Akut
J. Pedro Teixeira, MD, Sophia Ambruso, DO, Benjamin R. Griffin, MD,
and Sarah Faubel, MD
Ringkasan: Tingkat kematian pada pasien kritis dengan cedera ginjal akut (AKI) yang
membutuhkan terapi penggantian ginjal lebih dari 50%, tingkat yang belum membaik secara
signifikan meskipun sudah banyak kemajuan dalam strategi terapi penggantian ginjal. Data
dari hewan dan manusia yang terus bertambah telah terakumulasi selama 2 dekade terakhir
dan menunjukkan bahwa AKI memiliki keterkaitan dengan serangkaian efek pada organ lain
serta dapat berkontribusi pada angka kematian AKI yang semakin meninggi. Dalam ulasan
ini, kami mendeskripsikan sebuah sekuel paru dari kejadian AKI yang berfokus pada
mekanisme edema paru dalam konteks komplikasi tradisional AKI (seperti kelebihan volume
dan asidosis) dan komplikasi nontradisional dari AKI (seperti peradangan sistemik). Kami
juga meninjau kompleksitas manajemen volume pada pasien dengan cedera ginjal dan paru
untuk kemudian menyelidiki data klinis dan ilmu dasar tentang mediator yang terlibat dalam
kejadian cedera paru setelah AKI. Dengan adanya pemahaman yang mendalam terkait efek
tradisional dan nontradisional dari AKI sehingga dapat menghasilkan komplikasi paru, maka
dapat dikembangkan strategi manajemen dan terapi yang efektif.
Kata kunci: Komplikasi cedera ginjal akut, cross talk ginjal-paru, cedera paru akut
Meskipun sudah terdapat kemajuan dalam terapi penggantian ginjal (RRT), mortalitas pada
pasien dengan cedera ginjal akut (AKI) tetap tinggi. Pada sebuah studi kohort modern
menyebutkan bahwa tingkat kematian pasien dengan AKI di rumah sakit meningkat dari 9%
menjadi 28% secara keseluruhan, 1-3
dan jumlah total kematian terkait AKI di rumah sakit
Amerika Serikat meningkat sebesar dua kali lipat antara tahun 2001 dan 2011. 1 Angka
kematian yang berhubungan dengan AKI berat di rumah sakit juga mengalami peningkatan
yang jauh lebih tinggi, yakni sebesar 28%-33% untuk AKI yang membutuhkan RRT, 2,3 dan
bahkan lebih tinggi lagi untuk AKI di unit perawatan intensif (ICU) yang mencapai >50%
dengan atau tanpa RRT. 4-16
Meskipun luaran pada AKI masih tetap buruk, AKI dan gagal napas merupakan kombinasi
yang sangat mematikan. Kegagalan pernapasan sering terjadi pada pasien dengan AKI
sehingga ventilasi mekanis diperlukan pada 70% hingga 85% pasien dengan AKI di ICU, 11-
,
14 17-19
dan kebutuhan akan ventilasi mekanis juga telah terbukti berulang kali menjadi faktor
risiko independen kematian pada pasien dengan AKI.6-13,19-22 Salah satu studi menunjukkan
bahwa gagal napas berkaitkan dengan peningkatan dua kali lipat kematian pasien dengan
AKI dimana kombinasi AKI dengan gagal napas membawa prognosis yang lebih buruk
daripada kombinasi AKI dengan kegagalan sistem organ lainnya. 8 Dalam studi lain, sebuah
analisis kohort dari studi the Veterans Affairs/National Institutes of Health Acute Renal
Failure Trial Network (ATN) yang melibatkan lebih dari seribu pasien dengan AKI yang
membutuhkan RRT menyebutkan bahwa hipoksemia pada inisiasi RRT (didefinisikan
sebagai kebutuhan fraksi oksigen inspirasi 60%) dan ventilasi mekanis adalah dua faktor dari
total 21 variabel dengan nilai prediktif yang paling kuat memprediksi kematian. 19 AKI yang
memperberat kegagalan pernapasan yang sudah ada sebelumnya juga telah dikaitkan dengan
kebutuhan ventilasi mekanis yang berkepanjangan, durasi usaha pelepasa ventilasi mekanis
yang lebih lama, serta perawatan ICU juga menjadi lebih lama.23,24 AKI telah ditunjukkan
dalam beberapa penelitian menjadi faktor risiko peningkatan mortalitas pada pasien dengan
gagal napas,23,25 dimana sebuah studi juga menjelaskan bahwa pasien sindrom gangguan
pernapasan akut (ARDS) yang mengalami AKI berkaitan dengan risiko kematian dua kali
lipat jika dibandingkan dengan pasien non-AKI.25
Hubungan antara cedera ginjal dan cedera paru mungkin bersifat dua arah karena ventilasi
mekanik tampaknya menjadi faktor risiko untuk perkembangan AKI. Sebuah tinjauan
sistematis baru-baru ini dari 31 studi observasional memperkirakan bahwa ventilasi invasif
berkaitkan dengan peningkatan risiko AKI sebesar tiga kali lipat pada pasien yang dirawat di
ICU.26 Risiko ini dapat dimediasi secara khusus oleh ventilasi mekanis daripada disfungsi
pernapasan semata karena risiko kejadian AKI lebih tinggi pada pasien dengan ventilasi
mekanis daripada pasien yang menggunakan ventilasi noninvasif.26 Efek hemodinamik
ventilasi mekanis pada aliran darah ginjal dan efek inflamasi dari barotrauma yang diinduksi
ventilator juga telah diduga menjadi mediator dari peningkatan risiko AKI. Data dari hewan
coba mendukung adanya kemungkinan peran mediator inflamasi pada AKI yang diinduksi
oleh ventilator.28 Namun, dalam suatu tinjauan sistematis terkait ventilasi invasif, pasien non-
ARDS memiliki risiko AKI yang sama atau lebih tinggi jika dibandingkan dengan ARDS.
Hal ini membuat para peneliti menyimpulkan bahwsa efek hemodinamik mungkin lebih
penting daripada barotrauma dalam menginduksi AKI pada manusia.26
KOMPLIKASI TRADISIONAL VS NONTRADISIONAL AKI
Karena hubungan antara AKI dan komplikasi paru telah muncul selama beberapa dekade
terakhir, maka muncul pula anggapan bahwa AKI adalah gangguan multisistem kompleks
yang mengakibatkan serangkaian komplikasi tradisional dan nontradisional (Tabel 1).29
Klasifikasi ini berguna untuk mempertimbangkan mediator potensial dan obat untuk
komplikasi sistemik AKI, termasuk komplikasi pernapasan pada AKI (Tabel 2). Komplikasi
tradisional AKI antara lain kelebihan volume; kelainan elektrolit seperti hiperkalemia,
asidosis metabolik, hiperfosfatemia, dan hipokalsemia; serta sindrom klinis uremia.
Komplikasi tradisional AKI ini umumnya dapat diperbaiki dengan RRT. Namun, bukti
bahwa AKI akan menghasilkan beberapa gangguan sistemik dan berbagai komplikasi
nontradisional telah dilaporkan pada sampel manusia, hewan model, atau keduanya, dalam
hal ini contoh kasusnya adalah peningkatan kerentanan terhadap sepsis, 22,30 disfungsi imun, 31
dan cedera atau disfungsi pada berbagai organ termasuk jantung,32,33 hati,34-36 usus,34,35 dan
otak.37 Telah diusulkan bahwa komplikasi multisistem nontradisional dari AKI bertanggung
jawab terhadap angka kematiannya yang tinggi meskipun saat ini sudah ada terapi RRT.22, 38
Tabel 1. Perbandingan Komplikasi AKI Tradisional dan Nontradisional
Komplikasi tradisional AKI Komplikasi nontradisional dari AKI
Sudah dikenal selama >50 tahun Baru dikenal dan dipelajari dalam 20 tahun
terakhir
Dapat berkontribusi pada peningkatan Dapat berkontribusi besar terhadap
mortalitas terkait AKI mortalitas terkait AKI
Akibat langsung dari menurunnya fungsi Biasanya dimediasi oleh cross-talk organ
ginjal jauh yang meradang
Memperberat AKI dan ESRD Hanya memperberat AKI (bukan ESRD)
Biasanya dikoreksi dengan RRT Tidak dikoreksi dengan RRT
Contoh: Contoh:
Kelebihan cairan Komplikasi respirasi/cedera inflamasi
Hiperkalemia paru
Asidosis Sepsis
Hiperfosfatemia Disfungsi atau cedera jantung
Hipokalsemia Cedera usus
Uremia (seperti ensefalopati, perikar- Cedera hati
ditis, disfungsi trombosit) Disfungsi imun
52
serta ditandai juga dengan adanya perubahan inflamasi seperti infiltrasi neutrofilik, 53-57
Gambar 1. Edema paru pada AKI. (A) Spektrum edema paru pada AKI. Edema paru hidrostatik (biasa disebut
edema kardiogenik) disebabkan oleh kelebihan cairan dan/atau disfungsi jantung sehingga terjadi peningkatan
tekanan hidrostatik kapiler paru dan edema transudatif. Pasien dapat cepat membaik dengan pengurangan cairan
melalui ultrafiltrasi atau diuresis. Edema paru nonhidrostatik (nonkardiogenik) disebabkan oleh cedera pada
membran kapiler sehingga terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan kebocoran cairan edema berprotein.
Pasien membaik sedikit atau tidak membaik sama sekali dengan strategi pengurangan cairan melalui ultrafiltrasi
atau diuresis. Banyak pasien kemungkinan jatuh dalam spektrum antara edema paru hidrostatik dan non-
hidrostatik. (B) Edema paru hidrostatik ditandai dengan infiltrat bilateral yang terlihat pada radiografi dada dan
umumnya tanpa bukti inflamasi secara histologis atau biokimia. Pengukuran yang akurat CVP atau tekanan
oklusi arteri pulmonalis biasanya meningkat. (C) Gambaran histologis menunjukkan edema interstisial (panah).
(D) Edema paru nonhidrostatik yang ditandai dengan adanya infiltrat bilateral yang terlihat pada radiografi dada,
tetapi dengan bukti inflamasi secara histologis atau biokimia. Pengukuran CVP yang akurat dari tekanan oklusi
arteri pulmonalis biasanya normal atau rendah. (E) Histologi paru normal. (F) Gambar histologis menunjukkan
edema protein (panah tebal) dan edema interstisial (panah tipis). (G) Gambar histologis yang diperbesar
menunjukkan neutrofil yang ada di ruang interstisial (panah tebal) dan edema interstisial (panah tipis), temuan
yang khas pada edema paru nonhidrostatik. Diadaptasi dengan izin dari Faubel et al.38
Gambar 2. Efek cedera ginjal dan gagal ginjal pada paru. Efek AKI pada paru secara konseptual dapat dibagi
menjadi faktor yang berhubungan dengan cedera ginjal dan faktor yang berhubungan dengan hilangnya fungsi
ginjal. Cedera ginjal menyebabkan respon inflamasi yang kuat, sebagian karena kematian sel yang ditandai
dengan peningkatan produksi dan pelepasan mediator inflamasi seperti TNF, IL6, dan IL8 yang dikenal sebagai
mediator cedera paru terkait AKI. Kemungkinan faktor lain yang mungkin ada dalam sirkulasi karena cedera
ginjal dan kematian sel adalah berbagai damage-associated molecular proteins seperti histon dan protein lain,
DNA, RNA, dan mikropartikel. Hilangnya fungsi ginjal (dimodelkan dengan nefrektomi bilateral pada hewan
coba) menghasilkan akumulasi faktor yang biasanya diekskresikan dan dimetabolisme oleh ginjal yang dapat
mempengaruhi fungsi paru-paru. Hilangnya fungsi ginjal dapat mempengaruhi paru jika terjadi penurunan
ekskresi cairan yang mengakibatkan retensi cairan, kelebihan volume, dan edema paru hidrostatik (kardiogenik).
Kelainan elektrolit tertentu juga dapat berkontribusi, seperti asidosis yang dapat menyebabkan edema paru
hidrostatik dengan mengganggu curah jantung. Peran toksin uremik yang khas seperti yang terakumulasi pada
ESRD masih harus ditentukan lebih lanjut. Akhirnya, karena ginjal berkontribusi pada eliminasi sitokin,
mediator inflamasi yang diketahui (misalnya IL6) mungkin terakumulasi lebih besar pada pasien dengan gagal
ginjal dibandingkan pada pasien dengan fungsi ginjal normal. Singkatan: GFR, glomerular filtration rate; SIRS,
systemic inflammatory response syndrome. Diadaptasi dengan izin dari Faubel dkk.38
Empat percobaan besar dan multisenter baru-baru ini dari resusitasi pasien yang
terprotokolisasi (termasuk tiga kasus syok septik dini71-73 yang diterapi dengan protokol 6 jam
yang serupa dengan original early goal-directed therapy (GDT) dari Rivers et al,74 dan satu
kasus menggunakan algoritme cardiac output−guided hemodynamic setelah operasi mayor,75)
semuanya gagal menunjukkan peningkatan pada luaran ginjal atau kematian relatif terhadap
perawatan biasa, sehingga menekankan perlunya terapi cairan individual secara hati-hati
untuk setiap pasien daripada menerapkan pendekatan yang bersifat menyeluruh pada semua
pasien dengan suatu diagnosis tertentu. Namun, dari percobaan yang menunjukkan manfaat
untuk penggunaan protokol cairan dalam 20 tahun terakhir dapat diperoleh beberapa poin
besar.
Pertama, percobaan yang lawas menunjukkan peningkatan pada luaran ginjal atau
keseluruhan GDT yang terjadi pada pasien dewasa atau anak-anak dengan syok septik secara
umum menyebabkan peningkatan cairan yang diberikan sejak awal (yaitu, 6 jam pertama),
dengan perbedaan jumlah cairan yang diberikan sebagian besar sama dengan yang diberikan
pada kelompok dengan intervensi dan kelompok perawatan biasa dalam 72 jam.74,76 Demikian
pula, sebuah tinjauan dari 24 percobaan GDT pasca operasi menunjukkan adanya penurunan
yang signifikan dalam tingkat AKI pasca operasi, tetapi perbedaan keseluruhan
antarkelompok dalam cairan yang diberikan pada akhirnya cukup sederhana, rata-rata
pemberian <600 mL.77 Selanjutnya, terdapat manfaat signifikan dari GDT pasca operasi yang
terutama didukung oleh percobaan yang menunjukkan bahwa penerapan keseimbangan
cairan dan/atau dukungan inotropik menunjukkan luaran yang lebih baik daripada percobaan
pemberian cairan yang lebih banyak.77 Intervensi pada hampir semua penelitian terbatas
hanya pada <24 jam pertama pasca operasi.77 Ditambah dengan data sepsis yang lebih
terbatas, temuan ini menunjukkan bahwa resusitasi cairan untuk mencegah AKI paling efektif
jika diberikan secara dini dan tepat sasaran sehingga dapat mencegah pemberian cairan yang
berlebihan dan harus diikuti dengan mempertahankan net fluid balance setelah 24 jam
periode awal penyakit kritis.60,61
Dengan mengingat data ini dapat ditegaskan bahwa penilaian yang akurat terhadap status
volume pada pasien dengan AKI dan gagal napas, tetap menjadi sangat penting karena ahli
nefrologi sering dihadapkan pada dilema apakah akan memberikan volume cairan atau
melakukan upaya untuk menghilangkan volume cairan dengan diuresis atau ultrafiltrasi.
Hal yang sedikit disayangkan adalah ukuran tradisional dari status volume atau respon
cairan pada pasien dengan hipotensi dan/atau gagal ginjal telah terbukti hanya memiliki
kegunaan klinis yang kecil. Misalnya tekanan vena sentral (CVP) yang pernah menjadi
andalan sebagai pemandu resusitasi pada kasus sepsis,74 telah terbukti menjadi determinan
responsivitas cairan yang sangat buruk, dimana suatu tinjauan sistematis melaporkan area di
bawah kurva receiver operating characteristic pada CVP dalam memprediksi peningkatan
indeks jantung dengan cairan hanya 0,56 (hanya sedikit lebih baik daripada flip koin).78
Faktanya, konsisten dengan keseluruhan luaran yang buruk terkait dengan kelebihan
volume pada AKI,14,21,62-65 data terus muncul yang menyebutkan bahwa CVP yang lebih tinggi
pada AKI juga berkaitkan dengan luaran ginjal dan luaran keseluruhan yang lebih buruk.79,80
Secara khusus, beberapa laporan terbaru telah mengkorelasikan kondisi CVP yang lebih
tinggi ini dengan AKI yang terus memburuk atau tingkat mortalitas terkait AKI yang lebih
tinggi yang tidak hanya terjadi pada AKI dengan gagal jantung81 atau ARDS,65 tetapi juga
pada kasus sepsis79,80 dan pada pasien yang dirawat di ICU secara keseluruhan.82 Efek ini
berhubungan dengan efek berbahaya dari kongesti vena dan penurunan perfusi ginjal dan laju
filtrasi glomerulus akibat peningkatan tekanan subkapsular dan interstisial ginjal. 61,82 Pada
kasus sepsis, kondisi CVP yang lebih tinggi (bahkan dalam kisaran target 8 hingga 12 mm Hg
yang awalnya diusulkan oleh Rivers et al 74
) berhubungan secara independen dengan
peningkatan risiko AKI.79,80 Demikian pula, dalam analisis post hoc yang melibatkan lebih
dari 300 pasien dalam percobaan FACTT yang mengembangkan AKI dalam konteks ARDS
menyebutkan bahwa CVP secara statistik lebih tinggi (sekitar y 13 versus 11 mm Hg) pada
pasien yang meninggal relatif terhadap pasien yang tidak meinggal, dan kondisi CVP rata-
rata yang lebih tinggi ini berhubungan secara independen dalam model multivariat dengan
risiko kematian yang lebih tinggi.65 Demikian juga, dalam sebuah penelitian terhadap lebih
dari 4.500 pasien jantung, bedah dan pasien lain yang dirawat di ICU menyebutkan bahwa
CVP yang semakin tinggi saat awal masuk rawat di ICU berhubungan dengan risiko kejadian
AKI yang semakin tinggi.82 Secara bersamaan, data ini menunjukkan bahwa peningkatan
CVP berhubungan dengan luaran yang lebih buruk, dan beberapa data juga telah
mengusulkan bahwa kegunaan utama CVP adalah untuk mengidentifikasi pasien dengan
yang memiliki risiko bahaya dari kelebihan volume di mana pemberian cairan lebih lanjut
mungkin berbahaya atau pengurangan cairan mungkin bermanfaat.83 Namun, pendekatan ini
belum diuji secara prospektif dalam uji klinis.
Bahkan penilaian keseimbangan cairan yang lebih mendasar seperti berat badan harian dan
grafik keseimbangan cairan memiliki keterbatasan yang signifikan, dimana penelitian terbaru
menunjukkan bahwa secara umum terdapat korelasi harian yang buruk antara satu sama lain
pada pasien ICU84 atau pada pasien khusus pada CRRT,85 bahkan setelah koreksi untuk
kehilangan cairan yang insensible.84 Mempertimbangkan bahwa kehilangan cairan insensibel
tidak diperhitungkan secara rutin, ketergantungan pada keseimbangan cairan yang dipetakan
memiliki potensi untuk menginduksi hipovolemia yang signifikan bahkan jika RRT
digunakan untuk mempertahankan keseimbangan cairan yang tampaknya seimbang selama
periode yang lama.
Gambar 3. Kaskade yang menyebabkan progresifitas dari AKI ke ALI. Sel T direkrut ke paru dan memulai
apoptosis sel endotel paru yang dimediasi caspase-3 sehingga menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler
paru dan edema paru nonhidrostatik (nonkardiogenik). TNF bekerja melalui TNFR1 pada sel endotel paru
menghasilkan apoptosis sel endotel melalui aktivasi caspase-3 sehingga menyebabkan peningkatan
permeabilitas kapiler paru dan edema paru nonhidrostatik (2). TNF juga mengaktifkan nuclear factor-kB (NF-
kB) yang meningkatkan inflamasi dan apoptosis, menyebabkan cedera endotel, peningkatan permeabilitas
kapiler paru, dan edema paru nonhidrostatik. AKI juga berhubungan dengan peningkatan kadar sitokin
proinflamasi serum seperti IL6, IL8, dan TNF yang konsisten dengan respon systemic inflammatory response
syndrome (SIRS) (3). Sitokin proinflamasi meningkat pada AKI karena peningkatan produksi ginjal,
peningkatan produksi ekstrarenal (misalnya pada monosit, liver, dan lien), penurunan klirens ginjal, dan
penurunan metabolisme ginjal. IL6 yang bersirkulasi berikatan dengan IL6R terlarut yang bersirkulasi (sIL6R)
dan melibatkan gp130 pada sel endotel sehingga menghasilkan peningkatan produksi paru-paru dan peningkatan
kadar serum IL8. IL8 dapat menyebabkan cedera paru dengan memfasilitasi akumulasi neutrofil sehingga
mengakibatkan terjadinya cedera endotel, peningkatan permeabilitas kapiler paru, dan edema paru
nonhidrostatik. HMGB1 mencetuskan aktivasi TLR4 (4). Efek bersihnya adalah peradangan, akumulasi
neutrofil, cedera endotel, peningkatan permeabilitas kapiler paru, dan edema nonhidrostatik. Singkatan:
HMGB1, high mobility group box 1 protein; TLR4, toll-like receptor 4. Diadaptasi dengan izin dari Faubel et
al.38
Berbagai ukuran dinamis dari responsivitas cairan seperti variasi tekanan nadi,
pengangkatan tungkai pasif, atau kolapsbilitas vena cava inferior ultrasonografi telah
dikembangkan dan dilaporkan memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan ukuran statis
status cairan saat perawatan pada pasien ICU,86,87 meskipun masih belum terdapat kejelasan
apakah ukuran-ukuran tersebut berguna dalam memandu terapi cairan secara khusus pada
AKI.
Lebih lanjut lagi bahwa ukuran dinamis respon cairan ini terutama sudah tervalidasi untuk
kondisi apakah klinisi akan memberikan cairan atau tidak, bukan dalam hal apakah klinisi
akan mengeluarkan cairan atau tidak, dimana hanya beberapa penelitian kecil yang secara
khusus membahas pengurangan cairan pada AKI.88-90 Studi pertama adalah studi yang
melibatkan 39 pasien gagal ginjal ICU yang stabil secara hemodinamik (termasuk 85%
dengan AKI) menyebutkan bahwa pengangkatan kaki pasif terbukti secara akurat
memprediksi kejadian hipotensi intradialitik dengan upaya ultrafiltrasi dengan RRT
intermiten.88 Studi yang kedua adalah studi percontohan dari 24 pasien dengan CHF
dekompensasi dan resistensi diuretik, dimana kolapsbilitas vena cava inferior yang sama
ditunjukkan untuk memprediksi hipotensi selama upaya ultrafiltrasi yang dilakukan terus
menerus secara lambat.89 Baru-baru ini, uji kelayakan dilakukan pada 32 pasien ICU yang
menggunakan termodilusi transpulmoner untuk memperkirakan indeks jantung dan ukuran
terkait lainnya, dimana studi in menemukan bahwa hal tersebut cukup berguna untuk
memprediksi kemampuan untuk mencapai tujuan ultrafiltrasi selama dialisis efisiensi rendah
yang berkelanjutan tanpa peningkatan yang signifikan dalam kebutuhan vasopresor (dengan
area di bawah kurva receiver operating characteristic 0,65-0,75 ).90 Tak satu pun dari studi
ini melaporkan outcome di luar hipotensi jangka pendek atau toleransi pengurangan cairan.
Berbagai teknologi lain telah diusulkan untuk memandu pengurangan volume selama dialisis
pasien dengan AKI, seperti dengan pemantauan volume darah terus menerus dimana hal ini
sangat menjanjikan tetapi belum terbukti91 dan dengan penggunaan biomarker untuk menilai
cedera ginjal berulang atau ajuvan dari pengurangan volume berlebih seperti dalam kasus
bioimpedansi atau ultrasonografi paru yang belum dipelajari pada AKI selain untuk
prognostik atau sebagai tindakan tambahan dari gangguan oksigenasi. 92,93 Sebuah studi
tentang penggunaan bioimpedansi dengan USG paru untuk memandu pengurangan cairan
dengan CRRT pada AKI saat ini sedang berlangsung (ClinicalTrials.gov pengenal:
NCT02384525). Seperti yang ada saat ini, tidak ada satu metode pun baik itu yang bersifat
dinamis atau statis serta tradisional atau baru yang terbukti lebih unggul daripada yang lain
dalam mendiagnosis kelebihan cairan atau dalam memutuskan kapan harus memulai atau
berhenti mengeluarkan cairan baik dengan diuretik atau ultrafiltrasi.94 Dengan demikian, studi
lebih lanjut diperlukan untuk membantu klinisi dalam menentukan ukuran status cairan mana
yang paling berguna sebagai panduan dalam pengurangan cairan dan menghubungkannya
dengan risiko jangka pendek dan jangka panjang dari hipotensi atau toleransi pengeluaran
cairan. Luaran jangka panjang akan lebih bermakna seperti pemulihan ginjal atau overall
survival.