PENDAHULUAN
1
Gambar 1.1 Negara dengan resiko transmisi dengue (WHO, 2011)
Beberapa faktor resiko yang dikaitkan dengan demam dengue dan demam berdarah
dengue antara lain : demografi dan perubahan sosial, suplai air, manejemen sampah padat,
infrastruktur pengontrol nyamuk, consumerism, peningkatan aliran udara dan globalisasi, serta
mikroevolusi virus. Indonesia berada di wilayah endemis untuk demam dengue dan demam
berdarah dengue. Hal tersebut berdasarkan penelitian WHO yang menyimpulkan demam dengue
dan demam berdarah dengue di Indonesia menjadi masalah kesehatan mayor, tingginya angka
kematian anak, endemis yang sangat tinggi untuk keempat serotype, dan tersebar di seluruh
area.3
Selama 5 tahun terakhir, insiden DBD meningkat setiap tahun. Insiden tertinggi pada
tahun 2007 yakni 71,78 per 100.000 pddk, namun pada tahun 2008 menurun menjadi 59,02 per
100.000 penduduk. Walaupun angka kesakitan sudah dapat ditekan namun belum mencapai
target yang diinginkan yakni <20 per 100.000 penduduk.
2
Gambar 1.2 Angka kesakitan dan kematian demam berdarah dengue di Indonesia (Depkes, 2008)
3
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
RS PENDIDIKAN : RSUD KOTA BEKASI
STATUS PASIEN
Nama Mahasiswa : Karina Islamey Putri Pembimbing : dr. Tri Yanti Rahayuningsih Sp.A (K)
NIM : 1061050184 Tanda tangan :
BAB II
ILUSTRASI KASUS
I. IDENTITAS
Data Pasien Ayah Ibu
Nama An.N Tn. M Ny. K
Umur 9 tahun 42 tahun 38 tahun
Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Perempuan
Alamat Perumahan Asabri Indah Blok F18 No.217
Agama Islam Islam Islam
Suku bangsa Jawa
Pendidikan - S1 S1
Pekerjaan - Wiraswasta Wiraswasta
Penghasilan - - -
Keterangan Hubungan dengan orang
tua : Anak Kandung
Tanggal Masuk RS 7 Januari 2016
II. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis kepada keluarga pasien.pada tanggal 8 Januari 2016 pukul
09.00 di bangsal Melati RSUD Bekasi
a. Keluhan Utama :
Demam sejak 4 hari SMRS
b. Keluhan Tambahan :
Mual, muntah, lemas, sakit kepala, mimisan, badan terasa pegal
4
c. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien di bawa ke IGD RSUD Kota Bekasi dengan keluhan demam sejak 4 hari
SMRS. Keluhan muncul tiba-tiba dan dirasakan terus-menerus sepanjang hari. Demam
tidak pernah turun sampai suhu normal. Pasien juga mengeluh sakit kepala sejak 4 hari
SMRS. Mual, muntah dan badan pegal juga dialami oleh pasien. Bintik-bintik merah di
sangkal oleh pasien. Batuk (-), pilek (-), mimisan (+) sejak 1 hari SMRS kurang lebih 2
tissue, gusi berdarah (-), sesak nafas (-), nyeri perut (-). BAB dan BAK tidak ada
keluhan. Pasien sudah di bawa orang tua berobat tetapi keluhan tidak berkurang.
5
e. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :
Pertumbuhan gigi I : - (normal: 5-9 bulan)
Psikomotor
Tengkurap : - (normal: 3-4 bulan)
Duduk : - (normal: 6 bulan)
Berdiri : usia 9 bulan (normal: 9-12 bulan)
Baca dan tulis : 6 tahun
f. Riwayat Makanan
g. Riwayat Imunisasi
Ayah Ibu
Nama Tn. M Ny. K
Perkawinan ke 1 1
Umur 42 tahun 38 tahun
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Kesan : Keadaan kesehatan kedua orang tua dalam keadaan baik
6
i. Riwayat Perumahan dan Sanitasi :
Pasien tinggal di rumah pribadi, dinding terbuat dari tembok, atap terbuat dari
genteng, dan ventilasi cukup. Menurut pengakuan keluarga pasien, keadaan lingkungan
rumah tidak padat, ventilasi, dan pencahayaan baik. Sumber air bersih berasal dari PAM
7
8
e. Kepala
Bentuk : Normocephali, simetris, ubun-ubun tidak
cekung.
Rambut : Rambut hitam, distribusi merata.
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-,
pupil bulat isokor, RCL +/+, RCTL +/+, mata
cekung -/-.
Telinga : Normotia, serumen -/-.
Hidung : Bentuk normal, sekret -/-, NCH -/-,
terdapat hematom (-)
Mulut : Bibir tidak kering, lidah kotor -, faring tidak
hiperemis, tonsil To/To
Leher : Bentuk simteris, KGB tidak teraba membesar, trakea
di tengah.
f. Thorax
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, retraksi -, napas
Kusmaul -
Palpasi : Gerak napas simetris
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi
Pulmo : Suara napas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-
Cor : BJ I dan II reguler, murmur -, gallop –
g. Abdomen
Inspeksi : Perut datar
Auskultasi : Bising usus, frekuensi 4x/menit
Palpasi : Supel, hepatomegali (+) hepar teraba 2 jari di bawah
arcus costae dan 2 jari di bawah prossesu xiphoideus, rata,
kenyal), splenomegali –, Turgor kembali cepat.
Perkusi : Shifting dullness -, nyeri ketuk -, perkusi timpani
9
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium tanggal 7 Januari 2016
Nama Test Hasil Unit Nilai Rujukan
Darah Rutin
Leukosit 3,7 ribu/ul 5-10
Eritrosit 5,58 juta/ul 4-5
Hemoglobin 13,9 g/dl 11-15,5
Hematokrit 42,9 % 40-54
MCV 77,0 fL 75-87
MCH 24,9 Pg 24-30
MCHC 32,3 % 31-37
Trombosit 67 ribu/ul 150-400
Kimia Klinik
Gula darah sewaktu 88 mg/dl 60-110
Elektrolit
Natrium (Na) 139 mmol/L 135-145
Kalium (K) 3,6 mmol/L 3,5-5,0
Clorida (Cl) 97 mmol/L 94-111
Widal
S.Typhi O 1/80
S.Parathyphi AO 1/80
S.Parathyphi BO -
S.Parathyphi CO -
S.Thypi H 1/160
S.Parathypi AH -
S.Parathyphi BH 1/80
S.Parathyphi CH -
10
V. RESUME
Pasien di bawa ke IGD RSUD Kota Bekasi dengan keluhan demam sejak 4 hari
SMRS. Keluhan muncul tiba-tiba dan dirasakan terus-menerus sepanjang hari. Demam tidak
pernah turun sampai suhu normal. Pasien juga mengeluh sakit kepala sejak 4 hari SMRS.
Mual, muntah dan badan pegal juga dialami oleh pasien. Bintik-bintik merah di sangkal oleh
pasien. Batuk (-), pilek (-), mimisan (+) sejak 1 hari SMRS kurang lebih 2 tissue, gusi
berdarah (-), sesak nafas (-), nyeri perut (-). BAB dan BAK tidak ada keluhan. Pasien sudah
11
VIII. PENATALAKSANAAN
Rawat inap di bangsal
Infus Kristaloid 5ml/kgBB/jam = 175ml/jam
Paracetamol 10 mg/kgBB/kali = 350 mg (3 x 350 mg)
Ranitidin 2 x 500 mg (IV)
IX. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad fungsionam : bonam
Ad sanationam : bonam
12
Follow Up
13
jari di bawah prossesus
xiphoideus,rata, kenyal),
splenomegali –, Shifting
dullness – Infus RL45 tetes
14
BAB III
PEMBAHASAN
I. DEFINISI
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan
oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Virus dengue
Demam dengue/Dengue Fever merupakan manifestasi klinis yang ringan, sedang DBD atau
yang berat.
II. EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian
terutama pada anak, serta sering menimbulkan kejadian luar biasa/wabah. Proporsi kasus
III. ETIOLOGI
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam group B arthropod borne virus (arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai
genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm
terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106 .
15
Gambar 1.3 Virus Dengue (Smith, 2002)
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya
dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotype
salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang
bersangkutan tetapi tidak ada perlindungnan terhadap serotipe yang lain. Seseorang yang
tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi dengan 3 atau bahkan 4 serotipe selama
hidupnya. Keempat jenis serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia.5
Virus Dengue dapat ditularkan oleh Nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes
albopictus. Nyamuk Aedes aegypti merupakan nyamuk yang paling sering ditemukan.
Nyamuk Aedes aegypti hidup di daerah tropis, terutama hidup dan berkembang biak di
dalam rumah, yaitu tempat penampungan air jernih atau tempat penampungan air sekitar
rumah. Nyamuk ini sepintas lalu tampak berlurik, berbintik – bintik putih, biasanya
menggigit pada siang hari, terutama pada pagi dan sore hari. Jarak terbang nyamuk ini 100
meter. Sedangkan nyamuk Aedes albopictus memiliki tempat habitat di tempat air jernih.
Biasanya nyamuk ini berada di sekitar rumah dan pohon – pohon, tempat menampung air
16
hujan yang bersih, seperti pohon pisang, pandan, kaleng bekas. Nyamuk ini menggigit pada
Gambar 1.4 Distribusi nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus (WHO, 2011)
IV. PATOGENESIS
Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup. Maka demi
kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu (host) terutama
dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya
tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul antibodi, namun
bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat
menimbulkan kematian.2
Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom Syok Dengue) masih merupakan masalah yang
kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah hipotesis infeksi
sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis immune enhancement. Hipotesis
ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya
dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk
menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain
yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian
17
berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena
antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan
replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibody dependent enhancement
(ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel
mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif
dapat dilihat pada Gambar 1 yang dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977. Sebagai akibat infeksi
sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respons antibodi
anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan
transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu,
replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat
terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya virus
aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan
peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang
intravaskular ke ruang ekstravaskular. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat
berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini
terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan
terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi
secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal; oleh karena
18
Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain dapat
mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada
tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam
genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi
dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain virus mempunyai
kemampuan untuk menimbulkan wabah yang besar. Kedua hipotesis tersebut didukung oleh data
sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah (skema 2). Kedua faktor tersebut
akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari
19
ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan
menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi
trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III
ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation product) sehingga terjadi penurunan
walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi
koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin
sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok.
20
Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositpenia, penurunan faktor pembekuan
(akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya,
V. DIAGNOSIS
Muncul tiba-tiba
Gusi berdarah (-), sesak nafas (-). BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Pasien sudah di bawa orang tua berobat tetapi keluhan tidak berkurang.
21
Suhu tubuh : 37,6 0C
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Kesan : Tidak ada tanda-tanda syok
Data antropometri
Status gizi BB/TB : (Obesitas) Hati-hati lebih mudah terjadi syok
Pemeriksaan Sistematis :
Kepala : Tidak ada kelainan menyingkirkan kemungkinan lain penyebab demam
(infeksi pada telinga, hidung, tenggorokan, tanda lidah kotor pada demam tifoid, infeksi
Abdomen : hepatomegali (+) hepar teraba 2 jari di bawah arcus costae dan 2 jari di
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, pasien dapat diagnosa
Demam Berdarah Dengue Grade II (WHO 1997), DBD tanpa syok (WHO 2011), karena
sesuai dengan kriteria diagnosis DBD menurut WHO tahun 1997 dan 2011 :
22
Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal dibawah ini
dipenuhi:2
Demam atau riwayat demam akut, antara 2 – 7 hari, biasanya bifasik
Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:
1. Uji bendung positif
2. Petekie, ekimosis, atau purpura
3. Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi)
4. Hematemesis/melena
Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul)
Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut:
1. Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan
jenis kelamin
2. Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan
dengan nilai hematokrit sebelumnya
3. Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites atau hipoproteinemi.
23
Kriteria klinis DBD menurut WHO 2011 :
3. Pembesaran hati
4. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi (≤20 mmHg),
hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak gelisah.
Kriteria laboratorium
1. Trombositopenia (≤100.000/mikroliter)
2. Hemokonsentrasi, dilihat dari peningkatan hematokrit > 20% dari nilai dasar /
2. Hipoalbuminemia
24
Pembagian derajat DBD menurut WHO 2011 :
Manifestasi klinis menurut kriteria diagnosis WHO 2011, infeksi dengue dapat terjadi
asimtomatik dan simtomatik. Infeksi dengue simtomatik terbagi menjadi undifferentiated fever
(sindrom infeksi virus) dan demam dengue (DD) sebagai infeksi dengue ringan; sedangkan
infeksi dengue berat terdiri dari demam berdarah dengue (DBD) dan expanded dengue syndrome
atau isolated organopathy. Perembesan plasma sebagai akibat plasma leakage merupakan tanda
patognomonik DBD, sedangkan kelainan organ lain serta manifestasi yang tidak lazim
dikelompokkan ke dalam expanded dengue syndrome atau isolated organopathy. Secara klinis,
DD dapat disertai dengan perdarahan atau tidak; sedangkan DBD dapat disertai syok atau tidak
(Skema 3).
25
Skema 4. Skema kriteria diagnosis infeksi dengue menurut WHO 2011 Sumber:World Health
Organization-South East Asia Regional Office. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of
Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. India: WHO; 2011dengan modifikasi.
Dalam perjalanan penyakit infeksi dengue, terdapat tiga fase perjalanan infeksi dengue, yaitu :
2. Fase kritis/ perembesan plasma: onset mendadak adanya perembesan plasma dengan derajat
26
Berdasarkan perjalanan penyakit, pasien sedang berada dalam fase
kritis, oleh karena itu diperlukan pemantauan terhadap keadaan umum
dan tanda-tanda syok.
Gambaran klinis
Pada undifferentiated fever, demam sederhana yang tidak dapat dibedakan dengan penyebab
virus lain. Demam disertai kemerahan berupa makulopapular, timbul saat demam reda. Gejala
Anamnesis: demam mendadak tinggi, disertai nyeri kepala, nyeri otot & sendi/tulang, nyeri
retro-orbital, photophobia, nyeri pada punggung, facial flushed, lesu, tidak mau makan,
Pemeriksaan fisik :
27
Pada hari sakit ke 1-3 tampak flushing pada muka (muka kemerahan), leher, dan dada
Mendekati akhir dari fase demam dijumpai petekie pada kaki bagian dorsal, lengan atas, dan
tangan
Convalescent rash, berupa petekie mengelilingi daerah yang pucat pada kulit yg normal,
Manifestasi perdarahan
o Mimisan hebat, menstruasi yang lebih banyak, perdarahan saluran cerna (jarang terjadi,
Terdapat tiga fase dalam perjalanan penyakit, meliputi fase demam, kritis, dan masa
Fase demam
Anamnesis
Demam tinggi, 2-7 hari, dapat mencapai 40°C, serta terjadi kejang demam. Dijumpai
facial flush, muntah, nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, nyeri tenggorok dengan faring
Pemeriksaan fisik
o Manifestasi perdarahan
b. Mudah lebam dan berdarah pada daerah tusukan untuk jalur vena.
28
d. Epistaksis, perdarahan gusi
f. Hematuria (jarang)
g. Menorrhagia
o Hepatomegali teraba 2-4 cm di bawah arcus costae kanan dan kelainan fungsi hati
Berbeda dengan DD, pada DBD terdapat hemostasis yang tidak normal, perembesan plasma
(khususnya pada rongga pleura dan rongga peritoneal), hipovolemia, dan syok, karena terjadi
cairan ke dalam rongga pleura dan rongga peritoneal terjadi selama 24-48 jam.
Fase kritis
Fase kritis terjadi pada saat perembesan plasma yang berawal pada masa transisi dari saat
demam ke bebas demam (disebut fase time of fever defervescence) ditandai dengan:
b. Tanda perembesan plasma seperti efusi pleura dan asites, edema pada dinding kandung
empedu. Foto dada (dengan posisi right lateral decubitus = RLD) dan ultrasonografi
c. Terjadi penurunan kadar albumin >0.5g/dL dari nilai dasar / <3.5 g% yang merupakan
Tanda-tanda syok: anak gelisah sampai terjadi penurunan kesadaran, sianosis, nafas cepat,
nadi teraba lembut sampai tidak teraba. Hipotensi, tekanan nadi ≤20 mmHg, dengan
29
peningkatan tekanan diastolik. Akral dingin, capillary refill time memanjang (>3 detik).
multipel organ, dan perdarahan hebat apabila syok tidak dapat segera diatasi.
Fase penyembuhan ditandai dengan diuresis membaik dan nafsu makan kembali merupakan
indikasi untuk menghentikan cairan pengganti. Gejala umum dapat ditemukan sinus
bradikardia/ aritmia dan karakteristik confluent petechial rash seperti pada DD.
Manifestasi berat yang tidak umum terjadi meliputi organ seperti hati, ginjal, otak,dan
jantung. Kelainan organ tersebut berkaitan dengan infeksi penyerta, komorbiditas, atau
Pemeriksaan Penunjang
a. Darah5
1) Kadar trombosit darah menurun (trombositopenia) (≤ 100000/µI)
2) Hematokrit meningkat ≥ 20%, merupakan indikator akan timbulnya renjatan. Kadar
trombosit dan hematokrit dapat menjadi diagnosis pasti pada DBD dengan dua
kriteria tersebut ditambah terjadinya trombositopenia, hemokonsentrasi serta
dikonfirmasi secara uji serologi hemaglutnasi (Brasier, Ju, Garcia, Spratt, Forshey,
Helsey, 2012).
30
Gambar: Perubahan Ht, Trombosit, dan LPB dalam perjalanan DHF
b. Urine
Kadar albumine urine positif (albuminuria) (Vasanwala, Puvanendran, Chong, Ng,
Suhail, Lee, 2011).
c. Foto thorax
Pada pemeriksaan foto thorax dapat ditemukan efusi pleura. Umumnya posisi lateral
dekubitus kanan (pasien tidur di sisi kanan) lebih baik dalam mendeteksi cairan
dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi berbaring.
d. USG
Pemeriksaan USG biasanya lebih disukai pada anak dan dijadikan sebagai pertimbangan
karena tidak menggunakan system pengion (Sinar X) dan dapat diperiksa sekaligus
31
berbagai organ pada abdomen. Adanya acites dan cairan pleura pada pemeriksaan USG
dapat digunakan sebagai alat menentukan diagnose penyakit yang mungkin muncul lebh
berat misalnya dengan melihat ketebalan dinding kandung empedu dan penebalan
pancreas.
e. Diagnosis Serologis
Uji serologi IgM dan IgG anti dengue :
Antibodi IgM anti dengue dapat dideteksi pada hari sakit ke-5 sakit, mencapai
puncaknya pada hari sakit ke 10-14, dan akan menurun/ menghilang pada akhir
Antibodi IgG anti dengue pada infeksi primer dapat terdeteksi pada hari sakit ke-14.
dan menghilang setelah 6 bulan sampai 4 tahun. Sedangkan pada infeksi sekunder IgG
Rasio IgM/IgG digunakan untuk membedakan infeksi primer dari infeksi sekunder.
Apabila rasio IgM:IgG >1,2 menunjukkan infeksi primer namun apabila IgM:IgG
f. Antigen NS1 dapat dideteksi pada hari ke-1 setelah demam dan akan menurun
sehingga tidak terdeteksi setelah hari sakit ke-5-6. Deteksi antigen virus ini dapat
digunakan untuk diagnosis awal menentukan adanya infeksi dengue, namun tidak
a. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri virus, atau
infeksi parasit seperti demam tifoid,campak, influenza hepatitis, demam, chikungunya,
leptospirosis, dan malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi
dapat membedakan antara DBD dengan penyakit lain.6
b. Demam berdarah dengue harus dibedakan dengan demam chikungunya (DC). Pada DC
biasanya seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya mirip dengan
32
influenza. Bila dibandingkan dengan DBD, DC memperlihatkan serangan demam
mendadak, masa demam lebih pendek, suhu lebih tinggi, hamper selalu disertai ruam
makulopapular,injeksi konjungtiva, dan lebih sering dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji
tourniquet positif, petekie epistaksis hampir sama dengan DBD. Pada DC tidak
ditemukan perdarahan gastrointestinal dan syok.
c. Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit infeksi,
misalnya sepsis, meningitis meningokokus. Pada sepsis, sejak semula pasien tampak
sakit berat, demam naik turun, dan ditemukan tanda-tanda infeksi. Disamping itu jelas
terdapat leukositosis disertai dominasi sel polimorfonuklear (pergeseran kekiri pada
hitung jenis) pemeriksaan LED dapat dipergunakan untuk membedakan infeksi bakteri
dengan virus. Pada meningitis meningokokus, jelas terdapat gejala rangsangan meningeal
dan kelainan pada pemeriksaan cairan serebrospinal
d. Idiophatic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD derajat II, oleh
karena didapatkan demamdisertai perdarahan dibawah kulit. Pada hari-hari pertama,
diagnosis ITP sulit dibedakan dengan penyakit DBD, tetapi pada ITP demam cepat
menghilang, tidak dijumpai leukopeni, tidak dijumpai hemokonsentrasi, tidak dijumpai
pergeseran kekanan pada hitung jenis. Pada fase penyembuhan DBD jumlah
trombositlebih cepat kembali normal daripada ITP
e. Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia atau anemia aplastik. Pada leukemia demam
tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak sangat anemis. Pemeriksaan darah tepi
dan sumsum tulang akan memperjelasdiagnosis leukemia. Pada anemia aplastik akan
sangat anemic, demam timbul karena infeksi sekunder. Pada pemeriksaan darah
ditemukan pansitopenia (leukosit, hemoglobin, trombosit menurun). Pada pasien dengan
perdarahan hebat pemeriksaan foto toraks dan atau kadar protein dapat membantu
menegakkan diagnosis. Pada DBD ditemukan efusi pleura dan hipoproteinemia sebagai
tanda perembesan plasma.
33
VII. PENATALAKSANAAN
a.Pre Hospital7
Penatalaksanaanprehospital DBD bisa dilakukan melalui 2 cara yaitu pencegahan
dan penanganan pertama pada penderita demam berdarah. DinasKesehatan Kota
Denpasar menjelaskan pencegahan yang dilakukan meliputi kegiatan pemberantasan
sarang nyamuk (PSN), yaitu kegiatan memberantas jentik ditempat
perkembangbiakan dengan cara 3M Plus:
1) Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak mandi /
WC, drum, dan lain-lain seminggu sekali (M1).
2) Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong air/tempayan, dan
lain-lain (M2).
3) Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air
hujan (M3).
34
Pada orang yang menderita demam berdarah pada awalnya mengalami demam
tinggi. Kondisi demam dapat mengakibatkan tubuh kekurangan cairan karena
penguapan, apalagi bila gejala yang menyertai adalah muntah atau intake tidak
adekuat (tidak mau minum), akhirnya jatuh dalam kondisi dehidarasi. Pertolongan
pertama yang dapat diberikan adalah mengembalikan cairan tubuh yaitu meberikan
minum 2 liter/hari (kira – kira 8 gelas) atau 3 sendok makan tiap 15 menit. Minuman
yang diberikan sesuai selera misalnya air putih, air teh manis, sirup, sari buah, susu,
oralit, shoft drink, dapat juga diberikan nutricious diet yang banyak beredar saat ini.
Untuk mengetahui pemberian cairan cukup atau masih kurang, perhatikan jumlah
atau frakuensi kencing. Frekuansi buang air kecil minimal 6 kali sehari menunjukkan
pemberian cairan mencukupi
Jalur triase kasus tersangka infeksi dengue (WHO 2011) Sumber:World Health Organization-South East
Asia Regional Office. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue
Hemorrhagic Fever. India: WHO; 2011dengan modifikasi.
35
Tanda kegawatan
Tanda kegawatan dapat terjadi pada setiap fase pada perjalanan penyakit infeksi dengue, seperti
berikut :
1. Tidak ada perbaikan klinis/perburukan saat sebelum atau selama masa transisi ke fase
5. Perdarahan: epistaksis, buang air besar hitam, hematemesis, menstruasi yang hebat,
Pasien dalam kasus tidak menunjukkan tanda kegawatan tetapi termasuk resiko tinggi
(karena obesitas), oleh karena itu perlu dilakukan pemberian cairan IV dan monitor DBD.
1. Keadaan umum, nafsu makan, muntah, perdarahan, dan tanda dan gejala lain
2. Perfusi perifer sesering mungkin karena sebagai indikator awal tanda syok, serta mudah
3. Tanda vital: suhu, nadi, pernapasan, tekanan darah, diperiksa minimal setiap 2-4 jam
pada pasien non syok & 1-2 jam pada pasien syok.
36
4. Pemeriksaan hematokrit serial setiap 4-6 jam pada kasus stabil dan lebih sering pada
5. Diuresis setiap 8-12 jam pada kasus tidak berat dan setiap jam pada pasien dengan syok
6. Jumlah urin harus 1 ml/kg berat badan/jam ( berdasarkan berat badan ideal)
1. Pasien tidak dapat asupan yang adekuat untuk cairan per oral atau muntah
2. Cairan koloid digunakan pada pasien dengan perembesan plasma hebat, dan tidak ada
3. Volume cairan rumatan + dehidrasi 5% harus diberikan untuk menjaga volume dan
4. Pada pasien dengan obesitas, digunakan berat badan ideal sebagai acuan untuk
37
Tabel Cairan yang dibutuhkan berdasarkan berat badan
Berdasarkan cara pemberian cairan IV diatas, seharusnya pada pasien dengan BBI 35 kg
Pemeriksaan laboratorium baik pada kasus syok maupun non syok saat tidak ada perbaikan
klinis walaupun penggantian volume sudah cukup, maka perhatikan ABCS yang terdiri dari,
Tata laksana infeksi dengue berdasarkan fase perjalanan penyakit Fase Demam
Pada fase demam, dapat diberikan antipiretik + cairan rumatan / atau cairan oral apabila anak
38
Medikamentosa
o Diusahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya antasid, anti
emetik) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati Pasien tetap diberikan
o Kortikosteroid diberikan pada DBD ensefalopati apabila terdapat perdarahan saluran cerna
Supportif
Fase Kritis
Pada fase kritis pemberian cairan sangat diperlukan yaitu kebutuhan rumatan + defisit, disertai
39
Tatalaksana DBD dengan Syok
Cairan: 20 ml/kg cairan bolus dalam 10-15 menit, bila tekanan darah sudah didapat cairan
Bila syok belum teratasi: setelah 10ml/kg pertama diulang 10 ml/kg, dapat diberikan bersama
koloid 10-30ml/kgBB secepatnya dalam 1 jam dan koreksi hasil laboratorium yang tidak
normal
Monitor ketat (pemasangan katerisasi urin, katerisasi pembuluh darah vena pusat / jalur arteri)
40
Apabila jalur intravena tidak didapatkan segera, coba cairan elektrolit per oral bila pasien sadar
atau jalur intraoseus. Jalur intraoseus dilakukan dalam keadaan darurat atau setelah dua kali
kegagalan mendapatkan jalur vena perifer atau setelah gagal pemberian cairan melalui oral.
Perdarahan hebat
Apabila sumber perdarahan dapat diidentifikasi, segera hentikan. Transfusi darah segera
adalah darurat tidak dapat ditunda sampai hematokrit turun terlalu rendah. Bila darah yang
hilang dapat dihitung, harus diganti. Apabila tidak dapat diukur, 10 ml/kg darah segar atau 5
ml/kg PRC harus diberikan dan dievaluasi. Pada perdarahan saluran cerna, H2 antagonis dan
Tidak ada bukti yang mendukung penggunaan komponen darah seperti suspense trombosit,
kelebihan cairan.
Fase Recovery
Pada fase penyembuhan diperlukan cairan rumatan atau cairan oral, serta monitor tiap 12-24
jam.
Pasien dapat dipulangkan apabila telah terjadi perbaikan klinis sebagai berikut.
Perbaikan klinis, tidak ada demam, tidak ada distres pernafasan, dan nadi teratur
Diuresis baik
41
Minimum 2-3 hari setelah sembuh dari syok
Tidak ada kegawatan napas karena efusi pleura, tidak ada asites
Trombosit >50.000 /mm3. Pada kasus DBD tanpa komplikasi, pada umumnya jumlah
42
Bagan 1. Tatalaksana kasus tersangka DBD[2]
Tersangka
Tersangka DBD
DBD
Demam tinggi, mendadak
terus menerus <7 hari
tidak disertai infeksi saluran nafas bagian atas,
badan lemah/lesu
43
Bagan 2. Tatalaksana kasus DBD derajat I dan II tanpa peningkatan hematokrit[2]
Gejala klinis:
Demam 2-7 hari
Uji torniquet (+) atau
perdarahan spontan
Laboratorium:
Hematokrit tidak meningkat
Trombositopenia (ringan)
Infus ganti RL
Perbaikan klinis dan laboratoris (tetesan disesuaikan, lihat Bagan 4)
44
Bagan 3. Tatalaksana kasus DBD derajat II dengan peningkatan
hematokrit >20%[2]
DBDDBD
derajat I atau
derajat II dengan
I atau peningkatan
II dengan hematokrit
peningkatan >20%
hematokrit >20%
Cairan awal
RL/RA/NaCl 0,9% atau RLD5/NaCl 0,9%+D5
6-7 ml/kgBB/jam
Monitor tanda vital/Nilai Ht & Trombosit tiap 6 jam
Perbaikan
Sesuaikan tetesan
Distress pernafasan Ht turun 3
ml/kgBB/jam Ht naik
Tek.nadi < 20 mmHg
IVFD stop setelah 24-48 jam
Apabila tanda vital/Ht stabil danKoloid Transfusi darah segar
diuresis cukup 20-30 ml/kgBB 10 ml/kgBB
Indikasi Transfusi pd
Anak
- Syok yang belum teratasi
Perbaikan - Perdarahan masif
45
Bagan 4. Tatalaksana kasus DBD derajat III dan IV
DBDDBD derajat
derajat III &III
IV& IV
46
DAFTAR PUSTAKA
47