LAPORAN PENDAHULUAN
PNC
A. PENGERTIAN
Nifas adalah masa yang dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika organ
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas ini berlangsung selama kira-kira
6 minggu (Saifuddin dalam Astuti, 2009). Puerperium (masa nifas) adalah masa sesudah
persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu.
Kejadian yang terpenting dalam nifas adalah involusi dan laktasi ( Saifuddin, 2006). Periode
postpartum adalah waktu penyembuhan dan perubahan, waktu kembali pada keadaan tidak
hamil, serta penyesuaian terhadap hadirnya anggota keluarga baru (Mitayani, 2009). Batasan
waktu nifas yang paling singkat (minimum) tidak ada batas waktunya, bahkan bisa jadi dalam
waktu yang relative pendek darah sudah tidak keluar, sedangkan batasan maksimumnya adalah
40 hari. Jadi masa nifas (puerperium) adalah masa setelah keluarnya plasenta sampai alat alat
reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal masa nifas berlangsung selama 6
minggu atau 40 hari.
Selama masa nifas dapat terjadi 4 masalah utama:
1. Perdarahan masa persalinan
2. Infeksi masa nifas
3. Tromboemboli
4. Depresi pasca persalinan
B. PERIODE
Masa nifas dibagi dalam 3 periode:
1. Early post partum
Dalam 24 jam pertama.
2. Immediate post partum
Minggu pertama post partum.
3. Late post partum
Minggu kedua sampai dengan minggu keenam.
- Vagina
Nampak berugae kembali pada 3 minggu, kembali mendekati ukuran seperti tidak hamil, dalam
6 sampai 8 minggu, bentuk ramping lebar, produksi mukus normal dengan ovulasi.
- Perineum
Episiotomi
Penyembuhan dalam 2 minggu.
Laserasi
TK I : Kulit dan strukturnya dari permukaan s/d otot
TK II : Meluas sampai dengan otot perineal
TK III : Meluas sampai dengan otot spinkter
TK IV : melibatkan dinding anterior rektal
b. Payudara
Payudara membesar karena vaskularisasi dan engorgement (bengkak karena peningkatan
prolaktin pada hari I-III). Pada payudara yang tidak disusui, engorgement akan berkurang dalam
2-3 hari, puting mudah erektil bila dirangsang. Pada ibu yang tidak menyusui akan mengecil
pada 1-2 hari.
c. Sistem Endokrin
- Hormon Plasenta
HCG (-) pada minggu ke-3 post partum, progesteron plasma tidak terdeteksi dalam 72 jam post
partum normal setelah siklus menstruasi.
- Hormon pituitari
Prolaktin serum meningkat terjadi pada 2 minggu pertama, menurun sampai tidak ada pada ibu
tidak menyusui FSH, LH, tidak ditemukan pada minggu I post partum.
d. Sistem Kardiovaskuler
- Tanda-tanda vital
Tekanan darah sama saat bersalin, suhu meningkat karena dehidrasi pada awal post partum
terjadi bradikardi.
- Volume darah
Menurun karena kehilangan darah dan kembali normal 3-4 minggu
Persalinan normal : 200 – 500 cc, sesaria : 600 – 800 cc.
- Perubahan hematologik
Ht meningkat, leukosit meningkat, neutrophil meningkat.
- Jantung
Kembali ke posisi normal, COP meningkat dan normal 2-3 minggu.
e. Sistem Respirasi
Fungsi paru kembali normal, RR : 16-24 x/menit, keseimbangan asam-basa kembali setelah 3
minggu post partum.
f. Sistem Gastrointestinal
- Mobilitas lambung menurun sehingga timbul konstipasi.
- Nafsu makan kembali normal.
- Kehilangan rata-rata berat badan 5,5 kg.
g. Sistem Urinaria
- Edema pada kandung kemih, urethra dan meatus urinarius terjadi karena trauma.
- Pada fungsi ginjal: proteinuria, diuresis mulai 12 jam.
- Fungsi kembali normal dalam 4 minggu.
h. Sistem Muskuloskeletal
Terjadi relaksasi pada otot abdomen karena terjadi tarikan saat hamil. Diastasis rekti 2-4 cm,
kembali normal 6-8 minggu post partum.
i. Sistem Integumen
Hiperpigmentasi perlahan berkurang.
j. Sistem Imun
Rhesus incompability, diberikan anti RHO imunoglobin.
D. PATOFISIOLOGI
Terlampir
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Darah lengkap
Hb, Ht, Leukosit, trombosit.
Urine lengkap
F. KOMPLIKASI
1. Perdarahan Pasca Persalinan
a. Pengertian
Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan atau hilangnya darah 500 cc atau lebih yang terjadi setelah
anak lahir. Perdarahan dapat terjadi sebelum, selama, atau sesudah lahirnya plasenta.
Definisi lain menyebutkan Perdarahan Pasca Persalinan adalahperdarahan 500 cc atau lebih yang terjadi
setelah plasenta lahir. Perdarahan post partum ada kalanya merupakan perdarahan yang hebat dan menakutkan
sehingga dalam waktu singkat wanita jatuh ke dalam syok, ataupun merupakan perdarahan yang menetes
perlahan-lahan tetapi terus menerus dan ini juga berbahaya karena akhirnya jumlah perdarahan menjadi banyak
yang mengakibatkan wanita menjadi lemas dan juga jatuh dalam syok .
b. Klasifikasi
Menurut waktu terjadinya dibagi atas dua bagian (Manuaba, 2001):
1. Perdarahan postpartum primer (early postpartum hemorrhage) ialah perdarahan >500 cc yang terjadi
dalam 24 jam pertama setelah bayi lahir. Penyebab utama perdarahan postpartum primer adalah
atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir.
2. Perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemorrhage) ialah perdarahan >500 cc setelah
24 jam pasca persalinan. Penyebab utama perdarahan postpartum sekunder adalah robekan jalan lahir dan
sisa plasenta.
c. Etiologi
Perdarahan postpartum bisa disebabkan karena (Faktor Predisposisi):
1) Atonia Uteri
Ketidakmampuan uterus untuk berkontraksi sebagaimana mestinyasetelah plasenta
lahir. Perdarahan postpartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serat-serat myometrium
terutama yang berada disekitar pembuluh darah yang mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta.
Atonia uteri terjadi ketika myometrium tidak dapat berkontraksi (Wiknjosastro,2002).
Faktor predisposisi yang mempengaruhi perdarahan postpartummenurut JHPIEGO,
POGI, JNKPR (2007) antara lain:
a) Pembesaran uterus lebih dari normal selama kehamilan yang disebabkan karena jumlah air ketuban yang
berlebihan(polihidramnion), kehamilan kembar (gemelli), bayi besar(makrosomia)
b) Kala satu dan atau kala dua yang lama atau memanjang
c) Persalinan cepat (presipitatus)
d) Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin
e) Infeksi intrapartum
f) Pengaruh pemberian narkosa pada anestesi
g) Magnesium sulfat digunakan untuk mengendalikan kejang pada preeklamsia
2) Retensio Plasenta
Perdarahan yang disebabkan karena plasenta belum lahir hingga atau melebihi waktu 30 menit
setelah bayi lahir. Hal itu disebabkan karena plasenta belum lepas dari dinding uterus atau
plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan (Wiknjosastro, 2002). Pada beberapa kasus dapat
terjadi retensio plasenta berulang (habitual retensio plasenta) (Manuaba, 2001).
Terdapat jenis retensio plasenta antara lain (Saifuddin, 2001) :
a) Plasenta adhesive
Implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan mekanisme
separasi fisiologis.
b) Plasenta akreta
Implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan miometrium.
c) Plasenta inkreta
Implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan serosa dinding uterus.
d) Plasenta perkreta
Implantasi jonjot korion plasenta yang menembus serosa dinding uterus.
e) Plasenta inkarserata
Tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.
Pada kasus retensio plasenta, plasenta harus dikeluarkan karenadapat menimbulkan bahaya
perdarahan, infeksi karena plasentasebagai benda mati, dapat terjadi plasenta inkarserata, dapat
terjadipolip plasenta dan terjadi degenerasi sel ganas koriokarsinoma(Manuaba, 2001).
3) Laserasi Jalan Lahir
Perdarahan yang terjadi karena adanya robekan pada jalan lahir (perineum, vulva, vagina, portio,
atau uterus). Robekan padaperineum, vulva, vagina dan portio biasa terjadi pada persalinan
pervaginam. Perdarahan karena robekan jalan lahir banyak dijumpaipada pertolongan persalinan oleh
dukun karena tanpa dijahit. Oleh sebab itu bidan diharapkan melaksanakan pertolongan persalinan melalui
polindes, sehingga peran dukun berangsur-angsur berkurang. Dengan demikian komplikasi robekan jalan lahir
yang dapat menimbulkan perdarahan pun akan dapat berkurang (Manuaba, 2001).
4) Koagulopati
Perdarahan yang terjadi karena terdapat kelainan pada pembekuan darah. Sebab tersering
perdarahan postpartum adalah atonia uteri,yang disusul dengan tertinggalnya sebagian plasenta. Namun,
gangguan pembekuan darah dapat pula menyebabkan perdarahan post partum. Hal ini disebabkan karena
defisiensi faktor pembekuandan atau penghancuran fibrin yang berlebihan (Wiknjosastro, 2002). Gejala-gejala
kelainan pembekuan darah bisa berupa penyakit keturunan ataupun didapat, kelainan pembekuan darah bisa berupa
:
a) Hipofibrinogenemia
b) Trombositopeni
c) Idiopathic thrombocytopenic purpura
d) HELLP syndrome (Hemolysis, elevated Liver Enzymes, And Low Platelet Count)
e) Disseminated Intravaskuler Coagulation
f) Dilutional coagulopathy
g) bisa terjadi pada transfusi darah lebih dari 8 unit karena darah donor biasanya tidak segar sehingga
komponen fibrin dan trombosit sudah rusak.
Penyebab perdarahan pasca persalinan dini:
a) Perlukaan jalan lahir: ruptur uteri, robekan serviks, vagina, perineumdan luka episiotomy
b) Gangguan mekanisme pembekuan darah
c) Perdarahan pada tempel menempelnya plasenta karena atoniauteri, retensio plasenta, inversio
plasenta
Penyebab perdarahan pasca persalinan lambat:
a) Sisa plasenta dan selaput ketuban, perlekatan abnormal (plasenta akreta dan prakreta) tidak ada
perlekatan (plasenta sekreta)
b) Infeksi akibat retensi produk pembuangan dalam uterus sehingga terjadi sub involusi uterus.
Faktor resiko:
a) Riwayat perdarahan pada kehamilan yang lalu
b) Gravida multipara (lebih anak)
c) Jarak kehamilan dekat
d) Operasi secar pertama
e) Persalinan kala II terlalu cepat (cn: setelah ekstraksi atau vacumforsep)
f) Uterus terlalu tegang, misalnya: hidramnion, kehamilan kembar,anak besar.
g) Uterus kelelahan
h) Inversi uterus primer dan sekunder.
f. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
a) Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan sejak periode antenatal terutama pemeriksaan Hb
b) Pemeriksaan golongan darah dan test antibodi harus dilakukan sejak antenatal
c) Perlu dilakukan pemeriksaan koagulasi seperti waktu perdarahan dan waktu pembekuan
2) Pemeriksaan radiologi
a) Pemeriksaan USG dapat membantu melihat adanya bekuan darahdan retensi sisa plasenta
b) Pemeriksaan USG periode antenatal dilakukan untuk mendeteksi pasien dengan resiko tinggi
perdarahan dengan postpartum, seperti plasenta previa.
g. Penatalaksanaan
1) Ketahui secara pasti kondisi ibu bersalin sejak awal
2) Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
3) Segera dilakukan penilaian klinis dan upaya pertolongan dihadapkanpada masalah komplkasi
4) Atasi syok bila terjadi
5) Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman
6) Pastikan kontraksi berlangsung dengan baik (keluarkan bekuan darah,lakukan masase uterus,
beri uterotonika 10 ml, dilanjutkan infus 20 mldalam 500 cc NS/RL dengan tetesan 40 tpm)
7) Pastikan plasenta telah lahir lengkap dan eksplorasi
8) Pasang kateter dan pantau cairan keluar dan masuk
9) Lakukan observasi ketat pada 2 jam pertama pasca melahirkan dan lanjutkan pemantauan
terjadwal hingga jam berikutnya.
h. Komplikasi
1) Syok
2) Sepsis
3) Kegagalan fungsi
b. Klasifikasi
1) Infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, serviks, dan endometrium
a) Vulvitis
Pada infeksi bekas sayatan episiotomi atau luka perineum jaringan sekitarnya
membengkak, tepi luka menjadi merah dan bengkak; jahitan ini mudah terlepas dan luka yang
terbuka menjadi ulkus danmangaluarkan pus
b) Vaginitis
Infeksi vagina dapat terjadi secara langsung pada luka vagina atau melalui perineum.
Permukaan mukosa membengkak dan kemerahan,terjadi ulkus, dan getah mengandung nanah yang
keluar dari daerah ulkus. Penyebaran dapat terjadi, tetapi pada umumnya infeksi tinggal terbatas
c) Servisitis
Infeksi sering juga terjadi, akan tetapi biasanya tidak menimbulkanbanyak gejala. Luka
serviks yang dalam dan meluas dan langsung kedasar ligamentum latum dapat menyebabkan infeksi yang
menjalar ke parametrium.
d) Endometritis
Jenis infeksi yang paling sering ialah endometritis. Kuman-kuman memasuki
endometrium, biasanya pada luka bekas Insersio plasenta,dan dalam waktu singkat
mengikutsertakan seluruh endometrium.
2) Penyebaran dari tempat-tempat tersebut melalui vena-vena, melalui jalan limfe, dan melalui
permukaan endometrium.
a) Septikemia dan piemia
Ini merupakan infeksi umum yang disebabkan oleh kuman-kuman yang sangat pathogen
biasanya Streptococcus haemolyticus golongan A. Infeksi ini sangat berbahaya dan merupakan 50%
dari semua kematian karena infeksi nifas.Pada septicemia kuman-kuman dari sarangnya di
uterus, langsung masuk keperedaran darah umum dan menyebabkan infeksi umum. Adanya
septicemia dapat dibuktikan dengan jalan pembiakan kuman-kuman dari darah. Pada piemia terdapat
dahulu tromboflebitis pada vena-vena diuterus serta sinus-sinus pada bekas tempat plasenta.
Tromboflebitis ini menjalar ke vena uterine, vena hipogastrika, dan/atau vena ovarii
(tromboflebitis pelvika). Dari tempat-tempat thrombus itu embolus kecil yang mengandung
kuman-kuman dilepaskan. Tiap kali dilepaskan, embolus masuk ke peredaran darah umum dan dibawa
oleh aliran darah ketempat-tempat lain, antaranya ke paru-paru, ginjal, otak, jantung, dan
sebagainya, dan mengakibatkan terjadinya abses-abses ditempat-tempat tersebut. Keadaan ini dinamakan
piemia.
b) Peritonitis
Infeksi nifas dapat menyebar melalui pembuluh limfe didalam uterus langsung mencapai
peritoneum dan menyebabkan peritonitis, atau melalui jaringan diantara kedua lembar ligamentum
latum yang menyebabkan parametritis (sellulitis pelvika).
c) Parametritis (sellulitis pelvika)
Peritonitis dapat pula terjadi melalui salpingo-ooforitis atausellulitis pelvika. Infeksi
jaringan ikat pelvis dapat terjadi melalui tiga jalan yakni :
Penyebaran melalui limfe dari luka serviks yang terinfeksi atau dari endometritis.
Penyebaran langsung dari luka pada serviks yang meluassampai kedasar ligamentum.
Penyebaran sekunder dari tromboflebitis pelvika
Penyebaran melalui permukaan endometrium: Salpingitis, ooforitis kadang-kadang walaupun
jarang, infeksi yang menjalar ke tuba Fallopii, malahan ke ovarium.
c. Etiologi
1) Eksogen: kuman datang dari luar
2) Autogen: kuman masuk dari tempat lain
3) Endogen: dari jalan lahir sendiri
Selain itu infeksi dapat disebabkan oleh:
1) Streptococus haemolyticus aerobicus
Ini merupakan penyebab infeksi yang berat, khususnya golongan A. Infeksi ini biasanya
eksogen (dari penderita lain, alat atau kain yang tidak steril, infeksi tenggorokan orang lain).
2) Staphylococus aureus
Kuman ini biasanya menyebabkan infeksi terbatas, walaupun kadang-kadang menjadi sebab
infeksiumum. Banyak ditemukan di rumah sakit.
3) Escherichia coli
Kuman ini umumnya berasal dari kandungkencing atau rektum dan dapat menyebabkan
infeksi terbatas pada perineum, vulva, dan endometrium. Kuman ini merupakan sebab dari infeksi traktus
urinarius.
4) Clostridium welchii
Infeksi kuman yang bersifat anerobik jarang ditemukan tetapi sangat berbahaya. Infeksi lebih
sering terjadi pada abortus kriminalis.
d. Faktor Predisposisi
1) Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan penderita,seperti perdarahan banyak, pre-eklamsia,
juga infeksi lain, sepertipneumonia, penyakit jantung, dan sebagainya.
2) Partus lama, terutama dengan ketuban pecah lama.
3) Tindakan bedah vaginal, yang menyebabkan perlukaan pada jalanlahir.
4) Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban, dan bekuan darah.
g. Pencegahan Infeksi
1) Selama Kehamilan
a) Oleh karena anemia merupakan predisposisi untuk infeksi nifas, harus diusahakan untuk memperbaikinya.
Keadaan gizi jugamerupakan factor penting, karenanya diet yang baik harus diperhatikan.
b) Coitus pada hamil tua sebaiknya dilarang karena dapatmengakibatkan pecahnya ketuban dan
terjadinya infeksi.
2) Selama Persalinan
a) Membatasi sebanyak mungkin kuman-kuman dalam jalan lahir,menjaga supaya persalinan tidak
berlarut-larut, menyelesaikanpersalinan dengan trauma sedikit mungkin, dan mencegahterjadinya perdarahan
banyak.
b) Semua petugas dalam kamar bersalin harus menutup hidung danmulut dengan masker, alat-alat, kain-kain
yang dipakai dalampersalinan harus suci hama.
c) Pemeriksaan dalam hanya boleh dilakukan jika perlu, terjadinyaperdarahan harus dicegah sedapat
mungkin dan transfusi darahharus diberikan menurut keperluan.
3) Selama nifas
a) Perawatan luka postpartum dengan teknik aseptik
b) Semua alat dan kain yang berhubungan dengan daerah genetalia harus bersih
c) Penderita dengan tanda infeksi nifas jangan bergabung dengan wanita nifas yang sehat
h. Pengobatan Infeksi
1) Lakukan kultur dengan segera dari sekret vagina dan serviks, luka operasi dan darah serta uji
kepekaan untuk mendapat antibiotik yang tepat
2) Berikan antibiotik yang cukup dan adekuat
3) Sambil menunggu hasi laboratorium, berikan antibiotik spektrum luas
4) Pengobatan meningkatkan daya tahan tubuh seperti infus, trasfusi darah, makanan begizi.
3. Tromboemboli
a. Pengertian
Tromboemboli berasal dari kata trombus dan emboli. Trombus adalah kumpulan faktor
darah terutama trombosit dan fibrin dengan terperangkapnya jalur selular yang sering
menyebabkan obstruksi padaakhir pembentukannya. Tormboemboli adalah obstruksi pembuluh
darah dengan bahan trombus yang dibawa oleh darah dari tempat asal untuk menyumbat statis vena pada
ekstrimitas bawah yang disebabkan oleh melemahnya dinding pembuluh darah dan penekanan
vena-vena utama akibat pembesaran uterus. Meskipun sistem pembekuan darah kembali ketingkat normal
sebelum kehamilan 3 minggu setelah persalinan resiko terjadi trombosis tetap berlanjut 4-5 minggu
setelah persalinan.
b. Klasifikasi
1) Trombosis vena superfisial (TVS) Lebih sering diderita oleh wanita dengan varises dan
kejadiannya tidakdipengaruhi oleh intervensi obstetrik yang traumatik. Biasanya disertai
peradangan sehingga disebut tromboplebitis, yaitu dibagi 2:
a) Pelvio trombophlebitis yaitu mengenai vena dinding uterus dan ligamentum latum, yaitu vena vesika, vena uterina
dan hipogastrik.
b) Trombophlebitis femoralis yaitu mengenai vena-vena padatungkai, vena femoralis, popliteal dan vena
savena.
2) Trombosis vena dalam (TVD )Sangat dipengaruhi oleh intervensi obstetrik yang traumatik,
sebagai contoh kejadiannya meningkat menjadi 1,8-3% setelah tindakan bedah caecar. Emboli
paru (EP)15-20% pendertita TVD yang tidak tertangani dengan baik akan mengalami emboli paru dan 12-15%
dari jumlah tersebut akan berakibat fatal
c. Etiologi
Persalinan khususnya pada saat plasenta terlepas, kadar fibrinogen serta faktor lain yang
memegang peranan dalam pembekuan meningkat,sehingga memudahkan timbulnya pembekuan.
Pembekuan darah pada kaki menjadi lebih lambat karena tekanan uterus berisi janin beserta
berkurangnya aktivitas yang berlangsung sampai masa nifas. Pada persalinan terutama yang diselesaikan dengan
pembedahan, ada kemungkinan gangguan pada pembuluh darah terutama di daerah pelvis.
Terjadinya tromboemboli melibatkan 3 faktor yang berhubungan yaitu:
1) Perubahan koagulasi
Pada saat persalinan, faktor pembekuan V, VII, dan X kadarnya akanmeningkat 2x lipat
dan tetap tinggi di masa nifas. Plasenta dan cairan amnion merupakan sumber dari tromboplastin
jaringan (faktor III). Pengeluaran semua material dalam persalinan dan akan merangsang jalur ekskresi
pembekuan darah.
2) Statis vena, terjadi karena:
a) Terjadi penurunan secara bertahap aliran darah vena dari kaki ke paha
b) Obstruksi bermakna dari vena kava akibat penekanan uterusyang semakin membesar
c) Dilatasi vena panggul
d) Kemungkinan terjadinya disfungsi dan katub vena
Semua hal tersebut mempunyai potensi untuk meningkatkan resiko terjadinya statis
aliran darah yang progresif dengan akibat trombus yang semakian luas. Keadaan tersebut
diperparah dengan tirah baring yang lama dan proses persalinan dengan tindakan
3) Trauma endotelium vaskuler
Merupakan barier fisiologis terhadap trombosis diantaranya dengan menghasilkan
prostasiklin yang berfungsi mencegah terjadinya agregasidan akivitas trombosis.
e. Manifestasi Klinis
Tromboemboli pada masa nifas umumnya ditandai dengan:
1) Manifesatasi klinik klasik yang disbeut dengan plegmasia alba dolerisyaitu berupa edema tungkai
dan paha
2) Disertai rasa nyeri yang hebat
3) Sianosis local
4) Demam yang terjadi karena tersumbatnya vena dari kaki sampai regionilleo femoral. Nyeri pada
otot betis baik spontan ataupun akibatperegangan tendon Achilles Chormon sign tidak
mempunyai arti klinisyang bermakna karena tanda yang sama, seringkali ditemukan padaawal masa nifas
akibat tekanan oleh penyangga betis meja obstetrikpada saat persalinan. Derajat nyeri tidak berhubungan dengan
resikoterjadinya emboli karena banyak penderita emboli paru yangsebelumnya tidak menunjukkan
tanda-tanda trombosis vena.
f. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan invasif (venografi)
a) Gold standart untuk diagnosis TVD
b) Pemeriksaan non invasif (compression ultrasound: CUS, impedancepeltysimografi: IPG dan magnetik Resonance
Venogravy: MRV)CUS adalah salah satu pemeriksaan untuk TVD proksimal
Jika hasil pemeriksaan ini negatif sedangkan secara klinis tetap patut diduga TVD, maka:
a) USG dan USG dopler secara akurat dapat mengidentifikasi trombosis vena proksimal
b) CT Scan dipertimbangkan sebagai pemeriksaan yang akurat dan mengidentifikasi TVD panggul dan abdomen
c) Angiografi paru merupakan gold standart untuk diagnosa emboliparu
g. Penatalaksanaan
1) Trombosis ringan, Khususnya di vena-vena di bawah permukaan diatasi dengan:
a) Istirahatkan, kaki agak tinggi
b) Pemberian anti thrombus
c) Jika terjadi peradangan berikan antibiotic
d) Segera setelah nyeri hilang dianjurkan untuk mulai berjalan.
2) Pelviotrombophlebitis
a) Rawat inap: tirah baring
3) Trombophlebitis femoralis
a) Perawatan kaki
b) Terapi medik: Antibiotik dan analgesic
c) Ibu tidak boleh menyusui
4) TVD
a) Stoking untuk menekan
b) Terapi antikoagulan, warfarin
c) Pemberian analgesic
b. Gejala
1) Mimpi buruk
2) Insomnia
3) Phobia
4) Cemas dan tegang
5) Perubahan mood, nafsu makan menurun, sedih, murung, perasaantidak berharga, mudah marah, kelelahan,
sulit konsentrasi, melukaidiri, tidak mau berhubungan dengan orang lain dan tidak mencintai bayinya
I. PENGKAJIAN
A. Pemeriksaan Fisik
1. Monitor Keadaan Umum Ibu
- Jam I : tiap 15 menit, jam II tiap 30 menit
- 24 jam I : tiap 4 jam
- Setelah 24 jam : tiap 8 jam
2. Monitor Tanda-tanda Vital
3. Payudara
Produksi kolustrum 48 jam pertama.
4. Uterus
Konsistensi dan tonus, posisi tinggi dan ukuran.
5. Insisi SC
Balutan dan insisi, drainase, edema, dan perubahan warna.
6. Kandung Kemih dan Output Urine
Pola berkemih, jumlah distensi, dan nyeri.
7. Bowel
Pergerakan usus, hemoroid dan bising usus.
8. Lochea
Tipe, jumlah, bau dan adanya gumpalan.
9. Perineum
Episiotomi, laserasi dan hemoroid, memar, hematoma, edema, discharge dan approximation.
Kemerahan menandakan infeksi.
10. Ekstremitas
Tanda Homan, periksa redness, tenderness, warna.
11. Diagnostik
Jumlah darah lengkap, urinalisis.
B. Perubahan Psikologis
1. Peran Ibu meliputi:
Kondisi Ibu, kondisi bayi, faktor sosial-ekonomi, faktor keluarga, usia ibu, konflik peran.
2. Baby Blues:
Mulai terjadinya, adakah anxietas, marah, respon depresi dan psikosis.
3. Perubahan Psikologis
a. Perubahan peran, sebagai orang tua.
b. Attachment yang mempengaruhi dari faktor ibu, ayah dan bayi.
c. Baby Blues merupakan gangguan perasaan yang menetap, biasanya pada hari III dimungkinkan
karena turunnya hormon estrogen dan pergeseran yang mempengaruhi emosi ibu.
4. Faktor-faktor Risiko
a. Duerdistensi uterus
b. Persalinan yang lama
c. Episiotomi/laserasi
d. Ruptur membran prematur
e. Kala II persalinan
f. Plasenta tertahan
g. Breast feeding
DAFTAR PUSTAKA
Joseph, H. K dan Nugroho. 2010. Catatan Kuliah Ginekologi dan Obstetri(Obsgyn). Yogayakarta: Nuha Medika
Krisnadi, Sofie. 2005. Obstetri Patologi ilmu kesehatan Reproduksi Edisi 2 FK Universitas Padjadjaran.
Jakarta: EGC.
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid 1 Obstetri fisiologi, Obstetri Patologi. Jakarta:EGC.
Manuaba, Ida. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KeluargaBerencana untuk Pendidikan
Bidan. Jakarta: EGC.
Prawirohardjo, Sarwono. 2006. Buku Acuan Nasional PelayananKesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta:
Yayasan Bina Pustakasarwono Prawirohardjo.
Saifuddin, Gulardi, Biran, dan Joko. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Doengoes, E. Marilyn, Rencana Perawatan Maternal/Bayi, Edisi 2, 2001, EGC, Jakarta.
FKUI, Buku Pedoman Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Cetakan 1, 2002, Yayasan
Bina Pustaka: Jakarta.
FKUI, Ilmu Kebidanan, Edisi 3, 1999, Yayasan Bina Pustaka: Jakarta.
FKUI, Obstetri Fisiologi, 1993, E. Leman: Bandung.
Persis Mary Hamilton, Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, 1995, EGC, Jakarta.