Malaria
Malaria
DosenPengampu:
Meta Kartika Untari, M.Sc., Apt
Kelompok 4 – A2
B. PATOFISIOLOGI
Terdapat 4 jenis parasit malaria yang menyerang manusia: Plasmodium
palcifarum, Pl. vivax, Pl. malariae dan Pl. ovale. Manusia akan terjangkit
penyakit malaria saat nyamuk Anopheles yang membawa sporozoit malaria
menggigit orang yang sehat. Sporozoit malaria masuk ke dalam aliran darah
manusia mengikuti sekresi saliva nyamuk yang dibutuhkan untuk mencegah
pembekuan darah saat menghisap darah korbannya. Sporozoit akan mengikuti
aliran darah terbawa ke hati dan menginfeksi sel-sel hati dalam beberapa jam
setelah gigitan. Pada saat ini belum ada gejala klinis yang kelihatan karena jumlah
kuman yang masih terbatas. Sporozoit akan memasuki sel-sel hati dan akan
mengalami replikasi aseksual, siklus eksoeritrositer primer, selama 10-14 hari di
mana terjadi perkembangan dari sporozoit menjadi schizon yang menghasilkan
banyak merozoit yang akan kembali menginfeksi sel hati di sekitarnya. Setelah
beberapa siklus replikasi di dalam sel hati, merozoit akan mulai masuk ke dalam
aliran darah dan menginfeksi sel darah merah (eritrosit). Dalam 10-14 hari,
jumlah plasmodium yang menginfeksi eritrosit sudah cukup banyak untuk
menimbulkan gejala klinis. Periode sejak gigitan nyamuk yang infektif sampai
timbulnya gejala klinis dikenal sebagai masa inkubasi intrinsik.
E. DIAGNOSIS
Diagnosis malaria mungkin bisa menyulitkan. Diagnosis klinis berdasarkan
gejala, pemeriksaan fisik dan riwayat penyakit. Malaria harus dicurigai terhadap
setiap pasien demam yang tinggal atau pernah bepergian ke daerah endemik
malaria.
Di daerah endemik pedesaan banyaknya angka kejadian infeksi
asimptomatik dan keterbatasan sumber daya menyebabkan fasilitas kesehatan di
perifer melakukan terapi presumtif (bersifat dugaan) dalam menangani infeksi
malaria. Penderita yang demam tanpa diketahui secara pasti penyebabnya diduga
menderita malaria yang kemudian diterapi tanpa konfirmasi laboratorium. Terapi
praktis ini dapat berakibat fatal, bahkan merupakan penyebab utama dari salah
diagnosis dan terapi malaria yang tidak diperlukan.
Diagnosis pasti infeksi malaria dapat dilakukan baik dengan pemeriksaan
mikroskopik (saat ini merupakan standar baku emas) maupun dengan rapid
diagnostic test yang dapat mendeteksi antigen spesifik parasit. Pengalaman dan
alat yang mencukupi akan dapat mendeteksi 15 parasit/uL. Namun selama
kehamilan densitas parasit rendah dan parasit berkumpul di plasenta, yang
berbahaya baik terhadap ibu dan janin, oleh sebab itu sensitifitas mikroskopik
berkurang pada kasus seperti ini. Kurangnya sensitifitas mikroskopik merupakan
kendala dalam mendeteksi dan menilai efektifitas terapi malaria pada wanita
hamil. Rapid diagnostik test Akhir-akhir ini banyak digunakan. Uji ini praktis
namun pada kehamilan kurang sensitif. PCR digunakan hanya pada kasus yang
selektif, digunakan jika diagnosis film darah tidak cukup kuat. PCR juga
digunakan untuk kepentingan penelitian. Pemeriksaan ini lebih akurat dari
mikroskopi namun sangat mahal dan memerlukan seorang ahli.
Metoda diagnostik yang lain adalah deteksi antigen HRP II dari parasit
dengan metode Dipstick test, selain itu dapat pula dilakukan uji imunoserologis
yang lain seperti Tera Radio Immunologic (RIA) dan Tera Immuno enzimatik
(ELISA).Di daerah yang intensitas penularannya stabil tidak ditemukannya
plasmodium pada darah perifer dalam sekali pemeriksaan tidak langsung
mengkesampingkan adanya infeksi. Parasitemia dapat berfluktuasi dan tetap
berada dibawah kadar deteksi (total biomass kira-kira 108 parasit) oleh imunitas
tubuh dimana P,falciparum berkumpul di plasenta. Pemeriksaan skrining darah
yang lebih dini dan sering pada wanita hamil akan bermanfaat untukmendeteksi
malaria dan terapi malaria secara dini. Deteksi dini dan terapi menunjukkan
adanya penurunan kasus malaria plasenta, sehingga merupakan langkah kunci
dalam menurunkan pengaruh yang berbahaya terhadap ibu dan janin.
F. PENATALAKSANAAN
Terapi pada spesies non-falciparum
Sedikit sekali diketahui pengaruh spesies malaria non-falciparum terhadap
ibu dan janin kecuali P,vivax, akan tetapi diduga dua spesies yang lain juga
mempunyai pengaruh yang sama. Cloroquin (25 mg/kg BB) aman diberikan pada
semua trisemester dan efektif pada episode malaria non-falciparum kecuali
P,vivax di Asia Tenggara (kawasan Indonesia) dimana telah terjadi resistensi.
Amodiaquin juga efektif terhadap spesies non-falciparum, namun data mengenai
efektifitas dan keamanan terhadap wanita hamil masih sedikit. Oleh sebab itu
amodiaquin tidak dianjurkan untuk diberikan sebagai profilaksis oleh karena
berisiko terjadinya agranulositosis. Primakuin dikontraindikasikan terhadap
wanita hamil dan menyusui oleh karena dapat mengakibatkan hemolisis sel darah
merah.
G. PENATALAKSANAAN KOMPLIKASI
Malaria serebral
Malaria serebral didefinisikan sebagai unarousable coma pada malaria
falciparum, dengan manifestasi perubahan sensorium yaitu perilaku abnormal dari
yang paling ringan sampai coma yang dalam. Gangguan kesadaran pada malaria
serebral diduga karena adanya gangguan metabolisme di otak. Prinsip penanganan
malaria serebral sama dengan malaria berat.
Hipoglikemia
Hipoglikemia sering terjadi pada ibu hamil baik sebelum maupun sesudah
terapi kina akibat meningkatnya kebutuhan metabolic selama demam, penyebab
lain diduga karena terjadi peningkatan uptake glukosa oleh parasit malaria.
Tindakan diberikan glukosa 40 % secara bolus, kemudian infuse glukosa 10 %
perlahan-lahan untuk / mencegah hipoglikemia berulang. Monitor teratur kadar
gula darah setiap 4-6 jam.
Edema Paru
Edema paru merupakan komplikasi fatal yang sering menyebabkan
kematian oleh karenanya pada malaria berat sebaiknya dilakukan penanganan
untuk mencegah terjadi edema paru. Bila ada tanda edema paru akut berikan
oksigen untuk memperbaiki hipoksia, batasi pemberian cairan, bila disertai
anemia berikan PRC dan berikan diuretik bila perlu diulang satu jam kemudian
atau dosis ditingkatkan sampai 200 mg (maksimun).
Gambar. Algoritma Penatalaksanaan Malaria.
H. KEMOPROFILAKSIS
Kemoprofilaksis pada wanita hamil berguna menurunkan anemia maternal
dan berat lahirrendah. Kemoprofilaksis pada wanita hamil sangat rumit, oleh
karena dibatasi oleh keamanan dan kepatutan dan juga karena kurangnya
informasi tentang komposisiobat. Sejumlah obat antimalaria telah dievaluasi pada
wanita hamil yang bepergian sebagai wisatawan. Klorokuin dapat digunakan
namun dibatasi oleh resistensi yang semakin luas penyebarannya. Doksisiklin dan
primakuin dikontraindikasikan. Oleh karena kurangnya data, atovaquone-
proguanil tidak direkomendasikan, walaupun proguanil dianggap aman pada
wanita hamil. Pada binatang percobaan tidak terjadi terjadi teratogenik oleh
pemberian atovaquone. Meflokuin merupakan pilihan pada wanita hamil yang
tidak dapat menunda perjalanannya pada daerah endemik malaria yang resisten
klorokuin. Sejumlah peneliti memperkenankan pemakaian meflokuin pada semua
trisemester.
Penelitian terbaru mengenai klorokuin sebagai profilaksis terhadap P,vivax
pada wanita hamil di Thailand, tidak di dapatkan pengaruh terhadap anemia
maternal ataupun berat badan lahir, namun pada daerah yang predominan malaria
P,vivax, infeksi pada wanita hamil berperan terhadap angka morbiditas dan
mortalitas maternal.
Klorokuin, hidroksiklorokuin dan meflokuin dapat diberikan pada wanita
menyusui, dan atovaquone-proguanil dapat diberikan jika berat bayi menyusui
lebih dari 5 kg. Proguanil disekresikan kedalam ASI dalam jumlah yang sedikit.
Pada tikus percobaan konsentrasi atovaquone dalam susu ekitar 30% sama dengan
di plasma.
Antimalaria yang digunakan sebagai kemoprofilaksis pada wanita hamil.
BAB III
STUDI KASUS
KASUS4: MALARIA
Nama : Ny A
Umur : 28 tahun
Pekerjaan : IRT
Alamat : Purworejo
Datang berobat tanggal 19 Desember 2016, pukul 14.05
Pemeriksaan umum :
Pasien sadar, Keadaan Umum lemah.
TD:100/60 mmHg, respirasi 32 kali/menit. Nadi : 98 kali/menit, lemah, teratur.
Suhu: 38,5 derajat celsius.
Fisik Diagnostik :
- Konjungtiva pucat
- Splenomegali 2 jari di bawah arcus costa
- Lever tdk ada pembesaran
- Kaku kuduk (-)
- Peristaltik usus dbn
Pemeriksaan Laboratorium :
- Hb: 10,2
- RDT Malaria : positif 2 (Malaria mix)
Pengobatan :
1. Infus RL 40 tetes/menit (selang seling dgn dekstrose 5%)
2. Ranitidin intravena/12 jam
3. Artesunat intravena 2,4 mg/kgBB . Diulangi 12 jam kemudian. Selanjutnya
Artesunat dgn dosis yang sama diberikan per 24 jam, sampai penderita
mampu makan/minum. Selanjutnya kalau sudah makan-minum diberikan
regimen artesunat+amodiakuin+primakuin (sesuai dosis).
4. Parasetamol 4 x 500 mg secara oral.
5. B compleks 3x1.
Pertanyaan :
1. Analisislah kasus diatas dengan metode SOAP/PAM/FARM!
2. Bagaimana monitoring dan evaluasinya?
BAB IV
PENYELESAIAN KASUS
DATA BASE
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. A No. Rek Medik :-
Tempat & tanggal lahir :- Dokter yg merawat : -
Umur : 28 Tahun
Alamat : Purworejo
Ras :-
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Sosial :-
2. Riwayat masuk RS :-
3. Riwayat penyakit terdahulu : -
4. Riwayat sosial : Pasien menikah dan sedang hamil 3 bulan
Kegiatan
Pola makan/diet (Vegetarian) Ya / tidak
Merokok Ya / tidak ................batang/hari
Meminum Alkohol Ya/ tidak
Meminum Obat herbal Ya/ tidak
5. Riwayat alergi :-
6. Pemeriksaan : Pasien sadar, lemah
Tanda vital Hasil Nilai normal Keterangan
TD 100/60 mmHg 120/80 mmHg Normal
HR 98 kali/menit 60-100 kali/menit Normal
RR 32 kali/menit 16-20 kali/menit Tinggi
Suhu 38,5 °C 36,5-37,5oC normal Tinggi
Pemeriksaan fisik
Hasil Keterangan
Konjungtiva Pucat Tidak normal
Splenomegali 2 jari di bawah
arcus costa
Liver Tidak membesar Normal
Kaku kuduk - Normal
Pemeriksaan Labroratorium
Tanda vital Hasil Nilai normal Keterangan
Hb 10,2 gr/dl 11-14 gr/dl (Trimester Normal
pertama)
RDT Malaria ++ Negatif Malaria mix
7. Keluhan
Tanggal Subyektif Obyektif
2 minggu sebelum - Demam -
MRS - Kadang menggigil
- Berkeringat
- Sakit kepala
- Nafsu makan menurun
4 hari sebelum MRS - Tidak dapat makan dan minum lagi -
- Perut sakit
- Muntah
- BAB 1 kali sehari konsistensi
lembek, warna dbn
- BAK dbn, warna seperti teh
19 Desember 2010 - Demam tinggi disertai menggigil - TD 100/60 mmhg
pukul 14.05 (MRS) - Muntah-muntah - RR 32 kali/menit
- Lemah - HR 98 kali/menit
- Konjungtiva pucat - Suhu 38,5oC
- Hb: 10,2 gr/dl
- RDT Malaria ++
(Malaria mix)
Malaria Demam, menggigil RR 32x/menit - Artesunat IV 2,4 mg/kgBB, - Pemberian obat tidak tepat
Muntah-muntah, Suhu 38,5oC diulangi 12 jam. kemudian per 24
berkeringat, sakit kepala Konjungtiva pucat jam, sampai penderita mampu
Splenomegali 2 jari di makan/minum.
bawah arcus costa - Kalau sudah makan-minum
RDT malaria ++ artesunat+amodiakuin+primakuin
Sakit perut Perut terasa sakit - Ranitidin IV/12 jam - Pemilihan obat tepat
12. Care Plan
1. Penggunaan Artesunat IV, Amodiakuin, dan Primakunin dihentikan,
diganti dengan Kina 3x sehari 10mg/kgBB dan klindamicin 2x sehari
10mg/kgBB sebagai terapi malaria untuk kehamilan trimester pertama.
2. Penggunaan infus RL tetap digunakan untuk keseimbangan elektrolit
pasien karena pasien tidak bisa makan dan minum. Penggunaan infus RL
yang diselang-seling dengan Dekstrosa ini untuk mencegah hipoglikemia
yang bisa terjadi pada pasien karena asupan makanan dan minuman yang
kurang karena pasien tidak makan dan minum.
3. Penggunaan vitamin B Kompleks tetap digunakan 3 x sehari 1 tablet
sebagai multivitamin untuk menjaga stamina pasien karena pasien
mengeluhkan keadaan nya yang lemah, menaikkan kadar hemoglobin, dan
mencegah anemia pada pasien.
4. Penggunaan Ranitidin IV tetap digunakan 2 x sehari untuk mengobati
meningkatnya asam lambung yang menyebabkan pasien muntah-muntah
yang mungkin terjadi karena stress ulcer stress ulcer karena pasien
muntah-muntah dan tidak pernah makan.
5. Penggunaan Parasetamol tetap digunakan 500 mg 4x sehari, dan
digunakan bila diperlukan, untuk pengobatan simtomatik pasien malaria
yang mengalami demam dan menggigil serta sakit kepala.
6. Terapi non farmakologi yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
malaria:
Tidur menggunakan lotion antinyamuk atau menggunakan kelambu
Menjaga kebersihan lingkungan seperti membuang sampah pada
tempatnya, membersihkan genangan air, dan menutup penampungan air
Menjaga kesehatan pasien seperti banyak minum air putih, makan dan
minum bersih dan sehat, olahraga untuk ibu hamil, dan menghindari
stress.
13. Monitoring
Monitoring pemeriksaan vital seperti tekanan darah pada range normal 90-
120/60-80 mmHg, suhu 36-37,5 ºC, HR 60-100 kali/menit, RR 14-20
kali/menit, dan kadar Hb pada ibu hamil 11-14 gr/dl.
Monitoring pemeriksaan fisik seperti demam, konjungtiva, splenomegaly,
manifestasi malaria berat.
Monitoring pengobatan dilakukan pada hari ke-3, ke-7, ke-14, sampai hari
ke-28. Evaluasi pengobatan dilakukan setiap hari dengan memonitor
gejala klinis dan pemeriksaan mikroskopis.
Monitoring keberhasilan terapi dilihat berdasarkan berkurangnya gejala-
gejala yang dialami pasien seperti demam, muntah, perut sakit, dan
pemeriksaan laboratorium menunjukkan nilai normal atau mendekati
normal, menunjukkan bahwa penggunaan obat-obatan yang dipilih
adekuat.
DAFTAR PUSTAKA