Anda di halaman 1dari 20

Konsekuensi Pulmoner dari Cedera Ginjal

Akut
J. Pedro Teixeira, MD, Sophia Ambruso, DO, Benjamin R. Griffin, MD,
and Sarah Faubel, MD

Ringkasan: Tingkat kematian pada pasien kritis dengan cedera ginjal akut (AKI) yang
membutuhkan terapi penggantian ginjal lebih dari 50%, tingkat yang belum membaik secara
signifikan meskipun sudah banyak kemajuan dalam strategi terapi penggantian ginjal. Data
dari hewan dan manusia yang terus bertambah telah terakumulasi selama 2 dekade terakhir
dan menunjukkan bahwa AKI memiliki keterkaitan dengan serangkaian efek pada organ lain
serta dapat berkontribusi pada angka kematian AKI yang semakin meninggi. Dalam ulasan
ini, kami mendeskripsikan sebuah sekuel paru dari kejadian AKI yang berfokus pada
mekanisme edema paru dalam konteks komplikasi tradisional AKI (seperti kelebihan volume
dan asidosis) dan komplikasi nontradisional dari AKI (seperti peradangan sistemik). Kami
juga meninjau kompleksitas manajemen volume pada pasien dengan cedera ginjal dan paru
untuk kemudian menyelidiki data klinis dan ilmu dasar tentang mediator yang terlibat dalam
kejadian cedera paru setelah AKI. Dengan adanya pemahaman yang mendalam terkait efek
tradisional dan nontradisional dari AKI sehingga dapat menghasilkan komplikasi paru, maka
dapat dikembangkan strategi manajemen dan terapi yang efektif.
Kata kunci: Komplikasi cedera ginjal akut, cross talk ginjal-paru, cedera paru akut

Meskipun sudah terdapat kemajuan dalam terapi penggantian ginjal (RRT), mortalitas pada
pasien dengan cedera ginjal akut (AKI) tetap tinggi. Pada sebuah studi kohort modern
menyebutkan bahwa tingkat kematian pasien dengan AKI di rumah sakit meningkat dari 9%
menjadi 28% secara keseluruhan, 1-3
dan jumlah total kematian terkait AKI di rumah sakit
Amerika Serikat meningkat sebesar dua kali lipat antara tahun 2001 dan 2011. 1 Angka
kematian yang berhubungan dengan AKI berat di rumah sakit juga mengalami peningkatan
yang jauh lebih tinggi, yakni sebesar 28%-33% untuk AKI yang membutuhkan RRT, 2,3 dan
bahkan lebih tinggi lagi untuk AKI di unit perawatan intensif (ICU) yang mencapai >50%
dengan atau tanpa RRT. 4-16
Meskipun luaran pada AKI masih tetap buruk, AKI dan gagal napas merupakan kombinasi
yang sangat mematikan. Kegagalan pernapasan sering terjadi pada pasien dengan AKI
sehingga ventilasi mekanis diperlukan pada 70% hingga 85% pasien dengan AKI di ICU, 11-
,
14 17-19
dan kebutuhan akan ventilasi mekanis juga telah terbukti berulang kali menjadi faktor
risiko independen kematian pada pasien dengan AKI.6-13,19-22 Salah satu studi menunjukkan
bahwa gagal napas berkaitkan dengan peningkatan dua kali lipat kematian pasien dengan
AKI dimana kombinasi AKI dengan gagal napas membawa prognosis yang lebih buruk
daripada kombinasi AKI dengan kegagalan sistem organ lainnya. 8 Dalam studi lain, sebuah
analisis kohort dari studi the Veterans Affairs/National Institutes of Health Acute Renal
Failure Trial Network (ATN) yang melibatkan lebih dari seribu pasien dengan AKI yang
membutuhkan RRT menyebutkan bahwa hipoksemia pada inisiasi RRT (didefinisikan
sebagai kebutuhan fraksi oksigen inspirasi 60%) dan ventilasi mekanis adalah dua faktor dari
total 21 variabel dengan nilai prediktif yang paling kuat memprediksi kematian. 19 AKI yang
memperberat kegagalan pernapasan yang sudah ada sebelumnya juga telah dikaitkan dengan
kebutuhan ventilasi mekanis yang berkepanjangan, durasi usaha pelepasa ventilasi mekanis
yang lebih lama, serta perawatan ICU juga menjadi lebih lama.23,24 AKI telah ditunjukkan
dalam beberapa penelitian menjadi faktor risiko peningkatan mortalitas pada pasien dengan
gagal napas,23,25 dimana sebuah studi juga menjelaskan bahwa pasien sindrom gangguan
pernapasan akut (ARDS) yang mengalami AKI berkaitan dengan risiko kematian dua kali
lipat jika dibandingkan dengan pasien non-AKI.25
Hubungan antara cedera ginjal dan cedera paru mungkin bersifat dua arah karena ventilasi
mekanik tampaknya menjadi faktor risiko untuk perkembangan AKI. Sebuah tinjauan
sistematis baru-baru ini dari 31 studi observasional memperkirakan bahwa ventilasi invasif
berkaitkan dengan peningkatan risiko AKI sebesar tiga kali lipat pada pasien yang dirawat di
ICU.26 Risiko ini dapat dimediasi secara khusus oleh ventilasi mekanis daripada disfungsi
pernapasan semata karena risiko kejadian AKI lebih tinggi pada pasien dengan ventilasi
mekanis daripada pasien yang menggunakan ventilasi noninvasif.26 Efek hemodinamik
ventilasi mekanis pada aliran darah ginjal dan efek inflamasi dari barotrauma yang diinduksi
ventilator juga telah diduga menjadi mediator dari peningkatan risiko AKI. Data dari hewan
coba mendukung adanya kemungkinan peran mediator inflamasi pada AKI yang diinduksi
oleh ventilator.28 Namun, dalam suatu tinjauan sistematis terkait ventilasi invasif, pasien non-
ARDS memiliki risiko AKI yang sama atau lebih tinggi jika dibandingkan dengan ARDS.
Hal ini membuat para peneliti menyimpulkan bahwsa efek hemodinamik mungkin lebih
penting daripada barotrauma dalam menginduksi AKI pada manusia.26
KOMPLIKASI TRADISIONAL VS NONTRADISIONAL AKI
Karena hubungan antara AKI dan komplikasi paru telah muncul selama beberapa dekade
terakhir, maka muncul pula anggapan bahwa AKI adalah gangguan multisistem kompleks
yang mengakibatkan serangkaian komplikasi tradisional dan nontradisional (Tabel 1).29
Klasifikasi ini berguna untuk mempertimbangkan mediator potensial dan obat untuk
komplikasi sistemik AKI, termasuk komplikasi pernapasan pada AKI (Tabel 2). Komplikasi
tradisional AKI antara lain kelebihan volume; kelainan elektrolit seperti hiperkalemia,
asidosis metabolik, hiperfosfatemia, dan hipokalsemia; serta sindrom klinis uremia.
Komplikasi tradisional AKI ini umumnya dapat diperbaiki dengan RRT. Namun, bukti
bahwa AKI akan menghasilkan beberapa gangguan sistemik dan berbagai komplikasi
nontradisional telah dilaporkan pada sampel manusia, hewan model, atau keduanya, dalam
hal ini contoh kasusnya adalah peningkatan kerentanan terhadap sepsis, 22,30 disfungsi imun, 31
dan cedera atau disfungsi pada berbagai organ termasuk jantung,32,33 hati,34-36 usus,34,35 dan
otak.37 Telah diusulkan bahwa komplikasi multisistem nontradisional dari AKI bertanggung
jawab terhadap angka kematiannya yang tinggi meskipun saat ini sudah ada terapi RRT.22, 38
Tabel 1. Perbandingan Komplikasi AKI Tradisional dan Nontradisional
Komplikasi tradisional AKI Komplikasi nontradisional dari AKI
Sudah dikenal selama >50 tahun Baru dikenal dan dipelajari dalam 20 tahun
terakhir
Dapat berkontribusi pada peningkatan Dapat berkontribusi besar terhadap
mortalitas terkait AKI mortalitas terkait AKI
Akibat langsung dari menurunnya fungsi Biasanya dimediasi oleh cross-talk organ
ginjal jauh yang meradang
Memperberat AKI dan ESRD Hanya memperberat AKI (bukan ESRD)
Biasanya dikoreksi dengan RRT Tidak dikoreksi dengan RRT
Contoh: Contoh:
Kelebihan cairan Komplikasi respirasi/cedera inflamasi
Hiperkalemia paru
Asidosis Sepsis
Hiperfosfatemia Disfungsi atau cedera jantung
Hipokalsemia Cedera usus
Uremia (seperti ensefalopati, perikar- Cedera hati
ditis, disfungsi trombosit) Disfungsi imun

PERBANDINGAN AKI DAN ESRD: AKI BUKAN ESRD AKUT


Meskipun kemampuan kita untuk mempelajari efek AKI pada manusia hanya terbatas pada
data observasional (lebih ke efek spesifik AKI daripada berkurangnya fungsi ginjal), tetapi
dapat diperoleh informasi dari perbandingan antara pasien sakit akut dengan AKI dan pasien
yang memiliki gejala ESRD. Pasien ESRD mengalami konsekuensi gagal ginjal tradisional
yang sama dengan pasien AKI termasuk kelainan elektrolit, kelebihan cairan, dan uremia.
Sebaliknya, hanya pasien AKI yang dapat terkena efek sistemik nontradisional dari AKI.
Dengan demikian, perbedaan luaran antara pasien AKI dan ESRD dapat dimediasi oleh efek
nontradisional dari cedera ginjal.
Tabel 2. Komplikasi Respiratorik AKI
Edema paru
Hidrostatik (kardiogenik) : kelebihan cairan dan/atau disfungsi jantung
Nonhidrostatik : cedera endotel inflamasi dan apoptosis sel endotel
Gangguan klirens cairan paru
Disfungsi saluran natrium epitel paru dan aquaporin paru
Kegagalan pernapasan yang membutuhkan ventilasi mekanis
Peningkatan insiden (70%-85% pasien sakit kritis dengan AKI)
Durasi dan/atau percobaan pelepasan ventilasi mekanis yang berkepanjangan
Diadaptasi dengan izin dari Faubel et al.38
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa AKI pada pasien rawat inap membawa risiko
kematian yang lebih tinggi daripada ESRD.4-7 Suatu studi yang membandingkan pasien sakit
kritis tanpa gagal ginjal, pasien sakit kritis dengan ESRD, pasien kritis dengan AKI yang
tidak memerlukan RRT, dan pasien dengan AKI yang membutuhkan RRT, menunjukkan
bahwa angka kematian masing-masing kategori tadi adalah sebesar 5%, 11%, 23%, dan 58%,
meskipun skor tingkat keparahan penyakit pada pasien ESRD dan AKI serupa (Acute
Physiology And Chronic Health Evaluation [APACHE] III). 4 Sebuah studi kohort ESRD
lainnya menunjukkan bahwa peningkatan mortalitas AKI relatif terhadap ESRD terjadi
meskipun usia secara signifikan lebih tua serta tingkat komorbiditas diabetes dan hipertensi
lebih tinggi. Selain itu, tiga dari studi ini menemukan bahwa persentase keperluan
penggunaan ventilasi mekanis lebih tinggi pada pasien AKI yang relatif terhadap pasien
ESRD, dan pada ketiga penelitian tersebut ventilasi mekanis ditemukan sebagai faktor risiko
kematian.5-7 Pada salah satu penelitian, ventilasi mekanis merupakan satu-satunya faktor pada
analisis multivariat yang mendorong peningkatan mortalitas pada pasien AKI yang relatif
terhadap pasien ESRD.7 AKI dianggap berkontribusi pada kejadian kegagalan pernapasan
melalui kombinasinya dengan kelebihan cairan, seperti yang ditunjukkan dengan peningkatan
berat badan antara saat masuk ICU dan saat inisiasi continuous renal replacement therapy
(CRRT), serta peningkatan peradangan yang dibuktikan dengan penurunan albumin serum.7
Selain itu juga terdapat tingkat albumin serum yang secara signifikan lebih rendah pada
pasien AKI,7 meskipun fakta bahwa hipoalbuminemia sering terjadi dan dikaitkan dengan
peningkatan mortalitas dan peningkatan peradangan pada pasien ESRD. 39 Dengan demikian,
perbandingan luaran buruk pasien AKI dan ESRD dengan gagal napas menggambarkan
bagaimana komplikasi nontradisional AKI berkolaborasi dengan komplikasi tradisional AKI
untuk menghasilkan harm.
GAGAL NAPAS SEBAGAI KOMPLIKASI TRADISIONAL AKI, KOMPLIKASI
NONTRADISIONAL AKI, ATAU KEDUANYA?
Ketika mempertimbangkan komplikasi paru terkait AKI, komplikasi tradisional yang paling
penting dari AKI adalah kelebihan volume. Kelebihan volume dari penyebab apapun
termasuk gagal ginjal berat dengan fungsi jantung yang masih dapat dipertahankan,
berpotensi menyebabkan edema paru hidrostatik (sering disebut sebagai kardiogenik).
Kelebihan volume akibat AKI juga telah lama dikaitkan dengan gagal napas akibat edema
paru.40,41 Studi pada tahun 1950-an menunjukkan bahwa beberapa pasien dengan edema paru
dan gagal ginjal membaik dengan pengeluaran cairan saja.41,42 Namun, telah lama diduga
bahwa volume overload tidak dapat menjelaskan semua kasus edema paru pada pasien AKI.
Sebagai contoh, dua studi case series historis secara kolektif melaporkan bahwa sembilan
pasien dengan edema paru dalam setting disfungsi ginjal berat tetapi tanpa adanya
peningkatan tekanan baji kapiler paru menunjukkan bahwa peningkatan permeabilitas kapiler
paru bertanggung jawab atas edema.43,44 Studi otopsi manusia yang membandingkan lebih
dari 100 pasien dengan AKI dengan lebih dari 400 kontrol non-AKI,45 menunjukkan bahwa
edema paru pada pasien dengan AKI berhubungan dengan infiltrasi leukosit, 45-47 adanya
cairan edema protein,45,46,48 pembentukan membran hyaline,46,49 dan kerusakan alveolar
difus.49 Hal ini membuat beberapa peneliti di era itu (1950-an-1980-an) mempertimbangkan
"pneumonitis uremik"47,49 sebagai penyebab ARDS.
Menetapkan mekanisme yang tepat dari edema paru pada pasien dengan AKI merupakan
sebuah tantangan karena kompleksitas dalam menilai status volume, sering adanya beberapa
gangguan, dan adanya ketidakpastian mengenai onset AKI. Dalam kasus ini, hewan model
AKI dapat memberikan informasi yang baik dalam karakterisasi sifat cedera paru setelah AKI
dan dapat menjelaskan mekanisme potensial. Secara khusus selama 2 hingga 3 dekade
terakhir sejumlah besar data (dibahas nanti) yang telah terakumulasi menunjukkan bahwa
AKI dapat menyebabkan cedera paru inflamatorik dan edema paru nonhidrostatik. Mirip
dengan data case series dan data otopsi, pada sebagian besar hewan model cedera paru akut
(ALI) yang diinduksi AKI ditandai dengan rasio berat paru basah/kering yang lebih tinggi, 50-

52
serta ditandai juga dengan adanya perubahan inflamasi seperti infiltrasi neutrofilik, 53-57

peningkatan kadar mediator inflamasi yang bersirkulasi, 54,55,57


peningkatan kandungan
protein cairan bronchoalveolar lavage (BAL), 47,51,53,58
dan peningkatan permeabilitas
pembuluh darah paru yang diukur dengan akumulasi pewarna biru Evans di paru.54-56,59
Sehingga, pendekatan modern untuk disfungsi pernapasan pada setting AKI telah
diusulkan di mana edema paru dianggap berada pada spektrum antara edema paru hidrostatik
murni (yang dapat dikoreksi dengan diuresis atau ultrafiltrasi) dan edema nonhidrostatik
(dimana pengurangan volume cairan tidak efektif) (Gbr. 1 dan 2).38 Pada pasien tertentu,
kombinasi edema paru hidrostatik dan nonhidrostatik dapat terjadi secara bersamaan; pada
kasus pasien seperti itu, pengurangan volume cairan dapat meningkatkan oksigenasi dan
fungsi paru sampai tingkat tertentu, di luar itu pengurangan volume cairan lebih lanjut dapat
merugikan karena berpotensi menyebabkan penurunan perfusi ginjal, hipotensi, dan
perpanjangan AKI.38

Gambar 1. Edema paru pada AKI. (A) Spektrum edema paru pada AKI. Edema paru hidrostatik (biasa disebut
edema kardiogenik) disebabkan oleh kelebihan cairan dan/atau disfungsi jantung sehingga terjadi peningkatan
tekanan hidrostatik kapiler paru dan edema transudatif. Pasien dapat cepat membaik dengan pengurangan cairan
melalui ultrafiltrasi atau diuresis. Edema paru nonhidrostatik (nonkardiogenik) disebabkan oleh cedera pada
membran kapiler sehingga terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan kebocoran cairan edema berprotein.
Pasien membaik sedikit atau tidak membaik sama sekali dengan strategi pengurangan cairan melalui ultrafiltrasi
atau diuresis. Banyak pasien kemungkinan jatuh dalam spektrum antara edema paru hidrostatik dan non-
hidrostatik. (B) Edema paru hidrostatik ditandai dengan infiltrat bilateral yang terlihat pada radiografi dada dan
umumnya tanpa bukti inflamasi secara histologis atau biokimia. Pengukuran yang akurat CVP atau tekanan
oklusi arteri pulmonalis biasanya meningkat. (C) Gambaran histologis menunjukkan edema interstisial (panah).
(D) Edema paru nonhidrostatik yang ditandai dengan adanya infiltrat bilateral yang terlihat pada radiografi dada,
tetapi dengan bukti inflamasi secara histologis atau biokimia. Pengukuran CVP yang akurat dari tekanan oklusi
arteri pulmonalis biasanya normal atau rendah. (E) Histologi paru normal. (F) Gambar histologis menunjukkan
edema protein (panah tebal) dan edema interstisial (panah tipis). (G) Gambar histologis yang diperbesar
menunjukkan neutrofil yang ada di ruang interstisial (panah tebal) dan edema interstisial (panah tipis), temuan
yang khas pada edema paru nonhidrostatik. Diadaptasi dengan izin dari Faubel et al.38

KOMPLIKASI TRADISIONAL VS NONTRADISIONAL AKI: KOMPLEKSITAS


VOLUME OVERLOAD
Meskipun secara konseptual langsung, dampak dari resusitasi volume atau pengurangan
volume pada pasien tertentu dengan AKI dan gagal napas tetap menjadi isu klinis problematis
yang jauh lebih rumit daripada keadaan dimana “dry lungs are happy lungs”. Ada
kekurangan data yang menginformasikan dokter tentang kapan harus memberikan cairan atau
kapan harus berhenti memberikan cairan kepada pasien dengan AKI. 60,61 Meskipun diskusi
lengkap tentang manajemen cairan dalam setting AKI dan gagal napas berada di luar cakupan
tinjauan ini, namun dapat dibuat beberapa poin.
Pertama, resusitasi volume yang tepat dalam setting AKI mungkin bermanfaat baik untuk
ginjal maupun paru. Pada sebuah penelitian yang membandingkan jumlah pemberian cairan
yang berbeda dalam 7 hari pertama setelah AKI iskemik pada tikus menunjukkan bahwa
tikus yang menerima resusitasi cairan yang memadai pulih dari AKI iskemik lebih cepat dan
pemulihan ini disertai dengan resolusi inflamasi paru yang lebih cepat; namun sebaliknya,
tikus AKI iskemik yang kurang resusitasi mengalami AKI dan cedera paru inflamasi yang
memanjang.36 Namun, terlepas dari data hewan coba ini dan konsensus umum yang ada, data
yang menyebutkan bahwa pada banyak pasien resusitasi volume yang memadai sangat
penting untuk mencegah atau memperpendek kejadian AKI ini sangat terbatas.60,61
Sebaliknya, terdapat sejumlah besar penelitian yang menunjukkan bahwa kelebihan
volume pada AKI berkaitkan dengan luaran yang buruk, seperti peningkatan risiko kematian;
meskipun sifat observasional dari studi ini terpengaruh pada data variabel perancu residual,
dalam semua studi ini kelebihan cairan tetap menjadi prediktor independen kematian setelah
dilakukan penyesuaian untuk kovariat lain termasuk keparahan penyakit.14,21,62-65 Hal yang
lebih penting lagi adalah pencegahan kelebihan volume berkaitan dengan penurunan durasi
penggunaan ventilasi mekanis pada rentang setting mulai dari pasien dewasa dengan ARDS
yang diterapi dengan diuretik66 sampai pasien bayi yang menjalani dialisis peritoneal (PD)
setelah operasi jantung bawaan.67,68 Studi sebelumnya yaitu the Fluid and Catheter Treatment
Trial menunjukkan bahwa melalui pengacakan 1.000 pasien ke salah satu dari dua strategi
manajemen cairan yang berbeda didapatkan hasil yaitu mempertahankan keseimbangan
cairan rata-rata net selama 1 minggu (dibandingkan dengan keseimbangan cairan positif
sekitar 1 L/hari pada kelompok kontrol) menyebabkan peningkatan oksigenasi dan penurunan
keparahan cedera paru serta memperpendek durasi ventilasi mekanik dan durasi perawatan di
ICU masing-masing selama lebih dari 2 hari.66 Tidak ada perbedaan dalam tingkat mortalitas
keseluruhan atau tingkat syok, AKI, atau kegagalan organ nonpulmoner lainnya, tetapi ada
kecenderungan yang tidak signifikan terhadap penurunan kebutuhan RRT pada kelompok
manajemen konservatif dibandingkan dengan kontrol.66
Secara kurang intuitif, manfaat serupa dari pembatasan cairan baru-baru ini ditemukan
pada pasien dengan sepsis daripada ARDS. Suatu percobaan dari 150 pasien dengan syok
septik menunjukkan setelah periode resusitasi awal terdapat manfaat dari implementasi
strategi cairan restriktif dengan kecenderungan adanya penurunan mortalitas dan penurunan
angka AKI yang signifikan secara statistik. 69 Selain itu, meta-analisis 11 percobaan pada
pasien dewasa dan anak-anak dengan ARDS, sepsis, dan/atau sindrom respons inflamasi
sistemik (termasuk FACTT) memiliki hasil yang serupa, dimana strategi manajemen cairan
konservatif atau “de-resusitasi” akan menghasilkan pengurangan lama rawat di ruang ICU
dan lebih banyak hari bebas ventilasi tanpa efek yang signifikan pada mortalitas.70

Gambar 2. Efek cedera ginjal dan gagal ginjal pada paru. Efek AKI pada paru secara konseptual dapat dibagi
menjadi faktor yang berhubungan dengan cedera ginjal dan faktor yang berhubungan dengan hilangnya fungsi
ginjal. Cedera ginjal menyebabkan respon inflamasi yang kuat, sebagian karena kematian sel yang ditandai
dengan peningkatan produksi dan pelepasan mediator inflamasi seperti TNF, IL6, dan IL8 yang dikenal sebagai
mediator cedera paru terkait AKI. Kemungkinan faktor lain yang mungkin ada dalam sirkulasi karena cedera
ginjal dan kematian sel adalah berbagai damage-associated molecular proteins seperti histon dan protein lain,
DNA, RNA, dan mikropartikel. Hilangnya fungsi ginjal (dimodelkan dengan nefrektomi bilateral pada hewan
coba) menghasilkan akumulasi faktor yang biasanya diekskresikan dan dimetabolisme oleh ginjal yang dapat
mempengaruhi fungsi paru-paru. Hilangnya fungsi ginjal dapat mempengaruhi paru jika terjadi penurunan
ekskresi cairan yang mengakibatkan retensi cairan, kelebihan volume, dan edema paru hidrostatik (kardiogenik).
Kelainan elektrolit tertentu juga dapat berkontribusi, seperti asidosis yang dapat menyebabkan edema paru
hidrostatik dengan mengganggu curah jantung. Peran toksin uremik yang khas seperti yang terakumulasi pada
ESRD masih harus ditentukan lebih lanjut. Akhirnya, karena ginjal berkontribusi pada eliminasi sitokin,
mediator inflamasi yang diketahui (misalnya IL6) mungkin terakumulasi lebih besar pada pasien dengan gagal
ginjal dibandingkan pada pasien dengan fungsi ginjal normal. Singkatan: GFR, glomerular filtration rate; SIRS,
systemic inflammatory response syndrome. Diadaptasi dengan izin dari Faubel dkk.38

Empat percobaan besar dan multisenter baru-baru ini dari resusitasi pasien yang
terprotokolisasi (termasuk tiga kasus syok septik dini71-73 yang diterapi dengan protokol 6 jam
yang serupa dengan original early goal-directed therapy (GDT) dari Rivers et al,74 dan satu
kasus menggunakan algoritme cardiac output−guided hemodynamic setelah operasi mayor,75)
semuanya gagal menunjukkan peningkatan pada luaran ginjal atau kematian relatif terhadap
perawatan biasa, sehingga menekankan perlunya terapi cairan individual secara hati-hati
untuk setiap pasien daripada menerapkan pendekatan yang bersifat menyeluruh pada semua
pasien dengan suatu diagnosis tertentu. Namun, dari percobaan yang menunjukkan manfaat
untuk penggunaan protokol cairan dalam 20 tahun terakhir dapat diperoleh beberapa poin
besar.
Pertama, percobaan yang lawas menunjukkan peningkatan pada luaran ginjal atau
keseluruhan GDT yang terjadi pada pasien dewasa atau anak-anak dengan syok septik secara
umum menyebabkan peningkatan cairan yang diberikan sejak awal (yaitu, 6 jam pertama),
dengan perbedaan jumlah cairan yang diberikan sebagian besar sama dengan yang diberikan
pada kelompok dengan intervensi dan kelompok perawatan biasa dalam 72 jam.74,76 Demikian
pula, sebuah tinjauan dari 24 percobaan GDT pasca operasi menunjukkan adanya penurunan
yang signifikan dalam tingkat AKI pasca operasi, tetapi perbedaan keseluruhan
antarkelompok dalam cairan yang diberikan pada akhirnya cukup sederhana, rata-rata
pemberian <600 mL.77 Selanjutnya, terdapat manfaat signifikan dari GDT pasca operasi yang
terutama didukung oleh percobaan yang menunjukkan bahwa penerapan keseimbangan
cairan dan/atau dukungan inotropik menunjukkan luaran yang lebih baik daripada percobaan
pemberian cairan yang lebih banyak.77 Intervensi pada hampir semua penelitian terbatas
hanya pada <24 jam pertama pasca operasi.77 Ditambah dengan data sepsis yang lebih
terbatas, temuan ini menunjukkan bahwa resusitasi cairan untuk mencegah AKI paling efektif
jika diberikan secara dini dan tepat sasaran sehingga dapat mencegah pemberian cairan yang
berlebihan dan harus diikuti dengan mempertahankan net fluid balance setelah 24 jam
periode awal penyakit kritis.60,61
Dengan mengingat data ini dapat ditegaskan bahwa penilaian yang akurat terhadap status
volume pada pasien dengan AKI dan gagal napas, tetap menjadi sangat penting karena ahli
nefrologi sering dihadapkan pada dilema apakah akan memberikan volume cairan atau
melakukan upaya untuk menghilangkan volume cairan dengan diuresis atau ultrafiltrasi.
Hal yang sedikit disayangkan adalah ukuran tradisional dari status volume atau respon
cairan pada pasien dengan hipotensi dan/atau gagal ginjal telah terbukti hanya memiliki
kegunaan klinis yang kecil. Misalnya tekanan vena sentral (CVP) yang pernah menjadi
andalan sebagai pemandu resusitasi pada kasus sepsis,74 telah terbukti menjadi determinan
responsivitas cairan yang sangat buruk, dimana suatu tinjauan sistematis melaporkan area di
bawah kurva receiver operating characteristic pada CVP dalam memprediksi peningkatan
indeks jantung dengan cairan hanya 0,56 (hanya sedikit lebih baik daripada flip koin).78
Faktanya, konsisten dengan keseluruhan luaran yang buruk terkait dengan kelebihan
volume pada AKI,14,21,62-65 data terus muncul yang menyebutkan bahwa CVP yang lebih tinggi
pada AKI juga berkaitkan dengan luaran ginjal dan luaran keseluruhan yang lebih buruk.79,80
Secara khusus, beberapa laporan terbaru telah mengkorelasikan kondisi CVP yang lebih
tinggi ini dengan AKI yang terus memburuk atau tingkat mortalitas terkait AKI yang lebih
tinggi yang tidak hanya terjadi pada AKI dengan gagal jantung81 atau ARDS,65 tetapi juga
pada kasus sepsis79,80 dan pada pasien yang dirawat di ICU secara keseluruhan.82 Efek ini
berhubungan dengan efek berbahaya dari kongesti vena dan penurunan perfusi ginjal dan laju
filtrasi glomerulus akibat peningkatan tekanan subkapsular dan interstisial ginjal. 61,82 Pada
kasus sepsis, kondisi CVP yang lebih tinggi (bahkan dalam kisaran target 8 hingga 12 mm Hg
yang awalnya diusulkan oleh Rivers et al 74
) berhubungan secara independen dengan
peningkatan risiko AKI.79,80 Demikian pula, dalam analisis post hoc yang melibatkan lebih
dari 300 pasien dalam percobaan FACTT yang mengembangkan AKI dalam konteks ARDS
menyebutkan bahwa CVP secara statistik lebih tinggi (sekitar y 13 versus 11 mm Hg) pada
pasien yang meninggal relatif terhadap pasien yang tidak meinggal, dan kondisi CVP rata-
rata yang lebih tinggi ini berhubungan secara independen dalam model multivariat dengan
risiko kematian yang lebih tinggi.65 Demikian juga, dalam sebuah penelitian terhadap lebih
dari 4.500 pasien jantung, bedah dan pasien lain yang dirawat di ICU menyebutkan bahwa
CVP yang semakin tinggi saat awal masuk rawat di ICU berhubungan dengan risiko kejadian
AKI yang semakin tinggi.82 Secara bersamaan, data ini menunjukkan bahwa peningkatan
CVP berhubungan dengan luaran yang lebih buruk, dan beberapa data juga telah
mengusulkan bahwa kegunaan utama CVP adalah untuk mengidentifikasi pasien dengan
yang memiliki risiko bahaya dari kelebihan volume di mana pemberian cairan lebih lanjut
mungkin berbahaya atau pengurangan cairan mungkin bermanfaat.83 Namun, pendekatan ini
belum diuji secara prospektif dalam uji klinis.
Bahkan penilaian keseimbangan cairan yang lebih mendasar seperti berat badan harian dan
grafik keseimbangan cairan memiliki keterbatasan yang signifikan, dimana penelitian terbaru
menunjukkan bahwa secara umum terdapat korelasi harian yang buruk antara satu sama lain
pada pasien ICU84 atau pada pasien khusus pada CRRT,85 bahkan setelah koreksi untuk
kehilangan cairan yang insensible.84 Mempertimbangkan bahwa kehilangan cairan insensibel
tidak diperhitungkan secara rutin, ketergantungan pada keseimbangan cairan yang dipetakan
memiliki potensi untuk menginduksi hipovolemia yang signifikan bahkan jika RRT
digunakan untuk mempertahankan keseimbangan cairan yang tampaknya seimbang selama
periode yang lama.
Gambar 3. Kaskade yang menyebabkan progresifitas dari AKI ke ALI. Sel T direkrut ke paru dan memulai
apoptosis sel endotel paru yang dimediasi caspase-3 sehingga menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler
paru dan edema paru nonhidrostatik (nonkardiogenik). TNF bekerja melalui TNFR1 pada sel endotel paru
menghasilkan apoptosis sel endotel melalui aktivasi caspase-3 sehingga menyebabkan peningkatan
permeabilitas kapiler paru dan edema paru nonhidrostatik (2). TNF juga mengaktifkan nuclear factor-kB (NF-
kB) yang meningkatkan inflamasi dan apoptosis, menyebabkan cedera endotel, peningkatan permeabilitas
kapiler paru, dan edema paru nonhidrostatik. AKI juga berhubungan dengan peningkatan kadar sitokin
proinflamasi serum seperti IL6, IL8, dan TNF yang konsisten dengan respon systemic inflammatory response
syndrome (SIRS) (3). Sitokin proinflamasi meningkat pada AKI karena peningkatan produksi ginjal,
peningkatan produksi ekstrarenal (misalnya pada monosit, liver, dan lien), penurunan klirens ginjal, dan
penurunan metabolisme ginjal. IL6 yang bersirkulasi berikatan dengan IL6R terlarut yang bersirkulasi (sIL6R)
dan melibatkan gp130 pada sel endotel sehingga menghasilkan peningkatan produksi paru-paru dan peningkatan
kadar serum IL8. IL8 dapat menyebabkan cedera paru dengan memfasilitasi akumulasi neutrofil sehingga
mengakibatkan terjadinya cedera endotel, peningkatan permeabilitas kapiler paru, dan edema paru
nonhidrostatik. HMGB1 mencetuskan aktivasi TLR4 (4). Efek bersihnya adalah peradangan, akumulasi
neutrofil, cedera endotel, peningkatan permeabilitas kapiler paru, dan edema nonhidrostatik. Singkatan:
HMGB1, high mobility group box 1 protein; TLR4, toll-like receptor 4. Diadaptasi dengan izin dari Faubel et
al.38
Berbagai ukuran dinamis dari responsivitas cairan seperti variasi tekanan nadi,
pengangkatan tungkai pasif, atau kolapsbilitas vena cava inferior ultrasonografi telah
dikembangkan dan dilaporkan memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan ukuran statis
status cairan saat perawatan pada pasien ICU,86,87 meskipun masih belum terdapat kejelasan
apakah ukuran-ukuran tersebut berguna dalam memandu terapi cairan secara khusus pada
AKI.
Lebih lanjut lagi bahwa ukuran dinamis respon cairan ini terutama sudah tervalidasi untuk
kondisi apakah klinisi akan memberikan cairan atau tidak, bukan dalam hal apakah klinisi
akan mengeluarkan cairan atau tidak, dimana hanya beberapa penelitian kecil yang secara
khusus membahas pengurangan cairan pada AKI.88-90 Studi pertama adalah studi yang
melibatkan 39 pasien gagal ginjal ICU yang stabil secara hemodinamik (termasuk 85%
dengan AKI) menyebutkan bahwa pengangkatan kaki pasif terbukti secara akurat
memprediksi kejadian hipotensi intradialitik dengan upaya ultrafiltrasi dengan RRT
intermiten.88 Studi yang kedua adalah studi percontohan dari 24 pasien dengan CHF
dekompensasi dan resistensi diuretik, dimana kolapsbilitas vena cava inferior yang sama
ditunjukkan untuk memprediksi hipotensi selama upaya ultrafiltrasi yang dilakukan terus
menerus secara lambat.89 Baru-baru ini, uji kelayakan dilakukan pada 32 pasien ICU yang
menggunakan termodilusi transpulmoner untuk memperkirakan indeks jantung dan ukuran
terkait lainnya, dimana studi in menemukan bahwa hal tersebut cukup berguna untuk
memprediksi kemampuan untuk mencapai tujuan ultrafiltrasi selama dialisis efisiensi rendah
yang berkelanjutan tanpa peningkatan yang signifikan dalam kebutuhan vasopresor (dengan
area di bawah kurva receiver operating characteristic 0,65-0,75 ).90 Tak satu pun dari studi
ini melaporkan outcome di luar hipotensi jangka pendek atau toleransi pengurangan cairan.
Berbagai teknologi lain telah diusulkan untuk memandu pengurangan volume selama dialisis
pasien dengan AKI, seperti dengan pemantauan volume darah terus menerus dimana hal ini
sangat menjanjikan tetapi belum terbukti91 dan dengan penggunaan biomarker untuk menilai
cedera ginjal berulang atau ajuvan dari pengurangan volume berlebih seperti dalam kasus
bioimpedansi atau ultrasonografi paru yang belum dipelajari pada AKI selain untuk
prognostik atau sebagai tindakan tambahan dari gangguan oksigenasi. 92,93 Sebuah studi
tentang penggunaan bioimpedansi dengan USG paru untuk memandu pengurangan cairan
dengan CRRT pada AKI saat ini sedang berlangsung (ClinicalTrials.gov pengenal:
NCT02384525). Seperti yang ada saat ini, tidak ada satu metode pun baik itu yang bersifat
dinamis atau statis serta tradisional atau baru yang terbukti lebih unggul daripada yang lain
dalam mendiagnosis kelebihan cairan atau dalam memutuskan kapan harus memulai atau
berhenti mengeluarkan cairan baik dengan diuretik atau ultrafiltrasi.94 Dengan demikian, studi
lebih lanjut diperlukan untuk membantu klinisi dalam menentukan ukuran status cairan mana
yang paling berguna sebagai panduan dalam pengurangan cairan dan menghubungkannya
dengan risiko jangka pendek dan jangka panjang dari hipotensi atau toleransi pengeluaran
cairan. Luaran jangka panjang akan lebih bermakna seperti pemulihan ginjal atau overall
survival.

MEKANISME CEDERA PARU INFLAMATORIK SETELAH AKI: GAMBARAN


UMUM
Efek nontradisional AKI pada paru melibatkan kaskade inflamasi kompleks, di mana empat
komponen telah dipelajari dengan baik seperti peningkatan kadar sitokin yang bersirkulasi
(IL6 dan IL8, apoptosis sel endotel paru, nekroinflamasi ginjal serta perekrutan dan aktivitas
limfosit T)38,57 Proses inflamasi ini ditunjukkan paling jelas pada model hewan dan penting
dalam menyebabkan perekrutan neutrofil, cedera sel endotel, dan peningkatan karakteristik
permeabilitas kapiler dari edema paru inflamasi (Gbr. 3). Masing-masing dibahas secara
terpisah secara rinci nanti.
MEKANISME CEDERA INFLAMASI PARU PARU SETELAH AKI: FAKTOR
SIRKULASI
AKI pada manusia berhubungan dengan peningkatan kadar serum IL6,31,95-97 IL8,17,20,95,98 dan
TNF.96 Peningkatan kadar serum IL6 dan IL8 setelah operasi jantung pada anak-anak dapat
terdeteksi segera setelah 2 jam pascaoperasi, jauh sebelum AKI yang ditandai dengan
peningkatan konsentrasi kreatinin serum; lebih lanjut lagi, peningkatan awal serum IL6 dan
IL8 ini terkait dengan perkembangan AKI selanjutnya dan kebutuhan ventilasi mekanis yang
berkepanjangan.95 IL6 juga telah terbukti memprediksi AKI pada pasien dengan sepsis
berat.97 Pada pasien ICU dewasa, AKI sebagai perbandingan dengan ESRD atau kontrol
gagal ginjal, dikaitkan dengan peningkatan kadar IL6 dan IL8 yang pada gilirannya
memprediksi risiko kematian yang lebih tinggi.96
Pada model hewan uji, IL6 telah terbukti sebagai factor yang paling penting di antara
faktor-faktor yang terlibat dalam cedera paru. Pada tikus yang mengalami AKI iskemik atau
nefrektomi bilateral, IL6 telah ditemukan memediasi cedera paru yang ditandai dengan
infiltrasi neutrofil, peningkatan produksi kemokin neutrofil, dan kebocoran kapiler.54,99,100
Efek ini telah dikaitkan secara khusus dengan IL6 yang bersirkulasi daripada IL6 pulmoner.99
Sumber utama IL6 yang bersirkulasi dalam model ALI yang diinduksi AKI adalah ginjal
yang cedera, serta RNA messenger IL6 ginjal dan ekspresi protein telah terbukti diinduksi
oleh iskemik dan nefrotoksik AKI.53,101,102 Namun, penurunan klirens ginjal dan peningkatan
produksi ekstrarenal oleh lien, liver dan makrofag juga telah terbukti berkontribusi terhadap
peningkatan kadar IL6 setelah nefrektomi bilateral. 103 Klirens IL6 ginjal yang mirip dengan
protein kecil lainnya dimediasi oleh metabolisme sel tubulus proksimal dan dihambat oleh
cedera tubulus tetapi tidak dimediasi oleh azotemia prerenal.104 Sebuah studi menggunakan
analisis genomik fungsional dari transkriptom inflamasi yang mencakup lebih dari 100 gen
inflamasi mengidentifikasi jalur pensinyalan IL6 sebagai mediator ALI setelah AKI
iskemik.105
IL8 adalah kemokin sitokin dan neutrofil yang juga telah ditunjukkan dalam penelitian
pada hewan model memiliki peran kunci dalam pengembangan cedera paru yang diinduksi
AKI. Kadar IL8 paru dan serum meningkat pada AKI, dan pada hewan model cedera paru
yang diinduksi AKI. Penurunan IL8 menghasilkan penurunan infiltrasi dan aktivitas neutrofil
paru dan penurunan permeabilitas paru.36,54,55,99,102 Demonstrasi paling definitif peran IL8
dalam cedera paru yang diinduksi AKI berasal dari percobaan tambahan yang dilakukan
menggunakan model tikus yang direferensikan sebelumnya yang menunjukkan peran
sirkulasi IL6.99 Para peneliti dapat menunjukkan bahwa IL6 bekerja melalui peningkatan
regulasi ligan motif C-X-C kemokin 1 (CXCL1) (analog fungsional tikus dari IL8 manusia)
yang pada sel endotel paru dapat meningkatkan akumulasi neutrofil.99 Pada tikus yang
diberikan antibodi anti-CXCL1 atau kekurangan reseptor CXCL10s (reseptor kemokin motif
C-X-C 2), AKI atau nefrektomi bilateral menyebabkan infiltrasi neutrofil yang secara
signifikan lebih sedikit daripada masing-masing kontrol yang tidak diberikan antibody anti-
CXCL1 atau wildtype.99
Sitokin ketiga yang terbukti memediasi cedera paru setelah nefrektomi bilateral atau
iskemia-reperfusi ginjal adalah protein grup B 1 mobilitas tinggi yang terbukti memiliki efek
secara independen maupun terkait dengan TLR-4 4,55
Selain IL6 dan IL8, mediator inflamasi lainnya juga meningkat di jaringan paru atau
cairan alveolar setelah AKI iskemik seperti molekul adhesi seperti intercellular
adhesion molecule 1,50,52,106 kemokin lain seperti macrophage inflammatory protein 253,54 dan
cytokine-induced neutrophil chemoattractant 2,56 reseptor kemokin seperti C-X-C motif
chemokine receptor 2,56 dan the signaling complex nuclear factor-kB.52,107
Sebagai data lanjutan dari data manusia dan hewan yang menunjukkan peran IL6 dan IL8
dalam memediasi cedera paru yang diinduksi AKI, empat penelitian telah diterbitkan dalam
beberapa tahun terakhir yang menyelidiki efek dari RRT pada tingkat sitokin dan luaran lain
yang terkait.17,68,108,109 Yang paling komprehensif adalah penelitian pada hewan yang
mengevaluasi efek RRT pada mediator inflamasi dan inflamasi paru setelah AKI iskemik
atau nefrektomi bilateral.108 Dengan menggunakan model baru PD pada tikus dengan AKI,
para peneliti dapat menunjukkan bahwa PD dosis tinggi mengakibatkan penurunan kadar IL6
serum, kadar CXCL1 paru, jumlah dan aktivitas neutrofil paru, dan jumlah makrofag
interstisial paru tanpa mengubah rasio berat paru basah/kering.108 Dengan menginfuskan dan
melakukan pelacakan IL6 rekombinan, eksperimen ini secara langsung menunjukkan bahwa
IL6 dibersihkan secara efektif oleh PD yang konsisten dengan data manusia sebelumnya,110
dan IL6 peritoneal berada dalam keseimbangan dengan IL6 serum.108
Dua penelitian pada manusia baru-baru ini menunjukkan bahwa RRT berhubungan dengan
penurunan kadar IL6 plasma dan peningkatan luaran klinis yang dimungkinkan terjadi karena
penghilangan IL6. Dalam salah satu studi kohort casematched yang direferensikan
sebelumnya tentang penggunaan PD profilaksis pada bayi dengan risiko tinggi kelebihan
cairan setelah bypass cardiopulmonary untuk penyakit jantung bawaan menyebutkan bahwa
penggunaan PD terbukti berkaitan dengan kadar IL6 dan IL8 serum yang lebih tinngi dalam
waktu 24 jam, selain itu juga berkaitan dengan keseimbangan cairan yang lebih negatif,
penggunaan inotropik yang lebih sedikit, dan penutupan sternal yang lebih awal, dengan
kecenderungan durasi ventilasi mekanis yang lebih pendek.68 Meskipun penggunaan PD
dikaitkan dengan penurunan kadar IL6 dan IL8 serum yang signifikan secara statistik, namun
pembersihan sitokin (kadar sitokin dalam limbah PD) tidak diukur secara langsung. 68 Sebuah
studi kohort serupa lainnya tentang PD profilaksis setelah operasi jantung bayi tidak
mengukur kadar sitokin, tetapi melaporkan pemendekan waktu penggunaan ventilasi yang
signifikan secara statistik. 67
Percobaan kedua yang melaporkan efek RRT pada kadar sitokin pada manusia yang telah
dipublikasikan secara luas dalam percobaan Terapi Penggantian Ginjal Dini versus Akhir
pada pasien Sakit Kritis dengan Cedera Ginjal Akut (ELAIN), 17 dimana percobaan ini
mengukur kadar berbagai sitokin proinflamasi termasuk IL6 dan IL8. Modalitas yang
digunakan dalam inisiasi RRT pada kedua kelompok pasien adalah hemodiafiltrasi
venovenosa kontinyu, dengan rasio cairan dialisat dan cairan pengganti 1:1. Hemofiltrasi
telah ditunjukkan dalam pengaturan yang berbeda untuk secara efektif membersihkan IL6
dan IL8 pada manusia.110 Dalam percobaan ELAIN ini, RRT yang diterapkan sejak dini
menghasilkan penurunan yang signifikan pada luaran utama kematian dalam 90 hari dengan
absolut pengurangan risiko lebih dari 15% dan penurunan durasi rata-rata ventilasi mekanik
lebih dari 48 jam meskipun tidak ada perbedaan yang signifikan dalam keseimbangan cairan
antarkelompok.17 Berkenaan dengan sitokin, RRT yang diterapkan sejak dini berkaitan
dengan penurunan kadar IL6 dan kadar IL8 serum dalam 24 jam setelah randomisasi dan
kadar IL6 dan IL8 yang lebih rendahpada hari 1 berkaitan dengan risiko kematian yang lebih
rendah.17 Sekali lagi, mirip dengan penelitian PD manusia yang dirujuk sebelumnya,
meskipun pembersihan sitokin tersirat dari penurunan kadar serum pada kelompok RRT dini,
pembersihan sitokin (yaitu kadar sitokin efluen) tidak diukur secara langsung.17
Meskipun menjanjikan, manfaat keseluruhan dari inisiasi RRT dini dalam percobaan
ELAIN apakah dimediasi oleh pembersihan sitokin atau tidak, harus ditafsirkan dengan hati-
hati mengingat hasil yang berbeda dari dua penelitian lain. Pertama, percobaan Artificial
Kidney Initiation in Kidney Injury (AKIKI) kontemporer (berbeda dengan percobaan ELAIN
yang merupakan percobaan single-center) adalah percobaan multisenter yang lebih besar
terkait timing RRT pada pasien ICU dengan AKI yang tidak menunjukkan manfaat apa pun
untuk inisiasi RRT lebih awal (walaupun hasil dari inisiasi dini versus inisiasi terlambat
berbeda secara signifikan dalam dua percobaan).18 Percobaan AKIKI tidak mengukur kadar
sitokin. Kedua, laporan ketiga tentang efek RRT pada kadar sitokin manusia yang merupakan
sebuah substudi109 dari percobaan ATN Veteran Affairs/National Institutes of Health pada
intensitas dosis RRT untuk AKI di ICU menyebutkan hasil yang berbeda dengan penelitian
sebelumnya. Secara khusus, kadar serum dari berbagai sitokin dan biomarker apoptosis,
termasuk reseptor IL6 dan TNF 1 (TNFR1), diukur pada hari 1 dan hari 8 AKI pada lebih
dari 800 pasien.109 RRT dosis tinggi berhubungan dengan tidak ada perubahan keseluruhan
dalam kadar serum biomarker ini pada pasien yang bertahan hingga hari ke-8, dengan
penurunan tercatat pada pasien dengan kadar awal yang tinggi pada hari ke-1, tetapi
peningkatan terjadi pada pasien dengan kadar dasar awal yang rendah.109 Kadar biomarker
hari ke-8 yang lebih tinggi dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian dan ketergantungan
RRT, tetapi dosis RRT tidak memodulasi tingkat kematian atau pemulihan ginjal bahkan
ketika tingkat biomarker awal sudah disesuaikan.109
Sebagai catatan, berbeda dengan percobaan ELAIN, baik percobaan AKIKI maupun
percobaan ATN menggunakan gabungan hemodialisis intermiten dan CRRT, dalam proporsi
yang kira-kira sama.15,18 Pada AKIKI, pasien CRRT menjalani hemofiltrasi atau hemodialisis
(dengan proporsi yang tidak dilaporkan); sedangkanpada uji coba ATN sebagian besar pasien
CRRT diresepkan hemodiafiltrasi (seperti pada ELAIN, rasio 1:1 dialisat dan cairan
pengganti), meskipun sebagian kecil (<10%) dari perawatan CRRT diberikan sebagai
perawatan dialisi efisiensi rendah berkelanjutan.15,18 Mengingat bahwa banyak sitokin adalah
molekul dengan berat sedang yang lebih besar dari 20 kDa (misalnya IL6 kira-kira 26 kDa),
pembersihan keseluruhan sitokin melalui hemofiltrasi kemungkinan lebih besar dibandingkan
dengan hemodialisis karena cut-off berat molekul modern high-flux dialyzers biasanya sekitar
10 kDa.108,111 Dengan demikian, ada kemungkinan bahwa hasil yang berbeda antara uji
AKIKI dan ATN dan uji coba ELAIN dapat berhubungan dengan proporsi RRT yang lebih
tinggi diberikan sebagai hemodialisis daripada hemofiltrasi, tetapi data terbatas yang secara
langsung membandingkan modalitas CRRT menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara
hemofiltrasi dan hemodialisis pada liaran klinis AKI.111
MEKANISME CEDERA PARU SETELAH AKI: APOPTOSIS ENDOTELIAL PARU
Serangkaian penelitian kunci pada hewan telah menunjukkan peran apoptosis sel endotel paru
pada cedera paru yang diinduksi AKI. Apoptosis ini dimediasi oleh TNFR1 dan dilakukan
oleh jalur caspase.58.106.107.112 Secara kolektif, penelitian ini menunjukkan bahwa apoptosis
dimulai pada jaringan paru di beberapa titik setelah 4 jam onset AKI tetapi hal ini lebih
mudah terdeteksi pada 24 jam setelah AKI.58,106,107,112 Studi-studi ini mendokumentasikan
peningkatan aktivitas dan ekspresi gen dari berbagai elemen kaskade caspase, termasuk
inisiator caspase-8 dan eksekutor caspase-3,58,106,107,112 Penghambatan caspase mencegah
peningkatan protein cairan BAL yang sebaliknya dihasilkan oleh iskemia-reperfusi ginjal. 58
Eksperimen co-localization telah menunjukkan sel-sel apoptosis akan lebih menjadi endotel
paru daripada sel epitel.58 Faktor-faktor yang diperlukan untuk menginduksi apoptosis
terdapat dalam serum karena sel-sel mikrovaskular paru terisolasi diinkubasi secara in vitro
dengan serum dari hewan dengan AKI apoptosis. 106 TNF merupakan kandidat faktor tersebut.
Penelitian sebelumnya telah menunjukkan adanya peningkatan ekspresi mRNA TNF paru
atau kadar TNF cairan alveolar setelah AKI.50-52,55 Peran spesifiknya dalam induksi apoptosis
ditunjukkan pada model cedera paru yang diinduksi AKI di mana blokade TNF oleh
enternacept atau TNFR-1 mengakibatkan penurunan apoptosis dan penurunan protein cairan
BAL58,107 Dua dari studi ini termasuk analisis susunan gen paru yang menunjukkan aktivasi
lusinan gen yang terlibat dalam apoptosis dan peradangan, termasuk gen dari superfamili
TNFR dan jalur TNFR, secara kolektif menunjukkan adanya transisi menjadi fenotip sel
endotel proinflamasi dan proapoptosis selama AKI.” 58,106
MEKANISME CEDERA PARU SETELAH AKI: NEKROINFLAMSI
Cedera paru setelah AKI juga telah terbukti dimediasi sebagian melalui konsep
nekroinflamasi yang relatif baru.57 Nekroinflamasi ginjal adalah loop autoamplifikasi di mana
nekrosis sel tubulus pada AKI menyebabkan pelepasan dari sel-sel nekrotik DAMP yang
mendorong peradangan intrarenal dan cedera ginjal lebih lanjut. Contoh DAMP ini adalah
histon yang secara khusus berperan dalam cedera paru jarak jauh melalui bentuk kematian
neutrofil yang disebut pembentukan perangkap ekstraseluler neutrofil (NET). 57 Secara
spesifik histon citrullinated ini terbentuk dalam proses denaturasi kromatin yang mampu
menginduksi pembentukan NET.57 Pada model tikus AKI iskemik, konsentrasi serum histon
dan NET ditemukan meningkat seiring dengan peningkatan kadar serum IL6 dan TNF.57 NET
dan histon ditemukan memperberat kerusakan jaringan ginjal pada hewan model ini.57 Tikus-
tikus ini memiliki peningkatan kadar NET dan histon citrullinated jaringan paru dan
peningkatan kadar NET BAL.57 Selanjutnya, terjadi peningkatan infiltrasi neutrofil paru dan
apoptosis, dimana kadar NET di jaringan paru berkorelasi dengan tingkat apoptosis dan
jumlah leukosit BAL.57 Pada akhirnya, kadar NET paru dan apoptosis paru diturunkan
dengan menggunakan necrosis-inhibiting cocktail sebuah inhibitor pembentukan NET secara
spesifik dan antibodi antihistone yang menyiratkan bahwa NET dan histon yang bersirkulasi
memainkan peran penting dalam memediasi cedera paru jarak jauh setelah AKI.57
MEKANISME CEDERA PARU PARU SETELAH AKI: LIMFOSIT T
Dari mediator seluler yang terlibat dalam cedera paru yang diinduksi AKI, limfosit T adalah
jenis sel yang telah terbukti paling meyakinkan untuk memainkan peran penting ini.113 Dalam
model tikus AKI iskemik, sel T teraktivasi terutama dari fenotipe CD8-positif, ditemukan
bertranslokasi ke jaringan paru dalam 24 jam setelah AKI.113 Selanjutnya, apoptosis paru
(diukur dengan aktivitas caspase-3) dan peningkatan permeabilitas paru (diukur dengan
protein total cairan BAL) ditemukan bergantung pada sel-T, karena kedua temuan ini
ditemukan pada tikus wildtype, tidak ada pada tikus yang kekurangan sel-T, dan kemudian
dipulihkan dengan injeksi ulang limfosit T wildtype.113
Sebaliknya, meskipun neutrofil dan makrofag tampaknya memainkan peran dalam cedera
paru yang disebabkan oleh AKI, masih belum diketahui dengan jelas apakah neutrophil dan
makrofag ini hanya berperan sebagai penanda peradangan ataukah berperan juga sebagai
komponen penting dari cedera paru. Neutrofil jelas direkrut pada awal proses cedera paru
yang diinduksi AKI karena penelitian pada hewan telah menunjukkan bahwa margin neutrofil
yang nyata terjadi pada dalam kurun waktu 2 jam setelah iskemia-reperfusi ginjal.114 Namun,
tidak ada penelitian tentang dampak deplesi neutrofil. Dalam kasus makrofag, data yang
tersedia menunjukkan bahwa makrofag ini berperan dalam peradangan paru setelah AKI
tetapi terlalu tidak konsisten untuk dapat dilakukan penarikan kesimpulan yang pasti.59,115
MEKANISME CEDERA PARU PARU SETELAH AKI: WATER AND SODIUM
HANDLING
Selain perubahan inflamasi yang telah dijelaskan sebelumnya, model hewan telah
menunjukkan bahwa AKI dapat menjadi predisposisi edema paru melalui gangguan
pembersihan cairan paru melalui perubahan saluran air dan natrium paru. Secara khusus,
ekspresi aquaporin-1,51 aquaporin-5,116 saluran natrium epitel,51.116 dan Na-K adenosine
triphosphatase116 paru semuanya telah terbukti menurun pada model hewan cedera paru yang
diinduksi AKI.
IMPLIKASI UNTUK PRAKTEK KLINIS DAN PENELITIAN DI MASA DEPAN
Meskipun terdapat kemajuan yang signifikan dalam penerapan RRT dan perawatan suportif,
luaran untuk AKI masih tetap buruk. Kombinasi AKI dan gagal napas sangat memberatkan.
AKI meningkatkan risiko cedera paru dan secara signifikan memperburuk perjalanan
penyakitnya, meningkatkan penggunaan durasi ventilasi mekanis dan kematian keseluruhan
dari kegagalan pernapasan. Bukti bahwa AKI menyebabkan cedera inflamasi pada berbagai
organ termasuk organ paru terus bertambah dan semakin memperkuat argumen bahwa efek
nontradisional dari AKI memediasi peningkatan mortalitas AKI. Namun, sampai kami
mengembangkan intervensi untuk mencegah atau secara konsisten mengurangi komplikasi
tradisional dan nontradisional AKI, pengakuan bahwa AKI adalah gangguan sistemik yang
tidak hanya dikaitkan dengan kematian, tetapi juga merupakan penyebab kematian tersebut
kemungkinan akan tetap terbatas.
Lebih lanjut lagi, meskipun RRT merupakan cara yang efektif untuk menangani kelebihan
volume, namun masih banyak aspek praktis dari manajemen volume pada pasien dengan
cedera ginjal dan paru tetap bermasalah. Apresiasi spektrum edema paru hidrostatik dan
nonhidrostatik dengan komplikasi AKI akan memungkinkan perawatan yang lebih
terorientasi pada pasien karena tidak semua edema paru pada pasien dengan AKI dan ALI
dapat dikoreksi dengan pengurangan volume saja dan ultrafiltrasi yang berlebihan dapat
mengganggu perfusi organ atau menganggu pemulihan dari AKI. Namun, penelitian lebih
lanjut diperlukan untuk mengidentifikasi dan memvalidasi ukuran status volume sebagai
panduan dalam pemberian cairan atau pengeluaran cairan secara lebih tepat pada pasien
dengan cedera ginjal dan paru.
Untuk menerjemahkan lebih lanjut pemahaman kita tentang efek nontradisional AKI ke
dalam aplikasi yang berguna secara klinis, kita juga harus memfokuskan eksperimen sains
dasar kita di masa depan pada konsekuensi pulmonar dan sistemik AKI. Saat ini, hanya satu
penelitian yang meneliti efek AKI pada paru pada model hewan setelah 48 jam.36 Mengingat
ketergantungan pada peningkatan kreatinin serum dalam mendiagnosis AKI yang
peningkatannya biasanya terbukti hanya dalam waktu 24 hingga 48 jam setelah awal onset,
sehingga harus diperluas lagi pemahaman tentang efek organ jauh dari AKI setelah 24 jam
pertama AKI. Sebagai alternatif, harus dapat dilakukan diagnosis menggunakan konsekuensi
inflamasi dari AKI lebih awal, mungkin melalui adopsi dan validasi klinis dari biomarker
ginjal.
KESIMPULAN
Efek tradisional dan nontradisional AKI pada paru berkolaborasi menyebabkan angka
kematian >50% pada pasien dengan AKI dan gagal napas. Pada tinjauan ini berusaha untuk
mahir dalam mengelola efek tradisional AKI yang sesuai dengan RRT, terutama optimalisasi
status volume, efek nontradisional AKI pada paru-paru, sistem kekebalan, dan efek pada
organ jauh lainnya yang berpotensi untuk digunakan dalam pengurangan angka kematian
AKI yang sangat tinggi.

Anda mungkin juga menyukai