Anda di halaman 1dari 8

2015

DOKUMEN PRA-RENCANA
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
KONSTRUKSI
RK3K

DOKUMEN RK3
PT. JOGLO MULTI AYU
9/21/2015
PROSEDUR IDENTIFIKASI BAHAYA, PENILAIAN DAN PENGENDALIAN RESIKO

TUJUAN

Prosedur ini bertujuan agar semua potensi bahaya didentifikasi, dinilai risikonya serta dilakukan
upaya pengendalian risiko.

RUANG LINGKUP

Prosedur ini mencakup kegiatan identisfikasi bahaya, penilaian risiko dan menentukan tindakan
pengendalian risiko yang sesuai. Bahaya yang dimaksud dapat berasal dari peralatan/ proses
yang baru atau hasil modifikasi, laporan karyawan/ tamu. Hasil inspesksi dsb.

REFERENSI

1. Manual SMK3
2. OHSAS
3. Peraturan Pemerintah RJ Nornor 50 Tahun 2012. eleMen 2.1.1

DEFINISI

1. Bahaya adalah sesuaiu yang memiliki potensi untuk menyebabkan cedera atau sakit (bagi
pekerja, pengunjung atau masyarakat sekitar) atau kerusakan terhadap fasilitas atau
properti perusahaan.
2. Risiko adalah kecenderungan untuk terjadi cedera, sakit atau kerusakan terhadap fasilitas
atau properti perusahaan yang timbul akibat paparan bahava.
3. Penilaian risiko adalah proses penilaian rerhadap suatu risiko dengan menggunakan
parameter akibat dan peluang dari bahaya yang ada
4. Pengendalian risiko, menurut hierarki, adalah :
 Eliminasi (menghilangkan) bahaya
 Substitusi (mengganti) misalnya peralatan atau bahan kimia
 Rekayasa Engineering rnisalnva dengan menambahkan guarding atau penutup
 Pengendalian secara Administrasi misalnya pengawasan, pelatihan, rotasi
 Alat Pelindung Diri (APD)

PROSEDUR OPERASIONAL K3

URAIAN PROSEDUR

BRIEFING DAN RAMBU-RAMBU

1. Setiap orang yang mernasuki lokasi provek atau kantor diberi penjelasan singkat (briefing)
tentang bahaya dan aturan K3 yang berlaku di lokasi
2. Di tempat-tempat yang mudah dilihat pada lokasi kerja ditempatkan rambu -rambu
permgaran tenang bahaya dan himbauan untuk Mengutamakan keselamatan dan
kesehatan kerja
3. Untuk pekerjaan yang mempunyai risiko tinggi petugas pengawas K3 harus memberikan
pengarahan khusus sesuai standar K3 yang berlaku kepada pekerja sebelum pekerjaan
dilaksanakan.
PERALATAN

1. Peralatan yang mempunvai risiko mengak ibatkan kecelakaan, seperti alat angkat dan
angkut. harus rnempunyat izin layak operasi dari instansi yang berwenang (Depnaker)
2. Operator alat berat yang mengoperasikan alat berat harus sudah terlatih dan mempunyai
surat izin operasi (SIO) yang yang masih berlaku.
3. Pemeriksaan terhadap fungsi dan keamanan peralatan dilakukan sebelurn dioperasikan.
4. Pemeliharaan rutin terhadap peralatan dilakukan untuk menj amin peralatan dapat
berfungsi dengan baik dan aman.

ADMINISTRASI DAN IJIN KERJA

1. Pengaturan wakiu kerja harus dilakukan untuk mernastikan agar pekerja tidak mengalami
keletihan dan kejenuhan vang dapat mernbahavakan dirinya atau orang lain,
2. Untuk pekerjaan di tempat yang mempunyai risiko tinggi, seperti pekerjaan di
tempat ketinggian, ruang tertutup, tegangan tingg, dll harus mendapat izin kerja dari
pengawas K3.
3. Pekerjaan yang mempunyai risiko harus dilakukan oleh lebih dari satu orang dimana salah
satunya bertugas untuk menjaga keselamatan yang lainnya.
4. Pengawas K3 dapat menentukan area yang tidak, boleh di masuki pengunjung terkait
risiko K3 yang tinggi, sehingga diperlukan izin masuk bila ada keperluan yang tidak dapat
dihindarka
5. Pekerja di lokasi proyek diberikan perlindungan keselamatan dan kesehatan,
seperti dengan mengikutkan sertakan dalarn program BPJS Ketenagakerjaan.

ALAT PELINDUNG DIRI

1. Pekerja yang melakukan pekerjaan yang berisiko harus diberikan Alata Pelindung Diri
(APD) yang sesuai dengan pekerjaannya.
2. Pekerja yang lalai menggunakan APD diberi teguran peringatan, dan tindakan lainnya
untuk kedisiplinan dan perlindungan.

PENGAWASAN DAN INSPEKSI K3

1. Di setiap proyek ditunjuk seorang pengawas K3 yang bertanggung jawab untuk


memberikan penyuluhan dan pengawasan terhadap pelaksanaan K3 di lokasi proyek
2. Pengawas K3 secara berkala melakukan inspeksi K3 dan menindaklanjuti hasilnya, serta
melaporkan hasil-hasilnya kepada manajemen.

PENANGANAN BAHAN BERBAHAYA

1. Bahan berbahaya (B3) yang digunakan untuk pekerjaan konstruksi atau pekerjaan
pendukung di data dan dilengkapi dengan MSDS.
2. Pengangkutan, penempatan/penyimpanan, dan pemakaian bahan berbahaya mengikuti
ketentuan yang berlaku. seperti tertuang dalam MSDS.
3. Pekerja yang menggunakan B3 diberi penjelasan tentang bahaya dari bahan yang
digunakan dan tata cara pemakaiannya, termasuk penanganannya bila terpapar.
PROSEDUR PENANGANAN KETIDKSESUAIAN, INSIDEN DAN KECELAKAAN K3

URAIAN PROSEDUR

1. Setiap ketidaksesuaian, insiden atau kecelakaan harus dilaporkan oleh yang menemukan
atau rnelihatnya kepada petugas.
2. Pada insiden dan kecelakaan, petugas yang terlatih memberikan pertolongan pertama (P3K)
Lokasi insiden dan Kecelakaan harus segera diamankan untuk kepentingan investigasi.
3. Bila korban kecelakaan mengalami cidera atau sakit yang berat maka segera dilarikan ke
instalasi medis terdekat seperti ruma sakit atau poliklinik terdekat.
4. Semua bentuk ketidaksesuaian, insiden dan kecelakaan yang terjadi harus diselidiki
5. Ahli K3 dan anggota komite K3 melakukan investigasi dengan mengumpulkan fakta
dilapangan, melakukan wawancara dengan pihak terkait dan mengumpulkan data dan bukti
yang terkait.
6. Laporan hasil penyelidikan dan rekomendasi tindakan perbaikan dari ahli K3 dan anggota
komite K3 ditulis dalam Form Penanganan Ketidaksesuaian Insiden dan Kecelakaan.
7. Penanggung jawab tindakan perbaikan melaksanakan kegiatan perbaikan sesuai
dengan jadwal waktu yang telah diletapkan.
8. Wakil Manajemen K3 menugaskan ahli K3 untuk mernantau perbaikan dan pencegahan
sesuai jadwal
9. Laporan penanganan ketidaksesuaian, insiden dan kecelakaan dapat ditutup oleh wakil
manajernen K3 bila tindakan perbaikan yang telah dilaksanakan berjalan efekti f.
10. Khusus untuk laporan kecelakaan kerja harus dilaporkan oleh ahli K3 dan pihak-pihak
terkait. sepcrn disnaker setempat dalarn waktu 1 x 24 jam.

PROSEDUR PENANGANAN KETIDAKSESUAIN, INSIDEN DAN KECELAKAAN K3

Komite K3 membahas laporan kecelakaan kerja yang terjadi dalarn rapat rutin dan melaporkan statistik
kecelakaan perusahaan ke disnaker seternpat setiap 3 bulan.

PROSEDUR PELAPORAN DAN INVESTIGASI KECELAKAAN KERJA DAN P3K


NO JENIS KEJADIAN BATAS WAKTU TIM INVESTIGASI MINIMAL
MAKSIMAL DILAKUKAN OLEH
PELAPORAN
1. Ketidaksesuaian dan hampir celaka 2 x 24 jam  Supervisor
2. FAC (First Aid Case). adalah cidera yang 1.5 x 24 jam  Supervisor
terkait dengan pekerjaan yang mana hanva  Petugas K3
memerlukan pengobatan sederhana
(P3K).
FAC tidak mengakibatkan hilangnva hari
kerja atau waktu kerja
3.  MTC (Medical Treatment Case) adalah 1 x 24 jam  Manajer departemen
cidera yang terkait dengan pekerjaan yang  Supervisor
membutuhkan pengobatan, perawatan,  Koordinator K3
dan pemeriksaan medis (tenaga kesehatan
profesional), MTC tidak mengakibatkan
waktu yang hilang dan bekerja diluar
tanggal cidera.
 LTI (Lost Time Injuri) adalah cidera terkait
dengan pekerjaan yang mengakibatkan
individu tidak dapat bekerja lebih dari 2
hari yang dibuktikan surat dokter
4. FTL (Fatality) adalah kecelakaan kerja yang 1 x 24 Jam  Wakil Manajemen
menyebabkan individu meninggal dunia  Manajer Departemen
 Supervisor
 Koord K3

1. Laporan secara tertulis bisa dilakukan oleh karyawan yang mengetahui kejadian
tersebut atau dibantu oleh Petugas K3 atau Supervisor.
2. Pelaporan tertulis selanjutnya secara langsung atau melalui fax atau surat elektronik dikirim
kepada Wakil Manajemen.
3. Kecelakaan yang menimbulkan cidera atau luka dengan kategori MTC, LTI, dan FTL.
wajib dilaporkan kepada BPJS ketenagakerjaan dan Dinas Tennga Kerja (DISNAKER)
tingkat II setempat paling lambat 2 X 24 jam
4. Untuk pelaporan awal ke BPKS Ketenagakerjaan dapat dilakukan melalui telepon.
5. Untuk kecelakaan yang berdampak pada kerusakan lingkungan dilaporkan kepada unsur
pemerintah seternpat yakni kepada Kecamatan dan Kepolisian

PELAPORAN PENYAKIT AKIBAT KERJA

1. Apabila diketemukan indikasi terjadinya Penyakit Akibat Kerja pada karyawan sewaktu
berobat sendiri/pribadi akibat adanya keluhan sakit yang diderita maka karyawan beserta
hasil diagnosa dokter RS yang mendukung ke HRD
2. Apabila diketemukan indikasi terjadinya Penyakit Akibat kerja pada karyawan sewaktu
dilakukan MCU, maka dokter pemeriksa MCU harus memberitahukan pihak HRD. dan
HRD harus menginformasikan kejadian PAK kepada QHSE, paling lambat dalam waktu I x
24 Jam setelah diterimanya laporan
3. QHSE akan mereview hasil laporan dan membandingkan dengan jenis Penyakit Akibat Kerja
yang wajib dilaporkan sesuai dengan Lampiran Peraturan Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi No: Per01/Men/1981 mengenai Dafrar Penyakit-penyakit Akibat kerja
Yang Harus Dilaporkan.
4. QHSE akan kemudian mengisikan kedalam form standar Laporan PAK sesuai dengan
Lampiran 1 dan 2 Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No, KEPTS.333/MEN/1989
mengenai diagnosis dan Pelaporan Akibat Kerja.
5. Penyakit Akibat Kerja yang ditemukan harus dilaporkan oleh Pengurus tempat kerja
selambat-lambatnya 2 x 24 jam kepada kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja melalui Kantor
Departemen Kerja setempat

PENANGANAN KECELAKAAN, HAMPIR CELAKA DAN KETIDAKSESUAIAN.

1. Penanganan awal yang bersifat perbaikan atas setiap temuan kecelakaan, hampir
celaka, dan ketidaksesuaian wajib dilakukan oleh setiap karyawan yang mengetahui
kejadian tersebut.
2. Kepala Bagian wajib menentukan tindakan awal dan atau lanjutan yang harus dilakukan
begitu mendapat laporan awal tentang terjadinya suatu kecelakaan, hampir celaka atau
ketidaksesuaian.
3. Penanganan insiden harus dilakukan dengan baik dan aman sehingga tidak menimbulkan
bahaya baru, memperparah keadaan korban atau menimbulkan insiden susulan
4. Penanganan terhadap korban insiden harus mengikuti prinsip-prinsip pertolongan pertama
pada gawat darurat. Hanya orang yang telah mendapatkan pelatihan Dasar-Dasar P3K
yang dapat membantu menangani korban.
INVESTIGASI KECELAKAAN KERJA

INVESTIGASI YANG DILAKUKAN HARUS MENCAKUP HAL-HAL BERIKUT :

1. Pengumpulan data melalui pemeriksaan tempat kejadian dan menggali informasi melalui korban
(jika memungkinkan) dan saksi
2. Review hasil penilaian resiko sebelumnya atas aktifitas terkait yang telah dilakukan sebelumnya.
3. Analisis data yang dapat mendeteksi penyebab langsung (tindakan atau kondisi tidak,
aman), penyebab dasar (factor personel atau pekerjaan) dan pengendalian manajernen.
4. Rekomendasi tindakan perbaikan yang bersifat pencegahan.
5. Pemantauan terhadap rekomendasi hasil investigasi.
 Investigasii dilakukan oleh suatu tim dan jumlah anggotanya tergantung dengan tingkatan
kecelakaan, insiden atau ketidaksesuaian yang terjadi.
 lnvesitigasi harus dilaksanakan secepat mungkin untuk mencegah hilangnya barang bukti.
 Batas waktu investigasi diusahakan sudah selesai dalam waktu tidak lebih dari 1 bulan sejak
ketidaksesuaian atau kecelakaan terjadi
 Salah satu anggota tim harus pernah mendapat pelatihan tentang investigasi kecelakaan
 Jika kecelakaan melibatkan karyawan kontraktor, maka perwakilan dari kontraktor harus
dilibatkan dalam tim investigasi yang dibentuk.
 Rekornendasi rindakan perbaikan dan pencegahan vang diberikan oleh Tim Investigasi harus
dilakukan penilaian resiko guna mengetahui bahv, a tindal.an tersebut tida], mennnbulkan
resi'ki baru vang lebih tinggi.

DIAGNOSIS PENYAKIT AKIBAT KERJA

Penyakit Akibat Kerja dapat diketemukan atau didiagnosis sewaktu dilaksanakan


pemeriksaan kesehatan tenaga kerja Diagnosis penyakit akibat kerja ditegakkan melalui
serangkaian pemeriksaan klinis dan pemeriksaan kondisi pekerja serta lingkungannya, untuk
membuktikan adanya hubungan sebab akibat antara penyakit dan pekerjaannya.

PENILAIAN RESIKO DILAKUKAN OLEH MANAJER DEPARTEMEN TERKAIT

1. Rekornendasi tindakan perbaikan dan pencegahan tertuang dalam laporan


ketidaksesuaian.
2. Hasil investigasi yang telah disahkan harus dikomunikasikan kepada pihak terkait.
3. Batas waktu maksimal pemantauan terhadap pencapaian rekomendasi dari hasil
investigasi kecelakaan dan / atau rencana tindakan dan pencegahan yang telah ditetapkan
adalah 7 (tujuh) hari setelah laporan terkait dikeluarkan

PROSEDUR PENGENDALIAN KERJA RESIKO TINGGI

TUJUAN

Prosedur ini bertujuan untuk memastikan bahwa kecelakaan akibat pekerjaan-pekerjaan non rutin
yang berisiko tinggi dapat dicegah, serta memastikan semua karyawan dan pihak manapun
(Supplier dan Sub kontraktor) yang bekerja dengan pekerjaan resiko tinggi mematuhi prosedur ini.
LINGKUP

Prosedur ini menjelaskan mengenai tatacara pengendalian pekerjaan berisiko tinggi yang mecakup
pekerjaan di daerah listrik tegangan tinggi, pekerjaan penggalian, dan pekerjaan di tempat ketinggian.

REFERENSI

1. Manual SMK3 Perusahaan

2. Peraturan Pemerintah RI No. 50 Tahun 2012 Elemen 6.1.3.

DEFINISI

1. Pekerjaan dengan panas adalah semua pekerjaan dengan panas (las potong/sambung) yang
dilakukan di dekat atau daerah mudah terbakar atau ruang tertutup.
2. Pekerjaan di daerah Iistrik tegangan tinggi, semua pekerjaan yang berhubungan dengan
listrik tegangan tinggi atau pekerjaan lain yang dilakukan disekitar daerah listrik tegangan
tinggi.
3. Pekerjaan penggalian adalah semua pekerjaan penggalian dimana terdapat kemungkinan
keberadaan pipa, kabel listrik, atau saluran kawat bawah tanah.
4. Pekerjaan di tempat ketinggian adalah semua pekerjaan yang dilakukan di tempat
tinggi seperti di atap bangunan.
5. Pekerjaan Rutin adalah pekerjaan yang sehari-hari dilakukan atau pekerjaan yang
dilakukan secara berkala.
6. Pekerjaan Non Rutin adalah pekerjaan yang tidak sehari-hari dilakukan atau pekerjaan yang
tidak secara berkala harus dilakukan.

PENANGGUNG .JAWAB

1. Ketua P2K3 bertanggung jawab dalam memastikan semua pihak (karyawan suplier atau
kontraktor) yang bekerja memenuhi persyaratan dalam prosedur ini.
2. Proyek Manager bertanggung jawab dalam mengidentifikasikan pekerjaan- pekerjaan
yang beresiko tinggi yang mungkin memerlukan Izin Kerja Resiko Tinggi.

URAIAN PROSEDUR

1. Semua pekerjaan yang beresiko tinggi boleh dilakukan setelah dilakukan setelah dikeluarkan
surat Izin Kerja Resiko.
2. Surat Izin Kerja Resiko Tinggi dikeluarkan oleh Ketua P2K3 atau Proyek Manager pada
hari sebelum pekerjaan tersebut dilakukan, berlaku selama pekerjaan tersebut di lakukan
dan selama tidak terjadi perubahan fisik atas area dimana pekerjaan tersebur dilakukan,
salinan Surat Izin Resiko Tinggi di pegang oleh personel yang bertanggung jawab dan
atasnya aslinya diserahkan ke Ketua P2K3
3. Apabila surat Izin Kerja Resiko tinggi tidak diberikan maka personil yang mengajukan
izin melengkapi persyaratan yang masih kurang sampai izin diberikan.
4. Apabila diperlukan Sural Izin Bekerja dengan Surat Izin yang lain, maka kedua izin
tersebut harus dikeluarkan oleh Ketua P2K3
5. Surat Izin Resiko Tinggi berlaku untuk pekerjaanrutin dan pekerjaan non rutin
6. Setiap pekerjaan yang berada di area pekerjaan yang mengandung resiko tinggi, baik yang
dilaksanakan oleh Kontraktor maupun yarlg dilaksanakan oleh sub kontraktor harus
rnemenuhi prosedur ini
7. Selama pekerjaan tersebut dilakukan, maka salinan surat izin yang berlaku harus tersedia
oleh personel yang bertanggung jawab yang ditunjuk. Jika salinan surat izin yang terkait
tidak dapat ditunjukan, pekerjaan harus dihentikan dan kondisi area kerja harus
diamankan
8. Setiap hari setelah pekerjaan dilakukan, karyawan yang ditunjuk bersama dengan Ketua
P2K3 harus melakukan inspeksi untuk memastikan semua bahaya sudah diidentifikasi
dan kendalian dan alat-alat pencegahan yang sesuai terpasang dengan efektif.
9. Setelah pekerjaan beresiko tinggi selesai di kerjakan, karyawan yang bertanggung jawab
dan Ketua P2K3 harus melakukan inspeksi penutup untuk memastikan kondisi berbahaya
sudah dikendalikan dengan efektif dan tidak membahayakan personel lain setelah area
tersebut kembali dibuka.

PROSEDUR ALAT PELINDUNG DIRI

URAIAN PROSEDUR

1. Semua pekerjaan yang beresiko tinggi hanya boleh dilakukan setelah dikeluarkan surat Izin
Kerja Resiko Tinggi.
2. Surat Izin Resiko Tinggi dikeluarkan oleh Ketua P2K3 atau Manager pada hari sebelum
pekerjaan tersebut dilakukan. berlaku selama pekerjaan tersebut dilakukan dan selama
tidak terjadi perubahan fisik atau area dimana Pekerjaan tersebut dilakukan. salinan Sural
lzin Kerja Resiko Tinggi dipegang oleh personel yang bertanggung jawab dan atasnya aslinya
diserahkan ke ketua P2K3.
3. Apabila surat izin kerja resiko tinggi tidak diberikan maka personil yang mengajukan izin.
melengkapi persyaratan yang masih kurang sampai ijin diberikan.
4. Apabila diperlukan Sural Izin bekerja dengan surat izin yang lain. Maka kedua izin tersebut
harus saling melengkapi dan harus dikeluarkan oleh Ketua P2K3.
5. Surat Izin Kerja Resiko Tinggi berlaku untuk pekerjaan rutin dan pekerjaan non rutin.
6. Setiap pekerjaan yang berada di area pekerjaan yang mengandung resiko tinggi, baik yang
dilaksanakan oleh Kontraktor maupun yarlg dilaksanakan oleh sub kontraktor harus
rnemenuhi prosedur ini
7. Selama pekerjaan tersebut dilakukan, maka salinan surat izin yang berlaku harus tersedia
oleh personel yang bertanggung jawab yang ditunjuk. Jika salinan surat izin yang terkait
tidak dapat ditunjukan, pekerjaan harus dihentikan dan kondisi area kerja harus
diamankan
8. Setiap hari setelah pekerjaan dilakukan, karyawan yang ditunjuk bersama dengan Ketua
P2K3 harus melakukan inspeksi untuk memastikan semua bahaya sudah diidentifikasi
dan kendalian dan alat-alat pencegahan yang sesuai terpasang dengan efektif.
9. Setelah pekerjaan beresiko tinggi selesai di kerjakan, karyawan yang bertanggung
jawab dan Ketua P2K3 harus melakukan inspeksi penutup untuk memastikan kondisi
berbahaya sudah dikendalikan dengan efektif dan tidak membahayakan personel lain setelah
area tersebut kembali dibuka.

Anda mungkin juga menyukai