Isi DA
Isi DA
PENDAHULUAN
Dermatitis Atopik (DA) adalah salah satu penyakit kulit yang paling banyak
membawa pasien ke tempat praktek (puskesmas atau klinik). Dermatitis atopik
merupakan suatu peradangan kulit kronis, berulang, disertai rasa gatal yang umumnya
sering terjadi selama bayi dan anak-anak. Umumnya sering terjadi pada masa bayi
dan anak-anak, dapat berlanjut hingga dewasa. Kelainan kulit berupa gatal,eritema,
edema,vesikel dan luka pada stadium akut, tetapi pada stadium kronik ditandai
likenifikasi. Penyakit ini sering berhubungan dengan peningkatan IgE dalam serum
dan riwayat atopik pada penderita sendiri atau keluarganya. Gambaran klinis
dermatitis atopik yang berbeda berdasarkan tingkatan usia tersebut menunjukkan
kemiripan dengan penyakit kulit lainnya sehingga perlu untuk mengetahui
karakteristik masing-masing diagnosis banding dari dermatitis atopik agar
memudahkan dalam penegakkan diagnosis.
Beberapa diagnosis banding dermatitis atopik yang akan dibahas dalam referat ini
adalah dermatitis seboroik infantil, dermatitis popok, psoriasis, skabies, Letterer-siwe
pada fase infantil. Sedangkan fase anak terdapat dermatitis numularis, kandidiasis
intertriginosa, dermatitis kontak, Syndrome Wiskott Aldrich. Untuk fase dewasa
terdapat neurodermatitis, psoriasis, dermatitis seboroik, prurigo, dermatitis kontak.
BAB II
ISI
Dermatitis atopik (DA) adalah penyakit kulit inflamasi yang khas, bersifat kronis
residif, dengan karakteristik rasa gatal yang hebat dan sering terjadi kekambuhan.
Umumnya sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak, dapat berlanjut hingga
dewasa. Kelainan kulit berupa gatal, eritema, edema, vesikel dan luka pada stadium
akut, tetapi pada stadium kronik ditandai likenifikasi. Penyakit ini sering berhubungan
dengan peningkatan IgE dalam serum dan riwayat atopi pada penderita sendiri atau
keluarganya misalnya rhinitis alergi, asma bronkial, dan konjungtivitis alergi.1
Dermatitis atopik merupakan proses multifaktorial, sehingga banyak faktor yang
berperan dalam tejadinya kelainan ini. Etiologi dan patogenesis dermatitis atopik
masih belum diketahui, tetapi terdapat beberapa faktor yang dianggap berperan
sebagai faktor pencetus kelainan ini, antara lain faktor genetik, imunologik, psikologi
lingkungan dan gaya hidup.2,3 Dermatitis atopik dapat terjadi pada 2 dari 56 negara,
didapatkan pravelensi dermatitis atopik bervariasi dari 0,6%- 20,5%. Menurut
penelitian didapatkan hasil peningkatan pravelensi dermatitis atopik pada tiga dekade
terakhir, sehingga menjadi masalah kesehatan yang besar.3 Survei di negara
berkembang menunjukkan 10-20% bayi dan anak menderita dermatitis atopik. Pada
tahun 2000, di Indonesia ditemukan 23,67% kasus baru dermatitis atopik pada anak
dari 611 kasus baru penyakit kulit lainnya.2
Pada masa bayi, umumnya gejala mulai terlihat sekitar usia 6-12 minggu.
Pertama kali timbul di pipi dan dagu sebagai bercak-bercak kemerahan, bersisik dan
basah. Kulit pun kemudian mudah terinfeksi. Kelainan kulit pada bayi umumnya di
kedua pipi sehingga oleh masyarakat sering dianggap akibat terkena air susu ibu
ketika disusui ibunya, sehingga dikenal istilah eksim susu. Sebenarnya, pendapat
tersebut tidak benar, pipi bayi yang mengalami gangguan bukan akibat terkena air
susu ibu. Bahkan bayi yang pada beberapa bulan pertama diberi air susu ibu (ASI)
secara ekslusif (hanya ASI saja) akan lebih jarang terkena penyakit ini dibandingkan
bayi yang mendapat susu formula. Selain itu, sisik tebal bewarna kuning ‘kerak’ juga
sering ditemui pada bayi di kepala (cradle cap), yang dapat meluas ke daerah muka.
Bersamaan dengan proses tumbuh kembang bayi, saat bayi lebih banyak bergerak dan
mulai merangkak, maka daerah yang terkena dapat meluas ke lengan dan tungkai.
Lesi kulit muncul sebagai bintil-bintil merah kecil yang terasa gatal yang dapat
bergabung membentuk bercak pioderma. Bayi dengan dermatitis atopik sering tampak
gelisah dan rewel karena rasa gatal dan rasa tak nyaman oleh penyakitnya. Ketika
mencapai usia sekitar 18 bulan kulit bayi mulai meperlihatkan tanda-tanda perbaikan.
Walaupun demikian bayi tersebut mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk
mempunyai kulit yang kering dan dermatitis atopik di kemudian hari.1,4
Pada masa anak, pola distribusi lesi kulit mengalami perubahan. Awitan lesi
muncul sebelum umur 5 tahun. Sebagian besar merupakan kelanjutan fase bayi.
Tempat predileksi cenderung di daerah lipat lutut, lipat siku dan sangat jarang di
daerah wajah, selain itu juga dapat mengenai sisi leher (bagian anterior dan lateral),
sekitar mulut, pergelangan tangan, pergelangan kaki, dan kedua tangan. Distribusi lesi
biasanya simetris. Manifestasi dermatitis sub akut dan cenderung kronis. Pada kondisi
kronis tampak lesi hiperpigmentasi, hiperkeratosis dan likenifikasi. Biasanya kelainan
kulit dimulai dengan beruntusan yang menjadi keras dan bersisik bila digaruk. Kulit
di sekitar bibir dapat juga terkena dan upaya menjilat terus-menerus di daerah tersebut
dapat menyebabkan kulit sekitar mulut pecah-pecah dan terasa nyeri, demikian pula
bagian sudut lobus telinga sering mengalami fisura. Lesi dermatitis atopik pada anak
juga dapat ditemukan di paha dan bokong. Pada sebagian anak penyakit akan
menyembuh untuk jangka waktu yang lama. Pada anak usia sekolah sering terjadi
ruam kulit di kedua paha atas bagian belakang menyerupai setengah lingkaran tempat
duduk (toilet seat eczema). Terdapat bentuk lain yang mengenai kaki, disebut sebagai
eksim kaos kaki (sweaty sock dermatitis), menyerupai infeksi jamur tetapi sela jari
kaki terbebas dari ruam. Pada awal masa pubertas oleh karena pengaruh hormon,
stress, dan penggunaan produk atau kosmetik perawatan kulit yang bersifat iritasi
penyakit dapat timbul kembali.4
Dermatitis atopi sering muncul pada tahun pertama kehidupan dan dimulai sekitar
usia 2 bulan. Jenis ini disebut juga milk scale karena lesinya menyerupai bekas susu.
Lesi berupa plak eritematosa, papulo-vesikel yang halus, dan menjadi krusta akibat
garukan. Tempat predileksi utama di wajah diikuti kedua pipi dan tersebar simetris.
Lesi dapat meluas ke dahi, kulit kepala, telinga, leher, pergelangan tangan, dan
tungkai terutama bagian volar atau fleksor. Rasa gatal yang timbul menyebabkan anak
menjadi gelisah, sulit tidur, dan sering menangis. Dengan bertambahnya usia, fungsi
motorik bertambah sempurna, anak mulai merangkak dan belajar berjalan, sehingga
lesi kulit dapat ditemukan di bagian ekstensor, misalnya lutut, siku, atau di tempat
yang mudah mengalami trauma. Gambaran klinis pada fase ini lebih mirip dermatitis
akut, erosi, dan eksoriasi. Lesi eksudatif, erosi, dan krusta dapat menyebabkan infeksi
sekunder dan meluas generalisata dan menjadi lesi kronis dan residif. Fase infantil
dapat mereda dan menyembuh namun sebagian pasien dapat berkembang menjadi
fase anak atau fase remaja.
(b) (d)
Gambar 2. Gambaran lesi DA pada bayi di (a) pipi, (b) punggung tangan, (c)
belakang telinga, (d) daerah popok.2,5
Pada bayi usia kurang dari 1 tahun, beberapa alergen makanan (susu sapi, telur,
kacang-kacangan) kadang-kadang masih berpengaruh, tetapi pada usia yang lebih tua
alergen hirup dianggap lebih berpengaruh. Namun hal ini masih diperdebatkan.
Pada dermatitis atopik fase anak dapat merupakan kelanjutan bentuk infantil atau
timbul sendiri. Tempat predileksi lebih sering di fossa kubiti dan poplitea, fleksor
pergelangan tangan, kelopak mata dan leher, dan tersebar simetris. Kulit pasien
dermatitis atopik dan kulit pada lesi cenderung lebih kering. Lesi dermatitis
cenderung menjadi kronis disertai hiperkeratosis, hiperpigmentasi, erosi, eksoriasi,
krusta, dan skuama. Pada fase ini pasien dermatitis atopik lebih sensitif terhadap
alergen hirup, wol, dan bulu binatang.2,5
(a)
(b)
(c) (d)
(e)
Gambar 4. Gambaran klinis lesi DA pada fase anak (a) fossa kubiti, (b) fossa
poplitea, (c) sweaty sock eczema, (d) brachii dan antebrachii, (e) toilet seat eczema5
Fase Infantil
b) Dermatitis Popok
Dermatitis popok, disebut juga eksim popok, napkin dermatitis, atau diaper
dermatitis merupakan kelainan kulit yang timbul di daerah kulit yang tertutup popok,
terjadi setelah penggunaan popok. Kelainan kulit terjadi di daerah yang tertutup
popok yaitu pada bokong sekitar anus, paha sebelah dalam, daerah kelamin dan perut
bagian bawah. Sering terjadi pada bayi dan anak yang menggunakan popok, lebih dari
50% berusia 3-20 bulan, paling banyak pada usia 7-15 bulan. Angka kejadiannya
sama antara laki-laki dan perempuan.
Kelainan yang paling banyak ditemukan pada individu yang menggunakan popok
adalah dermatitis popok iritan dan dermatitis popok kandida (jamur). Popok yang
basah mengakibatkan perubahan lapisan tanduk kulit sehingga mempengaruhi fungsi
sawar kulit dan meningkatkan pertumbuhan mikroba. pH kulit yang lebih tinggi
akibat kontaminasi feses dan meningkatnya aktivitas serta sifat iritan enzim
didalamnya menyebabkan perubahan kulit sehingga mudah dilalui berbagai zat.
Perubahan fungsi sawar kulit mengubah flora normal dan meningkatkan pertumbuhan
jamur Candida albicans.8
Berbagai gejala kelainan kulit dapat ditemui pada dermatitis popok. Pada
dermatitis popok yang ringan, kelainan kulit berupa eritematosa yang ringan didaerah
popok yang bersifat terbatas, berkilat disertai erosi. Pada kelainan derajat sedang
dijumpai eritematosa dengan atau tanpa papul-papul yang tersusun disekitarnya
seperti satelit disertai erosi yang meliputi permukaan luas, biasanya nyeri dan tidak
nyaman. Pada gejala yang lebih berat tampak kulit eritematosa yang hebat disertai
pustul-pustul dan erosi, meliputi daerah yang lebih luas. Selain itu didapati kulit yang
edem, basah dan kadang berskuama. Daerah yang terkena terutama daerah yang
paling lama kontak dengan popok, misalnya bagian konveks dari bokong, bagian paha
dalam, daerah kelamin, sedangkan daerah lipatan biasanya tidak terkena. Bila
kelainan kulit menyembuh tampak seperti kertas yang berkerut (wrinkel parchment).
Pada bayi berusia kurang dari 4 bulan kelainan kulit dapat berupa kemerahan ringan
disekitar anus, kelainan kulit dapat berupa tide water mark dermatitis, yaitu bercak
kemerahan membentuk garis di bagian tepi batas popok. Kelainan ini menyebabkan
bayi dan anak rewel karena disertai rasa sakit dan tidak nyaman bila buang air kecil
dan buang air besar. Kelainan ini bersifat hilang timbul.
Gambar 7. Gambaran klinis dermatitis popok8
c) Psoriasis
Psoriasis adalah penyakit radang kulit kronis dengan dasar genetik yang kuat,
dicirikan oleh perubahan kompleks pada pertumbuhan dan diferensiasi epidermis,
berbagai kelainan biokimia, imunologik, dan vaskular, yang mengenai kulit, kuku,
dan sendi. Prevalensi psoriasis sangat bervariasi pada berbagai populasi, yaitu antara
0,1– 11,8%. Data di Poliklinik Divisi Dermatologi Anak Departemen Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta pada tahun 2003- 2007
memperlihatkan 56 (0,6%) kasus baru psoriasis berusia kurang dari 15 tahun dari
8.970 kunjungan baru. Usia awitan psoriasis bervariasi mulai dari bayi sampai usia
lanjut, biasanya pada usia 15-30 tahun dan lebih jarang pada usia kurang dari 10 tahun.
Sebagian besar psoriasis timbul setelah pubertas dan didapatkan 25-45% sebelum usia
16 tahun, 10% sebelum usia 10 tahun, dan 2% sebelum usia 2 tahun. Umumnya
gambaran klinis psoriasis pada bayi dan anak hampir sama dengan pada dewasa.9
d) Skabies
e) Letterer-siwe
Penyakit di mana sel-sel pembersih yang disebut histiosit dan sel ini tumbuh
berlebihan dan fungsi yang abnormal, terutama di tulang dan paru-paru dan seringkali
menyebabkan terbentuknya jaringan parut. Normalnya, sel histiosit berfungsi sebagai
fagosit, yakni memakan bakteri, kuman, dan benda-benda asing yang sifatnya
merugikan tubuh. Namun pada penderita Letterer-Siwe, sel histiosit tumbuh secara
tidak terkendali (abnormal), sehingga fungsinya menjadi berlebihan.11
Penyakit Letterer-Siwe biasanya muncul sebelum anak usia 3 tahun dan bila tidak
diobati biasanya akan berakibat fatal. Kerusakan histiosit tidak hanya terjadi di
paru-paru tetapi juga pada kulit, kelenjar getah bening, tulang, hati, dan limpa. Bisa
juga terjadi pneumothoraks. Penyebab penyakit ini hingga saat ini belum diketahui
Gejalanya adalah secara umum anak akan mengalami penurunan berat badan,
demam, rewel, sakit kuning, anak gagal berkembang, pusing, muntah, nyeri tulang.
Sedangkan gejala yang khas antara lain dermatitis seboroik yang parah,
pembengkakan kelenjar getah bening, jaringan tulang rusak (kuku, rambut, gigi), anak
cenderung malas berjalan karena tulang sakit.11
Letterer-Siwe dapat bersifat single organ atau multi-organ. Single organ jika
menyerang hanya satu organ saja, misalnya tulang atau kulit saja. Sedangkan
multi-organ: menyerang banyak organ tubuh (kulit, tulang, hati, limpa, paru-paru,
sumsum tulang. Penyakit ini menyebabkan tulang keropos, dan sifatnya bisa menjadi
‘ganas’ seperti kanker yang dapat menyebar ke mana-mana, misalnya limpa, paru, dan
sebagainya (multi-organ). Untuk menegakkan diagnosia dapat dilakukan biopsi kulit
(untuk melihat gambaran sel histiosit), pemeriksaan darah, foto tulang (untuk melihat
ada/tidaknya keropos tulang), ultrasonografi (USG) dan CT scan (untuk melihat
gambaran hati, limpa, paru). Yang paling dikhawatirkan dari perjalanan penyakit
Letterer-Siwe adalah bila penyebaran sudah sampai ke sumsum tulang, yang ditandai
dengan penurunan jumlah sel darah putih (leukosit) dan trombosit.
Gambar 10. Gambaran klinis Lettere-Siwe pada bayi11
Fase Anak
a ) Dermatitis Numularis
b) Kandidiasis Intertriginosa
Kandidiasis adalah penyakit jamur, yang bersifat akut atau subakut disebabkan
oleh spesies Candida, biasanya oleh spesies Candida albicans dan dapat mengenai
mulut, vagina,kulit, kuku, bronkus dan paru, kadang-kadang dapat menyebabkan
septicemia, endokarditis, maupun meningitis.
Kandidiasis kutis biasa terjadi pada lipatan kulit atau
tempat yang tertutup pakaian atau prosedur dressing medis pada tempat yang lembab.
Tempat yang dekat dengan orificium dan jari, dimana sering terkena saliva juga
merupakan risiko terkena kandidiasis kutis.
Gejala yang tersering adalah kemerahan dan adanya eksudat yang basah yang
pertama terjadi pada lipatan kulit yang dalam. Penyakit ini terdapat diseluruh dunia,
dapat menyerang semua umur, baik laki-laki maupun perempuan.
Jamur penyebabnya terdapat pada orang sehat sebagai saprofit. Faktor resiko pemicu
hal ini adalah kondisi imunocompromise, diabetes melitus, obesitas, hyperhidrosis,
demam, polyendocrinophaties, terapi steroid topikal maupun sistemik, dan penyakit
kronik. Spesies Candida merupakan microflora normal pada kulit manusia, namun
dapat berubahmenjadi pathogen bila faktor penjamu terutama status imun berubah,
atau terganggu. Lesi dapat terjadi pada beberapa tempat pada tubuh, terutama pada
tempat yang lembab dan hangat biasanya sering terinfeksi.1
Sebagai faktor predisposisi ialah keringat atau kelembaban, kegemukan, gesekan
antar permukaan kulit dan oklusi. Dalam kondisi seperti ini, mudah sekali terjadi
superinfeksi oleh Candida albicans, yang ditandai oleh eritema berwarna merah-gelap,
dapat disertai papulpapul eritematosa di sekitarnya (lesi satelit).1
c) Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak pada anak bisa disebabkan oleh beberapa hal diantaranya
adalah sabun, deterjen, pelarut berbahan kimia, asam dan basa pada pembersih
pakaian, bahan makanan seperti paprika, serangga, misalnya ulat dan ngengat. Ketika
kulit anak bersentuhan dengan beberapa zat yang bisa menyebabkab maka ruam dapat
muncul cepat dalam beberapa menit. Ruam akan muncul pada area tubuh yang
pertama kali melakukan kontak dengan bahan kimia, dengan
tangan, lengan atau daerah yang paling sering terkena iritasi. Dermatitis kontak
yang parah akan cenderung lebih menyakitkan dibandingkan dengan gatal. Anak
yang mengalami dermatitis kontak kulitnya akan mengalami kemerahan, kekeringan,
gatal, bengkak, melepuh, pengerasan kulit, kulit bersisik, dan penebalan pada kulit.
Dalam kasus yang lebih parah, kulit anak akan mengalami lecet dan bisa berkembang
menjadi luka yang bisa menjadi infeksi.12
Gejala dermatitis kontak berbeda karena tingkat keparahan, frekuensi dan durasi
antar individu. Gejala dapat berkembang dengan cepat setelah kontak dengan alergen
atau zat yang memicu dermatitis kontak. Gejala dermatitis kontak pada bayi
diantaranya adalah kulit gatal, ruam, kulit yang meradang dan kering, kulit anak
menjadi lecet, demam tinggi, kulit anak bengkak dan seperti terbaka. Garukan
umumnya tidak menghilangkan gatal-gatal namun justru dapat menyebar
menjadi ruam yang lebih parah pada anak. Menggaruk juga dapat menyebabkan
peningkatan peradangan, gatal lebih intens. Selain itu menggaruk daerah kulit anak
yang terkena dermatitis dapat menyebabkan komplikasi yang serius, seperti infeksi
bakteri atau jamur sekunder dan selulitis.12
Fase Dewasa
a) Neurodermatitis
Lesi biasanya tunggal, pada awalya berupa plak eritematosa, sedikit edematosa,
lambat laun eritema dan edema menghilang, bagian tengah berskuama dan menebal,
likenifikasi dan eksoriasi, sekitarnya hiperpigmentasi, batas dengan kulit normal tidak
jelas. Gambaran klinis dipengaruhi juga oleh lokasi dan lamanya lesi.1
Neurodermatitis tidak biasanya terjadi pada anak, tetapi pada usia dewasa sampai
manula, puncak insiden pada usia antara 30 hingga 50 tahun. Perempuan lebih sering
menderita daripada laki-laki. Letak lesi dapat timbul dimana saja, tetapi yang biasa
ditemukan ialah di kulit kepala, tengkuk, samping leher, lengan bagian ekstensor,
pubis, vulva, skrotum, perianal, medial tungkai atas, lutut, lateral tungkai bawah,
pergelangan kaki bagian depan, dan punggung kaki. Neurodermatitis di bagian
tengkuk (lichen nuchae) biasanya hanya ditemui pada perempuan berupa plak kecil di
tengah tengkuk atau dapat meluas hingga ke skalp. Biasanya skuama menyerupai
psoriasis.
Variasi klinis berupa prurigo nodularis, akibat garukan atau korekan tangan
penderita yang berulang-ulang pada suatu tempat. Lesi berupa nodus berbentuk kubah,
permukaan mengalami erosi tertutup krusta dan skuama, lambat laun menjadi keras
dan berwarna lebih gelap (hiperpigmentasi). lesi biasanya multipel, lokalisasi
tersering di ekstremitas, berukuran beberapa milimeter sampai 2 cm.1
Gambar 15. Gambaran klinis neurodermatitis14
b) Psoriasis
Gambaran klasik lesi psoriasis adalah plak eritema berbatas tegas, meninggi dan
ditutupi oleh skuama putih. Lesi dapat bervariasi mulai dari papul kecil hingga plak
yang menutupi sebagian permukaan tubuh. Psoriasis cenderung merupakan erupsi
yang simetris. Tanda Auspitz adalah tanda berupa bintik-bintik perdarahan yang
merupakan pelebaran kapiler bila skuama disisihkan selain kulit eritema yang
homogen dan mengkilap. Fenomena berupa munculnya lesi psoriasis setelah
mendapat trauma pada kulit yang awalnya tidak ada lesi, sering muncul selama
serangan disebut sebagai fenomena koebner, yang muncul 7-14 hari setelah cedera.
Tanda tetesan lilin juga dapat ditemukan pada pasien psoriasis. Lesi baru bermula
sebagai lesi pin point yang berkembang dan bergabung menjadi satu dengan lesi lain
menjadi lesi plak. Psoriasis vulgaris merupakan bentuk yang terjadi pada sekitar 90%
kasus. Psoriasis secara umum adalah seperti psoriasis vulgaris dengan pola distribusi
yang simetris. Lesi dapat terlokalisir dimanapun, tetapi wajah biasanya terhindar dari
lesi dibandingkan dengan bagian ekstensor yaitu siku dan lutut serta kulit kepala
adalah bagian tubuh yang paling sering terlibat. Kelainan kuku ditemukan pada 40
persen kasus dan jarang dijumpai jika tidak ada penyakit kulit di tempat lain. Pitting
nail adalah bentuk yang banyak dijumpai dan lebih sering mengenai jari-jari tangan
dibanding kaki. Daerah yang terlibat lainnya termasuk telinga, glans penis, daerah
perianal dan derah yang mengalami trauma berulang1,15
Gambaran khas dermatitis seboroik adalah eritema dengan warna kemerahan dan
ditutupi dengan sisik berminyak besar yang dapat dilepaskan dengan mudah.Pada
kulit kepala, lesi dapat bervariasi dari sisik kering (ketombe) sampai sisik berminyak
dengan eritema (Gambar A). Pada wajah, penyakit ini sering mengenai bagian medial
alis, yaitu glabella (Gambar B), lipatan nasolabial (Gambar C), concha dari daun
telinga, dan daerah retroauricular (Gambar D). Lesi dapat bervariasi dalam tingkat
keparahan eritema sampai sisik halus (Gambar E).Pria dengan jenggot, kumis, atau
jambang, lesi mungkin melibatkan daerah yang ditumbuhi rambut (Gambar F), dan
lesi hilang jika daerah tersebut dicukur.Daerah dada medial pada pria terlihat petaloid
yang bervariasi dan ditandai dengan bercak merah terang di pusat dan merah gelap di
tepi (Gambar G).Pasien yang terinfeksi HIV, lesi terlihat menyebar dengan pertanda
inflamasi (Gambar H).1,16
Gambar 17. Gambaran klinis Dermatitis Seboroik1,16
d) Prurigo
Prurigo merupakan erupsi papular kronik dan bersifat rekurens. Penyakit ini
biasanya dianggap sebagai salah satu penyakit kulit yang paling gatal dan lesinya
dapat diikuti dengan timbulnya penebalan dan hiperpigmentasi pada kulit tersebut
KOCSARD pada tahun 1962 mendefinisikan prurigo papul sebagai papul yang
berbentuk kubah dengan vesikel pada puncaknya. Vesikel hanya terdapat dalam
waktu yang singkat saja, karena segera menghilang akibat garukan, sehingga yang
tertinggal hanya papul yang berkrusta. Papul berkrusta lebih sering terlihat
dibandingkan papul primer dengan puncak vesikel. Likenifikasi hanya terjadi
sekunder akibat proses kronik.1
Penyebab prurigo nodularis masih belum diketahui. Stress dan kondisi emosional
menjadi faktor yang berpengaruh pada beberapa kasus, oleh karena itu sulit untuk
memastikan diagnosis prurigo nodularis. Sebagian pasien prurigo nodularis
mempunyai riwayat dermatitis atopi. Sekitar 65-80% pasien memiliki riwayat atopi.
Pada pasien ini terjadi pada usia yang lebih muda, meskipun tidak terdapat erupsi
eczematosa. Pada 20% kondisi lain diawali setelah gigitan serangga. Pada pasien
prurigo nodularis non atopik sering disertai riwayat penyakit sistemik sebelumnya,
termasuk insufisiensi ginjal, hipertiroidisme, hipotiroidisme, gagal hati, HIV, infeksi
parasit atau dengan penyakit keganasan lainnya (Goldsmith, LA, 2012). Prurigo
nodularis sering dipicu karena garukan dan gerakan mengelupas, keadaan ini hanya
saat timbul respon gatal.1
e) Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak iritan adalah suatu peradangan pada kulit yang disebabkan oleh
kerusakan langsung ke kulit setelah terpapar agen berbahaya. Dermatitis kontak iritan
dapat disebabkan oleh tanggapan phototoxic misalnya tar, paparan akut zat-zat (asam,
basa) atau paparan 12 kronis kumulatif untuk iritasi ringan (air, detergen, bahan
pembersih lemah).
Gejala pada dermatitis kontak iritan akut, kulit terasa pedih, panas, rasa terbakar,
kelainan yang terlihat berupa eritema, edema, bula, dan dapat ditemukan nekrosis.
Pinggir kelainan kulit berbatas tegas, dan pada umumnya asimetris. Biasanya terjadi
karena kecelakaan, dan reaksi segera timbulGejala dermatitis kontak iritan kumulatif
(kronis) merupakan gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun
kulit menjadi tebal (hiperkeratosis) dan likenifikasi, difus. Bila kontak terus
berlangsung akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit
tumit tukang cuci yang mengalami kontak terus menerus dengan detergen. Keluhan
penderita umumnya rasa gatal atau nyeri karena keluhan kulit retak (fisur). Ada
kalanya kelainan hanya berupa kulit kering atau skuama tanpa eritema, sehingga
diabaikan oleh penderita.1,12
Dermatitis kontak iritan akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih
cepat sehingga penderita pada umumnya masih ingat apa yang menjadi penyebabnya.
Sebaliknya, dermatitis kontak iritan kronis timbulnya lambat dan memiliki gambaran
klinis yang luas, sehingga terkadang sulit dibedakan dengan dermatitis kontak alergi.
Untuk ini diperlukan uji tempel dengan bahan yang dicurigai (Djuanda, 2010).
Kriteria diagnostik primer dermatitis kontak iritan meliputi makula eritema,
hiperkeratosis atau fisura yang menonjol, kulit seperti terbakar. Kriteria objektif
minor meliputi batas tegas pada dermatitis, dan kecenderungan untuk menyebar lebih
rendah dibanding dermatitis kontak alergik.1,12
Daerah predileksinya antara lain adalah
Genitalia.
Badan.
Dermatitis kontak di badan dapat disebabkan oleh tekstil, zat warna pakaian,
kancing logam, karet (elastis, busa), plastik, deterjen, bahan pelembut atau
pewangi pakaian.
Tangan.
Kejadian derrnatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering di tangan,
mungkin karena tangan merupakan organ tubuh yang paling sering digunakan
untuk melakukan pekerjaan sehari-hari. Penyakit kulit akibat kerja, sepertiga atau
lebih mengenai tangan. Tidak jarang ditemukan riwayat atopi pada penderita.
Pada pekerjaan yang basah (“Wet work”), misalnya memasak makanan, mencuci
pakaian, pengatur rambut di salon, angka kejadian dermatitis tangan lebih tinggi.
Etiologi dermatitis tangan sangat kompleks karena banyak sekali faktor yang
berperan di samping atopi. Contoh bahan yang dapat menimbulkan dermatitis
tangan. misalnya deterjen, antiseptic, getah sayuran, semen, dan pestisida.
Lengan.
Alergen umumnya sama dengan pada tangan, misalnya oleh jam tangan
(nikel), sarung tangan karet, debu, semen, dan tanaman. Di ketiak dapat
disebabkan oleh deodoran, antiperspiran, formaldehid yang ada di pakaian.
Telinga. Anting atau jepit telinga dari nikel, penyebab dermatitis kontak pada
telinga. Penyebab lain misalnya obat topical, tangkai kaca mata, cat rambut,
hearing-aids, gagang telepon.
Paha dan tungkai bawah.
Dermatitis di tempat ini dapat disebabkan oleh tekstil, dompet, kunci (nikel),
kaos kaki nilon, uang logam, obat topikal, semen, sepatu/sandal. Pada kaki dapat
disebabkan oleh deterjen. bahan pembersih lantai, alas kaki, obat topikal.
Dermatitis kontak sistemik. Terjadi pada individu yang telah tersensitisasi secara
topikal oleh suatu alergen, selanjutnya terpajan secara sistemik, kemudian timbul
reaksi terbatas pada tempat tersebut. Walaupun jarang terjadi, reaksi dapat meluas
bahkan sampai eritroderma. Penyebabnya, misalnya nikel, forrnaldehid. balsam
Peru (pewangi kosmetika).1,12
f) Parapsoriasis
Gambar 20. Parapsoriasis Plak besar. Terdapat plak yang irregulardan dengan ukuran
yang bervariasi pada lengan18
g) Erupsi Obat
Salah satu bentuk reaksi silang obat pada kulit adalah erupsi obat. Erupsi obat
atau drug eruption itu sendiri adalah reaksi pada kulit atau daerah mukokutan yang
terjadi sebagai akibat pemberian obat dengan cara sistemik. Obat ialah zat yang
dipakai untuk menegakkan diagnosis, profilaksis, dan pengobatan. Reaksi silang obat
adalah reaksi berbahaya atau tidak diinginkan yang diakibatkan dari penggunaan
produk pengobatan dan dari reaksi tersebut dapat diprediksikan bahaya penggunaan
produk itu di masa yang akan datang sehingga dilakukan tindakan penggantian
maupun penarikan produk.19
Erupsi obat yang timbul akan mempunyai kemiripan dengan gangguan kulit lain
pada umumnya, yaitu:
1. Erupsi makulopapular atau morbiliformis.
Erupsi makulapapular atau morbiliformis disebut juga erupsi eksantematosa dapat
diinduksi oleh hampir semua obat. Seringkali terdapat erupsi generalisata dan simetris
yang terdiri atas eritema dan selalu ada gejala pruritus. Kadang-kadang ada demam,
malaise, dan nyeri sendi. Lesi biasanya timbul dalam 1-2 minggu setelah dimulainya
terapi. Erupsi jenis ini sering disebabkan oleh ampisilin, obat anti inflamasi non
steroid, sulfonamid, dan tetrasiklin.
2. Urtikaria dan angioedema
Urtikaria menunjukkan kelainan kulit berupa urtikaria, kadangkadang disertai
angioedema. Pada angioedema yang berbahaya ialah terjadinya asfiksia bila
menyerang glotis. Keluhannya umumnya gatal dan panas pada tempat lesi. Biasanya
timbul mendadak dan hilang perlahan-lahan dalam 24 jam. Urtikaria dapat disertai
demam, dan gejala-gejala umum, misalnya malese, nyeri kepala dan vertigo.
Angioedem
3. Eksantema Fikstum
Eksantema fikstum disebabkan khusus obat atau bahan kimia. Eksantema fikstum
merupakan salah satu erupsi kulit yang sering dijumpai. Kelainan ini umumnya
berupa eritema dan vesikel berbentuk bulat atau lonjong dan biasanya numular.
Kemudian meninggalkan bercak hiperpigmentasi yang lama, baru hilang, bahkan
sering menetap. Dari namanya dapat diambil kesimpulan bahwa kelainan akan timbul
berkali-kali pada tempat yang sama. Tempat predileksinya di sekitar mulut, di daerah
bibir dan daerah penis pada laki-laki sehingga sering disangka penyakit kelamin
karena berupa erosi yang kadang-kadang cukup luas disertai eritema dan rasa panas
setempat. Obat penyebab yang sering ialah sulfonamid, barbiturat, trimetoprim dan
analgesik.
4. Eritroderma (dermatitis eksfoliativa)
Eritroderma adalah terdapatnya eritema universal yang biasanya disertai skuama.
Eritroderma dapat disebabkan oleh bermacammacam penyakit lain di samping alergi
karena obat, misalnya psoriasis, penyakit sistemik temasuk keganasan pada sistem
limforetikular (penyakit Hodgkin, leukemia). Pada eritroderma karena alergi obat
terlihat eritema tanpa skuama; skuama baru timbul pada stadium penyembuhan.
Obat-obat yang biasa menyebabkannya ialah sulfonamid, penisilin, dan fenilbutazon.
5. Purpura
Purpura adalah perdarahan di dalam kulit berupa kemerahan yang tidak hilang
bila ditekan. Erupsi purpura dapat terjadi sebagai ekspresi tunggal alergi obat.
Biasanya simetris serta muncul di sekitar kaki, termasuk pergelangan kaki atau
tungkai bawah. Erupsi berupa bercak sirkumskrip berwarna merah kecoklatan dan
disertai rasa gatal.
6. Vaskulitis
Vaskulitis ialah radang pembuluh darah. Kelainan kulit dapat berupa palpable
purpura yang mengenai kapiler. Biasanya distribusinya simetris pada ekstremitas
bawah dan daerah sakrum. Vaskulitis biasanya disertai demam, mialgia, dan
anoreksia. Obat penyebab ialah penisilin, sulfonamid, obat anti inflamasi non steroid,
antidepresan dan antiaritmia. Jika vaskulitis terjadi pada pembuluh darah sedang
berbentuk eritema nodosum. Kelainan kulit berupa eritema dan nodus yang nyeri
dengan eritema di atasnya disertai gejala umum berupa demam dan malese. Tempat
predileksinya di daerah ekstensor tungkai bawah. Eritema nodosum dapat pula
disebabkan oleh beberapa penyakit lain misalnya tuberkulosis, infeksi streptokokus
dan lepra. Obat yang dianggap sering menyebabkan eritema nodosum ialah
sulfonamid dan kontrasepsi oral
7. Reaksi fotoalergik
Gambaran klinis reaksi fotoalergi sama dengan dermatitis kontak alergik,
lokalisasinya pada tempat yang terpajan sinar matahari. Kemudian kelainan dapat
meluas ke daerah tidak terpajan matahari. Obat yang dapat menyebabkan fotoalergi
ialah fenotiazin, sulfonamida, obat anti inflamasi non steroid, dan griseofulvin.
8. Pustulosis eksantematosa generalisata akut
Penyakit pustulosis eksantematosa generalisata akut jarang terdapat, diduga dapat
disebabkan oleh alergi obat, infeksi akut oleh enterovirus, hipersensitivitas terhadap
merkuri dan dermatitis kontak. Kelainan kulitnya berupa pustul-pustul miliar
nonfolikular yang timbul pada kulit yang eritematosa dapat disertai purpura dan lesi
menyerupai lesi target. Kelainan kulit timbul pada waktu demam tinggi, dan pustul
pustul tersebut cepat menghilang sebelum 7 hari yang kemudian diikuti deskuamasi
selama beberapa hari.
9. Disamping kelainan-kelainan tersebut dapat terjadi kelainan berupa eritema
multiforme, sindroma Stevens-Johnson, dan nekrolisis epidermal toksik.
Pada pemeriksaan histopatologik didapati pustul intraepidermal atau subkorneal
yang dapat disertai edema dermis, vaskulitis, infiltrat polimorfonuklear perivaskuler
dengan eosinofil atau nekrosis fokal sel-sel keratinosit terdapat 2 perbedaan utama
antara Pustulosis eksantematosa generalisata akut dan psoriasis pustulosa, yaitu
Pustulosis eksantematosa generalisata akut terjadinya akut dan terdapat riwayat alergi
obat. Pada Pustulosis eksantematosa generalisata akut pustul-pustul pada kulit yang
eritematosa dan demam lebih cepat menghilang, selain itu gambaran histopatologik
juga berbeda.19
Reaksi alergi
Stres
Kelainan genetik
Penyakit autoimun
Area kulit yang sering mengalami kelainan akibat lichen planus adalah lengan,
tungkai, dada, punggung, rongga mulut, kuku, kulit kepala, vagina, dan penis.
Pada kulit, lichen planus umumnya berupa bintik berwarna merah keunguan
berukuran 3–5 mm, kulit yang menebal, dan terasa gatal. Pada rongga mulut, tanda
lichen planus berupa bercak berwarna merah atau putih yang melekat pada dinding
rongga mulut, dapat disertai dengan rasa nyeri atau terbakar.
Gejala lichen planus di vagina serupa dengan lichen planus di kulit, disertai
dengan rasa nyeri atau terbakar di daerah kemaluan, nyeri saat berhubungan seksual,
atau keputihan berwarna kuning kehijauan bercampur darah.20
Gambar 22. Gambaran klinis Liken Planus.20
i) Tinea Corporis
Tinea korporis adalah dermatofitosis pada kulit yang tidak berambut (glabrous
skin) kecuali telapak tangan, telapak kaki, dan lipat paha. Dermatofitosis adalah
infeksi jamur yang disebabkan oleh jamur dermatofita yaitu Epidermophyton,
Mycrosporum dan Trycophyton. Terdapat lebih dari 40 spesies dermatofita yang
berbeda, yang menginfeksi kulit dan salah satu penyakit yang disebabkan jamur
golongan dermatofita adalah tinea korporis.
Infeksi Dermatofita diawali dengan perlekatan jamur atau elemen jamur yang
dapat tumbuh dan berkembang pada stratum korneum. Pada saat perlekatan, jamur
dermatofita harus tahan terhadap rintangan seperti sinar ultraviolet, variasi temperatur
dan kelembaban, kompetensi dengan flora normal, spingosin dan asam lemak.
Kerusakan stratum korneum, tempat yang tertutup dan maserasi memudahkan
masuknya jamur ke epidermis (Verma dan Heffernan,2008). Masuknya dermatofita
ke epidermis menyebabkan respon imun pejamu baik respon imun nonspesifik
maupun respon imun spesifik. Respon imun nonspesifik merupakan pertahanan lini
pertama melawan infeksi jamur. Mekanisme ini dapat dipengaruhi faktor umum,
seperti gizi, keadaan hormonal, usia, dan faktor khusus seperti penghalang mekanik
dari kulit dan mukosa, sekresi permukaan dan respons radang. Respons radang
merupakan mekanisme pertahanan nonspesifik terpenting yang dirangsang oleh
penetrasi elemen jamur. Terdapat 2 unsur reaksi radang, yaitu pertama produksi
sejumlah komponen kimia yang larut dan bersifat toksik terhadap invasi organisme.
Komponen kimia ini antara lain ialah lisozim,sitokin,interferon,komplemen, dan
protein fase akut. Unsur kedua merupakan elemen seluler,seperti netrofil, dan
makrofag, dengan fungsi utama fagositosis, mencerna, dan merusak partikel asing.
Makrofag juga terlibat dalam respons imun yang spesifik. Selsel lain yang termasuk
respons radang nonspesifik ialah basophil, sel mast, eosinophil, trombosit dan sel NK
(natural killer). Neutrofil mempunyai peranan utama dalam pertahanan melawan
infeksi jamur (Cholis,2001). Imunitas spesifik membentuk lini kedua pertahanan
melawan jamur setelah jamur mengalahkan pertahanan nonspesifik. Limfosit T dan
limfosit B merupakan sel yang berperan penting pada pertahanan tubuh spesifik.
Sel-sel ini mempunyai mekanisme termasuk pengenalan dan mengingat organism
asing, sehingga terjadi amplifikasi dari kerja dan kemampuannya untuk merspons
secara cepat terhadap adanya presentasi dengan memproduksi antibodi, sedangkan
limfosit T berperan dalam respons seluler terhadap infeksi. Imunitas seluler sangat
penting pada infeksi jamur. Kedua mekanisme ini dicetuskan oleh adanya kontak
antara limfosit dengan antigen.
Gambaran klinis dimulai dengan lesi bulat atau lonjong dengan tepi yang aktif
dengan perkembangan kearah luar, bercak-bercak bisa melebar dan akhirnya memberi
gambaran yang polisiklik,arsinar,dan sirsinar. Pada bagian pinggir ditemukan lesi
yang aktif yang ditandai dengan eritema, adanya papul atau vesikel, sedangkan pada
bagian Universitas Sumatera Utara tengah lesi relatif lebih tenang. Tinea korporis
yang menahun, tandatanda aktif menjadi hilang dan selanjutnya hanya meninggalkan
daerah hiperpigmentasi saja. Gejala subyektif yaitu gatal, dan terutama jika
berkeringat dan kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Tinea
korporis biasanya terjadi setelah kontak dengan individu atau dengan binatang piaraan
yang terinfeksi, tetapi kadang terjadi karena kontak dengan mamalia liar atau tanah
yang terkontaminasi. Penyebaran juga mungkin terjadi melalui benda misalnya
pakaian, perabot dan sebagainya.1
Gambar 23. Gambaran klinis tinea korporis1
j) Pitiriasis Versikolor
k) Pitiriasis Rosea
Pitiriasis Rosea adalah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya yang
dimulai dengan sebuah lesi inisial berbentuk eritema dan skuama halus. Kemudian
disusul oleh lesi-lesi yang lebih kecil di badan, lengan dan paha atas yang tersusun
sesuai dengan lipatan kulit dan biasanya menyembuh dalam waktu 3-8 minggu.(1,2)
Insiden tertinggi pada usia antara 15 – 40 tahun. Wanita lebih sering terkena
dibandingkan pria dengan perbandingan 1.5 : 1. Kekambuhan pada penyakit ini tidak
diketahui, hanya sekitar 1-3% kasus yang terjadi. Keterkaitan Human Herpes Virus
(HHV) enam dan tujuh sebagai penyebab penyakit ini masih dalam kontroversi.
Para ahli masih berbeda pendapat tentang faktor-faktor penyebab timbulnya PR.
Ada yang menduga penyebabnya adalah virus, dikarenakan penyakit ini dapat sembuh
dengan sendirinya (self limited). Keterlibatan dua virus herpes yaitu HHV-6 dan
HHV-7, telah diusulkan sebagai penyebab erupsi. Dilaporkan terdapat DNA virus
dalam peripheral blood mononuclear cell (PBMC) dan lesi kulit dan hal ini tidak
terpengaruh dari banyaknya orang dengan PR akut. HHV-7 terdeteksi sedikit lebih
banyak daripada HHV-6, tetapi sering kedua virus ditemukan. Namun, bukti dari
adanya HHV-6 atau HHV-7 dan aktivitasnya juga ditemukan dalam proporsi (10-44%)
dari individu yang tidak terpengaruh, hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan
dengan infeksi, di mana virus tidak selalu menyebabkan penyakit.
Sementara ahli yang lain mengaitkan dengan berbagai faktor yang diduga
berhubungan dengan timbulnya PR, misalnya faktor penggunaan obat-obat tertentu
Kurang lebih pada 20-50% kasus, bercak merah pada pitiriasis rosea didahului
dengan munculnya gejala mirip infeksi virus seperti gangguan traktus respiratorius
bagian atas atau gangguan gastrointestinal. Sumber lain menyebutkan kira-kira 5%
dari kasus pitiriasis rosea didahului dengan gejala prodormal berupa sakit kepala, rasa
tidak nyaman di saluran pencernaan, demam, malaise, dan artralgia. Lesi utama yang
paling umum ialah munculnya lesi soliter berupa makula eritem atau papul eritem
pada batang tubuh atau leher, yang secara bertahap akan membesar dalam beberapa
hari dengan diameter 2-10 cm, berwarna pink salmon, berbentuk oval dengan skuama
tipis.
Lesi yang pertama muncul ini disebut dengan Herald patch/Mother
plaque/Medalion. Insidens munculnya Herald patch dilaporkan sebanyak 12-94%,
dan pada banyak penelitian kira-kira 80% kasus pitiriasis rosea ditemukan
adanya Herald patch. Jika lesi ini digores pada sumbu panjangnya, maka skuama
cenderung untuk melipat sesuai dengan goresan yang dibuat, hal ini disebut
dengan “Hanging curtain sign”. Herald patch ini akan bertahan selama satu minggu
atau lebih, dan saat lesi ini akan mulai hilang, efloresensi lain yang baru akan
bermunculuan dan menyebar dengan cepat. Namun kemunculan dan penyebaran
efloresensi yang lain dapat bervariasi dari hanya dalam beberapa jam hingga sampai 3
bulan. Bentuknya bervariasi dari makula berbentuk oval hingga plak berukuran 0,5-2
cm dengan tepi yang sedikit meninggi. Warnanya pink salmon (atau berupa
hiperpigmentasi pada orang-orang yang berkulit gelap) dan khasnya terdapat koleret
dari skuama di bagian tepinya. Umum ditemukan beberapa lesi berbentuk anular
dengan bagian tengahnya yang tampak lebih tenang
Pada pitiriasis rosea gejalanya akan berkembang setelah 2 minggu, dimana ia
mencapai puncaknya. Karenanya akan ditemukan lesi-lesi kecil kulit dalam stadium
yang berbeda. Fase penyebaran ini secara perlahan-lahan akan menghilang secara
spontan setelah 3-8 minggu. Lesi-lesi ini muncul terutama pada batang tubuh dengan
sumbu panjang sejajar pelipatan kulit.Susunannya sejajar dengan kosta, sehingga
tampilannya tampak seperti pohon natal yang terbalik (inverted christmas tree
appearance) yang merupakan lesi patognomonik dari pitiriasis rosea.
Lokasinya juga sering ditemukan di lengan atas dan paha atas. Lesi-lesi yang
muncul berikutnya jarang menyebar ke lengan bawah, tungkai bawah, dan wajah.
Namun sesekali bisa didapatkan pada daerah tertentu seperti leher, sela paha, atau
aksila. Pada daerah ini lesi berupa bercak dengan bentuk sirsinata yang bergabung
dengan tepi yang tidak rata sehingga sangat mirip dengan Tinea corporis. Gatal
ringan-sedang dapat dirasakan penderita, biasanya saat timbul gejala. Gatal
merupakan hal yang biasa dikeluhkan dan gatalnya bisa menjadi parah pada 25%
pasien. Gatal akan lebih dirasakan saat kulit dalam keadaan basah, berkeringat, atau
akibat dari pakaian yang ketat. Akan tetapi, 25% penderitanya tidak merasakan gatal.
Relaps dan rekurensi jarang sekali ditemukan. Ekskoriasi jarang ditemukan. Efek dari
terapi yang berlebih atau adanya dermatitis kontak, umum ditemukan.1
l) Skabies
Skabies adalah penyakit kulit akibat investasi dan sensitisasi oleh tungau
Sarcoptes scabei. Skabies tidak membahayakan bagi manusia. Adanya rasa gatal pada
malam hari merupakan gejala utama yang mengganggu aktivitas dan produktivitas.
Penyakit scabies banyak berjangkit di:
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh
penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi
terhadap sekret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kurang lebih satu bulan
setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan
ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi,
ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder
a. Pruritus noktural yaitu gatal pada malam hari karena aktifitas tungau yang lebih
tinggi pada suhu yang lembab dan panas.
d. Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat ditemukan satu
atau lebih stadium hidup tungau ini. Gatal yang hebat terutama pada malam sebelum
tidur. Adanya tanda : papula (bintil), pustula (bintil bernanah), ekskoriasi (bekas
garukan). Gejala yang ditunjukkan adalah warna merah, iritasi dan rasa gatal pada
kulit yang umumnya muncul di sela-sela jari, selangkangan dan lipatan paha, dan
muncul gelembung berair pada kulit.
m) Urtikaria Kronis
Urtikaria atau dikenal juga dengan “hives” adalah kondisi kelainan kulit berupa
reaksi vaskular terhadap bermacam-macam sebab, biasanya disebabkan oleh suatu
reaksi alergi, yang mempunyai karakteristik gambaran kulit kemerahan (eritema)
dengan sedikit oedem atau penonjolan (elevasi) kulit berbatas tegas yang timbul
secara cepat setelah dicetuskan oleh faktor presipitasi dan menghilang perlahan-lahan
Manifestasi klinis urtikaria yaitu berupa munculnya ruam atau lesi kulit berupa
biduran yaitu kulit kemerahan dengan penonjolan atau elevasi berbatas tegas dengan
batas tepi yang pucat disertai dengan rasa gatal (pruritus) sedang sampai berat, pedih,
dan atau sensasi panas seperti terbakar. Lesi dari urtikaria dapat tampak pada bagian
tubuh manapun, termasuk wajah, bibir, lidah, tenggorokan, dan telinga. Diameter lesi
dapat bervariasi dari sekitar 5 mm (0,2 inchi) sampai dapat sebesar satu piring makan.
Ketika proses oedematous meluas sampai ke dalam dermis dan atau subkutaneus dan
lapisan submukosa, maka ia disebut angioedema. Urtikaria dan angioedema dapat
terjadi pada lokasi manapun secara bersamaan atau sendirian. Angioedema umumnya
mengenai wajah atau bagian dari ekstremitas, dapat disertai nyeri tetapi jarang
pruritus, dan dapat berlangsung sampai beberapa hari. Keterlibatan bibir, pipi, dan
daerah periorbita sering dijumpai, tetapi angioedema juga dapat mengenai lidah dan
faring. Lesi individual urtikaria timbul mendadak, jarang persisten melebihi 24-48
jam, dan dapat berulang untuk periode yang tidak tentu.1
BAB III
PENUTUP
Dermatitis atopik (DA) merupakan penyakit inflamasi kulit yang kronis dan
kambuhan, cenderung diturunkan (herediter) dan terjadi disebabkan disregulasi
respons imun. Manifestasi klinis yang ditemukan pada DA bervariasi berdasarkan
tingakatan usia sehingga banyak juga penyakit kulit lainnya yang menjadi diagnosis
banding. Untuk membedakannya perlu memperhatikan kekhasan gambaran klinis
masing-masing penyakit dan pemeriksaan penunjang yang sesuai.
DAFTAR PUSTAKA
4. Soebaryo RW. Etiologi dan Patogenesis DA. Dalam: Boediardja SA, Sugito TL,
Rihatmadja R, editor. Dermatitis pada bayi dan anak. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2004. p. 1-8
5. Indonesia Childrean. Dermatitis atopik pada anak. 2009 (diakses tanggal 5 Juli
2018). Diunduh dari http://www.childrenallergyclinic.wordpress.com
6. Collins CD, Hivnor C. Seborrheic Dermatitis. In: Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, Wolff K, editors. Fitzpatrick's Dermatology
in General Medicine. 8th ed. New York: McGraw-Hill Companies; 2012. p.259-
266.
8. Diana IA. Eksim popok pada bayi dan anak. Dalam: Penanganan eksim pada bayi
dan anak. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2006. h.17-26.
9. 2. Sugito TL. Psoriasis pada bayi dan anak. In: Kabulrachman, Prasetyowati S,
Indrayanti ES, Subakir, editors. Penyakit Papuloeritroskuamosa dan
Dermatomikosis Superfisialis pada Bayi dan Anak (Edisi ke-1). Semarang: Balai
Penerbit Universitas Diponegoro, 2008; p. 27-39
10. Leone P. Scabies and pediculosis: an update of treatment regiments and general
review. Oxford J. 2007; 44(1):154- 9.
12. Cohen DE, Jacob SE. Allergic Contact Dermatitis. Dalam: Wolf K, Goldsmith
LA,Katz SI, Gilchrestba, Paller AS, Leffel DA, ed. Flitzpatricks Dermatology in
General Medicine Edisi Ke-7. USA: The McGraw-Hill Companies, Inc, 2008. h.
136-44 .
13. Buchbinder D. Wiskott–Aldrich syndrome: diagnosis, current management, and
emerging treatments. 2014. NCBI Journal. Appl Clin Genet. 2014; 7: 55–66.
15. Geng A, McBean J, Zeikus PS. Psoriasis. Dalam: Kelly AP, Taylor SC, editor.
Dermatology for skin of color. New York: McGraw-Hill; 2009.
16. Schwarts RA, Janusz CA, Janniger CK. Seborrheic dermatitis: An overview.Am
Fam Phys. 2006;74:125-30.
17. Hogan D. Prurigo nodularis.[online]. 2006 May 17 [cited 2008 June 7];
AvailableFrom: URL: http://www.emedicine.com/DERM/topic_350.htm 5.
19. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ.
Fitspatricks’s dermatology in general medicine. Edisi ke7. New York: Mc
Graw-Hill Medical; 2008.
21. Richardson MD, Warnock DW. Fungal Infection: Diagnosis and Management
(4th ed). Singapore: Wiley-Blackwell, 2013.