I. ABORTUS
A. Definisi
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin mampu hidup luar
kandungan. Batasan abortus adalah umur kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat
janin kurang dari 500 gram.2
Sedang menurut WHO/FIGO adalah jika kehamilan kurang dari 22 minggu,
bila berat janin tidak diketahui.
B. Etiologi
Abortus dapat terjadi karena beberapa sebab, yaitu:2
1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi.
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi biasanya menyebabkan abortus pada
kehamilan sebelum usia 8 minggu. Faktor yang menyebabkan kelainan ini adalah:
- Kelainan kromosom
1
Kelainan yang sering ditemukan pada abortus spontan ialah trisomi, poliploidi,
dan kelainan kromosom seks.
- Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna
Bila lingkungan di endometrium di sekitar tempat implantasi kurang sempurna
sehingga menyebabkan pemberian zat-zat makanan pada hasil konsepsi
terganggu.
- Pengaruh dari luar
Adanya pengaruh dari radiasi, virus, obat-obat, dan sebagainya dapat
mempengaruhi baik hasil konsepsi maupun lingkungan hidupnya dalam uterus.
Pengaruh ini umumnya dinamakan pengaruh teratogen.
2. Kelainan pada plasenta.
Misalnya end-arteritis dapat terjadi dalam vili korialis dan menyebabkan
oksigenasi plasenta terganggu, sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan dan
kematian janin. Keadaan ini bisa terjadi sejak kehamilan muda misalnya karena
hipertensi menahun.
3. Faktor maternal.
Penyakit mendadak seperti pneumonia, tifus abdominalis, pielonefritis, malaria,
dan lain-lain dapat menyebabkan abortus. Toksin, bakteri, virus atau plasmodium
dapat melalui plasenta masuk ke janin, sehingga menyebabkan kematian janin dan
kemudian terjadilah abortus. Anemia berat, keracunan, laparotomi, peritonitis
umum, dan penyakit menahun juga dapat menyebabkan terjadinya abortus.
4. Kelainan traktus genitalia.
Retroversi uteri, mioma uteri, atau kelainan bawaan uterus dapat menyebabkan
abortus.
C. Patologi
Pada awal abortus terjadilah perdarahan dalam desidua basalis kemudian
diikuti oleh nekrosis jaringan di sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi
terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan benda asing dalam uterus.
Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya.2,3
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, hasil konsepsi biasanya dikeluarkan
seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua secara mendalam. Pada
kehamilan antara 8 sampai 14 minggu villi koriales menembus desidua lebih dalam,
sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan
2
banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu keatas umumnya dikeluarkan setelah
ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa waktu kemudian plasenta. Hasil konsepsi
keluar dalam berbagai bentuk, seperti kantong kosong amnion atau benda kecil yang
tidak jelas bentuknya (blighted ovum), janin lahir mati, janin masih hidup, mola
kruenta, fetus kompresus, maserasi, atau fetus papiraseus.2,3
D. Klasifikasi
Abortus dapat digolongkan atas dasar : 2
1. Abortus Spontan
- Abortus imminens
- Abortus insipiens
- Missed abortion
- Abortus habitualis
- Abortus infeksiosa & Septik
- Abortus inkompletus
- Abortus kompletus
2. Abortus Provakatus (induced abortion)
- Abortus Medisinalis (abortus therapeutica)
- Abortus Kriminalis
Abortus Spontan
Abortus spontan adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului faktor-
faktor mekanis ataupun medisinalis, semata-mata disebabkan oleh faktor-faktor
alamiah.2
a. Abortus Imminens
Merupakan peristiwa terjadinya perdarahan pervaginam pada kehamilan 20
minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus dan tanpa adanya dilatasi
serviks.2 Adanya abortus imminens terlihat pada gambar 1.
Diagnosis abortus imminens ditentukan dari :2,3
- Terjadinya perdarahan melalui ostium eksternum dalam jumlah sedikit.
- Disertai sedikit nyeri perut bawah atau tidak sama sekali.
- Uterus membesar, sebesar tuanya kehamilan.
- Serviks belum membuka, ostium uteri masih tertutup.
- Tes kehamilan (+)
3
Gambar 1. Abortus Imminens
b. Abortus Insipiens
Merupakan peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan kurang dari 20 minggu
dengan adanya dilatasi serviks yang meningkat dan ostium uteri telah membuka,
tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus. Dalam hal ini rasa mules menjadi lebih
sering dan kuat, perdarahan bertambah. 2 Adanya abortus insipiens terlihat pada
gambar 2.
Ciri dari jenis abortus ini yaitu perdarahan pervaginam dengan kontraksi makin
lama makin kuat dan sering, serviks terbuka, besar uterus masih sesuai dengan
umur kehamilan dan tes urin kehamilan masih positif.3
4
Ciri dari jenis abortus ini yaitu perdarahan yang banyak disertai kontraksi, kanalis
servikalis masih terbuka, dan sebagian jaringan keluar.3
e. Missed Abortion.
Tertahannya hasil konsepsi yang telah mati didalam rahim selama ≥8 minggu.
Ditandai dengan tinggi fundus uteri yang menetap bahkan mengecil, biasanya tidak
diikuti tanda–tanda abortus seperti perdarahan, pembukaan serviks, dan kontraksi.2
Adanya missed abortion terlihat pada gambar 5.
5
Gambar 5. Missed Abortion
f. Abortus Habitualis
Merupakan abortus spontan yang terjadi 3x atau lebih secara berturut-turut. Pada
umumnya penderita tidak sulit untuk menjadi hamil, tetapi kehamilan berakhir
sebelum mencapai usia 28 minggu.2
Etiologi abortus habitualis yaitu :2,3
- Kelainan dari ovum atau spermatozoa, dimana kalau terjadi pembuahan
hasilnya adalah pembuahan patologis.
- Kesalahan-kesalahan pada ibu yaitu disfungsi tiroid, kesalahan korpus luteum,
kesalahan plasenta, yaitu tidak sanggupnya plasenta menghasilkan progesteron
sesudah korpus luteum atrofi. Ini dapat dibuktikan dengan mengukur kadar
pregnadiol dalam urin. Selain itu juga bergantung pada gizi ibu (malnutrisi),
kelainan anatomis dalam rahim, hipertensi oleh karena kelainan pembuluh
darah sirkulasi pada plasenta/vili terganggu dan fetus menjadi mati. Dapat juga
gangguan psikis, serviks inkompeten, atau rhesus antagonisme.
g. Abortus Infeksius & abortus septik.
Abortus infeksius adalah abortus yang disertai infeksi pada genitalia. Abortus
septik adalah abortus infeksius berat disertai penyebaran kuman atau toksin ke
dalam peredaran darah atau peritonium.2
Infeksi dalam uterus/sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus, tetapi biasanya
ditemukan pada abortus inkomplet dan lebih sering pada abortus buatan yang
dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis dan antisepsis.2
Diagnosis abortus infeksius ditentukan dengan adanya abortus yang disertai gejala
dan tanda infeksi alat genital seperti panas, takikardi, perdarahan pervaginam yang
berbau, uterus yang membesar lembek, serta nyeri tekan dan leukositosis. Apabila
6
terdapat sepsis, penderita tampak sakit berat atau kadang menggigil, demam tinggi,
dan penurunan tekanan darah.2
Abortus Provokatus
Abortus provokatus adalah abortus yang disengaja, baik dengan memakai
obat-obatan maupun alat-alat. Abortus ini terbagi lagi menjadi:1,2,3
a. Abortus Medisinalis (abortus therapeutica)
Abortus medisinalis adalah abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila
kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi
medis).
b. Abortus Kriminalis
Abortus kriminalis adalah abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang
tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis.
7
F. Pemeriksaan Penunjang 2,6
1. Laboratorium
-
Darah Lengkap
Kadar hemoglobin rendah akibat anemia hemoragik.
LED dan jumlah leukosit meningkat tanpa adanya infeksi.
-
Tes Kehamilan
Terjadi penurunan atau level plasma yang rendah dari β-hCG secara prediktif.
Hasil positif menunjukkan terjadinya kehamilan abnormal (blighted ovum,
abortus spontan atau kehamilan ektopik).
2. Ultrasonografi
-
USG transvaginal dapat digunakan untuk deteksi kehamilan 4 - 5 minggu.
-
Detik jantung janin terlihat pada kehamilan dengan CRL > 5 mm (usia
kehamilan 5 - 6 minggu).
-
Dengan melakukan dan menginterpretasi secara cermat, pemeriksaan USG
dapat digunakan untuk menentukan apakah kehamilan viabel atau non-viabel.
G. Penatalaksanaan
1. Abortus imminens2,3
-
Istirahat baring agar aliran darah ke uterus bertambah dan rangsang mekanik
berkurang.
-
Progesteron 10 mg sehari untuk terapi substitusi dan untuk mengurangi kerentanan
otot-otot rahim.
-
Tes kehamilan dapat dilakukan. Bila hasil negatif, mungkin janin sudah mati.
-
Pemeriksaan USG untuk menentukan apakah janin masih hidup.
-
Berikan obat penenang, biasanya fenobarbital 3 x 30 mg.
-
Pasien tidak boleh berhubungan seksual dulu sampai lebih kurang 2 minggu.
2. Abortus insipiens2
-
Bila ada tanda-tanda syok maka atasi dulu dengan pemberian cairan dan
transfusi darah.
-
Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, yang biasanya disertai perdarahan,
tangani dengan pengosongan uterus memakai kuret vakum atau cunam abortus,
disusul dengan kerokan memakai kuret tajam. Suntikkan ergometrin 0,5 mg
intramuskular.
-
Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan infus oksitosin 10 IU dalam
dekstrose 5% 500 ml dimulai 8 tetes per menit dan naikkan sesuai kontraksi
uterus sampai terjadi abortus komplet.
8
-
Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal, lakukan pengeluaran
plasenta secara digital yang dapat disusul dengan kerokan.
-
Memberi antibiotik sebagai profilaksis.
3. Abortus inkomplet2,3
-
Bila disertai syok karena perdarahan, berikan infus cairan NaCl fisiologis atau
ringer laktat yang disusul dengan ditransfusi darah.
-
Setelah syok diatasi, lakukan kerokan dengan kuret lalu suntikkan ergometrin
0,2 mg intramuskular untuk mempertahankan kontraksi otot uterus.
-
Berikan antibiotik untuk rnencegah infeksi.
4. Abortus komplet2,3
-
Bila pasien anemia, berikan hematinik seperti sulfas ferosus atau transfusi
darah.
-
Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi.
-
Anjurkan pasien diet tinggi protein, vitamin. dan mineral.
5. Missed abortion2
-
Bila terdapat hipofibrinogenemia siapkan darah segar atau fibrinogen.
-
Pada kehamilan kurang dari 12 minggu.
Lakukan pembukaan serviks dengan gagang laminaria selama 12 jam lalu
dilakukan dilatasi serviks dengan dilatator Hegar. Kemudian hasil konsepsi
diambil dengan cunam ovum lalu dengan kuret tajam.
-
Pada kehamilan lebih dari 12 minggu.
Infus intravena oksitosin 10 IU dalam dekstrose 5% sebanyak 500 ml mulai
dengan 20 tetes per menit dan naikkan dosis sampai ada kontraksi uterus.
Oksitosin dapat diberikan sampai 10 IU dalam 8 jam. Bila tidak berhasil, ulang
infus oksitosin setelah pasien istirahat satu hari.
-
Bila tinggi fundus uteri sampai 2 jari bawah pusat, keluarkan hasil konsepsi
dengan menyuntik larutan garam 20% dalam kavum uteri melalui dinding perut.
6. Abortus infeksius dan septik2
-
Tingkatkan asupan cairan.
-
Bila perdarahan banyak, lakukan transfusi darah.
-
Penanggulangan infeksi:
a) Gentamycin 3 x 80 mg dan Penicillin 4 x 1,2 juta.
b) Chloromycetin 4 x 500 mg.
c) Cephalosporin 3 x 1.
d) Sulbenicilin 3 x 1-2 gram.
-
Kuretase dilakukan dalam waktu 6 jam karena pengeluaran sisa-sisa abortus
mencegah perdarahan dan menghilangkan jaringan nekrosis yang bertindak
sebagai medium perkembangbiakan bagi jasad renik.
9
-
Pada abortus septik diberikan antibiotik dalam dosis yang lebih tinggi misalnya
Sulbenicillin 3 x 2 gram.
-
Pada kasus tetanus perlu diberikan ATS, irigasi dengan H2O2, dan histerektomi
total secepatnya.
7. Abortus Habitualis2
-
Memperbaiki keadaan umum, pemberian makanan yang sehat, istirahat yang
cukup, larangan koitus, dan olah raga.
-
Merokok dan minum alkohol sebaiknya dikurangi atau dihentikan.
-
Pada serviks inkompeten terapinya adalah operatif: Shirodkar atau Mac Donald
(cervical cerclage).
H. Komplikasi 2
Komplikasi yang berbahaya pada abortus ialah perdarahan, perforasi, infeksi,
dan syok.
1. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi
dan jika perlu pemberian tranfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi
apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
2. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiporetrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamat-amati dengan
teliti. Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparatomi, dan tergantung dari
luar dan bentuk perforasi, penjahitan luka perforasi atau histerektomi. Perforasi
uterus pada abortus yang dikerjakan oleh orang awam menimbulkan persoalan
gawat karena perlukaan uterus biasanya luas, mungkin juga terjadi perlukaan pada
kandung kemih atau usus. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya
perforasi, laparatomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya cedera,
untuk selanjutnya mengambil tindakan-tindakan seperlunya guna mengatasi
komplikasi.
3. Infeksi
Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus, tetapi biasanya
ditemukan pada abortus inkompletus dan lebih sering pada abortus buatan yang
dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis dan antisepsis. Apabila infeksi menyebar
10
lebih jauh, terjadilah peritonitis umum atau sepsis, dengan kemungkinan diikuti
oleh syok.
4. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena
infeksi berat (syok endoseptik).
A. Definisi
Mola berasal dari bahasa latin yang berarti massa dan hidatidosa berasal dari
kata Hydats yang berarti tetesan air. Mola hidatidosa adalah kehamilan yang
berkembang tidak wajar (konsepsi yang patologis) dimana tidak ditemukan janin dan
hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan hidropik menyerupai buah anggur
atau mata ikan.5 Dalam hal demikian disebut Mola Hidatidosa atau Complete mole,
sedangkan bila disertai janin atau bagian janin disebut sebagai Mola Parsialis atau
Partial mole.
B. Epidemiologi
Mola hidatidosa merupakan penyakit trofoblas gestasional yang paling sering
terjadi. Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, dan Amerika Latin
dibanding negara-negara Barat.5 Angka kejadian tertinggi pada wanita usia kurang
dari 20 tahun dan lebih dari 45 tahun, sosio-ekonomi rendah, dan kekurangan asupan
protein, asam folat dan karoten. 5
D. Patogenesis
11
Patogenesis penyakit ini dapat diterangkan oleh beberapa teori, yaitu: 6
1. Teori missed abortion
Kematian mudigah pada usia kehamilan 3-5 minggu saat dimana seharusnya
sirkulasi fetomaternal terbentuk menyebabkan gangguan peredaran darah. Sekresi
dari sel-sel yang mengalami hiperplasia dan menghasilkan substansi-substansi
yang berasal dari sirkulasi ibu diakumulasikan ke dalam stroma villi sehingga
terjadi kista villi yang kecil-kecil. Cairan yang terdapat dalam kista tersebut
menyerupai cairan asites atau edema tetapi kaya akan HCG.
2. Teori neoplasma dari Park
Teori ini mengemukakan bahwa yang abnormal adalah sel-sel trofoblas yang
mempunyai fungsi yang abnormal pula dimana terjadi resorpsi cairan yang
berlebihan ke dalam vili sehingga timbul gelembung. Hal ini menyebabkan
gangguan peredaran darah dan kematian mudigah. Sebagian dari vili berubah
menjadi gelembung-gelembung yang berisi cairan jernih. Biasanya tidak ada janin,
hanya pada mola parsial kadang-kadang ditemukan janin. Gelembung-gelembung
ini sebesar butir kacang hijau sampai sebesar buah anggur. Gelembung ini dapat
mengisi seluruh kavum uterus.
Diagnosis
Diagnosis dari mola hidatidosa dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang ada.
1. Anamnesis
a. Terlambat haid (amenorea).
b. Adanya perdarahan pervaginam
Perdarahan pervaginam merupakan gejala yang mencolok dan dapat bervariasi
mulai spotting sampai perdarahan yang banyak. Perdarahan tidak teratur dan
berwarna tengguli tua atau kecoklatan seperti bumbu rujak. 5 Biasanya terjadi
pada trisemester pertama dan merupakan gejala yang paling banyak muncul
pada lebih dari 90% pasien mola.8 Hanya sepertiga pasien yang mengalami
perdarahan hebat.6 Akibatnya dapat timbul gejala anemia. Kadang-kadang
terdapat perdarahan tersembunyi yang cukup banyak di dalam uterus.
c. Perut terasa lebih besar
Pembesaran uterus yang tumbuh sering lebih besar dan lebih cepat daripada
kehamilan normal dan hal ini ditemukan pada setengah kasus pasien mola.8 Hal
12
ini disebabkan oleh pertumbuhan trofoblastik yang berlebihan sehingga volume
vesikuler vilii menjadi besar dan mengakibatkan rasa tidak enak pada uterus
karena regangan miometrium yang berlebihan.
d. Mual muntah yang hebat (Hiperemesis Gravidarum)
Gejala ini merupakan akibat dari proliferasi trofoblas yang berlebihan sehingga
terjadi produksi yang terus-menerus dari ß-HCG. Hiperemesis gravidarum
tampak pada 15 -25 % pasien mola hidatidosa.8
e. Tidak terasa adanya pergerakan anak
f. Hipertensi dalam kehamilan
Tanda tanda pre-eklampsia atau eklampsia sebelum minggu ke-24 menunjuk ke
arah mola hidatidosa. Hal ini muncul pada 10-12%.6
g. Tanda-tanda tirotoksikosis
Sekitar 7% MHK datang dengan keluhan seperti hipertensi, takikardi, tremor,
hiperhidrosis, gelisah, emosi labil, dan kulit terasa hangat. Gejala ini jarang
muncul meskipun kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola
sering meningkat (10%). Terjadinya tirotoksikosis pada mola hidatidosa
berhubungan erat dengan besarnya uterus. Makin besar uterus makin besar
kemungkinan terjadi tirotoksikosis. Apabila terdapat tanda-tanda tirotoksikosis
secara aktif diperlukan evakuasi segera sehingga gejala-gejala ini akan
menghilang dengan menghilangnya mola.
h. Tanda-tanda emboli paru
Sejumlah trofoblas dengan atau tanpa stroma vili keluar dari uterus ke vena
pada saat evakuasi. Sebetulnya pada setiap kehamilan selalu ada migrasi sel
trofoblas ke peredaran darah kemudian ke paru tanpa memberi gejala apapun.
Tetapi pada kasus mola kadang-kadang sel trofoblas ini sedemikian banyak
sehingga dapat menimbulkan emboli paru akut yang dapat menyebabkan
kematian. Jumlah dan volume akan menentukan gejala dan tanda dari emboli
paru akut bahkan dapat berakibat fatal, walaupun hal ini jarang terjadi.
i. Tampak keluar jaringan seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu ada).
Hal ini merupakan diagnosis pasti. 5
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
-
Muka dan kadang–kadang badan kelihatan pucat kekuning-kuningan yang
disebut sebagai mola face5
13
-
Gelembung mola yang keluar
b. Palpasi
-
Uterus lembek dan membesar tidak sesuai kehamilan
-
Adanya fenomena harmonika: jika darah dan gelembung mola keluar maka
tinggi fundus uteri akan turun lalu naik lagi karena terkumpulnya darah
baru.5
-
Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen gerak janin.
c. Auskultasi
-
Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin (pada mola hidatidosa parsial
mungkin dapat didengar BJJ).2
-
Terdengar bising dan bunyi khas.5
d. Pemeriksaan dalam
-
Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian-bagian janin,
terdapat perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina, serta
evaluasi keadaan serviks.5
3. Pemeriksaan Penunjang
a. USG
Pada kehamilan mola, bentuk karakteristik yang ada berupa gambaran seperti
“badai salju“ tanpa disertai kantong gestasi atau janin.
USG dapat menjadi pemeriksaan yang spesifik untuk membedakan antara
kehamilan normal dengan mola hidatidosa.
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap, yaitu :
1. Perbaiki keadaan umum
Sebelum dilakukan tindakan evakuasi jaringan mola, keadaan umum penderita
harus distabilkan dahulu. Tindakan yang dilakukan sebelum penderita dalam
keadaan stabil, dapat merangsang terjadinya syok ireversibel, eklampsi atau krisis
tiroid yang dapat menyebabkan kematian. Tergantung pada bentuk penyulitnya,
kepada penderita harus diberikan :
-
Koreksi dehidrasi
14
-
Tranfusi darah, pada anemia (Hb <8 gr%) atau untuk mengatasi syok
hipovolemik
-
Antihipertensi/ antikonvulsi, seperti pada terapi preeklamsi/ eklamsia
-
Obat anti tiroid, bekerja sama dengan penyakit dalam
-
Untuk emboli paru hanya diberikan terapi suportif, terutama oksigenasi dan
antikoagulan sampai gejala akutnya hilang. Jika perlu dirawat di ICU.
15
A. Definisi
Kehamilan ektopik didefinisikan sebagai suatu kehamilan yang pertumbuhan
sel telur yang telah dibuahi tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri. 2
Kehamilan ekstrauterin tidak sinonim dengan kehamilan ektopik karena kehamilan
pada pars interstitialis tuba dan kanalis servikalis masih termasuk dalam uterus tetapi
jelas bersifat ektopik
B. Epidemiologi
Frekuensi dari kehamilan ektopik dan kehamilan intrauteri dalam satu
konsepsi yang spontan terjadi dalam 1 dalam 30.000 atau kurang. Angka kehamilan
ektopik per 1000 diagnosis konsepsi, kehamilan atau kelahiran hidup telah dilaporkan
berkisar antara 2,7 hingga 12,9. Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke
tahun cenderung meningkat. Diantara faktor-faktor yang terlibat adalah meningkatnya
pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim, penyakit radang panggul, usia ibu yang
lanjut, pembedahan pada tuba, dan pengobatan infertilitas dengan terapi induksi
superovulasi.
Di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta angka kejadian kehamilan ektopik pada
tahun 1987 ialah 153 di antara 4.007 persalinan atau 1 di antara 26 persalinan.2,10
C. Faktor Risiko
Ada berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan kehamilan ektopik.
Namun kehamilan ektopik juga dapat terjadi pada wanita tanpa faktor risiko.2
Faktor risiko kehamilan ektopik adalah sebagai berikur:
1. Penggunaan kontrasepsi spiral dan pil progesteron
Kehamilan ektopik meningkat apabila ketika hamil masih menggunakan
kontrasepsi spiral (3-4%). Pil yang hanya mengandung hormon progesteron juga
meningkatkan kehamilan ektopik karena dapat mengganggu pergerakan sel
rambut silia di saluran tuba yang membawa sel telur yang sudah dibuahi untuk
berimplantasi ke dalam rahim.2,10
2. Faktor abnormalitas dari zigot
Apabila tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar, maka zigot akan
tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba, kemudian terhenti dan tumbuh
di saluran tuba.
3. Faktor tuba 2
Faktor dalam lumen tuba:
- Endosalpingitis dapat menyebabkan lumen tuba menyempit atau membentuk
kantong buntu akibat perlekatan endosalping.
- Pada hipoplasia uteri, lumen tuba sempit dan berkelok-kelok panjang dapat
menyebabkan fungsi silia tuba tidak berfungsi secara baik.
- Pascaoperasi rekanalisasi tuba dan sterilisasi yang tak sempurna
16
Faktor pada dinding tuba:
- Endometriosis tuba dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi dalam
tuba.
- Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat menahan telur
yang dibuahi di tempat itu.
Faktor di luar dinding tuba
- Perlengketan peritubal dengan ditorsi atau lekukan tuba dapat menghambat
perjalanan telur.
- Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba
4. Faktor ovum 2
Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang kontralateral,
dapat membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih panjang sehingga
kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik lebih besar.
5. Faktor lain
Pemakaian IUD dimana proses peradangan yang dapat timbul pada endometrium
dan endosalping dapat menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik.
D. Klasifikasi
Kehamilan ektopik dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Kehamilan Pars Interstisialis Tuba 2
Kehamilan ektopik ini terjadi bila ovum bernidasi pada pars interstisialis tuba.
Keadaan ini jarang terjadi dan hanya satu persen dari semua kehamilan tuba.
Ruptur pada keadaan ini terjadi pada kehamilan lebih tua, dapat mencapai akhir
bulan keempat. Perdarahan yang terjadi sangat banyak dan bila tidak segera
dioperasi akan menyebabkan kematian.
Tindakan operasi yang dilakukan adalah laparatomi untuk membersihkan isi
kavum abdomen dari darah dan sisa jaringan konsepsi serta menutup sumber
perdarahan dengan melakukan irisan baji (wegde resection) pada kornu uteri
dimana tuba pars interstisialis berada.
2. Kehamilan ektopik ganda 2
Sangat jarang kehamilan ektopik berlangsung bersamaan dengan kehamilan
intrauterin. Keadaan ini disebut kehamilan ektopik ganda (combined ectopic
pregnancy). Frekuensinya berkisar 1 di antara 15.000 – 40.000 persalinan.Di
Indonesia sudah dilaporkan beberapa kasus.
Pada umumnya diagnosis kehamilan dibuat pada waktu operasi kehamilan ektopik
yang terganggu. Pada laparotomi ditemukan uterus yang membesar sesuai dengan
tuanya kehamilan dan 2 korpora lutea.
3. Kehamilan Ovarial 2
17
Kehamilan ovarial primer sangat jarang terjadi. Diagnosis kehamilan tersebut
ditegakkan atas dasar 4 kriteria dari Spiegelberg, yakni:
1. Tuba pada sisi kehamilan harus normal
2. Kantong janin harus berlokasi pada ovarium
3. Kantong janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovary proprium
4. Jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding kantong janin
Diagnosis yang pasti diperoleh bila kantong janin kecil dikelilingi oleh jaringan
ovarium dengan trofoblas memasuki alat tersebut. Pada kehamilan ovarial biasanya
terjadi ruptur pada kehamilan muda dengan akibat perdarahan dalam perut. Hasil
konsepsi dapat pula mengalami kematian sebelumnya sehingga tidak terjadi ruptur,
ditemukan benjolan dengan berbagai ukuran yang terdiri atas ovarium yang
mengandung darah, vili korialis dan mungkin juga selaput mudigah.
4. Kehamilan servikal 2
Kehamilan servikal juga sangat jarang terjadi. Bila ovum berimplantasi dalam
kavum servikalis, maka akan terjadi perdarahan tanpa nyeri pada kehamilan muda.
Jika kehamilan berlangsung terus, serviks membesar dengan ostium uteri
eksternum terbuka sebagian.Kehamilan servikal jarang melampaui 12 minggu dan
biasanya diakhiri secara operatif oleh karena perdarahan. Pengeluaran hasil
konsepsi pervaginam dapat menyebabkan banyak perdarahan, sehingga untuk
menghentikan perdarahan diperlukan histerektomi totalis.
Paalman dan Mc ellin (1959) membuat kriteria klinik sebagai berikut:
1. Ostium uteri internum tertutup
2. Ostium uteri eksternum terbuka sebagian
3. Seluruh hasil konsepsi terletak dalam endoservik
4. Perdarahan uterus setelah fase amenore tanpa disertai rasa nyeri
5. Serviks lunak, membesar, dapat lebih besar dari fundus uteri, sehingga
terbentuk hour-glass uterus
Kriteria Rubin (1911) membuat kriteria klinik sebagai berikut:
1. Kelenjar serviks harus ditemukan di seberang tempat implantasi plasenta
2. Tempat implantasi plasenta harus berada di bawah arteri uterina atau
peritoneum visceral uterus.
3. Janin tidak boleh terdapat di daerah korpus uterus.
4. Implantasi plasenta di serviks harus kuat.
Kriteria Rubin sulit diterapkan secara klinis karena memerlukan histerektomi
total untukmemastikannya.
5. Kehamilan ektopik lanjut
Merupakan kehamilan ektopik dimana janin dapat tumbuh terus karena mendapat
cukup zat-zat makanan dan oksigen dari plasenta yang meluaskan implantasinya ke
jaringan sekitar misalnya ligamentum latum, uterus, dasar panggul, usus dan
sebagainya. Dalam keadaan demikian, anatomi sudah kabur. Kehamilan ektopik
lanjut biasanya terjadi sekunder dari kehamilan tuba yang mengalami abortus atau
18
ruptur dan janin dikeluarkan dari tuba dalam keadaan masih diselubungi oleh
kantung ketuban dengan plasenta yang masih utuh yang akan terus tumbuh terus di
tempat implantasinya yang baru. 2,10
Angka kejadian kehamilan ektopik lanjut di RSCM, Jakarta dari tahun 1967 – 1972
yaitu 1 di antara 1065 persalinan. Berbagai penulis mengemukakan angka antara
1 : 2000 persalinan sampai 1 : 8500 persalinan. 2,10
E. Gambaran Klinik
Gambaran klinik kehamilan tuba yang belum terganggu tidak khas dan
penderita maupun dokter biasanya tidak mengetahui adanya kelainan dalam
kehamilan, sampai terjadinya abortus tuba atau ruptur tuba.
1. Kehamilan ektopik belum terganggu 2,10
Kehamilan ektopik yang belum terganggu atau belum mengalami ruptur sulit untuk
diketahui, karena penderita tidak menyampaikan keluhan yang khas.Amenorea
atau gangguan haid dilaporkan oleh 75-95% penderita. Lamanya amenore
tergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi. Sebagian penderita
tidak mengalami amenore karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya.
Tanda-tanda kehamilan muda seperti nausea dilaporkan oleh 10-25% kasus.
Di samping gangguan haid, keluhan yang paling sering disampaikan ialah nyeri di
perut bawah yang tidak khas, walaupun kehamilan ektopik belum mengalami
ruptur. Kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar
ditentukan. Keadaan ini juga masih harus dipastikan dengan alat bantu diagnostik
yang lain seperti ultrasonografi (USG) dan laparoskopi.
Mengingat bahwa setiap kehamilan ektopik akan berakhir dengan abortus atau
ruptur yang disertai perdarahan dalam rongga perut, maka pada setiap wanita
dengan gangguan haid dan setelah diperiksa dicurigai adanya kehamilan ektopik
harus ditangani dengan sungguh-sungguh menggunakan alat diagnostik yang ada
sampai diperoleh kepastian diagnostik kehamilan ektopik karena jika terlambat
diatasi dapat membahayakan jiwa penderita.
2. Kehamilan ektopik terganggu 2,10
Gejala dan tanda kehamilan tuba tergangu sangat berbeda-beda dari perdarahan
banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala yang tidak
jelas. Gejala dan tanda bergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu,
abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi dan
keadaan umum penderita sebelum hamil.1
Diagnosis kehamilan ektopik terganggu pada jenis yang mendadak atau akut
biasanya tidak sulit.Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik
terganggu (KET). Pada ruptur tuba, nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-
19
tiba dan intensitasnya disertai dengan perdarahan yang menyebabkan penderita
pingsan, tekanan darah dapat menurun dan nadi meningkat serta perdarahan yang
lebih banyak dapat menimbulkan syok, ujung ekstremitas pucat, basah dan dingin.
Rasa nyeri mula-mula terdapat dalam satu sisi, tetapi setelah darah masuk ke dalam
rongga perut, rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau keseluruh perut bawah dan
bila membentuk hematokel retrouterina menyebabkan defekasi nyeri.2
Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada KET. Hal ini
menunjukkan kematian janin dan berasal dari kavum uteri karena pelepasan
desidua. Perdarahan dari uterus biasanya tidak banyak dan berwarna coklat tua.
Frekuensi perdarahan ditemukan dari 51-93%. Perdarahan berarti gangguan
pembentukan hCG. 2
Yang menonjol ialah penderita tampak kesakitan, pucat, dan pada pemeriksaan
ditemukan tanda-tanda syok serta perdarahan rongga perut. Pada pemeriksaan
ginekologik ditemukan serviks yang nyeri bila digerakkan dan kavum Douglas
yang menonjol dan nyeri raba.10 Pada abortus tuba biasanya teraba dengan jelas
suatu tumor di samping uterus dalam berbagai ukuran dengan konsistensi agak
lunak. Hematokel retouterina dapat diraba sebagai tumor di kavum Douglas.2
Kesulitan diagnosis biasanya terjadi pada kehamilan ektopik terganggu jenis atipik
atau menahun. Keterlambatan haid tidak jelas, tanda dan gejala kehamilan muda
tidak jelas, demikian pula nyeri perut tidak nyata dan sering penderita tampak tidak
terlalu pucat. Hal ini dapat terjadi apabila perdarahan pada kehamilan ektopik yang
terganggu berlangsung lambat. Dalam keadaan yang demikian, alat bantu
diagnostik sangat diperlukan untuk memastikan diagnosis.10
F. Diagnosis
Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik belum
terganggu demikian besarnya sehingga sebagian besar penderita mengalami abortus
tuba atau ruptur ruba sebelum keadaan menjadi jelas. Alat bantu diagnostik yang
dapat digunakan ialah ultrasonografi (USG), laparoskopi atau kuldoskopi. 2
Anamnesis: haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu, dan kadang-
kadang terdapat gejala subyektif kehamilan muda.2 Nyeri abdominal terutama bagian
bawah dan perdarahan pervaginam pada trimester pertama kehamilan merupakan
tanda dan gejala klinis yang mengarah ke diagnosis kehamilan ektopik. Gejala-gejala
nyeri abdominal dan perdarahan pervaginam tidak terlalu spesifik atau juga sensitif.
Pemeriksaan umum: penderita tampak kesakitan dan pucat. Pada perdarahan
dalam rongga perut tanda-tanda syok dapat ditemukan.Pada jenis tidak mendadak
perut bagian bawah hanya sedikit menggembung dan nyeri tekan. 2 Kehamilan ektopik
20
yang belum terganggu tidak dapat didiagnosis secara tepat semata-mata atas adanya
gejala-gejala klinis dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan ginekologi: tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan.
Pergerakan serviks menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba, maka akan
teraba sedikit membesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan
batas yang sukar ditentukan. Kavum Douglas yang menonjol dan nyeri-raba
menunjukkan adanya hematokel retrouterina. Suhu kadang-kadang naik sehingga
menyukarkan perbedaan dengan infeksi pelvik.2
Pemeriksaan laboratorium: pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel darah
merah berguna dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama
bila ada tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut. Pada kasus tidak mendadak
biasanya ditemukan anemia, tetapi harus diingat bahwa penurunan hemoglobin baru
terlihat setelah 24 jam.2 Perhitungan leukosit secara berturut menunjukkan adanya
perdarahan bila leukosit meningkat (leukositosis). Untuk membedakan kehamilan
ektopik dari infeksi pelvik dapat diperhatikan jumlah leukosit. Jumlah leukosit yang
lebih dari 20.000 biasanya menunjukkan infeksi pelvik.2
Penting untuk mendiagnosis ada tidaknya kehamilan. Cara yang paling mudah
adalah dengan melakukan pemeriksaan konsentrasi hormon β-hCG dalam urin atau
serum. Hormon ini dapat dideteksi paling awal pada satu minggu sebelum tanggal
menstruasi berikutnya. Konsentrasi serum yang sudah dapat dideteksi ialah 5 IU/L,
sedangkan pada urin ialah 20–50 IU/L. 6 Tes kehamilan negatif tidak menyingkirkan
kemungkinan kehamilan ektopik terganggu karena kematian hasil konsepsi dan
degenerasi trofoblas menyebabkan hCG menurun dan menyebabkan tes negatif.2 Tes
kehamilan positif juga tidak dapat mengidentifikasi lokasi kantung gestasional.
Meskipun demikian, wanita dengan kehamilan ektopik cenderung memiliki level β-
hCG yang rendah dibandingkan kehamilan intrauterin.
Kuldosentesis: adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah
terdapat darah dalam kavum Douglas. Cara ini sangat berguna untuk membuat
diagnosis kehamilan ektopik terganggu. Adapun teknik ini terlihat dalam gambar 11.
Teknik kuldosentesis yaitu:
- Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi.
- Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptik
- Spekulum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan tenakulum, kemudian
dilakukan traksi ke depan sehingga forniks posterior ditampakkan
- Jarum spinal no. 18 ditusukkan ke dalam kavum douglas dan dengan semprit 10 ml
dilakukan pengisapan.
21
Hasil positif bila dikeluarkan darah berwarna coklat sampai hitam yang tidak
membeku atau berupa bekuan-bekuan kecil.
Hasil negatif bila cairan yang dihisap berupa:
- Cairan jernih yang mungkin berasal dari cairan peritoneum normal atau kista
ovarium yang pecah.
- Nanah yang mungkin berasal dari penyakit radang pelvis atau radang appendiks
yang pecah (nanah harus dikultur).
- Darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan membeku, darah ini
berasal dari arteri atau vena yang tertusuk
Ultrasonografi: Cara yang paling efisien untuk mengeluarkan adanya
kehamilan ektopik adalah mendiagnosis suatu kehamilan intrauteri. Cara yang terbaik
untuk mengkonfirmasi satu kehamilan intrauteri adalah dengan menggunakan
ultrasonografi. Sensitivitas dan spesifisitas dari diagnosis kehamilan intrauteri dengan
menggunakan modalitas ini mencapai 100% pada kehamilan diatas 5,5 minggu.
Sebaliknya identifikasi kehamilan ektopik dengan ultrasonografi lebih sulit (kurang
sensitif) dan kurang spesifik.Adapun gambaran kehamilan ektopik terlihat pada
gambar 12.
Laparoskopi: hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir untuk
kehamilan ektopik apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang lain meragukan.
Melalui prosedur laparoskopik, alat kandungan bagian dalam dapat dinilai. Secara
sistematis dinilai keadaan uterus, ovarium, tuba, kavum Douglas dan ligamentum
latum. Adanya darah dalam rongga pelvis mempersulit visualisasi alat kandungan
tetapi hal ini menjadi indikasi untuk dilakukan laparotomi.
G. Penatalaksanaan
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi. Dalam
tindakan demikian beberapa hal perlu diperhatikan dan dipertimbangkan yaitu:2
a. Kondisi penderita saat itu
b. Keinginan penderita akan fungsi reproduksinya
c. Lokasi kehamilan ektopik
d. Kondisi anatomik organ pelvis
Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi pada
kehamilan tuba atau dapat dilakukan pembedahan konservatif yaitu hanya dilakukan
salpingostomi atau reanastomosis tuba. Apabila kondisi penderita buruk, misalnya
dalam keadaan syok, lebih baik dilakukan salpingektomi.
1. Pembedahan
Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik terutama
pada KET dimana terjadi abortus atau ruptur pada tuba. Penatalaksanaan
22
pembedahan sendiri dapat dibagi atas dua yaitu pembedahan konservatif dan
radikal. Pembedahan konservatif terutama ditujukan pada kehamilan ektopik yang
mengalami ruptur pada tubanya. Pendekatan dengan pembedahan konservatif ini
mungkin dilakukan apabila diagnosis kehamilan ektopik cepat ditegakkan sehingga
belum terjadi ruptur pada tuba.
a. Salpingektomi
Salpingektomi total diperlukan apabila satu kehamilan tuba mengalami ruptur,
karena perdarahan intraabdominal akan terjadi dan harus segera diatasi.
Hemoperitonium yang luas akan menempatkan pasien pada keadaan krisis
kardiopulmunonal yang serius. Insisi suprapubik Pfannenstiel dapat digunakan,
dan tuba yang meregang diangkat. Mesosalping diklem berjejer dengan klem
Kelly sedekat mungkin dengan tuba. Tuba kemudian dieksisi dengan memotong
irisan kecil pada miometrium di daerah kornu uteri, hindari insisi yang terlalu
dalam ke miometrium. Jahitan matras angka delapan dengan benang absorable 0
digunakan untuk menutup miometrium pada sisi reseksi baji. Mesosalping
ditutup dengan jahitan terputus dengan menggunakan benang absorbable.
Hemostasis yang komplit sangat penting untuk mencegah terjadinya hematom
pada ligamentum latum.
2. KISTA OVARIUM
Definisi
Kista Ovarium adalah benjolan yang membesar, seperti balon yang beisi cairan,
yang tumbuh di indung telur. Cairan ini bisa berupa air, darah , nanah, atau cairan coklat
kental seperti darah menstruasi. Kista banyak terjadi pada wanita usia subur atau usia
reproduksi (Dewi, 2010). Kista ovarium juga merupakan rongga berbentuk kantong
berisi cairan di dalam jaringan ovarium. Kista ini disebut juga kista fungsional karena
terbentuk setelah sel telur dilepaskan sewaktu ovulasi. Kista fungsional akan mengerut
dan menyusut setelah beberapa waktu (1-3 bulan), demikian pula yang terjadi bila
Epidemiologi
Distribusi Frekuensi Kista Ovarium Berdasarkan Orang
23
Angka kejadian kista sering terjadi pada wanita berusia produktif dan
2008, wanita yang mengalami kista ovarium sekitar 58% terjadi pada wanita yang
65,6% dan jenis kista ovarium berupa kistoma ovari simpleks sebanyak 96,87%
Penyebab pasti dari penyakit kista Ovarium belum diketahui secara pasti.
Akan tetapi salah satu pemicunya adalah faktor hormonal. Penyebab terjadinya
kista ovarium ini dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling berhubungan.
sebagai berikut:
a. Faktor Umur
Kista sering tejadi pada wanita usia subur atau usia reproduksi,
keganasan kista ovarium bisa terjadi pada usia sebelum menarche dan usia di
2. Faktor Genetik
wanita terkena kista ovarium adalah sebesar 1,6%. Apabila wanita tersebut
24
meningkat menjadi 4% sampai 5% (Rasjidi, 2009). Dalam tubuh kista ada
faktor pemicu seperti pola hidup yang kurang sehat, protoonkogen bisa
berubah menjadi onkogen yaitu gen yang dapat memicu timbulnya sel
kanker.
c. Faktor Reproduksi
ovarium (Rasjidi, 2009). Kista ovarium sering terjadi pada wanita dimasa
reproduksi, menstruasi di usia dini (menarche dini) yaitu usia 11 tahun atau
ovarium, karena faktor asupan gizi yang jauh lebih baik , rata-rata anak
perempuan mulai memperoleh haid pada usia 10-11 tahun. Siklus haid yang
(Manuaba, 2010).
Pada wanita usia subur dan sudah menikah serta memiliki anak,
resiko kista ovarium, yaitu pada wanita yang menggunakan alat kontrasepsi
25
Berdasarkan penelitian Pratama (2012), Kista Ovarium di RSUD
Arifin Achmad Provinsi Riau tahun 2008 - 2012, penderita kista ovarium
banyak terjadi pada wanita dengan paritas < 2 ada sebanyak 36 orang (50,1
d. Faktor Hormonal
Kista ovarium dapat terjadi karena ketidakseimbangan hormon
merangsang ovulasi dan obat pelangsing tubuh yang bersifat diuretik. Kista
e. Faktor Lingkungan
Perubahan pola struktur masyarakat agraris ke masyarakat industri
banyak memberikan andil terhadap perubahan pola fertilitas, gaya hidup, dan
sosial ekonomi. Perubahan gaya hidup juga mempengaruhi pola makan yaitu
konsumsi tinggi lemak dan rendah serat, merokok, konsumsi alkohol, zat
tambahan pada makanan, terpapar polusi asap rokok atau zat berbahaya lainya,
stress dan kurang aktivitas atau olahraga bisa memicu terjadinya suatu
Manifestasi Klinis
Kista ovarium seringkali tanpa gejala, terutama bila ukuran kistanya masih kecil.
Kista yang jinak baru memberikan rasa tidak nyaman apabila kista semakin membesar,
26
sedangkan pada kista yang ganas kadangkala memberikan keluhan sebagai hasil
dilihat dari gejala-gejala saja karena mungkin gejalanya mirip dengan keadaan lain
seperti endometriosis, radang panggul, kehamilan ektopik (di luar rahim) atau kanker
ovarium. Meski demikian, penting untuk memperhatikan setiap gejala atau perubahan
ditubuh untuk mengetahui gejala mana yang serius. Gejala-gejalanya antara lain: perut
,terasa penuh, berat dan kembung, tekanan pada dubur dan kandung kemih (sulit buang
air kecil), siklus menstruasi tidak teratur dan sering nyeri, nyeri panggul yang menetap
atau kambuhan yang dapat menyebar ke punggung bawah dan paha, nyeri senggama,
mual, ingin muntah, atau pengerasan payudara mirip seperti pada saat hamil, luas
disertai rasa sakit. Kadang-kadang kista dapat memutar pada pangkalnya, mengalami
infark dan robek, sehingga menyebabkan nyeri tekan perut bagian bawah yang akut
Patogenesis
Setiap indung telur berisi ribuan telur yang masih muda atau folikel yang
setiap bulannya akan membesar dan satu diantaranya membesar sangat cepat sehingga
menjadi telur matang. Pada peristiwa ovulasi telur yang matang ini keluar dari indung
telur dan bergerak ke rahim melalui saluran telur. Apabila sel telur yang matang ini
dibuahi, folikel akan mengecil dan menghilang dalam waktu 2-3 minggu dan akan
terus berulang sesuai siklus haid pada seorang wanita. Namun jika terjadi gangguan
Kista juga dapat terbentuk jika fungsi ovarium yang abnormal menyebabkan
penimbunan folikel yang terbentuk secara tidak sempurna di dalam ovarium. Folikel
27
tidak mengalami ovulasi karena kadar hormon FSH rendah dan hormon LH tinggi pada
keadaan yang tetap ini menyebabkan pembentukan andorogen dan estrogen oleh folikel
dan kelenjar adrenal yang mengakibatkan folikel anovulasi, folikel tersebut gagal
mengalami pematangan dan gagal melepaskan sel telur, terbentuk secara tidak sempurna
Klasifikasi
1. Kista Folikel
2. Kista Korpus Luteum
3. Kista Inkusi Germinal
4. Kista Endometrium
B. Kista Ovarium Neoplastik
4. Kista Endometrioid
5. Kista Dermoid
Pencegahan
28
Pencegahan Primer
Pencegahan primer yaitu tindakan pencegahan bila penyakit kista
sehat dapat memicu terjadinya penyakit kista ovarium. Risiko kista ovarium
dikarenakan merokok pola makan yang tidak sehat seperti konsumsi tinggi
2007).
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan untuk mencegah penyebaran
menghilang sendiri. Jika kista ovarium itu bersifat neoplastik, maka perlu
pemeriksaan yang cermat dan analisis yang tajam dari gejala - gejala yang
Pencegahan Tersier
29
dengan dukungan moril dari orang-orang terdekat terhadap penderita kista
ovarium pasca operasi karena penderita akan kehilangan harga diri sebagai
antara dukungan suami dengan tingkat stres istri (Wanita) yang menderita
kehidupan seorang wanita. Apabila tidak ada tindakan atau dukungan dari
keluarga , maka wanita yang menderita kista ovarium akan mengalami stres
Diagnosis
1. Anamnesis
Anamnesis lengkap merupakan bagian penting dari diagnosis tumor
adneksa. Pertanyaan tentang rasa nyeri, lokasi, dan derajat nyeri serta kapan
30
e) Pemeriksaan rektal : memberikan konfirmasi jelas tentang keberadaan
Kista ovarium dapat dilakukan pemeriksan lanjut yang dapat dilaksanakan dengan
tumor berasal dari ovarium atau tidak, dan untuk menentukan sifat-sifat tumor
itu.
tumor, apakah tumor berasal dari uterus, ovarium, atau kandung kencing,
apakah tumor kistik atau solid, dan dapat dibedakan pula antara cairan dalam
hidrotoraks.
Kadar CA-125 juga meningkat pada perempuan subur, meskipun tidak ada
perempuan yang berisiko terjadi proses keganasan, kadar normal CA-125 (0-
35 u/ml).
Penatalaksanaan
1. Terapi Hormonal
Pengobatan dengan pemberian pil KB (gabungan estrogen- progresteron) boleh
ditambahkan obat anti androgen progesteron cyproteron asetat yang akan mengurangi
31
ukuran besar kista. Untuk kemandulan dan tidak terjadinya ovulasi, diberikan
klomiphen sitrat. Juga bisa dilakukan pengobatan fisik pada ovarium, misalnya
beberapa kondisi antara lain, umur penderita, ukuran kista, dan keluhan. Apabila kista
kecil atau besarnya kurang dari 5 cm dan pada pemeriksaan Ultrasonografi tidak
laparatomi. Teknik ini dilakukan dengan pembiusan total. Dengan cara laparatomi,
kista bisa diperiksa apakah sudah mengalami proses keganasan atau tidak. Bila sudah
dalam proses keganasan, dilakukan operasi sekalian mengangkat ovarium dan saluran
Prognosis
Prognosis dari kista jinak sangat baik. Kista jinak tersebut dapat tumbuh di jaringan
sisa ovarium atau di ovarium kontralateral. Apabila sudah dilakukan operasi, angka
saat terdiagnosis pertama kali dan pasien dengan keganasan ini sering ditemukan sudah
angka bertahan hidup 82% sedangkan karsinoma sel skuamosa yang berasal dari kista
3. MIOMA UTERI
32
DEFINISI
Mioma Uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat
yang menumpangnya. Oleh karena itu, dikenal juga istilah fibromioma, leiomioma, atau
fibroid.
Angka kejadian mioma uteri sebesar 20-40% pada wanita usia reproduksi. Tumor ini
sering terjadi pada wanita yang berusia 35-45 tahun. Di Indonesia, mioma uteri ditemukan
2,39-11,7% pada semua penderita ginekologi yang dirawat. Mioma lebih sering terjadi pada
nullipara atau wanita yang hanya memiliki satu anak. Faktor keturunan memegang peran
dalam angka kejadian mioma uteri. Wanita dari garis keturunan tingkat pertama seorang
penderita mioma uteri mempunyai risiko 2,5 kali lebih besar menderita mioma uteri.
PATOLOGI ANATOMI
Sarang mioma di uterus dapat berasal dari serviks uteri ( 1-3% ) dan selebihnya
adalah dari korpus uteri. Menurut tempatnya di uterus dan menurut arah pertumbuhannya,
maka mioma uteri dibagi 4 jenis antara lain :
1. Mioma submukosa
2. Mioma intramural
3. Mioma subserosa
4. Mioma intraligamenter
Jenis mioma uteri yang paling sering adalah jenis intramural (54%), subserosa (48,2%),
submukosa (6,1%.) dan jenis intraligamenter (4,4%).
33
GAMBARAN MIKROSKOPIK
Pada pembelahan jaringan mioma tampak lebih putih dari jaringan sekitarnya. Pada
pemeriksaan secara mikroskopik dijumpai se-sel otot polos panjang, yang membentuk
bangunan yang khas sebagai kumparan ( whorle like pattern). Inti sel juga panjang dan
bercampur dengan jaringan ikat. Pada pemotongan tranversal, sel berbentuk polihedral
dengan sitoplasma yang banyak mengelilinginya. Pada pemotongan longitudinal inti sel
memanjang, dan ditemukan adanya “mast cells” diantara serabut miometrium sering
diinterprestasi sebagai sel tumor atau sel raksasa ( giant cells ).
1. Gejala klinis
Keluhan yang diakibatkan oleh mioma uteri sangat tergantung pada lokasi, arah
pertumbuhan, jenis, besar dan jumlah mioma. Hanya dijumpai pada 20 – 50 % saja mioma
uteri menimbulkan keluhan, sedangkan sisanya tidak mengeluh apapun.
Hipermenoroe, menometroragia adalah merupakan gejala klasik dari gejala mioma uteri.
Tergantung dari lokasi dan arah pertumbuhan mioma, maka kandung kemih, ureter
dan usus dapat terganggu, dimana peneliti melaporkan keluhan disuri ( 14 % ), keluhan
obstipasi (13 % ). Mioma uteri sebagai penyebab infertilitas hanya dijumpai pada 2 – 10 %
kasus. Infertilitas terjadi sebagai akibat obstruksi mekanis dari tuba fallopi. Abortus spontan
dapat terjadi bila mioma menghalangi pembesaran uterus, dimana menyebabkan kontraksi
uterus yang abnormal, dan mencegah terlepas atau tertahannya uterus didalam panggul.
34
Diagnosis mioma uteri menjadi jelas bila dijumpai gangguan kontur uterus oleh satu
atau lebih massa yang licin, tetapi sering sulit untuk memastikan bahwa massa seperti ini
adalah bagian dari uterus.
3. Laboratorium
Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini disebabkan perdarahan
uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat besi. Kadang-kadang mioma menghasilkan
eritropoetin yang pada beberapa kasus menyebabkan polisitemia. Adanya hubungan antara
polisitemia dengan penyakit ginjal diduga akibat penekanan mioma terhadap ureter yang
menyebabkan peninggian tekanan balik ureter dan kemudian menginduksi pembentukan
eritropoetin ginjal.
4. Pemeriksaan penunjang
a. Ultrasonografi
b. Histeroskopi
Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya mioma uteri submukosa, jika tumornya kecil
serta bertangkai. Tumor tersebut sekaligus dapat diangkat.
PENATALAKSANAAN
35
estrogen dari ovarium. Dari suatu penelitian didapati data pada pemberian GnRH agonis
selama 6 bulan pada pasien dengan myoma uteri didapati adanya pengurangan volume
myoma sebesar 44%. Efek maksimal pemberian GnRH agonis baru terlihat setelah 3 bulan.
2. Terapi pembedahan
a) Miomektomi
b) Histerektomi
Tindakan pembedahan untuk mengangkat uterus dapat dilakukan dnegan 3 cara yaitu :
dengan pendekatan abdominal (laparotomi), vaginal dan beberapa kasus dengan laparoskopi.
Tindakan histerektomi pada pasien dengan myoma uteri merupakan indikasi bila didapati
keluhan menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi pada traktus urinarius dan ukuran
36
uterus sebesar usia kehamilan 12-14 minggu.
PROGNOSIS
Prognosis baik jika ditemukan mioma berukuran kecil, tidak cenderung membesar
dan tidak memicu keluhan yang berarti, cukup dilakukan pemeriksaan rutin setiap 3-6 bulan
sekali termasuk pemeriksaan USG. 55% dari semua mioma uteri tidak membutuhkan suatu
pengobatan dalam bentuk apapun. Menopause dapat menghentikan pertumbuhan mioma
uteri. Pengecilan tumor sementara menggunakan obat-obatan GnRH analog dapat dilakukan,
akan tetapi pada wanita dengan hormon yang masih cukup (premenopause), mioma ini dapat
membesar kembali setelah obat-obatan ini dihentikan. Jika tumor membesar, timbul gejala
penekanan, nyeri hebat, dan perdarahan dari kemaluan yang terus menerus, tindakan operasi
sebaiknya dilakukan.
37
II.1. Pengertian
Perdarahan uterus abnormal dari uterus baik dalam jumlah, frekuensi maupun
lamanya, yang terjadi didalam atau diluar haid sebagai wujud klinis gangguan
fungsional mekanisme kerja poros hipotalamus – hipofisis – ovarium - endometrium
tanpa kelainan organik alat reproduksi.
II.2. Etiologi
a. Perdarahan Ovulatoar
3. Apopleksia Uteri
Pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya pembuluh darah uterus
4. Kelainan darah
Anemia, purpura trombositopenik dan gangguan dalam mekanisme
pembekuan darah.
38
b. Perdarahan Anovulatoar
Dengan terjadinya penurunan kadar estrogen dapat timbul perdarahan yang
kadang bersifat siklik, kadang tidak teratur sama sekali.Fluktuasi kadar estrogen
ada sangkut pautnya dengan jumlah folikel. Folikel - folikelini mengeluarkan
estrogen sebelum mengalami atresia dan kemudiandiganti oleh folikel-folikel
baru. Endometrium yang mula-mula proliferatif dapatterjadi perubahan menjadi
hiperplasia kistik.
Etiologi
1. Sentral : psikogenik, neurogenik, hipofisis
2. Perifer : ovarial
3. Konstitusional : kelainan gizi, metabolik, penyakit endokrin
39
terjadi pada siklus ovulatorik dimana dasarnya adalah ketidakseimbangan
hormonal akibat umur korpus luteum yang memendek atau memanjang,
insufisiensi atau persistensi korpus luteum.Perdarahan uterus disfungsional pada
wanita dengan siklus anovulatorik muncul sebagai perdarahan reguler dan
siklik.Sedang pada perdarahan uterus disfungsional anovulatorik perdarahan
abnormal terjadi pada siklus anovulatorik dimana dasarnya adalah defisiensi
progesterone dan kelebihan progesterone akibat tidak terbentuknya korpus luteum
aktif, karena tidak terjadinya ovulasi. Dengan demikian khasiat estrogen terhadap
endometrium tak ber lawan.Hampir 80% siklus mens anovulatorik pada tahun
pertama menars dan akan menjadi ovulatorik mendekati 18-20 bulan setelah
menars.
II.3. Klasifikasi
Perdarahan uterus disfungsional dikatakan akut jika jumlah per darahan pada
satu saat lebih dari 80 ml,terjadi satu kali atau berulang dan memerlukan tindakan
penghentian perdarahan segera. Sedangkan perdarahan uterus disfungsional kronis
jika perdarahan pada satu saat kurang dari 30 ml terjadi terus menerus atau tidak tidak
hilang dalam 2 siklus berurutan atau dalam 3 siklus tak berurutan, hari perdarahan
setiap siklusnya lebih dari 8 hari, tidak memerlukan tindakan penghentian perdarahan
segera, dan dapat terjadi sebagai kelanjutan perdarahan uterus disfungsional akut.
II.4. Diagnosis
Anamnesa yang cermat penting untuk diagnosis. Perlu ditanyakan :
a. Bagaimana mulanya perdarahan
b. Apakah didahului siklus yang pendek-pendek atau oligomenorea / amenorea
c. Sifat perdarahan
d. Lama perdarahan.
40
Pada pemeriksaan ginekologik dilihat ada tidaknya faktor kelainan organik yang
menyebabkan perdarahan abnormal. Pada wanita dalam masa pubertas tidak perlu
dilakukan kerokan. Pada wanita berumur 20 sampai 40 tahun dilakukan kerokan,
kemungkinan besar penyebabnya adalah kehamilan terganggu, polip, mioma
submukosum dan sebagainya. Pada wanita pramenopause dilakukan kerokan untuk
memastikan ada tidaknya tumor ganas.
Pemeriksaan menyeluruh pada perut dan panggul sangat penting. Sitologi serviks
harus diperoleh jika diindikasikan. Hitung darah lengkap (CBC ± feritin) diperlukan
untuk menentukan derajat anemia.pemeriksaan lain yang harus dipertimbangkan
meliputi: thyrotropin stimulating hormone, ketika gejala lain muncul dari disfungsi
tiroid , prolaktin, pada hari 21 hingga 23 progesteron diperiksa untuk verifikasi status
ovulasi, folikel stimulating hormone dan luteinizing hormon untuk memverifikasi
status menopause atau untuk mendukung diagnosis penyakit ovarium polikistik, dan
profil koagulasi saat menorrhagia hadir pada masa pubertas atau jika ada klinis
kecurigaan untuk koagulopati.
41
Kantor biopsi endometrium menghasilkan sampel yang memadai untuk 87- 97
persen dan mendeteksi 67-96 persen kanker endometrium. Meskipun pilihan
sampling dapat dipengaruhi oleh keakurasiannya dan tidak ada metode sampel
untuk memeriksa seluruh endometrium. Sampel histeroskopik digunakan untuk
mendeteksi persentase yang lebih tinggi pada kelainan bila dibandingkan dengan
dilatasi dan kuretase (D & C) sebagai diagnostik procedure. Bahkan jika rongga
rahim tampak normal pada histeroskopi, endometrium tetap harus diperiksa
karena histeroskopi saja tidak cukup untuk mendeteksi neoplasia endometrium
dan carcinoma.(II A)
d. Ultrasonografi
Transvaginal sonografi (TVS) untuk menilai ketebalan endometrium dan
mendeteksi polip dan myomata dengan sensitivitas 80 % dan spesifisitas 69 %.
Meskipun ada bukti bahwa ketebalan endometrium mungkin menjadi indikasi
patologi pada wanita pascamenopause, seperti untuk wanita di tahun-tahun
reproduksinya. Meta-analisis dari 35 penelitian menunjukkan bahwa pada
menopause wanita, ketebalan endometrium 5 mm pada USG dan memiliki
sensitivitas 92 persen untuk mendeteksi penyakit endometrium serta 96 persen
untuk mendeteksi cancer. Hal ini tidak membantu ketika ketebalan antara 5 dan 12
mm.
II.6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan perdarahan uterus disfungsional secara umum perlu
memperhatikan faktor-faktor berikut:
a. Umur, status pernikahan, fertilitas.
Hal ini dihubungkan dengan perbedaan penanganan pada tingkatan
perimenars, reproduksi dan perimenopause. Penanganan juga seringkali berbeda
42
antara penderita yang telah dan belum menikah atau yang tidak dan yang ingin
anak.
1. PUD Ovulatoar :
- Perdarahan tengah siklus
Esterogen 0,625 – 1,25 mg hari ke 10 – 15 siklus
43
- PolimenoreProgesteron 10 mg, hari ke 18 – 25 siklus
2. PUD anovulatoar
Hentikan perdarahan segera
- Kuret medisinalis
Esterogen 20 hari diikuti progesteron 5 hari
- Pil KB kombinasi
2 x 1 tablet 2 –3 hari diteruskan 1 x 1 tablet 21 hari
- Progesteron
10 – 20 mg selama 7 – 10 hari
1. Manajemen medis
a. Non-steroid anti-inflammatory
44
dismenore lebih dari 70 persen dari pasien. Terapi harus mulai pada hari
pertama menstruasi dan dilanjutkan selama lima hari atau sampai berhentinya
menstruasi. (I A)
b. Agen antifibrinolytic
c. Danazol
d. Progestin
45
e. Kombinasi pil kontrasepsi oral
2. Manajemen Bedah
b. Penghancuran endometrium
46
histerektomi dalam uji acak bila dibandingkan dengan efektivitas dan biaya
meskipun analisis jangka panjang harus mencakup biaya banyak.
c. Histerektomi
Definisi
47
Inkontinensia urin dapat disebabkan oleh kelainan pada buli-buli atau pada uretra
(sfingter) (Purnomo, 2003). Inkontinensia urin dapat diklasifikasikan sebagai berikut
(Tanagho, et al,2008):
Inkontinensia urge
Inkontinensia stress
Inkontinensia overflow (paradoksal)
Inkontinensia kontinua/true
Inkontinensia Urge
Inkontinensia urge adalah keluarnya urin yang tidak dapat dikendalikan segera setelah
timbul keinginan miksi. Pasien inkontinensia urge mengeluh tidak dapat menahan kencing
segera setelah timbul sensasi ingin kencing. Keadaan ini disebabkan oleh otot detrusor sudah
mulai mengadakan kontraksi saat kapasitas buli-buli belum terpenuhi. Frekuensi miksi
menjadi lebih sering dan disertai perasaan urgensi (Purnomo, 2003).
Inkontinensia urge meliputi 22% dari semua inkontinensia pada wanita (Purnomo,
2003).
Penyebab inkontinensia urge adalah kelainan yang berasal dari buli-buli, diantaranya
adalah overeaktivitas detrusor dan menurunnya komplians buli-buli. Overeaktivitas otot
detrusor disebabkan oleh kelainan neurologik (hiper-refleksi detrusor), kelainan non-
neurologis (instabilitas detrusor), atau kelainan lain yang belum diketahui (over-reaktivitas
detrusor). Penyebab hiper-refleksia detrusor diantaranya adalah stroke, penyakit Parkinson,
cedera korda spinalis, sklerosis multipel, spina bifida atau mielitis transversa. Instabilitas
detrusor seringkali disebabkan oleh obstruksi infravesika, paska bedah intravesika, batu buli-
buli, tumor buli-buli, dan sistitis.
Inkontinensia Stress
Inkontinensia stress adalah keluarnya urin dari uretra saat terjadi peningkatan tekanan
intraabdominal. Hal ini terjadi karena sfingter uretra tidak mampu mempertahankan tekanan
intrauretra pada saat tekanan intravesika meningkat. Peningkatan tekanan intraabdomen
dipacu oleh batuk, bersin, tertawa, berjalan, berdiri, atau mengangkat benda berat (Purnomo,
2003). Inkontinensia stress juga disebabkan oleh kelemahan otot panggul (Tanagho, 2008).
Inkontinensia stress banyak dijumpai pada wanita, merupakan jenis inkontinensia urin
yang paling banyak prevalensinya, yakni kurang lebih 8-33%.
Penyebab inkontinensia urin pada pria yaitu kerusakan sfingter uretra eksterna paska
prostatektomi, sedangkan pada wanita yaitu hipermobilitas uretra dan defisiensi kolagen
intrinsik uretra. Hipermobilitas uretra disebabkan karena kelemahan otot-otot dasar panggul
yang berfungsi sebagai penyangga uretra dan buli-buli. Kelemahan otot ini menyebabkan
penurunan (herniasi) dan angulasi leher buli-buli – uretra saat terjadi peningkatan tekanan
48
intraabdomen. Herniasi dan angulasi tersebut terlihat sebagai terbukanya leher buli-buli –
uretra sehingga menyebabkan bocornya urin dari buli-buli meskipun tidak ada peningkatan
tekanan intravesika. Penyebab kelemahan otot ini adalah trauma persalinan, histerektomi,
perubahan hormonal (menopause), atau kelainan neurologi. Akibat defisiensi estrogen, pada
masa menopause, terjadi atrofi jaringan genitourinaria (Purnomo, 2003).
Blaivas dan Olsson mengklasifikasikan inkontinensia stress berdasarkan penurunan
letak leher buli-buli dan uretra setelah pasien diminta melakukan manuver Valsava. Penilaian
dilakukan berdasarkan pengamatan klinis keluarnya urin dan dengan video-urodinamik.
Klasifikasinya yaitu sebagai berikut:
Tipe 0: pasien mengeluh inkontinensia urin stress, tetapi tidak ditemukan kebocoran
urin pada pemeriksaan dan pada video-urodinamik tampak leher buli-buli dan uretra
terbuka setelah manuver Valsava.
Tipe I: terdapat penurunan <2 cm dan kadang-kadang disertai sistokel yang masih
kecil.
Tipe II: penurunan >2 cm dan seringkali disertai sistokel; sistokel mungkin berada di
dalam vagina (tipe IIA) atau di luar vagina (tipe IIB).
Tipe III: leher buli-buli dan uretra tetap terbuka meskipun tanpa adanya kontraksi otot
detrusor maupun manuver Valsava, sehingga urin selalu keluar karena faktor gravitasi
atau penambahan tekanan intravasika (gerakan) yang minimal. Tipe ini disebabkan
oleh defisiensi sfingter intrinsik.
Inkontinensia Paradoksal
Inkontinensia paradoksal (overflow) adalah keluarnya urin tanpa dapat dikontrol pada
keadaan volume urin di buli-buli melebihi kapasitasnya. Detrusor mengalami kelemahan
sehingga terjadi atonia atau arefleksia. Keadaan ini ditandai dengan overdistensi buli-buli
(retensi urin), tetapi karena buli-buli tidak mampu lagi mengosongkan isinya, tampak urin
selalu menetes dari meatus uretra. Kelemahan otot detrusor ini dapat disebabkan karena
obstruksi uretra, neuropati diabetikum, cedera spinal, defisiensi vitamin B12, atau paska
bedah pada daerah pelvik (Purnomo, 2003).
Inkontinensia Kontinua
Inkontinensia urin kontinua adalah urin yang selalu keluar setiap saat dan dalam
berbagai posisi. Keadaan ini paling sering disebabkan oleh fistula sistem urinaria yang
menyebabkan urin tidak melewati sfingter uretra. Fistula vesikovagina seringkali disebabkan
oleh operasi ginekologi, trauma obstetri, atau paska radiasi di daerah pelvik. Fistula sistem
urinaria yang lain adalah fistula ureterovagina. Keadaan ini disebabkan karena cedera ureter
paska operasi daerah pelvik. Penyebab lain inkontinesia kontinua adalah muara ureter
49
ektopik. Urin yang disalurkan melalui ureter ektopik langsung keluar tanpa melalui hambatan
sfingter uretra eksterna sehingga selalu bocor, tetapi pasien masih bisa melakukan miksi
seperti orang normal (Purnomo, 2003).
Inkontinensia Fungsional
Sebenarnya pasien ini kontinen, tetapi karena adanya hambatan tertentu, pasien tidak
mampu menjangkau toilet pada saat keinginan miksi timbul sehingga kencingnya keluar
tanpa dapat ditahan. Hambatan itu dapat berupa gangguan fisis misalnya artritis, paraplegia
inferior, dan stroke; gangguan kognitif seperti demensia; maupun pasien yang sedang
mengkonsumsi obat-obatan seperti diuretik, antikolinergik, narkotik, dan antagonis adrenegik
alfa (Purnomo, 2003).
Pada pasien tua seringkali mengeluh inkontinensia urin sementara yang dipacu
beberapa keadaan yang disingkat dengan DIAPPERS, yakni Delirium, Infection (infeksi
saluran kemih), Atrophic vaginitis/urethtritis, Pharmaceutical, Psycological, Excess urine
output, Restricted mobility, dan Stool impaction (Purnomo, 2003).
Anamnesis
Beberapa hal yang perlu ditanyakan kepada pasien inkontinensia urin antara lain:
Onset keluhan dan progresivitasnya.
Seberapa jauh inkontinensia ini mengganggu kehidupan pasien.
Jumlah urin yang dikeluarkan saat inkontinensia.
Keluarnya tetesan-tetesan urin yang tidak mampu dicegah dapat dijumpai pada
inkontinensia paradoksal atau inkompetensi uretra, sedangkan keluarnya urin dalam
jumlah sedang dijumpai pada overaktivitas detrusor. Jumlah urin yang banyak
dijumpai pada inkontinensia kontinua.
Apakah pasien selalu memakai pempers dan seberapa sering ganti?
Pada malam hari seberapa sering miksi atau mengganti pempers?
Ada atau tidak faktor pencetus seperti batuk, bersin, atau aktivitas lain yang
mendahului inkontinensia, merupakan tanda dari inkontinensia stress. Kontraksi
detrusor dini seperti pada inkontinensia urge kadang dapat dicetuskan oleh faktor-
faktor tersebut.
Adanya keluhan urgensi dan frekuensi, pertanda overreaktivitas detrusor.
Diare, konstipasi, dan inkontinensia alvi mengarah pada kelainan neurologis.
Ada riwayat penyakit yang lalu harus dicari. Hal ini berkaitan dengan faktor
predisposisi terjadinya inkontinesia seperti diabetes melitus, kelainan neurologi,
infeksi saluran kemih berulang, dan atrofi genitourinaria pada menopause serta
riwayat operasi maupun radiasi di daerah pelvis. Riwayat melahirkan juga perlu
diperhatikan yaitu apakah multipara, partus kasep, dan bayi besar yang kesemuanya
dapat menyebabkan inkompetensi sfingter dan kelemahan otot panggul. Riwayat obat-
50
obatan yang dikonsumsi juga dapat mempengaruhi seperti diuretik (Tanagho et al,
2998; Purnomo, 2003).
Pemeriksaan Fisik
Secara umum harus dilakukan pemeriksaan fisik menyeluruh. Pemeriksaan fisik
khusus yang dilakukan meliputi pemeriksaan abdomen, urogenital, dan neurologis (Purnomo,
2003).
Pada pemeriksaan abdomen dicari kemungkinan distensi buli-buli yang merupakan
tanda inkontinensia paradoks; atau adanya massa di pinggang dari hidronefrosis. Jaringan
parut bekas operasi pelvis atau abdomen juga dicari. Pada pemeriksaan urogenital, perhatikan
orifisium uretra dan vagina. Jika terdapat penonjolan orifisium eksternum mungkin
merupakan suatu proses inflamasi atau divertikulum. Minta pasien melakukan manuver
Valsava; jika terdapat penurunan leher buli-buli – uretra dan terdapat urin yang keluar,
kemungkinan pasien menderita inkontinensia stress. Dengan menggunakan spekulum,
perhatikan perubahan dan penebalan mukosa vagina yang merupakan tanda vaginitis
atrofikas akibat defisiensi estrogen, yang dapat terlihat pada inkontinensia urge. Perhatikan
adanya sistokel, enterokel, prolapsus uteri, atau rektokel yang menyertai inkontinensia stress.
Palpasi bimanual untuk mencari adanya massa pada uterus atau adneksa (Purnomo, 2003).
Pemeriksaan status mental diperlukan untuk mencari tanda demensia. Pemeriksaan
neurologis dermatom dilakukan terhadap saraf yang menginervasi vesikouretra, yaitu nervus
pudendus dan nervus pelvikus berasal dari korda spinalis S2-4, dapat diperiksa dengan cara:
angkle jerk refleks (S1 dan S2), fleksi toe dan arch the feet (S2 dan S3), dan tonus sfingter ani
atau refleks bulbokavernosa (S2-4). Sfingter ani yang flaksid menunjukkan adanya
kelemahan otot detrusor (Purnomo, 2003).
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yakni urinalisis dan kultur urin digunakan untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya proses inflamasi/infeksi.
Pemeriksaan urodinamik digunakan untuk membantu menentukan jenis dan derajat
inkontinensia, serta untuk evaluasi sebelum dan sesudah terapi. Termasuk pemeriksaan
urodinamik adalah pemeriksaan uroflometri, pengukuran profil tekanan uretra, sistometri,
valsava leak point pressure, serta video urodinamika (Purnomo, 2003).
Pemeriksaan urodinamik yang paling sederhana adalah mengukur tekanan intravesika
dengan urodinamik eyeball. Dalam posisi dorsolitotomi pasien dipasang kateter. Setelah sisa
urin dikeluarkan, ujung kateter dihubungkan dengan semprit 50 mL tanpa pendorongnya, dan
diletakkan setinggi buli-buli (simfisis pubis). Kateter diisi air steril dengan perlahan-lahan
melalui semprit secara gravitasi. Lalu minta pasien mengatakan jika ada perasaan penuh di
51
buli-buli. Catat dan perhatikan volume air yang dimasukkan dan ketinggian air pada
meniskus (Purnomo, 2003).
Buli-buli normal: meniskus konstan selama pengisian buli-buli hingga tercapai
volume kapasitas buli-buli. Meniskus akan naik perlahan pada pengisian berikutnya.
Komplians buli-buli menurun: meniskus naik sebanding dengan volume air yang
dimasukkan.
Instabilitas buli-buli: meniskus tiba-tiba naik saat pengisian.
Uninhibited contraction: ada rembesan air di sela-sela kateter.
Pemeriksaan pencitraan yang meliputi pielografi intravena dan sistografi diperlukan
untuk mencari kemungkinan adanya fistula ureterovagina, muara ureter ektopik, dan
penurunan leher buli-buli – uretra (Purnomo, 2003). Sistourethroskopi dapat melihat keadaan
patologi seperti fistula, ureter ektopik maupun divertikulum.
Pemeriksaan residu urin dengan katerisasi atau ultrasonografi post miksi dilakukan
untuk mengetahui adanya obstruksi infravesika atau kelemahan otot detrusor.
Tatalaksana
Inkontinensia urin merupakan gejala, untuk itu terapi ditujukan pada penyakit
penyebab serta mengatasi permsalahan sosial yang timbul. Pada inkontinensia stress atau
urge, pilihan terapi tergantung dari derajat keparahan inkontinensia.
Tabel 1. Pilihan terapai pada inkontinensia urin
Jenis Latihan Medikamentosa Tindakan invasif
inkontinensia
Urge Behavioral Lihat tabel 2. Augmentasi buli-buli
Biofeedback Neuromodulasi
Bladder drill Rhizolisis
Stress Pelvic floor Agonis adrenergik alfa Kolposuspensi
Antidepresan trisiklik TVT
exercise
Hormonal Injeksi kolagen
Paradoksal - Desobstruksi
Total - Sfingter artifisial
Medikamentosa
Inkontinensia urge
Tujuan terapi pada inkontinensia urge adalah meningkatkan kapasitas buli-buli,
meningkatkan volume urin yang pertama kali memberi sensasi miksi, dan menurunkan
frekuensi kencing. Dipilih obat-obatan yang menghambat kontraksi otot detrusor atau yang
menghambat impuls aferen dari buli-buli.
52
Antikolinergik (oksibutinin, Penghambat jalur eferen:
o Oksibutinin
propantelin bromid, tolterodin tartrat)
o Atrofin
Pelemas otot polos (disiklomin,
Penghambat jalur aferen:
flavoxat) o Anestesi lokal
Antidepresan trisiklik (imipramin) o Kapsaisin
Antiprostaglandin o Rasiniferatoksin
Penghambat kanal kalsium
Antikolonergik. Ikatan obat ini pada reseptor muskarinik lebih kuat daripada ikatan
asetilkolin sehingga menghambat transmisi impuls yang mencetuskan kontraksi detrusor.
Obat ini meningkatkan kapasitas buli-buli dan mengobati overreaktivitas buli-buli. Efek
samping yang dapat terjadi yaitu mulut kering, konstipasi, pandangan kabur, takikardia,
drowsiness, dan meningkatkan tekanan intraokuli (Purnomo, 2003). Dikontraindikasikan
pada pasien dengan retensi urin.
Pelemas otot polos. Obat ini berguna pada hiperrefleksia otot spasmodik.
Antidepresan trisiklik. Obat ini dapat digunakan sebagai pelemas otot, memberikan anestesi
lokal pada buli-buli, dan berefek antikolinergik. Efek samping yang dapat terjadi yaitu
kelemahan, mudah lelah, hipotensi postural, pusing, dan sedasi. Pemakaian pada usia lanjut
sebaiknya dibatasi.
Penghambat kanal kalsium. Efek yang diharapkan yaitu menurunnya kontraksi otot detrusor
pada instabilitas buli-buli. Efek sampingnya yaitu flushing, pusing, palpitasi, hipotensi, dan
refleks takikardi.
Prostaglandin berperan pada eksitasi neurotransmisi pada saluran kemih bagian bawah.
Inkontinensia stress
Tujuan terapinya yaitu meningkatkan tonus sfingter uretra dan resistensi bladder
outlet.
Agonis alfa adrenergik. Obat ini menstimulasi reseptor alfa adrenergik yang menyebabkan
kontraksi otot polos pada leher buli-buli dan uretra posterior. Jenis obatnya yaitu efedrin,
pseudoefedrin, dan fenilpropanolamin. Efektif pada inkontinensia stress derajat ringan dan
sedang. Efek samping obat ini yaitu anoreksia, nausea, insomnia, konfusi, peningkatan
tekanan darah, dan ansietas.
Estrogen. Pemakaiannya pada inkontinensia stress masih diperdebatkan. Pemakaian
kombinasi dengan adrenergik alfa mempunyai efek sinergis. Pemberian estrogen pada
menopause dapat meningkatkan jumlah reseptor adrenergik alfa pada uretra.
Injeksi agen bulking. Terapi ini merupakan terapi terbaru untuk inkontinensia stress, yaitu
injeksi lokal, dekat sfingter uretra interna, agen bulking seperti asam hialuronat dan kolagen.
Tujuannya adalah menebalkan dan menutup jaringan uretravesikal.
53
2.4.5.3 Pembedahan
Inkontinensia yang disebabkan oleh fistula atau kelainan bawaan ektopik ureter
tindakan yang paling tepat adalah pembedahan, berupa penutupan fistula atau neoimplantasi
ureter ke buli-buli. Pada inkontinensia urge dan stress pembedahan dilakukan jika terapi
konservatif tidak memberikan hasil maksimal. Pada inkontinensia urge untuk mengurangi
evereaktivitas buli-buli dilakukan dengan rhizolisis, sedangkan penurunan komplians buli-
buli dilakukan dengan augmentasi buli-buli. Hipermobilitas uretra dikoreksi dengan suspensi
leher buli-buli dengan berbagai tekhnik antara lain Marshall-Marchetti-Kranzt, Burch,
Stamey, tension-free vaginal tape (TVT), atau tekhnik yang lain (purnomo, 2003). Tekhnik
Marshall-Marchetti-Kranzt melengketkan jaringan periuretra ke bagian posterior simfisis
pubis. Burch memodifikasi tekhnik tersebut dimana dinding anterior vagina diikat dengan
ligamen Cooper (Tanagho et al, 2008).
6. DISMENORE
Dismenorea adalah nyeri saat haid, biasanya disertai rasa kram dan terpusat di
abdomen bawah (Anwar et al, 2011; Katz et al, 2007; Speroff, 2005). Dikatakan nyeri haid
bila nyeri yang timbul tersebut menyebabkan perempuan datang berobat ke dokter atau
mengobati dirinya sendiri dengan obat anti nyeri (Anwar et al, 2011). Nyeri yang terjadi
sering disertai rasa mual, muntah, pusing, sakit kepala, nyeri punggung, sulit tidur,
berkeringat, diare, tremor, dan takikardi (Katz et al, 2007; Speroff, 2005).
Klasifikasi
Dismenorea dapat dibagi menjadi dua kelompok, dismenorea primer dan dismenorea
sekunder (Anwar et al, 2011; Katz et al, 2007; Lefebvre et al, 2005; Speroff et al, 2005).
Dismenorea primer biasanya hampir selalu terjadi pada wanita usia kurang dari 20 tahun.
Sedangkan dismenorea sekunder sering kali terjadi pada wanita usia lebih dari 20 tahun,
54
meskipun tidak menutup kemungkinan dapat juga terjadi pada wanita usia kurang dari 20
tahun (Katz et al, 2007).
Dismenorea Primer
Dismenorea primer adalah rasa nyeri saat menstruasi tanpa ditemukan adanya
kelainan patologi pada panggul (Anwar et al, 2011; Berek, 2002; Katz et al, 2007; Lefebvre
et al, 2005; Speroff, 2005). Intensitas rasa nyeri pada dismenorea primer dapat dibagi menjadi 3
yaitu ringan, sedang, dan berat (Katz et al, 2007).
Intensitas Keterangan
(Sumber: Katz V.L., Lentz G.M., Lobo R.A., Gershenson D.M., 2007, Primary and
Secondary Dysmenorrhea, Premenstrual Syndrome, and Premenstrual Dysphoric
Disorder : Etiology, Diagnosis, Management, In: Katz: Comprehensive Gynecology, 5th
edn, Mosby, USA, pp 1989-2001)
Dismenorea primer berhubungan dengan siklus ovulasi dan disebabkan oleh kontraksi
miometrium akibat adanya sintesis prostaglandin oleh endometrium pada saat fase sekresi.
(Anwar et al, 2011; Katz et al, 2007; Lefebvre et al, 2005; Speroff, 2005).
Substansi lain yang diduga menyebabkan kontraksi uterus adalah leukotrien. Hal ini
dikemukakan karena ditemukan kadar leukotrien, khususnya leukotriene C4 dan D4, yang
55
meninggi pada sel-sel miometrium wanita dengan dismenorea primer dibandingkan dengan
wanita tanpa dismenorea. Namun mekanisme leukotrien dalam patogenesis dismenorea
primer masih belum bisa dimengerti sepenuhnya. Leukotrien juga merupakan derivat dari
asam arakidonat, namun pembentukan leukotrien melalui jalur 5-lipoksigenase, bukan
melalui jalur siklooksigenase, sehingga menyebabkan kemungkinan beberapa kasus
dismenorea primer yang tidak berespons terhadap terapi nonsteroidal anti inflammatory drug
(NSAID). Leukotrien mempunyai sifat kontraktan otot dan berfungsi sebagai mediator
inflamasi (Dawood, 2006; Mayes, 2003).
Beberapa faktor resiko yang diduga mempengaruhi dismenorea primer adalah riwayat
keluarga (ibu dan saudara perempuan) dengan dismenorea dan merokok (Katz et al, 2007;
Lefebvre et al, 2005). Stress karena beban kerja yang tinggi di tempat kerja juga dapat
menjadi faktor resiko dismenorea primer. Wanita yang stress 2x lipat lebih beresiko untuk
mengalami dismenorea primer (Wang et al, 2004).
C. Patogenesis
(Dawood,
200 6)
Gambar 2.1
56
Mekanisme Terbentuknya Prostaglandin
D. Gejala Klinis
Dismenorea primer muncul saat remaja, biasanya sekitar 1-2 tahun segera setelah
menarche (Berek, 2002; Katz et al, 2007; Lefebvre et al, 2005). Nyerinya cenderung bersifat
kolik disertai rasa kram yang dirasakan di abdomen bawah daerah suprapubis. Nyeri dapat
juga meliputi daerah lumbosakral dan menjalar ke bagian permukaan paha. Nyeri dapat mulai
beberapa jam mendahului atau setelah keluarnya darah haid. Besarnya intensitas keluhan
nyeri sejalan dengan peningkatan tertinggi kadar prostaglandin saat haid terjadi, yaitu pada
48-72 jam pertama. Keluhan mual, muntah, pusing, nyeri kepala, atau diare yang sering
menyertai dismenore diduga karena masuknya prostaglandin ke sirkulasi sistemik (Anwar et
al, 2011; Berek, 2002; Dawood, 2006; Katz et al, 2007; Lefebvre et al, 2005; Speroff, 2005).
Nyeri yang dirasakan dapat membaik dengan masase abdomen, memberikan tekanan pada
abdomen, dan perubahan posisi tubuh (Berek, 2002).
E. Pemeriksaan
Pada pemeriksaan fisik, akan didapatkan tanda-tanda vital yang normal. Daerah
suprapubis mungkin akan teraba lunak pada palpasi. Bising usus normal, tidak didapatkan
nyeri tekan maupun nyeri lepas pada abdomen bagian atas. Bila dilakukan pemeriksaan
bimanual pada saat sedang terjadi episode dismenorea didapatkan nyeri pada uterus. Akan
tetapi nyeri yang muncul bukan diakibatkan karena gerakan serviks atau palpasi struktur
adneksa. Organ panggul didapatkan normal pada dismenorea primer (Berek, 2002).
57
F. Penanganan
Terapi lain yang efektif digunakan untuk penanganan dismenorea primer adalah pil
kontrasepsi kombinasi (Anwar et al, 2011; Dawood, 2006; Katz et al, 2007; Lefebvre et al,
2005; Speroff, 2005). Pil kontrasepsi kombinasi bekerja dengan cara mencegah ovulasi dan
pertumbuhan jaringan endometrium sehingga mengurangi jumlah darah haid dan sekresi
58
prostaglandin serta kram uterus. Penggunaan pil kontrasepsi kombinasi sangat efektif untuk
mengatasi dismenorea primer dan sekaligus akan membuat siklus haid teratur (Anwar et al,
2011; Lefebvre et al, 2005). Monofasik dan trifasik sama efektifnya dalam mengatasi
dismenorea primer (Lefebvre et al, 2005).
Progestin dapat juga dipakai untuk pengobatan dismenorea primer, misalnya medroksi
progesteron asetat (MPA) 5 mg atau didrogesteron 2 x 10 mg mulai haid hari ke-5 sampai 25
(Anwar et al, 2011). Pasien yang kontraindikasi penggunaan NSAID seperti penderita ulkus
gastroduodenum atau alergi NSAID disarankan untuk menggunakan pil kontrasepsi
(Dawood, 2006).
Dismenore Sekunder
Dismenorea sekunder adalah nyeri haid yang berhubungan dengan berbagai kelainan
patologis pada panggul (Anwar et al, 2011; Berek, 2002; Katz et al, 2007; Lefebvre et al,
2005; Speroff, 2005). Dismenorea sekunder dipikirkan bila pada anamnesis dan pemeriksaan
curiga ada patologi panggul atau tidak respon dengan obat-obatan untuk dismenorea primer
(Anwar et al, 2011).
B. Etiologi
C. Patogenesis
59
D. Gejala Klinis
KANDIDIASIS VULVOVAGINITIS
DEFINISI
Kandidiasis vulvovaginitis adalah penyakit infeksi yang terjadi pada daerah vulva dan vagina
yang disebabkan oleh adanya berbagai jenis Candida, secara sekunder bisa juga terjadi akibat
penurunan daya tahan tubuh seseorang, ditandai oleh adanya secret bewarna putih serta
adanya rasa gatal di daerah vagina. Kandidiasis vulvovaginitis merupakan penyebab infeksi
terbanyak kedua pada infeksi vulvovaginal, dimana pada nomor urut satu bacterial vaginosis
merupakan penyebab terbanyak.3
Tidak adanya identifikasi cepat, tes diagnostik sederhana, dan murah sehingga
menyebabkan adanya overdiagnosis dan underdiagnosis dari kandidiasis vulvovaginitis.
Adapun faktor resko terjadinya kandidiasis vulvovaginitis, antara lain, kehamilan,
60
penggunaan antibiotik, penggunaan corticosteroid, immunocompromised, dan diabetes,
sebagian besar dari faktor resiko di atas hampir berhubungan dengan pertahanan tubuh.
EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini terdapat di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur, baik laki-laki
maupun perempuan. Jamur penyebabnya terdapat pada orang sehat sebagai saprofit.
Gambaran klinisnya bisa bermacam-macam sehingga tidak diketahui data-data penyebaran
tepat.5 Penyakit Kandidiasis ini dapat menyerang berbagai kelompok usia dan terdapat
diberbagai belahan dunia. Penyebab Kandidiasis merupakan organisme normal yang terdapat
pada orang sehat sehingga sulit diketahui penyebarannya secara tepat. Dari sebuah penelitian
di Amerika Serikat didapatkan 56 % pernah mengalami kandidiasis vulvovaginalis dan 8 %
diantaranya mengalami infeksi berulang.6
Kandidiasis vagina adalah penyebab paling umum dari keputihan. Lebih dari 50%
wanita yang umurnya lebih dari 25 tahun terserang kandidiasis vulvovaginitis, kurang dari
5% dari wanita mengalami kekambuhan. Infeksi biasanya karena C. albicans .Kejadian
infeksi karena ragi selain C. albicans memiliki meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
Dari jumlah tersebut spesies non-albicans, C. tropicalis, dan C. glabrata yang paling
penting.Terapi obat saat ini digunakan(misalnya, imidazoles) tidak cukup untuk membasmi
spesies non-albicans. Sebuah penjelasan untuk pemilihan terakhir meningkat dari spesies
mungkin merupakan terapi anti jamur disingkat (1 - untuk 3-hari rejimen) yang menekan C.
albicans tapi menciptakan ketidakseimbangan flora yang memfasilitasi pertumbuhan berlebih
dari spesies non-albicans spesies.5
ETIOLOGI
Antara 85-90% dari yeast strain yang diambil sebagai sampel didapatkan adanya
Candida albicans, sedang kasusanya sebanyak 12-14 % merupakan non Candida albicans,
yang umum ditemukan yaitu Candida glabrata, Candida glabrata ditemukan pada 10-20 %
wanita, dari 15-17% dari keseluruhan vaginitis, dan jarang yang disebabkan oleh Candida
61
parapsilosis, Candida tropicalis, dan Candida krusei, walaupun demikian jenis kandida yang
paling terkait dengan penyakit ini, selain itu juga mempunyai gejala klinis yang sama dengan
Candida albicans, malah spesies ini biasanya lebih resiten terhadap pengobatan.8
Faktor yang dapat memicu kolonisasi jamur pada vagina dapat berbeda dari masing-
masing faktor yang memediasi kolonisasi asimptomatik ke simptomatik vaginitis. Beberapa
faktor predisposisi terjadinya Kandidiasis vulvovaginitis diantaranya adalah kehamilan
(trimester ketiga), kontrasepsi, diabetes melitus, antibiotik (terutama spektrum luas seperti
tetrasiklin, ampisilin, dan sefalosporin oral), menggunakan pakaian ketat dan terbuat dari
nilon.
a) Perubahan fisiologik :
62
hormon seks selama kehamilan akan meningkatkan virulensi jamur, sehingga angka
kesembuhan kandidiasis vagina menurun selama kehamilan.12
- Kegemukan
- Premenstrual
- Keadaan imunodepresi
- Diabetes Mellitus
b) Medikasi :
- Penggunaan obat antibiotik dan kortikosteroid jangka lama: Penggunaan antibiotik yang
berulang atau dalam jangka waktu lama akan merusak keseimbangan flora normal sehingga
menyebabkan proliferasi Candida albicans.Perkiraan seberapa besar frekuensi kandidiasis
vulvovaginalis setelah pemberian antibiotik adalah berkisar dari 28% sampai 33% dan
peningkatan kolonisasi vaginal bekisar 10% sampai 30%. Pemberian antibiotik pada wanita
dapat mengeliminasi proteksi flora normal bakteri, sehingga terjadi peningkatan pertumbuhan
Candida di vagina dan traktus gastrointestinal.Berkurangnya bakteri di dalam vagina
menyebabkan Candida dapat tumbuh dengan subur karena tidak ada lagi persaingan dalam
memperoleh makanan yang menunjang pertumbuhan jamur tersebut.
- Keadaan higenitas.
- Pemakaian pakaian yang berbahan panas, tidak menyerap keringat, terlalu ketat seperti
bahan nylon.
GEJALA KLINIS
Pasien mengeluhkan discharge vagina yang kental dan bersamaan dengan rasa panas, gatal
saat buang air kecil dan kadang dysuria. 13 Pada pemeriksaan fisik didapatkan vulva dan
vagina yang eritem, edema, terdapat fisura dan discharge vagina yang kental.
63
DIAGNOSIS
Tanda dan gejala klinis pada kandidiosis vulvaginalis meliputi pruritus vulvovaginitis,
iratasi, nyeri, dispareunia, nyeri berkemih, keputihan, cairan yang bau. Karena gejala dan
tanda-tanda kandidiasis vulvovaginitis tidak spesifik, diagnosis tidak dapat dibuat semata-
mata berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Penegakan diagnosis berdasarkan gejala
klinis yang kemudian dikonfirmasi dengan preparat KOH yang diambil dari permukaan
mukosa. Pada pemeriksaan mikroskopis ini dapat dijumpai germ tubes atau budding dan
pseudohypa sebagai sel-sel memanjang seperti sosis yang tersusun memanjang. Kultur vagina
sebaiknya dilakukan pada wanita yang menunjukkan gejala kandidiasis vulvovaginitis tapi
dengan pemeriksaan mikroskopis negatif dan pH vagina yang normal. Diagnosis kandidiasis
vulvovaginitis membutuhkan korelasi antara gejala klinis, pemeriksaan mikroskopis, dan
kultur vagina.
1. Anamnesis14
Pertanyaan yang diajukan kepada pasien dengan dugaan kandidiasis
vuvovaginitis meliputi:
a. Keluhan dan riwayat penyakit saat ini.
b. Keadaan umum yang dirasakan.
c. Pengobatan yang telah diberikan, baik topikal ataupun sistemik dengan penekanan
pada antibiotik.
d. Riwayat seksual yaitu kontak seksual baik di dalam maupun di luar pernikahan,
berganti-ganti pasangan, kontak seksual dengan pasangan setelah mengalami
gejala penyakit, frekuensi dan jenis kontak seksual, cara melakukan kontak
seksual, dan apakah pasangan juga mengalami keluhan atau gejala yang sama.
e. Riwayat penyakit terdahulu yang berhubungan dengan IMS atau penyakit di
daerah genital lain.
f. Riwayat penyakit berat lainnya.
g. Riwayat keluarga yaitu dugaan IMS yang ditularkan oleh ibu kepada bayinya.
h. Keluhan lain yang mungkin berkaitan dengan komplikasi IMS, misalnya erupsi
kulit, nyeri sendi dan pada wanita tentang nyeri perut bawah, gangguan haid,
kehamilan dan hasilnya.
i. Riwayat alergi obat.
2. Pemeriksaan fisik14
64
Pemeriksaan fisik yang dilakukan kepada pasien harus memperhatikan hal
penting seperti kerahasiaan pribadi pasien. Pertama inspeksi dari daerah OUE untuk
melihat sekret yang keluar, catat warna, kekentalan, dan jumlah. Kemudian lakukan
pemeriksaan daerah genitalia lainnya. Mula-mula inspeksi daerah inguinal dan raba
adakah pembesaran kelenjar dan catat konsistensi, ukuran, mobilitas, rasa nyeri, serta
tanda radang pada kulit di atasnya. Pada waktu bersamaan, perhatikan daerah pubis
dan kulit sekitarnya, adanya pedikulosis, folikulitis atau lesi kulit lainnya. Lakukan
inspeksi labia mayora, labia minora dan daerah vulva apakah eritema, adakah lesi
superfisial dan palpasi dengan hati-hati apakah ada nyeri tekan.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Mikroskopis
Cara yang paling sederhana mengambil cairan vagina ialah dengan bantuan
spekulum, cairan vagina diambil dari fornix vagina. Selain dari duh tubuh vagina,
bahan pemeriksaan dapat pula diambil dari pseudomembran. Bahan pemeriksaan
selanjutnya dibuat sediaan langsung dengan KOH 10% atau dengan pewarnaan Gram.
Pada pemeriksaan mikroskopis ini dapat dijumpai kandida dalam bentuk sel ragi (yeast
form) yang berbentuk oval, fase blastospora berupa sel-sel tunas yang berbentuk germ
tubes atau budding dan pseudohifa sebagai sel-sel memanjang seperti sosis yang
tersusun memanjang. Pada sediaan dengan pewarnaan Gram, bentuk ragi bersifat gram
posistif, berbentuk oval, kadang-kadang berbentuk germ tube atau Budding. Candida
albicans adalah satu-satunya ragi patogen penting yang secara invivo menunjukan
adanya pseudohypa yang banyak, yang mudah dideteksi dari duh tubuh vagina dengan
pewarnaan Gram. Sensitifitas pemeriksaan ini pada penderita simptomatik sama dengan
biakan.13
b. Pemeriksaan Biakan
Kultur vaginal sangat bermanfaat, tapi tidak rutin diperlukan dalam diagnosis
kandidiasis vulvovaginitis. Karena tidak rutin, kultur tidak diperlukan jika pemeriksaan
mikroskopis positif, tapi kultur vagina harus dilakukan pada wanita yang menunjukkan
gejala kandidiasis vulvovaginitis dengan pemeriksaan mikroskopis negatif dan pH
vagina yang normal. Kultur vaginal dapat mengidentifikasi spesies kandida namun
didapatnya Candida albicans pada kultur tidak dapat menegakkan diagnosis kandidiasis
karena Candida merupakan penghuni normal dari saluran pencernaan.15
65
Bahan pemeriksaan dibiakan pada media Sabouraud Dextrose Agar. Dapat
dibubuhi antibiotik (kloramfenikol) untuk mencegah pertumbuhan bakteri. Pembenihan
ini disimpan pada suhu kamar atau suhu 37oC. Koloni tumbuh setelah 24-48 jam,
berupa “yeast like colony”, warna putih kekuning-kuningan, di tengah dan dasarnya
warnanya lebih tua, permukaannnya halus mengkilat dan sedikit menonjol. Untuk
identifikasi spesies kandida dapat dilakukan cara-cara berikut, bahan dari koloni
dibiakan pada Corn meal agar dengan Tween 80 atau Nickerson polysaccharide trypan
blue ( Nickerson Mankowski agar) pada suhu 250 C, digunakan untuk menumbuhkan
klamidokonida, yang umumnya hanya ada pada Candida albicans. Tumbuh dalam 3
hari. Jamur tumbuh pada biakan diinokulasi ke dalam serum atau koloid (albumin telur)
yang diinkubasi selama 2 jam pada suhu 370C. Dengan pemeriksaan mikroskop tampak
:germ tube” yang khas pada Candida albicans.15
Test Fermentasi. Fermentasi oleh jamur yang diambil dari spesimen dapat
menghasilkan karbon dioksida dan alkohol. Produksi gas yang banyak dibandingkan
perubahan pH yang signifikan merupakan indikasi dilakukannya fermentasi. Candida
albicans dapat memfermentasikan glukosa, maltosa dan galaktosa tetapi tidak terhadap
sakarosa.16
TERAPI
Sistemik:
66
Obat anti jamur sistemik terdiri dari golongan azoles merupakan agen
fungistatik sintetik dengan aktiviti spektrum luas. Azoles menghambat enzim fungal
sitokrom P450 3A (CYP3A) dan lanosin 14α-demetilase yang diperlukan dalam
proses konversi lanosterol ke ergosterol yaitu sterol utama dalam membrane sel jamur.
Penurunan dari ergosterol mengubah komponen membran dari sel jamur seterusnya
menghambat replikasi dari sel-sel tersebut. Azoles juga menghambat transformasi sel-
sel ragi jamur kepada hifa. Obat-obat yang dapat diberikan adalah ketokonazol,
itrakonazol dan flukonazol:
Ketokonazol 400 mg selama 5 hari
Topikal17:
Mikonazol 2% 7 hari
Butoonazole 2% 3 hari
PROGNOSIS
67
infeksi. Ketidakseimbangan laktobasillus dan adanya faktor predisposisi diduga
merupakan penyebab mengapa penyakit ini sulit diobati .
BARTHOLINITIS
DEFINISI
Kista adalah kantung yang berisi cairan atau bahan semisolid yang terbentuk di bawah
kulit atau di suatu tempat didalam tubuh. Kista kelenjar bartholini terjadi ketika kelenjar ini
menjadi tersumbat. Kelenjar bartholini bisa tersumbat karena berbagai alasan, seperti infeksi,
peradangan atau iritasi maka saluran kelenjar ini akan melekat satu sama lain dan
menyebabkan timbulnya sumbatan. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar ini kemudian
terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk suatu kista. Suatu abses
terjadi bila kista menjadi terinfeksi.2
EPIDEMIOLOGI
Dua persen wanita mengalami kista bartholini atau abses kelenjar pada suatu saat
dalam kehidupannya.3 Abses umumnya hampir terjadi tiga kali lebih banyak daripada kista.
Salah satu penelitian kasus kontrol menemukan bahwa wanita berkulit putih dan hitam yang
lebih cenderung untuk mengalami kista bartholini atau abses bartholini daripada wanita
hispanik, dan bahwa perempuan dengan paritas yang tinggi memiliki resiko terendah. 6,7 Kista
bartholini, yang paling sering terjadi pada labia majora. Involusi bertahap dari kelenjar
bartolini, dapat terjadi pada saat seorang wanita mencapai usia 30 tahun. Kebanyakan kasus
terjadi pada wanita usia antara 20-30 tahun. 3 Namun, tidak menutup kemungkinan dapat
terjadi pada wanita yang lebih tua atau lebih muda.
ANATOMI.
Kelenjar bartolini merupakan salah satu organ genitalia eksterna, kelenjar bartolini
atau glandula vestibularis major, berjumlah dua buah berbentuk bundar, dan berada disebelah
dorsal dari bulbus vestibuli. Saluran keluar dari kelenjar ini bermuara pada celah yang
terdapat diantara labium minus pudendi dan tepi hymen. Glandula ini homolag
denganglandula bulbouretralis pada pria. Kelenjar ini tertekan pada waktu coitus dan
mengeluarkan sekresinya untuk mebasahi atau melicinkan permukaan vagina dibagian
kaudal. Kelenjar bartolini diperdarahi oleh arteri bulbi vestibuli, dan dipersarafi oleh nervus
pudendus dan nervus hemoroidal inferior. Kelenjar bartolini tersususun dari jaringan erektil
68
dari bulbus, jaringan erektil dari bulbus menjadi sensistif selama ransangan seksual dan
kelenjar ini akan mensekresi sekret yang mukoid yang bertindak sebagai lubrikans. Drainase
pada kelenjar ini oleh saluran dengan panjang kira-kira 2cm yang terbuka ke arah orificium
vagina sebelah lateral hymen, normalnya kelenjar bartolini tidak teraba pada pemeriksaan
palpasi, seperi pada gambar dibawah ini:9
Histologi
Kelenjar bartolini dibentuk oleh kelenjar racemose dibatasi oleh epitel kolumner atau
kuboid. Duktus dari kelenjar bartolini merupakan epitel transisisonal yang secara embriologi
merupakan daerah transisi anatara tractus urinarius dengan tractus genital. 9
Fisiologi
69
berasal dari bagian vagina lebih dalam. Cairan mungkin sedikit membasahi permukaan labia
vagina, sehingga kontak dengan daerah sensitif menjadi lebih nyaman bagi wanita.9
ETIOLOGI
Kista bartholini berkembang ketika saluran keluar dari kelenjar bartholini tersumbat.
Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar kemudian terakumulasi, menyebabkan kelenjar
membengkak dan membentuk suatu kista. Suatu abses terjadi bila kista menjadi terinfeksi.
Abses bartholini dapat disebabkan oleh sejumlah bakteri. Ini termasuk organisme yang
menyebabkan penyakit menular seksual seperti Klamidia dan Gonore serta bakteri yang
biasanya ditemukan disaluran pencernaan , seperti Escherichia coli. Umumnya abses ini
melibatkan lebih dari satu jenis organisme. Obstruksi distal saluran bartholini bisa
mengakibatkan retensi cairan, dengan dihasilkannya dilatasi dari duktus dan pembentukan
kista. Kista dapat terinfeksi, dan abses dapat berkembang dalam kelenjar. Kista bartholini
tidak selalu harus terjadi sebelum abses kelenjar. Kelenjar bartholini adalah abses
polimikrobial. Meskipun Neisseria gonorrhoeae adalah mikroorganisme aerobik yang
dominan mengisolasi, bakteri anaerob adalah patogen yang paling umum. Chlamydia
trachomatis juga mungkin menjadi organisme kausatif. Namun, kista saluran bartholini dan
abses kelenjar tidak lagi dianggap sebagai bagian eksklusif dari infeksi menular seksual.
Selain itu operasi vulvovaginal adalah penyebab umum kista dan abses tersebut. Infeksi pada
kelenjar ini disebabkan oleh kuman gram negative, yaitu a.l :10
1. Golongan staphylococcus
2. Golongan Gonoccus
Kista bartholini merupakan tumor kistik jinak. Ditimbulkan akibat saluran kista bartholini
yang mengalami sumbatan. Sumbatan biasanya disebabkan oleh infeksi. Kuman yang sering
menginfeksi kelenjar bartholini adalah Neisseria gonorrhoae.
Pada laki-laki kuman ini menyebabkan penyakit kelamin yang disebut kencing nanah
atau gonore, tidak sama dengan sifilis..
70
dengan kuman, maka terjadilah proses pembusukan, bernanah dan menimbulkan rasa
sakit.karena letaknya di vagina bagian luar, kista akan terjepit terutama saat duduk dan berdiri
menimbulkan rasa nyeri yang terkadang disertai dengan demam. Pasien berjalan mengegang
ibarat menjepit bisul diselangkangan.
MANIFESTASI KLINIK
Jika kista duktus bartholini masih kecil dan belum terjadi inflamasi, penyakit ini bisa
menjadi asimptomatik. Kista biasanya nampak sebagai massa yang menonjol secara medial
dalam introitus posterior pada regio yang duktusnya berakhir di dalam vestibula. Jika kista
menjadi terinfeksi maka bisa terjadi abses pada kelenjar. Indurasi biasa terjadi pada sekitar
kelenjar, dan aktivitas seperti berjalan, duduk atau melakukan hubungan seksual bisa
menyebabkan rasa nyeri pada vulva.11
Kista duktus bartholini dan abses glandular harus dibedakan dari massa vulva lainny.
Karena kelenjar bartholini biasanya mengecil saat menopause, pertumbuhan vulva pada
wanita postmenopause harus dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya keganasan,
khususmya jika massa irreguler, nodular dan indurasi persisten.11
Gejala Klinis
Kista bartholini tidak selalu menyebabkan keluhan akan tetapi kadang dirasakan
sebagai benda padat dan menimbulkan kesulitan pada waktu koitus. Jika kista bartholini
masih kecil dan terinfeksi, umumnya asimtomatik. Tetapi bila berukuran besar dapat
menyebabkan rasa kurang nyaman saat berjalan atau duduk. Tanda kista bartholini yang tidak
terinfeksi berupa penonjolan yang tidak nyeri pada salah satu sisi vulva disertai kemerahan
atau pembengkakan pada daerah vulva.
71
menjadi sebesar telur bebek. Jika belum menjadi abses, keadaan bisa diatasi dengan
antibiotik, jika sudah bernanah harus dikeluarkan dengan sayatan.11
Adapun jika kista terinfeksi maka dapat berkembang menjadi abses bartholini dengan
gejala klinik berupa:
- Nyeri saat berjalan, duduk, beraktivitas fisik, atau berhubungan seksual
- Umumnya tidak disertai demam, kecuali jika terinfeksi dengan mikroorganisme
yang ditularkan melalui hubungan seksual atau ditandai dengan adanya perabaan
kelenjar limfe pada inguinal.
- Pembengkakan area vulva selama 2-4 hari
- Biasanya ada sekret di vagina, kira-kira 4 sampai 5 hari pasca
pembengkakan,terutama jika infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang ditularkan
melalui hubungan seksual
- Dapat terjadi ruptur spontan
- Teraba massa unilateral pada labia mayor sebesar telur ayam, lembut dan
berfluktuasi, atau terkadang tegang dan keras
Radang pada glandula bartholini dapat terjadi berulang-ulang dan akhirnyan dapat
menjadi menahun dalam bentuk kista bartholini. Kista tidak selalu menyebabkan keluhan,
tapi dapat terasa berat dan mengganggu koitus. Jika kistanya tidak besar dan tidak
menimbulkan gangguan, tidak perlu dilakukan tindakan apa-apa; dalam hal lain perlu
dilakukan pembedahan.
DIAGNOSIS
Anamnesis yang baik dan pemeriksaan fisik sangat mendukung suatu diagnosis, pada
anamnesia ditanyakan tentang gejala seperti:11
- Panas
- Gatal
- Sudah berapa lama gejala berlangsung
- Kapan mulai muncul
- Faktor yang memperberat gejala
- Apakah penah berganti pasangan seks
- Keluhan saat berhubungan
- Riwayat penyakit menular seks sebelumnya
- Riwayat penyakit kulit dalam keluarga
- Riwayat keluarga mengidap penyakit kanker kelamin
- Riwayat penyakit yang lainnya misalnya diabetes dan hipertensi
- Riwayat pengobatan sebelumnya
Kista atau abses bartholini didiagnosis melalui pemeriksaan fisik, khususnya dengan
pemeriksaan ginekologis pelvis. Pada pemeriksaan fisis dengan posisi litotomi, kista terdapat
di bagian unilateral, nyeri, fluktuasi dan terjadi pembengkakan yang eritem pada posisi jam 4
72
atau 8 pada labium minus posterior, jika kista terinfeksi, pemeriksaan kultur jaringan
dibutuhkan untuk mengidentifikasi jenis bakteri penyebab abses dan untuk mengetahui ada
tidaknya infeksi akibat penyakit menular seksual seperti Gonorrhea dan chlamydia. Untuk
kultur diambil swab dari abses atau dari daerah lain seperti serviks. Hasil tes ini baru diliat
setelah 48 jam kemudian, tetapi hal ini tidak dapat menunda pengobatan. Dari hasil ini dapat
diketahui antibiotik yang tepat yang perlu diberikan. Biopsi dapat dilakukan pada kasus yang
dicurigai keganasan.
PENATALAKSANAAN
Cara:
Word catheter biasanya digunakan ada penyembuhan kista duktus bartholin dan abses
bartholin. Panjang tangkai catheter 1 inch dan mempunyai diameter seperti foley catheter
no.10 .Balon catheter hanya bais menampung 3 ml normal saline.
73
Cara:13
Proses epithelisasi pada tindakan bedah terjadi setelah 4-6 mgg, word catheter akan dilepas
setelah 4-6 mgg, meskipun epithelisasa bias terbentuk pada 3-4 mg. Bedrest selama 2-3 hari
mempercepat penyembuhan. Meskipun dapat menimbulkan terjadinya selulitis, antibiotik
tidak diperlukan. Antibiotik diberikan bila terjadi selulitis ( jarang).13
Marsupialisasi
Cara :
74
-
Penggunaan antibiotik
- Antibiotik sesuai dengan bakteri enyebab yang diketahui secara pasti dari hasil
pengecatan gram maupun kultur pus dari abses kelenjar bartholin
- Infeksi Neisseria gonorrhoe:
Ciprofloxacin 500mg single dose
Ofloxacin 400mg single dose
Cefixime 400mg oral (aman untuk anak dan bumil)
Ceftriaxon 200 mg i.m (aman untuk anak dan bumil)
8. KEPUTIHAN
Leukorea (white discharge, fluor albus, keputihan) adalah nama gejala yang diberikan
kepada cairan yang dikeluarkan dari alat-alat genital yang tidak berupa darah. Dalam kondisi
normal, kelenjar pada serviks menghasilkan suatu cairan jernih yang keluar, bercampur
dengan bakteri, sel-sel vagina yang terlepas dan sekresi dari kelenjar Bartolin. Selain itu
sekret vagina juga disebabkan karena aktivitas bakteri yang hidup pada vagina yang normal.
75
Pada perempuan, sekret vagina ini merupakan suatu hal yang alami dari tubuh untuk
membersihkan diri, sebagai pelicin dan pertahanan dari berbagai infeksi. Dalam kondisi
normal, sekret vagina tersebut tampak jernih, putih keruh atau berwarna kekuningan ketika
mengering pada pakaian. Sekret ini non-irritan, tidak mengganggu, tidak terdapat darah, dan
memiliki pH 3,5-4,5. Flora normal vagina meliputi Corinebacterium, Bacteroides,
Peptostreptococcus, Gardnerella, Mobiluncuc, Mycoplasma dan Candida spp. Lingkungan
dengan pH asam memberikan fungsi perlindungan yang dihasilkan oleh lactobacilli.(1,2)
Leukorea merupakan gejala yang paling sering dijumpai pada penderita ginekologik,
adanya gejala ini diketahui penderita karena mengotori celananya. Dapat dibedakan antara
leukorea yang fisiologik dan yang patologik. Leukorea fisiologik terdiri atas cairan yang
kadang-kadang berupa mukus yang mengandung banyak epitel dengan leukosit yang jarang
sedang pada leukorea patologik terdapat banyak leukosit.(2)
Penyebab paling penting dari leukorea patologik ialah infeksi. Disini cairan
mengandung banyak leukosit dan warnanya agak kekuning-kuningan sampai hijau, seringkali
lebih kental dan berbau. Radang vulva, vagina, serviks dan kavum uteri dapat menyebabkan
leukorea patologik; pada adneksitis gejala tersebut dapat pula timbul. Selanjutnya leukorea
ditemukan pada neoplasma jinak atau ganas, apabila tumor itu dengan permukaannya untuk
sebagian atau seluruhnya memasuki lumen saluran alat-alat genital.(2)
EPIDEMIOLOGI
Sekret vagina sering tampak sebagai suatu gejala genital. Proporsi perempuan yang
mengalami flour albus bervariasi antara 1 -15% dan hampir seluruhnya memiliki aktifitas
seksual yang aktif, tetapi jika merupakan suatu gejala penyakit dapat terjadi pada semua
umur. Seringkali fluor albus merupakan indikasi suatu vaginitis, lebih jarang merupakan
indikasi dari servisitis tetapi kadang kedua-duanya muncul bersamaan. Infeksi yang sering
menyebabkan vaginitis adalah Trikomoniasis, Vaginosis bacterial, dan Kandidiasis. Sering
penyebab noninfeksi dari vaginitis meliputi atrofi vagina, alergi atau iritasi bahan kimia.
Servisitis sendiri disebabkan oleh Gonore dan Klamidia. Prevalensi dan penyebab vaginitis
masih belum pasti karena sering didiagnosis dan diobati sendiri. Selain itu vaginitis seringkali
asimptomatis dan dapat disebabkan lebih dari satu penyebab.(2)
ETIOLOGI
76
Fluor albus fisiologik pada perempuan normalnya hanya ditemukan pada daerah
porsio vagina. Sekret patologik biasanya terdapat pada dinding lateral dan anterior vagina.(2)
a. Bayi baru lahir sampai umur kira-kira 10 hari: disini sebabnya ialah pengaruh estrogen dari
plasenta terhadap uterus dan vagina janin.
b. Waktu disekitar menarche karena mulai terdapat pengaruh estrogen. Leukore disini hilang
sendiri akan tetapi dapat menimbulkan keresahan pada orang tuanya.
c. Wanita dewasa apabila ia dirangsang sebelum dan pada waktu koitus, disebabkan oleh
pengeluaran transudasi dari dinding vagina.
d. Waktu disekitar ovulasi, dengan sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri menjadi lebih
encer.
e. Pengeluaran sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri juga bertambah pada wanita dengan
penyakit menahun, dengan neurosis, dan pada wanita dengan ektropion porsionis uteri. (1)
1. Infeksi :
2. Iritasi :
77
- Pembersih vagina.
4. Fistula(3)
5. Benda asing(3)
6. Radiasi
7. Penyebab lain(3) :
PATOGENESIS
Meskipun banyak variasi warna, konsistensi, dan jumlah dari sekret vagina bisa
dikatakan suatu yang normal, tetapi perubahan itu selalu diinterpretasikan penderita sebagai
suatu infeksi, khususnya disebabkan oleh jamur. Beberapa perempuan pun mempunyai sekret
vagina yang banyak sekali. Dalam kondisi normal, cairan yang keluar dari vagina
mengandung sekret vagina, sel-sel vagina yang terlepas dan mucus serviks, yang akan
bervariasi karena umur, siklus menstruasi, kehamilan, penggunaan pil KB.(2)
Lingkungan vagina yang normal ditandai adanya suatu hubungan yang dinamis antara
Lactobacillus acidophilus dengan flora endogen lain, estrogen, glikogen, pH vagina dan hasil
metabolit lain. Lactobacillus acidophilus menghasilkan endogen peroksida yang toksik
terhadap bakteri pathogen. Karena aksi dari estrogen pada epitel vagina, produksi glikogen,
lactobacillus (Doderlein) dan produksi asam laktat yang menghasilkan pH vagina yang
rendah sampai 3,8-4,5 dan pada level ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain.(2)
Kandidiasis vaginalis merupakan infeksi vagina yang disebabkan oleh Candida sp.
terutama C. albicans. Infeksi Candida terjadi karena perubahan kondisi vagina. Sel ragi akan
berkompetisi dengan flora normal sehingga terjadi kandidiasis. Hal-hal yang mempermudah
pertumbuhan ragi adalah penggunaan antibiotik yang berspektrum luas, penggunaan
78
kontrasepsi, kadar estrogen yang tinggi, kehamilan, diabetes yang tidak terkontrol, pemakaian
pakaian ketat, pasangan seksual baru dan frekuensi seksual yang tinggi. Perubahan
lingkungan vagina seperti peningkatan produksi glikogen saat kehamilan atau peningkatan
hormon esterogen dan progesterone karena kontrasepsi oral menyebabkan perlekatan
Candida albicans pada sel epitel vagina dan merupakan media bagi prtumbuhan jamur.
Candida albicans berkembang dengan baik pada lingkungan pH 5-6,5. Perubahan ini bisa
asimtomatis atau sampai sampai menimbulkan gejala infeksi. Penggunaan obat
immunosupresan juga menajdi faktor predisposisi kandidiasis vaginalis. (4,5)
Vaginitis sering disebabkan karena flora normal vagina berubah karena pengaruh
bakteri patogen atau adanya perubahan dari lingkungan vagina sehingga bakteri patogen itu
mengalami proliferasi. Antibiotik kontrasepsi, hubungan seksual, stres dan hormon dapat
merubah lingkungan vagina tersebut dan memacu pertumbuhan bakteri patogen. Pada
vaginosis bacterial, diyakini bahwa faktor-faktor itu dapat menurunkan jumlah hidrogen
peroksida yang dihasilkan oleh Lactobacillus acidophilus sehingga terjadi perubahan pH dan
memacu pertumbuhan Gardnerella vaginalis, Mycoplasma hominis dan Mobiluncus yang
normalnya dapat dihambat. Organisme ini menghasilkan produk metabolit misalnya amin,
yang menaikkan pH vagina dan menyebabkan pelepasan sel-sel vagina. Amin juga
merupakan penyebab timbulnya bau pada flour albus pada vaginosis bacterial.(2)
Flour albus mungkin juga didapati pada perempuan yang menderita tuberculosis,
anemia, menstruasi, infestasi cacing yang berulang, juga pada perempuan dengan keadaan
umum yang jelek , higiene yang buruk dan pada perempuan yang sering menggunakan
pembersih vagina, disinfektan yang kuat.
GEJALA KLINIS
Segala perubahan yang menyangkut warna dan jumlah dari sekret vagina meerupakan
suatu tanda infeksi vagina. Infeksi vagina adalah sesuatu yang sering kali muncul dan
sebagian besar perempuan pernah mengalaminya dan akan memberikan beberapa gejala fluor
albus:1
79
- Sekret vagina yang bertambah banyak
Vaginosis bacterial Sekret vagina yang keruh, encer, putih abu-abu hingga kekuning-
kuningan dengan bau busuk atau amis. Bau semakin bertambah setelah hubungan seksual
Trikomoniasis Sekret vagina biasanya sangat banyak kuning kehijauan, berbusa dan
berbau amis.
Kandidiasis Sekret vagina menggumpal putih kental. Gatal dari sedang hingga berat
dan rasa terbakar kemerahan dan bengkak didaerah genital Tidak ada komplikasi yang serius
Infeksi klamidia Biasanya tidak bergejala. Sekret vagina yang berwarna kuning
seperti pus. Sering kencing dan terdapat perdarahan vagina yang abnormal
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Sitologi vagina
- Vaginoskopi
80
- Pemeriksaan PH vagina.
- Penilaian swab untuk pemeriksaan dengan larutan garam fisiologis dan KOH 10 % .
- Pap smear.
- Biopsi.
DIAGNOSIS
- Anamnesis(3)
Ditanyakan mengenai usia, metode kontrasepsi yang dipakai oleh akseptor KB kontak
seksual, perilaku, jumlah, bau dan warna leukore, masa inkubasi, penyakit yang diderita,
penggunaan obat antibiotik atau kortikosteroid dan keluhan-keluhan lain
Inspeksi Kulit perut bawah, rambut pubis, terutama perineum, dan anus. Inspeksi dan palpasi
genitalia eksterna. Pemeriksaan spekulum untuk vagina dan serviks, pemeriksaan bimanual
pelvis, palpasi kelenjar getah bening dan femoral.
- Laboratorium (7)
Hasil pengukuran pH cairan vagina dapat ditentukan dengan kertas pengukur pH dan pH
diatas 4,5 sering disebabkan oleh trichomoniasis tetapi tidak cukup spesifik. Cairan juga
dapat diperiksa dengan melarutkan sampel dengan 2 tetes larutan normal saline 0,9% diatas
objek glass dan sampel kedua di larutkan dalam KOH 10%. Penutup objek glass ditutup dan
diperiksa dibawah mikroskop. Sel ragi atau pseudohyphae dari candida lebih mudah
didapatkan pada preparat KOH. Namun kultur T. vaginalis lebih sensitive disbanding
pemeriksaan mikroskopik.
Secara klinik, untuk menegakkan diagnosis vaginosis bakterial harus ada tiga dari
empat kriteria sebagai berikut, yaitu: (1) adanya sel clue pada pemeriksaan mikroskopik
81
sediaan basah, (2) adanya bau amis setelah penetesan KOH 10% pada cairan vagina, (3) duh
yang homogen, kental, tipis, dan berwarna seperti susu, (4) pH vagina lebih dari 4.5 dengan
menggunakan nitrazine paper.
PENATALAKSANAAN
Untuk menghindari komplikasi yang serius dari keputihan (fluor albus), sebaiknya
penatalaksanaan dilakukan sedini mungkin sekaligus untuk menyingkirkan kemungkinan
adanya penyebab lain seperti kanker leher rahim yang juga memberikan gejala keputihan
berupa sekret encer, berwarna merah muda, coklat mengandung darah atau hitam serta berbau
busuk.(8)
Penatalaksanan keputihan tergantung dari penyebab infeksi seperti jamur, bakteri atau
parasit. Umumnya diberikan obat-obatan untuk mengatasi keluhan dan menghentikan proses
infeksi sesuai dengan penyebabnya. Obat-obatan yang digunakan dalam mengatasi keputihan
biasanya berasal dari golongan flukonazol untuk mengatasi infeksi candida dan golongan
metronidazol untuk mengatasi infeksi bakteri dan parasit. Sediaan obat dapat berupa sediaan
oral (tablet, kapsul), topikal seperti krem yang dioleskan dan uvula yang dimasukkan
langsung ke dalam liang vagina. Untuk keputihan yang ditularkan melalui hubungan seksual,
terapi juga diberikan kepada pasangan seksual dan dianjurkan untuk tidak berhubungan
seksual selama masih dalam pengobatan. Selain itu, dianjurkan untuk selalu menjaga
kebersihan daerah intim sebagai tindakan pencegahan sekaligus mencegah berulangnya
keputihan yaitu dengan :
1. Pola hidup sehat yaitu diet yang seimbang, olah raga rutin, istirahat cukup, hindari rokok
dan alkohol serta hindari stres berkepanjangan.
2. Setia kepada pasangan. Hindari promiskuitas atau gunakan kondom untuk mencegah
penularan penyakit menular seksual.
3. Selalu menjaga kebersihan daerah pribadi dengan menjaganya agar tetap kering dan tidak
lembab misalnya dengan menggunakan celana dengan bahan yang menyerap keringat,
hindari pemakaian celana terlalu ketat. Biasakan untuk mengganti pembalut, pantyliner pada
waktunya untuk mencegah bakteri berkembang biak.
4. Biasakan membasuh dengan cara yang benar tiap kali buang air yaitu dari arah depan ke
belakang.
82
5. Penggunaan cairan pembersih vagina sebaiknya tidak berlebihan karena dapat mematikan
flora normal vagina. Jika perlu, lakukan konsultasi medis dahulu sebelum menggunakan
cairan pembersih vagina.
6. Hindari penggunaan bedak talkum, tissue atau sabun dengan pewangi pada daerah vagina
karena dapat menyebabkan iritasi.
Tujuan pengobatan
- Menghilangkan gejala
- Memberantas penyebabrnya
Fisiologis : tidak ada pengobatan khusus, penderita diberi penerangan untuk menghilangkan
kecemasannya.
Topikal
Sistemik
83
- Nimorazol 2 gram dosis tunggal
2. Chlamidia trachomatis
3. Gardnerella vaginalis
- Metronidazole 2 x 500 mg
4. Neisseria gonorhoeae
- Amoksisiklin 3 gr im
Ditambah :
84
- Tiamfenikol 3,5 gram oral
- Kanamisin 2 gram im
- Spektinomisin 2 mg im atau
Ditambah
6. Penyebab lain :
PROGNOSIS
85
9. KONTRASEPSI
Definisi
Kontrasepsi adalah usaha-usaha untuk mencegah kehamilan (Sarwono, 2005).
Kontrasepsi merupakan metode yang dapat digunakan untuk menyelamatkan ibu dan anak
akibat melahirkan pada usia muda (fase menunda atau mencegah kehamilan), jarak kelahiran
yang terlalu dekat (fase menjarangkan kehamilan) dan melahirkan pada usia tua (fase
menghentikan atau mengakhiri kehamilan).
2.2 Tujuan
86
Kontrasepsi bertujuan untuk pasangan yang ingin menunda kehamilan, menjarangkan
kehamilan setelah persalinan atau setelah keguguran, selain itu pemberian kontrasepsi berupa
pil berguna dalam penekanan Luteinizing Hormon (LH) yang dapat mempengaruhi kadar
HCG dalam kasus molahidatidosa.
Perencanaan pemilihan kontrasepsi apa yang akan dipakai nantinya harus rasional.
87
Viskositas cairan vagina meningkat akibat pengaruh estrogen tinggi, uji rentang lendir
vagina (Spinbarkeitt) panjang. Ovulasi dapat diketahui dengan pemeriksaan lendir
cervix, suhu basal dan sitologivaginal. Menentukan masa subur isteri dipakai 3 patokan :
- Ovulasi terjadi 14+2 hari sebelum haid yang akan datang
- Sperma dalam saluran reproduksi wanita dapat hidup dan membuahi dalam 72
jam setelah ovuasi
- Ovum dapat bertahan hidup sampai 24 jam setelah ovulasi. Jika siklus haid tidak
teratur : hati-hati dalam perhitungan.
2. Metode suhu badan basal ( termal )
Menjelang ovulasi suhu basal badan akan turun. Kurang lebih 24 jam sesudah ovulasi
suhu basal badan akan naik lagi sampai lebih tinggi daripada suhu sebelum ovulasi.
Fenomena ini dapat digunakan untuk menentukan saat ovulasi. Suhu basal badan dicatat
dengan teliti setiap hari. Suhu basal maksudnya adalah suhu yang diukur di waktu pagi
segera sesudah bangun tidur dan sebelum melakukan aktivitas apapun.
3. Coitus Interuptus
Cara ini merupakan cara kontrasepsi yang tertua yang dikenal oleh manusia, dan
mungkin masih merupakan cara yang banyak dilakukan sampai sekarang. Senggama
terputus ialah penarikan penis dari vagina sebelum terjadi ejakulasi. Hal ini berdasarkan
kenyataan, bahwa akan terjadinya ejakulasi disadari sebelumnya oleh sebagian besar
pria, dan setelah itu masih ada wakru kira-kira 1 detik sebelum ejakulasi terjadi. Waktu
yang singkat ini dapat digunakan untuk menarik penis keluar dari vagina.
Keuntungannya cara ini tidak membutuhkan biaya, alat-alat, maupun persiapan, akan
tetapi kekurangannya bahwa untuk mensukseskan cara ini dibutuhkan pengendalian diri
yang besar dari pihak pria. Beberapa pria karenafaktor jasmani dan emosional tidak dapt
mempergunakan cara ini.
4. Metode Amenore Laktasi
Dengan menyusui, akan keluar hormon prolaktin yang menyebabkan amenore dan
anovulasi infertilitas makin tinggi kadar prolaktin, makin besar kejadian anovulasi.
Menyusui harus dilakukan secara penuh / full dan sering. Dengan menyusui penuh,
efektifitas kontrasepsi alami akan bertahan 3-6 bulan.
b. Dengan menggunakan alat
Mekanis ( barrier )
1. Kondom
Prinsip kerja kondom adalah sebagai perisai dari penis sewaktu melakukan koitus,
dan mencegah pengumpulan sperma dalam vagina. Bentuk kondom adalah silindris dengan
88
pinggir yang tebal pada ujung yang terbuka, sedang ujung yang buntu berfungsi sebagai
penampung sperma. Diameternya biasanya kira-kira 31-36,5 mm dan panjang lebih kurang
19mm. Kondom dilapisi dengan pelicin yang bersifat spermatisid.
Keuntungan kondom selain untuk memberi perlindungan terhadap penyakit
kelamin, dapat juga sebagai kontrasepsi. Kekurangannya ialah ada kalanya pasangan yang
mempergunakannya merasakan selaput karet tersebut sebagai peghalang dalam kenikmatan
sewaktu melakukan koitus. Adapula pasangan yang tidak menyukai kondom adanya asosiasi
dengan soal pelacuran. Sebab-sebab kegagalan memakai kondom ialah bocor atau koyaknya
alat tersebut atau tumpahnya seperma akibat tidak dikeluarkannya penis setelah terjadi
ejakulasi. Efek samping penggunaan kondom tidak ada, kecuali ada alergi terhadap bahan
untuk membuat karet.
Mengenai pemakaian kondom perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Jangan melakukan koitus sebelum kondom terpasang dengan baik.
Pasanglah kondom sepanjang penis yang sedang ereksi. Pada pria yang tidak
sirkumsisi, preputium harus ditarik terlebih dahulu.
Tinggalkan sebagian kecil dari ujung kondom untuk menampung sperma. Pada
kondom yang mempunyai kantong kecil ujungnya, keluarkanlah udara terlebih dahulu
sebelum kondom dipasang.
Pergunakanlah bahan pelicin secukupnya pada permukaan kondom untuk mencegah
terjadinya robekan.
Keluarkanlah penis dari vagina sewaktu masih dalam keadaan ereksi dan tahanlah
kondom pada tempatnya ketika penis dikeluarkan dari vagina supaya sperma tidak
tumpah.
Gambar 1. Kondom
2. Diafrgama
Dewasa ini diafragma vaginal terdiri atas kantong karet yang berbentuk mangkuk
dengan per elastis pada pinggirnya. Per ini ada yang terbuat dari logam tipis yang tidak dapat
berkarat, ada pula yang dari kawat halus yang tergulung sebagai spiral dan mempunyai sifat
seperti per.
89
Ukuran diafragma vaginal yang beredar di pasaran mempunyai diameter antara 55
sampai 100mm. Tiap-tiap ukuran mempunyai perbedaan diameter masing-masing 5 mm.
Besarnya ukuran diafragma yang akan dipakai oleh akseptor ditentukan secara individual.
Diafragma dimasukkan kedalam vagina sebelum koitus untuk menjaga sperma
tidak masuk ke uterus. Untuk memperkuat efek diafragma, obat spermatisida dimasukkan ke
dalam mangkuk dan dioleskan pada pinggirnya. Diafragma vaginal sering dianjurkan dalam
hal:
Keadaan dimana tidak tersedia cara lebih baik.
Jika frekuensi koitus tidak seberapa tinggi, sehingga tidak dibutuhkan
perlindungan terus menerus;
Jika pemakaian pil, AKDR, atau cara lain harus dihentikan untuk sementara
waktu oleh karene sesuatu sebab.
Pada keadaan-keadaan tertentu pemakaian diafragma tidak dapat dibenarkan,
misalnya pada:
Sistokel yang berat
Prolapsus uteri
Fistula vagina
Hiperantefleksio atau hiperretrofleksio uteri
Diafragma paling cocok untuk dipakai pada wanita dengan dasar panggul yang
tidak longgar dan dengan tonus dinding vagina yang baik.
Umumnya diafragma vaginal tidak menimbulkan banyak efek sampingan. Efek
sampingan mungkin disebabkan oleh reaksi alergik terhadap obat-obat spermatisida yang
dipergunakan, atau oleh karena terjadi perkembangbiakan bakteri yang berlebihan di dalam
vagina jika diafragma dibiarkan terlalu lama disitu.
Kekurangan dari penggunaan diafragma vagina adalah: 1) diperlukan motivsi yang
cukup kuat; 2) Umumnya hanya cocok untuk wanita terpelajar dan tidak untuk digunakan
secara massal; 3) Pemakaian yang tidak teratur dapat menimbulkan kegagalan; 4) tingkat
kegagalan lebih tinggi daripada pil atau AKDR.
Manfaat dari penggunaan diafragma adalah: 1) hampir tidak ada efek sampingan;
2) dengan motivasi yang baik dan pemakaian yang betul, hasilnya cukup memuaskan; 3)
dapat dipakai untuk pengganti pil atau AKDR pada wanita-wanita yang tidak boleh
mempergunakan pil atau AKDR karena sebab-sebab tertentu.
Cara pemakaian diafragma vaginal
90
Jika akseptor telah setuju mempergunakan cara ini, terlabih dahulu ditentukan
ukuran diafragma yang akan dipakai, dengan mengukur jarak antara simfisis bagian bawah
dan forniks vaginae posterior dengan menggunakan jari telunjuk dari jari tengah tangan
dokter, yang dimasukkan kedalam vagina akseptor. Kemudian, kepadanya diterangkan
anatomi alat-alat genitalia bagian dalam dari wanita, dan dijelaskan serta di demonstrasikan
cara memasang diafragma vaginal. Pinggir mangkuk dijepit antara ibu jari dan jari telunjuk,
dan diafragma dimasukkan kedalam vagina sesuai dengan sumbunya.
91
Gambar 3. Spermisida
2.5 Metode Modern
Kontrasepsi hormonal
Dibawah pengaruh hipothalamus, hipofisis mengeluarkan menurut urutan tertentu
Follicle Stimulating Hormon (FSH) Luteinizing Hormone (LH). Hormon-hormon ini dapat
merangsang ovarium untuk membuat estrogen dan progesteron. Dua hormon terakhir ini
menumbuhkan endometrium pada waktu daur haid, dalam keseimbangan yang tertentu,
menyebabkan ovulasi, dan akhirnya penurunan kadarnya mengakibatkan disintegrasi
endometrium dan haid. Penyelidikan lebih lanjut menunjukkan bahwa baik estrogen maupun
progesteron dapat mencegah ovulasi. Pengetahuan ini menjadi dasar untuk menggunakan
kombinasi estrogen dan progesteron sebagai cara kontrasepsi dan jalan mencegah terjadinya
ovulasi.
Pil-pil hormonal terdiri atas komponen estrogen dan komponen progestagen, atau
oleh salah satu dari komponen itu. Hormon steroid sintetik dalam metabolismenya sangat
berbeda dari hormone steroid yang dikeluarkan oleh ovarium. Umumnya dapat dikatakan
bahwa komponen estrogen dalam pil dengan jalan menekan sekresi FSH menghalangi
maturasi folikel dan ovarium. Karena pengaruh estrogen dari ovarium tidak ada, tidak
terdapat pengeluaran LH. Ditengah-tengah daur haid kurang terdapat FSH dan tidak ada
peningkatan kadar LH menyebabkan ovulasi terganggu. Pengaruh komponen progestagen
dalam pil kombinasi memperkuat khasiat estrogen untuk mencegah ovulasi, sehingga dalam
95-98% tidak terjadi ovulasi. Selanjutnya, estrogen dalam dosis tinggi dapat pula
mempercepat perjalanan ovum dan menyulitkan terjadinya implantasi dalam endometrium
dari ovum yang sudah dibuahi.
Komponen progestagen dalam pil kombinasi seperti tersebut diatas memperkuat
daya estrogen untuk mencegah ovulasi. Progestagen sendiri dalam dosis tinggi dapat
menghambat ovulasi, akan tetapi tidak pada dosis rendah. Selanjutnya progestagen
mempunyai khasiat sebagai berikut:
1) Lendir serviks uteri menjadi lebih ketal, sehingga menghalangi penetrasi
spermatosoon untuk masuk kedalam uterus.
92
2) Kapasitasi spermatosoon yang perlu untuk memasuki ovum terganggu.
3) Beberapa progestagen tertentu, seperti noretinodrel mempunyai efek antiestrogenik
terhadap endometrium, sehingga menyulitkan mplantasi ovum yang sudah dibuahi.
Per-oral (pil)
1. Pil oral kombinasi ( POK )
Pil kombinasi merupakan pil kontrasepsi yang saat ini dianggap paling efektif. Selain
mencegah terjadinya ovulasi, pil juga mempunya efek lain terhadap traktus genitalis, seperti
menimbulkan perubahan-perubahan pada lendir cerviks, sehingga menjadi kurang banyak
dan kental, yang mengakibatkan sperma tidak dapat memasuki cavum uteri. Juga terjadi
perubahan-perubahan motilitas tuba fallopi dan uterus. Dewasa ini terdapat banyak macam
pil kombinasi, tergantung dari jenis dan dosis estrogen serta jenis progesteron yang dipakai.
Efek Samping
Hormon-hormon dalam pil harus cukup kuat untuk dapat mengubah proses biologik,
sehingga ovulasi tidak terjadi. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika kadang-kadang
timbul efek samping. Efek tersebut pada umumnya ditemukan pada pil kombinasi dengan
kelebihan estrogen atau peda pil dengan kelebihan progesteron. Perlu juga diketahui behwa
antara jenis-jenis progestagen terdapat perbedaan mengenai efek tambahan, yakni efek
estrogenik, atau efek androgenik, atau efek metabolik.
93
lama dengan dosis estrogen yang tinggi dapat menyebabkan pembesaran mioma uteri, akan
tetapi biasanya pembesaran itu berhenti jika pemakaian pil dihentikan. Pemakaian pil kadang-
kadang dapat menyembuhkan pertumbuhan endometrium yang berlebihan dibawah pengaruh
estrogen.
Rendahnya dosis estrogen dalam pil dapat mengakibatkan spotting dan breaktrough
bleeding dalam masa intermenstruum.
Efek Karena kelebihan Progestagen
Progestagen dalam dosis yang berlebihan dapat menyebabkan perdarahan tidak
teratur, bertambahnya nafsu makan disertai bertambahnya berat badan, akne, alopesia,
kadang-kadang mamae mengecil, flour albus hipomenorea. Bertambahnya berat badan karena
progestagen kiranya disebabkan oleh bertambahnya nafsu makan dan efek metabolik hormon.
Akne dan alopesia bisa timbul karena efek androgenik dari jenis progestagen yang dipakai
dalam pil. Progestagen dapat menyebabkan mengecilnya mamae, jika hal ini tidak disenangi
oleh akseptor, dapat diberikan kepadanya pil dengan estrogen lebih banyak.
Flour albus yang kadang-kadang ditemukan pada pil dengan progestagen dalam dosis
tinggi, mungkin disebabkan oleh meningkatnya infeksi dengan kandida albikans. Kadang-
kadang wanita yang minum pi dengan kelebihan progestagen menderita depresi. Ada alasan
kuat bahwa depresi itu timbul pada wanita yang sehat, akan tetapi pada wanita yang
sebelumnya sudah secara emosional tidak stabil.
Efek samping yang berat
Bahaya yang dikhawatirkan dengan pil adalah trombo-emboli, termasuk
tromboflebitis, emboli paru-paru, dan trombosis otak. Mengenai hal ini laporan-laporan
dalam kepustakaan sering kali bertentangan. Yang dapat dipakai sebagai pegangan ialah,
bahwa kemungkinan untuk terjadinya trombo emboli pada wanita yang minum pil, lebih
besar apabila ada faktor-faktor yang memberikan predisposisi, seperti merokok, hipertensi,
diabetes melitus, obesitas.
Kontraindikasi
Tidak semua wanita dapat menggunakan pil kombinasi untuk kontrasepsi.
Kontraindikasi terhadap penggunaannya dapat dibagi dalam kontraindikasi mutlak dan relatif.
Kontraindikasi mutlak
1. Adanya tumor yang dipengaruhi estrogen
2. Penyakit-penyakit hati yang aktif, baik akut maupun menahun
3. Pernah mengalami tromboflebitis, tromboemboli, kelainan serebro-vaskuler
94
4. Diabetes mellitus
5. Kehamilan
Kontraindikasi relatif
1. Depresi
2. migrain
3. Mioma uteri
4. Hipertensi
5. Oligomenorea
Pemberian pil kombinasi kepada wanita yang mempunyai kelainan tersebut harus
diawasi secara teratur dan terus-menerus, sekurang-kurangnya sekali dalam tiga bulan.
Kelebihan pil kombinasi
1. Efektifitasnya dapat dipercaya ( Daya guna teoritis hampir 100 %, daya guna pemakaian
95-98 %
2. Frekuensi koitus tidak perlu diatur
3. siklus haid teratur
4. Keluhan-keluhan disminore yang primer menjadi berkurang
Kekurangan pil kombinasi
1. Harus diminum tiap hari sehingga kadang-kadang merepotkan
2. Motivasi harus kuat
3. Adanya efek samping walaupun sementara, seperti mual, sakit kepala, muntah, buah dada
menjadi nyeri
4. Kadang-kadang setelah minum pil dapat minum amenore yang persisten
Cara Pemakaian Pil Kombinasi
Ada pil kombinasi yang dalam satu bungkus berisi 21 (atau 22) pil dan ada yang berisi
28 pil. Pil yang berjumlah 21-22 diminum mulai hari ke 5 haid tiap hari satu pil terus
menerus, dan kemudian berhenti jika isi bungkus habis, sebaiknya pil diminum pada waktu
tertentu, misalnya malam sebelum tidur. Beberapa hari setelah minum pil dihentikan,
biasanya terjadi withdrawal bleeding dan pil pada bungkus kedua dimulai hari ke-5 dari
permulaan perdarahan. Apabila tidak terjadi withdrawal bleeding, maka pil pada bungkus
kedua mulai diminum 7 hari setelah pil pada bungkus pertama habis. Pil dalam bungkus 28
pil diminum tiap malam terus menerus. Pada hari pertama haid pil yang inaktif mulai
diminum, dan dipilih pil menurut hari yang ditentukan dalam bungkus. Keuntungan minum
pil berjumlah 28 biji adalah bahwa karena pil ini diminum tiap hari terus menerus, tidak
95
mudah dilupakan. Jika lupa meminumnya, pil tersebut hendaknya diminum keesokkan
paginya, sedang pil untuk hari tersebut diminum pada waktu yang biasa. Jika lupa minum pil
dua hari berturut-turut, dapat diminum 2 pil keesokan harinya dan 2 pil lusanya. Selanjutnya
dalam hal demikian, dipergunakan cara kontrasepsi yang lain selama sisa hari dari siklus
yang bersangkutan. Demikian pula hendaknya jika mulai minum pil, digunakan cara
kontrasepsi lain selama sedikitnya 2 minggu. Petunjuk umum untu hal ini ialah: Anggaplah
bungkus pertama belum aman
Sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan sediaan apus (Papanicolaou smear)
dan pemeriksaan mamae setahun sekali pada pemakai pil.
2. Mini pil
Pada Tahun 1965 Rudell dkk. Menemukan bahwa pemberian progestagen
(khlormadinon asetat) dalam dosis kecil (0,5 mg per hari) menyebabkan wanita tersebut
menjadi infertile. Mini pill bukan merupakan penghambat ovulasi oleh karena selama
memakan pil mini ini ovulasi kadang-kadang masih dapat terjadi. Efek utamanya ialah
terhadap lendir serviks, dan juga terhadap endometrium, sehingga nidasi blastokista tidak
dapat terjadi. Mini pill ini umumnya tidak dipakai sebagai kontrasepsi.
3. Morning After pil
Pada tahun 1966 Morris dan Van Wagenen ( Amerika serikat ) menemukan bahwa
estrogen dalam dosis tinggi dapat mencegah kehamilan jika diberikan segera setelah coitus
yang tidak dilindungi. Penyelidikan mereka lakukan pada wanita sukarelawan dan wanita
yang diperkosa. Kepada sebagian wanita-wanita tersebut diberikan 50 mg dietilstilbestrol
( DES) dan kepada sebagian lagi diberikan 0,5 sampai 2 mg sehari selama 4-5 hari setelah
terjadinya koitus. Kegagalan cara ini dilaporkan dalam 2,4 % dari jumlah kasus. Kiranya
dengan cara ini dapat dihalangi implantasi blastokista dalam endometrium.
Cara Pemberian :
- Bentuk pil : diminum pertama kali dalam batas waktu sampai 3 hari setelah sanggama
- Dosis berikutnya diminum 12 jam kemudian setelah dosis pertama
- Batas waktu sampai 7 hari pasca senggama, kegagalan : 0.1% - 2.0% jika dimulai
dalam 72 jam pasca senggama sebelum ovulasi. Jika sudah terjadi kehamilan, tidak
bermanfaat lagi. Jika sudah terjadi kehamilan, tidak bermanfaatlagi.
Masalahnya, umumnya pasien baru datang sesudah terlambat haid (sekitar 2-3 minggu
setelah kemungkinan ovulasi / fertilisasi), dan bukannya pada hari sesudah senggama
tanpa proteksi tersebut.
96
Amenore sesudah minum pill (post pill amenorrhea)
Sembilan puluh delapan persen (98%) wanita yang minum pil dapat haid lagi disertai
dengan ovulasi dalam 3 bulan setelah pil dihentikan. Pada 2% yang lain haid mulai lagi
kadang-kadang memerlukan waktu sampai 2 tahun.
Makin lama amenore berlangsung, makin kecil kemungkinan bahwa keadaan menjadi
normal kembali. Walaupun lamanya mnum pil dan umur yang bersangkutan memegang
peranan dalam timbulnya amenorea, namun ada juga yang menderita kelainan tersebut
sesudah minum pil tidak lebih dari 3 bulan. Mengenai sebab timbulnya amenore sesudah
minum pil ada 2 kemungkinan: pemakaian pil menghambat pengeluaran releasing factor dari
hipotalamus, sedang kemungkinan lain ialah bahya sebabnya terletak pada ovarium. Perlu
dipikirkan pula behwa amenore sekunder itu mempunyai sebab-sebab lain diluar pemakaian
pil.
b. Injeksi / suntikan
1. Depo Provera
Depo-provera ialah 6-alfa-medroksiprogesteron yang digunakan untuk tujuan
kontrasepsi parenteral, mempunyai efek progestagen yang kuat dan sangat efektif. Obat ini
termasuk obat depot. Noristerat juga termasuk dalam golongan ini.
Mekanisme Kerja
1. Obat ini menghalangi terjadinya ovulasi dengan jalan menekan pembentukan
Releasing Factor dari hipotalamus.
2. lendir serviks bertambah kental, sehingga menghambat penetrasi sperma melalui
serviks uteri.
3. Implantasi ovum dalam endometrium dihalangi
4. Kecepatan transpor ovum melalui tuba berubah
Keuntungan metoda depot ialah: 1) efektifitas tinggi; 2) sederhana pemakaiannya; 3)
cukup menyenangkan bagi akseptor (injeksi hanya 4 x setahun); 4) reversibel; 5) cocok
untuk ibu-ibu yang menyusui anak.
Kekurangan metoda depot ialah: 1) sering menimbulkan perdarahan yang tidak tertatur
(spotting, breakthrough bleeding), dan lain-lain; 2) dapat menimbulkan amenore. Obat
suntikan cocok digunakan bagi ibu-ibu yang beru saja ersalin dan sedang menyusui
anaknya.
Waktu Pemberian dan dosis
Depo Provera sangat cocok untuk program postpartum oleh karena tidak mengganggu
laktasi, dan terjadinya amenore setelah suntikan Depo Provera tidak akan mengganggu ibu-
97
ibu yang menyusui anaknya dalam masa post partum, Depo Provera disuntikkan sebelum ibu
meninggalkan Rumah Sakit, sebaiknya sesudah air susu ibu terbentuk, yaitu kira-kira hari ke-
3 s/d hari ke-5. Depo Provera disuntukkan dalam dosis 150mg/cc sekali 3 bulan. Suntikan
harus intramuskulus dalam.
c. Sub-kutis/bawah kulit : Implant
Norplant adalah suatu alat kontrasepsi yang mengandung levonorgestrel yang diungkus
dalam kapsul silastic-silicone dan disusukkan dibawah kulit adalh sebanyak 6 kapsul dan
masing-masing kapsul panjangnya 34 mm dan berisi 36 mg levonorgestrel. Setiap hari
sebanyak 30 mcg levonorgestrel dilepaskan ke dalam darah secara difusi melalui dinding
kapsul. Levonorgestrel adalah suatu progestin yang dipakai juga dalam pil KB seperti mini-
pill atau kombinasi atau pun pada AKDR yang bioaktif.
Mekanisme kerja :
- Mengentalkan lendir serviks uteri sehingga menyulitkan penetrasi sperma.
- Menimbulkan perubahan-perubahan pada endometrium sehingga tidak cocok untuk
implantasi zygote.
- Pada sebagian kasus dapat pula menghalangi terjadinya ovulasi.
- Efek kontrasepsi norplabt merupakan gabungan dari ketiga mekanisme kerja tersebut
di atas. Daya guna norplant cukup tingi. Kepustakaan melaporkan kegagalan norplant
antara 0,3 – 0,5 perseratus tahun wanita.
98
2. Amenore,
3. Mual-mual, anoreksia, pening, sakit kepala,
4. Kadang-kadang terjadi perubahan pada libido dan berat badan,
5. Timbulnya akne.
6. Oleh karena jumlah progestin yang dikeluarkan ke dalam darah sangat kecil,
maka efek samping yang terjadi tidak sesering pada penggunaaan KB.
Indikasi Norplant adalah
1. Wanita-wanita yang ingin memakai kontrasepsi untuk jangka waktu yang lama
tetapi tidak bersedia menjalani kontap atau menggunakan AKDR
2. Wanita-wanita yang tidak boleh menggunakan pil KB yang mengandung estrogen
Kontraindikasi Norplant adalah
1. Kehamilan atau disangka hamil
2. Penderita penyakit hati
3. Kanker payudara
4. Kelainan jiwa ( psikosis, neurosis ),
5. varikosis
6.. Riwayat kehamilan ektopik
7. Diabetes mellitus
8. Kelainan kardiovaskuler.
99
Gambar 4. Model IUD
100
Infeksi → adanya infeksi sub akut atau menahun pada traktus genitalis sebelum
pemasangan AKDR
Perforasi : umumnya perforasi terjadi sewaktu pemasangan AKDR walaupun bisa
terjadi pula kemudian. Permulaan hanya ujung AKDR saja yang menembus dinding
uterus, tetapi lama-kelamaan dengan adanya kontraksi uterus AKDR terdorong lebih
jauh sehingga menembus dinding uterus sehingga akhirnya sampai ke rongga perut.
Kontraindikasi pemasangan AKDR
Kontraindikasi relatif:
Mioma uteri dengan adanya perubahan bentuk rongga uterus
Insufisiensi serviks uteri
Uterus dengan parut pada dindingnya, seperti pada bekas sectio sesaria, enukleasi
mioma
Kelainan jinak serviks uteri, seperti erotio portio uteri.
Kontraindikasi absolut:
Kehamilan
Adanya infeksi yang aktif pada traktus genitalis
Adanya tumor ganas pada traktus genitalis
Adanya metroragia yang belum disembuhkan
Pasangan yang tidak lestari.
Pemasangan AKDR
AKDR dapat dipasang dalam keadaan berikut:
Sewaktu haid sedang berlangsung
Post partum
Post abortus
Beberapa hari setelah haid berakhir
3. Sterilisasi
- Vasektomi pada pria
Pengikatan / pemotongan vas deferens kiri dan kanan pad pria untuk mencegah transport
spermatozoa dari testis melalui vasa ke arah uretra. Dilakukan dengan cara operasi, dapat
dengan operasi kecil atau (minor Surgery)
101
Seorang yang telah mengalami vasectomy baru dapat dikatakan betul-betul steril jika
dia telah mengalami 8-12 kali ejakulasi setelah vasectomy. Oleh karena itu sebelum hal
tersebut diatas tercapai, yang bersangkutan dianjurkan pada saat koitus memakai kontrasepsi
lain.
Komplikasi vasectomy antara lain adalah infeksi pada sayatan, reasa nyari,
terjadinya hematoma karena perdarahan kapiler, epididimitis dan granuloma.
Kegagalan vasectomy dapat terjadi oleh karena terjadi rekanalisasi spontan, gagal
mengenal dan memotong vas deferens, tidak diketahui adanya anomali vas deferns misalnya
ada 2 vas deferens pada kanan atau kiri, koitus dilakukan sebelum kantong seminalnya batul-
betul kosong.
Tubektomi
Pengikatan / pemotongan tuba falopii kiri dan kanan pada wanita untuk mencegah
transport ovum dari ovarium melalui tuba ke arah uterus.
Dilakukan dengan cara operasi (laparotomi / laparoskopi), dengan berbagai metode.
Efektifitas tinggi, reversibilitas rendah, sehingga disebut kontrasepsi mantap.
Manfaat:
Kontrasepsi
Sangat efektif (0,2-4 kehamilan per 100 perempan selama tahun pertama penggunaan)
Permanen
Tidak mempengaruhi proses menyusui (breast feeding)
Tidak bergantung pada faktor senggama
Pembedahan sederhana dapat dilakukan dengan anastesi lokal
Tidak ada efek samping dalam jangka panjang
Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual (tidak ada efek pada produksi hormon
ovarium.
Nonkontrasepsi
Berkurangnya resiko kanker ovarium.
Sebaiknya tubektomi sukarela dilakukan pada wanita yang memenuhi syarat berikut:
1. Umur termuda 25 tahun dengan 4 anak hidup
2. Umur sekitar 30 tahun dengan 3 anak hidup
3. Umur sekitar 35 tahun dengan 2 anak hidup
Pada konfrensi khusus perkumpulan untuk Sterilisasi Sukarela Indonesia di Medan (3-5 Juni
1976) dianjurkan umur diantara 25-40 tahun dengan jumlah anak sebagai berikut:
102
1. umur antara 25-30 tahun dengan 3 anak atau lebih
2. umur antara 30-35 tahun dengan 2 anak atau lebih
3. umur antara 35-40 tahun dengan 1 anak atau lebih
Yang sebaiknya tidak menjalani tubektomi:
Hamil (sudah terdeteksi atau dicurigai)
Perdarahan vaginal yang belum terjelaskan (hingga harus dievaluasi)
Infeksi sistemik atau pelvik yang akut (hingga masalah itu disembuhkan atau
dikontrol)
Tidak boleh menjalani pembedahan
Belum memberikan persetujuan tertulis
Kapan Dilakukan:
Setiap waktu selama siklus menstruasi apabila diyakini secara rasional pasien tersebut
tidak hamil.
Hari ke-6 hingga ke-13 dari siklus menstrasi (fase proliferasi)
Pasca persalinan:
- minilap: didalam waktu 2 hari atau setelah 6 minggu atau 12 minggu
- laparoskopi: tidak tepat untuk klien-klien pasca persalinan
Pasca keguguran:
- Triwulan pertama: dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi pelvik
(minilap atau laparoskopi)
- Triwulan kedua: dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi pelvik
(minilap saja)
103
10. PERDARAHAN PASCA SENGGAMA
Post coital bleeding (PCB) adalah perdarahan yang terjadi setelah coitus, perdarahan
pasca senggama.
Pada keadaan tertentu ada beberapa wanita yang mengalami perdarahan setelah
melakukan hubungan intim. Perdarahan paska senggama (post coital bleeding/PCB) pada
umum nya di sebabkan oleh dua hal, masalah pada serviks (leher rahim) dan perdarahan pada
lapisan dalam rahim (endometrium). Juga bisa terjadi karena adanya erosi di vagina
dikarenakan baru pertama kali berhubungan atau berhubungan seksual belum terlalu sering
sehingga vagina masih sempit, akibat penetrasi (penis masuk ke vagina), terutama bila wanita
masih belum penuh terangsang dapat menyebabkan gesekan yang menghakibatkan luka atau
lecet.
Yang lebih jarang lagi adalah tumor jinak yang berasal dari campuran sel epitelal
vagina seperti yang tersusun dari struktur kelenjar dan duktusnya serta epitel skuamosa
dengan diferensiasi lengkap di dalam stoma dengan tingakat diferensiasi moderat. (Brown
pada tahun 2000).
104
DAFTAR PUSTAKA
105
based study in B.P.S. Government Medical College for Women, Khanpur Kalan,
District Sonipat, Haryana, India. IAIM, 2015; 2(4): 1-4.
13. Daill SF, Makes WIB, Zubier F. Infeksi Menular Seksual. Edisi keempat. Jakarta:
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011.
18. Prawirohardjo, S. Ilmu Kandungan, Edisi 3, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta, 2011 :
161-173.
19. Ginekologi, Bagian Obstetri dan Ginekologi FK-UNPAD Bandung, Elstar Offset
Bandung.
20. Cunningham F.G. et al, “Abnormal Uterine Bleeding” at Williams Obstetric, 21st
edition. McGrawHill: London, 2001.
106
107
DAFTAR PUSTAKA
108
8. H Alan, De Cherney, Nathan L. Gestational Trophoblastic Disease in Current Obstetric
an Gynecologic Diagnose and Treatment. 9th ed. Lange. Baltimore NY. Mc Graw Hill.
2003. 947 – 958.
9. Wiknjosastro H. Mola Hidatidosa; Ilmu Kandungan. Edisi ke-2. Jakarta. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 1997; 262 – 266.
10. Prawirohardjo S.Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta Pusat:
Yayasan Bina Pustaka; 2007.
11. Wiknjosastro H. Buku Ilmu Kandungan Edisi 2., editor: Saifuddin A.B,dkk. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.1999: 13-14
12. Sjamsuhidayat, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC, l 1027; Jakarta, 1998
13. Mansjoer, Arif dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapius. 2000.
14. Medscape Reference, Ovarium Anatomy, Available at
http://emedicine.medscape.com/article/1949171-overview#aw2aab6b3, Last Update
October 3, 2013. Accessed on April 23, 2014.\
15. Schorge et al. William’s Gynecology [Digital E-Book] Gynecologic Oncology Section.
Ovarian Tumors and Cancer. McGraw-Hills..2008
16. Jim Baum. Ovarian Pathology. Illustrated Review of obgyn sonography. Tersedia dalam
http://prosono.ieasysite.com/2.2_gyn_pathology_ovary.pdf
17. Giede. Ovarian cyst in Post-menopausal Women: when to worry. Tersedia dalam
http://www.stacommunications.com/journals/cme/2007/12-December%202007/021-
Case%20In-Ovarian%20Cysts.pdf
18. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. P.T. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Jakarta :2014
19. Derek Llewellyn-Jones. Fundamentals of Obstetry and Gynaecology. Edisi 6. Syney ;
1994
109