Anda di halaman 1dari 6

Pada dahulu kala tinggalah sebuah keluarga disebuah desa.

Mereka terdiri dari ayah, ibu, dan


seorang gadis remaja dengan nama Bawang Putih. Mereka adalah sebuah keluarga yang hidup bahagia.
Kendati ayah Bawang Putih hanyalah seorang pedagang biasa, namun mereka bisa hidup dengan sangat
rukun dan sentosa hingga pada suatu hari ibu Bawang Putih sakit parah yang akhirnya meninggal dunia.
Bawang Putih sangat berduka dengan meninggalnya ibunda tercintanya itu, begitu juga dengan ayahnya,
ia merasakan duka yang sangat mendalam harus menerima kenyataan itu.

Bawang Putih: Ayah, kenapa sih ibu harus pergi meninggalkan kita dengan begitu cepatnya?

Ayah: Ini memang sudah menjadi kehendak yang maha kuasa, nak.

Bawang Putih: Ya, sudah lah, yah.. memang sudah menjadi ketentuan yang maha kuasa.

Ayah: Ya, benar anakku. Biarlah, ini memang sudah ditentukan-Nya.

Di desa itu terdapat seorang janda yang memiliki anak bernama Bawang Merah. Semenjak ibu
Bawang Putih meninggal ibu Bawang Merah sering menyempatkan diri untuk berkunjung kerumah
Bawang Putih. Ibu Bawang Merah sering membawakan makanan untuk Bawang Putih dan ayahnya,
membantu Bawang Putih bersih-bersih rumah, dan juga menemani Bawang Putih dan ayahnya untuk
berbagi lewat obrolan.

Ibu Bawang Merah: Bawang Putih... ini saya bawakan makanan untuk kamu.

Bawang Putih: Iya, terima kasih banyak bu sudah membawakan makanan untuk Bawang Putih.

Ibu Bawang Merah: Ya, sama-sama, ibu cuman nggak pengen lihat kamu kurang makan. Ya sudah, kalau
gitu ibu pamit pulang dulu.

Ayah Bawang Putih : Bu, nitip salam ya buat Bawang Merah.

Ibu Bawang Merah: Iya, nanti aku sampaikan ke Bawang Merah.

Kedekatan Ayah Bawang Putih dengan ibu Bawang Merah yang dirasanya sangat baik hati
membuat ayah Bawang Putih kepikiran untuk menikahi ibu Bawang Merah. Dengan meminta
pertimbangan dari Bawang Putih, kemudian ayah Bawang Putih menikah dengan ibu Bawang Merah.

Ayah Bawang Putih: Bawang Putih, andai saja ayah menikahi dengan ibu Bawang Merah, apakah kamu
setuju, nak?

Bawang Putih: Aku hanya ngikut kemauan ayah, kalau ayah memang menginginkannya, kenapa aku
harus menghalanginya. Lagian ibu Bawang Merah itu kan baik hati.

Ayah Bawang Putih: Baiklah nak kalau begitu, terimakasih atas izin kamu. Bagaimana denganmu Bawang
Merah? apakah kamu juga setuju?

Bawang Merah:
Aku juga setuju, ibu setuju juga kan?

Ibu Bawang Merah: Ya, ibu juga setuju dengan niatan ayah Bawang Putih untuk menikahi ibu.

Diawal-awal pernikahan, ibu Bawang Merah dan Bawang Merah bersikap sangat baik kepada
Bawang Putih. Namun, lama-kelamaan tabiat sesungguhnya mereka akhirnya mulai kelihatan. Bawang
Merah dan ibunya sering kali memarahi Bawang Putih dan tidak jarang memberinya pekerjaan yang
berat manakala ayah Bawang Putih sedang tidak ada dirumah. Karena Ayah Bawang Putih sedang
berdagang, maka ayah Bawamg Putih tidak tahu-menahu perihal perlakukan ibu tirinya itu karena
Bawang Putih sendiri tidak pernah menceritakan perlakukan ibu tirinya itu kepada ayahnya.

Ibu: Putih.. kamu harus membersihkan lantai ya, cuci piring, dan semua pekerjaan rumah harus kamu
bereskan!

Bawang Putih: Iya, Baik bu, akan Putih kerjakan.

Bawang Merah: Putih, kamu harus membersihkan kamarku biar terlihat rapi dan nggak berantakan.

Bawang Putih: Baik kak, akan Putih bersihkan.

Pada suatu hari ayah Bawang Putih jatuh sakit hingga kemudian meninggal dunia. Kini Bawang
Putih tidak lagi punya ayah dan juga ibu.

Ayah: Bawang Putih, sepertinya ayah sudah tidak kuat lagi. Penyakit ayah tidak mungkin bisa
disembuhkan lagi.

Bawang Putih: Ayah, Putih mohon sama ayah, jangan tinggalin Putih, yah! Putih akan sama siapa lagi,
yah?

Ayah: Maafkan ayah, nak. Jika ayah pergi, kamu baik-baik saja ya, nak.

Bawang Putih: Iya, ayah.

Ayah: Bu, aku titip Putih ya? Tolong jagain Putih, dan aku mohon ibu bisa menganggap dia seperti anak
ibu sendiri.

Ibu Bawang Merah: Ya, baik ayah.

Bawang Putih: Ayah.. jangan tinggalkan Putih, yah! (Bawang Putih bercucuran air mata)

Sejak saat itu Bawang Merah dan ibunya semakin leluasa dan bertindak semena-mena terhadap
Bawang Putih. Bawang Putih seperti menjadi buruh Bawang Merah dan ibunya.

Ibu: Bawang Putih, nanti kamu harus bangun sebelum adzan Subuh. Kamu harus persiapkan air
mandi dan sarapan untuk ibu dan Bawang Merah. Terus kamu harus memberi makan pada ternak,
lalu menyiram di kebun, dan mencuci baju ke sungai. Sesudah itu, kamu lekas menyetrika baju, dan
membersihkan rumah, paham?
Bawang Putih: Ya, Putih mengerti, ibu.

Meskipun diperlakukan seperti seorang pembantu, namun Bawang Putih selalu


mengerjakan perintah Ibu Bawang Merah dengan hati yang riang. Dia berharap suatu saat ibu
tirinya itu bisa mencintainya seperti anak kandungnya sendiri.

Pada pagi itu, seperti biasa Bawang Putih membawa timba berisi pakaian yang akan
dicucinya di sungai. Sambil bernyanyi kecil Putih menyusuri jalan setapak dipinggir hutan kecil
yang biasa dilaluinya.

Bawang Putih:

Pada hari itu cuaca sangat cerah. Bawang Putih segera mencuci semua pakaian kotor milik
ibu dan kakak tirinya yang dibawanya. Merasa terlalu keasyikan, Bawang Putih tidak menyadari
bahwa salah satu baju ibu tirinya hanyut terbawa arus. Lebih parahnya lagi baju yang hanyut itu
merupakan baju kesayangan ibu tirinya. Saat menyadari hal itu, Bawang Putih mencoba menyusuri
sungai untuk menemukan baju itu.

Bawang Putih: Aku harus menemukan baju ibu, karena itu adalah baju kesayangannya. Jika tidak,
ibu pasti akan sangat marah sama aku.

Setelah berusaha mencarinya dengan menyusuri sungai, Bawang Putih akhirnya tidak
berhasil menemukan baju kesayangan ibu tirinya itu. Dengan wajah putus asa dia kembali kerumah
dan menceritakan kejadian itu kepada ibunya.

Bawang Putih: Bu, Putih mau minta maaf sama ibu. Maafkan Putih bu, baju ibu hanyut terbawa
arus.

Ibu: Terbawa arus? Dasar kamu ceroboh! Aku tidak mau tahu, pokoknya kamu harus mencari baju
itu sampai ketemu ! Ingat, kamu tidak boleh pulang ke rumah jika belum menemukan baju itu,
paham?

Dengan segala keterpaksaan, Bawang Putih terpaksa harus menuruti keinginan ibu tirinya.
Dia kembali menyusuri sungai tempat dimana dia tadi mencuci. Setelah sekian lama mencari,
Bawang Putih tak juga menemukan baju itu. Bawang Putih terus berusaha mempertajam
pandangannya dan lebih teliti lagi untuk menemukan baju itu.

Bawang Putih bertemu dengan seorang wanita paruh baya dan menanyakan sesuatu
kepada orang tersebut.

Bawang Putih: Bi.. bi.. bi.. !

Bibi: Ya, ada apa nak?

Bawang Putih: Mau nanya bi, apakah bibi melihat baju merah hanyut terseret arus lewat sini? Saya
harus menemukan baju itu bi, dan harus segera membawanya pulang.

Bibi: Tadi sih saya lihat nak, kalu kamu mengejarnya kamu harus cepat-cepat! mungkin kamu bisa
menemukan baju itu
Bawang Putih: Baiklah bi, terimakasih banyak ya, bi!

Bibi: Iya, sama-sama.

Hari sudah beranjak gelap, Bawang Putih pun mulai putus asa untuk menemukan baju itu.
Tidak lama lagi malam akan tiba. Dari kejauhan Nampak cahaya lampu yang berasal dari sebuah
gubuk tepi sungai. Bawang Putih bergegas menghampiri rumah itu lalu mengetuk pintu.

Bawang Putih: Permisi, pak/bu……..!

Nenek: Kamu siapa, nak?

Bawang Putih: Saya Bawang Putih, nek. Tadi saya sedang mencari baju ibu saya yang hilang
dibawah arus sungai dan sekarang kemalaman, apa boleh saya numpang disini malam ini, nek?

Nenek: Tentu, tadi baju itu tersangkut di depan rumahku. Sayang, padahal aku menyukai baju itu,
baiklah aku akan mengembalikannya sama kamu, tapi kamu harus menemeni nenek disini selama
seminggu, karena sudah lama nenek tidak ngobrol sama siapapun, bagaimana apa kamu setuju?

Bawang Putih: Baiklah nek kalau begitu, saya akan menemani nenek selama satu minggu, asalkan
nenek tidak jenuh sama aku.

Selama satu minggu Bawang Putih pun tinggal bersama nenek itu. Setiap hari Bawang Putih
membantu nenek itu untuk mengerjakan pekerjaan rumah nenek. Nenek itu pun merasa sangat
senang sampai akhirnya genap sudah satu minggu. Nenek itu memanggil Bawang Putih

Nenek: Nak, sudah satu minggu kamu tinggal digubuk nenek dan nenek senang sekali karena kamu
anak yang sangat rajin dan berbakti. Karena itu, sesuai janji nenek sebelumnya kamu boleh
membawa pulan baju ibu kamu, dan satu lagi kamu boleh memilih salah satu dari labu kuning ini
sebagai hadiah dari nenek.

Bawang Putih: Jangan nek, nenek tidak usah memberiku hadiah.

Nenek: Sudahlah, ambil saja Bawang Putih.

Bawang Putih: Ya sudah, kelau begitu Putih memilih yang kecil, nek.

Nenek: Kenapa kamu memilih yang kecil, nak?

Bawang Putih: Kalau yang besar, saya takut tidak kuat membawanya, nek.

Nenek itu pun tersenyum...

Setelah sampai di rumah, Bawang Putih segera menyerahkan baju merah milik ibu tirinya itu.

Bawang Putih: Ibu, ini baju ibu sudah aku temukan.

Ibu: Mana? Ya sudah, sana pergi kamu.

Bawang Putih: Ya, bu.


Bawang Putihpun pergi ke dapur untuk membelah labu kuningnya, betapa terkejutnya
Bawang Putih ketika labu yang terbelah itu ternyata berisi emas permata yang sangat banyak
sekali.

Bawang Putih: Haaah... emas. Ibu, aku dapat emas permata.

Bawang Merah dan ibunya pun langsung merebut emas dan Permata tersebut dari Bawang Putih.

Bawang Merah: He.., kamu dapat emas dan permata ini darimana? kok bisa-bisanya dapat emas
permata sebanyak ini?

Ibu: Dapat darimana kamu, Putih?

Bawang Putih: Emas itu aku dapat dari…

Bawang Merah: Darimana? Ayo ngomong kamu!

Bawang Putih: Pas aku sedang mencari baju ibu yang hanyut terbawa arus yang kemudian
kemalaman terus aku menginap dirumah seorang nenek yang gubuknya berada pinggir sungai, dan
aku disuruh untuk menemaninya selama satu minggu. Setelah itu, aku diberi hadiah ini yang
ternyata berupa emas permata setekag aku belah.

Usai mendengar cerita Bawang Putih, Bawang Merah pun berencana untuk melakukan hal
yang sama, tapi kali ini Bawang Merah yang berniat melakukannya.

Ibu: Bawang Merah, kamu harus melakukan apa yang dilakukan oleh anak malang ini.

Bawang Merah:
Ya, bu. Bawang Merah akan melakukannya.

Ibu: Ya sudah, kalau begitu besok pagi kamu harus pergi ke sungai, ya?

Bawang Merah: Ya, baik bu.

Pada esok harinya Bawang Merah pun secara sengaja menghanyutkan bajunya ke sungai,
setelah itu dia lantas menuju rumah nenek tersebut.

Bawang Merah: Nek, nek... nenek lihat baju yang hanyut, tidak?

Nenek: Nenek tau, tapi kamu harus menemaniku selama seminggu, bagaimana?

Bawang Merah: Ya, baiklah nek.

Selama satu minggu lamanya Bawang Merah selalu bermalas-malasan, jika ada yang
dikerjakan pasti hasilnya tidak sesuai keinginan nenenk itu karena dikerjakan dengan malas-
malasan. Akhirnya setelah satu minggu nenek membolehkan Bawang Merah untuk pulang.

Bawang Merah: Bukannya mestinya nenek memberiku labu sebagai hadiah karena sudah mau
menemani nenek selama satu minggu?
Nenek: Oh, ya... silahkan kamu memilih salah satu dari labu itu.

Bawang Merah: Bawang Merah pun mengambil yang besar, dan langsung pergi meninggalkan
gubuk nenek itu.

Ketika sampai di rumah, Bawang Merah segera menemui ibunya dan dengan gembira
memperlihatkan labu yang dibawanya. Karena takut Bawang Putih akan minta bagian, mereka
menyuruh Bawang Putih untuk pergi ke sungai yang tidak jauh dari rumahnya.

Ibu:Bawang Putih, sana kamu pergi ke sungai cuci baju-baju yang kotor.

Bawang Putih: Iya, bu.

Hingga Bawang Putih pergi, mereka membelah labu tersebut, namun ternyata yang keluar
bukan emas melainkan binatang berbisa, salah satunya adalah ular. Binatang itu pun langsung
menyerang Bawang Merah dan Ibunya sampai meninggal.

Bawang Merah & Ibu: Aaa... tolong.... !!

Anda mungkin juga menyukai