Anda di halaman 1dari 8

Standar Auditing adalah sepuluh standar yang ditetapkan dan disahkan oleh Institut

Akuntansi Publik Indonesia (IAPI), yang terdiri dari standar umum, standar pekerjaan
lapangan, dan standar pelaporan beserta interpretasinya. Standar auditing merupakan
pedoman audit atas laporan keuangan historis. Standar auditing terdiri atas sepuluh standar
dan dirinci dalam bentuk Pernyataan Standar Auditing (PSA). Dengan demikian PSA
merupakan penjabaran lebih lanjut masing-masing standar yang tercantum di dalam standar
auditing.
Di Amerika Serikat, standar auditing semacam ini disebut Generally Accepted
Auditing Standards (GAAS) yang dikeluarkan oleh the American Institute of Certified Public
Accountant (AICPA)

Pernyataan Standar Auditing (PSA)


PSA merupakan penjabaran lebih lanjut dari masing-masing standar yang tercantum
didalam standar auditing. PSA berisi ketentuan-ketentuan dan pedoman utama yang harus
diikuti oleh Akuntan Publik dalam melaksanakan penugasan audit. Kepatuhan terhadap PSA
yang diterbitkan oleh IAPI ini bersifat wajib bagi seluruh anggota IAPI. Termasuk didalam
PSA adalah Interpretasi Pernyataan Standar Auditng (IPSA), yang merupakan interpretasi
resmi yang dikeluarkan oleh IAPI terhadap ketentuan-ketentuan yang diterbitkan oleh IAPI
dalam PSA. Dengan demikian, IPSA memberikan jawaban atas pernyataan atau keraguan
dalam penafsiran ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam PSA sehingga merupakan
perlausan lebih lanjut berbagai ketentuan dalam PSA. Tafsiran resmi ini bersifat mengikat
bagi seluruh anggota IAPI, sehingga pelaksanaannya bersifat wajib.

I. STANDAR UMUM
Standar umum dari pengauditan adalah sebagai berikut :

1. Audit harus dilakukan oleh orang yang sudah mengikuti pelatihan dan
memiliki kecakapan teknis yang memadai sebagai seorang auditor.
Seorang auditor diharapkan senantiasa bertindak sebagai seorang yang ahli
dalam bidang akuntansi dan pada bidang audit. Keahlian auditor bisa didapat
melalui pendidikan formal ditambah dengan pengalaman-pengalaman yang
didapatkan saat mengikuti pelatihan teknis yang cukup. Auditor junior atau
asisten auditor yang baru memasuki karir bidang auditing harus mendapatkan
pengalaman profesionalnya dengan mendapatkan supervisi yang memadai
serta review atas pekerjaan yang diterima dari atasan yang lebih
berpengalaman. Pelatihan yang didapatkan maksudnya mencakup pelatihan
kesadaran untuk secara terus menerus mengikuti perkembangan yang terjadi
pada bidang bisnis dan profesinya. Auditor harus mempelajari, memahami dan
menerapkan ketentuan baru dalam prinsip akuntansi dan standar auditing yang
telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia.

P E N G A U D I TA N I 1
2. Auditor harus mempertahankan sikap mental yang independen dalam semua
hal yang berhubungan dengan audit.
Pada standar ini mewajibkan bagi auditor bersikap independen dalam arti
seorang auditor tidak boleh dipengaruhi oleh oknum tertentu karena
pekerjaannya sangat berguna untuk kepentingan umum. Masyarakat umum
pun memberikan kepercayaan atas sikap independensi auditor yang sangat
penting bagi perkembangan profesi akuntan publik. Sikap intelektual dan jujur
sangat dijunjung tinggi sebagai profesi auditor. Profesi akuntan publik telah
menetapkan aturan yang disebut sebagai Kode Etik Akuntan Indonesia agar
setiap anggota menjaga diri dari kehilangan kepercayaan dan persepsi
independensi dari masyarakat. Sebenarnya sikap independensi secara intristik
adalah masalah mutu pribadi, sehingga bukan merupakan aturan yang
dirumuskan untuk diuji secara objektif. Ada tiga aspek independensi:
a. Independensi senyatanya, auditor tidak memiliki kepentingan
ekonomis dalam perusahaan yang dilihat dari keadaan sebenarnya.
b. Independensi dalam penampilan, auditor harus menjaga kedudukannya
sedemikian rupa sehingga pihak lain akan mempercayai sikap
independensinya.
c. Independensi dari keahlian, auditor harus memiliki kecakapan dan
mampu menyelesaikan tugasnya dengan menggunakan segala
kemahiran jabatannya sebagai pemeriksa dengan ahli dan seksama.

3. Auditor harus menerapkan kemahiran profesional dalam melaksanakan audit


dan menyusun laporan.
Penggunaan keahlian profesional menekankan tanggung jawab setiap
professional yang bekerja dalam organisasi auditor. Seorang auditor juga harus
memiliki tingkat keterampilan yang dimiliki oleh setiap auditor pada
umumnya dan diharuskan menggunakan keterampilan yang dimiliki dengan
kecermatan dan keseksamaan yang wajar. Oleh karena itu auditor dituntut
untuk memiliki sikap professional dan keyakinan dalam mengevaluasi bukti
audit.

II. STANDAR PEKERJAAN LAPANGAN


Standar pekerjaan lapangan dari pengauditan adalah sebagai berikut :

1. Auditor harus merencanakan pekerjaan secara memadai dan mengawasi semua


asisten sebagaimana mestinya.
Penunjukan secara dini memungkinkan auditor merencanakan pekerjaannya
sedemikian rupa sehingga pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan dengan cepat
dan efisien serta dapat menentukan seberapa jauh pekerjaan tersebut dapat
dilaksanakan sebelum tanggal laporan posisi keuangan (Standar Profesional
Akuntan Publik, SA Seksi 310:2011).
Supervisi mencakup pengarahan usaha asisten dalam mencapai tujuan audit
dan penentuan apakah tujuan tersebut tercapai. Unsur supervisi adalah

P E N G A U D I TA N I 1
memberikan instruksi kepada asisten, tetap menjaga penyampaian informasi
masalah-masalah penting yang dijumpai dalam audit, me-review pekerjaan
yang dilaksanakan, dan menyelesaikan perbedaan pendapat di antara staf audit
kantor akuntan. Luasnya supervisi memadai dalam suatu keadaan tergantung
atas banyak faktor, termasuk komplesitas masalah dan kualifikasi orang yang
melaksanakan audit (Standar Profesional Akuntan Publik, SA Seksi 311:2011).

Jadi dari kutipan-kutipan tersebut diatas, dapat diartikan bahwa penyerahan


tanggung jawab dan penunjukkan secara dini auditor independen akan
memberikan banyak sekali manfaat bagi auditor ataupun klien. Semakin dini
auditor ditunjuk maka akan memberikan kemantapan bagi auditor untuk
merencanakan hal-hal yang terkait dengan pekerjaan sedemikian rupa
sehingga pekerjaan tersebut dapat diselesaikan dengan cepat dan efisien
sehingga dapat di perkirakan selesai sebelum tanggal neraca.

2. Auditor harus memperoleh pemahaman yang cukup mengenai entitas serta


lingkungannya, termasuk pengendalian internal untuk menilai resiko salah saji
yang material dalam laporan keuangan karena kesalahan atau kecurangan, dan
selanjutnya untuk merancang sifat, waktu, serta luas prosedur audit.
Dalam perencanaan auditnya, auditor harus mempertimbangkan sifat, lingkup,
dan saat pekerjaan yang harus dilaksanakan dan harus membuat suatu program
audit secara tertulis (atau set program audit tertulis) untuk setiap audit.
Program audit harus menggariskan dengan rinci prosedur audit yang menurut
keyakinan auditor diperlukan untuk mencapai tujuan audit. Bentuk program
audit dan tingkat kerinciannya sangat bervariasi sesuai dengan keadaan.
Dalam mengembangkan program audit, auditor harus diarahkan oleh hasil
pertimbangan dan prosedur perencanaan auditnya. Selama berlangsungnya
audit, perubahan kondisi dapat menyebabkan diperlukannya perubahan
prosedur audit yang telah direncanakan tersebut (Standar Profesional Akuntan
Publik, SA Seksi 311:2011).

Ini berarti bahwa pemahaman mendalam tentang pengendalian internal harus


dimiliki oleh auditor untuk merencanakan audit dengan melaksanakan
prosedur dan memahami desain pengendalian yang relevan dengan audit atas
laporan keuangan dan dapat diketahui apakah pengendalian internal tersebut
dapat dioperasikan.

3. Auditor harus memperoleh cukup bukti audit yang tepat dengan melakukan
prosedur audit agar memiliki dasar yang layak untuk memberikan pendapat
menyangkut laporan keuangan yang di audit.
Sebagian besar pekerjaan auditor independen dalam rangka memberikan
pendapat atas laporan keuangan terdiri dari usaha untuk mendapatkan dan
mengevaluasi bukti audit. Ukuran keabsahan (validity) bukti tersebut untuk
tujuan audit tergantung pada pertimbangan auditor independen; dalam hal ini

P E N G A U D I TA N I 1
bukti audit (audit evidence) berbeda dengan bukti hukum (legal evidence)
yang diatur secara tegas oleh peraturan yang ketat. Bukti audit sangat
bervariasi pengaruhnya terhadap kesimpulan yang ditarik oleh auditor
independen dalam rangka memberikan pendapat atas laporan keuangan
auditan. Relevansi, obejktivitas, ketepatan waktu, dan keberadaan bukti lain
yang menguatkan kesimpulan, seluruhnya berpengaruh terhadap kompetensi
bukti (Standar Profesional Akuntan Publik, SA Seksi 326:2011).

Dapat diartikan bahwa pekerjaan auditor independen dalam rangka


memberikan pendapat atas laporan keuangan adalah meliputi usaha untuk
memperoleh dan mengevaluasi bukti audit. Bukti audit bersifat sangat variatif
atas pengaruhnya terhadap kesimpulan yang ditarik oleh auditor independen
guna memberikan pernyataan pendapat (opini) atas laporan keuangan yang
diaudit. Objektivitas, relevansi, ketepatan waktu dan kelengkapan bukti lain
yang dapat menguatkan kesimpulan seluruhnya berpengaruh terhadap
kompetensi bukti.

III. STANDAR PELAPORAN


Standar pelaporan dari pengauditan adalah sebagai berikut :

1. Auditor dalam laporan auditnya harus menyatakan apakah laporan keuangan


telah disajikan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku secara
umum.
Standar pelaporan pertama ini tidak mengharuskan untuk menyatakan tentang
fakta (statement of fact), namun standar tersebut mengharuskan auditor untuk
menyatakan suatu pendapat mengenai apakah laporan keuangan telah
disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi tersebut. Prinsip akuntansi berlaku
umum atau “generally accepted accounting principles” mencakup konvensi,
aturan dan prosedur yang diperlukan untuk membatasi praktik akuntansi yang
berlaku umum diwilayah tertentu dan pada waktu tertentu.

2. Auditor dalam laporan auditnya harus mengidentifikasi mengenai keadaan


dimana prinsip akuntansi tidak secara konsisten diikuti selama periode
berjalan dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Standar ini juga disebut dengan standar konsistensi. Standar konsistensi
menuntut auditor independen untuk memahami hubungan antara konsistensi
dengan daya banding laporan keuangan. Kurangnya konsistensi penerapan
prinsip akuntansi dapat menyebabkan kurangnya daya banding laporan
keuangan. Standar ini bertujuan untuk memberikan jaminan bahwa jika daya
banding laporan keuangan diantara kedua periode dipengaruhi secara material
oleh perubahan prinsip akuntansi, auditor akan mengungkapkan perubahan
tersebut dalam laporannya. Caranya, dengan menambahkan paragraf penjelasn
yang disajikan setelah paragraf pendapat.

P E N G A U D I TA N I 1
3. Jika auditor menetapkan bahwa pengungkapan secara informative belum
memadai, maka auditor harus menyatakannya dalam laporan audit.
Penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi berlaku umum di
Indonesia mencakup dimuatnya pengungkapan informatif yang memadai atas
hal-hal material, diantaranya bentuk, susunan, dan isi laporan keuangan serta
catatan atas laporan keuangan. Auditor harus selalu mempertimbangkan
apakah masih terdapat hal-hal tertentu yang harus diungkapkan sehubungan
dengan keadaan dan fakta yang diketahuinya pada saat audit.
Dalam mempertimbangkan cukup atau tidaknya pengungkapan, auditor
menggunakan informasi yang diterima dari kliennya atas dasar kepercayaan
bahwa auditor akan merahasiakan informasi tersebut. Tanpa kepercayaan,
auditor akan sulit untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk
menanyatakan pendapat atas laporan keuangannya.

4. Auditor dalam laporan auditnya harus menyatakan pendapat mengenai laporan


keuangan secara keseluruhan, atau menyatakan bahwa suatu pendapat tidak
dapat diberikan. Jika auditor tidak dapat memberikan suatu pendapat, auditor
harus menyebutkan alasan-alasan yang mendasarinya dalam laporan auditor.
Dalam semua kasus, jika nama seorang auditor dikaitkan dengan laporan
keuangan, auditor ini harus secara jelas (dalam laporan auditor) menunjukkan
sifat pekerjaannya, jika ada, serta tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh
auditor yang bersangkutan.
Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus
dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan,
maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat
pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang
dipikul oleh auditor.
Tujuan standar pelaporan ini adalah untuk mencegah salah tafsir tentang
tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh akuntan bila namanya dikaitkan
dengan laporan keuangan. Seorang akuntan dikaitkan dengan laporan keungan
jika ia mengizinkan namanya dalam suatu laporan, dokumen, atau komunikasi
tertulis yang berisi laporan tersebut. Bila seorang akuntan menyerahkan
kepada kliennya atau pihak lain suatu laporan keuangan yang disusunnya atau
dibantu penyusunannya, maka ia juga dianggap berkaitan dengan laporan
keuangan tersebut, meskipun ia tak mencantumkan namanya dalam laporan
tersebut.

IV. HUBUNGAN STANDAR AUDITING DENGAN STANDAR YANG LAINNYA

GAAS dan Pernyataan Standar Audit (PSA)


Kesepuluh standar audit yang berlaku umum (GAAS) masih terlalu umum untuk
memberikan pedoman yang berarti, sehingga auditor menggunakan PSA, yang diterbitkan
DSPAP sebagai pedoman yang lebih khusus. PSA menginterpretasikan kesepulih standar
audit yang berlaku umum dan merupakan referensi paling terotorisasi yang tersedia bagi

P E N G A U D I TA N I 1
auditor. Pernyataan tersebut memiliki status GAAS dan sering kali disebut sebagai standar
audit atau GAAS, meskipun bukan bagian dari kesepuluh standar audit yang berlaku umum.
Standar audit yang berlaku umum dan PSA dianggap sebagai literature terotorisasi, dan setiap
anggota yang melakukan audit atas laporan keuangan historis diharuskan mengikuti standar–
standar ini menurut kode etik IAPI. DSPAP mengeluarkan pernyataan baru bila timbul
permasalahan audit yang cukup penting hingga layak mendapat interpretasi resmi.

GAAS dan Standar Kinerja


Walaupun GAAS dan PSA merupakan pedoman audit yang terotorisasi bagi anggota
profesi, keduanya memberikan lebih sedikit arahan kepada audit ketimbang yang dapat
diasumsikan. Hampir tidak ada prosedur audit spesifikasi yang disyaratkan oleh standar–
standar itu, dan tidak ada persyaratan khusus bagi keputusan auditor, seperti menentukan
ukuran sampel, memilih item sampel dari populasi untuk diuji, atau mengevaluasi hasil.
Banyak praktisi yang percaya bahwa standar–standar tersebut harus memberikan pedoman
yang didefinisikan secara lebih jelas untuk menentukan jumlah bukti yang harus
dikumpulkan. Spesifikasi semacam itu akan menghilangkan beberapa keputusan audit yang
sulit dan menyediakan garis pertahanan bagi KAP yang dituduh melakukan audit yang tidak
memadai. Akan tetapi, persyaratan yang sangat spesifik dapat mengubah audit menjadi
pengumpulan bukti yang mekanitis tanpa pertimbangan professional. Dari sudut pandang
profesi dan pemakai jasa audit, bahayanya mungkin jauh lebih besar jika pedoman
terotorisasi didefinisikan terlalu spesifik ketimbang terlalu luas.
GAAS dan PSA dipandang oleh para praktisi sebagai standar minimum kinerja dan
bukan sebagai standar maksimum atau yang ideal. Pada saat yang sama, keberadaan standar
audit tidak berarti bahwa auditor harus selalu mengikutinya dengan membabi buta. Jika
auditor percaya bahwa persyaratan standar tidak praktis atau tidak mungkin dilakukan, amak
auditor dibenarkan untuk mengikuti standar alternative. Demikian pula, jika masalahnya
tidak bernilai signifikan, juga tidak perlu mengikuti standar. Akan tetapi, beban untuk
menunjukkan alasan yang membenarkan penyimpanan dari standar itu berada di pundak
auditor.
Apabila menginginkan pedoman yang lebih spesifik, auditor harus melihat sumber–
sumber yang kurang terotorisasi, termasuk buku teks, jurnal, dan publikasi teknis. Bahan–
bahan yang dipublikasikan oleh IAPI, seperti pedoman audit industry, menyediakan bantuan
untuk menyelesaikan masalah tertentu.

Hubungan Standar Auditing dengan Standar Pengendalian Mutu KAP


Antara Standar Pengendalian Mutu KAP dan Standar Auditing yang harus dipatuhi
auditor independen dan Kantor Akuntan Publik (KAP) dalam pelaksanaan audit terdapat
saling keterkaitan seperti yang diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) SA
Seksi 161 (PSA NO. 01) mengenai Hubungan Standar Auditing dengan Standar Pengendalian
Mutu.
Dalam paragraf 1 SPAP SA Seksi 161 dijelaskan bahwa dalam penugasan audit,
auditor independen bertanggung jawab untuk mematuhi standar auditing yang ditetapkan
Ikatan Akuntan Indonesia. Seksi 202 Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik
mengharuskan anggota Ikatan Akuntan Indonesia yang berpraktik sebagai auditor independen

P E N G A U D I TA N I 1
mematuhi standar auditing jika berkaitan dengan audit atas laporan keuangan. Kantor akuntan
publik juga harus mematuhi standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia
dalam pelaksanaan audit. Standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia
berkaitan dengan pelaksanaan penugasan audit secara individual; standar pengendalian mutu
berkaitan dengan pelaksanaan praktik audit kantor akuntan publik secara keseluruhan.
Oleh karena itu, standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia dan
standar pengendalian mutu berhubungan satu sama lain, dan kebijakan serta prosedur
pengendalian mutu yang diterapkan oleh kantor akuntan publik berpengaruh terhadap
pelaksanaan penugasan audit secara individual dan pelaksanaan praktik audit kantor akuntan
publik secara keseluruhan.

P E N G A U D I TA N I 1
DAFTAR PUSTAKA

Hery. 2013. Auditing I: Dasar-Dasar Pemeriksaan Akuntansi. Jakarta: Kencana Predana


Media Group.
Arens, A. Alvin. 2008. Jasa Audit dan Assurance. Jakarta: Salemba Empat.
Halim, Abdul. 2008. Auditing: Dasar-dasar Audit Laporan Keuangan, Edisi 4. Yogyakarta:
Unit Penertbit dan Percetakan STIM YKPN.
https://www.academia.edu/7031022/Standar_Audit. (Diakses pada Hari Minggu, 11 Februari
2018)
http://demonkamikazetuit.blogspot.co.id/2012/04/standar-auditing.html?m=1 (Diakses pada
Selasa, 13 Februari 2018)

P E N G A U D I TA N I 1

Anda mungkin juga menyukai