Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

Dermatitis Atopik (DA) adalah salah satu penyakit kulit yang paling banyak
membawa pasien ke tempat praktek (puskesmas atau klinik). Dermatitis atopik
merupakan suatu peradangan kulit kronis, berulang, disertai rasa gatal yang umumnya
sering terjadi selama bayi dan anak-anak. Umumnya sering terjadi pada masa bayi
dan anak-anak, dapat berlanjut hingga dewasa. Kelainan kulit berupa gatal,eritema,
edema,vesikel dan luka pada stadium akut, tetapi pada stadium kronik ditandai
likenifikasi. Penyakit ini sering berhubungan dengan peningkatan IgE dalam serum
dan riwayat atopik pada penderita sendiri atau keluarganya. Gambaran klinis
dermatitis atopik yang berbeda berdasarkan tingkatan usia tersebut menunjukkan
kemiripan dengan penyakit kulit lainnya sehingga perlu untuk mengetahui
karakteristik masing-masing diagnosis banding dari dermatitis atopik agar
memudahkan dalam penegakkan diagnosis.

Beberapa diagnosis banding dermatitis atopik yang akan dibahas dalam referat ini
adalah dermatitis seboroik infantil, dermatitis popok, psoriasis, skabies, Letterer-siwe
pada fase infantil. Sedangkan fase anak terdapat dermatitis numularis, kandidiasis
intertriginosa, dermatitis kontak, Syndrome Wiskott Aldrich. Untuk fase dewasa
terdapat neurodermatitis, psoriasis, dermatitis seboroik, prurigo, dermatitis kontak.
BAB II

ISI

2.1 Dermatitis Atopik

Dermatitis atopik (DA) adalah penyakit kulit inflamasi yang khas, bersifat kronis
residif, dengan karakteristik rasa gatal yang hebat dan sering terjadi kekambuhan.
Umumnya sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak, dapat berlanjut hingga
dewasa. Kelainan kulit berupa gatal, eritema, edema, vesikel dan luka pada stadium
akut, tetapi pada stadium kronik ditandai likenifikasi. Penyakit ini sering berhubungan
dengan peningkatan IgE dalam serum dan riwayat atopi pada penderita sendiri atau
keluarganya misalnya rhinitis alergi, asma bronkial, dan konjungtivitis alergi.1
Dermatitis atopik merupakan proses multifaktorial, sehingga banyak faktor yang
berperan dalam tejadinya kelainan ini. Etiologi dan patogenesis dermatitis atopik
masih belum diketahui, tetapi terdapat beberapa faktor yang dianggap berperan
sebagai faktor pencetus kelainan ini, antara lain faktor genetik, imunologik, psikologi
lingkungan dan gaya hidup.2,3 Dermatitis atopik dapat terjadi pada 2 dari 56 negara,
didapatkan pravelensi dermatitis atopik bervariasi dari 0,6%- 20,5%. Menurut
penelitian didapatkan hasil peningkatan pravelensi dermatitis atopik pada tiga dekade
terakhir, sehingga menjadi masalah kesehatan yang besar.3 Survei di negara
berkembang menunjukkan 10-20% bayi dan anak menderita dermatitis atopik. Pada
tahun 2000, di Indonesia ditemukan 23,67% kasus baru dermatitis atopik pada anak
dari 611 kasus baru penyakit kulit lainnya.2

2.2 Gejala Klinis Dermatitis Atopik


Dermatitis Atopik Gejala dermatitis atopik dapat bervariasi pada setiap orang.
Gejala yang paling umum adalah kulit tampak kering dan gatal. Gatal merupakan
gejala yang paling penting pada dermatitis atopik. Garukan atau gosokan sebagai
reaksi terhadap rasa gatal menyebabkan iritasi pada kulit, menambah peradangan, dan
juga akan meningkatkan rasa gatal. Gatal merupakan masalah utama selama tidur,
pada waktu kontrol kesadaran terhadap garukan menjadi hilang. Gambaran kulit
atopik bergantung pada parahnya garukan yang dialami dan adanya infeksi sekunder
pada kulit. Kulit dapat menjadi merah, bersisik, tebal dan kasar, beruntusan atau
terdapat cairan yang keluar dan menjadi keropeng (krusta) dan terinfeksi. Kulit yang
merah dan basah (eksim) disebabkan peningkatan peredaran darah di kulit akibat
rangsangan alergen, stress, atau bahan pencetus lain. Peningkatan aliran darah diikuti
dengan perembesan cairan ke kulit melalui dinding pembuluh darah. Kulit kering dan
bersisik membuat kulit lebih sensitif sehingga lebih mudah terangsang. Bila sangat
kering kulit akan pecah sehingga menimbulkan rasa nyeri. Penebalan kulit
(likenifikasi) terutama di daerah yang sering mengalami garukan, disertai dengan
perubahan warna menjadi lebih gelap akibat peningkatan jumlah pigmen kulit. Daerah
yang lebih sering mengalami likenifikasi ialah leher bagian belakang, lengan bawah,
daerah pusar, di atas tulang kering, dan daerah genital. Dermatitis atopik dapat juga
mengenai kulit sekitar mata, kelopak mata dan alis mata. Garukan dan gosokan sekitar
mata menyebabkan mata menjadi merah dan bengkak. Dermatitis atopik yang terjadi
pada masa bayi dan anak mempunyai gejala yang berbeda-beda, baik dalam usia saat
mulai timbul gejala maupun derajat beratnya penyakit.1

Pada masa bayi, umumnya gejala mulai terlihat sekitar usia 6-12 minggu.
Pertama kali timbul di pipi dan dagu sebagai bercak-bercak kemerahan, bersisik dan
basah. Kulit pun kemudian mudah terinfeksi. Kelainan kulit pada bayi umumnya di
kedua pipi sehingga oleh masyarakat sering dianggap akibat terkena air susu ibu
ketika disusui ibunya, sehingga dikenal istilah eksim susu. Sebenarnya, pendapat
tersebut tidak benar, pipi bayi yang mengalami gangguan bukan akibat terkena air
susu ibu. Bahkan bayi yang pada beberapa bulan pertama diberi air susu ibu (ASI)
secara ekslusif (hanya ASI saja) akan lebih jarang terkena penyakit ini dibandingkan
bayi yang mendapat susu formula. Selain itu, sisik tebal bewarna kuning ‘kerak’ juga
sering ditemui pada bayi di kepala (cradle cap), yang dapat meluas ke daerah muka.
Bersamaan dengan proses tumbuh kembang bayi, saat bayi lebih banyak bergerak dan
mulai merangkak, maka daerah yang terkena dapat meluas ke lengan dan tungkai.
Lesi kulit muncul sebagai bintil-bintil merah kecil yang terasa gatal yang dapat
bergabung membentuk bercak pioderma. Bayi dengan dermatitis atopik sering tampak
gelisah dan rewel karena rasa gatal dan rasa tak nyaman oleh penyakitnya. Ketika
mencapai usia sekitar 18 bulan kulit bayi mulai meperlihatkan tanda-tanda perbaikan.
Walaupun demikian bayi tersebut mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk
mempunyai kulit yang kering dan dermatitis atopik di kemudian hari.1,4

Pada masa anak, pola distribusi lesi kulit mengalami perubahan. Awitan lesi
muncul sebelum umur 5 tahun. Sebagian besar merupakan kelanjutan fase bayi.
Tempat predileksi cenderung di daerah lipat lutut, lipat siku dan sangat jarang di
daerah wajah, selain itu juga dapat mengenai sisi leher (bagian anterior dan lateral),
sekitar mulut, pergelangan tangan, pergelangan kaki, dan kedua tangan. Distribusi lesi
biasanya simetris. Manifestasi dermatitis sub akut dan cenderung kronis. Pada kondisi
kronis tampak lesi hiperpigmentasi, hiperkeratosis dan likenifikasi. Biasanya kelainan
kulit dimulai dengan beruntusan yang menjadi keras dan bersisik bila digaruk. Kulit
di sekitar bibir dapat juga terkena dan upaya menjilat terus-menerus di daerah tersebut
dapat menyebabkan kulit sekitar mulut pecah-pecah dan terasa nyeri, demikian pula
bagian sudut lobus telinga sering mengalami fisura. Lesi dermatitis atopik pada anak
juga dapat ditemukan di paha dan bokong. Pada sebagian anak penyakit akan
menyembuh untuk jangka waktu yang lama. Pada anak usia sekolah sering terjadi
ruam kulit di kedua paha atas bagian belakang menyerupai setengah lingkaran tempat
duduk (toilet seat eczema). Terdapat bentuk lain yang mengenai kaki, disebut sebagai
eksim kaos kaki (sweaty sock dermatitis), menyerupai infeksi jamur tetapi sela jari
kaki terbebas dari ruam. Pada awal masa pubertas oleh karena pengaruh hormon,
stress, dan penggunaan produk atau kosmetik perawatan kulit yang bersifat iritasi
penyakit dapat timbul kembali.4

Gambaran klinis dermatitis atopik dibagi menjadi 4 tipe berdasarkan


lokaliasasinya terhadap usia :

2.2.1 Dermatitis Atopik Infantil (2 bulan - 2 tahun)

Dermatitis atopi sering muncul pada tahun pertama kehidupan dan dimulai sekitar
usia 2 bulan. Jenis ini disebut juga milk scale karena lesinya menyerupai bekas susu.
Lesi berupa plak eritematosa, papulo-vesikel yang halus, dan menjadi krusta akibat
garukan. Tempat predileksi utama di wajah diikuti kedua pipi dan tersebar simetris.
Lesi dapat meluas ke dahi, kulit kepala, telinga, leher, pergelangan tangan, dan
tungkai terutama bagian volar atau fleksor. Rasa gatal yang timbul menyebabkan anak
menjadi gelisah, sulit tidur, dan sering menangis. Dengan bertambahnya usia, fungsi
motorik bertambah sempurna, anak mulai merangkak dan belajar berjalan, sehingga
lesi kulit dapat ditemukan di bagian ekstensor, misalnya lutut, siku, atau di tempat
yang mudah mengalami trauma. Gambaran klinis pada fase ini lebih mirip dermatitis
akut, erosi, dan eksoriasi. Lesi eksudatif, erosi, dan krusta dapat menyebabkan infeksi
sekunder dan meluas generalisata dan menjadi lesi kronis dan residif. Fase infantil
dapat mereda dan menyembuh namun sebagian pasien dapat berkembang menjadi
fase anak atau fase remaja.

Gambar 1. Predileksi DA fase infantil5


(a) (b)

(b) (d)

Gambar 2. Gambaran lesi DA pada bayi di (a) pipi, (b) punggung tangan, (c)
belakang telinga, (d) daerah popok.2,5

Pada bayi usia kurang dari 1 tahun, beberapa alergen makanan (susu sapi, telur,
kacang-kacangan) kadang-kadang masih berpengaruh, tetapi pada usia yang lebih tua
alergen hirup dianggap lebih berpengaruh. Namun hal ini masih diperdebatkan.

2.2.2 Dermatitis Atopik pada Anak (2-10 tahun)

Pada dermatitis atopik fase anak dapat merupakan kelanjutan bentuk infantil atau
timbul sendiri. Tempat predileksi lebih sering di fossa kubiti dan poplitea, fleksor
pergelangan tangan, kelopak mata dan leher, dan tersebar simetris. Kulit pasien
dermatitis atopik dan kulit pada lesi cenderung lebih kering. Lesi dermatitis
cenderung menjadi kronis disertai hiperkeratosis, hiperpigmentasi, erosi, eksoriasi,
krusta, dan skuama. Pada fase ini pasien dermatitis atopik lebih sensitif terhadap
alergen hirup, wol, dan bulu binatang.2,5

Gambar 3. Predileksi DA fase anak.5

(a)
(b)
(c) (d)

(e)

Gambar 4. Gambaran klinis lesi DA pada fase anak (a) fossa kubiti, (b) fossa
poplitea, (c) sweaty sock eczema, (d) brachii dan antebrachii, (e) toilet seat eczema5

a) Dermatitis Atopik pada Dewasa (>12 tahun)


Pada orang dewasa, lesi dermatitis kurang karakteristik, dapat di wajah, tubuh
bagian atas, fleksura, bibir dan tangan. Sebagian orang yang mengalami dermatitis
atopik pada masa anak juga mengalami gejala pada masa dewasanya, namun penyakit
ini dapat juga pertama kali timbul pada saat telah dewasa. Gambaran penyakit saat
dewasa serupa dengan yang terlihat pada fase akhir anak. Pada umumnya ditemukan
adanya penebalan kulit di daerah belakang lutut dan fleksural siku serta tengkuk leher.
Akibat adanya garukan secara berulang dan perjalanan penyakit yang kronis, lesi
ditandai dengan adanya hiperpigmentasi, hiperkeratosis dan likenifikasi. Distribusi
lesi biasanya simetris. Lokasi lesi menjadi lebih luas, selain fosa kubiti dan poplitea,
juga dapat ditemukan bagian lateral leher, tengkuk, badan bagian atas dan dorsum
pedis. Namun, dapat pula terbatas hanya pada beberapa bagian tubuh, misalnya hanya
tangan atau kaki. Stres dapat menjadi faktor pencetus karena saat stres nilai ambang
rasa gatal menurun.1,3
Gambar 5. Gambaran klinis lesi DA pada dewasa3

2.3 Diagnosis Banding Dermatitis Atopik

 Fase Infantil

a) Dermatitis Seboroik Infantil

Dermatitis seboroik merupakan kelainan kulit berupa peradangan superfisial


dengan papuloskuamosa yang kronik dengan tempat predileksi di daerah
seboroik yakni daerah yang kaya akan kelenjar sebasea, seperti pada kulit kepala, alis,
kelopak mata, naso labial, bibir, telinga, dada, axilla, umbilikus, selangkangan dan
glutea. Pada dermatitis seboroik didapatkan kelainan kulit yang berupa eritem, edema,
serta skuama yang kering atau berminyak
dan berwarna kuning kecoklatan dalam berbagai ukuran disertai adanya krusta.
Penyebab dari dermatitis seboroik belum diketahui secara pasti, tetapi sejenis jamur
yaitu Pityrosporum ovale mungkin merupakan faktor kausatif. Jamur ini termasuk
dalam kelas Malassezia sp. Dalam hidupnya sangat bergantung pada lemak,oleh
karena itu sering ditemukan di daerah kulit yang kaya sebum seperti di badan,
punggung, wajah dan kulit kepala. Dermatitis seboroik pada bayi, lazim disebut
dengan dermatitis seboroik infantil. Kelainan ini terjadi pada bulan pertama, biasanya
pada minggu ketiga dan keempat, tersering pada 3 bulan pertama dan akan
menghilang dengan sendirinya tanpa terapi pada usia 8-12 bulan. 6

Tempat predileksi dermatitis seboroik infantil terutama mengenai kulit kepala,


alis, bulu mata, lipatan nasolabial, bibir, telinga, dada, leher, lipatan paha, dan lipat
bokong, dengan atau tanpa disertai rasa gatal. Lesi kulit pada fase awal akan berupa
plak eritema berbatas tegas, dapat disertai skuama kuning berminyak sehingga
memberikan gambaran oily looking skin, kadang disertai krusta pada puncak kepala.
Kelainan ini berupa krusta meliputi seluruh kulit kepala, menebal, basah dan melekat
disebut cradle cup, crusta luteal atau milk crust. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
morfologi khas lesi eksema dengan skuama kuning berminyak di area predileksi. Pada
kasus sulit perlu pemeriksaan histopatologi.7

Gambar 6. Gambaran klinis dermatitis seboroik pada bayi6,7

b) Dermatitis Popok

Dermatitis popok, disebut juga eksim popok, napkin dermatitis, atau diaper
dermatitis merupakan kelainan kulit yang timbul di daerah kulit yang tertutup popok,
terjadi setelah penggunaan popok. Kelainan kulit terjadi di daerah yang tertutup
popok yaitu pada bokong sekitar anus, paha sebelah dalam, daerah kelamin dan perut
bagian bawah. Sering terjadi pada bayi dan anak yang menggunakan popok, lebih dari
50% berusia 3-20 bulan, paling banyak pada usia 7-15 bulan. Angka kejadiannya
sama antara laki-laki dan perempuan.

Penyebab dermatitis popok bersifat multifaktorial. Kelembaban yang tinggi dan


penggunaan popok yang lama mengawali terjadinya dermatitis popok. Diantara
berbagai faktor penyebab seperti faktor fisik, kimiawi, enzimatik dan biologik
(kuman dalam feses, urin); popok itu sendiri perlu dipertimbangkan.1-4 Peningkatan
kelembaban kulit mempermudah kerusakan kulit akibat gesekan kulit dengan popok.8

Kelainan yang paling banyak ditemukan pada individu yang menggunakan popok
adalah dermatitis popok iritan dan dermatitis popok kandida (jamur). Popok yang
basah mengakibatkan perubahan lapisan tanduk kulit sehingga mempengaruhi fungsi
sawar kulit dan meningkatkan pertumbuhan mikroba. pH kulit yang lebih tinggi
akibat kontaminasi feses dan meningkatnya aktivitas serta sifat iritan enzim
didalamnya menyebabkan perubahan kulit sehingga mudah dilalui berbagai zat.
Perubahan fungsi sawar kulit mengubah flora normal dan meningkatkan pertumbuhan
jamur Candida albicans.8

Berbagai gejala kelainan kulit dapat ditemui pada dermatitis popok. Pada
dermatitis popok yang ringan, kelainan kulit berupa eritematosa yang ringan didaerah
popok yang bersifat terbatas, berkilat disertai erosi. Pada kelainan derajat sedang
dijumpai eritematosa dengan atau tanpa papul-papul yang tersusun disekitarnya
seperti satelit disertai erosi yang meliputi permukaan luas, biasanya nyeri dan tidak
nyaman. Pada gejala yang lebih berat tampak kulit eritematosa yang hebat disertai
pustul-pustul dan erosi, meliputi daerah yang lebih luas. Selain itu didapati kulit yang
edem, basah dan kadang berskuama. Daerah yang terkena terutama daerah yang
paling lama kontak dengan popok, misalnya bagian konveks dari bokong, bagian paha
dalam, daerah kelamin, sedangkan daerah lipatan biasanya tidak terkena. Bila
kelainan kulit menyembuh tampak seperti kertas yang berkerut (wrinkel parchment).
Pada bayi berusia kurang dari 4 bulan kelainan kulit dapat berupa kemerahan ringan
disekitar anus, kelainan kulit dapat berupa tide water mark dermatitis, yaitu bercak
kemerahan membentuk garis di bagian tepi batas popok. Kelainan ini menyebabkan
bayi dan anak rewel karena disertai rasa sakit dan tidak nyaman bila buang air kecil
dan buang air besar. Kelainan ini bersifat hilang timbul.
Gambar 7. Gambaran klinis dermatitis popok8

c) Psoriasis

Psoriasis adalah penyakit radang kulit kronis dengan dasar genetik yang kuat,
dicirikan oleh perubahan kompleks pada pertumbuhan dan diferensiasi epidermis,
berbagai kelainan biokimia, imunologik, dan vaskular, yang mengenai kulit, kuku,
dan sendi. Prevalensi psoriasis sangat bervariasi pada berbagai populasi, yaitu antara
0,1– 11,8%. Data di Poliklinik Divisi Dermatologi Anak Departemen Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta pada tahun 2003- 2007
memperlihatkan 56 (0,6%) kasus baru psoriasis berusia kurang dari 15 tahun dari
8.970 kunjungan baru. Usia awitan psoriasis bervariasi mulai dari bayi sampai usia
lanjut, biasanya pada usia 15-30 tahun dan lebih jarang pada usia kurang dari 10 tahun.
Sebagian besar psoriasis timbul setelah pubertas dan didapatkan 25-45% sebelum usia
16 tahun, 10% sebelum usia 10 tahun, dan 2% sebelum usia 2 tahun. Umumnya
gambaran klinis psoriasis pada bayi dan anak hampir sama dengan pada dewasa.9

Kelainan kulit biasanya berbatas tegas, eritematosa, papuloskuamosa, dengan


sisik putih berkilat seperti perak. Walaupun skalp, siku, dan lutut merupakan area
yang paling sering terkena, psoriasis dapat bermanifestasi dimana saja di seluruh
tubuh termasuk area fleksural dan palmoplantar. Usia awitan perlu diketahui karena
makin dini usia awitan disertai adanya riwayat keluarga dengan psoriasis, makin berat
perjalanan penyakitnya dan makin sering kambuh. Moris et al mendapatkan 71%
pasien psoriasis berusia 1 bulan hingga 15 tahun yang mempunyai riwayat penyakit
pada keluarga.9

Pada pemeriksaan histopatologis psoriasis plakat yang matur dapat dijumpai


tanda spesifik berupa penebalan dengan elongasi seragam dan penipisan epidermis di
atas papila dermis. Masa sel epidermis meningkat 3-5 kali dan masih banyak dijumpai
mitosis di atas lapisan basal. Tampak hiperkeratosis dan parakeratosis dengan
penipisan atau menghilangnya stratum granulosum. Pembuluh darah di papilla dermis
yang membengkak tampak memanjang, melebar, dan berkelok-kelok. Pada lesi awal
di dermis bagian atas tepat di bawah epidermis tampak pembuluh darah dermis yang
jumlahnya lebih banyak daripada kulit normal. Infiltrat sel radang limfosit, makrofag,
sel dendrit dan sel mast terdapat di sekitar pembuluh darah. Gambaran spesifik
psoriasis adalah bermigrasinya sel radang granulosit-neutrofilik berasal dari ujung
subset kapiler dermal mencapai bagian atas epidermis yaitu lapisan parakeratosis
stratum korneum yang disebut mikroabses Munro atau pada lapisan spinosum yang
disebut spongioform pustules of Kogoj.1,9
Gambar 8. Gambaran klinis psoriasis pada bayi9

d) Skabies

Skabies merupakan penyakit kulit akibat infestasi tungau Sarcoptes scabiei.


Penyakit yang mempengaruhi semua jenis ras di dunia tersebut ditemukan hampir
pada semua negara di seluruh dunia dengan angka prevalensi yang bervariasi.
Penyakit ini paling sering terjadi di negara-negara tropis yang merupakan negara
endemik penyakit skabies. Transmisi yang berkaitan dengan penyebaran penyakit
skabies adalah melalui kontak kulit langsung yang erat dari orang ke orang. Selain itu
perpindahan tungau juga dapat terjadi melalui kontak tidak langsung yaitu melalui
pakaian atau alat mandi yang digunakan bersama. Faktor yang berperan dalam
tingginya prevalensi skabies terkait dengan personal higiene yang kurang. Lesi dapat
berupa papul, vesikel, urtika, erosi, ekskoriasi, krusta, seperti dermatitis dan bila
terjadi infeksi sekunder dapat berupa pustul serta pembesaran kelenjar getah bening
regional. Tempat predileksi adalah pada sela-sela jari tangan, pergelangan tangan
bagian volar, siku, lipat ketiak bagian depan, areola mammae, umbilikus, pantat, perut
bagian bawah, genitalia eksterna pria, telapak tangan dan kaki pada bayi.10

Penegakkan diagnosis skabies dilakukan atas dasar terpenuhinya 2 dari 4 tanda


kardinal yaitu pruritus nokturna, menyerang manusia secara berkelompok,
ditemukannya terowongan, dan ditemukannya tungau.4 Pada pasien terpenuhi 2
kriteria tanda kardinal yaitu pruritus nokturna dan menyerang manusia secara
berkelompok. Sedangkan 2 tanda kardinal lainnya hanya bisa dibuktikan pada
pemeriksaan penunjang yaitu secara mikroskopis dengan larutan KOH 10%, uji tinta,
atau mineral minyak.10
Gambar 9. Gambaran klinis skabies pada bayi10

e) Letterer-siwe

Penyakit di mana sel-sel pembersih yang disebut histiosit dan sel ini tumbuh
berlebihan dan fungsi yang abnormal, terutama di tulang dan paru-paru dan seringkali
menyebabkan terbentuknya jaringan parut. Normalnya, sel histiosit berfungsi sebagai
fagosit, yakni memakan bakteri, kuman, dan benda-benda asing yang sifatnya
merugikan tubuh. Namun pada penderita Letterer-Siwe, sel histiosit tumbuh secara
tidak terkendali (abnormal), sehingga fungsinya menjadi berlebihan.11
Penyakit Letterer-Siwe biasanya muncul sebelum anak usia 3 tahun dan bila tidak
diobati biasanya akan berakibat fatal. Kerusakan histiosit tidak hanya terjadi di
paru-paru tetapi juga pada kulit, kelenjar getah bening, tulang, hati, dan limpa. Bisa
juga terjadi pneumothoraks. Penyebab penyakit ini hingga saat ini belum diketahui
Gejalanya adalah secara umum anak akan mengalami penurunan berat badan,
demam, rewel, sakit kuning, anak gagal berkembang, pusing, muntah, nyeri tulang.
Sedangkan gejala yang khas antara lain dermatitis seboroik yang parah,
pembengkakan kelenjar getah bening, jaringan tulang rusak (kuku, rambut, gigi), anak
cenderung malas berjalan karena tulang sakit.11
Letterer-Siwe dapat bersifat single organ atau multi-organ. Single organ jika
menyerang hanya satu organ saja, misalnya tulang atau kulit saja. Sedangkan
multi-organ: menyerang banyak organ tubuh (kulit, tulang, hati, limpa, paru-paru,
sumsum tulang. Penyakit ini menyebabkan tulang keropos, dan sifatnya bisa menjadi
‘ganas’ seperti kanker yang dapat menyebar ke mana-mana, misalnya limpa, paru, dan
sebagainya (multi-organ). Untuk menegakkan diagnosia dapat dilakukan biopsi kulit
(untuk melihat gambaran sel histiosit), pemeriksaan darah, foto tulang (untuk melihat
ada/tidaknya keropos tulang), ultrasonografi (USG) dan CT scan (untuk melihat
gambaran hati, limpa, paru). Yang paling dikhawatirkan dari perjalanan penyakit
Letterer-Siwe adalah bila penyebaran sudah sampai ke sumsum tulang, yang ditandai
dengan penurunan jumlah sel darah putih (leukosit) dan trombosit.
Gambar 10. Gambaran klinis Lettere-Siwe pada bayi11

 Fase Anak

a ) Dermatitis Numularis

Dermatitis adalah peradangan pada kulit yang merupakan respon terhadap


pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen yang menimbukan kelainan klinis
berupa efloresensi yang polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama,
likenifikasi) dan keluhan gatal.

Dermatitis numular merupakan suatu peradangan dengan lesi yang menetap,


dengan keluhan gatal, yang ditandai dengan lesi berbentuk uang logam, sirkular atau
lesi oval berbatas tegas, umumnya ditemukan pada daerah tangan dan kaki. Lesi
awal berupa papul disertai vesikel yang biasanya mudah pecah.
Staphylococci dan micrococci diketahui sebagai penyebab langsung
melalui mekanisme hipersensitivitas. Keluhan penderita dermatitis numularis
dapat berupa gatal yang kadang sangat hebat, sehingga dapat mengganggu. Lesi akut
berupa vesikel dan papulovesikel (0,3 - 1,0 cm), kemudian membesar dengan cara
berkonfluensi atau meluas ke samping, membentuk satu lesi karakteristik seperti uang
logam (coin), eritematosa, sedikit edematosa, dan berbatas tegas. Lambat laun vesikel
pecah terjadi eksudasi, kemudian mengering menjadi krusta kekuningan. Ukuran lesi
bisa mencapai garis tengah 5 cm atau lebih, jumlah lesi dapat hanya satu, dapat pula
banyak dan tersebar, bilateral atau simetris dengan ukuran bervariasi dari miliar
sampai numular, bahkan plakat. Tempat predileksi biasanya terdapat di tungkai bawah,
badan, lengan termasuk punggung tangan. Diagnosis dermatitis numularis ditegakkan
berdasarkan gambaran klinis.1
Gambar 11. Gambaran klinis dermatitis numularis pada anak1

b) Kandidiasis Intertriginosa

Kandidiasis adalah penyakit jamur, yang bersifat akut atau subakut disebabkan
oleh spesies Candida, biasanya oleh spesies Candida albicans dan dapat mengenai
mulut, vagina,kulit, kuku, bronkus dan paru, kadang-kadang dapat menyebabkan
septicemia, endokarditis, maupun meningitis.
Kandidiasis kutis biasa terjadi pada lipatan kulit atau
tempat yang tertutup pakaian atau prosedur dressing medis pada tempat yang lembab.
Tempat yang dekat dengan orificium dan jari, dimana sering terkena saliva juga
merupakan risiko terkena kandidiasis kutis.
Gejala yang tersering adalah kemerahan dan adanya eksudat yang basah yang
pertama terjadi pada lipatan kulit yang dalam. Penyakit ini terdapat diseluruh dunia,
dapat menyerang semua umur, baik laki-laki maupun perempuan.
Jamur penyebabnya terdapat pada orang sehat sebagai saprofit. Faktor resiko pemicu
hal ini adalah kondisi imunocompromise, diabetes melitus, obesitas, hyperhidrosis,
demam, polyendocrinophaties, terapi steroid topikal maupun sistemik, dan penyakit
kronik. Spesies Candida merupakan microflora normal pada kulit manusia, namun
dapat berubahmenjadi pathogen bila faktor penjamu terutama status imun berubah,
atau terganggu. Lesi dapat terjadi pada beberapa tempat pada tubuh, terutama pada
tempat yang lembab dan hangat biasanya sering terinfeksi.1
Sebagai faktor predisposisi ialah keringat atau kelembaban, kegemukan, gesekan
antar permukaan kulit dan oklusi. Dalam kondisi seperti ini, mudah sekali terjadi
superinfeksi oleh Candida albicans, yang ditandai oleh eritema berwarna merah-gelap,
dapat disertai papulpapul eritematosa di sekitarnya (lesi satelit).1

Sebagai penunjang diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan langsung dari kerokan


kulit atau usapan mukokutan diperiksa dengan larutan KOH 20% atau dengan
pewarnaan gram, terlihat sel ragi, blastospora, atau hifa semu.1

Gambar 12. Gambaran klinis kandidiasis intertriginosa

c) Dermatitis Kontak

Dermatitis kontak adalah peradangan yang disebabkan oleh kontak langsung


dengan iritan atau alergen. Masalah ini sangat umum terjadi sebagai iritasi kulit
terutama pada kulit anak. Kulit meradang biasanya akan muncul pertama kali pada
tangan, atau di mana pun titik kontak pertama dengan iritan atau alergen terjadi.
Setiap daerah kulit yang terkena iritasi atau alergi dapat rentan terhadap ruam
dermatitis kontak.12
Peradangan kulit pada anak disebabkan oleh kontak langsung dengan iritan atau
alergen. Kondisi kulit yang umum ini ditandai dengan gatal, peradangan,
kemerahan dan kadang-kadang menyerupai luka bakar. Kontak dermatitis itu sendiri
tidak berbahaya, dan tidak menular. Dermatitis terjadi ketika kulit melakukan kontak
langsung dengan zat seperti sabun, deterjen, dan bahan kimia lainnya. Reaksi kulit
ini tampak lebih seperti terbakar, namun dermatitis kontak juga bisa disebabkan oleh
kontak langsung dengan zat seperti obat, wewangian, pewarna, dan pengawet.
Pemicu dermatitis kontak pada bayi bervariasi dan masalah ini sebenarnya bukan
kondisi yang serius, tapi ada potensi komplikasi, seperti infeksi bakteri, jamur
sekunder atau ruam.12

Reaksi kekebalan adaptif terhadap alergen dapat berkembang


setelah anak mengalami kontak langsung dengan penderita dermatitis. Setelah
tubuh anak mengalami alergi dermatologis, respon imun memicu dermatitis yang
bisa terjadi dalam waktu 4-24 jam setelah bayi terinfeksi. Pada orang dewasa
waktu respon lebih lambat dan ruam tidak mungkin terjadi selama tiga sampai empat
hari. Pada bayi masalah kulit ini adalah respon adaptif sistem kekebalan tubuh
terhadap zat yang bisa menimbulkan alergi.12

Dermatitis kontak pada anak bisa disebabkan oleh beberapa hal diantaranya
adalah sabun, deterjen, pelarut berbahan kimia, asam dan basa pada pembersih
pakaian, bahan makanan seperti paprika, serangga, misalnya ulat dan ngengat. Ketika
kulit anak bersentuhan dengan beberapa zat yang bisa menyebabkab maka ruam dapat
muncul cepat dalam beberapa menit. Ruam akan muncul pada area tubuh yang
pertama kali melakukan kontak dengan bahan kimia, dengan
tangan, lengan atau daerah yang paling sering terkena iritasi. Dermatitis kontak
yang parah akan cenderung lebih menyakitkan dibandingkan dengan gatal. Anak
yang mengalami dermatitis kontak kulitnya akan mengalami kemerahan, kekeringan,
gatal, bengkak, melepuh, pengerasan kulit, kulit bersisik, dan penebalan pada kulit.
Dalam kasus yang lebih parah, kulit anak akan mengalami lecet dan bisa berkembang
menjadi luka yang bisa menjadi infeksi.12
Gejala dermatitis kontak berbeda karena tingkat keparahan, frekuensi dan durasi
antar individu. Gejala dapat berkembang dengan cepat setelah kontak dengan alergen
atau zat yang memicu dermatitis kontak. Gejala dermatitis kontak pada bayi
diantaranya adalah kulit gatal, ruam, kulit yang meradang dan kering, kulit anak
menjadi lecet, demam tinggi, kulit anak bengkak dan seperti terbaka. Garukan
umumnya tidak menghilangkan gatal-gatal namun justru dapat menyebar
menjadi ruam yang lebih parah pada anak. Menggaruk juga dapat menyebabkan
peningkatan peradangan, gatal lebih intens. Selain itu menggaruk daerah kulit anak
yang terkena dermatitis dapat menyebabkan komplikasi yang serius, seperti infeksi
bakteri atau jamur sekunder dan selulitis.12

Gambar 13. Gambaran klinis Dermatitis Kontak pada Anak12

d) Syndrome Wiskott Aldrich

Wiskott-Aldrich syndrome adalah gangguan defisiensi imun yang tidak cukup


imunoglobulin M (IgM) diproduksi oleh tubuh. Wiskott-Aldrich syndrome juga
menyebabkan rendahnya jumlah platelet darah (trombositopenia) yang juga dalam
ukuran kecil, eksim, dan peningkatan risiko mengembangkan gangguan autoimun
atau kanker. Kelainan trombosit, yang biasanya hadir sejak lahir, dapat menyebabkan
mudah memar atau episode perdarahan berkepanjangan setelah trauma minor. Eksim,
gangguan radang kulit yang ditandai dengan bercak merah abnormal, kulit yang
teriritasi, sering terjadi pada orang dengan kondisi ini. Tanda-tanda pertama dari WS
biasanya petechiae dan memar, akibat trombositopenia (jumlah trombosit yang
rendah). Mimisan spontan dan diare berdarah yang umum. Eksim berkembang dalam
bulan pertama kehidupan. Infeksi bakteri berulang dikembangkan oleh tiga bulan.
Splenomegali bukan merupakan temuan biasa. IgM menurun, IgA dan IgE yang
meningkat, dan tingkat IgG bisa normal, menurun atau meningkat.13
Tanda-tanda klinis pertama adalah petechiae dan ekimosis pada kulit dan mukosa
mulut dan diare berdarah. Pasien mungkin mengalami perdarahan yang
berkepanjangan setelah sunat atau dari tunggul pusar. SSP perdarahan terjadi dalam
waktu kurang dari 2% dari pasien tetapi dapat terjadi pada saat lahir atau lambat
karena trauma ringan. Salah satu seri 154 pasien ditemukan petechiae atau purpura di
78%, serius GI perdarahan (hematemesis atau melena) di 28%, epistaksis pada 16%,
dan perdarahan intrakranial pada 2% pasien. Gejala atopik sering hadir, dan eksim
berkembang di 81% dari patients.Eczema ini berkisar dari ringan sampai parah, dan
pasien biasanya hadir lebih awal dari bayi imunokompeten. Eksim dapat
meningkatkan sebagai pasien semakin besar, meskipun komplikasi serius seperti
infeksi sekunder (misalnya, selulitis, abses) atau eritroderma dapat occur.Milk dan
alergi makanan lainnya telah dikaitkan dengan eksim di Wiskott-Aldrich syndrome.
Eksim dapat memperburuk dengan adanya infeksi, tetapi juga mengikuti pola khas
memburuk di musim dingin. Meskipun dermatitis sering meniru klinis dermatitis
atopik, umumnya lebih eksfoliatif.13

Gambar 14. Gambaran klinis Syndrome Wiskott Aldrich13

 Fase Dewasa
a) Neurodermatitis

Neurodermatitis adalah peradangan kulit kronis, gatal, sirkumskrip, ditandai


dengan kulit tebal dan garis kulit tampak lebih menonjol (likenifikasi) menyerupai
kulit batang kayu, akibat garukan atau gosokan yang berulang-ulang karena berbagai
rangsangan pruritogenik. Penderita mengeluh gatal sekali, bila timbul malam hari
dapat mengganggu tidur. Rasa gatal memang tidak terus menerus biasanya pada
waktu tidak sibuk, bila muncul sulit ditahan untuk tidak digaruk. Penderita merasa
enak bila digaruk, setelah luka baru hilang rasa gatalnya untuk sementara (karena
diganti dengan rasa nyeri).1

Lesi biasanya tunggal, pada awalya berupa plak eritematosa, sedikit edematosa,
lambat laun eritema dan edema menghilang, bagian tengah berskuama dan menebal,
likenifikasi dan eksoriasi, sekitarnya hiperpigmentasi, batas dengan kulit normal tidak
jelas. Gambaran klinis dipengaruhi juga oleh lokasi dan lamanya lesi.1

Neurodermatitis tidak biasanya terjadi pada anak, tetapi pada usia dewasa sampai
manula, puncak insiden pada usia antara 30 hingga 50 tahun. Perempuan lebih sering
menderita daripada laki-laki. Letak lesi dapat timbul dimana saja, tetapi yang biasa
ditemukan ialah di kulit kepala, tengkuk, samping leher, lengan bagian ekstensor,
pubis, vulva, skrotum, perianal, medial tungkai atas, lutut, lateral tungkai bawah,
pergelangan kaki bagian depan, dan punggung kaki. Neurodermatitis di bagian
tengkuk (lichen nuchae) biasanya hanya ditemui pada perempuan berupa plak kecil di
tengah tengkuk atau dapat meluas hingga ke skalp. Biasanya skuama menyerupai
psoriasis.

Variasi klinis berupa prurigo nodularis, akibat garukan atau korekan tangan
penderita yang berulang-ulang pada suatu tempat. Lesi berupa nodus berbentuk kubah,
permukaan mengalami erosi tertutup krusta dan skuama, lambat laun menjadi keras
dan berwarna lebih gelap (hiperpigmentasi). lesi biasanya multipel, lokalisasi
tersering di ekstremitas, berukuran beberapa milimeter sampai 2 cm.1
Gambar 15. Gambaran klinis neurodermatitis14

b) Psoriasis

Gambaran klasik lesi psoriasis adalah plak eritema berbatas tegas, meninggi dan
ditutupi oleh skuama putih. Lesi dapat bervariasi mulai dari papul kecil hingga plak
yang menutupi sebagian permukaan tubuh. Psoriasis cenderung merupakan erupsi
yang simetris. Tanda Auspitz adalah tanda berupa bintik-bintik perdarahan yang
merupakan pelebaran kapiler bila skuama disisihkan selain kulit eritema yang
homogen dan mengkilap. Fenomena berupa munculnya lesi psoriasis setelah
mendapat trauma pada kulit yang awalnya tidak ada lesi, sering muncul selama
serangan disebut sebagai fenomena koebner, yang muncul 7-14 hari setelah cedera.
Tanda tetesan lilin juga dapat ditemukan pada pasien psoriasis. Lesi baru bermula
sebagai lesi pin point yang berkembang dan bergabung menjadi satu dengan lesi lain
menjadi lesi plak. Psoriasis vulgaris merupakan bentuk yang terjadi pada sekitar 90%
kasus. Psoriasis secara umum adalah seperti psoriasis vulgaris dengan pola distribusi
yang simetris. Lesi dapat terlokalisir dimanapun, tetapi wajah biasanya terhindar dari
lesi dibandingkan dengan bagian ekstensor yaitu siku dan lutut serta kulit kepala
adalah bagian tubuh yang paling sering terlibat. Kelainan kuku ditemukan pada 40
persen kasus dan jarang dijumpai jika tidak ada penyakit kulit di tempat lain. Pitting
nail adalah bentuk yang banyak dijumpai dan lebih sering mengenai jari-jari tangan
dibanding kaki. Daerah yang terlibat lainnya termasuk telinga, glans penis, daerah
perianal dan derah yang mengalami trauma berulang1,15

Gambar 16. Gambaran klinis Psoriasis15


c) Dermatitis Seboroik

Gambaran khas dermatitis seboroik adalah eritema dengan warna kemerahan dan
ditutupi dengan sisik berminyak besar yang dapat dilepaskan dengan mudah.Pada
kulit kepala, lesi dapat bervariasi dari sisik kering (ketombe) sampai sisik berminyak
dengan eritema (Gambar A). Pada wajah, penyakit ini sering mengenai bagian medial
alis, yaitu glabella (Gambar B), lipatan nasolabial (Gambar C), concha dari daun
telinga, dan daerah retroauricular (Gambar D). Lesi dapat bervariasi dalam tingkat
keparahan eritema sampai sisik halus (Gambar E).Pria dengan jenggot, kumis, atau
jambang, lesi mungkin melibatkan daerah yang ditumbuhi rambut (Gambar F), dan
lesi hilang jika daerah tersebut dicukur.Daerah dada medial pada pria terlihat petaloid
yang bervariasi dan ditandai dengan bercak merah terang di pusat dan merah gelap di
tepi (Gambar G).Pasien yang terinfeksi HIV, lesi terlihat menyebar dengan pertanda
inflamasi (Gambar H).1,16
Gambar 17. Gambaran klinis Dermatitis Seboroik1,16

d) Prurigo

Prurigo merupakan erupsi papular kronik dan bersifat rekurens. Penyakit ini
biasanya dianggap sebagai salah satu penyakit kulit yang paling gatal dan lesinya
dapat diikuti dengan timbulnya penebalan dan hiperpigmentasi pada kulit tersebut
KOCSARD pada tahun 1962 mendefinisikan prurigo papul sebagai papul yang
berbentuk kubah dengan vesikel pada puncaknya. Vesikel hanya terdapat dalam
waktu yang singkat saja, karena segera menghilang akibat garukan, sehingga yang
tertinggal hanya papul yang berkrusta. Papul berkrusta lebih sering terlihat
dibandingkan papul primer dengan puncak vesikel. Likenifikasi hanya terjadi
sekunder akibat proses kronik.1

Prurigo dibagi menjadi 2 kelompok: yaitu prurigo simpleks dan dermatosis


pruriginosa. Namun terdapat juga bentuk prurigo lain yang juga terdeteksi secara
klinis, yaitu prurigo nodularis (tergolong dalam neurodermatitis), prurigo pigmentosa,
dan prurigo aktinik. Prurigo nodularis merupakan penyakit kulit kronik yang secara
klinis ditandai dengan nodul gatal yang hebat dan secara histologis ditandai dengan
hiperkeratosis dan akantosis, dengan penonjolan dibawah lapisan epidermis. Prurigo
nodularis merupakan bagian dari ekzema (dermatitis). Pada beberapa kasus prurigo
nodularis didapatkan adanya riwayat dermatitis atopi atau bentuk lain dari dermatitis.
Prurigo nodularis terjadi di seluruh bagian tubuh, namun yang terbanyak pada
kulit kepala, leher belakang (pada wanita), ekstermitas bagian ekstensor (lengan atau
tungkai), pada permukaan anterior paha, dan region anogenital. Selain itu, pada
abdomen dan sakrum juga bisa terjadi prurigo nodularis dengan sedikit kemungkinan.
Sedangkan menurut Tony Burns (2010), biasanya terdapat pada distal ekstremitas,
dan sering pada permukaan ekstensor. Kemudian pada area badan, wajah, dan telapak
tangan juga bisa terdapat prurigo nodularis.1

Penyebab prurigo nodularis masih belum diketahui. Stress dan kondisi emosional
menjadi faktor yang berpengaruh pada beberapa kasus, oleh karena itu sulit untuk
memastikan diagnosis prurigo nodularis. Sebagian pasien prurigo nodularis
mempunyai riwayat dermatitis atopi. Sekitar 65-80% pasien memiliki riwayat atopi.
Pada pasien ini terjadi pada usia yang lebih muda, meskipun tidak terdapat erupsi
eczematosa. Pada 20% kondisi lain diawali setelah gigitan serangga. Pada pasien
prurigo nodularis non atopik sering disertai riwayat penyakit sistemik sebelumnya,
termasuk insufisiensi ginjal, hipertiroidisme, hipotiroidisme, gagal hati, HIV, infeksi
parasit atau dengan penyakit keganasan lainnya (Goldsmith, LA, 2012). Prurigo
nodularis sering dipicu karena garukan dan gerakan mengelupas, keadaan ini hanya
saat timbul respon gatal.1

Prurigo nodularis ditandai dengan adanya hiperkeratosis, ekskoriasi, papul atau


nodul pruritus dengan distribusi simetris di seluruh permukaan ekstremitas bagian
ekstensor. Ukuran lesi tunggal pada prurigo nodularis terbentuk dari papul kecil
sampai nodul globular keras dengan diamer 1-3cm atau 0,5 cm sampai 3 cm dan keras
pada palpasi dengan hiperkeratosis atau krateriform di permukaan lesi. Lesi awal
berupa kemerahan dan dengan keadaan serupa urtikaria. Krusta dan sisik menutupi
lesi dengan bentuk ekskoriasi. Pada permukaan kulit sering terlihat sedikit kering dan
dengan cincin hiperpigmentasi ireguler di sekitar nodul. Jumlah lesi bervariasi dengan
ukuran yang besar dan bisa sangat luas, nodul berkelompok. Bila perkembangannya
sudah lengkap, maka lesi tersebut akan berubah menjadi verukosa atau mengalami
fisurasi. Nodul dapat sembuh dengan hiperpigmentasi atau hipopigmentasi pasca
inflamasi, baik disertai skar ataupun tidak.
Gambar 18. Gambaran klinis prurigo17

e) Dermatitis Kontak

Dermatitis kontak iritan adalah suatu peradangan pada kulit yang disebabkan oleh
kerusakan langsung ke kulit setelah terpapar agen berbahaya. Dermatitis kontak iritan
dapat disebabkan oleh tanggapan phototoxic misalnya tar, paparan akut zat-zat (asam,
basa) atau paparan 12 kronis kumulatif untuk iritasi ringan (air, detergen, bahan
pembersih lemah).

Gejala pada dermatitis kontak iritan akut, kulit terasa pedih, panas, rasa terbakar,
kelainan yang terlihat berupa eritema, edema, bula, dan dapat ditemukan nekrosis.
Pinggir kelainan kulit berbatas tegas, dan pada umumnya asimetris. Biasanya terjadi
karena kecelakaan, dan reaksi segera timbulGejala dermatitis kontak iritan kumulatif
(kronis) merupakan gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun
kulit menjadi tebal (hiperkeratosis) dan likenifikasi, difus. Bila kontak terus
berlangsung akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit
tumit tukang cuci yang mengalami kontak terus menerus dengan detergen. Keluhan
penderita umumnya rasa gatal atau nyeri karena keluhan kulit retak (fisur). Ada
kalanya kelainan hanya berupa kulit kering atau skuama tanpa eritema, sehingga
diabaikan oleh penderita.1,12

Dermatitis kontak iritan akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih
cepat sehingga penderita pada umumnya masih ingat apa yang menjadi penyebabnya.
Sebaliknya, dermatitis kontak iritan kronis timbulnya lambat dan memiliki gambaran
klinis yang luas, sehingga terkadang sulit dibedakan dengan dermatitis kontak alergi.
Untuk ini diperlukan uji tempel dengan bahan yang dicurigai (Djuanda, 2010).
Kriteria diagnostik primer dermatitis kontak iritan meliputi makula eritema,
hiperkeratosis atau fisura yang menonjol, kulit seperti terbakar. Kriteria objektif
minor meliputi batas tegas pada dermatitis, dan kecenderungan untuk menyebar lebih
rendah dibanding dermatitis kontak alergik.1,12
Daerah predileksinya antara lain adalah

 Genitalia.

Penyebabnya dapat antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut wanita


(resin). alergen yang berada di tangan, parfum, kontrasepsi, deterjen. Bila
mengenai daerah anal, mungkin disebabkan oleh obat antihemoroid, obat
supositoria, feces.

 Badan.

Dermatitis kontak di badan dapat disebabkan oleh tekstil, zat warna pakaian,
kancing logam, karet (elastis, busa), plastik, deterjen, bahan pelembut atau
pewangi pakaian.

 Tangan.

Kejadian derrnatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering di tangan,
mungkin karena tangan merupakan organ tubuh yang paling sering digunakan
untuk melakukan pekerjaan sehari-hari. Penyakit kulit akibat kerja, sepertiga atau
lebih mengenai tangan. Tidak jarang ditemukan riwayat atopi pada penderita.
Pada pekerjaan yang basah (“Wet work”), misalnya memasak makanan, mencuci
pakaian, pengatur rambut di salon, angka kejadian dermatitis tangan lebih tinggi.
Etiologi dermatitis tangan sangat kompleks karena banyak sekali faktor yang
berperan di samping atopi. Contoh bahan yang dapat menimbulkan dermatitis
tangan. misalnya deterjen, antiseptic, getah sayuran, semen, dan pestisida.

 Lengan.

Alergen umumnya sama dengan pada tangan, misalnya oleh jam tangan
(nikel), sarung tangan karet, debu, semen, dan tanaman. Di ketiak dapat
disebabkan oleh deodoran, antiperspiran, formaldehid yang ada di pakaian.
Telinga. Anting atau jepit telinga dari nikel, penyebab dermatitis kontak pada
telinga. Penyebab lain misalnya obat topical, tangkai kaca mata, cat rambut,
hearing-aids, gagang telepon.
 Paha dan tungkai bawah.

Dermatitis di tempat ini dapat disebabkan oleh tekstil, dompet, kunci (nikel),
kaos kaki nilon, uang logam, obat topikal, semen, sepatu/sandal. Pada kaki dapat
disebabkan oleh deterjen. bahan pembersih lantai, alas kaki, obat topikal.
Dermatitis kontak sistemik. Terjadi pada individu yang telah tersensitisasi secara
topikal oleh suatu alergen, selanjutnya terpajan secara sistemik, kemudian timbul
reaksi terbatas pada tempat tersebut. Walaupun jarang terjadi, reaksi dapat meluas
bahkan sampai eritroderma. Penyebabnya, misalnya nikel, forrnaldehid. balsam
Peru (pewangi kosmetika).1,12

Gambar 19. Gambaran klinis dermatitis kontak iritan kronis12

f) Parapsoriasis

Parapsoriasis merupakan penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya, pada


umumnya tanpa keluhan, kelainan kulit terutama terdiri atas eritema dan skuama,
berkembang perlahan dan perjalanan kronik. Ada beberapa bentuk umum yaitu
tipe plak kecil, tipe plak besar, bentuk akut dan kronik dari pityriasis lichenoidesyang
dikenali sebagai pityriasis lichenoides etvarioliformis acuta (PLEVA)
dan pityriasis lichenoides chronic (PLC). Parapsoriasis plak besar atau large-patch
parapsoriasis (LPP) adalah sebuah kondisi kronis yang ditandai oleh adanya plak
eritematosa yang menetap, besar dan biasanya pada batang tubuh dan kadang-kadang
pada tungkai. Lesi dari parapsoriasis plak besar
biasanya berbentuk oval atau memiliki bentuk yang irregular. Plak nya juga bisa
menjadi tipis, asmiptomatik atau sedikit gatal. Plak yang
dimilikinya bisa berbatas tegas atau dapat menyatu dengan kulit disekitarnya. Ukuran
parapsoriasis bervariasi tapi pada umumnya lebih besar dari 5 cm bahkanlebih dari 10
cm. Lesi pada plak besar paling banyak ditemukan pada
daerah badan, dan area fleksura, selain itu bisa juga ditemukan pada daerah kepaladan
payudara pada wanita. Warna lesinya berupa warna coklat muda ataumerah muda
serta dilapisi oleh skuama halus. Permukaannya ditutupi skuamakecil dan biasanya
sedikit berkerut, seperti kerutan pada kertas rokok.

Gambar 20. Parapsoriasis Plak besar. Terdapat plak yang irregulardan dengan ukuran
yang bervariasi pada lengan18

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik


dan pemeriksaan penunjang. Parapsoriasis plak besar merupakan penyakit kronik
yang onsetnya sampai bertahun-tahun biasanya lebih dari satu dekade dan
bisa berubah menjadi mikosis fungoides atau cutaneous T-cell
lymphoma (CTCL).Selain itu harus diterapi karena tidak bisa sembuh dengan
sendirinya. Pemeriksaan fisik pada parapsoriasis plak besar didapatkan lesi yang
eritema berbentuk arcuata, diameter lebih dari 5 cm, tempat predileksi ekstremitas bag
ian proximal dan badan. Warna lesi sedikit eritema atau seperti salmon, terdapat
skuama yang berkeping-keping dan atopik, tampak seperti kertas rokok. Pada
pemeriksaan penunjang histopatologi epidermis
parapsoriasis plak besar bisa ditemukan akantotik ringan dan hiperkeratosis dengan sp
ot-spot parakeratosis.

g) Erupsi Obat

Salah satu bentuk reaksi silang obat pada kulit adalah erupsi obat. Erupsi obat
atau drug eruption itu sendiri adalah reaksi pada kulit atau daerah mukokutan yang
terjadi sebagai akibat pemberian obat dengan cara sistemik. Obat ialah zat yang
dipakai untuk menegakkan diagnosis, profilaksis, dan pengobatan. Reaksi silang obat
adalah reaksi berbahaya atau tidak diinginkan yang diakibatkan dari penggunaan
produk pengobatan dan dari reaksi tersebut dapat diprediksikan bahaya penggunaan
produk itu di masa yang akan datang sehingga dilakukan tindakan penggantian
maupun penarikan produk.19
Erupsi obat yang timbul akan mempunyai kemiripan dengan gangguan kulit lain
pada umumnya, yaitu:
1. Erupsi makulopapular atau morbiliformis.
Erupsi makulapapular atau morbiliformis disebut juga erupsi eksantematosa dapat
diinduksi oleh hampir semua obat. Seringkali terdapat erupsi generalisata dan simetris
yang terdiri atas eritema dan selalu ada gejala pruritus. Kadang-kadang ada demam,
malaise, dan nyeri sendi. Lesi biasanya timbul dalam 1-2 minggu setelah dimulainya
terapi. Erupsi jenis ini sering disebabkan oleh ampisilin, obat anti inflamasi non
steroid, sulfonamid, dan tetrasiklin.
2. Urtikaria dan angioedema
Urtikaria menunjukkan kelainan kulit berupa urtikaria, kadangkadang disertai
angioedema. Pada angioedema yang berbahaya ialah terjadinya asfiksia bila
menyerang glotis. Keluhannya umumnya gatal dan panas pada tempat lesi. Biasanya
timbul mendadak dan hilang perlahan-lahan dalam 24 jam. Urtikaria dapat disertai
demam, dan gejala-gejala umum, misalnya malese, nyeri kepala dan vertigo.
Angioedem
3. Eksantema Fikstum
Eksantema fikstum disebabkan khusus obat atau bahan kimia. Eksantema fikstum
merupakan salah satu erupsi kulit yang sering dijumpai. Kelainan ini umumnya
berupa eritema dan vesikel berbentuk bulat atau lonjong dan biasanya numular.
Kemudian meninggalkan bercak hiperpigmentasi yang lama, baru hilang, bahkan
sering menetap. Dari namanya dapat diambil kesimpulan bahwa kelainan akan timbul
berkali-kali pada tempat yang sama. Tempat predileksinya di sekitar mulut, di daerah
bibir dan daerah penis pada laki-laki sehingga sering disangka penyakit kelamin
karena berupa erosi yang kadang-kadang cukup luas disertai eritema dan rasa panas
setempat. Obat penyebab yang sering ialah sulfonamid, barbiturat, trimetoprim dan
analgesik.
4. Eritroderma (dermatitis eksfoliativa)
Eritroderma adalah terdapatnya eritema universal yang biasanya disertai skuama.
Eritroderma dapat disebabkan oleh bermacammacam penyakit lain di samping alergi
karena obat, misalnya psoriasis, penyakit sistemik temasuk keganasan pada sistem
limforetikular (penyakit Hodgkin, leukemia). Pada eritroderma karena alergi obat
terlihat eritema tanpa skuama; skuama baru timbul pada stadium penyembuhan.
Obat-obat yang biasa menyebabkannya ialah sulfonamid, penisilin, dan fenilbutazon.
5. Purpura
Purpura adalah perdarahan di dalam kulit berupa kemerahan yang tidak hilang
bila ditekan. Erupsi purpura dapat terjadi sebagai ekspresi tunggal alergi obat.
Biasanya simetris serta muncul di sekitar kaki, termasuk pergelangan kaki atau
tungkai bawah. Erupsi berupa bercak sirkumskrip berwarna merah kecoklatan dan
disertai rasa gatal.
6. Vaskulitis
Vaskulitis ialah radang pembuluh darah. Kelainan kulit dapat berupa palpable
purpura yang mengenai kapiler. Biasanya distribusinya simetris pada ekstremitas
bawah dan daerah sakrum. Vaskulitis biasanya disertai demam, mialgia, dan
anoreksia. Obat penyebab ialah penisilin, sulfonamid, obat anti inflamasi non steroid,
antidepresan dan antiaritmia. Jika vaskulitis terjadi pada pembuluh darah sedang
berbentuk eritema nodosum. Kelainan kulit berupa eritema dan nodus yang nyeri
dengan eritema di atasnya disertai gejala umum berupa demam dan malese. Tempat
predileksinya di daerah ekstensor tungkai bawah. Eritema nodosum dapat pula
disebabkan oleh beberapa penyakit lain misalnya tuberkulosis, infeksi streptokokus
dan lepra. Obat yang dianggap sering menyebabkan eritema nodosum ialah
sulfonamid dan kontrasepsi oral
7. Reaksi fotoalergik
Gambaran klinis reaksi fotoalergi sama dengan dermatitis kontak alergik,
lokalisasinya pada tempat yang terpajan sinar matahari. Kemudian kelainan dapat
meluas ke daerah tidak terpajan matahari. Obat yang dapat menyebabkan fotoalergi
ialah fenotiazin, sulfonamida, obat anti inflamasi non steroid, dan griseofulvin.
8. Pustulosis eksantematosa generalisata akut
Penyakit pustulosis eksantematosa generalisata akut jarang terdapat, diduga dapat
disebabkan oleh alergi obat, infeksi akut oleh enterovirus, hipersensitivitas terhadap
merkuri dan dermatitis kontak. Kelainan kulitnya berupa pustul-pustul miliar
nonfolikular yang timbul pada kulit yang eritematosa dapat disertai purpura dan lesi
menyerupai lesi target. Kelainan kulit timbul pada waktu demam tinggi, dan pustul
pustul tersebut cepat menghilang sebelum 7 hari yang kemudian diikuti deskuamasi
selama beberapa hari.
9. Disamping kelainan-kelainan tersebut dapat terjadi kelainan berupa eritema
multiforme, sindroma Stevens-Johnson, dan nekrolisis epidermal toksik.
Pada pemeriksaan histopatologik didapati pustul intraepidermal atau subkorneal
yang dapat disertai edema dermis, vaskulitis, infiltrat polimorfonuklear perivaskuler
dengan eosinofil atau nekrosis fokal sel-sel keratinosit terdapat 2 perbedaan utama
antara Pustulosis eksantematosa generalisata akut dan psoriasis pustulosa, yaitu
Pustulosis eksantematosa generalisata akut terjadinya akut dan terdapat riwayat alergi
obat. Pada Pustulosis eksantematosa generalisata akut pustul-pustul pada kulit yang
eritematosa dan demam lebih cepat menghilang, selain itu gambaran histopatologik
juga berbeda.19

Gambar 21. Gambaran klinis erupsi obat.19


h) Licken Planus

Liken planus (LP) adalah penyakit kronik yangmerupakan penyakit autoimun


yang dapat mengenai kulit, kuku, rambut, maupun membran mukosa. Liken planus
kutaneus merupakan liken planus yang mengenai kulit biasanya sering mengenai
bagian ekstremitas. Liken planus kulit sering terjadi pada usia dewasa muda dan
dewasa tua. Tanda yang ada pada kulit yakni 6P (Pruritic, Purple, Polygonal, Planar,
Papules, and Plaque). Lesi liken planus kulit ini berupa lesi yang bilateral atau sering
pula bentuknya simetris. 1-2 Kutaneus liken planus terjadi pada 0,3% wanita dan
0,1 % pria. Hal ini menandakan penyakit kulit ini lebih banyak terjadi pada pria
dibandingkan wanita. Studi di Eropa menunjukan bahwa liken planus terjadi pada usia
diatas 20 tahun, namun paling sering terjadi pada rentan usia 40-70 tahun. Penyebab
lichen planus hingga saat ini belum diketahui pasti, namun penyakit ini terkait dengan
gangguan sistem imunitas tubuh (daya tahan tubuh). Lichen planus bukan penyakit
infeksi sehingga tidak menular ke orang lain di sekitarnya.
Terdapat beberapa kondisi yang sering mencetuskan lichen planus, antara lain:
 Infeksi virus

 Reaksi alergi

 Stres

 Kelainan genetik

 Penyakit autoimun

 Efek samping obat tertentu, misalnya klorokuin, metotreksat

Area kulit yang sering mengalami kelainan akibat lichen planus adalah lengan,
tungkai, dada, punggung, rongga mulut, kuku, kulit kepala, vagina, dan penis.
Pada kulit, lichen planus umumnya berupa bintik berwarna merah keunguan
berukuran 3–5 mm, kulit yang menebal, dan terasa gatal. Pada rongga mulut, tanda
lichen planus berupa bercak berwarna merah atau putih yang melekat pada dinding
rongga mulut, dapat disertai dengan rasa nyeri atau terbakar.
Gejala lichen planus di vagina serupa dengan lichen planus di kulit, disertai
dengan rasa nyeri atau terbakar di daerah kemaluan, nyeri saat berhubungan seksual,
atau keputihan berwarna kuning kehijauan bercampur darah.20
Gambar 22. Gambaran klinis Liken Planus.20

i) Tinea Corporis

Tinea korporis adalah dermatofitosis pada kulit yang tidak berambut (glabrous
skin) kecuali telapak tangan, telapak kaki, dan lipat paha. Dermatofitosis adalah
infeksi jamur yang disebabkan oleh jamur dermatofita yaitu Epidermophyton,
Mycrosporum dan Trycophyton. Terdapat lebih dari 40 spesies dermatofita yang
berbeda, yang menginfeksi kulit dan salah satu penyakit yang disebabkan jamur
golongan dermatofita adalah tinea korporis.

Infeksi Dermatofita diawali dengan perlekatan jamur atau elemen jamur yang
dapat tumbuh dan berkembang pada stratum korneum. Pada saat perlekatan, jamur
dermatofita harus tahan terhadap rintangan seperti sinar ultraviolet, variasi temperatur
dan kelembaban, kompetensi dengan flora normal, spingosin dan asam lemak.
Kerusakan stratum korneum, tempat yang tertutup dan maserasi memudahkan
masuknya jamur ke epidermis (Verma dan Heffernan,2008). Masuknya dermatofita
ke epidermis menyebabkan respon imun pejamu baik respon imun nonspesifik
maupun respon imun spesifik. Respon imun nonspesifik merupakan pertahanan lini
pertama melawan infeksi jamur. Mekanisme ini dapat dipengaruhi faktor umum,
seperti gizi, keadaan hormonal, usia, dan faktor khusus seperti penghalang mekanik
dari kulit dan mukosa, sekresi permukaan dan respons radang. Respons radang
merupakan mekanisme pertahanan nonspesifik terpenting yang dirangsang oleh
penetrasi elemen jamur. Terdapat 2 unsur reaksi radang, yaitu pertama produksi
sejumlah komponen kimia yang larut dan bersifat toksik terhadap invasi organisme.
Komponen kimia ini antara lain ialah lisozim,sitokin,interferon,komplemen, dan
protein fase akut. Unsur kedua merupakan elemen seluler,seperti netrofil, dan
makrofag, dengan fungsi utama fagositosis, mencerna, dan merusak partikel asing.
Makrofag juga terlibat dalam respons imun yang spesifik. Selsel lain yang termasuk
respons radang nonspesifik ialah basophil, sel mast, eosinophil, trombosit dan sel NK
(natural killer). Neutrofil mempunyai peranan utama dalam pertahanan melawan
infeksi jamur (Cholis,2001). Imunitas spesifik membentuk lini kedua pertahanan
melawan jamur setelah jamur mengalahkan pertahanan nonspesifik. Limfosit T dan
limfosit B merupakan sel yang berperan penting pada pertahanan tubuh spesifik.
Sel-sel ini mempunyai mekanisme termasuk pengenalan dan mengingat organism
asing, sehingga terjadi amplifikasi dari kerja dan kemampuannya untuk merspons
secara cepat terhadap adanya presentasi dengan memproduksi antibodi, sedangkan
limfosit T berperan dalam respons seluler terhadap infeksi. Imunitas seluler sangat
penting pada infeksi jamur. Kedua mekanisme ini dicetuskan oleh adanya kontak
antara limfosit dengan antigen.

Gambaran klinis dimulai dengan lesi bulat atau lonjong dengan tepi yang aktif
dengan perkembangan kearah luar, bercak-bercak bisa melebar dan akhirnya memberi
gambaran yang polisiklik,arsinar,dan sirsinar. Pada bagian pinggir ditemukan lesi
yang aktif yang ditandai dengan eritema, adanya papul atau vesikel, sedangkan pada
bagian Universitas Sumatera Utara tengah lesi relatif lebih tenang. Tinea korporis
yang menahun, tandatanda aktif menjadi hilang dan selanjutnya hanya meninggalkan
daerah hiperpigmentasi saja. Gejala subyektif yaitu gatal, dan terutama jika
berkeringat dan kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Tinea
korporis biasanya terjadi setelah kontak dengan individu atau dengan binatang piaraan
yang terinfeksi, tetapi kadang terjadi karena kontak dengan mamalia liar atau tanah
yang terkontaminasi. Penyebaran juga mungkin terjadi melalui benda misalnya
pakaian, perabot dan sebagainya.1
Gambar 23. Gambaran klinis tinea korporis1

j) Pitiriasis Versikolor

Pitiriasis versikolor adalah infeksi jamur superfisial kronik ringan yang


disebabkan oleh jamur malassezia dengan ciri klinis discrete atau Confluent. Memiliki
ciri-ciri bersisik, tidak berwarna atau tidak berpigmen dan tanpa peradangan. Pitiriasis
versikolor paling dominan mengenai badan bagian atas, tetapi sering juga ditemukan
di ketiak, sela paha, tungkai atas, leher, muka dan kulit kepala. Sebagian besar kasus
Pityriasis versicolor terjadi karena aktivasi Malassezia furfur pada tubuh penderita
sendiri (autothocus flora), walaupun dilaporkan pula adanya penularan dari individu
lain. Kondisi patogen terjadi bila terdapat perubahan keseimbangan hubungan antara
hospes dengan ragi sebagai flora normal kulit. Dalam kondisi tertentu Malassezia
furfur akan berkembang ke bentuk miselial, dan bersifat lebih patogenik. Keadaan
yang mempengaruhi keseimbangan antara hospes dengan ragi tersebut diduga adalah
faktor lingkungan atau faktor individual. Faktor lingkungan diantaranya adalah
lingkungan mikro pada kulit, misalnya kelembaban kulit. Sedangkan faktor individual
antara lain adanya kecenderungan genetik, atau adanya penyakit yang mendasari
misalnya sindrom Cushing atau malnutrisi.

Kelainan kulit Pityriasis versicolor sangat superfisial dan ditemukan terutama di


badan. Kelainan ini terlihat sebagai bercak-bercak berwarna-warni, bentuk tidak
teratur sampai teratur, batas jelas sampai difus. Bercak-bercak Universitas Sumatera
Utara 8 tersebut berfluoresensi bila dilihat dengan lampu Wood. Bentuk
papulo-vesikular dapat terlihat walaupun jarang. Kelainan biasanya asimtomatik
sehingga adakalanya penderita tidak mengetahui bahwa ia berpenyakit tersebut.
Kadang-kadang penderita dapat merasakan gatal ringan, yang merupakan alasan
berobat. Pseudoakromia, akibat tidak terkena sinar matahari atau kemungkinan
pengaruh toksis jamur terhadap pembentukan pigmen, sering dikeluhkan penderita.
Penderita pada umumnya hanya mengeluhkan adanya bercak/makula berwarna putih
(hipopigmentasi) atau kecoklatan (hiperpigmentasi) dengan rasa gatal ringan yang
umumnya muncul saat berkeringat. Bentuk lesi tidak teratur dapat berbatas tegas atau
difus. Sering didapatkan lesi bentuk folikular atau lebih besar, atau bentuk numular
yang meluas membentuk plakat. Kadang-kadang dijumpai bentuk campuran, yaitu
folikular dengan numular, folikular dengan plakat ataupun folikular, atau numular dan
plakat. Pada kulit yang terang, lesi berupa makula cokelat muda dengan skuama halus
di permukaan, terutama terdapat di badan dan lengan atas. Kelainan ini biasanya
bersifat asimtomatik, hanya berupa gangguan kosmetik. Pada kulit gelap, penampakan
yang khas berupa bercak-bercak hipopigmentasi. Hilangnya pigmen diduga ada
hubungannya dengan produksi asam azelaik oleh ragi, yang menghambat tironase dan
dengan demikian mengganggu produksi melanin. Inilah sebabnya mengapa lesi
berwarna cokelat pada kulit yang pucat tidak diketahui. Variasi warna yang
tergantung pada warna kulit aslinya merupakan sebab mengapa penyakit tersebut
dinamakan ‘Versicolor’.

Selain mengenal kelainan-kelainan yang khas yang disebabkan oleh Malassezia


fulfur diagnosa Pityriasis versicolor harus dibantu dengan pemeriksaan-pemeriksaan
sebagai berikut:

1. Pemeriksaan langsung dengan KOH 10%.

Pemeriksaan ini memperlihatkan kelompokan sel ragi bulat berdinding tebal


dengan miselium kasar, sering terputus-putus (pendek-pendek), yang akan lebih
mudah dilihat dengan penambahan zat warna tinta Parker blue-black atau biru
laktafenol. Gambaran ragi dan miselium tersebut sering dilukiskan sebagai “meat ball
and spaghetti”. Bahan-bahan kerokan kulit diambil dengan cara mengerok bagian
kulit yang mengalami lesi. Sebelumnya kulit dibersihkan dengan kapas alkohol 70%,
lalu dikerok dengan skalpel steril dan jatuhannya ditampung dalam lempenglempeng
steril pula. Sebagian dari bahan tersebut diperiksa langsung dengan KOH% yang
diberi tinta Parker Biru Hitam, Dipanaskan sebentar, ditutup dengan gelas penutup
dan diperiksa di bawah mikroskop. Bila penyebabnya memang jamur, maka kelihatan
garis yang memiliki indeks bias lain dari sekitarnya dan jarak - jarak tertentu
dipisahkan oleh sekat-sekat atau seperti butir-butir yang bersambung seperti kalung.
Pada Pityriasis versicolor hifa tampak pendekpendek, bercabang, terpotong-potong,
lurus atau bengkok dengan spora yang berkelompok.

1. Pemeriksaan dengan Sinar Wood

Pemeriksaan dengan Sinar Wood,dapat memberikan perubahan warna pada


seluruh daerah lesi sehingga batas lesi lebih mudah dilihat. Daerah yang terkena
infeksi akan memperlihatkan fluoresensi warna kuning keemasan sampai orange.21

Gambar 24. Gambaran klinis Pitiriasis versikolor.22

k) Pitiriasis Rosea

Pitiriasis Rosea adalah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya yang
dimulai dengan sebuah lesi inisial berbentuk eritema dan skuama halus. Kemudian
disusul oleh lesi-lesi yang lebih kecil di badan, lengan dan paha atas yang tersusun
sesuai dengan lipatan kulit dan biasanya menyembuh dalam waktu 3-8 minggu.(1,2)
Insiden tertinggi pada usia antara 15 – 40 tahun. Wanita lebih sering terkena
dibandingkan pria dengan perbandingan 1.5 : 1. Kekambuhan pada penyakit ini tidak
diketahui, hanya sekitar 1-3% kasus yang terjadi. Keterkaitan Human Herpes Virus
(HHV) enam dan tujuh sebagai penyebab penyakit ini masih dalam kontroversi.
Para ahli masih berbeda pendapat tentang faktor-faktor penyebab timbulnya PR.
Ada yang menduga penyebabnya adalah virus, dikarenakan penyakit ini dapat sembuh
dengan sendirinya (self limited). Keterlibatan dua virus herpes yaitu HHV-6 dan
HHV-7, telah diusulkan sebagai penyebab erupsi. Dilaporkan terdapat DNA virus
dalam peripheral blood mononuclear cell (PBMC) dan lesi kulit dan hal ini tidak
terpengaruh dari banyaknya orang dengan PR akut. HHV-7 terdeteksi sedikit lebih
banyak daripada HHV-6, tetapi sering kedua virus ditemukan. Namun, bukti dari
adanya HHV-6 atau HHV-7 dan aktivitasnya juga ditemukan dalam proporsi (10-44%)
dari individu yang tidak terpengaruh, hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan
dengan infeksi, di mana virus tidak selalu menyebabkan penyakit.
Sementara ahli yang lain mengaitkan dengan berbagai faktor yang diduga
berhubungan dengan timbulnya PR, misalnya faktor penggunaan obat-obat tertentu
Kurang lebih pada 20-50% kasus, bercak merah pada pitiriasis rosea didahului
dengan munculnya gejala mirip infeksi virus seperti gangguan traktus respiratorius
bagian atas atau gangguan gastrointestinal. Sumber lain menyebutkan kira-kira 5%
dari kasus pitiriasis rosea didahului dengan gejala prodormal berupa sakit kepala, rasa
tidak nyaman di saluran pencernaan, demam, malaise, dan artralgia. Lesi utama yang
paling umum ialah munculnya lesi soliter berupa makula eritem atau papul eritem
pada batang tubuh atau leher, yang secara bertahap akan membesar dalam beberapa
hari dengan diameter 2-10 cm, berwarna pink salmon, berbentuk oval dengan skuama
tipis.
Lesi yang pertama muncul ini disebut dengan Herald patch/Mother
plaque/Medalion. Insidens munculnya Herald patch dilaporkan sebanyak 12-94%,
dan pada banyak penelitian kira-kira 80% kasus pitiriasis rosea ditemukan
adanya Herald patch. Jika lesi ini digores pada sumbu panjangnya, maka skuama
cenderung untuk melipat sesuai dengan goresan yang dibuat, hal ini disebut
dengan “Hanging curtain sign”. Herald patch ini akan bertahan selama satu minggu
atau lebih, dan saat lesi ini akan mulai hilang, efloresensi lain yang baru akan
bermunculuan dan menyebar dengan cepat. Namun kemunculan dan penyebaran
efloresensi yang lain dapat bervariasi dari hanya dalam beberapa jam hingga sampai 3
bulan. Bentuknya bervariasi dari makula berbentuk oval hingga plak berukuran 0,5-2
cm dengan tepi yang sedikit meninggi. Warnanya pink salmon (atau berupa
hiperpigmentasi pada orang-orang yang berkulit gelap) dan khasnya terdapat koleret
dari skuama di bagian tepinya. Umum ditemukan beberapa lesi berbentuk anular
dengan bagian tengahnya yang tampak lebih tenang
Pada pitiriasis rosea gejalanya akan berkembang setelah 2 minggu, dimana ia
mencapai puncaknya. Karenanya akan ditemukan lesi-lesi kecil kulit dalam stadium
yang berbeda. Fase penyebaran ini secara perlahan-lahan akan menghilang secara
spontan setelah 3-8 minggu. Lesi-lesi ini muncul terutama pada batang tubuh dengan
sumbu panjang sejajar pelipatan kulit.Susunannya sejajar dengan kosta, sehingga
tampilannya tampak seperti pohon natal yang terbalik (inverted christmas tree
appearance) yang merupakan lesi patognomonik dari pitiriasis rosea.

Lokasinya juga sering ditemukan di lengan atas dan paha atas. Lesi-lesi yang
muncul berikutnya jarang menyebar ke lengan bawah, tungkai bawah, dan wajah.
Namun sesekali bisa didapatkan pada daerah tertentu seperti leher, sela paha, atau
aksila. Pada daerah ini lesi berupa bercak dengan bentuk sirsinata yang bergabung
dengan tepi yang tidak rata sehingga sangat mirip dengan Tinea corporis. Gatal
ringan-sedang dapat dirasakan penderita, biasanya saat timbul gejala. Gatal
merupakan hal yang biasa dikeluhkan dan gatalnya bisa menjadi parah pada 25%
pasien. Gatal akan lebih dirasakan saat kulit dalam keadaan basah, berkeringat, atau
akibat dari pakaian yang ketat. Akan tetapi, 25% penderitanya tidak merasakan gatal.
Relaps dan rekurensi jarang sekali ditemukan. Ekskoriasi jarang ditemukan. Efek dari
terapi yang berlebih atau adanya dermatitis kontak, umum ditemukan.1

Gambar 25. Gambaran klinis Pitiriasis Rosea1

l) Skabies
Skabies adalah penyakit kulit akibat investasi dan sensitisasi oleh tungau
Sarcoptes scabei. Skabies tidak membahayakan bagi manusia. Adanya rasa gatal pada
malam hari merupakan gejala utama yang mengganggu aktivitas dan produktivitas.
Penyakit scabies banyak berjangkit di:

(1) lingkungan yang padat penduduknya

(2) lingkungan kumuh

(3) lingkungan dengan tingkat kebersihan kurankg. Skabies cenderung tinggi


pada anak-anak usia sekolah, remaja bahkan orang dewasa.

Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh
penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi
terhadap sekret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kurang lebih satu bulan
setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan
ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi,
ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder

Diagnosa dapat ditegakkan dengan menentukan 2 dari 4 tanda dibawah ini :

a. Pruritus noktural yaitu gatal pada malam hari karena aktifitas tungau yang lebih
tinggi pada suhu yang lembab dan panas.

b. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam keluarga,


biasanya seluruh anggota keluarga, begitu pula dalam sebuah perkampungan yang
padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh
tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya
terkena.

c. Adanya kunikulus (terowongan) pada tempat-tempat yang dicurigai berwarna putih


atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata 1 cm, pada ujung
terowongan ditemukan papula (tonjolan padat) atau vesikel (kantung cairan). Jika ada
infeksi sekunder, timbul polimorf (gelembung leokosit).

d. Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat ditemukan satu
atau lebih stadium hidup tungau ini. Gatal yang hebat terutama pada malam sebelum
tidur. Adanya tanda : papula (bintil), pustula (bintil bernanah), ekskoriasi (bekas
garukan). Gejala yang ditunjukkan adalah warna merah, iritasi dan rasa gatal pada
kulit yang umumnya muncul di sela-sela jari, selangkangan dan lipatan paha, dan
muncul gelembung berair pada kulit.

Gambar 26. Gambaran klinis Skabies1

m) Urtikaria Kronis

Urtikaria atau dikenal juga dengan “hives” adalah kondisi kelainan kulit berupa
reaksi vaskular terhadap bermacam-macam sebab, biasanya disebabkan oleh suatu
reaksi alergi, yang mempunyai karakteristik gambaran kulit kemerahan (eritema)
dengan sedikit oedem atau penonjolan (elevasi) kulit berbatas tegas yang timbul
secara cepat setelah dicetuskan oleh faktor presipitasi dan menghilang perlahan-lahan

Manifestasi klinis urtikaria yaitu berupa munculnya ruam atau lesi kulit berupa
biduran yaitu kulit kemerahan dengan penonjolan atau elevasi berbatas tegas dengan
batas tepi yang pucat disertai dengan rasa gatal (pruritus) sedang sampai berat, pedih,
dan atau sensasi panas seperti terbakar. Lesi dari urtikaria dapat tampak pada bagian
tubuh manapun, termasuk wajah, bibir, lidah, tenggorokan, dan telinga. Diameter lesi
dapat bervariasi dari sekitar 5 mm (0,2 inchi) sampai dapat sebesar satu piring makan.
Ketika proses oedematous meluas sampai ke dalam dermis dan atau subkutaneus dan
lapisan submukosa, maka ia disebut angioedema. Urtikaria dan angioedema dapat
terjadi pada lokasi manapun secara bersamaan atau sendirian. Angioedema umumnya
mengenai wajah atau bagian dari ekstremitas, dapat disertai nyeri tetapi jarang
pruritus, dan dapat berlangsung sampai beberapa hari. Keterlibatan bibir, pipi, dan
daerah periorbita sering dijumpai, tetapi angioedema juga dapat mengenai lidah dan
faring. Lesi individual urtikaria timbul mendadak, jarang persisten melebihi 24-48
jam, dan dapat berulang untuk periode yang tidak tentu.1

Gambar 27. Gambaran klinis urtikaria1

BAB III

PENUTUP

Dermatitis atopik (DA) merupakan penyakit inflamasi kulit yang kronis dan
kambuhan, cenderung diturunkan (herediter) dan terjadi disebabkan disregulasi
respons imun. Manifestasi klinis yang ditemukan pada DA bervariasi berdasarkan
tingakatan usia sehingga banyak juga penyakit kulit lainnya yang menjadi diagnosis
banding. Untuk membedakannya perlu memperhatikan kekhasan gambaran klinis
masing-masing penyakit dan pemeriksaan penunjang yang sesuai.
DAFTAR PUSTAKA

1. Harahap. Ilmu penyakit kulit edisi 1.Jakarta : EGC. 2015.

2. Tabri F. Aspek Imunogenetik DA pada Anak. Makassar : Jurnal Universitas


Hasanuddin. 2004; vol.2:85-110.
3. Won J. Atopic Dermatitis (AD) is Marked by Elevated Levels of Immunoglobulin;
2007(diakses tanggal 5 Juli 2018). Diunduh dari : http://onlinelibrary.wiley.com

4. Soebaryo RW. Etiologi dan Patogenesis DA. Dalam: Boediardja SA, Sugito TL,
Rihatmadja R, editor. Dermatitis pada bayi dan anak. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2004. p. 1-8

5. Indonesia Childrean. Dermatitis atopik pada anak. 2009 (diakses tanggal 5 Juli
2018). Diunduh dari http://www.childrenallergyclinic.wordpress.com

6. Collins CD, Hivnor C. Seborrheic Dermatitis. In: Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, Wolff K, editors. Fitzpatrick's Dermatology
in General Medicine. 8th ed. New York: McGraw-Hill Companies; 2012. p.259-
266.

7. Berth-Jones J. Seborrhoeic Dermatitis. In: Burns T, Breatnach S, Cox N, Griffiths


C, editors. Rook's Textbook of Dermatology. 8th ed. Wiley-Blackwell; 2010. p.
23.29- 23.33.

8. Diana IA. Eksim popok pada bayi dan anak. Dalam: Penanganan eksim pada bayi
dan anak. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2006. h.17-26.

9. 2. Sugito TL. Psoriasis pada bayi dan anak. In: Kabulrachman, Prasetyowati S,
Indrayanti ES, Subakir, editors. Penyakit Papuloeritroskuamosa dan
Dermatomikosis Superfisialis pada Bayi dan Anak (Edisi ke-1). Semarang: Balai
Penerbit Universitas Diponegoro, 2008; p. 27-39

10. Leone P. Scabies and pediculosis: an update of treatment regiments and general
review. Oxford J. 2007; 44(1):154- 9.

11. Ferreira LM.Langerhans cell histiocytosis: Letterer-Siwe disease - the importance


of dermatological diagnosis in two cases. Journal An Bras Dermatol. NCBI. 2009.
Jul-Aug;84(4):405-9.

12. Cohen DE, Jacob SE. Allergic Contact Dermatitis. Dalam: Wolf K, Goldsmith
LA,Katz SI, Gilchrestba, Paller AS, Leffel DA, ed. Flitzpatricks Dermatology in
General Medicine Edisi Ke-7. USA: The McGraw-Hill Companies, Inc, 2008. h.
136-44 .
13. Buchbinder D. Wiskott–Aldrich syndrome: diagnosis, current management, and
emerging treatments. 2014. NCBI Journal. Appl Clin Genet. 2014; 7: 55–66.

14. Siregar RS. Neurodermatitis Sirkumskripta. Dalam: Asri R. Atlas Berwarna


Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC. 2005. Hal 129- 31.

15. Geng A, McBean J, Zeikus PS. Psoriasis. Dalam: Kelly AP, Taylor SC, editor.
Dermatology for skin of color. New York: McGraw-Hill; 2009.

16. Schwarts RA, Janusz CA, Janniger CK. Seborrheic dermatitis: An overview.Am
Fam Phys. 2006;74:125-30.

17. Hogan D. Prurigo nodularis.[online]. 2006 May 17 [cited 2008 June 7];
AvailableFrom: URL: http://www.emedicine.com/DERM/topic_350.htm 5.

18. Lambert W. The nosology of parapsoriasis. Journal of The American Academy of


Dermatology. 5(4): 373–395.

19. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ.
Fitspatricks’s dermatology in general medicine. Edisi ke7. New York: Mc
Graw-Hill Medical; 2008.

20. Soliman M, Kharbotly A, Saafan A. Management of oral lichen planus using


diode laser (980nm), A clinical study. Egypt Dermatol Online J. 2011; 1(1):1-12.

21. Richardson MD, Warnock DW. Fungal Infection: Diagnosis and Management
(4th ed). Singapore: Wiley-Blackwell, 2013.

Anda mungkin juga menyukai