BAB V
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA
Kewarganegaraan adalah segala hal yang berhubungan dengan warga negara. Berikut
ini adalah beberapa contoh hak dan kewajiban kita sebagai rakyat Indonesia. Setiap
warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama satu sama lain tanpa terkecuali.
Persamaaan antara manusia selalu dijunjung tinggi untuk menghindari berbagai
kecemburuan sosial yang dapat memicu berbagai permasalahan di kemudian hari.
Namun biasanya bagi yang memiliki banyak uang atau tajir bisa memiliki tambahan
hak dan pengurangan kewajiban sebagai warga negara kesatuan republik Indonesia.
Adapun asas-asas kewarganegaraan universal meliputi ius sanguinis, ius soli, dan
campuran. Pengertian asas-asas tersebut adalah sebagai berikut :
a) Ius sanguinis (law of the blood) adalah asas yang menentukan
kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan
negara tempat kelahiran.
b) Ius soli (law of the soil) adalah asas yang menentukan kewarganegaraan
seseorang berdasarkan negara tempat kelahiran.
c) Kewarganegaraan tunggal adalah asas yang menentukan satu
kewarganegaraan bagi setiap orang.
d) Kewarganegaraan ganda terbatas adalah asas yang menentukan
kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur
undang-undang.
BabV. Hak dan Kewajiban Warga Negara
Adalah asas yang menentukan bahwa segala hal ikhwal yang berhubungan
dengan warga negara harus dilakukan secara terbuka.
h. Asas publisitas
Adalah asas yang menentukan bahwa seseorang yang memperoleh dan atau
kehilangan kewarganegaraan RI akan diumumkan dalam berita negara RI
agar masyarakat mengetahuinya.
Selain dari sisi kelahiran, penentuan kewarganegaraan dapat didasarkan pada aspek
perkawinan yang mencakup asas kesatuan hukum dan asas persamaan derajat :
a. Asas persamaan hukum didasarkan pandangan bahwa suami istri adalah suatu
ikatan yang tidak terpecahkan sebagai inti dari masyarakat. Dalam
menyelenggarakan kehidupan bersama, suami istri perlu mencerminkan suatu
kesatuan yang bulat termasuk dalam masalah kewarganegaraan. Berdasarkan
asas ini diusahakan status kewarganegaraan suami dan istri adalah sama dan
satu.
b. Asas persamaan derajat berasumsi bahwa suatu perkawinan tidak
menyebabkan perubahan status kewarganegaaraan suami atau istri. Keduanya
memiliki hak yang sama untuk menentukan sendiri kewarganegaraan. Jadi
mereka dapat berbeda kewarganegaraan seperti halnya ketika belum
berkeluarga.
Negara memiliki wewenang untuk menentukan warga negara sesuai dengan asas
yang dianut negara tersebut. Dengan adanya kedaulatan ini, pada dasarnya suatu
negara tidak terikat oleh negara lain dalam menentukan kewarganegaraan. Negara
lain juga tidak boleh menentukan siapa saja yang menjadi warga negara dari suatu
negara.
Dalam pewarganegaraan ini ada yang aktif ada pula yang pasif. Dalam
pewarganegaraan aktif, seseorang dapat menggunakan hak opsi untuk memilih atau
mengajukan kehendak menjadi warga negara dari suatu negara. Sedangkan dalam
pewarganegaraan pasif, seseorang yang tidak mau dijadikan warga negara suatu
negara, maka yang bersangkutan dapat menggunakan hak repuidasi yaitu hak untuk
menolak pemberian kewarganegaraan tersebut.
Hak adalah sesuatu yang mutlak menjadi milik kita dan penggunaannya tergantung
kepada kita sendiri. Contohnya yaitu hak mendapatkan pengajaran, hak mendapatkan
nilai dari dosen dan sebagainya.
Kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab.
Contoh kewajiban tersebut antara lain kewajiban melaksanakan tata tertib di kampus,
melaksanakan tugas yang diberikan dosen dengan sebaik baiknya dan sebagainya.
BabV. Hak dan Kewajiban Warga Negara
Hak dan kewajiban warga negara Indonesia tercantum dalam Pasal 27 sampai pasal
34 UUD 1945. Bebarapa hak warga negara Indonesia antara lain sebagai berikut :
a) Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.
b) Hak membela negara
c) Hak berpendapat
d) Hak kemerdekaan memeluk agama
e) Hak mendapatkan pengajaran
f) Hak utuk mengembangkan dan memajukan kebudayaan nasional Indonesia
g) Hak ekonomi untuk mendapat kan kesejahteraan sosial
h) Hak mendapatkan jaminan keadilan sosial
Selain itu ditentuakan pula hak dan kewajiban negara terhadap warganegara. Hak dan
kewajiban negara terhadap warga negara pada dasarnya merupakan hak dan
kewajiban warga negara terhadap negara. Beberapa ketentuan tersebut, anatara lain
sebagai :
a) Hak negara untuk ditaati hukum dan pemerintah
b) Hak negara untuk dibela
c) Hak negara untuk menguasai bumi, air , dan kekayaan untuk kepentingan
rakyat
d) Kewajiban negara untuk menajamin sistem hukum yang adil
e) Kewajiban negara untuk menjamin hak asasi warga negara
f) Kewajiban negara mengembangkan sistem pendidikan nasional untuk rakyat
g) Kewajiban negara meberi jaminan sosial
h) Kewajiban negara memberi kebebasan beribadah
Secara garis besar, hak dan kewajiban warga negara yang telah tertuang dalam UUD
1945 mencakup berbagai bidang. Bidang–bidang ini antara lain, bidang politik dan
pemerintahan, sosial, keagamaan, pendidikan, ekonomi, dan pertahanan.
3.4. Karakteristik Warga Negara Yang Baik
Setiap negara dipastikan menghendaki warga negaranya menjadi warga negara yang
baik (good citizen). Sebab dengan warga negara yang baik maka berimplikasi positif
pada pencapaian tujuan negara yang diharapkan. Artinya, tujuan negara akan dapat
dicapai manakala didukung oleh kualifikasi warga negara yang baik. Pertanyaan
yang mengemuka adalah bagaimana karakteristik warga negara yang baik itu ?
Banyak para ahli (experts) yang mencoba mengidentifikasikan ciri-ciri warga negara
yang baik itu, dan tentu saja dengan sudut pandang atau perspektif yang berbeda.
Dynneson,Gross & Nickel (1989) mengemukakan bahwa : a good citizens is one
who cares about the welfare of other, is ethical in his dealing with others, is able to
challenge and critically question ideas, proposal and suggestions, and in light of
existing circumstances, is able to make good choice based upon good judgments.
Merujuk pada pendapat diatas, warga negara yang baik adalah yang memiliki
kepedulian terhadap keadaan yang lain, memegang teguh prinsip etika dalam
berhubungan dengan sesama, berkemampuan untuk mengajukan gagasan atau ide-ide
kritis, dan berkemampuan membuat menentukan pilihan atas dasar pertimbangan-
pertimbangan yang baik.
Warga negara yang cerdas erat kaitannya dengan kompetensi warga negara, sebab
warga negara yang cerdas mesti memenuhi sejumlah kompetensi serta mampu
mengaplikasikannya dalam praktek kehidupan sehari-hari. Kompetensi merupakan
sejumlah kemampuan yang direfleksikan dalam suatu perbuatan atau perilaku sehari-
hari. Warga negara sebagai bagian penting dari eksistensi negara sudah barang tentu
dituntut ntuk memiliki kompetensi atau kemampuan-kemampuan yang direfleksikan
dalam sikap, perilaku atau perbuatan sebagai warga negara.
Terkait dengan kompetensi warga negara, seorang ahli yang bernama Ricey
mengungkapkan ada enam kompetensi dasar (basic competencies) warga negara
yaitu (1) kemampuan memperoleh informasi dan menggunakan informasi, (2)
membina ketertiban, (3) membuat keputusan, (4) berkomunikasi (5) menjalin kerja
sama dan (6) melakukan berbagai kepentingan secara benar.
Agar anda benar-benar memahami unsur-unsur kompetensi dasar warga negara itu,
berikut diuraikan satu demi satu masing-masing kompetensi tersebut :
Warga negara yang cerdas dalam konteks kehidupan era informasi dewasa ini,
tidak saja dituntut untuk mengetahui berbagai informasi yang berkenaan dengan
berbagai hal baik dalam lingkup lokal, nasional, regional, maupaun internasional.,
melainkan dituntut pula untuk selalu berupaya mencari untuk memperoleh
informasi bahkan mampu menggunakan informasi tersebut secara efektif.
Seorang peramal masa depan (futurolog) yakni Alfin Toffler mengatakan bahwa
era kehidupan manusia dewasa ini adalah masyarakat informasi sebagai
perkembangan dari era kehidupan dari masyarakat sebelumnya yakni masyarakat
industri. Masyarakat informasi ditandai dengan kemajuan yang cukup pesat
dalam bidang teknologi informasi atau dikenal pula information technology (IT),
yang memberikan peluang dan kemudahan bagi setiap orang untuk memperoleh
informasi dalam waktu yang relatif singkat. Berbagai media teknologi informasi
seperti internet saat ini telah menjadi media yang sangat membantu dalam setiap
mengakses informasi dari berbagai penjuru dunia.
3. Membuat keputusan
Coba anda bayangkan, pernahkah dalam kehidupan keseharian baik yang telah
lalu,saat ini ataupun yang akan datang tidak berhadapan dengan pengambilan
keputusan ?. Jawabnya, tentu tidak pernah bukan ?. Mengapa demikian ? Hal ini
dikarenakan setiap saat kita dihadapkan kepada pengambilan keputusan (decision
making) berkait dengan masalah-masalah yang kita hadapi dalam kehidupan di
masyarakat, keluarga, lebih-lebih kehidupan bangsa dan negara. Dalam konteks
ini, warga negara yang cerdas (civic intelligence) adalah warga negara yang
mampu mengambil keputusan secara cerdas. Pengambilan keputusan itu tidak
didasari sikap yang emosional, melainkian oleh sikap dan tindakan yang rasional,
logis, dan sistematis. Keputusan yang didasari pikiran dan spirit yang rasional,
sistematis, dan logis, akan menjadikan keputusan tersebut memiliki kebermaknaan
(meaningfulness) bagi diri sendiri maupun bagi warga masyarakat lainnya.
Dalam berkomunikasi, wujud komunikasi baik secara lisan maupun tulisan yang
diekspresikan warga negara yang cerdas bukan sekedar informasi yang hampa
makna (meaningless) melainkan berisiskan pesan-pesan informasi yang memiliki
atau berbobot makna (meaningful). Dalam teori komunikasi kita mengenal adanya
unsur-unsur komunikasi yaitu pembicara, pesan, media, dan penerima pesan.
Dengan mengacu kepada teori tersebut, komunikasi yang hendaknya
dibangun leh warga negara yang cerdas adalah komunikasi memenuhi unsur-unsur
tersebut, sehingga komunikasi yang terjalin benar-benar berjalan secara efektif
(effective communication).
Dalam kaitan ini, patut dicermati pandangan seorang ahli bernama Gerarld S.
Nirenberg dalam bukunya yang berjudul “getting through to people” sebagaimana
dikutip Dale Carnegie (1993) yang mengatakan “kerjasama dalam percakapan
dapat tercapai apabila anda menunjukan bahwa anda menganggap ide dan
perasaan orang lain sama pentingnya seperti milik anda”. Makna pendapat
tersebut bahwasanya dapat menjalin komunikasi, maka penghargaan tentang
pentingnya ide perasaan orang yang diajak berkomunikasi itu sanagt penting dan
tidak dapat diabaikan untuk dapat memperoleh kemanfaatan dari komunikasi
tersebut.
5. Kerjasama
Warga negara yang cerdas mesti menyadari bahwa keberadaan atau eksistensinya
tidak dapat dilepaskan dengan keberadaan anggota masyarakat yang lain.
Karenanya, sikap yang dikembangkan dari kesadaran tersebut adalah menjalin
kerjasama yang baik sesama warga masyarakat. Dengan cara menghindari sikap-
sikap yang egoistik, materialistik, liberalistik, dan otoriter. Sebaliknya sikap yang
harus dikembangkan adalah sikap-sikap yang dikonsepsikan oleh Bar Tal sebagai
Prosocial, yakni bentuk-bentuk positif dari perilaku masyarakat dengan
masyarakat lain atau kepada dirinnya.
Sikap prososial yang harus dimiliki dan dilaksanakan oleh warga negara yang
cerdas direfleksikan dalam sikap-sikap diantaranya adalah (Sumantri,1999)
a) Mendahuulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi atau
golongan
b) Saling menolong dan membantu
c) Menjunjung tinggi hak asasi manusia yang berakar pada moral
d) Bersikap demokratis yang sehat dan berakar agama
e) Berperilaku saling memberi
f) Berperilaku saling meminjam dengan jujur
Merupakan fakta yang tak terbantahkan apabila setiap individu warga negara
memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Akibatnya, tidak jarang timbul
pertentangan atau konflik dalam kehidupan warga negara. Secara teoritis, kita
mengenal adanya bentuk-bentuk pertentanagan atau atau konflik yakni
intrapersonal conflict, yaitu pertentangan atau konflik yang timbul dalam diri
setiap warga negara sebagai individu. Sedangkan interpersonal conflict,
merupakan konflik atau pertentangan yang melibatkan individu yang satu dengan
yang lainnya sebagai anggota masyarakat.
Dalam kaitan ini, agar kepentingan tersebut tidak saling bertentangan dalam
pelaksanaannya, setiap individu harus memperhatikan kaidah-kaidah atau sistem
norma yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Benar, setiap orang berhak
melaksanakan kepentingannya, namun, patut diingat bahwa pada saat bersamaan
pula orang lain akan menggunakan kepentingan yang dimilikinya. Disinilah
sikap toleran, disiplin, tanggung jawab, respek terhadap kepentingan orang lain,
sangat penting diterapkan agar kepentingan yang dilaksanakan tidak menimbulkan
pertentangan yang bukan tidak mungkin, akan dapat merusak harmonisasi
kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara.
3.6. mmmm
3.7. Mmmmmmmmm
3.8.
2. Partisipasi Politik
Apakah partisipasi politik itu ? dan bagaimana pentingnya partisipasi politik itu ? pertanyaan
inilah yang akan dibahas dalam bagian ini. Untuk memahami pengertian partisipasi politik akan
dikemukakan pandangan para ahli diantaranya adalah Rush dan Althoff (1993) yang mendefinisikan
partisipasi politik sebagai keterlibatan atau keikutsertaan individu warga negara dalam sistem politik.
Huntington dan Nelson (1990) mengartikan partisipasi dalam konteks politik yagn
selanjutnya dikonsepsikan partisipasi politik yaitu kegiatan warga negara preman (private citizen)
yang bertujuan mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah. Lebih lanjut Hunington dan
Nelson menekankan 3 (tiga) hal yang terkandung dalam pengerian partisipasi politik tersebut yaitu :
pertama, partisipasi mencangkup kegiatan-kegiatan politik yang objektif, akan tetapi tidak sikap-sikap
politik yang subjektif. Kedua, yang dimaksud warga negara preman adalah warganegara sebagai
perorangan-perorangan dalam berhadapan dengan masalah politik. Ketiga, kegiatan dalam partisipasi
politik itu difokuskan untuk mempengaruhi penambilan keputusan pemerintah.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa partisipasi politik adalah
keterlibatan warga negara dalam kehidupan sistem politik, yang mana disesuaikan dengan
kemampuan yang dimiliki masing-masing warga negara.
Rush dab Althoff (1993) menguraikan bahwa luasnya partisipasi polititk dalam bentuk
hirarki atau berjenjang, yang dimulai dari yang rendah sampai ke yang tinggi yakni voting, aktif dan
diskusi politik, terlibat dalam rapat umum, demonstrasi, menjadi anggota pasif suatu organisasi semua
politik, keanggotaan aktif suatu organisasi semu politik, keanggotaan pasif suatu organisasi politik,
keanggotaaan aktif suatu organisasi politik, mencari jabatan politik, dan terakhir mendududuki jabatan
politik atau administratif.
Partisipasi politik secara teoritis dapat dibedakan ke dalam dua bagian yaitu partisipasi
politik yang konvensional dan partisipasi politik yang non konvensional. (Mas’oed dan MacAndrew,
2000). Dijelaskan lebih lanjut bahwa bentuk konvensional dianggap sebagai kegiatan partisipasi
politik yang normal dalam negara demokrasi modern. Sedangkan bentuk non-konvensional adalah
bentuk partisipasi politik yang pada umumnya dianggap illegal karena di dalamnya penuh dengan
kekerasan dan bersifat revolusioner.
Berikut ini merupakan bentuk partisipasi politik sebagaimana dikemukakan Mas’oed dan
MacAndrew (2000):
Partisipasi politik konvevsional Partisipasi politik non-
konvensial
Banyak contoh lain partisipasi politik yang dapat dilakukan oleh warga negara sesuai dengan
kemampuan masing-masing. Berikut dikemukakan beberapa contoh perwujudan atau manifestasi
partisipasi politik:
d. Diskusi politik
Dewasa ini berbagai acara diskusi politik berjalan dengan sangat pesatnya. Tidak hanya
bersifat diskusi dalam forum langsung, melainkan juga difasilitasi dengan media massa terutama TV
dan koran yang menyelenggarakan kegiatan yang melibatkan partisipasi aktif anggota masyarakat
untuk melalui diskusi interaktif yang sengaja dikemas semenarik mungkin sehingga menarik minat
keterlibatan masyarakat. Wacana-wacana politik diangkat ke permukaan untuk memperoleh respon
dari masyarakat. Proses diskusi inilah yang merupakan bentuk pendidikan politik yang efektif guna
meningkatkan kemelekan politik dan kedewasaan politik warga masyarakat.
Agar partisipasi politik warga negara sebagaimana dikemukakan di atas dapat dilaksanakan
dengan baik, maka ada beberapa sikap yang harus dihindari yaitu (1) apatis, (2) sinis, (3) alienasi, (4)
anomie.
Apatisme
Secara sederhana apatis dapat didefiniskan sebagai tidak punya minat atau tidak punya
perhatian terhadap orang lain, situasi, atau gejala-gejala pada umumnya dan pada khususnya. Ciri-ciri
apatisme dapat didefinisikan yaitu: (a) ketidakmampuan untuk mengakui tanggungjawab pribadi; (b)
rasa susah; (c) perasaan samar-samar; (d) tidak aman dan merasa terancam; (e) menerima secara
mutlak tanpa tantangan otoritas sah dan nilai-nilai konvensional; (f) pasif.
Sinisme
Sinisme merupakan perasaan yang menghayati tindakan dan motif orang lain dengan rasa
kecurigaan. Agger dalam Althoff (1993) mendefinisikan sinisme sebagai kecurigaan buruk dari sifat
manusia. Perwujudan sikap sinis diantaranya perasaan bahwa politik itu urusan kotor, para politisi
tidak dapat dipercaya, kekuasaan dilaksanakan oleh orang-orang “tanpa muka”, dan sebagainya.
Alienasi
Alienasi politik menurut Lane dalam Althoff (1993) sebagai perasaan keterasingan seseorang
dari politik dan pemerintah masyarakat, dan kecenderungan berfikir mengenai pemerintahan dan
politik bangsa dilakukan oleh orang lain dan untuk orang lain, mengikuti sekumpulan aturan-aturan
yang tidak adil.
Anomie
Lane dalam Althoff (1993) menjelaskan anomie sebagai perasaan kehilangan nilai dan
ketiadaan arah, dimana individu mengalami perasaan tidak efektif dan perasaan tidak dipedulikan oleh
penguasa negara, yang mengakibatkan hilangnya urgensi untuk bertindak, dan tidak terarahnya
tujuan-tujuannya.
e. Partisipasi sosial
Partisipasi sosial warga negara erat hubungannya dengan kegiatan atau aktivitas warganegara
sebagai anggota masyarakat untuk terlibat dan ikut serta dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.
Partisipasi sosial warga negara akan dilakukan dengan baik manakala didukung oleh kepekaan sosial
(social sensivity) yakni kondisi seorang atau individu warga negara yang mudah dan cepat bereaksi
terhadap masalah-masalah sosial kemasyarakatan. Kepekaan sosial yang mapan (establish) pada diri
setiap warganegara akan mendorong terwujudnya warganegara partisipatif khususnya partisipasi
dalam kehidupan sosial dan kemasyarakatan.
Sebagai anggota masyarakat yang saling membutuhkan satu sama lainnya, merupakan suatu
kebutuhan yang tidak dapat dihindari untuk memiliki dan melaksanakan partisipasi sosial tersebut
antara lain yang diwujudkan dengan cara sebagai berikut:
a) Membantu anggota masyarakat yang membutuhkan baik bantuan moril maupun
materil sesuai dengan kemampuan yang dimiliki;
b) Turut serta membantu jalan keluar atas permasalahan yang dihadapi dalam
kehidupan masyarakat;
c) Tidak menjadi beban masyarakat melainkan menjadi motor penggerak masyarakat
ke arah perubahan yang lebih baik;
d) Berpartisipasi dalam kegiatan kerja bakti atau gotong royong yang dilakukan oleh
masyarakat;
e) Turut menjaga keamanan, kenyamanan, dan ketertiban dalam kehidupan
masyarakat, antara lain dengan ikut serta siskamling atau memberikan sumbangan
untuk petugas keamanan;
f) Menjaga persatuan, kesatuan dan keutuhan masyarakat dengan cara mendahulukan
kepentingan umum daripada kepentingan pribadi atau golongan tertentu.
Di samping contoh-contoh di atas, masih banyak contoh sikap dan perilaku
lainnya yang mencerminkan partisipasi sosial yang dapat dilakukan oleh setiap
warganegara dalam kehidupannya sehari-hari. Hal penting yang tidak boleh
diabaikan dalam melakukan partisipasi sosial tersebut adalah apakah partisipasi
sosial itu benar-benar telah didasari oleh keadaran dan komitmen yang kokoh
sebagai anggota masyarakat.