Anda di halaman 1dari 27

Karakteritik(pH, Salinitas dan suhu) habitat potensial

larva nyamuk Anopheles sp. di desa hanura kecamatan


teluk pandan lampung selatan tahun 2016/2017

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Malaria masih menjadi permasalahan utama dalam kacamata kesehatan

dunia. Secara langsung, malaria dapat menyebabkan anemia dan menurunkan

tingkat produktivitas. Penyakit ini juga menjadi salah satu pembunuh terbesar

terutama pada kelompok dengan faktor risiko tinggi misalnya bayi, anak balita

dan Ibu hamil. Upaya penanggulangan malaria masih menjadi target utama dalam

pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Hal ini dikarenakan

penyakit malaria masih endemis di daerah-daerah tertentu terutama di negara-

negara beriklim tropis seperti benua asia dan afrika (Kemenkes RI, 2011)

Indonesia merupakan negara yang masih endemik malaria. Di Indonesia

malaria ditemukan tersebar luas pada semua pulau dengan derajat dan berat

infeksi yang bervariasi. Menurut data yang berkembang hampir separuh dari

populasi Indonesia bertempat tinggal di daerah endemik malaria dan diperkirakan

ada 30 juta kasus malaria setiap tahunnya. Di tingkat global, menurut WHO,
angka kesakitan dan kematian akibat Malaria diperkirakan mencapai 215 juta

kasus dan diantara yang terinfeksi parasit plasmodium sekitar 655 ribu. Di Asia

Tenggara negara yang termasuk wilayah endemis malaria adalah : Bangladesh,

Bhutan, India, Indonesia, Maldives, Myanmar, Nepal, Srilanka, dan Thailand.

(WHO,2011).

Daerah dengan kasus malaria tinggi dilaporkan dari Kawasan Timur

Indonesia (provinsi Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan

Maluku Utara). Di kawasan lain juga dilaporkan masih cukup tinggi antara lain di

provinsi Bengkulu, Bangka Belitung, Kalimanatan Tengah, Lampung, dan

Sulawesi Tengah (Pedoman manajemen malaria, 2011).

Faktor geografi di Indonesia sangat menguntungkan transmisi malaria di

Indonesia. Suhu mempengaruhi perkembangan parasit dalam nyamuk. Suhu yang

optimum berkisar antara 20oC dan 30oC. Makin tinggi suhu (sampai batas

tertentu) makin pendek masa inkubasi ekstrinsik (Sporogoni) dan sebaliknya

makin rendah suhu makin panjang masa inkubasi ekstrinsik. An. sundaicus

tumbuh optimal pada air payau yang kadar garamnya 12 – 18% dan tidak

berkembang pada kadar garam 40% ke atas. Namun di Sumatera Utara ditemukan

pula perindukan An.sundaicus dalam air tawar (Andi, 2012)

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk membahas

karakteristik(pH, Salinitas dan Suhu) habitat potensial larva nyamuk Anopheles

sp. di desa hanura kecamatan teluk pandan lampung selatan tahun 2016/2017.
1.1. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perumusan masalah penelitian adalah


“bagaimanakah Karakteritik(pH, Salinitas dan suhu) habitat potensial larva
nyamuk Anopheles sp. di desa hanura kecamatan teluk pandan lampung selatan
tahun 2016/2017?”

1.2. Tujuan Penelitian

1.2.1. Tujuan Umum

Mengetahui Karakteritik(pH, Salinitas dan suhu) habitat

potensial larva nyamuk Anopheles sp. di desa hanura kecamatan

teluk pandan lampung selatan tahun 2016/2017

1.2.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui distribusi pengetahuan dokter tentang rekam medis

di Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Tahun 2016.

2. Mengetahui distribusi masa kerja dokter di Rumah Sakit

Pertamina Bintang Amin Tahun 2016.

3. Mengetahui distribusi kelengkapan pengisian status rekam

medis di Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Tahun 2016.

4. Menganalisis hubungan antara pengetahuan dokter dengan

kelengkapan pengisian rekam medis di Rumah Sakit Pertamina

Bintang Amin Tahun 2016.

5. Menganalisis hubungan antara masa kerja dokter dengan

kelengkapan pengisian rekam medis di Rumah Sakit Pertamina

Bintang Amin Tahun 2016.


1.3. Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan (Universitas)

Sebagai referensi khususnya bagi mahasiswa kedokteran tentang

Karakteritik(pH, Salinitas dan suhu) habitat potensial larva nyamuk

Anopheles sp. di desa hanura kecamatan teluk pandan lampung selatan

tahun 2016/2017

1.4.2 Bagi Peneliti

1. Untuk mengetahui cara penulisan dan pembuatan karya tulis

ilmiah.

2. Untuk menambah wawasan dan pemahaman tentang

Karakteritik(pH, Salinitas dan suhu) habitat potensial larva

nyamuk Anopheles sp. di desa hanura kecamatan teluk pandan

lampung selatan tahun 2016/2017

3. Untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana S1 di Fakultas

Kedokteran Universitas Malahayati.

1.4.3 Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai data awal untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan

dengan Karakteritik(pH, Salinitas dan suhu) habitat potensial larva

nyamuk Anopheles sp. di desa hanura kecamatan teluk pandan

lampung selatan tahun 2016/2017.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Judul penelitian yang peneliti teliti adalah “Hubungan pengetahuan

dan masa kerja dokter dengan kelengkapan pengisian status rekam medis
di Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Bandarlampung tahun 2016”.

Jenis penelitian adalah observasional analitik dengan rancangan cross

sectional, subjek dalam penelitian ini adalah seluruh dokter spesialis yang

bertugas di Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin. Sedangkan objek

penelitiannya adalah hubungan antara pengetahuan dan masa kerja dokter

dengan kelengkapan pengisian status rekam medis tahun 2016 di Rumah

Sakit Pertamina Bintang Amin Bandarlampung.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Desa Hanura


Hanura adalah desa di kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Pesawaran,

Lampung, Indonesia yang dipimpin oleh Kepala Desa yang Saat ini dipegang oleh

Chodri Cahyadi. Desa Hanura terbagi dalam 4 wilayah yang dikepalai oleh kepala

dusun. Desa Hanura terletak 60 Km dari Ibukota Kabupaten dan 12 Km dari

Ibukota Provinsi. Luas daerah hanura adalah 600 Ha berdasarkan data wilayah

lampung. Berdasarkan luas wilayah desa hanura dapat dirincikan bahwa banyak

lahan yang belum digunakan sehingga masih banyak tambak dan rawa-rawa di

desa tersebut (Web desa hanura). Menurut profil kesehatan lampung kebanyakan

daerah di lampung mempunyai suhu dengan rata-rata 26oC-28oC. Temperatur

maksimum yang jarang terjadi adalah 33,4oC dan temperatur minimum adalah

21,7oC.

pada sebagian daerah Provinsi Lampung merupakan daerah endemis yang

berpotensi untuk berkembangnya penyakit malaria seperti pedesaan yang

mempunyai rawa-rawa, genangan air payau di tepi laut dan tambak-tambak ikan

yang tidak terurus. Angka kesakitan Malaria (API) di Kabupaten/Kota pada tahun

2014 terlihat tertinggi ada di Kabupaten Pesawaran dan Kota Bandar Lampung ,

seperti terlihat pada grafik dibawah ini :


8

Tabel 2.1 Distribusi Angka Kesakitan Malaria (API) per 1.000 penduduk Per
Kabupaten Kota Se-Provinsi Lampung Tahun 2014

Bila dilihat berdasarkan jenis vektor Malaria maka di Provinsi Lampung terdapat

12 species dari nyamuk Anopheles spp yaitu An. Vagus, An, Sundaicus, An.

Barbirotris, An. Acconitus, An.Indefinitus, An. Kochi, An. Subpictus. An.

Tesselatus, An. Minimus, An. Maculatus (Dinas kesehatan lampung, 2014)


2.2 Malaria

2.2.1 Definisi

Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh Plasmodium

yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di

dalam darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil,

anemia dan splenomegali. Penularan penyakit malaria ini diperankan oleh gigitan

nyamuk anopheles betina infektif. Sebagian besar nyamuk anopheles akan

mengigit pada waktu senja atau malam hari, pada beberapa jenis nyamuk puncak

gigitannya adalah tengah malam sampai fajar (Widoyono, 2011)

Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit (Plasmodium

sp) yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah (eritrosit) manusia

ditularkan oleh nyamuk malaria (Anopheles sp) betina, dapat menyerang semua

orang baik laki-laki ataupun perempuan pada semua golongan umur dari bayi,

anak-anak dan orang dewasa. Parasit ini ditularkan dari satu orang ke orang

lainnya melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Parasit harus melewati siklus

hidup pada tubuh nyamuk dan manusia sebelum ditularkan (Andi Muhadir, 2014)

2.2.2 Etiologi

Penyebab malaria adalah parasit dari genus Plasmodium sp, dan pada

manusia ditemukan 4 spesies: Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax,

Plasmodium malariae, dan Plasmodium ovale. Pada kera ditemukan spesies

parasit malaria yang menyerupai Plasmodium manusia, antara lain : Plasmodium

cynomolgi menyerupai Plasmodium vivax, Plasmodium knowlesi menyerupai


Plasmodium falciparum dan Plasmodium malariae, Plasmodium rodhani pada

simpanse di Afrika dan Amerika Selatan yang mneyerupai Plasmodium malariae

(Sutanto inge dkk, 2013).

2.2.4 Siklus Hidup Plasmodium

Infeksi parasit malaria pada manusia mulai bila nyamuk Anopheles sp

betina menggigit manusia dan nyamuk akan melepaskan sporozoit ke dalam

pembuluh darah dimana sebagian besar dalam waktu 45 menit akan menuju ke

hati dan sebagian kecil sisanya akan mati di darah. Di dalam sel parenkim hati

mulailah perkembangan aseksual (intrahepatic schizogony atau pre-erytrocytes

schizogony). Perkembangan ini memerlukan waktu 5,5 hari untuk Plasmodium

falciparum dan 15 hari untuk plasmodium malariae. Setelah sel parenkim hati

terinfeksi, terbentuk sizont hati yang apabila pecah akan mengeluarkan banyak

merozoit ke sirkulasi darah. Pada P. vivax fan P. ovale, sebagian parasit didalam

sel hati membentuk hipnozoit yang dapat bertahan sampai bertahun-bertahun dan

bentuk ini yang akan menyebabkan terjadinya relaps pada malaria.


Gambar 2.1. Siklus Hidup Plasmodium sp

Setelah berada dalam sirkulasi darah merozoit akan menyerang eritrosit

dan mauk melalui reseptor permukaan eritrosit. Pada P. vivax reseptor ini

berhubungan dengan faktor antigrn Duffy Fya atau Fyb. Hal ini menyebabkan

individu dengan golongan darah Duffy negatif tidak terinfeksi malaria vivax.

Reseptor unyuk Plasmodium falciparum diduga suatu glycophorins, sedangkan

pada Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale belum diketahui. Dalam

waktu kurang dari 12 jam parasit berubah menjadi bentuk ring, pada Plasmodium

falciparum menjadi bentuk stereo – headphones, yang mengandung kromatin

dalam intinya dikelilingi sitoplasma. Parasit tumbuh setelah memakan

hemoglobin fan falam metabolismenya membentuk pigmen yang disebut

hemozoin yang dapat dilihat secara mikroskopil. Eritrosit yang berparasit menjadi

lebih elastik dan dinding berubah lonjong, pada Plasmodium falciparum dinding

eritrosit membentuk tonjolan yang disebut knob yang nantinya penting dalam

proses cytoadherence dan rosetting. Setelah 36 jam invasi kedalam eritrosit,

parasit berubah menjadi sizont, dan bila sizont pecah akan mengeluarkan 6-36

merozoit dan siap menginfeksi eritrosit yang lain. Sikus aseksual ini pada

Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, dan Plasmodium ovale ialah 48 jam

dan pada Plasmodium malariae adalah 72 jam. Di dalam darah nyamuk betina

sebagian parasit akan membentuk gamet jantan dan betina, dan bila nyamuk

menghisap darah manusia yang sakit akan terjadi siklus seksual dalam tubuh

nyamuk. Setelah terjadi perkawinan akan terbentuk zygote dan menjasi lebih

bergerak menjadi ookinet yang menembus dinding perut nyamuk dan akhirknya
menjadi bentuk oocyst yang akan menjadi masuk dan mengeluarkan sporozoit

yang akan bermigrasi ke kelenjar lidah nyamuk dan siap menginfeksi manusia

(Widoyono, 2011)

Masa Inkubasi Penyakit Malaria

Plasmodium Masa Inkubasi (rata-rata)

P. falciparum 9-14 hari (12)

P. vivax 12-17 hari (15)

P. ovale 16-18 hari (17)

P. malariae 18-40 hari (28)

Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit menginfeksi sel darah

merah dan membentuk stadium seksual (gametosit jantan dan betina). Gametosit

pada infeksi P.vivax timbul pada hari ke 2–3 sesudah terjadinya parasitemia

(adanya parasit di darah tepi yang sudah bisa ditemukan pada pemeriksaan

mikroskopis), sedangkan pada P.falciparum timbul gametosit setelah 8 hari dan

P.malariae timbul gametosit setelah beberapa bulan kemudian.


2.2.3 Vektor dan siklus hidup malaria

Di Kecamatan Padang Cermin, Lampung Selatan ditemukan A. sundaicus, A.

barbirostris, A. vagus, A. kochi, A. indefinitus, A. maculatus, A. Aconitus dan A.

subpictus (Safitri 2009).

Gambar 2.2 Nyamuk Anopheles sp. (Sumber: CDC 2010)

2.2.3.1 Telur

Nyamuk betina meletakkan telurnya sebanyak 50-200 butir sekali bertelur.

Telur-telur itu diletakkan di dalam air dan mengapung di tepi air. Telur tersebut

tidak dapat bertahan di tempat yang kering dan dalam 2-3 hari akan menetas

menjadi larva.
Gambar 2.3 Telur Nyamuk Anopheles sp.

2.2.3.2 LARVA

Larva nyamuk memiliki kepala dan mulut yang digunakan untuk mencari

makan, sebuah torak dan sebuah perut. Mereka belum memiliki kaki. Dalam

perbedaan nyamuk lainnya, larva Anopheles tidak mempunyai saluran pernafasan

dan untuk posisi badan mereka sendiri sejajar dipermukaan air. Larva bernafas

dengan lubang angin pada perut dan oleh karena itu harus berada di permukaan.

Kebanyakan larva memerlukan makan pada alga, bakteri, dan mikroorganisme

lainnya di permukaan. Mereka hanya menyelam di bawah permukaan ketika

terganggu. Larva berenang tiap tersentak pada seluruh badan atau bergerak terus

dengan mulut. Larva berkembang melalui 4 tahap atau stadium, setelah larva

mengalami metamorfisis menjadi kepompong. Disetiap akhir stadium larva

berganti kulit, larva mengeluarkan exokeleton atau kulit ke pertumbuhan lebih

lanjut. Habitat Larva ditemukan di daerah yang luas tetapi kebanyakan spesies

lebih suka di air bersih. Larva pada nyamuk Anopheles ditemukan di air bersih

atau air payau yang memiliki kadar garam, rawa bakau, di sawah, selokan yang

ditumbuhi rumput, pinggir sungai dan kali, dan genangan air hujan. Banyak

spesies lebih suka hidup di habitat dengan tumbuhan. Habitat lainnya lebih suka

sendiri. Beberapa jenis lebih suka di alam terbuka, genangan air yang terkena

sinar matahari.
Gambar 2.4 Larva Nyamuk Anopheles sp.

2.2.3.3 Kepompong

Kepompong terdapat dalam air dan tidak memerlukan makanan tetapi

memerlukan udara. Pada kepompong belum ada perbedaan antara jantan dan

betina. Kepompong menetas dalam 1-2 hari menjadi nyamuk, 30 dan pada

umumnya nyamuk jantan lebih dulu menetas daripada nyamuk betina. Lamanya

dari telur berubah menjadi nyamuk dewasa bervariasi tergantung spesiesnya dan

dipengaruhi oleh panasnya suhu. Nyamuk bisa berkembang dari telur ke nyamuk

dewasa paling sedikit membutuhkan waktu 10-14 hari.

Gambar 2.5 Kepompong Nyamuk Anopheles sp.


2.2.3.4 Nyamuk Anopheles sp. Dewasa

Semua nyamuk, khususnya Anopheles dewasa memiliki tubuh yang kecil

dengan 3 bagian : kepala, torak dan abdomen (perut). Kepala nyamuk berfungsi

untuk memperoleh informasi dan untuk makan. Pada kepala terdapat mata dan

sepasang antena. Antena nyamuk sangat penting untuk mendeteksi bau host dari

tempat perindukan dimana nyamuk betina meletakkan telurnya. Pada Anopheles

dewasa, dibagi atas 3 bagian, yaitu :

a) Kepala

1) Pada kepala terdapat mata, antena, probocis dan palpus

2) Mata disebut juga hensen

3) Antena pada anopeles berfungsi sebagai deteksi bau pada hospes yaitu pada

manusia ataupun pada binatang

4) Probocis merupakan moncong yang terdapat pada mulut nyamuk yang pada

nyamuk betina berfungsi untuk mengisap darah akrena probocisnya tajam dan

kuat, ini berbeda dengan yang jantan, sehingga yang jantan hanya mengisap

bahan-bahan cair.

5) Palpus terdpat pada kanan dan kiri probocis, yang berfungsi sebagai sensory

b) Torak

1) Bentuk torak pada nyamuk anopeles seperti lokomotif

2) mempunyai tiga pasang kaki


3) mempunyai dua pasang sayap

4) Antara torak dan abdomen terdapat alat keseimbangan yang di sebut halte,

yang berfungsi sebagai alat keseimbangan padaa waktu nyamuk terbang.

c) Abdomen

1) Berfungsi sebagai organ pencernaan dan tempat pembentukan telur nyamuk.

2) Bagian badannya mengembang agak besar saat nyamuk betina menghisap

darah.

3) Darah tersebut lalu dicerna tiap waktu untuk membantu memberikan sumber

protein pada produksi telurnya, dimana mengisi perutnya perlahan-lahan.


Gambar 2.6 Nyamuk Anopheles sp. dewasa
2.3 Manifestasi Klinis

Malaria mempunyai gambaran karakteristik demam periodik, anemia dan

splenomegali. Masa inkubasi bervariasi pada masing-masing plasmodium.

Keluhan prodormal dapat terjadi sebelum terjadinya demam berupa kelesuan,

malaise, sakit kepala merasa dingin di punggung, nyeri sendi dan tulang, demam

ringan, anoreksia, tidak enak perut dan kadang-kadang dingin. Keluhan prodormal

sering terjadi pada P.vivax dan P.ovale, sedangkan pada P.falciparum dan

P.malariae keluhan prodormal tidak jelas bahkan gejala dapat mendadak (Susanto

inge, 2008).

2.3.1 Pola Demam Malaria

Demam pada malaria ditandai dengan adanya parokisme, yang

berhubungan dengan perkembangan parasit malaria dalam sel darah merah.

Puncak serangan panas terjadi berbarengan dengan lepasnya merozit – merozit ke

dalam peredaran darah (proses sporulasi). Untuk beberapa hari pertama, pola

panas tidak beraturan, baru kemudian polanya yang klasik tampak sesuai

spesiesnya. Pada malaria falciparum pola panas yang ireguler itu mungkin

berlanjut sepanjang perjalanan penyakitnya sehingga tahapan – tahapan yang

klasik tidak begitu nyata terlihat. Suatu parokisme demam biasanya mempunyai

tiga stadia yang berurutan, terdiri dari :

A. Stadium Dingin

Stadium ini mulai dengan menggigil dan perasaan sangat dingin. Nadi

penderita cepat, tetapi lemah. Bibir dan jari – jari pucat kebiru – biruan (sianotik).
Kulitnya kering dan pucat, penderita mungkin muntah dan pada penderita anak

sering terjadi kejang. Stadium ini berlangsung selama 15 menit – 60 menit.

B. Stadium Demam

Setelah menggigil/merasa dingin, pada stadium ini penderita mengalami

serangan demam. Muka penderita menjadi merah, kulitnya kering dan dirasakan

sangat panas seperi terbakar, sakit kepala bertambah keras, dan sering disertai

dengan rasa mual atau muntah-muntah. Nadi penderita menjadi kuat kembali.

Biasanya penderita merasa sangat haus dan suhu badan bisa meningkat sampai 41
o
C. Stadium ini berlangsung selama 2–4 jam.

C. Stadium berkeringat

Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali, sampai membasahi

tempat tidur. Namun suhu badan pada fase ini turun dengan cepat, kadang–kadang

sampai di bawah normal. Biasanya penderita tertidur nyenyak dan pada saat

terjaga, ia merasa lemah, tetapi tanpa gejala lain. Stadium ini berlangsung selama

2-4 jam. Sesudah serangan panas pertama terlewati, terjadi interval bebas panas

selama antara 48-72 jam, lalu diikuti dengan serangan panas berikutnya seperti

yang pertama; dan demikian selanjutnya. Gejala–gejala malaria “klasik” seperti

diuraikan di atasa tidak selalu ditemukan pada setiap penderita, dan ini tergantung

pada spesies parasit, umur, dan tingkat imunitas penderita (Andi AA, 2012).
2.4 Cara Penularan

Waktu antara nyamuk mengisap darah yang mengandung gametosit

sampai mengandung gametosit sampai mengandung sporozoit dalam kelenjar

liurnya disebut masa tunas ekstrinsik. Sporozoit adalah bentuk inektif. Infeksi

dapat terjadi dengan 2 cara, yaitu: 1) secara alami melalui vektor, bila sporozoit

dimasukkan ke dalam badan manusia dengan tusukan nyamuk dan 2) secara

induksi, bila stadium aseksual dalam eritrosit secara tidak sengaja masuk dalam

badan manusia melalui darah, misalnya melalui transfusi, suntikan atau kongenital

(bayi baru lahir mendapat infeksi dari ibu yang menderita malaria melalui darah

plasenta) (Susanto inge, 2013).

2.5 Diagnosis

Diagnosis malaria ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik

dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis pasti dibuat dengan ditemukannya parasit

malaria dalam pemeriksaan mikroskopis laboratorium.

A. Anamnesa

Keluhan utama yang sering muncul adalah demam lebih dari 2

hari, menggigil dan berkeringat atau trias malaria. Demam karena

P. falciparum dapat terjadi setiap hari, pada P. vivax dan P. ovale

demamnya berselang satu hari. Sedangkan demam pada P.

malariae menyerang 2 hari. Sumber penyakit harus ditelusuri

apakah pernah tinggal di daerah endemis, apakah pernah


berpergian dan bermalam di daerah endemis malaria dalam 1 bulan

terakhir.

B. Pemeriksaan fisik

Pasien mengalami demam 37,5-40oC, serta anemia yang

dibuktikan dengan konjungtiva palpebra yang pucat. Sering disertai

dengan splenomegali dan hepatomegali.

C. Pemeriksaan penunjang

Diagnosis pasti malaria dilakukan dengan menemukan parasit

dalam darah yang diperiksa dengan mikroskop cahaya dan

mikroskop lainnya.

2.6 Karakteristik Habitat Anopheles sp.

Nyamuk memiliki tahapan perkembangbiakan (metamorfosis) sempurna.

Tahapan tersebut terjadi pada dua jenis habitat yaitu habitat akuatik (perairan)

sebagai tempat perkembangbiakan pradewasa mulai dari telur, larva sampai

menjadi pupa, dan habitat terestrial sebagai tempat hidup nyamuk dewasa.

Karakteristik habitat perkembangbiakan pradewasa nyamuk sangat bervariasi

tergantung kepada jenis dan daerah sebarannya (Sukowati 2008).

perkembangbiakan nyamuk diklasifikasikan dalam lima kelompok yaitu 1) Air

tawar yang menggenang permanen atau temporal seperti rawa-rawa yang terbuka

luas atau daerah rawa yang merupakan bagian dari danau, kolam, genangan air,

dan mata air, 2) Kumpulan air tawar yang sifatnya sementara seperti genangan air

terbuka di lapangan dan bekas tapak kaki binatang, 3) Air yang mengalir
permanen atau semi permanen seperti sungai yang terbuka dengan vegetasi, air

yang mengalir dari selokan, 4) Tempat penampungan air alami seperti lubang

pada batu, pohon, lubang buatan hewan, dan tempat penampungan air buatan

manusia seperti kaleng, ban, tempurung kelapa, dan 5) Air payau seperti rawa-

rawa pasang surut. Suhu air berpengaruh terhadap perkembangan biakan larva.

Selain itu suhu mempengaruhi perkembangan parasit dalam tubuh nyamuk. Suhu

yang optimal berkisar 20-30OC. Semakin tinggi suhu menyebabkan masa inkubasi

ekstrinsik(sporogoni) semakin pendek. Sebaliknya semakin rendah suhu maka

masa inkubasi ekstrinsik semakin panjang.

Derajat keasaman(pH) mempunyai pengaruh besar terhadap pertumbuhan

organisme yang berkembang biak di akuatik. Derajat keasaman air tergantung

kepada temperatur air, oksigen terlarut dan adanya berbagai anion dan kation serta

jenis stadium organisme. Menurut (Mulyadi, 2010) kisaran air yang paling disukai

oleh semua jenis Anopheles sp. adalah pH 6,8-7,1.

Beberapa nyamuk Anopheles sp. dapat hidup di air yang mengandung

garam. Banyak spesies Anopheles sp. hidup di air dengan kadar garam tinggi.

Kualitas perairan pada habitat memiliki kisaran suhu 24,80-28,10oC, salinitas

0,00-2,00o/oodan pH 7,00-8,00. Suhu air merupakan salah satu komponen penting

bagi keberadaan dan distribusi larva nyamuk. Metabolisme tubuh dan laju

pertumbuhan larva nyamuk seiring dengan perubahan suhu yang terjadi. Suhu

optimum di daerah tropis bagi pertumbuhan larva nyamuk pada habitatnya secara

umum berkisar antara 25-27oC. Larva A. sundaicus lebih menyukai air payau

sebagai habitatnya, salinitas optimum bagi pertumbuhannya dengan kisaran 12-


18o/oo, bila salinitas mencapai 40o/oo maka larva A. sundaicusakan menghilang.

Akan tetapi beberapa penelitian melaporkan bahwa larva A. sundaicus juga

ditemukan pada air tawar. Sebagian besar biota aquatik menyukai rentang pH 7-

8,5. Bila pH air terlalu tinggi atau terlalu rendah maka metabolisme larva nyamuk

akan terganggu (Irwan Sulistio, 2010)

2.7. Kerangka Teori

pH Suhu Salinitas Kekeruhan air

Malaria

Habitat larva nyamuk


Anopheles sp.

Keterangan
: Variabel yang akan diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
Gambar 2.6 Kerangka Teori
2.8. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam suatu penelitian adalah kerangka yang

berhubungan antara konsep-konsep yang akan diteliti atau diukur melalui

penelitian yang akan dilakukan.

pH

Habitat potensial larva


nyamuk Anopheles sp. Salinitas

Suhu

Gambar 2.7 Kerangka Konsep Penelitian


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Hanura adalah desa di kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Pesawaran,

Lampung, Indonesia yang dipimpin oleh Kepala Desa yang Saat ini dipegang oleh

Chodri Cahyadi. Desa Hanura terbagi dalam 4 wilayah yang dikepalai oleh kepala

dusun. Desa Hanura terletak 60 Km dari Ibukota Kabupaten dan 12 Km dari

Ibukota Provinsi. Luas daerah hanura adalah 600 Ha berdasarkan data wilayah

lampung.

3.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada tahun 2016-selesai. Pengamatan larva nyamuk

Anopheles sp. dan pengukuran karakteristik habitat potensial larva nyamuk

Anopheles sp.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif observational, yang terdiri

dari beberapa kegiatan yaitu Pengamatan larva nyamuk Anopheles sp. dan

pengukuran karakteristik habitat potensial larva nyamuk Anopheles sp.

3.3.1 Pengamatan Larva Anopheles sp.

Larva nyamuk diambil menggunakan cidukan di rawa-rawa desa hanura.

Kemudian dibawa ke laboratorium untuk diamati larva nyamuk tersebut.


3.3.2 Pengukuran Karakteristik Habitat Larva Anopheles sp.

1) Suhu (oC)

Suhu diukur dengan menggunakan thermometer Hg dengan cara

mencelupkan bagian thermometer Hg kedalam air dan kemudian dibaca suhu air

yang tertera di monitor thermometer tersebut.

2) Salinitas (o/oo)

Salinometer digunakan untuk mengukur salinitas dengan cara meneteskan

setetes sampel air kepermukaan monitor salinometer dan melalui peneropongan

dilihat lapisan tipis yang ditunjukkan pada warna lebih gelap pada skala salinitas

adalah salinitas perairan tersebut.

3). pH air

pH air diukur dengan menggunakan alat pH meter. Dengan cara

menelupkan probe pH meter kedalam air dan kemudian dibaca angka yang tertera

di monitor pH meter tersebut (Jurnal lingkungan, 2010)

3.4 Analisis Data

Data karakteristik habitat potensial larva nyamuk Anopheles sp. di analisis

secara deskriptif observational dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi

frekuensi dan grafik.


3.5 Alur Penelitian

Alur penelitian ini dapat dijelaskan melalui gambar di bawah ini :

Desa hanura kecamatan teluk pandan


lampung selatan

Rawa-rawa desa hanura


kecamatan teluk pandan

Pengambilan larva nyamuk

Identifikasi larva di lab.

Pengukuran karakteristik larva


nyamuk Anopheles sp.

Analisis data

Pembuatan laporan

Gambar 3.1. Alur Penelitian

Anda mungkin juga menyukai