Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

Demam Berdarah Dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit


infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau
nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis
hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh 2.
Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus
genus Flavivirus, famili Flaviviridae, mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3,
DEN-4, dan ditularkan melalui perantara nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Dari 4
serotipe dengue yang terdapat di Indonesia, DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan
banyak berhubungan dengan kasus berat, diikuti dengan serotipe DEN-2. World Health
Organization - South-East Asia Regional Office (WHO-SEARO) melaporkan bahwa pada tahun
2009 terdapat 156052 kasus dengue dengan 1396 jumlah kasus kematian di Indonesia dan case-
fatality rates (CFR)0.79%.
Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan berbagai negara bervariasi disebabkan
beberapa faktor, antara lain status umur penduduk, kepadatan vektor, tingkat penyebaran virus
dengue, prevalensi serotipe virus dengue dan kondisi meteorologis. Secara keseluruhan tidak
terdapat perbedaan antara jenis kelamin, tetapi kematian ditemukan lebih banyak terjadi pada
anak perempuan daripada anak laki-laki. Pada awal terjadinya wabah di sebuah negara, pola
distribusi umur memperlihatkan proporsi kasus terbanyak berasal dari golongan anak berumur
<15 tahun (86-95%). Namun pada wabah selanjutnya, jumlah kasus golongan usia dewasa muda
meningkat. Di Indonesia pengaruh musim terhadap DBD tidak begitu jelas, namun secara garis
besar jumlah kasus meningkat antara September sampai Februari dengan mencapai puncaknya
pada bulan Januari 3.

1
Gambar 1.1 Negara dengan resiko transmisi dengue (WHO, 2011)

Beberapa faktor resiko yang dikaitkan dengan demam dengue dan demam berdarah
dengue antara lain : demografi dan perubahan sosial, suplai air, manejemen sampah padat,
infrastruktur pengontrol nyamuk, consumerism, peningkatan aliran udara dan globalisasi, serta
mikroevolusi virus. Indonesia berada di wilayah endemis untuk demam dengue dan demam
berdarah dengue. Hal tersebut berdasarkan penelitian WHO yang menyimpulkan demam dengue
dan demam berdarah dengue di Indonesia menjadi masalah kesehatan mayor, tingginya angka
kematian anak, endemis yang sangat tinggi untuk keempat serotype, dan tersebar di seluruh
area.3
Selama 5 tahun terakhir, insiden DBD meningkat setiap tahun. Insiden tertinggi pada
tahun 2007 yakni 71,78 per 100.000 pddk, namun pada tahun 2008 menurun menjadi 59,02 per
100.000 penduduk. Walaupun angka kesakitan sudah dapat ditekan namun belum mencapai
target yang diinginkan yakni <20 per 100.000 penduduk.

2
Gambar 1.2 Angka kesakitan dan kematian demam berdarah dengue di Indonesia (Depkes, 2008)

3
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
RS PENDIDIKAN : RSUD KOTA BEKASI

STATUS PASIEN
Nama Mahasiswa : Karina Islamey Putri Pembimbing : dr. Tri Yanti Rahayuningsih Sp.A (K)
NIM : 1061050184 Tanda tangan :

BAB II
ILUSTRASI KASUS
I. IDENTITAS
Data Pasien Ayah Ibu
Nama An.N Tn. M Ny. K
Umur 9 tahun 42 tahun 38 tahun
Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Perempuan
Alamat Perumahan Asabri Indah Blok F18 No.217
Agama Islam Islam Islam
Suku bangsa Jawa
Pendidikan - S1 S1
Pekerjaan - Wiraswasta Wiraswasta
Penghasilan - - -
Keterangan Hubungan dengan orang
tua : Anak Kandung
Tanggal Masuk RS 7 Januari 2016

II. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis kepada keluarga pasien.pada tanggal 8 Januari 2016 pukul
09.00 di bangsal Melati RSUD Bekasi
a. Keluhan Utama :
Demam sejak 4 hari SMRS

b. Keluhan Tambahan :
Mual, muntah, lemas, sakit kepala, mimisan, badan terasa pegal

4
c. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien di bawa ke IGD RSUD Kota Bekasi dengan keluhan demam sejak 4 hari

SMRS. Keluhan muncul tiba-tiba dan dirasakan terus-menerus sepanjang hari. Demam

tidak pernah turun sampai suhu normal. Pasien juga mengeluh sakit kepala sejak 4 hari

SMRS. Mual, muntah dan badan pegal juga dialami oleh pasien. Bintik-bintik merah di

sangkal oleh pasien. Batuk (-), pilek (-), mimisan (+) sejak 1 hari SMRS kurang lebih 2

tissue, gusi berdarah (-), sesak nafas (-), nyeri perut (-). BAB dan BAK tidak ada

keluhan. Pasien sudah di bawa orang tua berobat tetapi keluhan tidak berkurang.

Di lingkungan sekolah ada beberapa teman yang mengalami demam.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama.
Pasien belum pernah di rawat di RS

Riwayat Penyakit Keluarga


Di dalam keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan yang sama

d. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

KEHAMILAN Morbiditas Tidak ada


Perawatan antenatal Kontrol rutin ke bidan setiap
1x/bulan
KELAHIRAN Tempat kelahiran Di rumah sakit
Penolong persalinan Bidan
Cara persalinan Spontan per vaginam
Masa gestasi 39 minggu
Keadaan bayi BBL : 3100 gram
PB : 48 cm
Apgar Score tidak diketahui
Tidak ada kelainan bawaan

5
e. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :
Pertumbuhan gigi I : - (normal: 5-9 bulan)
Psikomotor
Tengkurap : - (normal: 3-4 bulan)
Duduk : - (normal: 6 bulan)
Berdiri : usia 9 bulan (normal: 9-12 bulan)
Baca dan tulis : 6 tahun

Kesan : Riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai usia

f. Riwayat Makanan

Umur (bulan) ASI/PASI Buah/biskuit Bubur susu Nasi tim


0-2 +/-
2-4 +/-
4-6 +/-
6-7 -/+ - + -
8-10 -/+ + + -
10-12 Nasi Biasa
Kesan : kebutuhan gizi pasien terpenuhi cukup baik

g. Riwayat Imunisasi

Vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)


BCG 1 bln
DPT 2 bln 4 bln 6 bln
POLIO lahir 2 bln 4 bln 6 bln
CAMPAK 9 bln
HEPATITIS B lahir 1 bln 6 bln
Kesan : Riwayat imunisasi pasien menurut PPI lengkap
h. Riwayat Keluarga

Ayah Ibu
Nama Tn. M Ny. K
Perkawinan ke 1 1
Umur 42 tahun 38 tahun
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Kesan : Keadaan kesehatan kedua orang tua dalam keadaan baik

6
i. Riwayat Perumahan dan Sanitasi :
Pasien tinggal di rumah pribadi, dinding terbuat dari tembok, atap terbuat dari
genteng, dan ventilasi cukup. Menurut pengakuan keluarga pasien, keadaan lingkungan
rumah tidak padat, ventilasi, dan pencahayaan baik. Sumber air bersih berasal dari PAM

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status generalis (Anak perempuan, 9 tahun, BB: 45 kg, PB: 135 cm)
a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
c. Tanda Vital
 Kesadaran : Compos mentis
 Frekuensi nadi : 80 x/m, kuat angkat, isi cukup
 Frekuensi pernapasan : 24 x/m
 Suhu tubuh : 37,6 0C
 Tekanan Darah : 120/80 mmHg
d. Data antropometri
 Berat badan : 45 kg
 Panjang badan : 135 cm
Status gizi BB/TB : 45/30 x 100% = 150 % (Obesitas)

7
8
e. Kepala
 Bentuk : Normocephali, simetris, ubun-ubun tidak
cekung.
 Rambut : Rambut hitam, distribusi merata.
 Mata : Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-,
pupil bulat isokor, RCL +/+, RCTL +/+, mata
cekung -/-.
 Telinga : Normotia, serumen -/-.
 Hidung : Bentuk normal, sekret -/-, NCH -/-,
terdapat hematom (-)
 Mulut : Bibir tidak kering, lidah kotor -, faring tidak
hiperemis, tonsil To/To
 Leher : Bentuk simteris, KGB tidak teraba membesar, trakea
di tengah.
f. Thorax
 Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, retraksi -, napas
Kusmaul -
 Palpasi : Gerak napas simetris
 Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
 Auskultasi
Pulmo : Suara napas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-
Cor : BJ I dan II reguler, murmur -, gallop –
g. Abdomen
 Inspeksi : Perut datar
 Auskultasi : Bising usus, frekuensi 4x/menit
 Palpasi : Supel, hepatomegali (+) hepar teraba 2 jari di bawah
arcus costae dan 2 jari di bawah prossesu xiphoideus, rata,
kenyal), splenomegali –, Turgor kembali cepat.
 Perkusi : Shifting dullness -, nyeri ketuk -, perkusi timpani

h. Kulit : Pucat -, ikterik -, petekie + (test tourniqet)


i. Ekstremitas : Akral hangat, sianosis (-), oedem (-), ikterik (-), CRT <
2 detik

9
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium tanggal 7 Januari 2016
Nama Test Hasil Unit Nilai Rujukan
Darah Rutin
Leukosit 3,7 ribu/ul 5-10
Eritrosit 5,58 juta/ul 4-5
Hemoglobin 13,9 g/dl 11-15,5
Hematokrit 42,9 % 40-54
MCV 77,0 fL 75-87
MCH 24,9 Pg 24-30
MCHC 32,3 % 31-37
Trombosit 67 ribu/ul 150-400
Kimia Klinik
Gula darah sewaktu 88 mg/dl 60-110
Elektrolit
Natrium (Na) 139 mmol/L 135-145
Kalium (K) 3,6 mmol/L 3,5-5,0
Clorida (Cl) 97 mmol/L 94-111
Widal
S.Typhi O 1/80
S.Parathyphi AO 1/80
S.Parathyphi BO -
S.Parathyphi CO -
S.Thypi H 1/160
S.Parathypi AH -
S.Parathyphi BH 1/80
S.Parathyphi CH -

10
V. RESUME

Pasien di bawa ke IGD RSUD Kota Bekasi dengan keluhan demam sejak 4 hari

SMRS. Keluhan muncul tiba-tiba dan dirasakan terus-menerus sepanjang hari. Demam tidak

pernah turun sampai suhu normal. Pasien juga mengeluh sakit kepala sejak 4 hari SMRS.

Mual, muntah dan badan pegal juga dialami oleh pasien. Bintik-bintik merah di sangkal oleh

pasien. Batuk (-), pilek (-), mimisan (+) sejak 1 hari SMRS kurang lebih 2 tissue, gusi

berdarah (-), sesak nafas (-), nyeri perut (-). BAB dan BAK tidak ada keluhan. Pasien sudah

di bawa orang tua berobat tetapi keluhan tidak berkurang.

Di lingkungan sekolah ada beberapa teman yang mengalami demam.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan Keadaan umum: TSS, Kesadaran : Compos


mentis, TTV: tidak ditemukan tanda-tanda syok. Status gizi: Obesitas
Abdomen : Palpasi : Supel, hepatomegali (+) hepar teraba 2 jari di bawah arcus
costae dan 2 jari di bawah prossesus xiphoideus,rata, kenyal), splenomegali –. Turgor
kembali cepat. Petekie + (test tourniqet)

VI. DIAGNOSIS KERJA


Demam Berdarah Dengue Grade II

VII. DIAGNOSIS BANDING


Demam Tifoid
Viral infection
Demam chikungunya

VII. PEMERIKSAAN ANJURAN


NS-1
IgM dan IgG anti dengue

11
VIII. PENATALAKSANAAN
 Rawat inap di bangsal
 Infus Kristaloid 5ml/kgBB/jam = 175ml/jam
 Paracetamol 10 mg/kgBB/kali = 350 mg (3 x 350 mg)
 Ranitidin 2 x 500 mg (IV)

IX. PROGNOSIS
 Ad vitam : bonam
 Ad fungsionam : bonam
 Ad sanationam : bonam

12
Follow Up

Hari/Tgl Subjek Objek Terapi

Jumat, Sakit hari ke-6 Kes : composmentis  Infus RL 20 tpm


8-1-2016 Perut terasa kembung, KU : TSS
 Rantin 2x1/2 amp
demam berkurang. TTV:
Mimisan + Suhu : 35,9 C  Vometa 3x1
Nadi : 84x/menit, kuat angkat, isi
 Sanmol 3x1
cukup
RR : 24x/menit  Inbost 2x1 cth
TD : 120/80 mmHg
Thoraks : BND
Vesikuler, Rh -/-
 Infus Kaen 3B 45 tetes
Abdomen : Tampak datar, BU (+),
hepatomegali (+) hepar teraba 2 permenit diberikan
jari di bawah arcus costae dan 2
jari di bawah prossesus dalam 2 jalur 2 jalur (20
xiphoideus,rata, kenyal), tpm dan 25 tpm)
splenomegali –, Shifting
dullness –  Cefotaxim 3x500 mg
 Kalmetasone 3x1/2 amp
Ekstremitas: Ptechiae spontan –
 Rantin 2x1/2 amp
Lab jam 06.24 WIB :  Sanmol 3x2 cth
L: 3,5rb
Hb: 12,4
Ht: 35,7
Tr: 54rb Cek DPL/8 jam

Lab jam 22.48 WIB:


L: 4,4rb
Hb: 13,5
Ht: 40,2
Tr: 56rb

Sabtu, Sakit hari ke-7 Kes : composmentis  Infus Kaen 3B 45 tetes


9-1-2016 KU : TSR
permenit diberikan
Demam – TTV:
Nyeri perut + Suhu : 37,2 C dalam 2 jalur 2 jalur (20
Mimisan 2x Nadi : 80x/menit, kuat angkat, isi
tpm dan 25 tpm)
cukup
RR : 28x/menit  Cefotaxim 3x500 mg
TD : 120/80 mmHg
Thoraks : BND  Kalmetasone 3x1/2 amp
Vesikuler, Rh -/-  Rantin 2x1/2 amp
Abdomen : Tampak datar, BU (+),
hepatomegali (+) hepar teraba 2  Sanmol 3x2 cth
jari di bawah arcus costae dan 2

13
jari di bawah prossesus
xiphoideus,rata, kenyal),
splenomegali –, Shifting
dullness –  Infus RL45 tetes

Ekstremitas: Ptechiae spontan – permenit


 Cefotaxim 3x500 mg
Lab jam 06.24 WIB :
L: 4,5rb  Kalmetasone 3x1/2 amp
Hb: 12,2  Rantin 2x1/2 amp
Ht: 37,0
Tr: 62rb  Sanmol 3x2 cth

Lab jam 15.32 WIB Cek Lab DHF rutin/8 jam


L: 5rb
Hb: 12,1
Ht : 38,1
Tr: 69rb

Senin, Sakit hari 9 Kes : composmentis  Infus RL 35 tetes


11-1-2016 KU : TSS
Demam – TTV: permenit
Nyeri perut – Suhu : 36 C  Cefotaxim 3x500 mg
Mimisan – Nadi : 80x/menit, kuat angkat, isi
Bintik kemerahan - cukup  Kalmetasone 3x1/2 amp
RR : 22x/menit  Rantin 2x1/2 amp
TD : 120/80 mmHg
Thoraks : BND  Sanmol 3x2 cth
Vesikuler, Rh -/-
Abdomen : Tampak datar, BU (+),
hepatomegali (+) hepar teraba 1 Cek Lab DHF/24 jam, jika
jari di bawah arcus costae dan 1 trombosit > 100rb  Pulang
jari di bawah prossesus
xiphoideus,rata, kenyal),
splenomegali –, Shifting
dullness –

Ekstremitas: Ptechiae spontan –

Lab tgl 10-1-2016 jam 08.08 WIB


L: 6,6
Hb: 11,7
Ht: 35,1
Tr: 79rb

Lab tgl 11-1-2016 jam 10.00 WIB


L:7,1rb
Hb: 11,8
Ht: 35,7
Tr: 119rb

14
BAB III

PEMBAHASAN

I. DEFINISI

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan

oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Virus dengue

menyebabkan manifestasi klinis yang bermacam-macam dan asimptomatik sampai fatal.

Demam dengue/Dengue Fever merupakan manifestasi klinis yang ringan, sedang DBD atau

dengue hemorrhagic fever/dengue shock syndrome (DHF/DSS) merupakan manifestasi klinik

yang berat.

II. EPIDEMIOLOGI

Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian

terutama pada anak, serta sering menimbulkan kejadian luar biasa/wabah. Proporsi kasus

terbanyak berasal dari golongan anak berumur <15 tahun (86-95%).

III. ETIOLOGI

Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam group B arthropod borne virus (arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai
genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm
terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106 .

15
Gambar 1.3 Virus Dengue (Smith, 2002)

Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya

dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotype

ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Infeksi dengan

salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang

bersangkutan tetapi tidak ada perlindungnan terhadap serotipe yang lain. Seseorang yang

tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi dengan 3 atau bahkan 4 serotipe selama

hidupnya. Keempat jenis serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di

Indonesia.5

Virus Dengue dapat ditularkan oleh Nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes

albopictus. Nyamuk Aedes aegypti merupakan nyamuk yang paling sering ditemukan.

Nyamuk Aedes aegypti hidup di daerah tropis, terutama hidup dan berkembang biak di

dalam rumah, yaitu tempat penampungan air jernih atau tempat penampungan air sekitar

rumah. Nyamuk ini sepintas lalu tampak berlurik, berbintik – bintik putih, biasanya

menggigit pada siang hari, terutama pada pagi dan sore hari. Jarak terbang nyamuk ini 100

meter. Sedangkan nyamuk Aedes albopictus memiliki tempat habitat di tempat air jernih.

Biasanya nyamuk ini berada di sekitar rumah dan pohon – pohon, tempat menampung air

16
hujan yang bersih, seperti pohon pisang, pandan, kaleng bekas. Nyamuk ini menggigit pada

siang hari dan memiliki jarak terbang 50 meter.

Gambar 1.4 Distribusi nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus (WHO, 2011)

IV. PATOGENESIS

Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup. Maka demi

kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu (host) terutama

dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya

tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul antibodi, namun

bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat

menimbulkan kematian.2

Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom Syok Dengue) masih merupakan masalah yang

kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah hipotesis infeksi

sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis immune enhancement. Hipotesis

ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya

dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk

menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain

yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian

17
berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena

antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan

replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibody dependent enhancement

(ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel

mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif

yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga

mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.2

Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous infection

dapat dilihat pada Gambar 1 yang dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977. Sebagai akibat infeksi

sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respons antibodi

anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan

transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu,

replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat

terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya virus

kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan

aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan

peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang

intravaskular ke ruang ekstravaskular. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat

berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini

terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan

terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi

secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal; oleh karena

itu, pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.2

18
Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain dapat

mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada

tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam

genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi

dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain virus mempunyai

kemampuan untuk menimbulkan wabah yang besar. Kedua hipotesis tersebut didukung oleh data

epidemiologis dan laboratoris.2

Secondary heterologous dengue infection


Replikasi virus Anamnestic antibody response
Kompleks virus-antibody
Aktivasi komplemen Komplemen
Anafilatoksin (C3a, C5a) Histamin dalam urin
meningkat
Permeabilitas kapiler ↑ Ht ↑
> 30% pada Perembesan plasma Natrium ↓
kasus syok 24-48 jam
Hipovolemia Cairan dalam rongga
serosa
Syok
Anoksia Asidosis
Meninggal
Skema 1. Patogenesis terjadinya syok pada DBD2

Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain

mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivitasi

sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah (skema 2). Kedua faktor tersebut

akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari

perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran

19
ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan

menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi

trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III

mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular deseminata),

ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation product) sehingga terjadi penurunan

faktor pembekuan.2  Patogenesis ini kemungkinan yang terjadi pada pasien.

Secondary heterologous dengue infection


Replikasi virus Anamnestic antibody
Kompleks virus antibody

Agregasi trombosit Aktivasi koagulasi Aktivasi komplemen

Penghancuran Pengeluaran Aktivasi faktor Hageman


trombosit oleh RES platelet faktor III
Anafilatoksin
Trombositopenia Koagulopati Sistem kinin
konsumtif
Gangguan Kinin Peningkatan
fungsi trombosit penurunan faktor permeabilitas
pembekuan kapiler
FDP meningkat
Perdarahan massif syok

Skema 2. Patogenesis Perdarahan pada DBD2

Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga

walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi

koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin

sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok.

20
Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositpenia, penurunan faktor pembekuan

(akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya,

perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.1

V. DIAGNOSIS

Pada pasien dari anamnesis didapatkan keluhan :

 Demam sejak 4 hari SMRS

 Muncul tiba-tiba

 Dirasakan terus-menerus sepanjang hari.

 Demam tidak pernah turun sampai suhu normal.

 Sakit kepala sejak 4 hari SMRS.

 Mual dan muntah.

 Badan terasa pegal.

 Bintik-bintik merah (-)

 Mimisan (+) sejak 1 hari SMRS kurang lebih 2 tissue.

 Gusi berdarah (-), sesak nafas (-). BAB dan BAK tidak ada keluhan.

 Pasien sudah di bawa orang tua berobat tetapi keluhan tidak berkurang.

 Di lingkungan sekolah ada beberapa teman yang mengalami demam.

Pada Pemeriksaan Fisik didapatkan :

Keadaan umum : Tampak sakit sedang


Tanda Vital
 Kesadaran : Compos mentis
 Frekuensi nadi : 80 x/m, kuat angkat, isi cukup
 Frekuensi pernapasan : 24 x/m

21
 Suhu tubuh : 37,6 0C
 Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Kesan : Tidak ada tanda-tanda syok
Data antropometri
Status gizi BB/TB : (Obesitas)  Hati-hati lebih mudah terjadi syok
Pemeriksaan Sistematis :
Kepala : Tidak ada kelainan  menyingkirkan kemungkinan lain penyebab demam

(infeksi pada telinga, hidung, tenggorokan, tanda lidah kotor pada demam tifoid, infeksi

lain yang menyebabkan pembesaran KGB)

Thoraks : Tidak ada kelaian  menyingkirkan kemungkinan terjadi infeksi saluran

pernafasan bawah yang dapat mengakibatkan pasien demam, menyingkirkan kecurigaan

terjadi komplikasi efusi pleura pada kasus DHF

Abdomen : hepatomegali (+) hepar teraba 2 jari di bawah arcus costae dan 2 jari di

bawah prossesus xiphoideus,rata, kenyal)

Kulit : petekie + (test tourniqet)

Pada Pemeriksaan Penunjang :


a. Laboratorium :
Leukosit 3.700 (Leukopenia)
Trombosit : 67.000 (Trombositopenia)
Hematokrit : 42,9% (Normal)
b. Foto thoraks :
Paru dan jantung dalam batas normal  tidak terdapat tanda-tanda ekstravasasi cairan
yang dapat ditandai dengan efusi pleura

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, pasien dapat diagnosa
Demam Berdarah Dengue Grade II (WHO 1997), DBD tanpa syok (WHO 2011), karena
sesuai dengan kriteria diagnosis DBD menurut WHO tahun 1997 dan 2011 :

22
Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal dibawah ini
dipenuhi:2
 Demam atau riwayat demam akut, antara 2 – 7 hari, biasanya bifasik
 Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:
1. Uji bendung positif
2. Petekie, ekimosis, atau purpura
3. Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi)
4. Hematemesis/melena
 Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul)
 Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut:
1. Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan
jenis kelamin
2. Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan
dengan nilai hematokrit sebelumnya
3. Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites atau hipoproteinemi.

WHO (1997) membagi DBD menjadi 4 (Vasanwala dkk, 2011):


a. Derajat 1
Demam tinggi mendadak (terus menerus 2-7 hari) disertai tanda dan gejala klinis (nyeri
ulu hati, mual, muntah, hepatomegali), tanpa perdarahan spontan, trombositopenia
dan hemokonsentrasi, uji tourniquet positif.
b. Derajat 2
Derajat 1 dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain seperti
mimisan, muntah darah dan berak darah.
c. Derajat 3
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah
(hipotensi), kulit dingin, lembab dan gelisah, sianosis disekitar mulut, hidung dan jari
(tanda-tand adini renjatan).
d. Renjatan berat (DSS) / Derajat 4
Syok berat dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur

23
Kriteria klinis DBD menurut WHO 2011 :

1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus

selama 2-7 hari

2. Manifestasi perdarahan, termasuk uji bendung positif, petekie, purpura,

ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan/melena

3. Pembesaran hati

4. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi (≤20 mmHg),

hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak gelisah.

Kriteria laboratorium

1. Trombositopenia (≤100.000/mikroliter)

2. Hemokonsentrasi, dilihat dari peningkatan hematokrit > 20% dari nilai dasar /

menurut standar umur dan jenis kelamin

Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan,

 Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi/

peningkatan hematokrit 20%.

 Dijumpai hepatomegali sebelum terjadi perembesan plasma

 Dijumpai tanda perembesan plasma

1. Efusi pleura (foto toraks/ultrasonografi)

2. Hipoalbuminemia

24
Pembagian derajat DBD menurut WHO 2011 :

Manifestasi klinis menurut kriteria diagnosis WHO 2011, infeksi dengue dapat terjadi

asimtomatik dan simtomatik. Infeksi dengue simtomatik terbagi menjadi undifferentiated fever

(sindrom infeksi virus) dan demam dengue (DD) sebagai infeksi dengue ringan; sedangkan

infeksi dengue berat terdiri dari demam berdarah dengue (DBD) dan expanded dengue syndrome

atau isolated organopathy. Perembesan plasma sebagai akibat plasma leakage merupakan tanda

patognomonik DBD, sedangkan kelainan organ lain serta manifestasi yang tidak lazim

dikelompokkan ke dalam expanded dengue syndrome atau isolated organopathy. Secara klinis,

DD dapat disertai dengan perdarahan atau tidak; sedangkan DBD dapat disertai syok atau tidak

(Skema 3).

25
Skema 4. Skema kriteria diagnosis infeksi dengue menurut WHO 2011 Sumber:World Health
Organization-South East Asia Regional Office. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of
Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. India: WHO; 2011dengan modifikasi.

Perjalanan Penyakit Infeksi Dengue

Dalam perjalanan penyakit infeksi dengue, terdapat tiga fase perjalanan infeksi dengue, yaitu :

1. Fase demam: viremia menyebabkan demam tinggi

2. Fase kritis/ perembesan plasma: onset mendadak adanya perembesan plasma dengan derajat

bervariasi pada efusi pleura dan asites

3. Fase recovery/ penyembuhan/ convalescence: perembesan plasma mendadak berhenti disertai

reabsorpsi cairan dan ekstravasasi plasma.

26
 Berdasarkan perjalanan penyakit, pasien sedang berada dalam fase
kritis, oleh karena itu diperlukan pemantauan terhadap keadaan umum
dan tanda-tanda syok.

Gambaran klinis

a. Undifferentiated fever (sindrom infeksi virus)

Pada undifferentiated fever, demam sederhana yang tidak dapat dibedakan dengan penyebab

virus lain. Demam disertai kemerahan berupa makulopapular, timbul saat demam reda. Gejala

dari saluran pernapasan dan saluran cerna sering dijumpai.

b. Demam dengue (DD)

Anamnesis: demam mendadak tinggi, disertai nyeri kepala, nyeri otot & sendi/tulang, nyeri

retro-orbital, photophobia, nyeri pada punggung, facial flushed, lesu, tidak mau makan,

konstipasi, nyeri perut, nyeri tenggorok, dan depresi umum.

Pemeriksaan fisik :

Demam: 39-40°C, berakhir 5-7 hari

27
Pada hari sakit ke 1-3 tampak flushing pada muka (muka kemerahan), leher, dan dada

Pada hari sakit ke 3-4 timbul ruam kulit makulopapular/rubeolliform

Mendekati akhir dari fase demam dijumpai petekie pada kaki bagian dorsal, lengan atas, dan

tangan

Convalescent rash, berupa petekie mengelilingi daerah yang pucat pada kulit yg normal,

dapat disertai rasa gatal

Manifestasi perdarahan

o Uji bendung positif dan/atau petekie

o Mimisan hebat, menstruasi yang lebih banyak, perdarahan saluran cerna (jarang terjadi,

dapat terjadi pada DD dengan trombositopenia)

c. Demam berdarah dengue

Terdapat tiga fase dalam perjalanan penyakit, meliputi fase demam, kritis, dan masa

penyembuhan (convalescence, recovery).

Fase demam

Anamnesis

Demam tinggi, 2-7 hari, dapat mencapai 40°C, serta terjadi kejang demam. Dijumpai

facial flush, muntah, nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, nyeri tenggorok dengan faring

hiperemis, nyeri di bawah lengkung iga kanan, dan nyeri perut.

Pemeriksaan fisik

o Manifestasi perdarahan

a. Uji bendung positif (≥10 petekie/inch2) merupakan manifestasi perdarahan yang

paling banyak pada fase demam awal.

b. Mudah lebam dan berdarah pada daerah tusukan untuk jalur vena.

c. Petekie pada ekstremitas, ketiak, muka, palatum lunak.

28
d. Epistaksis, perdarahan gusi

e. Perdarahan saluran cerna

f. Hematuria (jarang)

g. Menorrhagia

o Hepatomegali teraba 2-4 cm di bawah arcus costae kanan dan kelainan fungsi hati

(transaminase) lebih sering ditemukan pada DBD.

Berbeda dengan DD, pada DBD terdapat hemostasis yang tidak normal, perembesan plasma

(khususnya pada rongga pleura dan rongga peritoneal), hipovolemia, dan syok, karena terjadi

peningkatan permeabilitas kapiler. Perembesan plasma yang mengakibatkan ekstravasasi

cairan ke dalam rongga pleura dan rongga peritoneal terjadi selama 24-48 jam.

Fase kritis

Fase kritis terjadi pada saat perembesan plasma yang berawal pada masa transisi dari saat

demam ke bebas demam (disebut fase time of fever defervescence) ditandai dengan:

a. Peningkatan hematokrit 10%-20% di atas nilai dasar

b. Tanda perembesan plasma seperti efusi pleura dan asites, edema pada dinding kandung

empedu. Foto dada (dengan posisi right lateral decubitus = RLD) dan ultrasonografi

dapat mendeteksi perembesan plasma tersebut.

c. Terjadi penurunan kadar albumin >0.5g/dL dari nilai dasar / <3.5 g% yang merupakan

bukti tidak langsung dari tanda perembesan plasma

Tanda-tanda syok: anak gelisah sampai terjadi penurunan kesadaran, sianosis, nafas cepat,

nadi teraba lembut sampai tidak teraba. Hipotensi, tekanan nadi ≤20 mmHg, dengan

29
peningkatan tekanan diastolik. Akral dingin, capillary refill time memanjang (>3 detik).

Diuresis menurun (< 1ml/kg berat badan/jam), sampai anuria.

Komplikasi berupa asidosis metabolik, hipoksia, ketidakseimbangan elektrolit, kegagalan

multipel organ, dan perdarahan hebat apabila syok tidak dapat segera diatasi.

Fase penyembuhan (convalescence, recovery)

Fase penyembuhan ditandai dengan diuresis membaik dan nafsu makan kembali merupakan

indikasi untuk menghentikan cairan pengganti. Gejala umum dapat ditemukan sinus

bradikardia/ aritmia dan karakteristik confluent petechial rash seperti pada DD.

d. Expanded dengue syndrome

Manifestasi berat yang tidak umum terjadi meliputi organ seperti hati, ginjal, otak,dan

jantung. Kelainan organ tersebut berkaitan dengan infeksi penyerta, komorbiditas, atau

komplikasi dari syok yang berkepanjangan.

Pemeriksaan Penunjang
a. Darah5
1) Kadar trombosit darah menurun (trombositopenia) (≤ 100000/µI)
2) Hematokrit meningkat ≥ 20%, merupakan indikator akan timbulnya renjatan. Kadar
trombosit dan hematokrit dapat menjadi diagnosis pasti pada DBD dengan dua
kriteria tersebut ditambah terjadinya trombositopenia, hemokonsentrasi serta
dikonfirmasi secara uji serologi hemaglutnasi (Brasier, Ju, Garcia, Spratt, Forshey,
Helsey, 2012).

30
Gambar: Perubahan Ht, Trombosit, dan LPB dalam perjalanan DHF

3) Hemoglobin meningkat lebih dari 20%.


4) Lekosit menurun (lekopenia) pada hari kedua atau ketiga
5) Masa perdarahan memanjang
6) Protein rendah (hipoproteinemia)
7) Natrium rendah (hiponatremia)
8) SGOT/SGPT beisa meningkat
9) Asidosis metabolic
10) Eritrosit dalam tinja hampir sering ditemukan

b. Urine
Kadar albumine urine positif (albuminuria) (Vasanwala, Puvanendran, Chong, Ng,
Suhail, Lee, 2011).
c. Foto thorax
Pada pemeriksaan foto thorax dapat ditemukan efusi pleura. Umumnya posisi lateral
dekubitus kanan (pasien tidur di sisi kanan) lebih baik dalam mendeteksi cairan
dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi berbaring.
d. USG
Pemeriksaan USG biasanya lebih disukai pada anak dan dijadikan sebagai pertimbangan
karena tidak menggunakan system pengion (Sinar X) dan dapat diperiksa sekaligus

31
berbagai organ pada abdomen. Adanya acites dan cairan pleura pada pemeriksaan USG
dapat digunakan sebagai alat menentukan diagnose penyakit yang mungkin muncul lebh
berat misalnya dengan melihat ketebalan dinding kandung empedu dan penebalan
pancreas.
e. Diagnosis Serologis
Uji serologi IgM dan IgG anti dengue :

 Antibodi IgM anti dengue dapat dideteksi pada hari sakit ke-5 sakit, mencapai

puncaknya pada hari sakit ke 10-14, dan akan menurun/ menghilang pada akhir

minggu keempat sakit.

 Antibodi IgG anti dengue pada infeksi primer dapat terdeteksi pada hari sakit ke-14.

dan menghilang setelah 6 bulan sampai 4 tahun. Sedangkan pada infeksi sekunder IgG

anti dengue akan terdeteksi pada hari sakit ke-2.

 Rasio IgM/IgG digunakan untuk membedakan infeksi primer dari infeksi sekunder.

Apabila rasio IgM:IgG >1,2 menunjukkan infeksi primer namun apabila IgM:IgG

rasio <1,2 menunjukkan infeksi sekunder.

f. Antigen NS1 dapat dideteksi pada hari ke-1 setelah demam dan akan menurun

sehingga tidak terdeteksi setelah hari sakit ke-5-6. Deteksi antigen virus ini dapat

digunakan untuk diagnosis awal menentukan adanya infeksi dengue, namun tidak

dapat membedakan penyakit DD/DBD.

VI. DIAGNOSIS BANDING

a. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri virus, atau
infeksi parasit seperti demam tifoid,campak, influenza hepatitis, demam, chikungunya,
leptospirosis, dan malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi
dapat membedakan antara DBD dengan penyakit lain.6
b. Demam berdarah dengue harus dibedakan dengan demam chikungunya (DC). Pada DC
biasanya seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya mirip dengan

32
influenza. Bila dibandingkan dengan DBD, DC memperlihatkan serangan demam
mendadak, masa demam lebih pendek, suhu lebih tinggi, hamper selalu disertai ruam
makulopapular,injeksi konjungtiva, dan lebih sering dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji
tourniquet positif, petekie epistaksis hampir sama dengan DBD. Pada DC tidak
ditemukan perdarahan gastrointestinal dan syok.
c. Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit infeksi,
misalnya sepsis, meningitis meningokokus. Pada sepsis, sejak semula pasien tampak
sakit berat, demam naik turun, dan ditemukan tanda-tanda infeksi. Disamping itu jelas
terdapat leukositosis disertai dominasi sel polimorfonuklear (pergeseran kekiri pada
hitung jenis) pemeriksaan LED dapat dipergunakan untuk membedakan infeksi bakteri
dengan virus. Pada meningitis meningokokus, jelas terdapat gejala rangsangan meningeal
dan kelainan pada pemeriksaan cairan serebrospinal
d. Idiophatic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD derajat II, oleh
karena didapatkan demamdisertai perdarahan dibawah kulit. Pada hari-hari pertama,
diagnosis ITP sulit dibedakan dengan penyakit DBD, tetapi pada ITP demam cepat
menghilang, tidak dijumpai leukopeni, tidak dijumpai hemokonsentrasi, tidak dijumpai
pergeseran kekanan pada hitung jenis. Pada fase penyembuhan DBD jumlah
trombositlebih cepat kembali normal daripada ITP
e. Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia atau anemia aplastik. Pada leukemia demam
tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak sangat anemis. Pemeriksaan darah tepi
dan sumsum tulang akan memperjelasdiagnosis leukemia. Pada anemia aplastik akan
sangat anemic, demam timbul karena infeksi sekunder. Pada pemeriksaan darah
ditemukan pansitopenia (leukosit, hemoglobin, trombosit menurun). Pada pasien dengan
perdarahan hebat pemeriksaan foto toraks dan atau kadar protein dapat membantu
menegakkan diagnosis. Pada DBD ditemukan efusi pleura dan hipoproteinemia sebagai
tanda perembesan plasma.

33
VII. PENATALAKSANAAN

a.Pre Hospital7
Penatalaksanaanprehospital DBD bisa dilakukan melalui 2 cara yaitu pencegahan
dan penanganan pertama pada penderita demam berdarah. DinasKesehatan Kota
Denpasar menjelaskan pencegahan yang dilakukan meliputi kegiatan pemberantasan
sarang nyamuk (PSN), yaitu kegiatan memberantas jentik ditempat
perkembangbiakan dengan cara 3M Plus:
1) Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak mandi /
WC, drum, dan lain-lain seminggu sekali (M1).
2) Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong air/tempayan, dan
lain-lain (M2).
3) Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air
hujan (M3).

Plusnya adalah tindakan memberantas jentik dan menghindari gigitan nyamuk


dengan cara:
1) Membunuh jentik nyamuk Demam Berdarah di tempat air yang sulit dikuras atau
sulit air dengan menaburkan bubuk Temephos (abate) atau Altosid. Temephos
atau Altosid ditaburkan 2-3 bulan sekali dengan takaran 10 gram Abate ( ± 1
sendok makan peres untuk 100 liter air atau dengan takaran 2,5 gram Altosid ( ±
1/4 sendok makan peres) untuk 100 liter air. Abate dan Altosid dapat diperoleh di
puskesmas atau di apotik.
2) Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk.
3) Mengusir nyamuk dengan menggunakan obat nyamuk
4) Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk gosok
5) Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi
6) Tidak membiasakan menggantung pakaian di dalam kamar
7) Melakukan fogging atau pengasapan bila dilokasi ditemukan 3 kasus positif DBD
dengan radius 100 m (20 rumah) dan bila di daerah tersebut ditemukan banyak
jentik nyamuk.

34
Pada orang yang menderita demam berdarah pada awalnya mengalami demam
tinggi. Kondisi demam dapat mengakibatkan tubuh kekurangan cairan karena
penguapan, apalagi bila gejala yang menyertai adalah muntah atau intake tidak
adekuat (tidak mau minum), akhirnya jatuh dalam kondisi dehidarasi. Pertolongan
pertama yang dapat diberikan adalah mengembalikan cairan tubuh yaitu meberikan
minum 2 liter/hari (kira – kira 8 gelas) atau 3 sendok makan tiap 15 menit. Minuman
yang diberikan sesuai selera misalnya air putih, air teh manis, sirup, sari buah, susu,
oralit, shoft drink, dapat juga diberikan nutricious diet yang banyak beredar saat ini.
Untuk mengetahui pemberian cairan cukup atau masih kurang, perhatikan jumlah
atau frakuensi kencing. Frekuansi buang air kecil minimal 6 kali sehari menunjukkan
pemberian cairan mencukupi

Jalur triase kasus tersangka infeksi dengue (WHO 2011) Sumber:World Health Organization-South East
Asia Regional Office. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue
Hemorrhagic Fever. India: WHO; 2011dengan modifikasi.

35
Tanda kegawatan

Tanda kegawatan dapat terjadi pada setiap fase pada perjalanan penyakit infeksi dengue, seperti

berikut :

1. Tidak ada perbaikan klinis/perburukan saat sebelum atau selama masa transisi ke fase

bebas demam / sejalan dengan proses penyakit

2. Muntah yg menetap, tidak mau minum

3. Nyeri perut hebat

4. Letargi dan/atau gelisah, perubahan tingkah laku mendadak

5. Perdarahan: epistaksis, buang air besar hitam, hematemesis, menstruasi yang hebat,

warna urin gelap (hemoglobinuria)/hematuria

6. Giddiness (pusing/perasaan ingin terjatuh)

7. Pucat, tangan - kaki dingin dan lembab

8. Diuresis kurang/tidak ada dalam 4-6 jam

 Pasien dalam kasus tidak menunjukkan tanda kegawatan tetapi termasuk resiko tinggi

(karena obesitas), oleh karena itu perlu dilakukan pemberian cairan IV dan monitor DBD.

Monitor perjalanan penyakit DD/DBD

Parameter yang harus dimonitor mencakup :

1. Keadaan umum, nafsu makan, muntah, perdarahan, dan tanda dan gejala lain

2. Perfusi perifer sesering mungkin karena sebagai indikator awal tanda syok, serta mudah

dan cepat utk dilakukan

3. Tanda vital: suhu, nadi, pernapasan, tekanan darah, diperiksa minimal setiap 2-4 jam

pada pasien non syok & 1-2 jam pada pasien syok.

36
4. Pemeriksaan hematokrit serial setiap 4-6 jam pada kasus stabil dan lebih sering pada

pasien tidak stabil/ tersangka perdarahan.

5. Diuresis setiap 8-12 jam pada kasus tidak berat dan setiap jam pada pasien dengan syok

berkepanjangan / cairan yg berlebihan.

6. Jumlah urin harus 1 ml/kg berat badan/jam ( berdasarkan berat badan ideal)

 Pada pasien sudah dilakukan monitoring perjalanan DBD dalam follow up

Indikasi pemberian cairan intravena

1. Pasien tidak dapat asupan yang adekuat untuk cairan per oral atau muntah

2. Hematokrit meningkat 10%-20% meskipun dengan rehidrasi oral

3. Ancaman syok atau dalam keadaan syok

Prinsip umum terapi cairan pada DBD

1. Kristaloid isotonik harus digunakan selama masa kritis.

2. Cairan koloid digunakan pada pasien dengan perembesan plasma hebat, dan tidak ada

respon pada minimal volume cairan kristaloid yang diberikan.

3. Volume cairan rumatan + dehidrasi 5% harus diberikan untuk menjaga volume dan

cairan intravaskular yang adekuat.

4. Pada pasien dengan obesitas, digunakan berat badan ideal sebagai acuan untuk

menghitung volume cairan.  BBI pasien : BB/Umur  35 kg

37
Tabel Cairan yang dibutuhkan berdasarkan berat badan

Tabel kecepatan cairan intravena

Berdasarkan cara pemberian cairan IV diatas, seharusnya pada pasien dengan BBI 35 kg

mendapatkan cairan = 3.550 ml, dengan kecepatan 5 ml/kg/jam.

 Kecepatan cairan intravena harus disesuaikan dengan keadaan klinis.

 Transfusi suspensi trombosit pada trombositopenia untuk profilaksis tidak dianjurkan

 Pemeriksaan laboratorium baik pada kasus syok maupun non syok saat tidak ada perbaikan

klinis walaupun penggantian volume sudah cukup, maka perhatikan ABCS yang terdiri dari,

A – Acidosis: gas darah, B – Bleeding: hematokrit, C – Calsium: elektrolit, Ca++ dan S –

Sugar: gula darah (dekstrostik)

Tata laksana infeksi dengue berdasarkan fase perjalanan penyakit Fase Demam

Pada fase demam, dapat diberikan antipiretik + cairan rumatan / atau cairan oral apabila anak

masih mau minum, pemantauan dilakukan setiap 12-24 jam

38
Medikamentosa

o Antipiretik dapat diberikan, dianjurkan pemberian parasetamol bukan aspirin.

o Diusahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya antasid, anti

emetik) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati  Pasien tetap diberikan

rantin 2x1/2 amp untuk mengurangi keluhan mual dan muntah.

o Kortikosteroid diberikan pada DBD ensefalopati apabila terdapat perdarahan saluran cerna

kortikosteroid tidak diberikan.

o Antibiotik diberikan untuk DBD ensefalopati.

Supportif

o Cairan: cairan pe oral + cairan intravena rumatan per hari + 5% defisit

o Diberikan untuk 48 jam atau lebih

o Kecepatan cairan IV disesuaikan dengan kecepatan kehilangan plasma, sesuai keadaan

klinis, tanda vital, diuresis, dan hematokrit

Fase Kritis

Pada fase kritis pemberian cairan sangat diperlukan yaitu kebutuhan rumatan + defisit, disertai

monitor keadaan klinis dan laboratorium setiap 4-6 jam.

39
Tatalaksana DBD dengan Syok

DBD dengan syok berkepanjangan (DBD derajat IV)

Cairan: 20 ml/kg cairan bolus dalam 10-15 menit, bila tekanan darah sudah didapat cairan

selanjutnya sesuai algoritma pada derajat III

Bila syok belum teratasi: setelah 10ml/kg pertama diulang 10 ml/kg, dapat diberikan bersama

koloid 10-30ml/kgBB secepatnya dalam 1 jam dan koreksi hasil laboratorium yang tidak

normal

Transfusi darah segera dipertimbangkan sebagai langkah selanjutnya (setelah review

hematokrit sebelum resusitasi)

Monitor ketat (pemasangan katerisasi urin, katerisasi pembuluh darah vena pusat / jalur arteri)

Inotropik dapat digunakan untuk mendukung tekanan darah

40
Apabila jalur intravena tidak didapatkan segera, coba cairan elektrolit per oral bila pasien sadar

atau jalur intraoseus. Jalur intraoseus dilakukan dalam keadaan darurat atau setelah dua kali

kegagalan mendapatkan jalur vena perifer atau setelah gagal pemberian cairan melalui oral.

Cairan intraosesus harus dikerjakan secara cepat dalam 2-5 menit

Perdarahan hebat

Apabila sumber perdarahan dapat diidentifikasi, segera hentikan. Transfusi darah segera

adalah darurat tidak dapat ditunda sampai hematokrit turun terlalu rendah. Bila darah yang

hilang dapat dihitung, harus diganti. Apabila tidak dapat diukur, 10 ml/kg darah segar atau 5

ml/kg PRC harus diberikan dan dievaluasi. Pada perdarahan saluran cerna, H2 antagonis dan

penghambat pompa proton dapat digunakan.

Tidak ada bukti yang mendukung penggunaan komponen darah seperti suspense trombosit,

plasma darah segar/cryoprecipitate. Penggunaan larutan tersebut ini dapat menyebabkan

kelebihan cairan.

Fase Recovery

Pada fase penyembuhan diperlukan cairan rumatan atau cairan oral, serta monitor tiap 12-24

jam.

Indikasi untuk pulang

Pasien dapat dipulangkan apabila telah terjadi perbaikan klinis sebagai berikut.

Bebas demam minimal 24 jam tanpa menggunakan antipiretik

Nafsu makan telah kembali

Perbaikan klinis, tidak ada demam, tidak ada distres pernafasan, dan nadi teratur

Diuresis baik

41
Minimum 2-3 hari setelah sembuh dari syok

Tidak ada kegawatan napas karena efusi pleura, tidak ada asites

Trombosit >50.000 /mm3. Pada kasus DBD tanpa komplikasi, pada umumnya jumlah

trombosit akan meningkat ke nilai normal dalam 3-5 hari.

42
Bagan 1. Tatalaksana kasus tersangka DBD[2]

Tersangka
Tersangka DBD
DBD
Demam tinggi, mendadak
terus menerus <7 hari
tidak disertai infeksi saluran nafas bagian atas,
badan lemah/lesu

Ada kedaruratan Tidak ada kedaruratan


Tanda syok Periksa uji torniquet
Muntah terus menerus
Kejang Uji torniquet (+) Uji torniquet (-)
Kesadaran menurun (Rumple Leede) (Rumple Leede)
Muntah darah
Berak darah
Jumlah trombosit Jumlah trombosit Rawat Jalan
<100.000/µl >100.000/µl Parasetamol
Kontrol tiap hari
Tatalaksana sampai demam hilang
disesuaikan,
(Lihat bagan 3,4,5)
Rawat Inap
(lihat bagan 3)
Rawat Jalan Nilai tanda klinis &
Minum banyak 1,5 liter/hari jumlah trombosit, Ht
Parasetamol bila masih demam
Kontrol tiap hari hari sakit ke-3
sampai demam turun
periksa Hb, Ht, trombosit tiap
kali

Perhatian untuk orang tua


Pesan bila timbul tanda syok:
gelisah, lemah, kaki/tangan
dingin, sakit perut, BAB hitam,
BAK kurang

Lab : Hb & Ht naik


Trombosit turun

Segera bawa ke rumah sakit

43
Bagan 2. Tatalaksana kasus DBD derajat I dan II tanpa peningkatan hematokrit[2]

DBD derajat I atau II tanpa peningkatan hematokrit

Gejala klinis:
Demam 2-7 hari
Uji torniquet (+) atau
perdarahan spontan
Laboratorium:
Hematokrit tidak meningkat
Trombositopenia (ringan)

Pasien masih dapat minum Pasien tidak dapat minum


Beri minum banyak 1-2 liter/hari Pasien muntah terus menerus
Atau 1 sendok makan tiap 5 menit
Jenis minuman; air putih, teh manis,
Sirup, jus buah, susu, oralit
Bila suhu >39oC beri parasetamol Pasang infus NaCl 0,9%:
Bila kejang beri obat antikonvulsi dekstrosa 5% (1:3)
Sesuai berat badan tetesan rumatan sesuai berat badan
Periksa Ht, Hb tiap 6 jam,trombosit
Tiap 6-12 jam

Monitor gejala klinis dan laboratorium


Perhatikan tanda syok
Palpasi hati setiap hari
Ukur diuresis setiap hari Ht naik dan atau trombosit turun
Awasi perdarahan
Periksa Ht, Hb tiap 6-12 jam

Infus ganti RL
Perbaikan klinis dan laboratoris (tetesan disesuaikan, lihat Bagan 4)

Pulang (Kriteria memulangkan pasien)


• Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
• Nafsu makan membaik
• Secara klinis tampak perbaikan
• Hematokrit stabil
• Tiga hari setelah syok teratasi
• Jumlah trombosit >50.000/µl
• Tidak dijumpai distress pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)

44
Bagan 3. Tatalaksana kasus DBD derajat II dengan peningkatan
hematokrit >20%[2]

DBDDBD
derajat I atau
derajat II dengan
I atau peningkatan
II dengan hematokrit
peningkatan >20%
hematokrit >20%
Cairan awal
RL/RA/NaCl 0,9% atau RLD5/NaCl 0,9%+D5
6-7 ml/kgBB/jam
Monitor tanda vital/Nilai Ht & Trombosit tiap 6 jam

Perbaikan Tidak ada perbaikan


Tidak gelisah Gelisah
Nadi kuat Distress pernafasan
Tek.darah stabil Frek.nadi naik
Diuresis cukup Tanda vital memburuk Ht tetap tinggi/naik
(12 ml/kgBB/jam) Ht meningkat Tek.nadi <20 mmHg
Ht turun Diuresis </tidak ada
(2x pemeriksaan)

Tetesan dikurangi Tetesan dinaikkan


10-15 ml/kgBB/jam
Perbaikan
5 ml/kgBB/jam Evaluasi 12-24 jam

Tanda vital tidak stabil

Perbaikan
Sesuaikan tetesan
Distress pernafasan Ht turun 3
ml/kgBB/jam Ht naik
Tek.nadi < 20 mmHg
IVFD stop setelah 24-48 jam
Apabila tanda vital/Ht stabil danKoloid Transfusi darah segar
diuresis cukup 20-30 ml/kgBB 10 ml/kgBB
Indikasi Transfusi pd
Anak
- Syok yang belum teratasi
Perbaikan - Perdarahan masif

45
Bagan 4. Tatalaksana kasus DBD derajat III dan IV

(Sindrom Syok Dengue/SSD)[6,2]

DBDDBD derajat
derajat III &III
IV& IV

1. Oksigenasi (berikan O2 2-4 liter/menit


2. Penggantian volume plasma segera (cairan kristaloid isotonis)
Ringer laktat/NaCl 0,9%
20ml/kgBB secepatnya (bolus dalam 15 menit)

Evaluasi 30 menit, apakah syok teratasi ?


Pantau tanda vital tiap 10 menit
Catat balance cairan selama pemberian cairan intravena

Syok teratasi Syok tidak teratasi


Kesadaran membaik Kesadaran menurun
Nadi teraba kuat Nadi lembut/tidak teraba
Tekanan nadi >20 mmHg Tekanan nadi <20 mmHg
Tidak sesak nafas/sianosis Distress pernafasan/sianosis
Ekstrimitas hangat Kulit dingin dan lembab
Diuresis cukup 1 ml/kgBB/jam Ekstrimitas dingin
Periksa kadar gula darah

Cairan dan tetesan disesuaikan 1. Lanjutkan cairan


10 ml/kgBB/jam 15-20 ml/kgBB/jam
Evaluasi ketat
Tanda vital 2. Tambahkan koloid/plasma
Tanda perdarahan Dekstran/FFP
Diuresis
Pantau Hb, Ht, Trombosit 3. Koreksi asidosis
Evaluasi 1 jam

Stabil dalam 24 jam


Tetesan 5 ml/kgBB/jam Syok belum teratasi
Ht stabil dalam 2x Syok teratasi
Pemeriksaan Ht turun Ht tetap tinggi/naik

Tetesan 3 ml/kgBB/jam Transfusi darah segar


10 ml/kgBB Koloid 20 ml/kgBB
dapat diulang sesuai
Infus stop tidak melebihi 48 jam kebutuhan
setelah syok teratasi

46
DAFTAR PUSTAKA

1) Hadinegoro S.R.H, Soegijanto S, dkk. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue di


Indonesia Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan.. Edisi 3. Jakarta. 2004.
2) Suhendro dkk. Demam Berdarah Dengue. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III.
Edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta, Juni 2006. Hal. 1731-5.
3) Sungkar S. Demam Berdarah Dengue. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ikatan
Dokter Indonesia. Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia. Jakarta, Agustus 2002.
4) Asih Y. S.Kp. Demam Berdarah Dengue, Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan, dan
Pengendalian. World Health Organization. Edisi 2. Jakarta. 1998.
5) Gubler D.J. Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. PubMed Central Journal List.
Terdapat di: http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=1508601.
Diakses pada: 2009, Desember 29.
6) Gubler DJ, Clark GG. Dengue/Dengue Hemorrhagic Fever: The Emergence of a Global
Health Problem. National Center for Infectious Diseases
Centers for Disease Control and Prevention
Fort Collins, Colorado, and San Juan, Puerto Rico, USA. 1996. Terdapat di:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8903160. Diakses pada: 2009, Desember 29.
7) Fernandes MDF. Dengue/Dengue Hemorrhagic Fever. Infectious disease. Terdapat di:
http://www.medstudents.com.br/dip/dip1.htm. Diakses pada: 2009, Desember 29.
8) World Health Organization. Dengue and dengue haemorrhagic fever. Terdapat di:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/htm. Diakses pada: 2009, Desember
29.
9) World Health Organization-South East Asia Regional Office. Comprehensive Guidelines
for Prevention and Control of Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. India: WHO;
2011.p.1-67.
10) 2. Centers for Disease Control and Prevention. Dengue Clinical Guidance. Updated 2010
sept 1. Available from: http://www.cdc.gov/dengue/clinicallab/clinical.html.

47

Anda mungkin juga menyukai