Anda di halaman 1dari 38

KATA PENGANTAR

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................................................


DAFTAR ISI .................................................................................................................................................................
BAB I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG ..................................................................................................................................
B. TUJUAN ........................................................................................................................................................
BAB II. PEMBAHASAN
A. TINJAUAN UMUM TENTANG BAYI BARU LAHIR .......................................................................
B. TINJAUAN KHUSUS TENTANG ASFIKSIA ......................................................................................
C. STUDI KASUS .............................................................................................................................................
BAB III. PENUTUP
A. KESIMPULAN .............................................................................................................................................
B. SARAN ..........................................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................................................

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir. (Wiknjosastro, 2007, hal 709)
Asfiksia akan terjadi apabila saat lahir mengalami gangguan pertukaran gas dan
transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2.
Pada keadaan ini biasanya bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah
lahir. Sampai sekarang asfiksia masih merupakan salah satu penyebab penting morbilitas dan
mortalitas perinatal. Banyak kelainan pada masa neonatus mempunyai kaitan dengan faktor
asfiksia ini. (Sarwono, 2007, hal 709)
Kematian bayi akibat asfiksia salah satunya bisa diakibatkan karena kurang terampilnya
tenaga kesehatan dalam penanganan asfiksia pada bayi baru lahir. Untuk mengurangi angka
kematian tersebut dibutuhkan pelayanan antenatal yang berkualitas, asuhan persalinan
normal dan pelayanan kesehatan neonatal oleh tenaga yang profesional yang terutama
memiliki keterampilan dan kemampuan manajemen asfiksia pada bayi baru lahir. Untuk
mengantisipasi hal ini perlu dilakukan suatu manajemen asuhan kebidanan agar mampu
menangani asfiksia pada bayi baru lahir (BBL). Dengan harapan penerapan tersebut dapat
menekan angka kematian bayi akibat asfiksia. (Asuhan Persalinan Normal, 2007, hal 89)
Asfiksia dibagi menjadi :
1) Asfiksia Berat (nilai APGAR 0 – 3) resusitasi aktif dalam keadaan ini harus segera
dilakukan. Langkah utama ialah memperbaiki ventilasi paru–paru dengan
memberikan O2secara tekanan langsung dan berulang–ulang. Bila setelah beberapa
waktu pernapasan spontan tidak timbul dan frekuensi jantung menurun maka
pemberian obat-obatan lain serta massase jantung sebaiknya segera dilakukan.
2) Asfiksia Sedang (nilai APGAR 4 – 6) pernapasan aktif yang sederhana dapat
dilakukan secara pernapasan kodok.
Menurut Laporan dari organisasi kesehatan dunia (WHO) bahwa setiap tahunnya, kira-
kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi lahirmengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian
meninggal. Di Indonesia, dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57% meninggal pada masa BBL
(usia dibawah 1 bulan). Setiap 6 menit terdapat satu BBL yang meninggal. Penyebab kematian

3
BBL di Indonesia adalah bayi berat lahir rendah (29%), asfiksia (27%), trauma lahir, tetanus
neonatorum, infeksi lain dan kelainan kongenital (JNPK-KR 2008 hal.143).
Pada tahun 2011, jumlah angka kematian bayi baru lahir (neonatal) di negara-negara
ASEAN di Indonesia mencapai 31 per 1000 kelahiran hidup. Angka itu 5,2 kali lebih tinggi
dibandingkan malaysia. Juga, 1,2 kali lebih tinggi dibangdingkan Filipina dan 2,4 kali lebih
tinggi jika dibandingkan dengan Thailand. Karena itu masalah ini harus menjadi perhatian
serius.
Di Indonesia, program kesehatan bayi baru lahir tercakup di dalam program kesehatan
ibu. Dalam rencana strategi nasional Making Pregnancy safer, target dari dampak kesehatan
untuk bayi baru lahir adalah menurunkan angka kematian neonatal dari 25/1000 kelahiran
hidup menjadi 15/1000 kelahiran hidup. (sarimd@litbang.depkes.go.iddiakses tanggal 25 Mei
2011).
Menurut data Depkes tahun 2010, penyebab langsung kematian bayi (28%) disebabkan
BBLR, asfiksia (12%), tetanus (10%), masalah pemberian makanan (10%), infeksi (6%),
gangguan hematologik (5%) dan lain-lain (27%).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Propinsi Sulawasi Selatan
tahun 2010, jumlah kematian bayi turun menjadi 925 (0,64%) per 1000 kelahiran
hidup. Neonatal kematian umur 0-7 hari jumlah bayi yang asfiksia 383 bayi (16,35%) dari
144.487 bayi. (Data dari Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Selatan januari-desembertahun
2011).
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pencatatan dan pelaporan di Rumah Sakit Ibu
dan Anak Siti Fatimah Makassar pada tahun 2010, jumlah kelahiran yaitu 4244 orang dan dari
jumlah tersebut terdapat 76 bayi, asfiksia yang hidup 62 bayi dan meninggal 14 bayi.(Buku
Pencatatan dan Pelaporan Rumah Sakit Ibu dan Anak Siti Fatimah tahun 2010).
Sehubungan dengan masih tingginya kejadian asfiksia yang ditemukan serta besarnya
resiko yang ditimbulkan maka penulis termotivasi untuk membahas lebih lanjut melalui Karya
Tulis Ilmiah ini dengan judul Manajemen Asuhan Kebidanan Pada Bayi “M” Dengan Asfiksia
Sedang Di Rumah Sakit Ibu dan Anak Siti Fatimah Makassartanggal 18 Mei s/d 20 Mei 2011.

4
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Dapat melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi “M” dengan AsfiksiaSedang di Rumah
Sakit Ibu dan Anak Siti Fatimah Makassar tanggal 18 Mei s/d 20 Mei 2010.
2. Tujuan khusus
a. Melaksanakan pengkajian data pada bayi “M” dengan AsfiksiaSedang di Rumah Sakit
Ibu dan Anak Siti Fatimah.
b. Mengidentifikasi diagnosa/masalah aktual pada bayi “M” dengan Asfiksia Sedang di
Rumah Sakit Ibu dan Anak Siti FatimahMakassar tanggal 18 Mei s/d 20 Mei 2010.
c. Mengantisipasi diagnosa atau masalah potensial pada bayi “M” dengan
Asfiksia Sedang di Rumah Sakit Ibu dan Anak Siti Fatimah Makassar tanggal18 Mei s/d
20 Mei 2010.
d. Melaksanakan perlunya tindakan segera dan kolaborasi pada bayi “M” dengan
Asfiksia Sedang di Rumah Sakit Ibu dan Anak Siti Fatimah Makassar tanggal 18 Mei s/d
20 Mei 2010.
e. Menyusun rencana asuhan kebidanan pada bayi “M” dengan Asfiksia Sedang di Rumah
Sakit Ibu dan Anak Siti FatimahMakassar tanggal 18 Mei s/d 20 Mei 2010.
f. Melaksanakan tindakan asuhan kebidanan pada “M” dengan Asfiksia Sedang di Rumah
Sakit Ibu dan Anak Siti FatimahMakassar tanggal18 Mei s/d 20 Mei 2010.
g. Mengevaluasi asuhan tindakan yang telah dilaksanakan pada bayi “M” dengan
Asfiksia Sedang di Rumah Sakit Ibu dan Anak Siti Fatimah Makassar tanggal18 Mei s/d
20 Mei 2010.
h. Dapat mendokumentasikan semua tindakan asuhan kebidanan yang telah diberikan
pada bayi “M” dengan Asfiksia Sedang di Rumah Sakit Ibu dan Anak Siti
Fatimah Makassar tanggal18 Meis/d 20 Mei 2010.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tinjauan Umum Tentang Bayi Baru Lahir


1. Pengertian bayi baru lahir
Bayi baru lahir adalah bayi yang lahir dari kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan berat
badan lahir 2.500 gr sampai dengan 4.000 gr. (Sudarti, 2010. Hal 1)
2. Ciri-ciri bayi baru lahir
a. Berat badan 2500-4000 gram
b. Panjang badan 48-52 cm
c. Lingkar dada 30-38 cm
d. Lingkar kepala 33-35 cm
e. Bunyi jantung dalam menit-menit pertama kira-kira 180 x/menit, kemudian menurun
sampai 120-140 x/menit.
f. Pernafasan pada menit-menit pertama cepat kira-kira 80 x/menit, kemudian menurun
setelah tenang kira-kira 40 x/menit.
g. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan cukup terbentuk dan diliputi
verniks caeseosa.
h. Rambut lanugo telah tidak terlihat, rambut kepala biasanya tampak sempurna.
i. Kuku agak panjang dan lemas.
j. Genetalia : Labia mayora sudah menutupi labia minora (pada perempuan), testis sudah
turun (pada anak laki-laki).
k. Refleks hisap dan menelan sudah terbentuk dengan baik.
l. Refleks moro sudah baik, bayi bila dikagetkan akan memperlihatkan gerakan seperti
memeluk.
m. Graff refleks sudah baik, apabila diletakkan suatu benda ke telapak tangan, bayi akan
menggenggam/ adanya gerakan refleks.
n. Eliminasi baik, urin dan mekonium akan keluar dalam 24 jam, pertama, mekonium
berwarna kecoklatan.
(Sudarti, 2010. Hal 1)

6
3. Penanganan Bayi Baru Lahir
a. Pertahankan kebersihan jalan nafas
1) Pegang kepala bayi lebih rendah dari badan dengan kepala dipindahkan ke sisi
drainase
2) Bersihkan wajah dan kepala, bersihkan cairan dari hidung dan mulut
3) Hisap hidup dan mulut menggunakan spuit seperti bola lampu yang lunak (de lee)
b. Jaga bayi tetap hangat
1) Bersihkan dan keringkan bayi
2) Tempatkan bayi diatas perut ibu
3) Letakkan topi stockinet pada kepala bayi
4) Gunakan penghangat
5) Bungkus bayi dengan selimut hangat
c. Perlihatkan bayi pada orang tua dan yang lain, tempatkan pada perut ibu.
d. Klem dan potong tali pusat
e. Catat nilai Apgar pada 1 dan 5 menit pertama
f. Lakukan dengan segera pemeriksaan menyeluruh pada bayi
(Varney, Helen. 2002. Hal 274)
4. Pencegahan Kehilangan Panas
a. Mekanisme kehilangan panas
Bayi baru lahir dapat kehilanagn panas tubuhnya melalui cara-cara berikut :
1) Evaporasi adalah jalan utama bayi kehilangan panas. Kehilangan panas dapat terjadi
karena karena penguapan cairan ketuban pada permukaan tubuh oleh panas tubuh
bayi sendiri karena setelah lahir tubuh bayi tidak segera dikeringkan. Kehilangan
panas juga terjadi pada bayi yang terlalu cepat dimandikan dan tubuhnya tidak segera
di keringkan dan selimuti.
2) Konduksi adalah kehilangan panas tubuh melalui kontak langsung antara tubuh bayi
dengan permukaan yang dingin. Meja, tempat tidur atau timbangan yang
temperaturnya lebih rendah dari tubuh bayi akan menyerap panas tubuh bayi melalui
mekanisme konduksi apabila bayi diletakkan di atas benda-benda tersebut.
3) Konveksi adalah kehilangan panas tubuh yang terjadi saat bayi terpapar udara sekitar
yang lebih dingin. Bayi yang dilahirkan atau ditempatkan di dalam ruangan yang
dingin akan cepat mengalami kehilangan panas. Kehilangan panas juga terjadi jika

7
terjadi aliran udara dari kipas angin, hembusan udara melalui ventilasi atau
pendingin ruangan.
4) Radiasi adalah kehilangan panas yang terjadi karena bayi di tempatkan di dekat
benda-benda yang mempunyai suhu tubuh lebih rendah dari suhu tubuh bayi. Bayi
bisa kehilangan panas dengan cara ini karena benda-benda tersebut menyerap radiasi
panas tubuh bayi ( walaupun tidak bersentuhan secara langsung).
b. Mencegah kehilangan panas
1) Keringkan tubuh bayi tanpa membersihkan verniks
Keringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya kecuali bagian
tangan tanpa membersihkan verniks. Verniks akan membantu menghangatkan tubuh
bayi. Ganti handuk basah dengan handuk/kain yang kering. Biarkan bayi diatas perut
ibu.
2) Letakkan bayi agar terjadi kontak kulit ibu ke kulit bayi
Letakkan bayi tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi sehingga bayi menempel di
dada/perut ibu. Uasahakan kepala bayi berada di antara payudara ibu dengan posisi
sedikit lebih rendah dari puting payudara ibu. Biarkan bayi tetap melakukan kontak
kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit satu jam.
3) Selimuti ibu dan bayi dan pakaikan topi di kepala bayi
Selimuti tubuh ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di kepala bayi.
Bagian kepala bayi memiliki luas permukaan yang relatif luas dan bayi akan dengan
cepat kehilangan panas jika bagian tersebut tidak tertutup.
4) Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir
Lakukan penimbangan setelah satu jam kontak kulit ibu ke kulit bayi dan bayi selesai
menyusu. Karena BBL cepat dan mudah kehilangan panas tubuhnya (terutama jika
tidak berpakaian), sebelum melakukan penimbangan, terlebih dahulu selimuti bayi
dengan kain atau selimut bersih dan kering. Berat badan bayi dapat dinilai dari selisih
berat bayi pada saat berpakaian/diselimuti dikurangi dengan berat pakaian/selimut.
Bayi sebaiknya dimandikan ≥ 6 jam setelah lahir. Memandikan bayi dalam beberapa
jam pertama setelah lahir dapat menyebabkan hipotermia yang sangat
membahayakan bayi baru lahir.

8
B. Tinjauan Khusus Tentang Asfiksia
1. Pengertian tentang asfiksia
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara
spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan
hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan,
atau segera setelah bayi lahir. (Sarwono, 2007, hal 709)
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis. Bila proses ini
berlangsung jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. (Saifuddin, 2002, hal
347).
Asfiksia adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga
dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2yang menimbulkan akibat buruk dalam
kehidupan lebih lanjut. Tujuan tindakan perawatan terhadap bayi asfiksia adalah
melancarkan kelangsungan pernafasan bayi yang sebagian besar terjadi pada waktu
persalinan. (Manuaba, I. B. G, 2010 cetakan ke II, hal 421)
Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir.
Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin akan mengalami asfiksia sesudah
persalinan. Masalah ini mungkin berkaitan dengan keadaan ibu, tali pusat atau masalah
pada bayi selama atau sesudah persalinan. (JNPK-KR, 2008, hal 144)
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara spontan
dan teratur segera setelah lahir. (Jitowiyono, Sugeng, 2010, hal 71)
2. Etiologi asfiksia bayi baru lahir
Hipoksia janin yang dapat menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi karena
gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga terjadi gangguan
dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2. Gangguan Ini dapat berlangsung secara
menahun akibat kondisi atau kelainan pada ibu selama kehamilan atau secara mendadak
karena hal-hal yang diderita ibu dalam persalinan. (Wiknjosastro, 2006, hal.709).
Hipoksia janin dapat merupakan akibat dari :
a. Oksigenasi darah ibu yang tidak mencukupi akibat hipoventilasi selama anestesi,
penyakit jantung sianosis gagal pernafasan, atau keracunan karbonmonoksida;
b. Tekanan darah ibu yang rendah akibat hipotensi, yang dapat merupakan komplikasi
anestesi spinal atau akibat kompresi vena cava dan aorta pada uterus gravid;
c. Relaksasi uterus tidak cukup memberikan pengisian plasenta akibat adanya tetani
uterus, yang disebabkan oleh pemberian oksitosin berlebih-lebihan;

9
d. Pemisahan plasenta prematur ;
e. Sirkulasi darah melalui tali pusat terhalang akibat adanya kompresi atau pembentukan
simpul pada tali pusat;
f. Vasokonstriksi pembuluh darah oleh kokain;
g. Insufisiensi plasenta karena berbagai sebab, termasuk toksemia dan pasca maturitas.
(Nelson, 2000, hal 581)
Asfiksia dapat terjadi selama kehamilan atau persalinan yaiatu :
a. Asfiksia dalam kehamilan dapat disebabkan oleh :
1) Penyakit akut atau kronis
2) Keracunan obat bius
3) Uremia
4) Toksemia gravidarum
5) Anemia berat
6) Cacat bawaan
7) Trauma (Sarwono, 2006, hal 710)
b. Asfiksia dalam persalinan dapat disebabkan oleh :
1) Gangguan sirkulasi pada plasenta, misalnya pada :
a) Partus lama
Merupakan persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primipara dan
lebih dari 18 jam pada multipara, dimana terjadi kontraksi rahim yang
berlangsung lama sehingga dapat risiko pada janin dimana terjadi gangguan
pertukaran O2 dan CO2 yang dapat menyebabkan asfiksia (Manuaba, 2000, hal
292).
b) Kehamilan lewat waktu
Kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang berlangsung lebih dari 42 minggu
dihitung berdasarkan rumus Naegele dengan siklus haid rata-rata 28 hari.
Permasalahan yang timbul pada janin adalah asfiksia dimana terjadi insufiensi
plasenta yang menyebabkan plasenta tidak sanggup memberi nutrisi dan terjadi
gangguan pertukaran O2 dan CO2 dari ibu ke janin (Manuaba, 2000, hal 222).
c) Lilitan tali pusat
Gerakan janin dalam rahim yang aktif pada tali pusat yang panjang pada leher
sangat berbahaya, apalagi bila lilitan terjadi beberapa kali dimana dengan makin
masuknya kepala janin ke dasar panggul maka makin erat pula lilitan pada leher

10
janin yang mengakibatkan makin terganggunya aliran darah ibu ke janin
(Manuaba, 2000, hal 239).
3. Patofisiologi asfiksia bayi baru lahir
Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya hipoksia
dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan biokimia pada janin. Faktor
ini yang berperan pada kejadian asfiksia.
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap
nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus
berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan
dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang.
Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian
terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi
atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang. Apabila asfiksia berlanjut, gerakan
pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler
berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer. Jika
berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun ,
tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan
makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu
sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun.
Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya
pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan
dan pemberian tidak dimulai segera.
4. Klasifikasi klinis asfiksia bayi baru lahir
Asfiksia terbagi atas :
a. Asfiksia berat (Nilai Apgar 0-3)
Memerlukan resusitasi segera secara aktif dan pemberian O2terkendali
b. Asfiksia ringan-sedang (Nilai Apgar 4-6)
Memerlukan resusitasi atau pemberian O2 sampai bayi dapat bernafas normal kembali.
c. Bayi normal atau sedikit asfiksia (Nilai Apgar 7-9)
d. Bayi normal (Nilai Apgar 10)
(Wiknjosastro, 2007, hal 712)

11
5. Tanda dan gejala asfiksia bayi baru lahir
Gejala asfiksia yang khas antara lain meliputi bayi tidak bernafas atau pernafasan
megap-megap yang dalam, bayi terlihat lemas, sianosis, sukar bernafas/tarikan dinding
dada ke dalam yang kuat dan suara merintih (Saifuddin AB, 2002)
a. Sebelum lahir
Asfiksia biasanya merupakan akibat dari anoksia/hipoksia janin, yang menimbulkan
tanda gawat janin yaitu :
i. DJJ irregular dan frekuensinya lebih dari 160 kali permenit atau kurang dari 100 kali
permenit.
ii. Mekonium dalam air ketuban pada letak kepala.
iii. Analisa air ketuban/amnioskopi
b. Setelah lahir
i. Bayi tampak pucat dan kebiru-biruan serta tidak bernafas spontan
ii. Kalau mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neorologik seperti kejang dan
menangis kurang baik/tidak baik. (Mochtar R, 1998, hal.428)
6. Diagnosis asfiksia bayi baru lahir
Asfiksia pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia atau hipoksia
janin.Diagnosis hipoksia atau anoksia dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukan
tanda-tanda gawat janin.Untuk dapat menegakkan diagnosis gawat janin dapat ditetapkan
dengan melakukan pemeriksaan sebagai berikut:
a. Pada saat proses persalinan
i. Denyut jantung janin yaitu antara 120-160 x / menit.
ii. Denyut jantung janin menurun dibawah 100 x / menit apalagi disertai dengan irama
yang tidak teratur.
iii. Terdapat mekonium dalam air ketuban pada letak kepala.
b. Melakukan penilaian asfiksia pada bayi baru lahir
Salah satu cara lain yang lebih sederhana untuk menilai asfiksia pada bayi baru lahir
adalah sebagai berikut :

12
Tabel 1 : Penilaian dengan Apgar

Skor 0 1 2

Seluruh tubuh
A : Appearence color Baadan merah,
Pucat kemerah-
(warna kulit) ekstremitas biru
merahan

P : Pulse (heart rate)


Tidak ada Di bawah 100 Di atas 100
(frekuensi jantung)

G : Grimace (reaksi Sedikit gerakan Menangis,


Tidak ada
terhadap rangsangan) mimik batuk/bersin
Ekstremitas
A : Activity (tonus otot) Lumpuh dalam fleksi Gerakan aktif
sedikit
R : Respiration (usaha Lemah,tidak Baik,menangis
Tidak ada
napas) teratur kuat.
Sumber : (Sarwono,2006,hal 249).
Nilai APGAR pada umumnya dilaksanakan pada 1 menit dan 5 menit sesudah bayi
lahir. Tapi penilaian harus dimulai segera sesudah bayi lahir. Apabila bayi memerlukan
intervensi berdasarkan penilaian pernapasan, denyut jantung atau warna kulit maka
penilaian ini harus dilakukan segera. Intervensi yang harus dilakukan jangan sampai
terlambat karena menunggu hasil penilaian APGAR 1 menit.
Nilai Apgar 4-6 menunjukkan depresi pernafasan sedang dan membutuhkan
resusitasi. Nilai Apgar kurang dari 3 menunjukkan depresi pernafasan berat
membutuhkan resusitasi segera. Nilai Apgar pada menit pertama digunakan untuk
menunjukkan bayi yang membutuhkan perhatian khusus, dan pada menit kelima
merupakan indeks dan efektifitas resusitasi.
7. Penatalaksanaan asfiksia bayi baru lahir
Untuk mendapatkan hasil yang sempurna dalam resusitasi, prinsip dasar yang perlu di ingat
ialah :
a. Mencegah kehilangan panas dan mengeringkan tubuh bayi
b. Meletakkan bayi dalam posisi yang benar

13
Bayi diletakkan terlentang diatas alas yang benar, kemudian kepala lurus dan leher
sedikit tengadah (ekstensi)
c. Membersihkan jalan nafas
Kepala bayi yang dimiringkan agar cairan berkumpul di mulut kemudian mulut di
bersihkan terlebih dahulu dengan tujuan agar cairan tidak teraspirasi dan isapan pada
hidung akan menimbulkan pernafasan megap-megap
d. Menilai bayi
Penilaian bayi dilakukan berdasarkan 3 gejala yang sangat penting bagi kelanjutan hidup
bayi :
1. Usaha pernafasan
Apabila bayi bernapas spontan dan memadai lanjutkan dengan menilai frekuensi
jantung dan bila bayi sukar bernapas dilakukan rangsangan taktil dengan menepuk
atau menyentil telapak kaki bayi atau menggosok punggung bayi sambil
memberikan oksigen.
2. Frekuensi denyut jantung
Setelah menilai usaha bernapas dan melakukan tindakan yang diperlukan serta
memperhatikan apakah bernapas spontan atau tidak.Bila frekuensi denyut jantung
>100 kali/menit dan bayi bernapas spontan,dilanjutkan dengan menilai warna kulit.
3. Warna kulit
Penilaian warna kulit dilakukan bayi bernapas dengan spontan dan frekuensi
denyut jantung bayi > 100 kali/menit.
Tindakan-tindakan yang dilakukan pada bayi dibagi dalam dua golongan :
a. Tindakan Umum
Tindakan ini dikerjakan tanpa menilai-nilai Apgar, segera setelah bayi lahir
diusahakan agar bayi mendapatkan pernafasan yang baik, harus dicegah dan
dikurangi kehilangan panas dari tubuhnya. Penggunaan sinar lampu untuk
pemanasan luar dan untuk mengeringkan tubuh bayi untuk mengurangi
evaporasi.
Bayi diletakkan dengan kepala lebih rendah dan penghisapan saluran
pernafasan bagian atas segera dilakukan. Hal ini harus dilakukan secara hati-hati
untuk menghindarkan timbulnya kerusakan-kerusakan mukosa, jalan nafas,
spasmus laring, atau kolaps paru-paru. Bila bayi belum memperlihatkan usaha
bernafas, rangsangan terhadapnya harus segera dikerjakan. Hal ini dapat berupa

14
rangsangan nyeri dengan cara memukul kedua telapak kaki, menekan tendon
Achilles, atau pada bayi-bayi tertentu diberi suntikan Vit K.
(Wiknjosastro, 2007, hal 712)
b. Tindakan Khusus
Tindakan ini dikerjakan setelah tindakan umum diselenggarakan tanpa
hasil. Prosedur yang dilakukan disesuaikan dengan beratnya asfiksia yang timbul
pada bayi, yang dinyatakan oleh tinggi-rendahnya nilai Apgar.
1) Asfiksia Berat (Nilai Apgar 0-3)
Tindakan pada bayi asfiksia berat :
a) Menerima bayi dengan kain hangat
b) Letakkan bayi pada meja resusitasi
c) Bersihkan jalan nafas sambil memompa jalan nafas dengan balon
(ambubag)
d) Berikan oksigen 4-5 liter/menit
e) Bila tidak berhasil biasanya dipasang ETT (Endo Trachel Tube)
f) Bersihkan jalan nafas melalui lubang ETT
g) Bila bayi bernafas tapi masih sianosis/biru biasanya diberi terapi
Natrium Bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc, Dekstrose 40% sebanyak 4cc.
h) Bila asfiksia berkelanjutan bayi masuk NICU (Neonatus Intensive Care
Unit) dan infus terlebih dahulu. Apabila setelah 15-30 detik bayi tidak
bernafas spontan dan denyut jantung kurang dari 60x/menit atau 60-
80x/menit dan tidak bertambah dilakukan kompresi dada. Apabila
denyut jantung kurang dari 80x/menit mulai pemberian obat.
(Wiknjosastro, 2007, hal 712)
2) Asfiksia Ringan-Sedang (Nilai Apgar 4-6)
Tindakian pada asfiksia ringan-sedang :
a) Bayi dibungkus dengan kain lalu dibawa kemeja resusitasi
b) Bersihkan jalan nafas dengan menghisap lendir pada hidung kemudian
disekitar mulut
c) Bila berhasil teruskan dengan perawatan selanjutnya yaitu
membersihkan badan bayi, perawatan tali pusat dan yang lainnya
d) Observasi suhu tubuh, untuk sementara waktu masukkan bayi kedalam
inkubator. (Wiknjosastro, 2007, hal 713)

15
Setelah melakukan penilaian dan memutuskan bahwa bayi baru lahir perlu
resusitasi, tindakan harus segera dilakukan. Penundaan membahayakan bayi.
a. Tahap I : Langkah awal
Langkah awal perlu dilakukan dalam 30 detik langkah tersebut adalah :
1) Jaga bayi tetap hangat
a) Letakkan bayi di atas kain yang ada di atas perut ibu
b) Bungkus bayi dengan kain tersebut, potong tali pusat
c) Pindahkan bayi ke atas kain ditempat resusitasi
2) Atur posisi bayi
a) Baringkanlah bayi terlentang dengan kepala di dekat penolong
b) Ganjal bahu agar kepala sedikit ekstensi
3) Isap Lendir
Gunakan alat penghisap lendir De Lee dengan cara sebagai berikut :
(1) Isap lendir mulut dari mulut dulu kemudian hidung
(2) Lakukan penghisapan saat alat penghisap ditarik keluar, jangan lebih
dari 5 cm ke dalam mulut dan lebih dari 3 cm ke dalam hidung.
4) Keringkanlah dan Rangsang Bayi
a) Keringkanlah bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya
dengan sedikit tekanan. Rangsangan ini dapat membantu BBL mulai
bernafas sedikit tekanan. Rangsangan ini dapat membantu BBL mulai
bernafas
b) Lakukan rangsangan taktil dengan beberapa cara :
(1) Menepuk atau menyentil telapak kaki
(2) Menggosok perut, dada, punggung atau tungkai kaki
dengan telapak tangan.
(3) Atur kembali posisi kepala bayi dan bungkus bayi
5) Atur kembali posisi kepala bayi dan selimuti bayi
a) Ganti kain yang telah basah dengan kain yang ada di bawahnya
b) Bungkus bayi dengan kain tersebut, jangan menutupi muka, dada
agar biasa memantau pernafasan bayi
c) Atur kembali posisi kepala bayi sehingga sedikit ekstensi

16
6) Lakukan Penilaian Bayi
Lakukan penilaian apakah bayi bernafas normal, atau tidak bernafas
megap-megap :
a) Bila bayi bernafas normal, berikan ibunya untuk disusui
b) Bila bayi tidak bernafas atau megap-megap mulai lakukan ventilasi
b. Tahap II : Ventilasi
Ventilasi adalah tahapan tindakan resusitasi untuk memasukkan
sejumlah volume udara ke dalam paru dengan tekanan positif untuk membuka
alveoli paru agar bayi bisa bernapas spontan dan teratur.
Langkah-langkah :
1) Pasang dan pegang sungkup agar menutupi dagu, mulut dan hidung.
2) Ventilasi 2 kali
a) Lakukan tiupan / pemompaan dengan tekanan 30 cm air. Tiupan
awal tabung- sungkup/pemompaan awal balon-sungkup sangat
penting untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa mulai bernapas
dan menguji apakah jalan napas bayi terbuka.
b) Lihat apakah dada bayi mengembang.
Saat melakukan tiupan/pemompaan perhatikan apakah dada bayi
mengembang. Bila tidak mengembang :
1) Periksa posisi sungkup dan pastikan tidak ada udara yang bocor.
2) Periksa posisi kepala, pastikan posisi sudah benar.
3) Periksa cairan atau lendir di mulut. Bila ada lendir atau
cairan lakukan pengisapan.
4) Lakukan tiupan 2 kali dengan tekanan 30 cm air
(ulangan),bila dada mengembang lakukan tahap berikutnya.
c. Cara kerja
1) Ventilasi Tekanan Positif
a) Bayi diletakkan dalam posisi ekstensi.
b) Agar VTP efektif,kecepatan memompa (kecepatan ventilasi) dan
tekanan ventilasi harus sesuai,kecepatan ventilasi sebaik 40-60
kali/menit dan tekanan ventilasi yang dibutuhkan 30-40 cm air.
Setelah papas pertama, membutuhkan 15-20 cm air.

17
c) Observasi gerak dada bayi
Adanya gerakan bayi turun naik merupakan bukti bahwa sungkup
terpasang dengan baik dan paru-paru mengembang.Bayi menarik
napas dangkal apabila dada bergerak maksimum,bayi seperti
menarik napas panjang,menunjukkan paru-paruterlalu mengembang
yang berarti tekanan yang diberikan terlalu tinggi.
d) Observasi gerak tubuh bayi
Gerak perut tidak dapat dipakai sebagai pedoman ventilasi yang
efektif. Gerak perut mungkin disebabkan oleh masuknya udara
kedalam lambung.
e) Penilaian suara napas bilateral
Suara napas didengar dengan menggunakan stetoskop, adanya suara
napas di kedua paru-paru merupakan indikasi bahwa bayi mendapat
ventilasi yang benar.
f) Observasi pengembangan dada bayi
Apabila dada terlalu berkembang, kurangi tekanan dengan
mengurangi meremas balon. Apabila dada kurang berkembang
mungkin disebabkan oleh salah satu penyebab sebagai berikut
pelekatan sungkup kurang sempurna, arus udara terhambat dan
tidak cukup tekanan. (Saifuddin A.B,2002 hal 354)
2) Intubasi Endotrakeal
a) Peralatan
(1) Keteter isap De Lee
(2) Berbagai ukuran selang endotrakeal yang dapat disesuaikan
(3) Laringskop tekanan positif
(4) Handuk
(5) Plester
b) Metode
(1) Tempatkan bayi pada posisi kepala sedikit ekstensi dapat
diletakkan handuk dibawah bahu bayi.
(2) Kenalkan laringskop di sudut kanan mulut bayi.
(3) Masukkan laringskop sedalam 2-3 cm sambil merotasikan
ketengah dan menggeser lidah kekiri.

18
(4) Pada saat ujung bite dada diantara dasar lidah dan epiglotis,
naikkan sedikit keatas sampai glottis terlihat (kadang-kadang
sedikit tekanan pada laring eksternal oleh seorang asisten akan
memudahkan pemanjangan glottis).
(5) Masukkan selang endotrakeal pada sisi kanan mulut sampai pita
sura vokalis.Pastikan anda mudah melihat (selang harus cukup
kecil untuk memungkinkan udara tetap dapat masuk yakni
ruang yang mengelilinginya : ruang ini menjamin ekskresi dapat
dilakukan dengan mudah dan mengurangi resiko kerukan
jaringan).
(6) Isap secret jika diperlukan
(7) Ketika selang endotrakeal dimasukkan tahan di tempatnya
dengan kencang namun lembut kemudian tarik laringskop ke
adapter kantong.
(8) Lakukan ventilasi dengan kantong oksigen,asisten dengan
menggunakan stetoskop harus memeriksa apakah ventilasi
kedua paruh telah adekuat (Saifuddin A.B, 2002 hal 359).
3) Kompesi dada
a) Pelaksana menghadap ke dada bayi dengan kedua tangan dalam
posisi yang benar.
b) Kompresi dilakukan di 1/3 bagian di bawah tulang dada di bawah
garis khayal yang menghubungkan kedua puting susu bayi.Hati-hati
jangan menekan prosesus xipodeus.
c) Dengan posisi jari-jari tangan yang benar gunanya tekanan yang
cukup untuk menekan tulang pada 1/2-3/4 inci (±1-2 cm) kemudian
tekanan dilepaskan untuk memungkinkan pengisian jantung atau
tekanan kebawah ditambah pembebasan tekanan.
d) Rasio kompresi dada dan ventilasi data 1 menit ialah 90 kompresi
dada dan 30 ventilasi ( rasio 3:1 ).Ibu jari adalah ujung-ujung jari
harus tetap kontak dengan tempat kompresi dada sepanjang waktu
baik pada saat penekanan maupun pada saat melepaskan
penekanan.(Saifuddin,2006 hal 346).

19
8. Masalah yang bisa timbul pada bayi dengan asfikisia
a. Gangguan Pertukaran Gas
Gangguan pertukaran gas, hal ini dapat disebabkan oleh karena penyempitan pada
arteri pulmonal, peningkaytan tekanan pembuluh darah diparu-paru dan penurunan
aliran darah diparu-paru. Untuk mengatasi gangguan tersebut dapat dilakukan
intervensi rencana asuhan kebidanan diantaranya : melakukan monitoring sistem
jantung dan paru-paru dengan melakukan resusitasi, memberikan oksigen yang adekuat.
b. Penurunan Cardiac Output
Terjadi penurunan cardiac output karena adanya udema paru dan penyempitan
arteri pulmonal, untuk mengatasi masalah tersebut dapat dilakukan monitoring jantung
paru, mengkaji tanda-tanda vital, memonitor denyut nadi, memonitor intake dan output
serta melakukan kolaborasi dalam vaso lidator.
c. Gangguan Perfusi Jaringan
Gangguan perfusi jaringan karena adanya kemungkinan hipovolemia atau
kematian janin, kondisi ini dapat diatasi dengan mempertahankan output yang normal
dengan cara mempertahankan intake dan output, kolaborasi dalam pemberian diuretic
sesuai dengan indikasi, memonitor laboratorium urine lengkap dan pemeriksaan darah.
d. Resiko Tinggi Terjadinya Infeksi
Resiko tinggi terjadinya infeksi nosokomial yaitu respon imun yang terganggu, hal
ini dapat diatasi dengan mengurangi tindakan yang menyebabkan terjadinya infeksi
nosokomial dengan cara mengkaji dan menyediakan intervensi asuhan kebidanan
dengan memperhatikan teknik aseptic.
(Hidayat, 2005)
9. Perawatan pasca resusitasi
Setelah resusitasi, sebagian bayi akan bernafas spontan yang lainnya mungkin masih
membutuhkan bantuan nafas. Diharapkan semua telah kemerahan dengan frekuensi
jantung diatas 100x/menit. Bila diperlukan resusitasi lebih lanjut, bayi dirawat diruang
rawat lanjutan. Perawatan pasca resusitasi melupiti pengawasan suhu, tanda vital dan
antisipasi terjadinya komplikasi. Lanjutkan pemantauan kebutuhan oksigen, frekuensi
jantung dan tekanan darah. Lakukan pemeriksaan laboratorium seperti hematokrit dan gula
darah. Nilai pH darah dapat dipakai untuk memperkirakan sejauh mana komplikasi
mungkin terjadi. (Katwinkel, 2006, hal 7)

20
a. Pengaturan Suhu
Bayi dengan asfiksia cepat sekali mengalami hipotermia bila berada dilingkungan
yang dingin. Kehilangan panas disebabkan oleh permukaan tubuh bayi yang relatif luas
dibandingkan dengan berat badan, kurangnya jaringan lemak dibawah kulit untuk
mencegah hipotermia bayi diletakkan dalam inkubator, suhu inkubator untuk berat
badan >2500 gram suhunya 33°C. Bayi dapat mempertahankan suhu tubuh sekitar
37°C. Suhu inkubator dapat diturunkan 1°C setiap minggunya.
(IDAI, 2003, hal 111)
Tabel 2. Suhu incubator sesuai dengan berat badan bayi

Berat badan Bayi (gr) Suhu Incubator (°C)

1000 35
1500 34
2000 33,5
2500 33,2
3000 33
4000 32,5
Sumber : Wiknjosastro, 2007, hal 254
b. Kebutuhan Cairan
Volume cairan untuk hari-hari pertama berdasarkan umur bayi yaitU :
i. Hari 1 : 60 ml/kg BB
ii. Hari 2 : 80 ml/kg BB
iii. Hari 3 : 100 ml/kg BB
iv. Hari 4 : 120 ml/kg BB
v. Hari 5 : 140 ml/kg BB
vi. Hari 6 : 150 ml/kg BB
vii. Hari 7 : 160 ml/kg BB
Untuk bayi berat lahir >2500 gram; 6x/hari (setiap 4 jam)

21
STUDI KASUS
MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI “M”DENGAN
ASFIKSIA SEDANG DI RUMAH SAKIT ISLAM
KOTA TERNATE
TANGGAL 18 S/D 20 MEI 2010

No. Register : 05893


Tanggal lahir : 18 Mei 2011 Jam 00.30 Wita
Tanggal Pengkajian : 18 Mei 2011 Jam 11.00 Wita
A. Langkah I Pengkajian Data Dasar
1. Identitas
a. Identitas Bayi
1) Nama : By “M”
2) Tanggal, jam lahir : 18 Mei 2011, Jam 00.30 Wita
3) Anak ke : I (Pertama)
4) Jenis kelamin : Perempuan
5) Alamat : Jl. Koloncucu
b. Identitas Ibu / Ayah
1) Nama Ibu / Ayah : Ny “M” / Tn “R”
2) Umur : 27 Tahun / 27 Tahun
3) Nikah : 1 kali, lamanya ± 2 Tahun
4) Suku : Ternate / Ternate
5) Agama : Islam / Islam
6) Pendidikan : SMA / SMA
7) Pekerjaan : IRT / Buruh Harian
8) Alamat : Jl. Koloncucu
2. Riwayat kehamilan dan kelahiran
a. Riwayat kehamilan
1) G I P 0 A 0
2) HPHT : Tanggal 16 - 08 - 2010
3) TP : Tanggal 23 - 05 - 2011
4) Usia kehamilan : 39 Minggu 2 Hari
5) Ibu ANC 4 kali selama pemeriksaan kehamilan di RSIA Siti Fatimah Makassar

22
6) Ibu pernah mendapat imunisasi TT sebanyak 2 kali selama kehamilan di RSIA Siti
Fatimah Makassar yaitu TT1 pada bulan Januari 2011 dan TT2 pada bulan
Februari 2011.
b. Riwayat persalinan
1) Ibu masuk kamar bersalin tanggal 17 Mei 2011 jam 19.15Wita, dengan keluhan
sakit perut tembus ke belakang disertai dengan pelepasan lendir dan darah sejak
jam 15. 45 Wita.
2) Perlangsungan kala I sepuluh jam
3) Perlangsugan kala II satu jam
4) Bayi lahir pervaginam, Tanggal 18 Mei 2011, Jam 00.30 Wita dengan hasil
penilaian :
a) Pernafasan : lemah, tidak teratur dalam frekuensi 28x/ menit
b) Denyut jantung : Frekuensi 148 x/menit
c) Warna kulit : Badan merah, ekstremitas biru
d) Apgar Score : 5/7
Penilaian dengan nilai Apgar tidak dipakai kapan kita menilai resusitasi
tetapi nilai Apgar pada umumnya dilaksanakan pada satu menit dan lima
menit setelah bayi lahir.
Tabel 4. Penilaian Apgar pada Bayi “M” dengan Asfiksia Sedangdi RSIA Siti Fatimah Makassar
Tanda 0 1 2 Angka

A:Appearance color Pucat Badan Seluruh tubuh 1 1


(warna kulit) merah,ektremitas kemerah-
biru merahan
P:Pulse (heart rate) Tidak Di bawah 100 Di atas 100 1 2
(frekuensi jantung) ada
G:Gremace (reaksi Tidak Sedikit gerakan Menangis, 1 2
terhadap rangsangan) ada batuk/bersin
A:Activity (tonus otot) Lumpuh Ektremitas dalam Gerakan aktif 1 1
fleksi sedikit
R:Respiration (usaha Tidak Lemah,tidak teratur Menangis kuat 1 1
bernapas) ada
Jumlah 5 7

23
Sumber : Sarwono,Ilmu Kebidanan,2006,hal 249.
3. Pemeriksaan Fisik Bayi
a. Pemeriksaan umum
1) BBL / PBL : 2500 gram / 45 cm
2) Jenis kelamin : Perempuan
3) Lingkar kepala : 32 cm (Normal : ± 32-35 cm)
4) Lingkar dada : 31 cm (Normal : ± 30-38 cm)
b. Pemeriksaan IPPA
1) Kepala
a) Rambut : tipis, hitam, dan lurus
b) Sutura : tidak teraba jelas (terdapat caputsuccedaneum)
2) Mata
a) Kesimetrisan : simetris kiri dan kanan
b) Skrela : tidak ikterus
c) Konjungtiva : tampak merah muda
d) Kebersihan mata : bersih
3) Hidung
Simetris kiri dan kanan dan tidak ada secret
4) Mulut dan bibir
a) Refleks mengisap kurang baik
b) Bibir kebiru-biruan
5) Kulit
kemerahan
6) Leher
Tonus otot leher lemah
7) Dada dan perut
a) Gerakan dada : sesuai dengan pola napas
b) Tonjolan/tulang dada : tidak ada
c) Keadaan tali pusat : putih / berpilin
8) Genetalia/anus
a) Labia mayora menutupi labia minora
b) Lubang anus (+)

24
9) Estremitas
a) Tangan
1) Pergerakan : lemas
2) Jari tangan : lengkap kiri dan kanan
3) Refleks menggenggam : baik
b) Kaki
1) Pergerakan : lemas
2) Jari kaki : lengkap kiri dan kanan

B. Langkah II Merumuskan Diagnosa / Masalah Aktual


1. Bayi lahir cukup bulan sesuai masa kehamilan 39 Minggu 2 hari.
2. Bayi lahir dengan asfiksia sedang
DS :
1. Ibu mengatakan HPHT tanggal 16 – 08 – 2010
2. tanggal persalinan 18 – 05 – 2011, jam 00.30 Wita
DO :
1. Tafsiran persalinan 23 – 05 – 2011
2. Gestasi 39 minggu 2 hari
3. BBL : 2500 gram, PBL : 45 cm
4. Apgar Score : 5/7
Analisa dan Interpretasi data
Bayi lahir cukup bulan dengan umur kehamilan 39 mingggu 2 hari, dihitung dari HPHT
tanggal 16 Agustus 2010, sampai pada saat pengkajian setelah bayi lahir tanggal 23 Mei
2011. (Wiknjosastro.H, 2006, hal. 155)
Diagnosa : Asfiksia Sedang
DS :-
DO :
1. Bayi lahir tidak segera menangis
2. Tubuh kemerahan dan ekstremitas bawah biru/pucat
3. Bibir pucat
4. Banyak lendir pada hidung dan mulut
5. Apgar Score 5/7

25
Analisa dan interpretasi data
Bayi dengan asfiksia,yaitu bayi lahir dengan tidak bernapas secara spontan dan teratur terjadi
karena gangguan pertukaran gas serta transport oksigen dari ibu ke janin sehingga terjadi
gangguan dalam persediaan oksigen. (Wiknjosastro, 2006, hal 709).
C. Langkah III Mengantisipasi Diagnosa/Masalah Potensial
Potensial terjadi asfiksia berat
DS :-
DO :
1. Bayi lahir tidak segera menangis
2. Frekuensi jantung 148x/menit
3. Pernafasan 28x/menit
4. Suhu badan 36,6°C
5. Nadi 120x/menit
6. Bibir pucat
7. Apgar Score 5/7
Analisa dan Interpretasi :
Adanya lendir yang banyak pada saluran nafas (mulut dan hidung) dapat menghambat jalan
nafas sehingga proses respirasi terganggu dan menimbulkan asfiksia sedang dan tanpa
pertolongan yang lebih lanjut akan berpotensial asfiksia berat. (Asuhan Kesehatan Anak dalm
lingkungan keluarga)
D. Langkah IV Tindakan Segera dan Kolaborasi
Kolaborasi dengan dokter spesalis anak atas intruksi dokter untuk meletakkan bayi dibawah
pemancar panas,mengeringkan tubuh bayi,meletakkan bayi pada posisi kepala lebih rendah
dari badan,membersihkan jalan napas,melakukan rangsangan taktil, melakukan tindakan
pemasangan oksigen 2 liter/menit.
E. Langkah V Rencana Asuhan Kebidanan
Diagnosa : BCB, SMK, Partus lama, Asfiksia sedang
Diagnosa potensial : Potensial terjadinya Asfiksia berat
1. Tujuan : Asfiksia sedang teratasi
2. Kriteria :
a. Bayi dapat bernapas normal (30 - 60 x/menit)
b. Frekuensi jantung sudah teratur (120 - 160 x/menit)
c. Warna kulit kemerahan

26
d. Bayi menangis, dan bergerak aktif
e. Refleks positif
Intervensi
Tanggal 18 Mei 2011, jam 00.30 Wita
1. Observasi keadaan umum bayi dan tanda-tanda vital khususnya
Rasional : Dengan observasi tanda-tanda vital dapat mengidentifikasi kemungkinan
penyimpangan dari hasil yang diharapkan agar memudahkan dalam kenangan selanjutnya
2. Pertahankan suhu tubuh bayi agar tetap hangat
Rasional : Perawatan bayi dengan tubuh terbungkus dapat terhindar dari konduksi dan
evaporasi
3. Atur posisi bayi dengan kepala pada posisi menghidu dengan menempatkan ganjal bahu
sehingga kepala sedikit ekstensi
Rasional : Agar cairan tidak teraspirasi dan pernapasan menjadi lancar
4. Bersihkan jalan nafasdari lendir dengan menggunakan de lee/balon karet
Rasional : Untuk kelancaran proses respirasi sehingga bayi dapat bernafas teratur
5. Keringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya dan menyelimuti
bayi dengan selimut bersih dan kering
Rasional : Rangsangan ini dapat membantu bayi baru lahir mulai bernafas dan mencegah
kehilangan panas pada bayi melalui evaporasi, konduksi, konveksi dan radiasi
6. Lakukan rangsangan taktil
Rasional : Dengan rangsangan taktil diharapkan segera menangis
7. Observasi keadaan umum bayi dan tanda-tanda vital khususnya pernapasan
Rasional :Dengan observasi dapat mengidentifikasi kemungkinan penyimpangan dari hasil
yang diharapkan serta mengetahui tanda-tanda vital khususnya pernapasan agar
memudahkan dalam penanganan selanjutnya
8. Pemberian oksigen sesuai dengan kebutuhannya
Rasional : Oksigen diberikan kepada bayi untuk membantu pernapasan dan
pengembangan pada paru-paru
9. Pemberian kebutuhan cairan 60 cc/kg BB
Rasional : Untuk membantu pemenuhan nutrisi pada bayi
10. Anjurkan ibu untuk menyusui bayinya secara on demand dan mengkonsumsi makanan
dengan gizi seimbang

27
Rasional : Pemenuhan asupan gizi pada ibu menyusui sangat mempengaruhi produksi
kualitas ASI
11. Berikan Vitammin K secara Intramuskular
Rasioanl : Mencegah terjadinya perdarahan pada otak
12. Lakukan perawatan tali pusat dengan teknik aseptik
Rasional : Perawatan tali pusat dilakukan dengan teknik aseptik untuk menghindari
terjadinya infeksi tali pusat
13. Rawat bayi didalam inkubator
Rasional : Untuk menghindari terjadinya hipotermi dan mempertahankan suhu tubuh
bayi.
F. Langkah VI Pelaksanaan Asuhan Kebidanan
Tanggal 18 Mei 2011, jam 00.30 Wita
1. Mengobservasi keadaan umum bayi dan tanda-tanda vital khususnya
2. Mempertahankan duhu tubuh bayi agar tetap hangat
3. Mengatur posisi bayi dengan kepala pada posisi menghidu dengan menempatkan ganjal
bahu sehingga kepala sedikit ekstensi
4. Membersihkan jalan nafasdari lendir dengan menggunakan de lee/balon karet
5. Mengeringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya dan
menyelimuti bayi dengan selimut bersih dan kering
6. Melakukan rangsangan taktil
7. Mengobservasi keadaan umum bayi dan tanda-tanda vital khususnya pernapasan
8. Pelaksanaan pemberian oksigen sesuai dengan kebutuhannya
9. Memberikan kebutuhan cairan 60 cc/kg BB
10. Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya secara on demand dan mengkonsumsi
makanan dengan gizi seimbang
11. Memberikan Vitammin K secara Intramuskular
12. Melakukan perawatan tali pusat dengan cara mengoleskan bethadine pada ujung luka tali
pusat kemudian bungkus dengan kasa steril
13. Merawat bayi didalam inkubator
G. Langkah VII Evaluasi
Tanggal 18 Mei 2011, jam 00.35 Wita
1. Asfiksia sedang dapat teratasi, ditandai dengantanda-tanda vital :
a. Bayi menangis kuat

28
b. Pernapasan bayi 32 x /menit
c. Frekuensi jantung teratur 140 x /menit
d. Warna kulit kemerahan
e. Suhu tubuh 36,7°C
2. Masih terpasang O2 dengan volume 2 liter/menit
3. Bayi dirawat di dalam incubator dengan suhu 33,2°C

29
PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA
BAYI “M” DENGAN ASFIKSIA SEDANG
DI RS ISLAM KOTA TERNATE
TANGGAL 18 MEI 2011

No. Register : 05893


Tanggal lahir : 18 Mei 2011 Jam 00.30 Wita
Tanggal Pengkajian : 18 Mei 2011 Jam 11.00 Wita
A. Identitas Pasien
a. Identitas Bayi
1. Nama : By “M”
2. Tanggal, jam lahir : 18 Mei 2011, Jam 00.30 Wita
3. Anak ke : I (Pertama)
4. Jenis kelamin : Perempuan
5. Alamat : Jl. Koloncucu
b. Identitas Ibu / Ayah
1. Nama Ibu / Ayah : Ny “M” / Tn “R”
2. Umur : 27 Tahun / 27 Tahun
3. Nikah : 1 kali, lamanya ± 2 Tahun
4. Suku : Ternate / Ternate
5. Agama : Islam / Islam
6. Pendidikan : SMA / SMA
7. Pekerjaan : IRT / Buruh Harian
8. Alamat : Jl. Koloncucu
B. Data Subjektif
1. HPHT tanggal 16 - 08 – 2010
2. TP tanggal 23 - 05 – 2011
3. Usia kehamilan 39 Minggu 2 Hari
4. Ibu ANC 4 kali selama pemeriksaan kehamilan di RSIA Siti Fatimah Makassar.
5. Ibu pernah mendapat imunisasi TT sebanyak 2 kali selama kehamilan di RSIA Siti Fatimah
Makassar yaitu TT1 pada bulan Januari 2011 dan TT2pada bulan Februari 2011.
6. Ibu masuk kamar bersalin jam 19.15 Wita, dengan keluhan sakit perut tembus ke belakang
disertai dengan pelepasan lendir dan darah sejak jam15. 45 Wita.

30
C. Data Objektif
1. Bayi lahir tanggal 18 Mei 2011, jam 00.30 Wita
2. Bayi lahir tidak segera bernapas spontan dan teratur, dengan frekuensi 28 x/menit.
3. BBL : 2500 gram, PBL : 45 cm.
4. Seluruh tubuh merah ekstremitas bawah biru
5. Frekuensi jantung 148 x/menit
6. Apgar Score 5/7
7. Bayi dibungkus dengan kain kering dan bersih
8. Kebutuhan cairan 60 cc/kg BB/hari.
9. Terpasang oksigen dengan volume 2 liter/menit.
D. Assesment
1. Bayi lahir cukup bulan sesuai masa kehamilan 39 Minggu 2 Hari
2. Bayi lahir dengan asfiksia sedang
3. Antisipasi terjadinya asfiksia berat
E. Planning
Tanggal 18 Mei 2011, jam 00.30 Wita
1. Mengobservasi keadaan umum bayi dan tanda-tanda vital khususnya
Hasil : Seperti frekuensi jantung : 148 x/menit, suhu badan : 36,6 oC, Pernapasan : 28
x/menit dan kulit kemerahan ekstremitas biru
2. Mempertahankan duhu tubuh bayi agar tetap hangat
Hasil : Bayi terbungkus dengan kain bersih dan kering
3. Mengatur posisi bayi dengan kepala pada posisi menghidu dengan menempatkan ganjal
bahu sehingga kepala sedikit ekstensi
Hasil : kepala bayi dalam posisi sedikit ekstensi
4. Membersihkan jalan nafas dari lendir dengan menggunakan de lee/balon karet
Hasil : Lendir telah dikeluarkan dari mulut dan hidung
5. Mengeringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya dan
menyelimuti bayi dengan selimut bersih dan kering
Hasil : Badan bayi telah dikeringkan dan terbungkus oleh kain bersih dan kering
6. Melakukan rangsangan taktil
Hasil : Bayi mulai menagis

31
7. Mengobservasi keadaan umum bayi dan tanda-tanda vital khususnya pernapasan
Hasil : Pernafasan 32x/menit, frekunsi jantung 140x/menit , suhu 36,7°C dan kulit agak
kemerahan
8. Pelaksanaan pemberian oksigen sesuai dengan kebutuhannya
Hasil : Terpasang oksigen dengan volome 2 liter/menit
9. Memberikan kebutuhan cairan 60 cc/kg BB
Hasil : Bayi diberi susu formula sebanyak 25 cc/4 jam
10. Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya secara on demand dan mengkonsumsi
makanan dengan gizi seimbang
Hasil : Ibu bersedia melakukan anjuran petugas kesehatan
11. Memberikan Vitammin K secara Intramuskular
Hasil : Bayi telah di injeksi Vit K secara Intramuskular
12. Melakukan perawatan tali pusat dengan cara mengoleskan bethadine pada ujung luka tali
pusat kemudian bungkus dengan kasa steril
Hasil : Tali pusat terbungkus kasa steril
13. Merawat bayi didalam inkubator
Hasil : bayi dirawat didalam incubator dengan suhu 33,2°C

32
PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA
BAYI “M” DENGAN ASFIKSIA SEDANG
DI RS ISLAM KOTA TERNATE
TANGGAL 19 MEI 2011

A. Data Subjektif
Dokter mengatakan keadaan bayi sudah mulai membaik
B. Data Objektif
1. Keadaan umum bayi sudah baik dan aktif.
2. Pernapasan bayi sudah normal, 42 x/menit.
3. Warna kulit kemerahan
4. Tali pusat tidak terbungkus kasa steril.
5. Bayi belum dimandikan
6. Pemberian oksigen dihentikan
7. Kebutuhan cairan 80 ml/kg/BB/hari,
8. BBL : 2500 gr BBS : 2600 gr PB : 45 cm

C. Assesment
Bayi lahir dengan BB : 2500 gr,BBS: 2600, PB : 45 cm, keadaan bayi baik sudah mulai membaik.

D. Planning
Tanggal 19 Mei 2011, jam 10.00 Wita
1. Mempertahankan suhu tubuh bayi dengan menjaga bayi tetap terbungkus, agar suhu bayi
dalam batas normal.
2. Mengobservasi tanda-tanda vital seperti : frekuensi jantung : 146 x/menit, suhu badan :
36,7 oC, pernapasan : 42 x/menit.
3. Pemberian kebutuhan cairan 80 cc/kg BB/hari
4. Merawat tali pusat dengan teknik aseptik.
5. Mengganti pakaian/popok bayi setiap kali basah.
6. Menganjurkan ibu untuk memberi ASI secara on demand, setelah bayinya membaik.
7. Mengingatkan kembali ibu agar mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang dan ibu
bersedia melaksanakan apa yang dianjurkan.
8. Menganjurkan ibu agar merawat payudara dan teknik menyusui yang benar.

33
PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA
BAYI “M” DENGAN ASFIKSIA SEDANG
DI RS ISLAM KOTA TERNATE
TANGGAL 20 MEI 2011

A. Data Subjektif
1. Dokter mengatakan keadaan bayi sudah membaik
2. Ibu sudah mulai memberikan ASI pada bayinya

B. Data Objektif
1. Bayi sudah mulai menetek,refleks isap sudah baik.
2. Tanda-tanda vital :
Frekuensi jantung : 142 x/menit
Pernapasan : 36 x/menit
Warna kulit : Seluruh tubuh kemerah-merahan
3. Tonus otot leher baik
4. Gerakan dada sesuai dengan pola napas bayi
5. Tali pusat tidak terbungkus gaas steril.
6. Pergerakan tangan dan refleks menggenggam baik
7. Bayi belum dimandikan
8. Kebutuhan cairan 100 ml/kg/BB/hari

C. Assesment
Bayi lahir dengan BB : 2500 gr,BBS : 2600 PB : 45 cm, keadaan bayi baik dan bayi bisa pulang.

D. Planning
Tanggal 20 Mei 2011, jam 09.00 Wita
1. Memperhatikan suhu tubuh bayi dengan menjaga bayi tetap terbungkus, agar suhu tubuh
bayi dalam batas normal.
2. Mengobservasi tanda-tanda vital seperti : frekuensi jantung : 142 x/menit, suhu badan :
36,7 oC, pernapasan : 36x/menit
3. Mengajarkan pada ibu cara memandikan bayi dan cara merawat tali pusat.
4. Menganjurkan ibu untuk tetap memberi ASI

34
5. Mengingatkan kembali ibu agar mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang dan ibu
bersedia melaksanakan apa yang dianjurkan.
6. Mengingatkan kembali ibu agar merawat payudara dan teknik menyusui yang benar.

35
BAB III
PENUTUP

Pada bab ini akan mengemukakan beberapa kesimpulan dan saran untuk memberikan
gambaran dan informasi tentang asfiksia.
A. Kesimpulan
1. Asfiksia adalah suatu keadaan bayi yang tidak dapat bernapas spontan dan teratur setelah
lahir. Terjadi karena gangguan pertukaran gas serta transport oksigen dari ibu ke janin
sehingga terjadi gangguan dalam persediaan oksigen dan peningkatan karbondioksida.
2. Dalam mendiagnosa terjadinya Asfiksia neonatorum dapat diamati pada proses persalinan
dan pada saat penilaian bayi baru lahir ada 3 yaitu berdasarkan warna kulit, frekuensi
jantung dan pernapasan. Tindakan yang dilakukan pada bayi asfiksia adalah dengan
resusitasi.
3. Kasus asfiksia harus ditangani dengan cepat dan tepat karena memberi dampak yang
sangat buruk terhadap kelangsungan hidup bayi, yang dapat dilakukan dengan cara heart
massage atau menekan dan melepas dada bayi dan resusitasi terhadap asfiksia berat serta
pemberian O2 secara hati-hati.
4. Manajemen kebidanan adalah suatu metode pendekatan pemecahan masalah yang
digunakan oleh bidan, dalam proses pemecahan masalah dalam pemberian pelayanan
asuhan kebidanan. Dengan tahapan sebagai berikut : pengumpulan dan analisa data,
merumuskan diagnosa/masalah aktual, antisipasi masalah/potensial, menilai perlunya
tindakan segera dan kolaborasi, merencanakan tindakan asuhan kebidanan, melaksanakan
tindakan asuhan kebidanan, evaluasi asuhan kebidanan.

B. saran
1. Bidan sebagai media di lini terdepan diharapkan peka terhadap pertolongan persalinan
sehingga dapat mencapai well born babydan well health mother. Oleh karena itu bekal
utama sebagian bidan adalah melakukan pengawasan hamil, sehingga kehamilan dengan
risiko tinggi segera melakukan rujukan medis, melakukan pertolongan hamil risiko rendah
dengan memanfaatkan partograf, dan melakukan perawatan ibu dan bayi baru lahir.
2. Dalam penanganan kasus asfiksia perlunya bidan dapat mengenal tanda-tanda atau gejala
asfiksia sedini mungkin dengan observasi yang lebih jelas pada tanda-tanda vital agar

36
dapat mengantisipasi kemungkinan yang terjadi pada ibu dan janin sebelum ibu
melahirkan.
3. Bidan dituntut untuk melakukan penanganan terhadap gawat janin dengan penilaian
berdasarkan kriteria nilai Apgar, agar bidan dapat melakukan tindakan yang tepat
diantaranya melakukan rujukan medis sehingga keselamatan bayi dapat ditingkatkan.
4. Bidan harus memberikan asuhan sesuai dengan kewenangannya untuk itu manajemen
asuhan kebidanan perlu dikembangkan karena merupakan alat yang mendasar bagi bidan
untuk memecahkan masalah klien dalam berbagi kasus.

37
DAFTAR PUSTAKA

http://viona-bidangaul.blogspot.co.id/2012/05/contoh-kti-asfiksia-sedang.html

38

Anda mungkin juga menyukai