Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tingkat komplikasi yang seharusnya dapat dihindari setelah melewati prosedur

bedah saraf memiliki tingkat kejadian yang cukup tinggi (Badenes R dkk,2015).

Menurut data analisis terbaru di Amerika, sebanyak 38.038 pasien bedah saraf yang

dilaporkan mengalami komplikasi pasca prosedur bedah saraf sebanyak 14,3%,

dengan komplikasi paru sebanyak 5%, komplikasi kardiovaskular 4% dan

komplikasi neurologis 3% dari keseluruhan tersebut (Rolston JD dkk,2014).

Deteksi dini dan pengobatan pada komplikasi ini membutuhkan perawatan khusus

dan monitoring sistem saraf pada fase awal pasca operasi. Diantara banyak kasus,

pasien yang menjalani elektif kraniotomi umumnya secara rutin dirawat di ICU, di

mana perawatan khusus dan pemantauan dapat segera dilakukan dan disediakan.

Namun demikian, hanya sebagian kecil pasien pasca operasi elektif kraniotomi

yang membutuhkan intervensi medis di ICU.

Meskipun dalam praktik umumnya klasifikasi pasien dengan resiko tinggi

bergantung pada sistem skor komorbiditas, akan tetap studi secara retrospektif

menunjukkan sebanyak 400 pasien yang menjalani elektif kraniotomi, hanya yang

diidentifikasi dengan diabetes dan usia yang lebih tua sebagai prediktor independen

untuk masuk ICU pasca operasi (Hanak BW dkk,2014). Ada variabilitas besar

dalam kebijakan penerimaan untuk pasien pasca operasi di ICU bedah saraf antar

negara, pusat kesehatan dan bahkan di dalam rumah sakit yang sama, tergantung

1
pada kebijakan lokal terutama pada sumber daya. Di beberapa pusat kesehatan,

pasien dirawat untuk observasi 24 jam yang direncanakan setelah semua prosedur

intrakranial (Beauregard CL & Friedman WA, 2003). Dipusat kesehatan lainnya,

pasien hanya dirawat di ICU jika terjadi komplikasi intrakranial (misalnya kejang

awal,pendarahan, edema otak) berkembang selama atau segera setelah operasi

(Zhou JC dkk,2015).

Selain itu, komplikasi paling serius muncul setelah melewati elektif kraniotomi

dan biasanya terjadi dalam beberapa jam pertama setelah operasi, hal ini membuat

kerancuan apakah tujuan pasca operasi pasien tersebut harus dimonitoring di ICU

yang meningkatkan optimalitas monitoring atau pemindahan ke ICU harus dibatasi

untuk pasca operasi untuk meminimalisasi kesalahan pemindahan dan kriteria

masuk ICU (Awad IA,2014). Di antara alternatif tujuan pasca operasi pasien yang

menjalani elektif kraniotomi, slaah satunya adalah unit perawatan atau post

anaesthesia unit care (PACU) yang memberikan perawatan tingkat menengah.

Solusi ini dapat memberikan alternatif biaya yang lebih efektif dan alokasi sumber

daya yang lebih baik untuk ICU dan memungkinkan pengembangan jalur

pemulihan yang ditingkatkan setelah menjalani prosedur bedah saraf (Florman JE

dkk,2017).

Tujuan penulisan karya tulis ini adalah untuk memberikan literatur terbaru dan

mengeksplorasi kriteria untuk masuk ICU yang direncanakan, komplikasi

perioperatif dan kriteria masuk ICU dalam keadaan darurat, memberikan informasi

tentang tingkat perawatan monitoring neurologis untuk pasien yang menjalani

elektif kraniotomi.

2
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja kriteria untuk masuk ICU ?

2. Apa saja komplikasi post operatif kraniotomi dan kriteria masuk ICU dalam

keadaan darurat?

3. Bagaimana tingkat perawatan dan cara monitoring neurologis pasien yang telah

menjalani elektif kraniotomi?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui dan memahami kriteria masuk ICU.

2. Mengetahui dan memahami komplikasi post operatif kraniotomi dan kriteria

masuk ICU dalam keadaan darurat.

3. Mengetahui dan memahami tingkat perawatan dan cara monitoring neurologis

pasien yang telah menjalani elektif kraniotomi.

Anda mungkin juga menyukai