Anda di halaman 1dari 30

Presentasi Kasus

SEORANG PEREMPUAN 56 TAHUN DENGAN NYERI PINGGANG


BAWAH

Periode 15 Mei 2017- 11 Juni 2017


Anggota Kelompok:
Nanda Eka Sri Sejati G99152050
Taqiudin Miftakhurrohman G99152054
Denalia Aurika G99152065
Clarissa Adelia Gunawan G99162016
Amola Besta Talenta G99162019
Pembimbing :
Dr. Rivan Danuaji, M.Kes, SpS

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2017
BAB I

STATUS PASIEN

I. ANAMNESA
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. A
Umur : 56 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Pedagang
Alamat : Mlangsen, Sukoharjo
Status : Menikah
Tanggal Masuk : 24 Mei 2017
Tanggal Periksa : 30 Mei 2017

No RM : 0137xxxx

B. Keluhan Utama
Nyeri pinggang bawah sejak 1 bulan SMRS.

C. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan nyeri pinggang bawah kurang lebih
sejak 1 bulan SMRS. Nyeri dirasakan terus-menerus dan semakin
memberat 3 hari SMRS. Nyeri semakin memberat jika pasien tidur
terlentang dan berkurang dengan tidur miring. Pasien masih bisa
beraktivitas, masih bisa berjalan, duduk dan berdiri namun dengan
intensitas yang berkurang. Nyeri sudah diobati dengan pil antinyeri
namun tidak berkurang. 1 hari SMRS, pasien sempat ke IGD. Setelah
disuntik obat antinyeri, pasien dipulangkan.
Pasien juga merasakan demam sumer – sumer hilang timbul.
Demam pertama kali dirasakan sejak 4 bulan SMRS. Demam disertai
batuk, keringat malam hari dan penurunan berat badan. Pasien sudah
memeriksakan ke spesialis paru dan dinyatakan positif TB paru. Pasien
sudah mendapat pengobatan TB yang diminum rutin sesuai anjuran
dokter.
Pasien juga memiliki riwayat sakit gula dan darah tinggi. Sakit
gula diketahui ketika pasien terdiagnosis TB. Sementara darah tinggi
sudah diderita pasien kurang lebih 10 tahun yang lalu, namun pasien
tidak rutin meminum obat darah tinggi.

D. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat Hipertensi : (+) sejak 10 tahun yll, tidak minum
obat rutin
Riwayat DM : (+) diketahui 4 bulan ylll
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
Riwayat Trauma/Jatuh : disangkal
Riwayat Mengangkaat Berat : disangkal
Riwayat Keganasan : disangkal

E. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat Keluhan Serupa : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Tumor : disangkal

F. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien merupakan seorang pedagang. Pasien berobat di RSUD Dr.


Moewardi menggunakan fasilitas BPJS kelas III.

G. Riwayat Gizi dan Kebiasaan


Sehari-harinya pasien makan 3 kali sehari dengan lauk beragam disertai
sayuran.
Riwayat merokok : (-)
Riwayat minum alkohol : (-)
Riwayat minum jamu bebas : (-)
Riwayat angkat beban berat : (+) saat berjualan

II. PEMERIKSAAN FISIK


A. Keadaan Umum
a. Keadaan umum : compos mentis, E4V5M6, tampak sakit sedang
b. Vital sign :
TD : 130/90 mmHg
N : 88 kali per menit, regular, simetris, isi dan tegangan cukup
RR : 20 x/menit
T : 36,5o C per aksila
Vas : 4-5
B. Status Neurologis
Fungsi Luhur : aspek bahasa, memori, visuospasial dalam batas
normal
Meningeal sign : kaku kuduk (-), Babinski I, II, III (-)
Nn Craniales :
N. I : tidak dilakukan
N. II, III : pupil isokor 3 mm/3 mm . Reflek Cahaya +/+
N. III, IV, VI : gerak bola mata dalam batas normal
N. V : sensori : dalam batas normal, nyeri trigeminal (-)
motorik : tonus m.temporalis , m. masseter normal
N. VII : sensorik : dalam batas normal
motorik : dalam batas normal, parese (-)
N. VIII : dalam batas normal
N. IX, X : uvula di tengah, gag reflek (-),suara parau (-)
N. XI : tonus m.accessorius , m. trapezius dalam batas
normal
N. XII : lidah simetris

Fungsi Motorik :
Kekuatan Tonus

555 555 N N
555 555 N N

Reflek Fisiologis Reflek Patologis


Biceps : +3 / +3 Babinski :-/+
Triceps : +3 / +3 Chaddock :-/-
Patella : +3 / +3 Oppenheim :-/-
Achilles : +2 / +2 Gordon :-/-
Schaffer :-/-
Mendel Bechtrew – Rosolimo : - /-
Gonda :-/-
Stransky :-/-
Fungsi Sensorik : Hipoestesi setinggi T6
Fungsi Otonom : BAK dan BAB tidak ada kelainan
Fungsi Collumna Vertebralis
Patrick :+/-
Kontra Patrick :-/-
Lasseque :-/-
Kernig :-/-

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hasil pemeriksaan radiologi (23 / 05 / 2017) di RSDM
a. Foto thoraks PA/Lateral:
 Cor: besar dan bentuk normal
 Paru tampak fibroinfiltrat disertai cavitas di sekitarnya di
suprahilus hingga apeks paru bilateral
 Sinus costophrenicus kanan kiri anterior posterior tajam
 Retrosternal dan retrocardiac space dalam batas normal
 Hemidiaphragma kanan kiri normal
 Trakea di tengah
 Tak tampak lesi osteolitik/osteoblastik
Kesan :
Tb paru

b. Foto lumbosakral AP/Lateral:


 Alignment baik, curve melurus
 Trabekulasi tulang normal
 Superior dan inferior end plate tak tampak kelainan
 Corpus tampak osteofit pada VL4-5, pedicle dan spatium
intervertebralis tampak baik
 Tak tampak erosi/destruksi tulang
 Tak tampak paravertebral soft tissue mass/swelling
 Line of weight bearing jatuh pada bidang promontorium
Kesan:
Paralumbal muscle spasme
Spondilosis lumbalis
2. Hasil pemeriksaan laboratorium (23 / 05 / 2017) di RSDM
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN RUJUKAN
HEMATOLOGI
RUTIN
Hemoglobin 10.5 g/dl 12.0 – 15.6
Hematokrit 33 % 33 – 45
Leukosit 5.4 ribu/ul 4.5 – 11.0
Trombosit 324 ribu/ul 150 – 450
Eritrosit 3.68 juta/ul 4.10 – 5.10
KIMIA KLINIK
Glukosa Darah Sewaktu 206 mg/dl 60 – 140
SGOT 16 u/l < 31
SGPT 6 u/l < 34
Albumin 3.5 g/dl 3.5 – 5.2
Kreatinin 0.4 mg/dl 0.6 – 1.1
Ureum 24 mg/dl < 50
ELEKTROLIT
Natrium 139 mmol/L 136 - 145
Kalium 4.9 mmol/L 3.3 - 5.2
Klorida 109 mmol/L 98 - 106
HEPATITIS
HbsAg Rapid Nonreaktif Nonreaktif
3. Hasil pemeriksaan laboratorium (26 / 05 / 2017) di RSDM
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN RUJUKAN
KIMIA KLINIK
HbA1c 6.1 % 4.8 – 5.9
Glukosa Darah Puasa 102 mg/dl 70 – 110
Glukosa 2 Jam PP 167 mg/dl 80 - 140
Asam Urat 3.4 mg/dl 2.4 – 6.1
Kolesterol Total 278 mg/dl 50 – 200
Kolesterol LDL 191 mg/dl 89 – 210
Kolesterol HDL 42 mg/dl 37 – 91
Trigliserida 155 mg/dl < 150
III. DIAGNOSIS
Klinis : Low back pain
Topis : Thoracolumbal
Etiologis : Susp Spondylosis Lumbal dd Spondylitis TB
Diagnosis lain : Tb paru dalam OAT bulan ke-4
Diabetes melitus tipe II
Hipertensi

IV. PLAN
IVFD NaCl 0.9% 20 tpm
Diet nasi DM TKTP 1500 kkal
Injeksi Ketorolac 30 mg / 12 jam iv (k/p) jika nyeri hebat
Injeksi Mecobalamin 500 mcg / 24 jam iv
Gabapentin 100 mg/8 jam po
Ibuprofen 400 mg/8 jam po
Amitriptilin 25 mg/24 jam po
Tizanidine 1 tablet/12 jam po
Simvastatin 20 mg/24 jam po
Metformin 3x500 mg po
Candesartan 16 mg/24 jam po
Terapi OAT dilanjutkan

Plan Diagnostik
MRI lumbosakral

BAB II
FOLLOW UP
Tanggal Follow Up
31/05/2017 S : Nyeri pinggang bawah
DPH 7
O:
Tekanan darah : 160/90 mmHg
Denyut nadi : 92x/menit
Respirasi : 18 x/menit
Suhu : 37,4 oC
VAS : 4-5
Kesadaran : GCS E4V5M6
Fungsi luhur : dalam batas normal
Meningeal sign : (-)
Nn. Craniales
N.II, III : pupil isokor (3mm/3mm), refleks
cahaya (+/+)
N.III, IV, VI : gerak bola mata dbn
N VII , XII : dalam batas normal

Fungsi motorik :
Kekuatan Tonus R. Fisiologis R. Patologis
555 555 N N +2 +2 + +

555 555 N N +3 +3 + +

Fungsi sensorik : dalam batas normal


Fungsi columna vertebralis : patrick (+/-), kontrapatrick (-/-),
laseque (-/-), kernig (-/-)

A:
Klinis : Low back pain
Topis : Thoracolumbal
Etiologi : Spondilosis lumbalis
P:
1. IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
2. Inj ketorolac 30 mg/24 jam
3. Inj mecobalamin 500 mg/12 jam
4. Gabapentin 300 mg /8 jam p.o
5. Ibuprofen 400 mg/8 jam p.o
6. Amitriptilin 25mg/24 jam p.o
7. Simvastatin 20 mg/24 jam p.o
8. Myonep 50 mg/8jam p.o
9. Lain – lain sesuai TS paru

Plan :
MRI Thoracolumbal

1/06/2017 S : Nyeri pinggang bawah


DPH 8
O:
Tekanan darah : 150/85 mmHg
Denyut nadi : 89x/menit
Respirasi : 16 x/menit
Suhu : 37,4 oC
VAS : 4-5
Kesadaran : GCS E4V5M6
Fungsi luhur : dalam batas normal
Meningeal sign : (-)
Nn. Craniales
N.II, III : pupil isokor (3mm/3mm), refleks
cahaya (+/+)
N.III, IV, VI : gerak bola mata dbn
N VII , XII : dalam batas normal

Fungsi motorik :
Kekuatan Tonus R. Fisiologis R. Patologis
555 555 N N +2 +2 + +

555 555 N N +3 +3 + +

Fungsi sensorik : dalam batas normal


Fungsi columna vertebralis : patrick (+/-), kontrapatrick (-/-),
laseque (-/-), kernig (-/-)

A:
Klinis : Low back pain
Topis : Thoracolumbal
Etiologi : Spondilosis lumbalis
P:
1. IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
2. Inj ketorolac 30 mg/24 jam
3. Inj mecobalamin 500 mg/12 jam
4. Gabapentin 300 mg /8 jam p.o
5. Ibuprofen 400 mg/8 jam p.o
6. Amitriptilin 25mg/24 jam p.o
7. Simvastatin 20 mg/24 jam p.o
8. Myonep 50 mg/8jam p.o
9. Lain – lain sesuai TS paru

Plan :
MRI Thoracolumbal

2/06/2017 S : Nyeri pinggang bawah


DPH 9
O:
Tekanan darah : 160/80 mmHg
Denyut nadi : 78x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 37 oC
VAS :4-5
Kesadaran : GCS E4V5M6
Fungsi luhur : dalam batas normal
Meningeal sign : (-)
Nn. Craniales
N.II, III : pupil isokor (3mm/3mm), refleks
cahaya (+/+)
N.III, IV, VI : gerak bola mata dbn
N VII , XII : dalam batas normal

Fungsi motorik :
Kekuatan Tonus R. Fisiologis R. Patologis
555 555 N N +2 +2 + +

555 555 N N +3 +3 + +

Fungsi sensorik : dalam batas normal


Fungsi otonom : dalam batas normal
Fungsi columna vertebralis : patrick (+/-), kontrapatrick (-/-),
laseque (-/-), kernig (-/-)

A:
Klinis : Low back pain
Topis : Thoracolumbal
Etiologi : Spondilosis lumbalis
P:
1. IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
2. Inj ketorolac 30 mg/24 jam
3. Inj mecobalamin 500 mg/12 jam
4. Gabapentin 300 mg /8 jam p.o
5. Ibuprofen 400 mg/8 jam p.o
6. Amitriptilin 25mg/24 jam p.o
7. Simvastatin 20 mg/24 jam p.o
8. Myonep 50 mg/8jam p.o
9. Lain – lain sesuai TS paru

Plan :
Mengurus protokol MRI Thoracolumbal

3/06/2017 S : Nyeri pinggang bawah menurun


DPH 10
O:
Tekanan darah : 160/85 mmHg
Denyut nadi : 95x/menit
Respirasi : 19 x/menit
Suhu : 36,4 oC
VAS :3
Kesadaran : GCS E4V5M6
Fungsi luhur : dalam batas normal
Meningeal sign : (-)
Nn. Craniales
N.II, III : pupil isokor (3mm/3mm), refleks
cahaya (+/+)
N.III, IV, VI : gerak bola mata dbn
N VII , XII : dalam batas normal

Fungsi motorik :
Kekuatan Tonus R. Fisiologis R. Patologis
555 555 N N +2 +2 + +

555 555 N N +3 +3 + +

Fungsi sensorik : dalam batas normal


Fungsi otonom : dalam batas normal
Fungsi columna vertebralis : patrick (+/-), kontrapatrick (-/-),
laseque (-/-), kernig (-/-)

A:
Klinis : Low back pain
Topis : Thoracolumbal
Etiologi : Spondilosis lumbalis dd spondylitis TB
P:
1. IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
2. Inj ketorolac 30 mg/24 jam
3. Inj mecobalamin 500 mg/12 jam
4. Gabapentin 300 mg /8 jam p.o
5. Ibuprofen 400 mg/8 jam p.o
6. Amitriptilin 25mg/24 jam p.o
7. Simvastatin 20 mg/24 jam p.o
8. Myonep 50 mg/8jam p.o
9. Lain – lain sesuai TS paru dan interna

Plan :
Menunggu jadwal MRI Thoracolumbal 8 Juni 2017

4/06/2017 S : Nyeri pinggang bawah menurun


DPH 11
O:
Tekanan darah : 150/80 mmHg
Denyut nadi : 86x/menit
Respirasi : 22 x/menit
Suhu : 36,6 oC
VAS :3
Kesadaran : GCS E4V5M6
Fungsi luhur : dalam batas normal
Meningeal sign : (-)
Nn. Craniales
N.II, III : pupil isokor (3mm/3mm), refleks
cahaya (+/+)
N.III, IV, VI : gerak bola mata dbn
N VII , XII : dalam batas normal

Fungsi motorik :
Kekuatan Tonus R. Fisiologis R. Patologis
555 555 N N +2 +2 + +

555 555 N N +3 +3 + +

Fungsi sensorik : hipoestesi setinggi myelum Th VI


Fungsi otonom : dalam batas normal
Fungsi columna vertebralis : patrick (+/-), kontrapatrick (-/-),
laseque (-/-), kernig (-/-)

A:
Klinis : Low back pain, hipoestesi setinggi myelum Th VI
Topis : Thoracolumbal
Etiologi : Spondylitis TB
P:
1. IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
2. Inj ketorolac 30 mg/24 jam
3. Inj mecobalamin 500 mg/12 jam
4. Gabapentin 300 mg /8 jam p.o
5. Ibuprofen 400 mg/8 jam p.o
6. Amitriptilin 25mg/24 jam p.o
7. Simvastatin 20 mg/24 jam p.o
8. Myonep 50 mg/8jam p.o
9. Rifampisin 1x450mg p.o
10. INH 1x300 mg p.o TS Paru
11. B6 1x10 mg p.o

Plan :
Menunggu jadwal MRI Thoracolumbal 8 Juni 2017
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Columna Vertebralis


Kolumna vertebralis merupakan pilar utama tubuh, dan berfungsi
menyanggah kranium, gelang bahu, ektrimitas atas, dan dinding toraks
serta melalui gelang panggung meneruskan berat badan ke ekstremitas
inferior. Di dalam rongganya terletak medula spinalis, radix nervi spinales,
dan lapisan penutup meningen, yang dilindungi oleh kolumna vertebralis.
Garis berat tubuh manusia di kepala berawal pada vertex, diteruskan
melalui columna vertebralis ke tulang panggul yang selanjutnya akan
meneruskannya kembali ke tungkai melalui acetabulum. Dalam
menjalankan fungsinya menahan berat badan, tulang-tulang ini diperkuat
oleh ligamen dan otot-otot yang sekaligus juga mengatur keseimbangan
dan gerakannya.

Gambar 3.1 Columna vertebralis

Columna Vertebralis disusun oleh 33 vertebra, 7 vertebra servikalis (C), 12


vertebra torakalis (T), 5 vertebra lumbalis (L), 5 vertebra sakralis (S), dan 4 vertebra
koksigeus (pada umumnya 3 vertebra koksigeus di bawah bersatu). Struktur kolumna
vertebralis ini fleksibel karena bersegmen dan disusun oleh tulang vertebra, sendi-sendi,
dan bantalan fibrokartilago yang disebut diskus intervertebralis.
3.1.1. Struktur Columna Vertebralis
1) Segmen cervical: terdiri atas 7 tulang yang memiliki bentuk tulang yang
kecil dengan spina atau procesus spinosus (bagian seperti sayap pada
belakang tulang) yang pendek kecuali tulang ke-2 dan ke-7. Tulang ini
merupakan tulang yang mendukung bagian leher.

2) Segmen thoracal: terdiri atas 12 tulang yang juga dikenal sebagai tulang
dorsal. Procesus spinosus pada tulang ini terhubung dengan tulang rusuk.
Kemungkinan beberapa gerakan memutar dapat terjadi pada tulang ini.

3) Segmen lumbar: terdiri atas 5 tulang yang merupakan bagian paling


tegap konstruksinya dan menanggung beban terberat dari tulang yang
lainnya. Bagian ini memungkinkan gerakan fleksi dan ekstensi tubuh dan
beberapa gerakan rotasi dengan derajat yang kecil.

4) Segmen sacrum: terdiri atas 5 tulang dimana tulang-tulangnya tidak


memiliki celah dan bergabung (intervertebral disc) satu sama lainnya.
Tulang ini menghubungkan antara bagian punggung dengan bagian panggul.

5) Segmen coccyx: terdiri atas 4 tulang yang juga tergabung tanpa celah
antara 1 dengan yang lainnya. Tulang coccyx dan sacrum tergabung menjadi
satu kesatuan dan membentuk tulang yang kuat.
Gambar 3.1 Columna vertebralis dan saraf spinal

3.1.2 Medulla Spinalis


Medula spinalis merupakan perpanjangan medula oblongata ke arah
kaudal di dalam kanalis vertebralis mulai setinggi cornu vertebralis cervicalis I
memanjang hingga setinggi cornu vertebralis lumbalis I - II. Terdiri dari 31
segmen yang setiap segmennya terdiri dari satu pasang saraf spinal. Dari medula
spinalis bagian cervical keluar 8 pasang , dari bagian thorakal 12 pasang, dari
bagian lumbal 5 pasang dan dari bagian sakral 5 pasang serta dari coxigeus keluar
1 pasang saraf spinalis. Medulla spinalis terbungkus oleh selaput meninges yang
berfungsi melindungi saraf spinal dari benturan atau cedera.
Gambaran penampang medula spinalis memperlihatkan bagian-bagian
substansia grissea dan substansia alba. Substansia grisea ini mengelilingi canalis
centralis sehingga membentuk columna dorsalis, columna lateralis dan columna
ventralis. Massa grisea dikelilingi oleh substansia alba atau badan putih yang
mengandung serabut-serabut saraf yang diselubungi oleh myelin. Substansi alba
berisi berkas-berkas saraf yang membawa impuls sensorik dari SST menuju SSP
dan impuls motorik dari SSP menuju SST. Substansia grisea berfungsi sebagai
pusat koordinasi refleks yang berpusat di medula spinalis.Disepanjang medulla
spinalis terdapat jaras saraf yang berjalan dari medula spinalis menuju otak yang
disebut sebagai jaras acenden dan dari otak menuju medula spinalis yang disebut
sebagai jaras desenden. Subsatansia alba berisi berkas-berkas saraf yang berfungsi
membawa impuls sensorik dari sistem tepi saraf tepi ke otak dan impuls motorik
dari otak ke saraf tepi. Substansia grisea berfungsi sebagai pusat koordinasi
refleks yang berpusat di medula spinalis.

Gambar. 3.2 Penampang medulla spinalis

3.1.3 Neuroanatomi Medulla Spinalis


Medulla spinalis bersegmen – segmen dan radix yang berpasangan di bagian
posterior (sensorik) dan anterior (motorik) sesuai dengan masing – masing
segmen meninggalkan canalis vertebralis melalui foramina intervertebralis.
Radix saraf anterior dan posterior
Setiap radix saraf mempunyai pembungkus pia, arachnoid, dan duramater.
Radix anterior dan posterior bersatu dalam foramen intervertebralis membentuk
thoraks spinal. Disini meninges berfusi epineurium saraf spinal. Lokasi
anatomiknya dalam canalis vertebralis serta dalam foramen intervertebralis,
memaparkan mereka pada kompresi oleh tumor columna vertebralis serta iritasi
akibat konstituen abnormal dalam cairan cerebrospinal seperti adanya darah
setelah suatu perdarahan sub arachnoid. Suatu diskus intervertebralis yang
mengalami herniasi, tumor vertebrae primer atau sekunder, kerusakan vertebrae
oleh tumor atau infeksi, atau suatu fraktur dislokasi jatuh menekan radix saraf
spinal dalam foramina intervertebralis. Bahkan skoliosis yang parah dapat
menimbulkan kompresi pada radix saraf.
Suatu lesi pada radix saraf spinal posterior akan menimbulkan nyeri pada
daerah kulit yang disarafi oleh radix tersebut, juga pada otot – otot yang menerima
persarafan sensorik dari radix tersebut. Gerakan – gerakan dari columna
vertebralis pada daerah lesi akan meningkatkan rasa nyeri, batuk serta bersin juga
akan memperburuk rasa nyeri dengan cara meningkatka tekanan dari canalis
vertebralis. Sebelum terjadi kehilangan sensasi sebenarnya pada dermatom dapat
terlihat bukti – bukti adanya hiperalgesia dan hiperestesia.
Suatu lesi pada radix anterior akan menimbulkan paralisis pada setiap otot
yang dipersarafi semata – mata oleh radix tersebut dan paralisis parsial setiap otot
yang dipersarafi secara parsial oleh radix tersebut. Pada kedua kasus terjadi
fasikulasi dan atrofi otot.
Kompresi medulla spinalis jika cidera medulla spinalis dapat disingkirkan,
maka sebab – sebab kompresi dapat dibagi menjadi ekstradural dan intradural.
Sebab – sebab intradural dapat dibagi menjadi kompresi yang timbul di luar
medulla spinalis (ekstra medullaris) dan kompresi yang timbul dalam medulla
spinalis (intra medullaris). Sebab – sebab ekstradural termasuk herniasi diskus
intervertebralis, infeksi vertebrae dengan tuberkulosis, tumor primer dan sekunder
vertebrae; deposit – deposit leukemia serta abses ekstra dural dapat juga
menimbulkan kompresi pada medulla spinalis. Dua tumor ekstra dural yang
umum adalah meningioma dan fibroma saraf. Sebab – sebab intradural termasuk
tumor primer medulla spinalis, seperti glioma.
Tanda – tanda dan gejala klinis ditimbulkan dengan adanya gangguan
terhadap anatomi yang normal serta gangguan fungsio fisiologis medulla spinalis.
Tekanan pada arteri spinalis menyebabkan iskemia medulla spinalis dengan
degenerasi sel – sel saraf serta serabutnya. Tekanan – tekanan pada vena – vena
spinalis menyebabkan edema medulla spinalis dengan gangguan fungsi neuron –
neuron. Akhirnya tekanan langsung pada substansia alba dan grisea medulla
spinalis dan radix saraf spinal mengganggu hantaran saraf. Pada saat yang sama,
sirkulasi cairan cerebrospinal mengalami obstruksi dan komposisi cairan
cerebrospinal di bawah tingkat sumbatan mengalami perubahan.

Tanda – tanda klinis


Salah satu tanda – tanda dini adalah nyeri. Nyeri dapat lokal mengenai
vetebrae yang terlibat atau menyebar di sepanjang distribusi satu atau lebih radix
saraf spinal. Nyeri memburuk pada saat batuk dan bersin dan biasanya memburuk
pada malam hari ketika pasien berbaring.
Gangguan fungsi motorik terjadi secara dini. Keterlibatan sel – sel motorik pada
tingkat lesi menimbulkan paralise otot – otot secara parsial atau lengkap dengan
terjadinya kehilangan tonus dan atrofi otot. Keterlibatan dini traktus kortikospinal
dan traktus descendens lainnya menimbulkan kelemahan otot, peningkatan tonus
otot (spastisitas), peningkatan refleks tendon di bawah tingkat lesi, dan respons
ekstensor plantar. Derajat kehilangan sensorik tergantung pada traktus saraf yang
terlibat. Suatu lesi pada kolumna alba posterior medulla spinalis akan
menyebabkan kehilangan rasa sendi otot (propiosepsi), rasa getaran, dan
diskriminasi taktil di bawah tingkat lesi pada sisi yang sama. Keterlibatan traktus
spinotalamik lateralis akan menyebabkan kehilangan sensasi nyeri dan panas serta
dingin pada sisi tubuh yang berlawanan di bawah tingkat lesi.

3.2. Spondilitis TB
Spondilitis tuberculosis (TB) adalah infeksi Mycobacterium
tuberculosis pada tulang belakang. Spondilitis TB sangat berpotensi
menyebabkan morbiditas serius, termasuk defi sit neurologis dan
deformitas tulang belakang yang permanen. Diagnosis dini spondilitis TB
sulit ditegakkan dan sering disalahartikan sebagai neoplasma spinal atau
spondilitis piogenik lainnya. Diagnosis biasanya baru dapat ditegakkan
pada stadium lanjut, saat sudah terjadi deformitas tulang belakang yang
berat dan defisit neurologis yang bermakna seperti paraplegia.
Pada tahun 2005, World Health Organization (WHO)
memperkirakan bahwa jumlah kasus TB baru terbesar terdapat di Asia
Tenggara (34 persen insiden TB secara global), termasuk Indonesia. Satu
hingga lima persen penderita TB, mengalami TB osteoartikular. Separuh
dari TB osteoartikular adalah spondilitis TB. Penderita TB di Negara
berkembang yang berusia muda diketahui lebih rentan terhadap spondilitis
TB daripada usia tua. Sedangkan di negara maju, usia munculnya
spondylitis TB biasanya pada dekade kelima hingga keenam

3.2.1 Patofisiologi
Spondilitis TB dapat terjadi akibat penyebaran secara
hematogen/limfogen melalui nodus limfatikus para-aorta dari fokus
tuberkulosis di luar tulang belakang yang sebelumnya sudah ada. Pada
anak, sumber infeksi biasanya berasal dari fokus primer di paru,
sedangkan pada orang dewasa berasal dari fokus ekstrapulmoner (usus,
ginjal, tonsil). Dari paru, kuman dapat sampai ke tulang belakang melalui
pleksus venosus paravertebral Batson.
Lesi tuberkulosis pada tulang belakang dimulai dengan inflamasi
paradiskus. Setelah tulang mengalami infeksi, hiperemia, edema sumsum
tulang belakang dan osteoporosis terjadi pada tulang. Destruksi tulang
terjadi akibat lisis jaringan tulang, sehingga tulang menjadi lunak dan
gepeng terjadi akibat gaya gravitasi dan tarikan otot torakolumbal.
Selanjutnya, destruksi tulang diperberat oleh iskemi sekunder akibat
tromboemboli, periarteritis, endarteritis. Karena transmisi beban gravitasi
pada vertebra torakal lebih terletak pada setengah bagian anterior badan
vertebra, maka lesi kompresi lebih banyak ditemukan pada bagian anterior
badan vertebra sehingga badan vertebra bagian anterior menjadi lebih
pipih daripada bagian posterior. Resultan dari hal-hal tersebut
mengakibatkan deformitas kifotik. Deformitas kifotik inilah yang sering
disebut sebagai gibbus.
Cold abscess dapat terbentuk jika infeksi spinal telah menyebar ke
otot psoas (disebut juga abses psoas) atau jaringan ikat sekitar. Cold
abscess dibentuk dari akumulasi produk likuefaksi dan eksudasi reaktif
proses infeksi. Abses ini sebagian besar dibentuk dari leukosit, materi
kaseosa, debris tulang, dan tuberkel basil. Abses di daerah lumbar akan
mencari daerah dengan tekanan terendah hingga kemudian membentuk
traktus sinus/fistel di kulit hingga di bawah ligamentum inguinal atau
region gluteal.
Defisit neurologis oleh kompresi ekstradural medula spinalis dan
radiks terjadi akibat banyak proses, yaitu: 1) penyempitan kanalis spinalis
oleh abses paravertebral, 2) subluksasio sendi faset patologis, 3) jaringan
granulasi, 4) vaskulitis, trombosis arteri/ vena spinalis, 5) kolaps vertebra,
6) abses epidural atau 7) invasi duramater secara langsung. Selain itu,
invasi medula spinalis dapat juga terjadi secara intradural melalui
meningitis dan tuberkulomata sebagai space occupying lesion

3.2.2 Tanda dan Gejala


Keluhan Spondilitis TB dapat tanpa nyeri. Pasien biasanya
mengeluhkan nyeri lokal tidak spesifik pada daerah vertebra yang
terinfeksi. Demam subfebril, menggigil, malaise, berkurangnya berat
badan atau berat badan tidak sesuai umur pada anak yang merupakan
gejala klasik TB paru juga terjadi pada pasien dengan spondilitis TB.
Temuan fisik meliputi nyeri lokal, otot kejang, dan gerak terbatas. Pasien
juga mungkin memiliki deformitas tulang belakang dan defisit neurologis.
Keluhan dapat seperti paraplegia, kyphosis, dan draining sinuses.
Mungkin dapat juga didapatkan abses di salah satu dari banyak lokasi
termasuk selangkangan dan pantat.
Paraplegia pada spondylitis TB (Pott’s paraplegia) hanya terjadi
pada 4 – 38 persen penderita. Insidensi paraplegia lebih tinggi dngan
spondylitis di vertebra dan servikal
Pott’s paraplegia dibagi menjadi dua jenis:
a. Paraplegia onset cepat (early-onset)
Paraplegia onset cepat terjadi saat akut, biasanya dalam dua tahun
pertama. Paraplegia onset cepat disebabkan oleh kompresi medula
spinalis oleh abses atau
proses infeksi.
b. Paraplegia onset lambat (late-onset)
Paraplegia onset lambat terjadi saat penyakit sedang tenang, tanpa
adanya tanda-tanda reaktifasi spondilitis, umumnya disebabkan
oleh tekanan jaringan fibrosa/parut atau tonjolan-tonjolan tulang
akibat destruksi tulang sebelumnya
Beratnya kifosis tergantung pada jumlah vertebra yang terlibat,
banyaknya ketinggian dari badan vertebra yang hilang, dan segmen tulang
belakang yang terlibat. Vertebra torakal lebih sering mengalami deformitas
kifotik (gibbus). Pada vertebra servikal dan lumbal, transmisi beban lebih
terletak pada setengah bagian posterior badan vertebra sehingga bila
segmen ini terinfeksi, maka bentuk lordosis fisiologis dari vertebra
servikal dan lumbal perlahan-lahan akan menghilang dan mulai menjadi
kifosis.

Gambar 1. Gibbus
3.2.3 Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium memberikan hasil peningkatan
laju endap darah (LED) dan tuberculin tes positif
2. Foto Polos
Foto polos vertebra menunjukkan gambaran destruksi
korpus vertebra terutama di bagian anterior, kolaps vertebra,
diskus intervertebralis menyempit bahkan hancur, juga
gambaran abses paravertebral, berupa bayangan di daerah
paravertebra.

Gambar 2 Pencitraan sinar-X proyeksi AP pasien spondilitis


TB. Sinar-X memperlihatkan iregularitas dan berkurangnya
ketinggian dari badan vertebra T9 (tanda bintang), serta
juga dapat terlihat massa paravertebral yang samar, yang
merupakan cold abscess (panah putih).

3. CT Scan
CT-scan dapat memperlihatkan dengan jelas sklerosis
tulang, destruksi badan vertebra, abses epidural, fragmentasi
tulang, dan penyempitan kanalis spinalis. CT myelography juga
dapat menilai dengan akurat kompresi medula spinalis apabila
tidak tersedia pemeriksaan MRI. CT scan dapat juga berguna
untuk memandu tindakan biopsi perkutan dan menentukan luas
kerusakan jaringan tulang
Gambar 3. Pencitraan CT-scan pasien spondilitis TB
potongan aksial setingkat T 12. Pada CT-scan dapat terlihat destruksi
pedikel kiri vertebra L3 (panah hitam), edema jaringan perivertebra
(kepala panah putih), penjepitan medula spinalis (panah kecil putih),
dan abses psoas (panah putih besar)

4. MRI
MRI merupakan pencitraan terbaik untuk menilai
jaringan lunak. Kondisi badan vertebra, diskus intervertebralis,
perubahan sumsum tulang, termasuk abses paraspinal dapat
dinilai dengan baik dengan pemeriksaan ini. Pencitraan ini juga
dapat membedakan antara tuberculosis dengan piogenik

Gambar 4 Pencitraan MRI potongan sagital pasien spondilitis TB.


Terlihat destruksi dari badan vertebra L3-L4 menyebabkan kifosis berat
(gibbus),infiltrasi jaringan lemak (panah putih), penyempitan kanalis spinalis,
dan penjepitan medula spinalis.

3.2.4 Tatalaksana
Tujuan penatalaksanaan untuk eradikasi infeksi, mencegah atau
memperbaiki defisit neurologi dan deformitas tulang belakang.
Penatalaksanaan primer adalah medikamentosa yang utamanya yaitu obat
anti tuberculosis (OAT).
a. Kategori-1 : 2(HRZE) / 4(HR)3
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
• Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis.
• Pasien TB paru terdiagnosis klinis
• Pasien TB ekstra paru

Tabel 1. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1

Tabel 2. Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 1: 2HRZE/4H3R3

b. Kategori -2: 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3)


Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah
diobati sebelumnya
(pengobatan ulang):
• Pasien kambuh
• Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1
sebelumnya
• Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-
up)
Tabel 3. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 2: 2(HRZE)S/
(HRZE)/5(HR)3E3

Tabel 4. Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 2: 2HRZES/HRZE/


5H3R3E3
Penatalaksanaan nyeri akut dapat diberikan antiinflamasi
nonsteroid, inhibitor COX-2, opioid lemah (kodein dan tramadol). Bila
masih nyeri dapat diberikan opioid yang kuat (morfin dan oksikodon). Bila
timbul nyeri kronik dapat diberikan antidepresan trisiklik atau anti
konvulsi. Fisioterapi dapat digunakan untuk terapi tambahan mengatasi
nyeri dengan melakukan pemanasan, pendinginan, terapi ultrasound,
massotheraphy, TENS, dan akupunktur. Kadang diperlukan konseling
psikologi.

Tindakan operatif dilakukan pada pasien bila terdapat defisit


neurologi, deformitas vertebra dengan instabilitas, tidak respon terhadap
terapi medikamentosa, tidak patuh meminum obat, dan diagnostik belum
jelas. Tindakan operatif dikontraiindikasikan jika prolaps tulang vertebra
tidak besar (korpus vertebra kolaps <50% atau deformitas vertebra kurang
dari 5o)
DAFTAR PUSTAKA

Appley GA, Solomon L. Ortopedi dan fraktur sistem apley. Jakarta: Widya

Medika; 2013.
Bagian Neurologi. 2014. Neurologi untuk Dokter Umum. Surakarta: Sebelas

Maret University
Guyton AC dan Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC;

2008.
Kemenkes RI. 2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta:

Kementrian Kesehatan RI

Snell RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi 6. Jakarta: EGC;

2006.

Zuwanda dan Janitra Raka. 2013. Diagnosis dan Penatalaksanaan Spondilitis

Tuberkulosis. CDK-208/ vol. 40 no. 9s

Anda mungkin juga menyukai