Anda di halaman 1dari 30

REFLEKSI KASUS

SEORANG LAKI-LAKI USIA 24 TAHUN DENGAN TETANUS


GENERALISATA

Disusun Oleh:
M. Abdul Basith G99122068

Pembimbing

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2013
DAFTAR MASALAH

No Masalah Tegak Terkontrol Teratasi


1 Tetanus Generalisata 11 Februari √
2016

1
BAB I
STATUS PASIEN

I. ANAMNESIS
I. Identitas Pasien
Nama : Sdr. J
Umur : 24 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Wonorejo RT/11 RW/4 Tuli, Batang
Suku : Jawa
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Menikah
Pekerjaan : Buruh Bangunan
No. RM :
Tanggal Masuk RS : 11 Februari 2016
Tanggal Pemeriksaan : 11 Februari 2016

II. Keluhan Utama


Kaku Seluruh Tubuh

III. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan kaku seluruh tubuh yang dirasakan
sudah semenjak 3 hari SMRS. Kaku dirasakan dimulai dari mulut dan
kemudian dirasakan di tangan dan kaki. Pasien juga mengaku sempat
kejang kurang lebih 2 hari yang lalu, kejang bisa 3x perhari, kejang
kurang lebih 3 menit, berhenti sendiri, kejang dirasakan tiba-tiba saat
menonton tv. Saat kejang anggotangerak pasien tertekuk pada sendi-
sendi besarnya Kejang tidak disertai dengan nyeri kepala. Selain itu,
pasien merasa sangat silau apabila melihat cahaya dengan intensitas
biasa, dan hal itu memicu terjadinya kejang pada pasien. Pasien juga
mengaku sulit menelan makanan, harus dengan paksaan untuk memulai

2
menelan makanan dan sulit untuk membuka mulut dan dirasakan
semakin memberat. Kesulitan membuka mulut pada pasien juga terlihat
dari pembicaraan yang kurang jelas. Dari riwayat pasien, tujuh hari yang
lalu diketahui bahwa pasien sempat terjatuh dan jempol kaki kanan
pasien membentur batu yang menyebabkan luka, luka hanya dialirkan
dengan air mengalir, dan tidak di bawa ke dokter. Keluarga pasien juga
mengaku beberapa 2 hari terakhir pasien demam (+), Mual (-), muntah (-
), BAK dan BAB dbn. Pasien mengaku belum pernah mendapatkan
imunisasi tetanus.

IV. Riwayat Penyakit Dahulu


1. Riwayat luka : (+) luka di jempol kaki ± 7 hr SMRS
2. Riwayat tekanan darah tinggi : (-)
3. Riwayat penyakit gula : (-)
4. Riwayat alergi : disangkal
5. Riwayat asma : disangkal
6. Riwayat maag : (-)
7. Riwayat kelainan jiwa : (+)

V. Riwayat Penyakit Keluarga


1. Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
2. Riwayat penyakit gula : disangkal
3. Riwayat sakit jantung : disangkal
4. Riwayat asma : disangkal
5. Riwayat alergi : disangkal

VI. Riwayat Kebiasaan


1. Riwayat alkohol : disangkal
2. Riwayat merokok : disangkal

VII. Riwayat Gizi

3
Pasien makan 2-3 kali sehari. Pasien makan nasi dengan lauk pauk
tempe tahu dan sayur. Minum air putih 10-12 gelas sehari.

VIII. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien merupakan buruh bangunan. Pasien berobat dengan
menggunakan fasilitas BPJS PBI

IX. Anamnesis Sistem


Keluhan utama : Kaku Seluruh Tubuh
Kulit : kuning (-), kering (-), pucat (-), menebal (-), gatal
(-),luka (-), lebam kulit (-)
Kepala : nggliyer (-), rambut mudah rontok (-), sakit kepala
(-),cekot-cekot (-), pusing (-), perasaan berputar-
putar (-),
Mata : mata kuning (-), pandangan kabur (-), penglihatan
ganda (-), mata berkunang-kunang (-), silau (+/+)
Hidung : tersumbat (-), mimisan (-), pilek (-), gatal (-).
Telinga : pendengaran berkurang (-), pendengaran
berdenging (-), keluar cairan (-), darah (-).
Mulut : mulut kaku (+), sulit dibuka (+), bibir kering (-),
gusi mudah berdarah (-), sariawan (-), gigi mudah
goyah (-), luka pada sudut bibir (-) sulit berbicara
(-)
Tenggorokan : sulit menelan (+), rasa kering dan gatal (-), nyeri
untuk menelan (-), sakit tenggorokan (-), suara
serak (-).
Sistem Respirasi : sesak napas (-), dada ampeg (-), batuk (-), dahak (-
), nyeri dada (-), batuk darah (-), mengi (-).
Sistem Kardiovaskuler : nyeri dada (-), terasa ada yang menekan (-),
berdebar-debar (-), keringat dingin (-), ulu hati

4
terasa panas (-), bangun malam karena sesak napas
(-).
Sistem Gastrointestinal : mual (-), nyeri perut kanan atas (-), cepat
kenyang (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-), perut
sebah (-), mudah lapar (-), mudah haus (-), diare (-
), sulit BAB (-), perut nyeri setelah makan(-), BAB
warna seperti dempul (-), BAB darah (-), benjolan
(-), BAB hitam (-).
Sistem Muskuloskeletal : lemas (-), kesemutan (-), badan terasa keju-
kemeng (-), kaku sendi (-), nyeri sendi (-), bengkak
sendi (-), nyeri otot (-),kejang (-).
Sistem Genitourinaria : BAK berkali-kali/anyang-anyangan (-),air
kencing warna seperti teh (-), nyeri saat BAK (-),
panas saat BAK (-), sering buang air kecil (-),
BAK darah (-), nanah (-), sering menahan kencing
(-), rasa pegal di pinggang, rasa gatal pada saluran
kencing (-), rasa gatal pada alat kelamin (-).
Ekstremitas
Atas : kesemutan (-/-), kaku (+/+),bengkak (-/-), gemetar
(-/-), terasa dingin (-/-), nyeri (-/-), kemerahan (-/-),
kebiruan dibawah kulit seperti bekas memar (-/-
),tremor (+/+), lemah (-/-).
Bawah : kesemutan (-/-), kaku (+/+), bengkak (-/-), gemetar
(-/-), terasa dingin (-/-), nyeri (-/-), kemerahan (-/-),
kebiruan dibawah kulit seperti bekas memar (-/-),
tremor (+/+), lemah (-/-), luka (+/-)
Sistem Neuropsikiatri : nyeri pada wajah (-), kesemutan (+/+), kejang
(+), gelisah (-), emosi gelisah (-), menggigil (-),
tidak stabil (-), mengigau (-).

II. PEMERIKSAAN FISIK

5
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 11 Februari 2016
1. Keadaan Umum
Pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, gizi kesan cukup
2. Tanda Vital
Tensi : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup
Frekuensi nafas : 20 x/menit, pernafasan torakoabdominal
Suhu : 37,6º C per aksiler
3. Status Gizi
BB = 60 kg
TB = 160 cm
BMI = 60/(1,6)2= 23,44 kg/m2 (normal = 18,5-22,5 kg/m2)
 Kesan : normoweight
4. Kulit
Ikterik (-), warna sawo matang, turgor menurun (-), hiperpigmentasi (-),
petechie (-), kering (-), teleangiektasis (-), ekimosis(-), lebam kemerahan(-
).
5. Kepala
Mesocephal, rambut warna hitam, mudah rontok (-), atrofi muskulus
temporalis (-), luka (-).
6. Wajah
Simetris, eritema (-)
7. Mata
Sklera ikterik (-/-), mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (-/-), perdarahan
subkonjungtiva (-/-), pupil isokor dengan diameter 3 mm/3 mm, reflek
cahaya (+/+) normal, edema palpebra (-/-), strabismus (-/-).
8. Telinga
Membran timpani intak, sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri
tekan tragus (-), gangguan fungsi pendengaran (-).
9. Hidung

6
Deviasi septum nasi (-), epistaksis (-), nafas cuping hidung (-), sekret (-),
fungsi pembau baik, foetor ex nasal (-).
10. Mulut
Trismus Sedang (+), Sianosis (-), papil lidah atrofi (-), gusi berdarah (-),
bibir kering (-), stomatitis (-), pucat (-), lidah tifoid (-), luka pada sudut
bibir (-), tes spatula (+).
11. Leher
JVP tidak meningkat, trakea di tengah, simetris, pembesaran tiroid (-),
pembesaran kelenjar getah bening (-), leher kaku (-), distensi vena leher (-
).
12. Thoraks
Bentuk normochest, simetris, retraksi intercostalis (-), spider nevi (-),
rambut ketiak rontok (-), ginecomastia (-), atrofi musculus pectoralis (-),
pernafasan thorako abdominal, sela iga melebar (-), pembesaran kelenjar
getah bening aksilla (-).
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V 1 cm medial linea midclavicularis
sinistra, IC cordis tidak kuat angkat, thrill (-)
Perkusi :
 kiri atas : SIC II linea sternalis sinistra
 kiri bawah : SIC V 1 cm medial linea
midclavicularis sinistra
 kanan atas : SIC II linea sternalis dextra
 kanan bawah : SIC IV linea sternalis dextra
 pinggang jantung : SIC III lateral linea parasternalis sinistra
 konfigurasi jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : HR 80x/menit, bunyi jantung I-II intensitas normal, regular,
bising (-), gallop (-)
Pulmo :

7
Depan
Inspeksi :
Statis : normochest, simetris kanan-kiri, sela iga tak melebar,
retraksi (-), sela iga tidak mendatar
Dinamis : simetris, pengembangan dada kanan = kiri, sela iga tak
melebar, retraksi (-)
Palpasi :
Statis : simetris, sela iga tidak melebar, retraksi (-), tidak ada
yang tertinggal
Dinamis :pengembangan paru simetris, tidak ada yang tertinggal,
fremitus raba kanan = kiri
Perkusi :
Kanan : sonor di seluruh lapang paru
Kiri : sonor, sesuai batas paru jantung.
Auskultasi :
Kanan : suara dasar vesikuler normal, suara tambahan wheezing (-
), ronki basah kasar (-), ronki basah halus (-), krepitasi (-)
Kiri : suara dasar vesikuler normal, suara tambahan wheezing (-
), ronki basah kasar (-), ronki basah halus (-), krepitasi (-)
Belakang
Inspeksi :
Statis : punggung kanan kiri simetris
Dinamis : pengembangan dada simetris
Palpasi :
Statis : punggung kanan dan kiri simetris
Dinamis : pergerakan kanan = kiri, fremitus raba kanan = kiri
Perkusi :
Kanan : sonor, mulai redup pada batas paru bawah V Th X
Kiri : sonor, mulai redup pada batas paru bawah V Th XI
Peranjakan diafragma 5 cm kanan sama dengan kiri.
13. Punggung

8
kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-), nyeri ketok kostovertebra (-/-)
14. Abdomen
Inspeksi : dinding perut // dinding dada, distended (-), venektasi (-),
caput medusae (-), ikterik (-)
Auskultasi : peristaltik (+) normal, bruit hepar (-), bising epigastrium (-
)
Perkusi : tympani, pekak sisi (-), pekak alih (-)
Palpasi : supel (+), tes undulasi (-), nyeri tekan (-), hepar dan lien
tidak membesar, Murphy’s sign (-).
15. Genitourinaria
Ulkus (-), secret (-), tanda-tanda radang (-), nyeri suprapubik (-).
16. Kelenjar getah bening inguinal
Tidak membesar.
17. Status Lokalis
Regio Pedis Dextra Digiti I (Halux) :
Terdapat vulnus laceratum dengan ukuran 2x4x0,1 cm dengan dasar kotor
berupa darah dan sisa tanah. Spasme (+)
18. Ekstremitas
Extremitas superior Extremitas inferior
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Palmar Eritema - - - -
Edema - - - -
Sianosis - - - -
Pucat - - - -
Akral dingin - - - -
Luka - - + (Kotor) -
Deformitas - - - -
Ikterik - - - -
Petekie - - - -
Spoon nail - - - -

9
Kuku pucat - - - -
Clubing finger - - - -
Hiperpigmentasi - - - -
Fungsi motorik 5 5 5 5
Fungsi sensorik Normal Normal Menurun Menurun
Reflek fisiologis 2 2 2 2
Reflek patologis - - - -

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Pemeriksaan Laboratorium

HEMATOLOGI
11/02/2016 SATUAN RUJUKAN
RUTIN

Hb 12,6  g/dl 14.0-18.0

HCT 36,4  37-49

AL 8,76 103/l 4.5 – 11.00

AT 337 103/l 150 – 450

AE 4,15 106/l 4.5 -5.3

Diff Count

-Eosinofil 0,9 % 0.0-5.0

-Basofil 0,5 % 0-1

-Netrofil 75,6 % 42-74

-Limfosit 15,4 % 17-45

-Monosit 7.6 % 2.0-8.0

-Limfosit Absolut 1,35 103/ul 0,90-5,20

10
LED

LED 1 Jam 35,0 Mm/jam <10

LED 2 jam 50,0 Mm/2jam <20

Kimia Klinik

Ureum 19,0 mg/dl 10.0-50.0

Creatinin 0,69 mg/dl 0,60-1,10

IV. RESUME
Seorang laki-laki 24 tahun datang dengan keluhan kejang di selurh
tubuh sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, kejang disertai adanya sulit
membuka mulut dan nyeri telan serta kesuklitan berbicara. Demam (+). Silau
saat melihat cahaya (+). Tujuh hari sebelum masuk rumah sakit pasien
mendapatkan luka di jempol kaki kanan akibat tersandung, tidak diobati dan
hanya dialiri air saja. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya febris
dengan suhu 37,6 OC, kaku pada seluruh tubuh, trismus sedang, dan fungsi
sensorik menurun pada kedua ekstermitas bawah serta adanya luka laserasi
kotor di ibu jari kaki kanan pasien. Tes spatula (+). Dari pemeriksaan
laboratorium didapatkan Hb 12,6 g/dl, Hct 36,4%, AE 4,15 juta/µL, neutrofil
75,6%, limfosit 15,4%.
V. DAFTAR ABNORMALITAS
Anamnesis
1. Kaku seluruh tubuh
2. Sulit membuka mulut
3. Nyeri telan
4. Demam
Pemeriksaan Fisik
1. Kaku seluruh tubuh dengan kondisi fleksi di sendi-
sendi besar
2. Luka laserasi kotor di ibu jari kaki kanan

11
3. Trismus sedang
Pemeriksaan Penunjang
1. Hb 12,6 g/dl
2. Hct 36,4%
3. AE 4,15 juta/µL
4. Neutrofil 75,6%
5. Limfosit 15,4%

X. PROBLEM
1. Tetanus Generalisata

XI. RENCANA PEMECAHAN MASALAH


Problem 1. Tetanus Generalisata
Assessment
Anamnesis : kaku seluruh tubuh, sulit membuka mulut, nyeri
telan, demam, riwayat luka 7 hari SMRS.
Pemeriksaan Fisik : febris dengan suhu 37,6 OC, kaku pada seluruh
tubuh, trismus sedang, dan fungsi sensorik menurun pada kedua ekstermitas
bawah serta adanya luka laserasi kotor di ibu jari kaki kanan pasien
DD : - Ensefalitis
- Peritonsiler Abses
- Tardive Distonia
Ip Dx : Tes Spatula (+)
Ip Tx : - Bed rest total ruang isolasi
- O2 3lpm
- Insisi linear port d’ entry
- Infus RL 20 tpm
- Inj ceftriaxone 2gr/24 jam
- Inj gentamycin 2x80 mg
- Inj Ranitidin 50 mg/ 12 jam
- Inj tetrakain 1 ampul/12 jam

12
- Inj tramadol drip
- Inj ATS 1500 IU
- Inj TT 0,5 cc
Ip Mx : KU / VS, Cek Darah Lengkap
Ip Ex : Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakit dan
komplikasinya, menghindari rangsangan cahaya
berlebih dan sentuhan yang dapat membangkitkan
kejang.

XII. PROGRESS REPORT

Tgl 12-02-16 13-02-16


S Sulit membuka mulut, kaku Sulit membuka mulut, kaku seluruh
seluruh tubuh tubuh, nyeri pada jempol kanan
daerah luka.
O KU : CM, tampak sakit sedang KU : CM, tampak sakit sedang
Vital Sign: Vital Sign:
T =140/80 T =140/80
N = 90x/’ N = 90x/’
Rr= 20x/’ Rr= 20x/’
t = 37,50C t = 37,50C
Mata : Mata :
CP (-/-) CP (-/-)
SI (-/-) SI (-/-)
Mulut : Trismus sedang (+) Mulut : Trismus sedang (+)
Leher : kaku leher Leher : kaku leher
Cor: Cor:
I: iktus condis tidak tampak I: iktus condis tidak tampak

13
P: ictus cordis tidak kuat angkat, P: ictus cordis tidak kuat angkat,
teraba di SIC V 1 cm linea mid teraba di SIC V 1 cm linea mid
clavikula sinistra clavikula sinistra
P: batas jantung kesan tidak P: batas jantung kesan tidak
melebar melebar
A: Heart Rate 90 kali/menit, A: Heart Rate 90 kali/menit,
reguler. Bunyi jantung I-II reguler. Bunyi jantung I-II
intensitas normal, intensitas normal,
reguler, bising (-), gallop (-). reguler, bising (-), gallop (-).
Pulmo: Pulmo:
I: pengembangan dinding dada I: pengembangan dinding dada
kanan=kiri kanan=kiri
P:fremitus raba kanan=kiri P:fremitus raba kanan=kiri
P: sonor/sonor P: sonor/sonor
A: SDV +/+, ST (-) A: SDV +/+, ST (-)
Abdomen : Abdomen :
I:DP // DD, distended I:DP // DD, distended
(-) (-)
A:BU (+) N A:BU (+) N
P:Tympani, PA(-) P:Tympani, PA(-)
P: Supel, NT (-) P: Supel, NT (-)
Ekstremitas : Ekstremitas :
Superior: kaku di seluruh Superior: kaku di seluruh
ekstremitas ekstremitas
Inferior: fungsi sensorik menurun, Inferior: fungsi sensorik menurun,
kaku di seluruh ekstremitas, kaku di seluruh ekstremitas, terdpat
terdpat vulnus laseratum vulnus laseratum

14
ASS. 1. Tetanus Generalisata 1. Tetanus Generalisata
2. Anemia 2. Anemia

Tx. -Bed rest total ruang isolasi -Bed rest total ruang isolasi
-IVFD RL 20 tpm -IVFD RL 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam - Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
- Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam - Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam
- Inj. Tetagam 1000 IU - Inj. Tetagam 1000 IU
- Paracetamol 3x500 mg P.O - Paracetamol 3x500 mg P.O
- Diazepam 2x5 mg P.O - Diazepam 2x5 mg P.O
PLAN -Monitoring KUVS -Monitoring KUVS
-Cek darah lengkap
-Kultur luka

15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

TETANUS
A. DEFINISI
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme)
tanpa disertai gangguan kesadaran yang disebabkan yang disebabkan oleh
tetanospasmin, suatu toksin protein yang kuat yang dihasilkan oleh
Clostridium tetani. Toksin akan dihasilkan saat bentuk spora bakteri
mengalami germinasi menjadi bentuk vegetatif (hal ini terjadi saat bakteri
sudah berada pada luka). Bakteri penyebab akan berkembang biak secara
lokal hanya di tempat masuknya, tetapi gejala yang timbul dapat mencapai
daerah yang jauh dari tempat infeksi (1).
Gejala ini bukan disebabkan kuman secara langsung, tetapi sebagai
dampak eksotoksin yang dihasilkan oleh kuman pada sinaps ganglion
sambungan sumsum tulang belakang, sambungan neuromuskular
(neuromuscular junction) dan saraf otonom (1)(2).
Terdapat beberapa bentuk klinis tetanus termasuk di
dalamnya tetanus neonatorum, tetanus generalisata dan gangguan
neurologis lokal.

B. MIKROBILOGI
Tetanus disebabkan oleh basil gram positif, Clostridium tetani.
Bakteri ini terdapat di mana-mana, dengan habitat alamnya di tanah,
tetapi dapat juga diisolasi dari kotoran binatang peliharaan dan manusia.
Clostridium tetani merupakan bakteri gram positif berbentuk batang yang
selalu bergerak, dan merupakan bakteri anaerob obligat yang menghasilkan
spora. Spora yang dihasilkan tidak berwama, berbentuk oval, menyerupai
raket tenes atau paha ayam. Spora ini dapat bertahan selama bertahun-
tahun pada lingkungan tertentu, tahan terhadap sinar matahari dan
bersifat resisten terhadap berbagai desinfektan dan pendidihan selama 20

16
menit. Spora bakteri ini dihancurkan seceara tidak sempuma dengan
mendidihkan, tetapi dapat dieliminasi dengan autoklav pada tekanan 1
atmosfir dan 120°C selama 15 menit. Sel yang terinfeksi oleh bakteri ini
dengan mudah dapat diinaktivasi dan bersifa sensitif terhadap beberapa
antibiotik (metronidazol, penisilin dan lainnya). Bakteri ini jarang
dikultur, karena diagnosanya berdasarkan klinis. Clostridium tetani
menghasilkan efek- efek klinis melalui eksotoksin yang kuat.
Tetanospasmin dihasilkan dalarn sel-sel yang terinfeksi di bawah kendali
plasmin. Tetanospasmin ini merupakan rantai polipeptida tunggal. Dengan
autolisis, toksin rantai tunggal dilepaskan dan terbelah untuk membentuk
heterodimer yang terdiri dari rantai berat ( 100kDa) yang memediasi
pengikatannya dengan reseptor sel saraf dan masuknya ke dalam seI,
sedangkan rantai ringan (50kDa) berperan untuk meblokade perlepasan
neurotransmiter. Telah diketahui urutan genom dari Clostridium tetani.
Struktur asam amino dari dua toksin yang paling kuat yang pemah
diketemukan yaitu toksin botuli- num dan toksin tetanus secara parsial
bersifat homolog. Peranan toksin tetanus dalam tubuh organisme belum
jelas diketahui. DNA toksin ini terkandung dalam plasmid. Adanya
bakteri belum tentu mengindikasikan infeksi, karena tidak semua strain
mempunyai plasmid. Belum banyak penelitian tentang sensitifitas
antimikrobial bakteri ini. (4)

C. KLINIS
Ada empat bentuk tetanus yang dikenal secara klinis, yakni (1)(2)(4):
1. Generalized tetanus (Tetanus umum)
Tetanus umum merupakan bentuk yang sering ditemukan. Derajat luka
bervariasi, mulai dari luka yang tidak disadari hingga luka trauma yang
terkontaminasi. Masa inkubasi sekitar 7-21 hari, sebagian besar tergantung
dari jarak luka dengan SSP. Penyakit ini biasanya memiliki pola yang
desendens. Tanda pertama berupa trismus/lock jaw, diikuti dengan
kekakuan pada leher, kesulitan menelan, dan spasme pada otot abdomen.

17
Gejala utama berupa trismus terjadi sekitar 75% kasus, seringkali
ditemukan oleh dokter gigi dan dokter bedah mulut. Trismus merupakan
gejala utama yang sering dijumpai yang disebabkan oleh kekakuan otot-
otot masseter, bersamaan dengan kekakuan otot leher yang menyebabkan
terjadinya kaku kuduk dan kesulitan menelan. Gejala lain berupa Risus
Sardonicus (Sardonic grin) yakni spasme otot-otot muka, opistotonus
(kekakuan otot punggung), kejang dinding perut. Spasme dari laring dan
otot-otot pernafasan bisa menimbulkan sumbatan saluran nafas. Gambaran
klinis lainnya meliputi iritabilitas, gelisah, hiperhidrosis dan disfagia
dengan hidrofobia, hipersalivasi dan spasme otot punggung. Spasme dapat
terjadi berulang kali dan berlangsung hingga beberapa menit. Spasme
dapat berlangsung hingga 3-4 minggu. Pemulihan sempurna memerlukan
waktu hingga beberapa bulan.

2. Localized tetanus (Tetanus lokal)


Tetanus lokal terjadi pada ektremitas dengan luka yang terkontaminasi
serta memiliki derajat yang bervariasi. Bentuk ini merupakan tetanus yang
tidak umum dan memiliki prognosis yang baik. Spasme dapat terjadi
hingga beberapa minggu sebelum akhirnya menghilang secara bertahap.
Tetanus lokal dapat mendahului tetanus umum tetapi dengan derajat yang
lebih ringan. Hanya sekitar 1% kasus yang menyebabkan kematian.

3. Cephalic tetanus (Tetanus sefalik)


Tetanus sefalik umumnya terjadi setelah trauma kepala atau terjadi setelah
infeksi telinga tengah. Gejala terdiri dari disfungsi saraf kranialis motorik
(seringkali pada saraf fasialis). Gejala dapat berupa tetanus lokal hingga
tetanus umum. Bentuk tetanus ini memiliki masa inkubasi 1-2 hari.
Prognosis biasanya buruk.

18
4. Tetanus neonatorum
Bentuk tetanus ini terjadi pada neonatus. Tetanus neonatorum terjadi pada
negara yang belum berkembang dan menyumbang sekitar setengah
kematian neonatus. Penyebab yang sering adalah penggunaan alat-alat
yang terkontaminasi untuk memotong tali pusat pada ibu yang belum
diimunisasi. Masa inkubasi sekitar 3-10 hari. Neonatus biasanya gelisah,
rewel, sulit minum ASI, mulut mencucu dan spasme berat. Angka
mortalitas dapat melebihi 70%.

Selain berdasarkan gejala klinis, berdasarkan derajat beratnya penyakit,


tetanus dapat dibagi menjadi empat 4 tingkatan :
Derajat Manifestasi Klinis
I : Ringan Trismus ringan sampai sedang;
spastisitas umum tanpa spasme atau
gangguan pernapasan; disfagia atau
disfagia ringan.
II: Sedang Trismus sedang; rigiditas dengan
spasme ringan sampai sedang dalam
waktu singkat; laju napas >30x/menit;
disfagia ringan.
III: Berat Trismus berat; spastisitas umum
spasmenya lama; laju napas
>40x/menit; laju nadi >120x/menit,
apneic spell, disfagia berat.
IV: Sangat Berat (Derajat III + gangguan sistem
otonom termasuk kardiovaskular)
Hipertensi berat dan takikardia yang
dapat diselang-seling dengan
hipotensi relatif dan bradikardia, dan
salah satu keadaan tersebut dapat

19
menetap.

D. DIAGNOSIS
Diagnosis tetanus mutlak berdasarkan gejala klinis. Tetanus tidaklah mungkin
terjadi apabila terdapat riwayat serial vaksinasi yang telah diberikan secara
lengkap dan vaksinasi ulangan yang lengkap.
1. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaaan fisik dapat ditemukan( :
 Trismus adalah kekakuan otot mengunyah (otot maseter) sehingga
sukar untuk membuka mulut. Pada neonatus kekakuan mulut ini
menyebabkan mulut mencucu seperti mulut ikan sehingga bayi tidak
dapat menetek. Secara klinis untuk menilai kemajuan kesembuhan,
lebar bukaan mulut diukur setiap hari.
 Risus sardonikus, terjadi sebagai akibat kekakuan otot mimik sehingga
tampak dahi mengkerut, mata agak tertutup dan sudut mulut tertarik
keluar dan kebawah.
 Opistotonus adalah kekakuan otot yang menunjang tubuh seperti: otot
punggung, otot leher, otot badan dan trunk muscle. Kekakuan yang
sangat berat dapat menyebabkan tubuh melengkung seperti busur.
 Otot dinding perut kaku sehingga dinding perut seperti papan.
 Bila kekakuan makin berat, akan timbul spasme umum yang awalnya
hanya terjadi setelah dirangsang misalnya dicubit, digerakkan secara
kasar, atau terkena sinar yang kuat.
 Pada tetanus neonatorum awalnya bayi tampak sulit untuk menghisap
dan cenderung terus menangis. Setelah itu, rahang menjadi kaku
sehingga bayi tidak bisa menghisap dan sulit menelan. Beberapa saat
sesudahnya, badan menjadi kaku serta terdapat spasme intermiten.
 Pada tetanus yang berat akan terjadi gangguan pernapasan sebagai
akibat spasme yang terus-menerus atau oleh karena kekakuan otot
laring yang dapat menimbulkan anoksia dan kematian; pengaruh toksin
pada saraf otonom menyebabkan gangguan sirkulasi (gangguan irama

20
jantung atau kelainan pembuluh darah), dapat pula menyebabkan suhu
badan yang tinggi atau berkeringat banyak; kekakuan otot sfingter dan
otot polos lain sehingga terjadi retentio alvi atau retentio urinae atau
spasme laring; patah tulang panjang dan kompresi tulang belakang.
 Uji spatula dilakukan dengan menyentuh dinding posterior faring
dengan menggunakan alat dengan ujung yang lembut dan steril. Hasil
tes positif, jika terjadi kontraksi rahang involunter (menggigit spatula)
dan hasil negatif berupa refleks muntah. Dalam laporan singkat The
American Journal of Tropical Medicine and Hygiene menyatakan
bahwa pada penelitian, uji spatula memiliki spesifitas yang tinggi
(tidak ada hasil positif palsu) dan sensitivitas yang tinggi (94% pasien
yang terinfeksi menunjukkan hasil yang positif)(4).

2. Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang khas untuk tetanus (2)(3).
 Pemeriksaan biakan pada luka perlu dilakukan pada kasus tersangka
tetanus. Namun demikian, kuman Clostridium tetani dapat ditemukan
di luka orang yang tidak mengalami tetanus, dan seringkali tidak dapat
dikultur pada pasien tetanus. Biakan kuman memerlukan prosedur
khusus untuk kuman anaerobik. Selain mahal, hasil biakan yang positif
tanpa gejala klinis tidak mempunyai arti. Hanya sekitar 30% kasus
Clostridium tetani yang ditemukan pada luka dan dapat diisolasi dari
pasien yang tidak mengalami tetanus.
 Nilai hitung leukosit dapat tinggi.
 Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat menunjukkan hasil yang
normal.
 Kadar antitoksin di dalam darah 0,01 U/mL atau lebih, dianggap
sebagai imunisasi dan bukan tetanus.
 Kadar enzim otot (kreatin kinase, aldolase) di dalam darah dapat
meningkat.

21
 EMG dapat menunjukkan pelepasan subunit motorik yang terus-
menerus dan pemendekan atau tidak adanya interval tenang yang
normal yang diamati setelah potensial aksi.
 Dapat ditemukan perubahan yang tidak spesifik pada EKG.

E. PENATALAKSANAAN
a. Pengobatan Umum:
Pasien hendaknya ditempatkan di ruangan yang tenang di ICU atau di
ruang khusus isolasi untuk pasien tetanus, di mana observasi dan
pemantauan kardiopulmoner dapat dilakukan terus-menerus,
sedangkan stimulasi diminimalisasi. Luka dieksplorasi dan dibersihkan
secara menyeluruh secara hati-hati dan dilakukan debridemen secara
menyeluruh (4).

b. Pengobatan Khusus:
1) Anti Tetanus toksin
Antitoksin menurunkan mortalitas dengan menetralisasi toksin
yang beredar di sirkulasi dan toksin pada luka yang belum terikat,
walaupun toksin yang telah melekat pada jaringan saraf tidak
terpengaruh. Immunoglobulin merupakan terapi pilihan utama dan
hendaknya diberikan segera dengan dosis 3000-6000 unit
diinjeksikan secara intramuskular, biasanya dengan dosis terbagi
karena volumenya besar. Dosis optimal belum diketahui, namun
demikian beberapa penelitian menunjukkan bahwa dosis sebesar
500 unit sama efektifnya dengan dosis yang lebih tinggi. Dosis
rekomendasi British National Formulary adalah 5000-10.000 unit
diberikan secara IV. Sedangkan menurut Tintinalli (2015) dosis
HTIG adalah 3000-5000 unit yang diberikan secara IM sesaat
setelah pasien didiagnosis dengan tetanus. Setelah pasien melewati
masa akut, pasien mendapatkan injeksi anti-tetanus toxoid
sebanyak 0.5 cc. Pemberian ini dianjutkan pada minggu keenam

22
setelah pemberian pertama dan bulan ke 6 setelah pemberian kedua
(4)(5)
.
Jika tidak terdapat HTIG, dapat diberikan anti-tetanus serum
(ATS) yang berasal dari kuda sebanyak 100.000-200.000 unit
dengan setengah dosis diberikan secara intramuskular dan setengah
dosis sisanya diberikan secara intravena. Namun waktu paruhnya
lebih pendek dan pemberiannya sering menimbulkan reaksi
hipersensitivitas (5).

Gambar 1. Managemen Luka pada Tetanus

2) Antikonvulsan dan mucle relaxant


Banyak obat yang telah digunakan sebagai obat tunggal maupun
kombinasi untuk mengobati spasme otot pada tetanus yang nyeri
dan dapat mengancam respirasi karena menyebabkan
laringospasme atau kontraksi otot pernapasan secara terus-
menerus. Regimen yang ideal adalah regimen yang dapat menekan
aktivitas spasmodik tanpa menyebabkan sedasi berlebihan dan
hipoventiasi. Terapi pilihan utama adalah golongan benzodiazepin.
Bezodiazepin memperkuat agonisme GABA dengan menghambat

23
inhibitor endogen pada reseptor GABA. Diazepam dapat diberikan
melalui rute yang bervariasi, murah, dan telah dipergunakan secara
luas, tapi metabolit kerja panjangnya (oksazepam dan
desmetildiazepam) dapat terakumulasi dan berakibat koma
berkepanjangan. Dosis yang diberikan pada pasien dengan spasme
ringan adalah 5-10 mg per oral setiap 4-6 jam, pada pasien spasme
berat 5-10 mg, dan pada spasme berat diberikan 50-100 mg dalam
500 ml D5% dengan kecepatan 40 mg/jam. Menurut McGraw-Hill
(2015), dosis anjuran untuk diazepam adalah 10 mg setiap 1-3 jam
secara intravena.
Pilihan obat lain adalah lorazepam dengan durasi kerja lebih lama
dan midazolam dengan waktu paruh yang lebih singkat.
Midazolam diketahui memiliki akumulasi lebih ringan
dibandingkan dengan diazepam. (5)
Apabila dengan pemberian sedasi saja tidak adekuat, paralisis
terapeutik dengan agen pembolkade neuromuskuler dan ventilasi
tekanan positif intermitten mungkin dibutuhkan untuk jangka
panjang. Namun demikian dapat terjadi paralisis berkepanjangan
setelah obat dihentikan. Pankuronium telah digunakan secara luas.
Namun deminikan agen ini dapat menghambat pengambilan
kembali katekolamin dan dapat memperberat instabiltas otonomik
pada tetanus berat. Terdapat laporan tentang bertambah parahnya
hipertensi dan takikardi yang berkaitan dengan penggunaan
pankuronium. Selain itu dapat digunakan vecuronium yang bebas
dari efek sampng kardiovaskuler dan pelepasan histamin tetapi
memiliki waktu kerja yang singkat. Dosis yang disarankan adalah
0.1 mg/kgBB diberikan secara intravena. Selain itu dapat juga
diberikan atraccurium dengan dosis 0.5 mg/kgBB diberikan secara
intravena. Pada penggunaan atraccurium, tidak didapatkan
akumulasi metabolit atraccurium yang bersifat epileptogenik,
laudanosin. (4)(5)

24
3) Antibiotik
Antibiotik lini pertama menurut WHO (2005) adalah
metronidazole dengan dosis 500 mg diberikan setiap 6 jam atau 1
gram setiap 12 jam selama 7-10 hari. Antibiotik lain yang dapat
dipakai untuk membunuh kuman C. tetani adalah penicillin prokain
dengan dosis 50.000 – 100.000 unit/kgBB diberikan dengan dosis
terbagi 2-4 dosis selama 7-10 hari (10 – 12 juta unit IV setiap hari).
Namun merupakan antagonis GABA dan berkaitan dengan
konvulsi. Apabila pasien alergi terhadap penicillin dapat diberikan
tetracycline 50 mg/kgBB/hari.
Metronidaloze lebih aman dibandingkan dengan penicillin karena
metronidazole tidak menunjukkan aktivitas antagonis terhadap
GABA seperti yang ditunjukkan oleh penicillin. Beberapa
penelitian juga menunjukkan angka harapan hidup yang lebih
tinggi pada penggunaan metronidazole.(4)

4) Oksigen
Intubasi atau trakeostomi dengan atau tanpa ventilasi mungkin
dibutuhkan pada hipoventilasi yang berkaitan dengan sedasi
berlebihan atau laringospasme atau untuk menghindari aspirasi
oleh pasien dengan trismus, gangguan menelan atau disfagia.(5)

5) Pengendalian disfungsi otonom


Banyak pendekatan yang berbeda dalam terapi disfungsi otonom.
Sampai sejauh ini terapi optimal untuk hiperaktivitas simpatis
masih berlum ditetapkan.
Morfin terutama bermanfaat karena dapat memberikan stabilitas
pada kardiovaskuler. Dosisnya bervariasi antara 20-180 mg per
hari. Mekanisme aksi yang dipertimbangkan pada penggunaan
morfin adalah penggantian opioid endogen, mengurangi aktivitas
refleks simpatis, dan pelepasan histamin. Selain itu, telah

25
dilaporkan keberhasilan penatalaksanaan gangguan otonom dengan
menggunakan atropin secara intravena. Penggunaan adrenergik-alfa
(klonidin) dapat mengurangi aktivitas simpatis sehingga dapat
mengurangi tekanan arteri, frekuensi denyut jantung, dan pelepasan
katekolamin dari medulla adrenal. Di periferm klonidin
menghambat pelepasan norepinefrin dari ujung saraf pre-
junctional.(4)
Terapi lain yang dapat diberikan adalah MgSO4 secara loading
dose 5 mg dalam 20 menit. Namun pemberian MgSO4 harus
disertai dengan pemantauan neurologis (reflek patella) dan fungsi
pernapasan serta pengukuran kadar magnesium serum setiap hari.
mgSO4 ini telah banyak digunakan untuk pasien baik yang
terpasang ventilator maupun tidak untuk mengontrol spasme.
MgSO4 merupakan pemblokade neuromuskuler pre-sinaps yang
menghambat katekolamin dari saraf dan medula adrenal,
mengurangi responsivitas reseptor terhadap katekolamin yang
terlepas, dan merupakan antikonvulsan sekaligus vasodilator. (4)

6) Terapi suportif
Penurunan berat badan umum terjadi pada tetanus. Faktor yang
menyebabkan penurunan berat badan ini meliputi gangguan
menelan, peningkatan metabolisme akibat pireksia dan aktivitas
otot, dan masa kritis yang berkepanjangan. Oleh karena itu,
pemberian nutrisi dilakukan sedini mungkin dan lebih baik melalui
nasogastrik tube. Fisioterapi juga dibutuhkan untuk mencegah
adanya kontraktur.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. 2010. Current reccomendation for treatment of tetanus


during humanitarian emergency.
2. Tintinalli, J. 2015. Tntinalli’s Emergency Medicine 8th Edition.
New York: McGraw-Hill Education Medical.
3. CDC. 2015. Tetanus: Epidemiology and Prevention of Vaccine-
Preventable Disease, The Pink Book: Course Textbook – 13th
Edition. USA.
4. Ismanoe, G. 2009. “Tetanus” dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: Interna Publishing.
5. Laksmi, N. 2014. Continuing Professional Develpoment:
Penatalaksanaan Tetanus. CDK-222/ vol. 41 no. 11, th 2014.

27
LAMPIRAN

Gambar 2. Kejang pada seluruh tubuh pasien

Gambar 3. Posisi fleksi saat kejang

28
Gambar 4. Luka kotor pada digiti 1 pedis dextra pasien.

29

Anda mungkin juga menyukai