Ekonomi Islam
Disusun Oleh:
Bagus Kuncoro Hadi (01021381621111)
Penyusun
2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................................. 3
Penutup .................................................................................................................................. 18
3
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pemikiran tentang ekonomi Islam telah muncul sejak Islam itu diturunkan melalui Nabi
Muhammad Saw. Karena rujukan utama pemikiran ekonomi Islami adalah Al Quran dan
Hadis maka pemikiran ekonomi ini munculnya juga bersamaan dengan diturunkan Al Quran
dan masa kehidupan Rasulullah Saw pada abad akhir 6 M hingga awal abad 7 M.
1. Pada periode awal (Masa Awal Islam- 450 H/1058 M) ini banyak sarjana
muslim yag pernah hidup bersama para sahabat Rasulullah dan para tabi’in
sehingga dapat memperoleh referensi ajaran Islam yang autentik.
2. Pemikiran ekonomi pada masa periode kedua (450-850 H/1058-1446 M)
ini banyak dilatarbelakangi oleh menjamurnya korupsi dan dekadensi moral,
serta melebarnya kesenjangan antara golongan miskin dan kaya, meskipun
secara umum kondisi perekonomian masyarakat Islam berada dalam taraf
kemakmuran.
3. Dalam periode ketiga (850-1350 H/1446-1932 M) ini kejayaan pemikiran, dan
juga dalam bidang lainnya, dari umat Islam sebenarnya telah mengalami
penurunan
Dengan demikian, agar lebih tepat dalam memotret sejarah sosial terbentuknya teori
ekonomi tersebut, Makalah ini akan menjelaskan beberapa di antara para pemikir muslim
yang telah disebutkan. Pilihan terhadap pemikir-pemikir Ekonomi dimaksudkan untuk
memberikan gambaran dalam kehidupan sosial tertentu, akan memunculkan corak
pemikiran tertentu (dalam hal ini pemahaman pemikitan tentang ekonomi islam).
4
2. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, akan membahas mengenai “Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam”
dengan rumusan masalah meliputi:
1. Bagaimana konsep pemikiran ekonomi islam di masa Rasulullah SAW?
2. Bagaimana konsep pemikiran ekonomi islam di masa Abu Yusuf?
3. Bagaimana konsep pemikiran ekonomi islam di masa Abu Ubyd?
4. Bagaimana konsep pemikiran ekonomi islam di masa Al-Ghazali?
5. Bagaimana konsep pemikiran ekonomi islam di masa Ibnu Taimiyyah?
6. Bagaimana konsep pemikiran ekonomi islam di masa Ibnu Khaldun?
7. Bagaimana konsep pemikiran ekonomi islam di masa Syah Waliyullah?
3. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui pemikiran ekonomi dari tokoh-tokoh islam
yang meberikan dampak pada perkembangan Ilmu Ekonomi dan juga memberikan
manfaat teoritik, yaitu menambah wawasan penulis mengenai pemikiran yang
berhubungan dengan pemikiran ekonomi dari tokoh-tokoh Islam.
5
BAB II
PEMBAHASAN
Pada saat awal didirikanya pemerintah islam, dapat dikatakan kondisi masyarakat
madinah masih sangat tidak menentu dan memprihatinkan .oleh karena itu, Rasulullah
SAW memikirkan untuk mengubah jalan secara berlahan-lahan dengan mengatasi
berbagai masalah utama tanpa tergantung pada factor keuangan. Dalam hal ini, strategi
yang digunakan oleh Rasulullah SAW adalah dengan melakukan langkah-langkah
sebagai berikut
a. Membangun masjid utama sebagai tempat untuk mengadakan forum bagi para
pengikutnya.
b. Merehabilitasi muhajjirin mekkah di madinah.
c. Membuat konstitusi masyarakat.
d. Menciptakan kedamaian dalam Negara.
e. Mengeluarkan hak dan kuwajiban bagi warga negaranya.
f. Menyusun system pertahanan Negara.
g. Meletakan dasar-dasar system keuangan Negara.
Rasulullah SAW mengajarkan kita untuk bertransaksi secara jujur, adil, dan tidak
pernah membuat pelangganya mengeluh dan kecewa. Selain itu ada beberapa larangan
yang diberlakukan oleh Rasulullah SAW untuk menjaga agar seseorang dapat berbuat
adil dan jujur, yaitu
a. Larangan najsy.
b. Larangan bay ba’dh Ala ba’dh.
c. Larangan tallaqi Al-rukhban.
d. Larangan ihtinaz dan ikhtikar.
6
disekitar madinah ), padang rumputnya tidak boleh dipotong, pepohonanya tidak boleh
ditebang dan tidak boleh membawa senjata untuk perkelahian, kekerasan ataupun
peperangan.
Sumber Pendapatan dan Pengeluaran Pada Masa Rasulullah
8. Sedekah lain
9. Khums
7
Peranan negara dalam menjaga kesejahteraan rakyatnya tersermin dari bagaimana
negara mampu mendistribusikan pendapatan Negara secara efisien, berikut
pengeluaran Negara pada zaman Rasulullah :
Pengeluaran Negara
Primer Sekunder
Abu Yusuf, yang dalam literatur Islam sering disebut dengan Imam Abu Yusuf
Ya’qub bin Ibrahim bin Habib al-Ansāri al-Jalbi al-Kufi al-Baghdādi lahir pada tahun
113 H/731/732 M di Kufah dan pernah tinggal di Baghdad, serta meninggal pada tahun
182 H/798 M. Ia berasal dari suku Bujailah, salah satu suku Arab. Keluarganya disebut
Ansori karena dari pihak ibu masih mempunyai hubungan dengan kaum Ansor (pemeluk
Islam pertama dan penolong Nabi Muhammad SAW) di masa hidupnya di Kufah, yang
8
terkenal sebagai daerah pendidikan yang diwariskan oleh Abdullah Ibnu Mas‟ud (w. 32
H) seorang sahabat besar Nabi Muhammad SAW
Pemikiran Ekonomi Abu Yusuf
9
tertinggi, atau kehendak wakil Tuhan di permukaan bumi dalam bentuk masyarakat
muslim, penguasa atau lainnya. Para Khalifah Tuhan memiliki wewenang untuk
mengambil keputusan berkaitan dengan sejumlah fenomena-fenomena perekonomian
seperti perbaikan tanah dan lain-lain. Tentang keuangan,
Abu Yusuf menyatakan bahwa uang negara bukan milik Khalifah dan Sultan,
tetapi amanat Allah s.w.t. dan rakyatnya, yang harus dijaga dengan penuh
tanggungjawab. Hubungan penguasa dengan kas negara sama seperti hubungan
seorang wali dengan harta anak yatim yang diasuhnya. Menurut Abu Yusuf, sumber
ekonomi berada pada dua tingkatan: tingkat pertama meliputi unsur-unsur alam
(antara lain air dan tanah). Unsur-unsur ini paling kuat dan melakukan produksi
secara mandiri. Tingkatan kedua tenaga kerja. Tingkatan yang kedua ini berperan
kurang maksimal dan tidak rutin seperti perbaikan dan pemanfaatan tanah, membuat
sistem irigasi dan lain-lain. Sebetulnya produksi dalam pengertian membuat barang
baku (setengah jadi) menjadi produk final melalui kerja, tidak banyak menarik
perhatian Abu Yusuf termasuk pada proses permulaan seperti menghidupkan tanah
mati (Ihyā’ al-Mawāt) dan tidak bertuan harus diberikan kepada seseorang yang dapat
mengembangkan dan menanaminya serta membayar pajak yang diterapkan pada
tanah tersebut
Abu Ubaid bin Salam bin Miskin bin Zaid al-Azdi Lahir tahun 774 M dan wafat
838 M. Abu Ubaid merupakan orang pertama yang memotret kegiatan perekonomian di
zaman Rasulullah SAW, Khulafaur Rasyidin, para sahabat dan tabi’in-tabi’in. Pemikiran
Abu Ubaid tentang ini dapat dilihat dalam kitabnya, Al Amwaal yang ditulisnya hampir
1000 tahun sebelum Adam Smith (1723-1790) menelurkan teori keunggulan absolutnya.
Pemikiran Abu Ubaid tentang ekspor impor ini dapat dibagi kepada tiga
bagian, yaitu : tidak adanya nol tarif dalam perdagangan internasional, cukai bahan
makanan pokok lebih murah, dan ada batas tertentu untuk dikenakan cukai. Tidak
Adanya Nol Tarif Pengumpulan cukai merupakan kebiasaan pada zaman jahiliah dan
telah dilakukan oleh para raja bangsa Arab dan non Arab tanpa pengecualian. Sebab,
10
kebiasaan mereka adalah memungut cukai barang dagangan impor atas harta mereka,
apabila masuk ke dalam negeri mereka
Dari Abdur rahman bin Ma’qil, ia berkata, “Saya pernah bertanya kepada
Ziyad bin Hudair, ‘Siapakah yang telah kalian pungut cukai barang impornya? Ia
berkata, ‘Kami tidak pernah mengenakan cukai atas Muslim dan Mu’ahid’. ‘Saya
bertanya, ‘Lantas, siapakah orang yang telah engkau kenakan cukai atasnya?’ Ia
berkata, “Kami mengenakan cukai atas para pedagang kafir harbi, sebagaimana
mereka telah memungut barang impor kami apabila kami masuk dan mendatangi
negeri mereka”. Hal tersebut diperjelas lagi dengan surat-surat Rasulullah, dimana
beliau mengirimkannya kepada penduduk penjuru negeri seperti Tsaqif, Bahrain,
Dawmatul Jandal dan lainnya yang telah memeluk agama Islam. Isi surat tersebut
adalah “Binatang ternak mereka tidak boleh diambil dan barang dagangan impor
mereka tidak boleh dipungut cukai atasnya”. Umar bin Abdul Aziz telah mengirim
sepucuk surat kepada ‘Adi bin Artha’ah yang isinya adalah “Biarkanlah bayaran
fidyah manusia. Biarkanlah bayaran makan kepada ummat manusia. Hilangkanlah
bayaran cukai barang impor atas ummat manusia. Sebab, ia bukanlah cukai barang
impor. Akan tetapi ia merupakan salah satu bentuk merugikan orang lain,
sebagaimana firman Allah, ‘Dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-
hak mereka dan jangan kamu membuat kejahatan di bumi dengan berbuat kerusakan’
QS.Huud : 85
Dari uraian diatas, Abu Ubaid mengambil kesimpulan bahwa cukai merupakan
adat kebiasaan yang senantiasa diberlakukan pada zaman jahiliah. Kemudian Allah
membatalkan sistem cukai tersebut dengan pengutusan Rasulullah dan agama Islam.
Lalu, datanglah kewajiban membayar zakat sebanyak seperempat dari ‘usyur (2.5%).
Dari Ziyad bin Hudair, ia berkata, “Saya telah dilantik Umar menjadi petugas bea
cukai. Lalu dia memerintahkanku supaya mengambil cukai barang impor dari para
pedagang kafir harbi sebanyak ‘usyur (10%), barang impor pedagang ahli dzimmah
sebanyak setengah dari ‘usyur (5%), dan barang impor pedagang kaum muslimin
seperempat dari ‘usyur (2.5%)”. Yang menarik, cukai merupakan salah satu bentuk
merugikan orang lain, yang sekarang ini didengungkan oleh penganut perdagangan
bebas (free trade), bahwa tidak boleh ada tarif barrier pada suatu negara. Barang
dagangan harus bebas masuk dan keluar dari suatu negara. Dengan kata lain, bea
masuknya nol persen. Tetapi, dalam konsep Islam, tidak ada sama sekali yang bebas,
meskipun barang impor itu adalah barang kaum muslimin. Untuk barang impor kaum
11
muslimin dikenakan zakat yang besarnya 2.5%. Sedangkan non muslim, dikenakan
cukai 5% untuk ahli dzimmah (kafir yang sudah melakukan perdamaian dengan
Islam) dan 10% untuk kafir harbi (Yahudi dan nasrani). (Tanjung, 2010)
Jadi, tidak ada prakteknya sejak dari dahulu, bahwa barang suatu negara bebas
masuk ke negara lain begitu saja. Cukai Bahan Makanan Pokok Untuk minyak dan
gandum yang merupakan bahan makanan pokok, cukai yang dikenakan bukan 10%
tetapi 5% dengan tujuan agar barang impor berupa makanan pokok banyak
berdatangan ke Madinah sebagai pusat pemerintahan saat itu. Dari Salim bin
Abdullah bin Umar dari ayahnya, ia berkata, “Umar telah memungut cukai dari
kalangan pedagang luar masing-masing dari minyak dan gandum dikenakan bayaran
cukai sebanyak setengah dari ‘usyur (5%). Hal ini bertujuan supaya barang impor
terus berdatangan ke negeri madinah. Dan dia telah memungut cukai dari barang
impor al- Qithniyyah sebanyak ‘usyur (10%)”. Ada Batas Tertentu untuk Cukai Yang
menarik, tidak semua barang dagangan dipungut cukainya. Ada batasbatas tertentu
dimana kalau kurang dari batas tersebut, maka cukai tidak akan di pungut
Dari Ruzaiq bin Hayyan ad-Damisyqi (dia adalah petugas cukai di perbatasan
Mesir pada saat itu) bahwa Umar bin Abdul Aziz telah menulis surat kepadanya, yang
isinya adalah, “Barang siapa yang melewatimu dari kalangan ahli zimmah, maka
pungutlah barang dagangan impor mereka. Yaitu, pada setiap dua puluh dinar mesti
dikenakan cukai sebanyak satu dinar. Apabila kadarnya kurang dari jumlah tersebut,
maka hitunglah dengan kadar kekurangannya, sehingga ia mencapai sepuluh dinar.
Apabila barang dagangannya kurang dari sepertiga dinar, maka janganlah engkau
memungut apapun darinya. Kemudian buatkanlah surat pembayaran cukai kepada
mereka bahwa pengumpulan cukai akan tetap diberlakukan se hingga sampai satu
tahun”. Jumlah sepuluh dinar adalah sama dengan jumlah seratus dirham di dalam
ketentuan pembayaran zakat. Seorang ulama Iraq, Sufyan telah menggugurkan
kewajiban membayar cukai apabila barang impor ahli dzimmah tidak mencapai
seratus dirham. Menurut Abu Ubaid, seratus dirham inilah ketentuan kadar terendah
pengumpulan cukai atas harta impor ahli dzimmah dan kafir harbi
12
B. Periode Kedua (450-850 H/1058-1446 M)
1. Al-Ghazali (1111 M)
13
yang akandikonsumsi harus sesuai dengan ajaranIslam. Artinya sumber dana yang
diperoleh nyaharus benar,bukan hasil mencuri atauMenipudan lain
sebagainya.Ketiga,barang dan jasa yang dikonsumsinyaharus halal. Artinyatidak
diperkenankanmengkonsusmi barang yang haram,sepertidaging babi, minuman keras
dan sebagainya.Keempat,bersikap pertengahandalamkonsumsi. Artinya,dalam
berkonsumsitidak boleh kikir dan tidak boleh boros.Sikapberlebih-lebihan dalam
membelanja kanhartabertentangandengan jalan AllahSWT.Kaum Muslimin harus
menghindariduaperilaku setan, yaitu berlebih-lebihandanmerusak dalam setiap
aktivitasnya.Kelima,konsumsi harus sesuaidenganadabatau norma, nilai syariat Islam.
Artinya,ketikamakan atau minum, seorang yangberadabharus menggunakan tangan
kanan,duduk,dan tidak bercakap-cakap.Sungguhsebuahajaran yang indah dan
sederhana
2. Fungsi Negara dalam Perekonomian
14
menulis, “Keadilan berkait dengan tauhid dan tauhid merupakan fondamen dari keadilan.
Inilah yang memberikan keunggulan berkaitan dengan korupsi, yang merupakan dasar dan
fondasi dari ketidakadilan
Ibnu taimiyah sangat memahami tentang ekonomi pasar bebas dan bagaimana
harga ditentukan melalui kekuatan permintaan dan penawaran. Dia mengatakan (Tanjung,
2010)“naik turunnya harga tidak selalu diakibatkan oleh kezaliman orangorang tertentu.
Terkadang, hal tersebut disebabkan oleh kekurangan produksi atau penurunan impor
barang-barang yang diminta. Oleh karena itu, apabila permintaan naik dan penawaran
turun, harga naik. Di sisi lain,apabila persediaan barang meningkat dan permintaan
terhadapnya menurun, harga pun turun. Kelangkaan atau kelimpahan ini bukan disebabkan
oleh tindakan orang-orang tertentu. Ia bisa disebabkan oleh sesuatu yang tidak
mengandung kezaliman atau terkadang, ia juga bisa disebabkan oleh kezaliman. Hal ini
adalah kemahakuasaan Allah yang telah menciptakan keinginan di hati manusia.”
Hak milik (Property Rights) Dalam hal kepemilikan atas sumber daya ekonomi,
Ibn taimiyah tampaknya berada pada pandangan pertengahan jika dilihat dari pemikiran
ekstrem kapitalisme dan sosialisme saat ini, meskipun ia sangat menekankan pentingnya
pasar bebas, tetapi negeri harus membatasi dan menghambat kepemilikan individual yang
berlebihan, kepentingan bersama harus menjadi tujuan utama dari pembangunan ekonomi
15
jilid pembuka dari tujuh jilid tulisan sejarah.Al-Muqaddimah mencoba untuk
menjelaskan prinsip-prinsip yang menentukankebangkitan dan keruntuhan dinasti
yang berkuasa (daulah) dan peradaban('umran). Tetapi bukan hanya itu saja yang
dibahas. Al-Muqaddimah juga berisidiskusi ekonomi, sosiologi dan ilmu politik, yang
merupakan kontribusi orisinilIbnu Khaldun untuk cabang-cabang ilmu tersebut. Ibnu
Khaldun juga layakmendapatkan penghargaan atas formula dan ekspresinya yang
lebih jelas danelegan dari hasil karya pendahulunya atau hasil karya ilmuwan yang
sejamandengannya. Melahirkan karya Al-Muqaddimah menjadikan Ibnu
Khaldunsebagai seorang genius polymath (jenius dalam berbagai bakat) dan
seorangrenaissance man yang menguasai banyak bidang ilmu. Di dalam kitab ini,
IbnuKhaldun membincangkan berbagai topik seperti sejarah, geografi,
matematik,agama, sistem kerajaan, sistem ekonomi, sistem pendidikan dan lain-lain.
Adapaun pemikiran Ekonomi yang paling mencolok dari Ibn Khaldun adalah
Mekanisme Pasar dalam Penentuan Harga, Kebijakan Monete (Moneter Policy), Hak
milik (Property Rights).
a. Mekanisme Pasar dalam Penentuan Harga
16
makatujuan yang utama tetap untuk memiliki kedua benda itu di dalamperedaran
harga-harga pasar, karena keduanya terjauh dari pasar itu”
17
BAB III
PENUTUP
Dari malakah yang telah diuraikan dalam Penjelasan diatas, dapat diambil
kesimpulan sekaligus merupakan analisa atas rumusan masalah yang telah
dikemukakan bahwa :
Abu Yusuf adalah orang pertama yang memperkenalkan konsep perpajakan di dalam
karyanya al-Kharāj.Abu Yusuf merupakan fenomena yang selalu berubah-ubah
(zawāhir thanāwiyyah) dan bersumber dari aktivitas kolektif masyarakat muslim.
Faktor-faktor yang mempercepat kegiatan perekonomian tidak sama dari segi tingkat
kepentingan dan kekuatannya. Pertama, mewujudkan undang-undang tertinggi yang
dengannya dapat memerintah dengan pertolongan Tuhan. Kedua, usaha untuk
memenuhi kebutuhan material dan keinginan-keinginan lainnya. Ketiga, inisiatif atau
keinginan penguasa
Pada masa Abu Ubyd Al-Qasim ibn Sallam: Sistem Ekonomi Islam
Pemikiran Abu Ubaid tentang ini dapat dilihat dalam kitabnya, Al Amwaal yang
ditulisnya hampir 1000 tahun sebelum Adam Smith (1723-1790) menelurkan teori
keunggulan absolutnya.
Pemikiran Abu Ubaid tentang ekspor impor ini dapat dibagi kepada tiga bagian, yaitu
tidak adanya nol tarif dalam perdagangan internasional, cukai bahan makanan pokok
lebih murah, dan ada batas tertentu untuk dikenakan cukai. Tidak Adanya Nol Tarif
Pengumpulan cukai merupakan kebiasaan pada zaman jahiliah dan telah dilakukan
oleh para raja bangsa Arab dan non Arab tanpa pengecualian. Sebab, kebiasaan
mereka adalah memungut cukai barang dagangan impor atas harta mereka, apabila
masuk ke dalam negeri mereka
18
Pada masa Al-Ghazali: Sistem Ekonomi Islam
fungsi uang (khususnyauang emas dan perak). Menurut beliau, fungsi uang sangat
sederhana, yaitu hanya sebagai media alat tukar.Al-Ghazali juga memikirkan tentang
fungsi Negara dan penguasa dalam pengaturan aktifitasekonomi. Kemajuan ekonomi
akan tercapai jika terjadi keadilan, kedamaian, kesejahteraan danstabilitas dan ini
merupakan ruang lingkup tanggung jawabNegara untuk mewujudkannya.Al-Ghazali
juga berbicara tentang konsep keuangan public. Pendapatan Negaradidapatkan dari
zakat, fai, ghanimah dan jizyah. Sementara untuk pengeluaran public, Al-Ghazali
menganjurkan perlunya membanguninfrastruktur sosio ekonomi yang manfaatnya
dapatdirasakan secara langsung oleh masayarakat.
Hak milik (Property Rights) Dalam hal kepemilikan atas sumber daya ekonomi, Ibn
taimiyah tampaknya berada pada pandangan pertengahan jika dilihat dari pemikiran
ekstrem kapitalisme dan sosialisme saat ini, meskipun ia sangat menekankan
pentingnya pasar bebas, tetapi negeri harus membatasi dan menghambat kepemilikan
individual yang berlebihan, kepentingan bersama harus menjadi tujuan utama dari
pembangunan ekonomi
19
Pada masa Shah Waliullah: Sistem Ekonomi Islam
manusia secara alamiah adalah makhluk sosial sehingga harus melakukan kerja sama
antara satu orang dengan orang lainnya. Kerja sama ini misalnya dalam bentuk
pertukaran barang dan jasa, kerja sama usaha (Mudharabah, Musyarakah), kerja sama
pengelolaan pertanian dan lain-lainya. Islam melarang kegiatan-kegiatan yang dapat
merusak semangat kerja sama ini, misalnya perjudian dan riba,Menurut waliullah ada
dua faktor utama yang menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi. Dua faktor
tersebut yaitu: pertama, keuangan Negara dibebani dengan berbagai pengeluaran yang
tidak produktif; kedua,pajak yang dibebankan kepada pelaku ekonomi terlalu berat
sehingga menurunkan semangat berekonomi. Menurutnya, perekonomian dapat
tumbuh jika terdapat tingkat pajak yang ringan yang didukung oleh administrasi yang
efesien.
20
DAFTAR PUSTAKA
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam Indonesia
Yogyakarta. (2013). Ekonomi Islam. Jakarta: Rajawali Pres.
http://www.academia.edu/4659152/Sejarah_Pemikiran_Ekonomi_Islam,
(diakses pada 18 Oktober 2017)
http://fariskayosi.blogspot.com/2014/07/perkembangan-ekonomi.html
(diakses pada 18 Oktober 2017)
http://speunand.blogspot.com/2011/01/bab-9-aliran-sejarah.html
(diakses pada 18 Oktober 2017)
https://www.academia.edu/4697901/Sejarah_Pemikiran_Ekonomi_Islam
(diakses pada 18 Oktober 2017)
http://www.pendidikanekonomi.com/2012/11/pemikiran-ekonomi-islam-periode.html
(diakses pada 18 Oktober 2017)
http://dunia-angie.blogspot.co.id/2013/10/sejarah-pemikiran-ekonomi-islam-periode.html
(diakses pada 18 Oktober 2017)
21