Anda di halaman 1dari 17

A.

PENGERTIAN
Askariasis adalah penyakit cacing yang paling besar prevalensinya di antara penyakit
cacing lainnya. Penyakit ini diperkirakan menginfeksi lebih dari 1 miliar orang. Tingginya
prevalensi ini terutama karena banyaknya telur disertai dengan daya tahan telur yang
mengandung larva cacing pada keadaan tanah yang kondusif.

B. PATOFISIOLOGI PENYAKIT
Setelah tertelan telur askariasis yang inefektif, telur ini akan menetap di bagian atas
usus halus dengan melepaskan larva yang berbentuk rabditiformis. Larva ini akan menembus
dinding usus dan mencapai venule dan pembuluh limfe kemudian melalui sirkulasi portal
mencapai hati, bagian kanan jantung dan paru-paru.
Di dalam paru, larva akan merusak kapiler dan mulai mengikuti percabangan paru
sampai mencapai glotis dan kemudian melewati epiglotis masuk ke dalam esofagus untuk
seterusnya kembali ke usus halus, dimana meraka akan jadi matur dan berubah menjadi
cacing dewasa.
Keseluruhan siklus mulai dari telur yang infektif sampai menjadi cacing dewasa
memerlukan waktu sekitar 2 bulan. Infeksi bertahan dalam masyarakat akibat pembuangan
feses di tanah yang memungkinkan perkembangan telur menjadi infektif lagi. Ini memerlukan
waktu 2 minggu.
Selama fase migrasi, larva askariasis menyebabkan reaksi peradangan dengan
terjadinya infiltrasi eosinofilia. Antigen ascariasis dilepaskan selama migrasi larva yang akan
merangsang respon imunologis dalam tubuh dan respon ini telah pernah dibuktikan adanya
pelepasan antibodi terhadap kelas IgG yang spesifik yang dapat membentuk reaksi
complement-fixation dan precipitating. Mengenai respon kelas IgA terhadap infeksi
ascariasis masih kurang diketahui.
Mekanisme pertahanan primer pada infestasi ascariasis mungkin suatu bentuk seluler.
Selama fase intestinals maka gejala terutama berasal dari adanya cacing dalam usus atau
akibat migrasi kedalam lumen usus yang lain atau perforasi ke dalam peritoneum.
Lebih lanjut ascariasis mengeluarkan antienzim sebagai suatu fungsi proteksi terhadap
kelangsungan hidupnya dan ternyata antienzim ini di duga berhubungan dengan terjadinya
malabsorbsi.

C. TINJAUAN PENYAKIT DARI ASPEK EPIDEMIOLOGI


1. Penyebab
Ascaris lumbricoides, cacing gelang yang berukuran besar yang ada pada usus
manusia. Ascariasis suum, parasit yang serupa yang terdapat pada Babi, jarang namun bisa
berkembang menjadi dewasa pada usus manusia, namun ia dapat juga menyebabkan “larva
migrans”.
Ascariasis disebabkan oleh mengkonsumsi makanan atau minuman yang
terkontaminasi roundworm eggs. Ascariasi adalah infeksi cacing pada usus yang paling
umum. Ditemukan pada orang yang higienisnya buruk, sanitasi yang jelek, dan penggunaan
feses sebagai pupuk.
Pada tinja penderita askariasis yang membuang air tidak pada tempatnya dapat
mengandung telur askariasis yang telah dubuahi. Telur ini akan matang dalam waktu 21 hari.
bila terdapat orang lain yang memegang tanah yang telah tercemar telur Ascaris dan tidak
mencuci tangannya, kemudian tanpa sengaja makan dan menelan telur Ascaris.
Telur akan masuk ke saluran pencernaan dan telur akan menjadi larva pada usus.
Larva akan menembus usus dan masuk ke pembuluh darah. Ia akan beredar mengikuti sistem
peredaran, yakni hati, jantung dan kemudian di paru-paru.
Pada paru-paru, cacing akan merusak alveolus, masuk ke bronkiolus, bronkus, trakea,
kemudian di laring. Ia akan tertelan kembali masuk ke saluran cerna. Setibanya di usus, larva
akan menjadi cacing dewasa. Cacing akan menetap di usus dan kemudian berkopulasi dan
bertelur. Telur ini pada akhirnya akan keluar kembali bersama tinja. Siklus pun akan terulang
kembali bila penderita baru ini membuang tinjanya tidak pada tempatnya.

2. Angka Kejadian (Frekuensi) & Penyebaran di Indonesia


Menurut Margono (2000) dalam Oktavianto (2009), di Indonesia prevalensi askariasis
tinggi, terutama pada anak. Frekuensinya antara 60-90%. Menurut Elmi et al (2004) dalam
Oktavianto (2009), pada penelitian epidemiologi yang telah dilakukan hampir di seluruh
Indonesia, terutama pada anak-anak sekolah dan umumnya didapatkan angka prevalensi
tinggi yang bervariasi. Prevalensi askariasis di propinsi DKI Jakarta adalah 4-91%, Jabar 20-
90%, Yogyakarta 12-85%, Jatim 16-74%, Bali 40-95%, NTT 10-75%, Sumut 46-75%,
Sumbar 2-71%, Sumsel 51-78%, Sulut 30-72%.

3. Epidemiologi Deskriptif (Main, Place and Time)


a. Aspek Main
1) Umur
Pada umumnya lebih banyak ditemukan pada anak-anak berusia 5 – 10 tahun sebagai host
(penjamu) yang juga menunjukkan beban cacing yang lebih tinggi (Haryanti, E, 1993). Ada
beberapa kejadian yang menyerang orang dewasa namun frekuensinya rendah. Hal ini
disebabkan oleh karena kesadaran anak-anak akan kebersihan dan kesehatan masih rendah
ataupun mereka tidak berpikir sampai ke tahap itu. Sehinga anak-anak lebih mudah diinfeksi
oleh larva cacing Ascaris misalnya melalui makanan, ataupun infeksi melalui kulit akibat
kontak langsung dengan tanah yang mengandung telur Ascaris lumbricoides.
2) Kelas sosial
Hal ini juga terjadi pada golongan masyarakat yang memiliki tingkat social ekonomi yang
rendah, sehingga memiliki kebiasaan membuang hajat (defekasi) ditanah, yang kemudian
tanah akan terkontaminasi dengan telur cacing yang infektif dan larva cacing yang seterusnya
akan terjadi reinfeksi secara terus menerus pada daerah endemik (Brown dan Harold, 1983).
3) Pekerjaan
Para pekerja tambang dan pekerja kebun yang menggunakan feses sebagai pupuk cenderung
terpapar langsung dengan tanah yang terkontaminasi telur cacing infektif. Mereka beresiko
terkena penyakit ascariasis karena keadaan lingkungan kerja yang tidak aman dan tidak sehat
serta langsung berhubungan dengan media tanah.
4) Penghasilan
Seseorang dengan penghasilan rendah biasanya tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan
yang ada untuk tindakan pencegahan dan peningkatan status kesehatan. Ini merupakan salah
satu penyebab penyakit ascariasis, masyarakat dengan penghasilan rendah tidak mampu
untuk menggunakan pelayanan kesehatan dalam rangka pencegahan dan peningkatan status
kesehatan.
5) Pendidikan
Ascariasis banyak diderita oleh anak kecil karena tingkat pengetahuan mereka yang kurang
dan kurangnya kesadaran mereka terhadap kebersihan dirinya. Selain itu, peran orang tua
sangat penting untuk mengajarkan kepada anak bagaimana cara perawatan diri yang benar
dan bagaimana menjaga kesehatan. Jika pendidikan dan pengetahuan orang tua rendah maka
kesadaran mereka untuk memberikan pendidikan kesehatan dan melakukan pengawasan
terhadap anak juga rendah. Hal ini yang menyebabkan tingginya angka penderita ascariasis
pada anak.

b. Aspek Place
Cacing ini merupakan parasit yang kosmopolit yaitu tersebar diseluruh dunia, lebih
banyak di temukan di daerah beriklim panas dan lembab. Di beberapa daerah tropik derajat
infeksi dapat mencapai 100% dari penduduk.
Di pedesan kasus ini lebih tinggi prevalensinya, hal ini terjadi karena buruknya sistem
sanitasi lingkungan di pedesaan, tidak adanya jamban sehingga tinja manusia tidak terisolasi
sehingga larva cacing mudah menyebar.

c. Aspek Time
Perkembangan telur dan larva cacing sangat cocok pada iklim tropik dengan suhu optimal
adalah 230C sampai 300C. Jenis tanah liat merupakan tanah yang sangat cocok untuk
perkembangan telur cacing, sementara dengan bantuan angin maka telur cacing yang infektif
bersama dengan debu dapat menyebar ke lingkungan. Jadi, penyebaran telur cacing ascariasis
ini banyak terdapat pada saat cuaca panas dan berangin karena memudahkan
perkembangbiakan serta penyebarannya.

4. Faktor Utama yang Mempengaruhi Penyakit (Model Beagehole)


a. Predisposis
1) Umur
Penyakit Ascariasis biasa menyerang anak-anak berusia 5-10 tahun. Ada pula yang
menyerang dewasa tetapi prevalensinya sedikit.
2) Jenis Kelamin
Penyakit ascariasis menyerang wanita maupun pria. Tidak ada indikator khusus untuk kriteria
penderita ascariasi.

b. Pemungkin
1) Pendapatan Rendah
Tingkat pendapatan rendah merupakan salah satu faktor penurunan kesadaran masyarakat
untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang ada. Masyarakat dengan pendapatan rendah
biasanya tidak memeriksakan kesehatan secara berkala sehingga tidak mengetahui kondisi
kesehatannya karena keterbatasan biaya. Mengingat biaya kesehatan yang semakin tinggi.
2) Gizi Buruk
Gizi buruk yang menimpa penderita akan memudahkan penularan penyakit ascariasis. Hal ini
dikarenakan penderita gizi buruk mengalami penurunan daya tahan atau imunitas. Daya tahan
tubuh sangat penting untuk melindungi tubuh, salah satunya dari serangan parasit cacing.
3) Perumahan Kumuh
Kodisi lingkungan rumah yang kumuh dapat menyebabkan penyakit ascariasis. Sanitasi yang
tidak baik akan menjadi tempat berkembangbiakan bibit penyakit. Misalnya sebuah
perumahan yang memiliki sanitasi buruk dengan tempat pembuangan feses tidak tercover,
akan menyebabkan pencemaran tanah oleh feses yang kemudian menjadi tempat
berkembangbiakan telur cacing ascarisis. Tanah yang tercemar tadi terpegang oleh sesorang
dan seseorang tadi tidak mencuci tangan sebelum makan, maka orang tersebut menelan telur
ascariasis dan terkenan penyakit ascariasis.

c. Pencetus
Penyakit ascariasis dipengaruhi oleh keadaan lingkungan yang kotor (sanitasi kehidupan
sehari-hari, penggunaan feses sebagai pupuk masih banyak terdapat di masyarakat. Padahal
bahaya dari pencemaran tanah akibat pupuk tersebut sangat mengancam kehidupan dan
menjadi jalan masuk penyakit ascariasis.
Pola hidup tidak sehat dengan kurang memperhatikan kebersihan lingkunag dan
kebersihan diri juga menjadi salah sati faktor pencetus penyakit ascariasis. Orang yang suka
sembarangan makan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu sangat beresiko terkena penyakit
ascariasis karena mereka menelan telur cacing ascariasis. Membuang feses tidak pada
tempatnya (membuang hajat sembarangan) juga menjadi hal yang perlu diperhatikan. Tanah
akan tercemar oleh feses dan menjadi tempat perkembangbiakan telur cacing ascariasis.

d. Pemberat
Jenis pekerjaan merupakan faktor pemberat dari penyakit ascariasis. Yang mudah terkena
penyakit ini biasanya mereka yang bekerja di dan terpapar langsung dengan tanah. Hal ini
dikarenakan tempat hidup cacing ascariasis banyak di tambang. Jenis pekerjaan lainnya yang
memudahkan penularan telur cacing ascariasis adalah pekerja perkebunan yang
menggunakan feses sebagai pupuk. Karena tanah tempat mereka bekerja menjadi tempat
bertelurnya cacing ascariasis.

5. Pencegahan Penyakit (Model Clarck)


a. Promotion
Penyuluhan kesehatan tentang sanitasi yang baik dan tepat guna serta hygiene keluarga dan
hygiene pribadi seperti :
1) Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman.
2) Sebelum melakukan persiapan makanan dan hendak makan, tangan dicuci terlebih dahulu
dengan menggunkan sabun dan air mengalir.
3) Bagi yang mengkonsumsi sayuran segar (mentah) sebagai lalapan, hendaklah dicuci bersih
dan disiram lagi dengan air hangat.
4) Ajarkan masyarakat menggunakan fasilitas jamban yang memenuhi syarat kesehatan.
5) Mengajarkan kepada masyarakat agar tidak membuang feses outdors.
6) Mengajarkan kepada masyarakat untuk tidak kontak langsung dengan tanah tanpa
menggunakan pelidung diri (sarung tangan) apalagi dengan tanah yang terkontaminasi feses.

b. Specifik Protection
11) Sediakan fasilitas yang cukup memadai untuk pembuangan kotoran yang layak dan cegah
kontaminasi tanah pada daerah yang berdekatan langsung dengan rumah, terutama di tempat
anak bermain.
2) Di daerah pedesaan, buatlah jamban umum yang konstruksinya sedemikian rupa sehingga
dapat mencegah penyebaran telur askariasis melalui aliran air, angin, dan lain-lain. Kompos
yang dibuat dari kotoran manusia untuk digunakan sebagai pupuk kemungkinan tidak
membunuh semua telur.
3) Lakukan kegiatan pemberian obat cacing secara berkala di masyarakat melalui unit
pelayanan kesehatan dasar (PUSKESMAS).
4) Di daerah endemis, jaga agar makanan selalu di tutup supaya tidak terkena debu dan kotoran.
Makanan yang telah jatuh ke lantai jangan dimakan kecuali telah dicuci atau dipanaskan.
5) Ketika bepergian ke negara yang sanitasi dan higienisnya jelek, hindari makanan yang
mungkin berkontaminasi dengan tanah.
6) Mengadakan kemotrapi massal setiap 6 bulan sekali didaerah endemik ataupun daerah yang
rawan terhadap penyakit askariasis.

c. Early Diagnosis and Promt Treatment


1) Melakukan pemerikasaan kesehatan secara berkala di unit pelayanan kesehatan agar
mengetahui kondisi kesehatan dan bisa mencegah terkena penyakit ascariasis.
2) Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada untuk meningkatkan status kesehatan. Bisa
dengan berkonsultasi dengan tenaga kesehatan agar memperoleh informasi tentang diagnosa
penyakit dini.

d. Disabillity Limitation
Investigasi kontak dan sumber infeksi : cari dan temukan penderita lain yang perlu
diberikan pengobatan. Perhatikan lingkungan yang tercemar yang menjadi sumber infeksi
terutama disekitar rumah penderita. Penderita penyakit askariasis tidak perlu di isolasi
ataupun di karantina karena tidak akan membahayakan orang lain dan dirinya sendiri.
Untuk penaganan wabah di daerah endemis tinggi cukup dengan pemberian penyuluhan
tentang sanitasi lingkungan dan higiene perseorangan yang baik serta pengobatan massal
kepada kelompok resiko tinggi terutama anak-anak.

e. Rehabilitation
WHO menyarankan strategi pemberantasan difokuskan pada penduduk dengan resiko
tinggi termasuk pengobatan pada masyarakat (juga terhadap Trichuris trichura dan cacing
tambang). Pengobatan dibnedakan berdasarkan prevalensi dan beratnya penyakit infeksi:
1) Pengobatan masal pada wanita (sekali setahun termasuk wanita hamil) dan anak prasekolah
usia diatas satu tahun (2 kali setahun). Pengobatan massal untuk anak sekolah diberikan
apabila lebih dari 10% menunjukkan adanya infeksi berat (> 50.000) telur askariasis/gram
tinja tanpa melihat angka prevalensinya.
2) Pengobatan massal setahun sekali untuk risiko tinggi (termasuk wanita hamil) apabila
prevalensinya > 50% dan infeksi berat pada anak sekolah < 10%.
3) Pengobatan individual, apabila prevalensinya < 50% dan infeksi berat pada anak sekolah <
10%.

D. SCREENING PENYAKIT
1. Metode
Cara menegakkan diagnosis penyakit adalah dengan pemeriksaan tinja secara langsung.
Adanya telur memastikan diagnosis askariasis. Diagnosis juga dapat dibuat bila cacing
dewasa keluar sendiri baik melalui hidung, mulut, maupun tinja.
Pemeriksaan tinja dengan cara:
1. Cara sederhana
2. Cara konsentrasi (Cara kato)
3. Cara kuantitatif (Kato katz)

2. Alasan
Penggunaan metode ini gampang dilakukan atau sederhana. Screening jenis ini lebih
efisien karena murah dan hasilnya baik. Efektif dalam memisahkan kelompok yang sakit dan
kelompok sehat. Metode ini juga aman dan hasilnya dapat diterima serta tingkat
releabilitasnya tinggi.

3. Penanganan Hasil Tes (+) & (-)


Bagi pasien (+) maka akan dilakukan pemeriksaan, pengobatan dan perawatan lebih
lanjut di unit pelayanan kesehatan terdekat. Pasien di laukakan pemeriksaan penunjang
lainnya seperti uji diagnostik untuk menegakkan diagnosa dan menentekukan rencana
keperawatan selanjutnya. Setelah menegakkan diagnosa, maka ditentukan pengobatan apa
yang sesuai dengan kondisi pasien. Selanjutnya dilakukan perawatan kepada pasien sampai
dengan pasien mampu beraktivitas dan berfungsi sebagaimana mestinya dan dapat kembali
lagi ke masyarakat.
Penanganan bagi pasien (-) dengan melakukan preventif dan promotif. Pasien
diberikan poendidikan kesehatan agar terhindar dari penyakit ascariasis dan di lakukan
pelatihan bagaimana caranya menjaga kondisi lingkungan dan menjaga kebersihan diri serta
makanan agar meningkatkan status kesehatan pasien.

E. UJI DIAGNOSTIK PILIHAN


1. Ascariasis pneumonitis: uji sputum untuk larva ascaris biasanya berguna.
2. Ascariasis usus: pemeriksaan telur pada feses
a. Direct fecal film: simpel dan efektif. Telur mudah ditemukan dengan menggunakan cara ini
karen jumlah oviposition betina yang besar, yaitu 240.000 telur cacing perhari. Sehingga
metoda ini merupakan metoda utama.
b. Metoda brine floatation.
c. Recovery cacing dewasa, jika ditemukan cacing dewasa dan adolescent pada feses, muntah
dan organ manusia yang diinfeksi ascariasi, diagnosa bisa ditegakkan.
3. Abdominal x-ray
4. USG atau foto perut
5. Comlpete blood count Diagnosis askariasis dilakukan dengan menemukan telur pada tinja
pasien atau ditemukan cacing dewasa pada anus, hidung, atau mulut.
6. Pemeriksaan kadar eosinofil dalam darah.

F. THERAPI
1. Istirahat

2. Diet

3. Obat-obat
a. ALBENDAZOL
1) Sifat fisik : tidak larut dalam air, BM 265
2) Farmakologi dan mekanisme:
Albendazol adalah turunan dari derivat benzimedazol carbamate yang strukturnya
berhubungan dengan mebendazol. Mulanya dikenal sebagai obat hewan pada tahun 1975, dan
kemudian digunakan sebagai obat antelmentik.obat ini mempunyai spektrum yang luas dalam
melawan aktivitas nematoda (Ascaris lumbricoides, Enterobius vermicularis, Strongyloides
stercoralis, Trichuris trichiura and apillaria philippinensis), sistemic nematoda (Trichinella
spiralis and cutaneous larva migrans) and cestodes (Echinococcus granulosis, E.
multilocularis and neurocysticercosis). Albendazol aktif melawan bentuk larva dan dewasa
nematoda usus. Metabolit utama adalah albendazole sulphoxide, yang mempunyai respon
yang besar dalam farmakologi obat. Mekanisme kerja : terikat dengan beta tubulin,
mencegah pemnbentukan mikrotubula, beta tubulin dipengaruhi oleh beta tubulin Mekanisme
potensial yang lain:
a) menghambat fumarat rduktase , menurunkan NADH.
b) degradasi RE dan mitokondria, menurun produksi ATP.
3) Farmakokinetik
Metoda spesifik HPLC telah ditemukan untuk menentukan metabolit aktif albendazol
sulphoxide (2,3,4). Karena mengalami first past metabolism, hanya terdeteksi sedikit
jumlahnya atau tidak seluruhnya masuk ke pembuluh darah.
Setelah pemberian oral dengan dosis tunggal 400 mg pada volunter yang sehat. Concentrasi
plasma puncaknya adalah 0.04 dan 0.55 μg/ml dari metabolit sulphoxide yang dicapai setelah
1 atau 4 jam. Ketika obat diberikan dengan makanan yang berlemak, ditemukan peningkatan
konsentrasi plasma. Perbendaan konsentrasi plasma dalam dan antar individu dari albendazol
sulphoxide telah dilaporkan. Itu mungkin disebabkan karena absorbsi yang tidak menentu dan
kemungkinanan perbedaan laju metabolisme. Albendazol terikat pada protein plasma sampai
70%.
Albendazol secara cepat dan lengakap dioksidasi menjadi metabollit aktif albendazol
sulphoxide, yang kemudian dioksidasi menjadi inactif compound albendazol sulphon.
Albendazol sulphoxide dieliminasi dari plasma dengan T1/2 9 jam. Dieksresikan melalui
ginjal dalam bentuk sulphon dan metabolit yang lain. Sejumlah metabolit yang tidak
signifikan dikeluarkan melalui empedu. Albendazol sulphoxida bisa melewati barier
pembuluh darah otak, dan konsentrasi yang bisa dicapai di otak adalah 1/3 dari plasma.
4) Indikasi
Infeksi tunggal atau ganda yang disebabkan oleh Ascaris lumbricoides, Enterobius
vermicularis, Ancylostoma duodenale, Trichuris trichiura. albendazol kemungkinana efktif
untuk mengobati Strongyloides stercoralis tetapi harus dikontrol apakah lebih baik dari
thiabendazol. Albendazol merupakan drug of choice untuk kasus hydatid.
5) Hamil dan menyusui
Teratogen dan embriotoksisiti dilaporkan pada tikus dan kelinci. Tapi tidak ada laporan pada
manusia. Karena menyebabkan teratogen pada hewan dan kurangnya informasi pada
manusia, albendazol sebaiknya tidak diberikan selama kehamilan. Eksresi melalui laktasi
belum diketahui. FDA : C/D
6) Efek Samping
Setelah pemberian tunggal dosis 400 mg, terlihat efek samping minor yaitu nyeri pada
epigastric dan diare, kurang dari 6% pasien yang mengalaminya.
7) Kontraindikasi dan Peringatan
Belum diketahui kontraindikasi selama pengobatan dengan dosis tunggal nematoda usus.
Selama pengobatan hydatid desease, liver transaminase, leukosit dan platelet harus dimonitor
secara teratur.
8) Interaksi Obat
Dexametason dapat meningkatkan kadar albendazol sulphoxide dalam plasama sampai 50%.
9) Dosis Dewasa dan Anak
Dosis tunggal 400 mg. Reinfeksi dengan entrobiasis, dosis berikutnya dibutuhkan setelah 2-4
minggu.10-15 mg/kg/hari (maksimal 800 mg/hari).
10) Preparat
Zentel ® : tablet 400 mg dan suspensi 2%
Eskazole ® : tablet 400 mg.

b. MEBENDAZOLE
1) Sifat Fisik: BM 259, praktis tidak larut air.
2) Farmakologi dan Mekanisme
Mebendazol adalah derivat benzimedazol yang memiliki spektrum anthelmentik yang luas.
Keefektifannya tinggi melawan bentuk larva dan dewasa dari Ascaris lumbricoides,
Enterobius vermicularis, Trichuris trichiura, hookworms (Ancylostoma duodenale and
Necator americanus) dan Capillaria philippinensis. Dengan dosis yang tinggi obat berfek
melawan hydatid disease. Invitri study terbaru melaorkan mebendazol efektif melawan
Giardia lamblia dibanding metronodazol. Mekanisme kerja: mengikat beta tubula parasit
dengan menghambat polimerisasi tubula menjadi mikrotubula, yang merupakan fungsi yang
penting dari sel parasit.. beta tubulin tergantung glukosa uptake. Mekanisme : perintangan
pem,asukan glukosa dan mempercepat penggunaannya. (obat-obat penting: 192).
3) Farmakokinetik
Mebendazol diberikan oral, bioavailabilitas oral kurang dari 20%. Absorbsinya meningkat
dengan memakan makanan yang berlemak.dimetabolisme di hati. Vd sekitar 1.2 l/kg. 95%
obat terikat dengan protein plasma. Secara ekstensiv dirubah menjadi metabolit inaktif
(hidroksi dan aminometabolit) yang memiliki laju clearen yang ebih lambat dari obat
induknya. Indikasi Mebendazol adalh obat pilihan untuk nematode usus. Bisa juga
digunakan untuk hydatid disease jika albendazol tidak ada.
4) Hamil dan Menyususi
Mebendazol dalam dosis tinggi bersifat tertogen dan embriotoksik pada tikus. Dokumentasi
pada manusia kuran, pengobatan dengan mebendazol harus dicegah selama awal kehamilan.
Eksresi melalui ASI tidak diketahui.
5) Efek Samping
Nyeri abdominal, diare, sedikit sakit kepala. Dosis yang besar pada pengobatan hidatyd
emiliki ES : toksis pada tulang, alopecia, hepatitis, glomerulonefritis, demam dan exfoliativ
dermatitis.
6) Kontraindikasi dan Peringatan
Dosis dikurangi pada pasien dengan gangguan hati. Serum transaminase, leukosit dan platelet
harus diperikasa selama pengobatan. FDA : C
7) Interaksi
Phenitoin dan karbamazepin dilaporkan menurunkan konsentrasi plasma mebendazol,
sedangkan cimetidin memiliki efek yang berlawanan.
8) Dosis
Dewasa dan Anak-anak 100 mg dua kali sehari selama 3 hari.
9) Preparat
Pantelmin ® larutan oral 20mg/ml, tablet 100 mg, 500 mg
vermox® oral suspensi 20 mg/ml, tablet 100 mg, 500 mg

c. LEVOMISOLE
1) Sifat Fisik
Basa BM 204, HCl BM 241, pKa 8, 1 g terlarut dalam 2 ml air, hindari dari cahaya.
2) Farmakologi dan Mekanisme
Levomisol adalah L-isomer dari tetramisol dan lebih aktif dari campuran racemiknya. Ini
diperkenalkan pada tahun 1966 untuk obat hewan, dan kemudian digunakan untu antelmentik
melawan ascariasis.. obat juga bisa digunakan untuk hookworm , tapi hasil study inconsisten.
Mekanisme kerjanya adalah melalui stimulasi autonomic ganglia (nicotinic reseptor) dari
cacing. Jika terekspos obat, cacing immature dan dewasa menunjukkan kontraksi spastic
yang diikuti paralisis tonic. Mekanisme ini hampir sama dengan antilmentik yang lain yaitu
pirantel dan bephenium hidroksinaphtoat. Pada dosis besar levamisol bekerja sebagai
imunostimulant (khususnya sel T).
3) Farmakokinetik
Bioavailabiliti oral tidak diketahui. Setelah pemberian dosis oral 150 mg atau 2.5 mg/kg
pada volunter yang sehat, puncak plasmanya adalah 0.5-0.7 μg/ml yang dicapai dlam 2 jam.
Vd bervariasi mulai dari 86-266 liter. Obat secara cepat dimetabolisme. Satu metabolit
hidroksilevamisol diidentifikasi dalam urin manusia dan tikus.dan beberapa yang lain tidak
teridentifikasi. Pada tikus metabolit yang lain adalah OMPI (2-oxo-3-(2-mercaptoethyl)-5-
phenylimidazoline). T1/2 antara 4-5 jam.
4) Indikasi
Monoinfeksi ascaris lumbricoides. In poliinfeksi mebendazol adalah pilihan utama.
5) Hamil dan Menyusui
Tidak ada dilaporkan adanya tertogen pada kelinci dan tikus dengan dosis 5 dan 150 mg/kg
selama kehamilan. Laporan pada manusia kurang. Pengobatan dengan levamisol ditunda
sampai melahirkan. Kecuali indikasi kuat untuk menggunakannya. Eksresi melalui ASI
belum diketahui.
6) Efek Samping
Nausea, vomiting, abdominal pain dan sakit kepala.penggunaan sebagai imunomodulator
memberikan efek samping yang serius seperti blood disorder (agranulositosis, neutropenia,
dan trombocitopenia) kerusakan ginjal, influenza like reaksi, vasculitis, photosensitivity, dan
alergi obat.
7) Kontraindikasi dan Perhatian
Harus dicegah pada pasian yang alergi obat. Pemberian bersama bisa menyebabkan reaksi
seperti reaksi alcohol dan disulfiram.

8) Interaksi
Levamisol dilaporkan menggantikan ikatan protein rifampicin invitro.
9) Dosis
Dewasa: 150 mg levamisol (base) sebagai dosis tunggal Anak-anak: 2,5 mg/kg levamisol
(base) sebagai dosis tunggal.
10) Preparat
Ketrak ® : oral solution 40 mg base per 5ml, tablet 40 mg base
Solaskil : tablet 30 mg base, 150 mg base
Ergamisol : tablet 50 mg basa
Levamisol tablet 50 mg basa

d. PIPERAZINE
1) Sifat Fisik
a) Piperazine base (anhydrous): MW 86; pKa: 5.6, 9.8.
b) Piperazine hexahydrate: MW 194. Freely soluble in water.
c) Piperazine adipate: MW 232.1 g dissolves in 18 ml of water.
d) Piperazine phosphate: MW 202. 1 g dissolves in 60 ml of water.
e) Tripiperazine dicitrate (piperazine citrate): MW 643.1 g dissolves in 1.5 ml of water.
2) Farmakologi dan Mekanisme
Piperazin adalah basa organic heterosiklik secara luas digunakan untuk antelmentik. Ini
dikembangkan untuk mengobati gout. Obat ini menyebabkan paralysis flaccid. Piperazin
menyebabkan hiperpolarisasi pada otot asacaris.
3) Farmakokinetik
Tidak ada data yang tersedia tentang BA, tidak ada metabolit yang ditemukan di urin.
4) Indikasi
Pengobatan infeksi ascaris l dan entrobius vermicularis.
5) Hamil dan Menyusui
Piperazin telah digunakan selama kehamilan tanpa ada efek teratogen.
6) Efek Samping
Nausea, vomiting, kram abdominal, diare. Pada overdosis timbul gatal-gatal, kesemutan dan
gejala neurotksis.
7) Kontraindikasi dan Perhatian
Tidak boleh diberikan pada pasien dengan hipersensiti atau dengan penyakit neurologi
terutama pasien epilepsi.
8) Interaksi
Pada tikus dan mencit, piprezin menigktkan potensi clororazin.
9) Dosis
Dewasa : dosis tunggal 75 mg/kg piperazin hexahydrate (max 3.5 g)
Anak-anak: 50 mg/kg piperazin hexahidrat (max 2.5 g)
10) Preparat
Antepar: oral suspensi 150 mg piperazin hexahidrat. Tablet 500 mg.
e. Bephenium hydroxynaphtoate (alcopar)
Pemberian dosis tunggal 5 gram.

f. Pyrantel pamoate (anthelcide, ascantrine, combantrine)


Obat pilihan dengan pemberian dosis tunggal 10mg/kg BB

g. Obat kombinasi
1) Pyrantel pamoate (125 mg) dan oxantel pamoate (125 mg) 125/125
Dosis: dewasa 375/375 dosis tunggal.
Anak: 1-5 th 125/125 dosis tunggal 5-12 th 250/250 dosis tunggal.
2) Mebendazole (150 mg) dan pyrantel pamoate (100 mg)
Selama 3 hari berturut-turut.

G. RIWAYAT PENYAKIT YANG KHAS


Kurang lebih 85% kasus askariasis tidak menunjukan gejala klinis (asimtomatik), namun
beberapa individu dengan keluhan rasa terganggu di abdomen bagian atas dengan intensitas
bervariasi.
1. Migrasi pulmonal
Pada awal migrasi larva melalui paru-paru pada umumnya tidak menimbulkan gejala klinis,
namun pada onfeksi berat dapat menyebabkan pneumonitis. Larva askaris dapat
menimbulakan reaksi hipersensitif pulmonum, reaksi inflamasi dan pada individu yang
sensitif dapat menyebabakan gejala seperti asma misalnya batuk, demam, dan sesak nafas.
Reaksi jaringan karena migrasi larva yakni inflamasi eosinofilik, granuloma pada jaringan
dan hipersensitifitas local menyebabakan peningkatan sekresi mucus, inflamasi bronkiolar
dan eksudat serosa. Pada kondisi berat karena larva yang mati, menimbulkan vaskulitis
dengan reaksi granuloma perivaskuler. Inflamasi eosinofilik dekenal dengan loffler’s
sindrom.

2. Gejala alergi lainnya seperti urtikaria kemerahan di kulit (skin rash), nyeri pada mata dan
insomnia karena reaksi alergi terhadap:
a) Ekskresi dan sekresi metabolik cacing dewasa
b) Cacing dewasa yang mati

3. Infeksi intestinal
a) Cacing dewasa menimbulkan gejala klinis ringan , kecuali pada infeksi berat. Gejala klinis
yang sering timbul, gangguan abdominal, nausea, anoreksia dan diare.
b) Komplikasi serius akibat migrasi cacing dewasa ke pencernaan lebih atas akan
menyebabkan muntah (cacing keluar lewat mulut atau hidung) atau keluar lewat rectum.
Migrasi larva dapat terjadi sebagai akibat rangsangan panas (38,90C).
c) Sejumlah cacing dapat membentuk bolus (massa) yang dapat menyebabkan obstruksi
intestinal secara parsial atau komplet dan menimbulkan rasa sakit pada abdomen, muntah dan
kadang-kadang massa dapat di raba.
d) Migrasi cacing ke kandung empedu, menyebabkan kolik biliare dan kolangitis. Migrasi pada
saluran pankreas menyebabkan pankreatitis. Apendisitis dapat disebabkan askaris yang
bermigrasi ke dalam saluran apendiks.

4. Pada anak di bawah umur 5 tahun menyebabakan gangguan nutrisi berat karena cacing
dewasa dan dapat di ukur secara langsung dari peningkatan nitrogen pada tinja. Gangguan
absorpsi karbohidrat dapat kembali normal setelah cacing dieleminasi.
5. Askaris dapat menyebabkan protein energy malnutrition. Pada anak-anak yang diinfeksi 13-
14 cacing dewasa dapat kehilangan 4 gram protein dari diet yang mengandung 35-50 gram
protein/hari (Ideham B dan Pusarawati S, 2007).

6. Efek terhadap ekonomi telah banyak diketahui orang, yaitu, menguras banyak uang, karena
kemampuan A. lumbrikoides memakan karbohidrat yang cukup besar (Soedarmo, 2008).

H. PROGNOSA PENYAKIT & ASPEK YANG MEMPENGARUHI


PROGNOSA
Pada umumnya, askariasis memiliki prognosis yang baik. Kesembuhan askariasis
mencapai 70 hingga 99% (Sutanto et al, 1998). Tanpa pengobatan, infeksi cacing ini dapat
sembuh dalam waktu 1,5 tahun. Komplikasi bisa disebabkan oleh cacing dewasa yang
bergerak ke organ tertentu menyebabkan blockage usus . Komplikasi yang mungkin terjadi:
a) Penghambatan sekresi liver
b) blockage intestine
c) perforasi in the gut

DAFTAR PUSTAKA

BELL John. C, dkk. 1995. Zoonosis (Infeksi yang Ditularkan dari Hewan ke Manusia). Penerbit
Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
Chin, James. 2006. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. CV. Info Medika: Jakarta.
N, Pedro dan Szyfres, Boris. 1980. Zoonoses and Commumcable Diseases Common to Man and
Animals. Pan American Health Organization: Washington DC.
Soedarto. 1996. Penyakit-Penyakit Infeksi di Indonesia. Widya Medika: Jakarta.
Soeparman. 1994. Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit FKUI: Jakarta.
T.H. Rampengan dan I.R. Laurentz. 1993. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta.
Widoyono. 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan & Pemberantasannya.
Erlangga: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai