PENDAHULUAN
Desa siaga aktif adalah bentuk pengembangan dari desa siaga yang telah
dimulai sejak tahun 2006. Desa atau kelurahan siaga aktif adalah desa atau kelurahan
yang penduduknya dapat mengakses dengan mudah pelayanan kesehatan dasar yang
memberikan pelayanan setiap hari melalui Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) atau
sarana kesehatan yang ada di wilayah tersebut seperti Pusat Kesehatan Masyarakat
Indonesia sehat. Desa siaga merupakan gambaran masyarakat yang sadar, mau dan
derajat kesehatan masyarakat terutama yang berkaitan dengan kesehatan ibu dan
bayi. Hal ini terlihat dengan adanya perubahan kebijakan dan strategi KIA melalui
dengan 3 pesan kunci dalam percepatan penurunan AKI dan AKB, kemudian tahun
Pengembangan desa siaga aktif ini telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri
Pedoman Pelaksanaan Desa Siaga. Dalam pengembangan desa siaga aktif diperlukan
(UKBM) sebagai embrio atau titik awal pengembangan desa menuju desa/kelurahan
Desa atau Kelurahan Siaga Aktif memiliki kriteria dan tingkatan yang perlu
dicapai, pentahapan dari Desa Siaga Aktif terdiri dari Pratama, Madya, Purnama dan
Mandiri. Semakin tinggi tingkatan Desa Siaga aktif di suatu desa maka semakin
dalam pengembangan Desa atau Kelurahan Siaga Aktif. Salah satu dampak dari
keberhasilan pengembangan desa siaga aktif adalah penurunan angka kematian ibu
Balita (AKABA) serta peningkatan Perilaku Hidup Bersih Sehat dari masyarakat
masyarakat. Hal yang dapat dilakukan Stakeholders dalam pengembangan Desa atau
Kelurahan Siaga Aktif yaitu mengenal kondisi desa dan kelurahan, identifikasi
keberhasilan penurunan angka kematian ibu, bayi dan balita disamping faktor akses
dan pelayanan kesehatan, masyarakat dengan segenap potensi dan peran sertanya juga
merupakan agenda prioritas. Hal ini sesuai dengan pendapat Adi (2008) bahwa
diakui semua pihak. Hasil uji coba yang dikaji secara statistik membuktikan bahwa
kesehatan.
Menurut CARE, 1998 (dalam Paramita, 2007), faktor ekonomi, sosial, budaya
dan peran serta masyarakat menjadi determinan kematian ibu dan bayi. Peran serta
masyarakat khususnya yang terkait dengan upaya kesehatan ibu dan bayi masih
belum berfungsi sesuai dengan yang diharapkan. Keluarga dan masyarakat masih
belum berdaya untuk mencegah terjadinya 4 (empat) terlalu dalam kehamilan dan
persalinan: terlalu muda hamil, terlalu tua hamil, terlalu banyak anak dan terlalu
mencari pelayanan kesehatan terampil, terlambat tiba di rumah sakit karena masalah
Menurut pendapat para ahli, bahwa konsep peran serta masyarakat mulai
diganti oleh konsep pemberdayaan yang diartikan sebagai segala upaya fasilitasi yang
dengan memanfaatkan potensi setempat dan fasilitas yang ada (Pratiwi, 2007).
yang mandiri, maju, adil dan makmur”. Untuk mewujudkan visi tersebut ditetapkan 8
(delapan) arah pembangunan jangka panjang, yang salah satunya adalah mewujudkan
Untuk mewujudkan bangsa yang berdaya saing, salah satu arah yang
bagi peningkatan IPM adalah derajat kesehatan, tingkat pendidikan, dan pertumbuhan
ekonomi. Derajat kesehatan dan tingkat pendidikan pada hakikatnya adalah investasi
bagi terciptanya sumber daya manusia berkualitas, yang selanjutnya akan mendorong
setiap orang. Oleh sebab itu, pembangunan kesehatan dalam kurun waktu lima tahun
yang tentunya lebih baik. Dalam proses pembangunan apapun, peran aktif
seperti penyuluhan. Sarana kesehatan menjadi kurang artinya ketika masyarakat tidak
reproduksi harus ditingkatkan. Upaya mengatasi AKI juga tidak mungkin dapat
yang diharapkan tidak akan efektif dalam mencapai sasaran (Yustina, 2007).
dan AKABA, untuk itu masyarakat perlu diberi pemahaman yang menyeluruh
tentang apa, mengapa dan bagaimana mereka berpartisipasi sehingga AKI, AKB dan
Kairo, maka yang perlu diperhatikan para stakeholders kesehatan masyarakat adalah
dukungan kebijakan, penerimaan sosial dan dukungan sistem dari pembuat keputusan
bahwa dari 75.410 desa dan kelurahan di seluruh Indonesia tercatat 42.295 (56,1%)
desa dan kelurahan telah memulai upaya mewujudkan Desa dan Kelurahan Siaga.
Desa atau Kelurahan Siaga guna mengakselerasi pencapaian target 80 % Desa Siaga
diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat merupakan salah satu
penanda keberhasilan proses program pengembangan desa siaga aktif yang berguna
Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi salah satu indikator penting dalam
meninggal dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau
melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan) tanpa
(MDGs) dan sejumlah kebijakan khususnya yang harus terukur dan bisa dicapai pada
sasaran dalam MDGs memiliki target khusus. Sebagai acuan, digunakan beberapa
indikator diantaranya adalah pengurangan angka kematian anak sampai dua per tiga
angka kematian anak dibawah 5 tahun pada tahun 2015 dan peningkatan angka
Seluruh negara di dunia memberi perhatian yang cukup besar terhadap Angka
Development Goals (MDGs) yang harus dicapai sebelum tahun 2015. Komitmen
yang ditandatangani 189 negara pada September 2000 itu, pada prinsipnya bertujuan
Angka Kematian Ibu (AKI) di dunia pada tahun 1990 adalah 400 per 100.000
kelahiran hidup, turun menjadi 260 pada tahun 2008. Angka tertinggi terdapat di
Afrika Sub Sahara (640), diikuti Asia Selatan (290), dibandingkan dengan Amerika
Latin dan Karibia (85), Amerika Utara (23) dan di Eropa (10). Di Asia Tenggara AKI
rata-rata 164, yang tertinggi adalah Republik Rakyat Demokratik Laos (580), Timor
Leste (370) dan Kamboja (290), dan negara yang kematian ibu relative rendah yaitu
Malaysia (31), Brunei Darussalam (21) dan (9) Singapura (Childinfo, 2012).
307 per 100.000 kelahiran hidup tahun 2002-2003 bila dibandingkan dengan angka
tahun 1994 yang mencapai 390 kematian per 100.000 kelahiran hidup. Tetapi akibat
komplikasi kehamilan atau persalinan yang belum sepenuhnya dapat ditangani, masih
terdapat 20.000 ibu yang meninggal setiap tahunnya. Badan Pusat Statistik(BPS)
memproyeksikan bahwa pencapaian AKI baru mencapai angka 163 per 100.000
kelahiran hidup pada tahun 2015, sedangkan target MDGs pada tahun 2015 tersebut
upaya yang lebih intensif untuk mempercepat laju penurunannya (Bappenas, 2010).
Berdasarkan hasil Survei Dasar Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2010, diketahui
bahwa AKI di Indonesia sebesar 214 per 100.000 kelahiran hidup. Angka kematian
ibu untuk lingkup di wilayah Jawa Tengah tahun 2010 dilaporkan AKI sebesar 104
per 100.000 kelahiran hidup. Namun ada beberapa wilayah di Jawa Tengah yang
mengalami peningkatan kasus AKI salah satunya Kabupaten Demak. Tercatat kasus
AKI meningkat dalam 2 tahun terakhir yaitu pada tahun 2010 sebesar 98,98 per
100.000 kelahiran hidup, dan tahun 2011 sebesar 121,89 per 100.000 kelahiran hidup
(Dwijayanti, 2013).
partus lama (5%), komplikasi aborsi (8%), dan infeksi (12%). Resiko kematian
meningkat bila ibu menderita anemia, kekurangan energi kronik dan penyakit
menular. Kematian ibu karena hamil dan melahirkan juga merupakan akibat dari
adanya ”empat terlalu” yaitu terlalu muda (usia kurang dari 20 tahun), terlalu tua
(usia lebih dari 35 tahun), terlalu banyak/sering hamil dan melahirkan (jumlah anak
lebih dari 4 orang), serta terlalu dekat/rapat jarak antar kelahiran dimana jarak antar
kematian ibu (AKI) di Sumatera Utara sebesar 116 per 100.000 kelahiran hidup,
Berdasarkan hasil survey AKI yang dilaksanakan oleh FKM-USU, AKI Propinsi
Sumatera Utara tercatat 268 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2010. Bila
Kriteria Desa Siaga salah satunya adanya Pos Kesehatan Desa (Poskesdes)
dan memiliki minimal satu orang bidan dan dua orang kader. Pada tahun 2010 jumlah
poskesdes di Propinsi Sumatera Utara adalah 2.346 unit, angka ini mengalami
peningkatan dari tahun 2009 yaitu 2.314 unit. Jumlah desa siaga di Propinsi Sumatera
Utara tahun 2010 adalah 4.670 unit, jumlah ini mengalami peningkatan dibandingkan
tahun 2009 yaitu 4.390 unit dan tahun 2008 yaitu 3.227 unit. Namun jumlah desa
siaga aktif yaitu hanya 1.967 unit (42,12%) dari total desa siaga yang ada.
Desa Siaga Aktif sebanyak 318 desa/kelurahan (80,71%) dari 394 desa yang ada di
Kabupaten Deli Serdang. Akan tetapi Desa Siaga Aktif tersebut mayoritas masih
pada tingkat Pratama yaitu 248 desa (78%), tingkat Madya 70 desa (22%) sedangkan
tingkat purnama dan mandiri belum ada, jumlah posyandu di Kabupaten Deli
Serdang 1396 dan posyandu yang aktif 663 (47,49%) masih jauh dari target nasional
yakni 80 %.
wilayah Kabupaten Deli Serdang tahun 2012 adalah Rp. 397.913.700,- yang
yang masih menghadapi masalah kesehatan berupa kematian ibu, bayi dan balita.
Jumlah kematian ibu di kabupaten yang memiliki jumlah penduduk terbesar (1.790.431
jiwa) di Propinsi Sumatera Utara sampai tahun 2008 terjadi peningkatan kasus yaitu 24
jiwa tahun 2006, 27 jiwa pada tahun 2007, dan 32 jiwa pada tahun 2008. Namun pada
tahun 2009-2010 terjadi penurunan jumlah kasus kematian maternal yaitu 21 jiwa dari
40.868 kelahiran hidup pada tahun 2009 dan 20 jiwa dari 36.743 kelahiran hidup pada
tahun 2010. Demikian juga tahun 2011 angka kematian ibu tetap 20 dari 37.770
kelahiran hidup dengan penyebab kematian ibu tersebut adalah Hipertensi Dalam
Kehamilan (HDK) 7 orang, perdarahan 6 orang, infeksi 4 orang, emboli air ketuban 1
orang, sakit jantung 1 orang, penyebab lain 1 orang (Dinkes Kab. Deli Serdang, 2012).
angka kematian bayi di Kabupaten Deli Serdang menurun dari 2,67 per 1000 KH (98
orang dari 36.743 kelahiran hidup) tahun 2010 menjadi 2,57 per 1000 KH (97 orang
dari 37.770 kelahiran hidup) tahun 2011. Penyebab kematian bayi adalah BBLR 25
orang (25,8%), asfiksia 23 orang (23,7%), kelainan jantung 9 orang (9,3%), kelainan
kongenital 8 orang (8,2%), ISPA 7 orang (7,2%), diare 5 orang (5.2%), demam 2
orang (2,1%) dan sebab lain 18 orang (18,6%). Angka Kematian Balita (AKABA)
juga terjadi penurunan dari 3.67 per 1000 KH (135 orang dari 36,743 kelahiran
hidup) tahun 2010 menjadi 3,52 per 1000 KH (133 orang dari 37.770 kelahiran
hidup) tahun 2011, penyebab kematian balita adalah BBLR 25 orang, asfiksia 23
diketahui bahwa Forum Kesehatan Desa belum dapat berjalan dengan rutin dan baru
bisa diadakan apabila ada proyek kesehatan dari Dinas Kesehatan Deli Serdang.
Peran serta masyarakat masih rendah dalam kegiatan pengembangan desa siaga aktif,
dimana UKBM yang berjalan hanya posyandu balita, posyandu lansia, tetapi sistem
donor darah, ambulan desa dan dana sehat belum ada, sistem surveilan berbasis
masyarakat belum maksimal serta Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) masih rendah
1.2 Permasalahan
yaitu masih didapati kematian ibu akibat kekurangan donor darah, ketidaktersediaan
tabulin atau dana sehat, tidak terbentuknya kelompok donor darah, surveilans
berbasis masyarakat terutama untuk deteksi dini ibu dan bayi yang beresiko belum
maksimal serta masih tinggi AKB dan AKABA akibat diare yang berkaitan dengan
Pengembangan Desa Siaga Aktif masih mayoritas pada tahap pratama. Oleh sebab itu
tahun 2013.
tingkat desa terhadap pengembangan Desa Siaga Aktif di Kabupaten Deli Serdang
Tahun 2013.
1.4 Hipotesis
tingkat desa terhadap pengembangan Desa Siaga Aktif di Kabupaten Deli Serdang
tahun 2013.
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada pihak Dinas Kesehatan
kegiatan yang telah dilakukan, dan membuat perencanaan yang lebih tepat guna
3. Bagi peneliti, menambah pengalaman meneliti dan merupakan salah satu syarat