Anda di halaman 1dari 2

Tentang Kemarahan

Ayat bacaan: Amsal 29:22


===================
“Si pemarah menimbulkan pertengkaran, dan orang yang lekas gusar, banyak
pelanggarannya.”

Urusan memaku dinding tidak sulit. Namun saya dan istri seringkali harus berpikir panjang
sebelum mulai memaku untuk memasang pigura foto, rak dan sebagainya. Mengapa? Karena
kami perlu tahu betul dimana benda-benda itu akan diletakkan. Apakah posisinya sudah tepat,
apakah masih miring, sudah proporsional dengan ruangan dan sebagainya. Salah memaku
memang tidak terlalu masalah, karena kita tinggal mencabut paku dan melubangi bagian lain
dari dinding. Tetapi biar bagaimanapun lubang akan tetap ada. Sekecil apapun lubang yang
ditimbulkan oleh paku, bekasnya akan tetap tinggal disana. Meski kita menambalnya dari
luar dengan kapur, semen lalu di cat, lubang bekas paku itu akan tetap ada di dinding.

Alasan saya memulai renungan hari ini dengan ilustrasi paku adalah karena saya ingin
menyampaikan mengenai dampak dari emosi yang tidak terkendali. Sadarkah kita kalau
sebuah kemarahan yang mungkin hanya meledak sekali waktu dari kita mampu meninggalkan
“lubang” yang berbekas bagi orang yang terkena, dan bisa jadi akan terus berbekas dalam hati
mereka? Ketika diliputi kemarahan kita tanpa sadar mengeluarkan kata-kata yang bisa
menghujam hati orang lain bagai dipaku. Mungkin itu cuma akibat emosi sesaat dan karena
hanya sesaat dalam waktu singkat kita pun sudah melupakannya. Tetapi dampaknya bisa
meninggalkan bekas bagi korban hingga waktu yang lama, bahkan selamanya. Seringkali
luka-luka seperti ini menjadi penghalang bagi mereka untuk maju dan sangat sulit untuk
dibereskan. Saya mengenal beberapa orang yang hingga hari ini sulit disembuhkan. Awalnya
ada sesuatu yang membuat mereka sakit hati di masa lalu, dan itu berdampak menghancurkan
hidup mereka. Mereka mendapat banyak masalah dalam kehidupan mereka. Tidak percaya
diri, sulit mempercayai orang lain, menutup atau memproteksi diri secara berlebihan, ada pula
yang langsung gemetar ketika berhadapan dengan orang yang belum ia kenal. Tidak heran
apabila mereka pun menjadi sulit maju. Seperti itulah luka yang bisa ditimbulkan apabila kita
tidak bisa mengontrol emosi. Kita mungkin hanya kelepasan karena emosi sehingga melempar
kata-kata kasar secara spontan, tetapi seperti halnya dinding, kita meninggalkan bekas yang
bisa jadi cukup dalam di hati orang lain dan melukai mereka untuk waktu yang lama, bahkan
bisa berdampak negatif seumur hidup mereka. Ada dua teman saya bahkan tidak lagi percaya
kepada Tuhan karena beberapa kata-kata buruk ibunya terlanjur melukai mereka cukup dalam.
Mereka bisa menyebutkan berbagai kata yang pernah terlontar dari mulut ibunya meski pada
saat itu mereka masih sangat kecil. Ibu kedua teman saya adalah orang yang percaya Tuhan,
tetapi sayangnya tidak mencerminkan pribadi Tuhan sama sekali dalam hidup mereka.
Akhirnya sang anak pun menjadi sinis setiap kali mendengar tentang Tuhan. Mungkin sang
ibu sendiri sudah tidak ingat lagi, tetapi kehancuran yang ditimbulkan ternyata sudah cukup
parah bagi anaknya.

Kemarahan bisa mencederai orang lain baik secara fisik maupun psikis. Disamping itu kita
sendiri bisa rugi jika membiarkan amarah tidak terkendali. Berbagai penyakit seperti darah
tinggi, serangan jantung dan sebagainya bisa dengan mudah menyerang kita. Iblis pun akan
berpesta pora mendapatkan lahan bermain yang sangat menyenangkan baginya. Itulah
sebabnya Alkitab berulang kali menganjurkan kita untuk bisa mengontrol emosi. Firman
Tuhan berkata: “Si pemarah menimbulkan pertengkaran, dan orang yang lekas gusar,
banyak pelanggarannya.” (Amsal 29:22). Seorang yang gampang marah, kata Firman Tuhan,
akan mudah membuat banyak pelanggaran. Apakah itu lewat kata-kata, membanting sesuatu,
melempar atau kekerasan secara fisik dan lain-lain, itu bisa terjadi ketika kita kehilangan
kesadaran akibat kalap dengan emosi yang meledak-ledak. Dan semua itu kelak akan kita
sesali. Seringkali penyesalan datang terlambat, karena sebagian besar diantaranya kerap sudah
sangat sulit untuk bisa diperbaiki. Betapa seringnya kita mendengar orang membunuh
sesamanya karena emosi sesaat. Kalaupun tidak sampai sefatal membunuh, berbagai akibat
yang timbul dari emosi yang tidak terkendali itu pun sudah meninggalkan bekas yang susah
untuk dihapus.

Anda mungkin juga menyukai