai perubahan posisi tubuh akibat

percepatan linier atau percepatan sudut. Dengan demikian dapat memberi informasi

mengenai semua gerak tubuh yang sedang berlangsung.5,7

12
Sistem vestibuler berhubungan dengan sistem tubuh yang lain, sehingga kelainannya dapat
menimbulkan gejala pada sistem tubuh bersangkutan. Gejala yang timbul dapat berupa
vertigo, rasa mual dan muntah. Pada jantung berupa bradikardi atau takikardi dan pada kulit
reaksinya berkeringat dingin.3

2.3 Etiologi
 Idiopatik
Sekitar 50% penderita BPPV tidak diketahui penyebabnya.4
 Simtomatik
Pasca trauma, pasca-labirinitis virus, insufisiensi vertebrobasilaris, Meniere, pasca-
operasi, ototoksisitas, mastoiditis kronik.5
Pada orang tua, penyebab paling umum adalah degenerasi dari sistem vestibular dari
telinga bagian dalam.6

2.4 Patofisiologi
Terdapat 2 hipotesa yang menerangkan patofisiologi BPPV, yaitu:4,7
1. Hipotesa kupulotiasis
2. Hipotesa kanalitiasis

13
Hipotesa Kupulotiasis
Adanya debris yang berisi kalsium karbonat berasal dari fragmen otokonia yang
terlepas dari macula utrikulus yang berdegenerasi, menempel pada permukaan kupula
semisirkularis posterior yang letaknya langsung di bawah makula urtikulus. Debris ini
menyebabkannya lebih berat daripada endolimfe sekitarnya, dengan demikian menjadi lebih
sensitif terhadap perubahan arah gravitasi. Bilamana pasien berubah posisi dari duduk ke
berbaring dengan kepala tergantung, seperti pada tes Dix Hallpike, kanalis posterior berubah
posisi dari inferior ke superior, kupula bergerak secara utrikulofugal, dengan demikian timbul
nistagmus dan keluhan vertigo.
Pergeseran massa otokonia tersebut membutuhkan waktu, hal ini yang menyebabkan
adanya masa laten sebelum timbulnya nistagmus dan keluhan vertigo.
Gerakan posisi kepala yang berulang akan menyebabkan otokonia terlepas dan masuk
ke dalam endolimfe, hal ini yang menyebabkan timbulnya fatigue, yaitu berkurangnya atau
menghilangnya nistagmus/vertigo, disamping adanya mekanisme kompensasi sentral.
Nistagmus tersebut timbul secara paroksismal pada bidang kanalis posterior telinga
yang berada pada bidang kanalis posterior telinga yang berada pada posisi di bawah, dengan
arah komponen cepat ke atas.

Hipotesa Kanalitiasis
14
Menurut hipotesa ini debris otokonia tidak melekat pada kupula, melainkan
mengambang di dalam endolimfe kanalisis posterior. Pada perubahan posisi kepala debris
tersebut akan bergerak ke posisi paling bawah, endolimfe bergerak menjauhi ampula dan
merangsang nervus ampularis. Bila kepala digerakkan tertentu debris akan ke luar dari
kanalis posterior ke dalam krus komunis, lalu masuk ke dalam vestibulum, dan
vertigo/nistagmus menghilang.

2.5 Diagnosis
Diagnosis BPPV dapat ditegakkan berdasarkan5,7 :

a. Anamnesis

Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang dari 10-20 detik akibat

perubahan posisi kepala. Posisi yang memicu adalah berbalik di tempat tidur pada posisi

lateral, bangun dari tempat tidur, melihat ke atas dan belakang, dan membungkuk.

Vertigo bisa diikuti dengan mual.

b. Pemeriksaan fisik

Pasien memiliki pendengaran yang normal, tidak ada nistagmus spontan, dan pada

evaluasi neurologis normal. Pemeriksaan fisis standar untuk BPPV adalah : Dix-Hallpike

dan Tes kalori.3,9

A. Dix-Hallpike. Tes ini tidak boleh dilakukan pada pasien yang memiliki masalah

dengan leher dan punggung. Tujuannya adalah untuk memprovokasi serangan

vertigo dan untuk melihat adanya nistagmus. Cara melakukannya sebagai berikut :

1. Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur pemeriksaan, dan vertigo

mungkin akan timbul namun menghilang setelah beberapa detik.

2. Penderita didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa, sehingga ketika posisi

terlentang kepala ekstensi ke belakang 30o–40o, penderita diminta tetap membuka

mata untuk melihat nistagmus yang muncul.

15
3. Kepala diputar menengok ke kanan 45o (kalau kanalis semisirkularis posterior yang

terlibat). Ini akan menghasilkan kemungkinan bagi otolith untuk bergerak, kalau ia

memang sedang berada di kanalis semisirkularis posterior.

4. Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala penderita, penderita direbahkan

sampai kepala tergantung pada ujung tempat periksa.

5. Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi tersebut dipertahankan

selama 10-15 detik.

6. Komponen cepat nistagmus harusnya “up-bet” (ke arah dahi) dan ipsilateral.

7. Kembalikan ke posisi duduk, nistagmus bisa terlihat dalam arah yang berlawanan

dan penderita mengeluhkan kamar berputar ke arah berlawanan.

8. Berikutnya manuver tersebut diulang dengan kepala menoleh ke sisi kiri 45o dan

seterusnya.

Berikut adalah gambaran Dix-Hallpike

Gambar Uji Dix-Hallpike

16
Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke belakang,

namun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus. Pada pasien BPPV setelah

provokasi ditemukan nistagmus yang timbulnya lambat, ± 40 detik, kemudian nistagmus

menghilang kurang dari satu menit bila sebabnya kanalitiasis, pada kupulolitiasis nistagmus

dapat terjadi lebih dari satu menit, biasanya serangan vertigo berat dan timbul bersamaan

dengan nistagmus.3

B. Tes kalori

Tes kalori ini dianjurkan oleh Dick dan Hallpike. Pada cara ini dipakai 2 macam air,

dingin dan panas. Suhu air dingin adalah 30oC, sedangkan suhu air panas adalah 44oC.

volume air yang dialirkan kedalam liang telinga masing-masing 250 ml, dalam waktu 40

detik. Setelah air dialirkan, dicatat lama nistagmus yang timbul. Setelah telinga kiri diperiksa

dengan air dingin, diperiksa telinga kanan dengan air dingin juga. Kemudian telinga kiri

dialirkan air panas, lalu telinga dalam. Pada tiap-tiap selesai pemeriksaan (telinga kiri atau

kanan atau air dingin atau air panas) pasien diistirahatkan selama 5 menit ( untuk

menghilangkan pusingnya).3

2.6 Diagnosis Banding

1. Vestibular Neuritis

Vestibular neuronitis penyebabnya tidak diketahui, pada hakikatnya merupakan suatu

kelainan klinis di mana pasien mengeluhkan pusing berat dengan mual, muntah yang hebat,

serta tidak mampu berdiri atau berjalan. Gejala-gejala ini menghilang dalam tiga hingga

empat hari. Sebagian pasien perlu dirawat di rumah sakit untuk mengatasi gejala dan

dehidrasi. Serangan menyebabkan pasien mengalami ketidakstabilan dan ketidakseimbangan

selama beberapa bulan, serangan episodik dapat berulang. Pada fenomena ini biasanya tidak

ada perubahan pendengaran.3

17
2. Labirintitis

Labirintitis adalah suatu proses peradangan yang melibatkan mekanisme telinga

dalam. Terdapat beberapa klasifikasi klinis dan patologik yang berbeda. Proses dapat akut

atau kronik, serta toksik atau supuratif. Labirintitis toksik akut disebabkan suatu infeksi pada

struktur didekatnya, dapat pada telinga tengah atau meningen tidak banyak bedanya.

Labirintitis toksik biasanya sembuh dengan gangguan pendengaran dan fungsi vestibular. Hal

ini diduga disebabkan oleh produk-produk toksik dari suatu infeksi dan bukan disebabkan

oleh organisme hidup. Labirintitis supuratif akut terjadi pada infeksi bakteri akut yang meluas

ke dalam struktur-struktur telinga dalam. Kemungkinan gangguan pendengaran dan fungsi

vestibular cukup tinggi. Yang terakhir, labirintitis kronik dapat timbul dari berbagai sumber

dan dapat menimbulkan suatu hidrops endolimfatik atau perubahan-perubahan patologik

yang akhirnya menyebabkan sklerosi labirin.3

c. Penyakit Meniere

Penyakit Meniere adalah suatu kelainan labirin yang etiologinya belum diketahui, dan
mempunyai trias gejala yang khas, yaitu gangguan pendengaran, tinitus, dan serangan
vertigo. Terutama terjadi pada wanita dewasa.3

2.7 Tata Laksana


Penatalaksanaan

BPPV dengan mudah diobati. Partikel dengan sederhana perlu dikeluarkan dari kanal

semisirkular posterior dan mengembalikannya ke mana mereka berasal.

Beberapa manuver yang dapat dilakukan, antara lain3,5,7,10:

1. Canalith Reposisi Prosedur (CRT)/Epley manuver :

CRP adalah pengobatan non-invasif untuk penyebab paling umum dari vertigo,

terutama BPPV, CRP pertama kali digambarkan sebagai pengobatan untuk BPPV di tahun

1992. Saat ini CRP atau maneuver Epley telah digunakan sebagai terapi BPPV karena dapat

18
mengurangi gejala BPPV pada 88% kasus. CRP membimbing pasien melalui serangkaian

posisi yang menyebabkan pergerakan canalit dari daerah di mana dapat menyebabkan gejala

(yaitu, saluran setengah lingkaran dalam ruang cairan telinga dalam) ke daerah telinga bagian

dalam dimana canalit tidak menyebabkan gejala (yaitu, ruang depan). Canalit biasanya

berada pada organ telinga bagian dalam yang disebut organ otolith, partikel kristal ini dapat

bebas dari organ otolith dan kemudian menjadi mengambang bebas di dalam ruang telinga

dalam.5,7,8,11

Dalam kebanyakan kasus BPPV canalit bergerak di kanal ketika posisi kepala

berubah sehubungan dengan gravitasi, dan gerakan dalam kanal menyebabkan defleksi dari

saraf berakhir dalam kanal (cupula itu). Ketika saraf berhenti dirangsang, pasien mengalami

serangan tiba-tiba vertigo.4,5,7

Berdasarkan penelitian meta analisis acak terkendali CRP memiliki tingkat efektivitas

yang sangat tinggi. CRP telah diuji dalam berbagai percobaan terkontrol, dalam studi ini, 61-

80% dari pasien yang diobati dengan CRP memiliki resolusi BPPV dibandingkan dengan

hanya 10-20% dari pasien dalam kelompok kontrol. Berdasarkan temuan dari tinjauan

sistematis literatur, American Academy of Neurology menyimpulkan bahwa CRP adalah

"merupakan terapi yang efektif dan aman yang ditetapkan yang harus ditawarkan untuk

pasien dari segala usia dengan BPPV kanal posterior (Level rekomendasi A)". Selain itu,

American Academy of Otolaryngology - Bedah Kepala dan Leher Foundation, membuat

rekomendasi bahwa "dokter harus memperlakukan pasien dengan BPPV kanal posterior

dengan Manuver reposisi partikel"5,7

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yoon Kyung Kim dan teman-teman

ditunjukkan bahwa untuk mengontrol gejala BPPV maka diperlukan pelaksanaan maneuver

Epley 1,97 kali. Hal ini membuktikan bahwa maneuver Epley marupakan maneuver yang

paling efektif pada BPPV.12

19
Terdapat sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ronald dengan menggunakan subyek

sebanyak 40 pasien dengan BPPV dirawat dengan menggunakan prosedur reposisi canalith

(maneuver Epley) dibandingkan dengan pembiasaan latihan vestibular untuk menentukan

pendekatan pengobatan yang paling efektif. Dua puluh pasien tambahan dengan BPPV tidak

diobati dan menjadi kelompok kontrol. Intensitas dan durasi gejala dimonitor selama periode

3 bulan. Semua pasien telah menunjukkan pengurangan gejala-gejala di kelompok perlakuan.

Prosedur reposisi canalith tampaknya memberikan resolusi gejala dengan perlakuan yang

lebih sedikit, tetapi hasil jangka panjangnya bagus, efektif dalam mengurangi BPPV.

Sejumlah besar pasien dalam kelompok kontrol (75%) terus punya vertigo.13

Indikasi Canalith Reposisi Prosedur (CRT)/Epley manuver5,7 :

1. Episode berulang pusing dipicu BPPV.

2. Positif menemukan gejala dan nistagmus dengan pengujian posisi (misalnya, uji Dix-

Hallpike).

Keterbatasan Canalith Reposisi Prosedur (CRT)/Epley manuver4,5 :

1. Penggunaan CRP pada pasien tidak memiliki BBPV (diagnosis yang salah).

2. Salah kinerja masing-masing komponen CRP. Prosedur manuver Epley4,5,7 :

20
Gambar 1. Manuver Epley

- Pertama posisi duduk, kepala menoleh ke kiri ( pada gangguan keseimbangan / vertigo

telinga kiri ) (1)

- Kemudian langsung tidur sampai kepala menggantung di pinggir tempat tidur (2), tunggu jika

terasa berputar / vertigo sampai hilang, kemudian putar kepala ke arah kanan (sebaliknya)

perlahan sampai muka menghadap ke lantai (3), tunggu sampai hilang rasa vertigo.

- Kemudian duduk dengan kepala tetap pada posisi menoleh ke kanan dan kemudian ke arah

lantai (4), masing-masing gerakan ditunggu lebih kurang 30 – 60 detik.

- Dapat dilakukan juga untuk sisi yang lain berulang kali sampai terasa vertigo hilang.

Manuver Epley di rumah3,4,5,7 :

Prosedur ini lebih efektif dari prosedur di ruangan, karena diulang setiap malam

selama seminggu. Metode ini (untuk sisi kiri), seseorang menetap pada posisi supine selama

30 detik dan pada posisi duduk tegak selama 1 menit. Dengan demikian siklus ini

membutuhkan waktu 2 ½ menit. Pada dasarnya 3 siklus hanya mengutamakan untuk beranjak

tidur, sangat baik dilakukan pada malam hari daripada pagi atau siang hari, karena jika

seseorang merasa pusing setelah latihan ini, dapat teratasi sendiri dengan tidur.4,5,7

Ada beberapa masalah yang timbul dengan metode lakukan sendiri, antara lain4,5,7 :

21
a. Jika diagnosis BPPV belum dikonfirmasi, metode ini tidak berhasil dan dapat menunda

penanganan penyakit yang tepat.

b. Komplikasi seperti perubahan ke kanal lain dapat terjadi selama maneuver Epley, yang lebih

baik ditangani oleh dokter daripada di rumah.

c. Selama maneuver Epley sering terjadi gejala neurologis dipicu oleh kompresi pada arteri

vertebralis.

Operasi dilakukan pada sedikit kasus pada pasien dengan BPPV berat. Pasien ini

gagal berespon dengan manuver yang diberikan dan tidak terdapat kelainan patologi

intrakranial pada pemeriksaan radiologi. Gangguan BPPV disebabkan oleh respon stimulasi

kanalis semisirkuler posterior, nervus ampullaris, nervus vestibuler superior, atau cabang

utama nervus vestibuler. Oleh karena itu, terapi bedah tradisional dilakukan dengan transeksi

langsung nervus vestibuler dari fossa posterior atau fossa medialis dengan menjaga fungsi

pendengaran.5,7

Prognosis setelah dilakukan CRP (canalith repositioning procedure) biasanya bagus.

Remisi dapat terjadi spontan dalam 6 minggu, meskipun beberapa kasus tidak terjadi. Dengan

sekali pengobatan tingkat rekurensi sekitar 10-25%. CRP/Epley maneuver terbukti efektif

dalam mengontrol gejala BPPV dalam waktu lama.5,7

Dari beberapa latihan, umumnya yang dilakukan pertama adalah CRT atau Semont

Liberatory, jika masih terasa ada sisa baru dilakukan Brand-Darroff exercise. Pada sebuah

penelitian disebutkan bahwa dalam setelah pelaksanaan maneuver-manuver terapi BPPV

tidak perlu dilakukan pembatasan terhadap gerak tubuh maupun kepala. Epley maneuver

sangat sederhana, mudah dilakukan, hasil yang diharapkan untuk mengurangi gejala cepat

muncul, efektif, tidak ada komplikasi, dan dapat diulang beberapa kali setelah mencoba

pertama kali sehingga sangat dianjurkan kepada orang yang menderita BPPV.3,5,7

22
2. Latihan Semont Liberatory :

Gambar 2. Manuver Semont Liberatory

Keterangan Gambar :

- Pertama posisi duduk (1), untuk gangguan vertigo telinga kanan, kepala menoleh ke kiri.

- Kemudian langsung bergerak ke kanan sampai menyentuh tempat tidur (2) dengan posisi

kepala tetap, tunggu sampai vertigo hilang (30-60 detik)

- Kemudian tanpa merubah posisi kepala berbalik arah ke sisi kiri (3), tunggu 30-60 detik, baru

kembali ke posisi semula. Hal ini dapat dilakukan dari arah sebaliknya, berulang kali.1

Latihan ini dikontraindikasikan pada pasien ortopedi dengan kasus fraktur tulang panggul

ataupun replacement panggul.10

3. Latihan Brandt Daroff

Latihan Brand Daroff merupakan suatu metode untuk mengobati BPPV, biasanya

digunakan jika penanganan di praktek dokter gagal. Latihan ini 95% lebih berhasil dari pada

penatalaksanaan di tempat praktek. Latihan ini dilakukan dalam 3 set perhari selama 2

minggu. Pada tiap-tiap set, sekali melakukan manuver dibuat dalam 5 kali. Satu pengulangan

yaitu manuver dilakukan pada masing-masing sisi berbeda (membutuhkan waktu 2 menit).3

Cara latihan Brand-Darroff :

23
Gambar 3. Manuver Brand-Darroff

Hampir sama dengan Semont Liberatory, hanya posisi kepala berbeda, pertama posisi

duduk, arahkan kepala ke kiri, jatuhkan badan ke posisi kanan, kemudian balik posisi duduk,

arahkan kepala ke kanan lalu jatuhkan badan ke sisi kiri, masing-masing gerakan ditunggu

kira-kira 1 menit, dapat dilakukan berulang kali, pertama cukup 1-2 kali kiri kanan, besoknya

makin bertambah.3

4. Manuver Rolling / Barbeque

Lima sampai 10% BPPV disebabkan oleh varian semisirkular horizontal. Manuver ini

merupakan salah satu cara yang efektif untuk BPPV. Untuk Rolling/Barbeque maneuver,

dilakukan dengan cara berguling sampai 360o, mula-mula posisi tiduran kepala

menghadap ke atas, jika vertigo kiri, mulai berguling ke kiri ( kepala dan badan ) secara

perlahan-lahan, jika timbul vertigo, berhenti dulu tapi jangan balik lagi, sampai hilang,

setelah hilang berguling diteruskan, sampai akhirnya kembali ke posisi semula.3

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Wreksoatmojo BR. Vertigo-Aspek Neurologi. [online] 2009 [cited 2009 June 17th].
Available from : URL:http://www.google.com/vertigo/cermin dunia kedokteran
.html
2. Bashiruddin J. Vertigo Posisi Paroksismal Jinak. Dalam : Arsyad E, Iskandar N,
Editor. Telinga, Hidung Tenggorok Kepa la & Leher. Edisi Keenam. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI. 2008. Hal. 104-9
3. Bojrab DI, Bhansali SA, Battista RA. Peripheral Vestibular Disorders. In: Jackler
RK & Brackmann DE, Editor: Textbook of Neurotology. St. Louis, Missouri :
Mosby. 1994. p 629-33
4. Li JC & Epley J. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. [online] 2009 [cited 2009
June 17th]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/884261-
overview
5. Bashiruddin J., Hadjar E., Alviandi W. Gangguan Keseimbangan. Dalam : Arsyad
E, Iskandar N, Editor : Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2008. Hal. 94-101
6. Anderson JH dan Levine SC. Sistem Vestibularis. Dalam : Effendi H, Santoso R,
Editor : Buku Ajar Penyakit THT Boies. Edisi Keenam. Jakarta : EGC. 1997. h 39-
45
7. Sherwood L. Telinga, Pendengaran, dan Keseimbangan. Dalam: Fisiologi Manusia
dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC. 1996. p 176-189
8. Hain TC. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. [online] 2009 [cited 2009 June
17th]. Available from : http://www .dizziness-and-balance.com/bppv.html
9. Furman JM, Cass SP. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. NEJM [online] 2009
[cited 2009 June 17th]. Available from :
http://content.nejm.org/cgi/reprint/341/21/1590.pdf
10. Mansjoer a, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setowulan W. Penyakit Menierre.
Dalam : Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jakarta : FKUI. 2001. Hal 93-94
11. Balasubramanian. BPPV (Benign Paroxysmal Positional Vertigo). [online] 2009
[cited 2009 June 17th]. Available from :http://www.drtbalu.com/BPPV.html
12. Anonym. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. [online] 2009 [cited 2009 June
17th]. Available from : http://www .medicastore.com.

25
13. Anonym. Vestibular System . [online] 2009 [cited 2009 June 17th]. Available from :
http:www.Britanica Online Encyclopedia.

26
LAMPIRAN

27

Anda mungkin juga menyukai