Anda di halaman 1dari 15

PENGARUH LATIHAN NAFAS DALAM TERHADAP SENSITIVITAS

BARORFLEKS ARTERI PADA KLIEN GAGAL JANTUNG KONGESTIF


DI RSUD LABUANG BAJI KOTA MAKASSAR

*Fadli **Muhammad Hadi ** *Toha Muhaimin

*Mahasiswa Magister Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta


** Dosen Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta
*** Dosen Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Jakarta

ABSTRAK

Reflek baroreseptor merupakan sistem autoregulasi yang mengatur


hemodinamiktubuh. Reflek baroreseptor memiliki peranan yang besar untuk
merespon terhadapperubahan tekanan darah, denyut nadi, dan pernafasan. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari latihan nafas dalam
terhadap sensitivitas barorefleks arteri (tekanan darah, denyut nadi dan
pernafasan) pada klien gagal jantung kongestif. Jenis penelitian ini adalah
penelitian kuantitatif dengan desain penelitian quasi eksperimen, pre-
posttestcontrol group. Teknik sampling yang digunakan purposive sampling,
didapatkan 36 responden yang terbagi menjadi 18 responden kelompok A yaitu
kelompok yang diberi obat standar dengan latihan nafas dalam dan 18 responden
kelompok B yaitu kelompok yang diberikan obat standar tanpa latihan nafas
dalam. Hasil pengukuran bahwa terdapat pengaruh yang signifikan sensitivitas
barorefleks arteri yang menunjukkan rata-rata penurunan tekanan darah, denyut
nadi, dan pernafasan setelah diberi latihan nafas dalam pada kelompok A lebih
besar dibanding kelompok B (p value=0,000) dan penurunan yang maksimal pada
tekanan darah, nadi, dan pernafasan terdapat pada pengukuran hari ke-3.
Disarankan agar latihan nafas dalam dapat diterapkan pada pemberian asuhan
keperawatan pada klien gagal jantung untuk meningkatkan barorefleks arteri yang
dapat dilihat pada penurunan tekanan darah, denyut nadi, dan pernafasan yang
dilakukan minimal 3 kali sehari selama 12 menit.

Kata Kunci : Sensitivitas barorefleks arteri (tanda-tanda vital), latihan nafas


dalam, gagal jantung kongestif

Daftar Pustaka : 46 (2000 – 2014)

1
PENDAHULUAN 50% klien stadium akhir meninggal
dalam kurun waktu 1 tahun.
Penyakit kardiovaskuler merupakan Presentase penyebab gagal jantung
salah satu jenis penyakit yang saat terbanyak adalah ischemic heart
inibanyak diteliti dan dihubungkan disease (65%), penyakit jantung
dengan gaya hidup seseorang. hipertensif (10%), penyakit katup
Penyakit inimerupakan penyebab jantung dan murmur (10%),
kematian nomor satu di dunia. Salah kardiomiopati (10%), miokarditis
satu penyakit kardiovaskuler yang (2%), serta efusi/kontriksi perikard
banyak di derita di Indonesia adalah (1%).
penyakit gagal jantung atau
disebutCongestive Heart Failure Di Indonesia berdasarkan hasil dari
(CHF) (WHO, 2013). Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) tahun 2013,
Gagal jantung terjadi karena prevalensi gagaljantung pada umur ≥
perubahan fungsi sistolik dan 15 tahun sebesar 0,13%
diastolik ventrikel kiri. Jantung ataudiperkirakan sekitar
mengalami kegagalan karena efek 229.696orang. Berdasarkan
struktural atau penyakit intrinsik, diagnosis/gejala, estimasi jumlah
sehingga tidak dapat menangani klien penyakit gagaljantung
jumlah darah yang normal atau pada terbanyak terdapat diProvinsi Jawa
kondisi tidak ada penyakit, tidak Barat sebanyak 96.487 orang (0,3%)
dapat melakukan toleransi dan jumlah klien paling
peningkatan volume darah mendadak sedikitditemukan di Provinsi
(misalnya selama latihan fisik) Kep.Bangka Belitung, yaitu
(Black & Hawks, 2014). sebanyak945 orang (0,1%).
Sedangkan untuk Provinsi Sulawesi
Berdasarkan data WHO tahun 2013 Selatan sebanyak 28.695 orang
dilaporkan bahwa lebih dari 6 juta (0,2%) (Depkes, 2013).
jiwa penduduk di Amerika
teridentifikasi penyakit gagal jantung Penyakit gagal jantung sulit sekali
kongestif dan diperkirakan lebih dari dikenali secara klinis karena
15 juta kasus baru gagal jantung beragamnya keadaan klinis dan tidak
setiap tahunnya diseluruh dunia. spesifiknya serta hanya sedikit tanda-
Insiden penyakit ini meningkat tanda klinis pada tahap awal
sesuai dengan usia, berkisar kurang penyakit. Risiko kematian akibat
dari 1% pada usia kurang dari 50 gagal jantung berkisar antara 5-10%
tahun hingga 5% pada usia 50-70 pertahun pada gagal jantung ringan
tahun dan 10% pada usia 70 tahun ke yang akan meningkat menjadi 30-
atas. Penyakit gagal jantung 40% pada gagal jantung berat. Selain
sangatlah buruk jika penyebab yang itu, gagal jantung merupakan
mendasarinya tidak segera ditangani penyakit yang paling sering
dikarenakan hampir 50% klien gagal memerlukan pengobatan ulang di
jantung meninggal dalam kurun rumah sakit, meskipun pengobatan
waktu 4 tahun dan rawat jalan telah diberikan secara
optimal. Gagal jantung terjadi pada

2
sekitar 2% populasi dewasa, tekanan darah, peningkatan denyut
presentasinya meningkat seiring nadi dan kegelisahan yang
bertambahnya usia. Sekitar 1% orang diakibatkangangguan oksigenasi,
berusia di atas 50 tahun akan disfungsi ventrikel atau gagal jantung
mengalami gagal jantung, 5% pada kanan (Ardiansyah, 2012).
usia di atas 75 tahun dan 25% pada
usia di atas 85 tahun. Angka Penyakit gagal jantung dapat
kematian akibat kegagalan jantung mengakibatkan berbagai kerusakan
sekitar 10% setelah 1 tahun, separuh yangberdampak pada kualitas hidup
di antara penderita gagal jantung klien. Salah satu kerusakan yang
kongestif akan mengalami kematian terjadiadalah kerusakan pada
dalam 5 tahun setelah di diagnosis baroreflek arteri. Baroreflek arteri
(Mariyono dan Santoso, 2008). merupakan mekanismedasar yang
terlibat dalam pengaturan tekanan
Menurut Dipiro (2008), dalam jurnal darah.
Melanie (2014) gagal jantung juga
merupakan sindrom dengan gejala Bernafas dalam dan lambat
unik yang terkadang kurang disadari diharapkan dapat menciptakan
oleh penderita dan sering responrelaksasi. Lovastatin (2005)
menyebabkan ketidakmampuan dan menjelaskan bahwa dengan respon
penurunan kualitas jantung relaksasi yangadekuat, sistem saraf
penderitanya dan juga merupakan parasimpatis menjadi lebih dominan.
masalah epidemik kesehatan Sistem sarafparasimpatis ini akan
masyarakat dan merupakan penyakit mengendalikan pernafasan dan detak
nomor satu yang memicu terjadinya jantung.
kematian.
Menurut penelitian Bernardi et. al.
Melihat besarnya angka mortalitas (2002), yang dilakukan terhadap 81
dan morbiditas yang terjadi, banyak CHF. Hasil penelitian
kemajuan yang telah dibuat untuk menunjukkanbahwa bernafas lambat
memudahkan diagnosis, dalam dapat meningkatkan
penatalaksanaan dan terapi dalam sensitivitas barorefleks secara
mengatasi penyakit kardiovaskuler. signifikan, dimana rata-rata
Kegiatan yang perlu ditekankan penurunan tekanan darah sistolik
adalah pendidikan kesehatan dan 17,0 mmHg dengan nilai P= 0,009.
deteksi sedini mungkin, pengenalan
gejala awal, serta pengendalian Dalam penelitian Joseph, C.N., et al.
faktor resiko, bukan hanya sekedar (2005) bahwa pernafasan lambat
pengobatan yang merupakan akibat dapat memberikan pengaruh yang
klinis dari penyakit yang sudah signifikan terhadap sensitivitas
terjadi (Hudak & Gallo, 2010). barorefleks dengan nilai P = 0,01.
Sedangkan hasil penelitian yang
Tanda dan gejala yang penting dan dilakukan oleh Sepdianto, et al
sering terjadi dari gagal jantung yaitu (2010), menunjukkanlatihan deep
sesak nafas atau despnea, batuk breathingdapat menurunkan rata-rata
persisten atau mengi, penumpukan tekanan darah sistolik 18,178 mmHg,
cairan pada jaringan atau edema, tekanandarah diastolik 8,892 mmHg
kelelahan atau fatique, peningkatan dengan nilai P= 0,0001.

3
Dari fenomena yang ada dirumah
Hasil penerapan evidance based sakit latihan nafas dalam untuk
nursing, yang dilakukan oleh mengatasi intoleransi aktivitas
Damayanti (2013) bahwa latihan denganmeningkatkan sensitivitas
nafas dalam dapat memberikan barorefleks arteri, masih jarang
pengaruh terhadap sensitivitas intervensi ini dilakukan di
barorefleks. Hasil setelah diberikan lingkungan ruang rawat. Pemberian
intervensi selama seminggu terdapat latihan nafas dalambiasanya
peningkatan tekanan darah sistolik diberikan oleh perawat ketika
dari 80 mmHg menjadi 100 mmHg, mengeluh nyeri atau cemas.
nilai denyut nadi mengalami Surveyyang kami lakukan oleh
penurunan dari 88 kali/menit menjadi beberapa perawat di ruang rawat
80 kali/menit dan pada frekuensi Penyakit Dalam, menunjukkan
pernafasan terjadi penurunan dari 24 bahwa perawat hanya mengetahui
kali/menit menjadi 18 kali/menit. nafas dalam untuk intervensinyeri
dan cemas. Dari hasil survey ini jelas
Hasil-hasil diatas dapat memberikan bahwa tindakan intervensi nafas
manfaat pada klien gagal jantung dalam masih jarang dilakukan untuk
maupun penyakit kardiovaskular lain meningkatkan sensitivitas
yangmengalami kerusakan barorefleks arteri kepada klien gagal
sensitivitas barorefleks yang jantung.
mungkin memiliki nilaiprognostik
yang merugikan.Dengan menerapkan Berdasarkan uraian diatas maka
model teori Adaptasi Roy untuk peneliti tertarik untuk melakukan
teknik latihan nafas dalam pada klien penelitian tentang “Pengaruh Latihan
gagal jantung kongestif dapat Nafas Dalam Terhadap Sensitivitas
menekankan dalam diri klien sendiri, BarorefleksArteri pada Klien Gagal
terdapat sebuah sistem yang sangat Jantung Kongestif di Rumah Sakit
kompleks. Sistem yang kompleks itu Daerah Labuang Baji Kota
meliputi input (tingkat stimulus Makassar”.
adaptasi), efektor (fisiologi, konsep
diri, peran, fungsi, interdependensi),
dan output (respon adaptif atau METODE PENELITIAN
maladaptif, serta umpan balik).
Penelitian inimerupakan penelitian
kuantitatif, dengan desain quasi
Berdasarkan data dari Rumah Sakit
eksperimen. Penelitian ini bertujuan
Umum Daerah Labuang Baji Kota
untuk mengungkapkan
Makassar pada tahun 2014, jumlah
kemungkinanadanya hubungan
klien gagal jantung kongestif yang
sebab akibat atau variabel
rawat jalan sebanyak 2.377 klien dan
(Notoatmodjo, 2012).
yang rawat inap sebanyak 245 klien.
Sedangkan klien gagal jantung
Rancangan penelitian yang
kongestif pada periode bulan Januari
digunakan adalah Pre-
sampai Februari tahun 2015 yang
PosttestControl Group, desain
rawat jalan sebanyak 354 klien dan
digunakan untuk
di rawat inap sebanyak 40 klien.
membandingkanhasil intervensi dua
kelompok yaitu kelompok A dan
kelompok B yang keduanya diukur

4
sebelum dan sesudah dilakukan
intervensi (Notoatmodjo, 2012). Data HASIL PENELITIAN
diuji menggunakan uji T- Test
Paired, uji T-Test Independent, dan
General Linier Model Repeated
Measure (GLM-RM).
Tabel 5.7
Hasil Perubahan Sensitivitas Barorefleks Arteri Dilihat Pada Skor
Tekanan Darah Sistol dan Tekanan Darah Diastol Sebelum Dan Setelah
Diberikan Latihan Nafas Dalam Pada Kelompok A
di RSUD Labuang Baji Kota Makassar

Variabel Tahap n Mean SD SE P Value


Tekanan Darah Sebelum 150,56 10,57 2,49
Sistol 18 0,0001
Setelah 129,81 9,53 2,25
Tekanan Darah Sebelum 88,33 6,18 1,46
0,0001
Diastol 18
Setelah 75,19 4,46 1,05
Dari tabel 5.7 menunjukkan Dari tabel 5.7 menunjukkan
bahwa perbedaan sensitivitas bahwa perbedaan sensitivitas
barorefleks arteri pada tekanan barorefleks arteri pada tekanan
darah sistol sebelum latihan darah diastol sebelum latihan
nafas dalam rata-rata (mean) nafas dalam rata-rata (mean)
yaitu 150,58 mmHg, yaitu 88,33 mmHg, sedangkan
sedangkan setelah latihan nafas setelah latihan nafas dalam
dalam rata-rata (mean) yaitu rata-rata (mean) yaitu 75,19
129,81 mmHg dengan nilai p = mmHg dengan nilai p = 0,0001
0,0001 (p<α) dimana dapat (p<α) dimana dapat
disimpulkan ada perbedaan disimpulkan ada perbedaan
yang signifikan rata-rata yang signifikan rata-rata
sensitivitas barorefleks arteri sensitivitas barorefleks arteri
yang dilihat dari nilai tekanan yang dilihat dari nilai tekanan
darah sistol sebelum dan darah diastol sebelum dan
setelah diberikan latihan nafas setelah diberikan latihan nafas
dalam pada kelompok A. dalam pada kelompok A.

Tabel 5.8
Hasil Perubahan Sensitivitas Barorefleks Arteri Dilihat Pada Skor
Denyut Nadi dan Pernafasan Sebelum Dan Setelah Diberikan
Latihan Nafas Dalam Pada Kelompok A
di RSUD Labuang Baji Kota Makassar

Variabel Tahap n Mean SD SE P Value


Denyut Nadi Sebelum 18 91,56 3,55 0,84
0,0001

5
Setelah 81,28 3,38 0,79
Pernafasan Sebelum 30,39 1,24 0,29
0,0001
Setelah 18 27,43 1,46 0,34
Dari tabel 5.8 menunjukkan Dari tabel 5.8 menunjukkan
bahwa perbedaan sensitivitas bahwa perbedaan nilai
barorefleks arteri pada denyut pernafasan sebelum latihan
nadi sebelum latihan nafas nafas dalam rata-rata (mean)
dalam rata-rata (mean) yaitu yaitu 30,39 kali/menit,
91,56 kali/menit, sedangkan sedangkan setelah latihan nafas
setelah latihan nafas dalam dalam rata-rata (mean) yaitu
rata-rata (mean) yaitu 81,28 27,43 kali/menit dengan nilai p
kali/menit dengan nilai p = = 0,0001 (p<α) dimana dapat
0,0001 (p<α) dimana dapat disimpulkan ada perbedaan
disimpulkan ada perbedaan yang signifikan rata-rata nilai
yang signifikan rata-rata pernafasan sebelum dan setelah
sensitivitas barorefleks arteri diberikan latihan nafas dalam
yang dilihat dari nilai denyut pada kelompok A.
nadi sebelum dan setelah
diberikan latihan nafas dalam
pada kelompok A.

Tabel 5.9
Hasil Analisis Perbedaan Sensitivitas Baroreflek Arteri Dilihat Pada Skor
Tekanan Darah Sitol, Tekanan Darah Diastol, Denyut Nadi, Dan
Pernafasan Setelah Latihan Nafas Dalam Pada Kelompok A dan
Kelompok B
di RSUD Labuang Baji Kota Makassar

Variabel Kelompok Mean SD SE P Value 95% CI


Tekanan A 129,81 9,53 2,25 12,42 –
Darah Sistol 0,000 25,36
B 148,70 9,58 2,26
Tekanan A 75,19 4,46 1,05 7,95 –
Darah Diastol 0,000 13,89
B 86,11 4,32 1,02
A 85,57 2,99 0,71 2,94 –
Denyut Nadi
0,000 6,65
B 90,37 2,47 0,58
A 25,11 1,45 0,34 3,89 –
Pernapasan
0,000 5,89
B 30,0 1,49 0,35

Dari tabel 5.9 dapat disimpulkan A rata-rata sebesar 129,81 mmHg


bahwa tekanan darah sistol setelah dengan standar deviasi 9,53 mmHg,
latihan nafas dalam pada kelompok sedangkan pada kelompok B rata-

6
rata sebesar 148,70 mmHg dengan standar deviasi 2,99 kali/menit,
standar deviasi 9,58 mmHg. Dari sedangkan pada kelompok B rata-
hasil uji T-Independent diperoleh rata sebesar 90,37 kali/menit dengan
hasil p = 0,0001 (p<0,05), maka standar deviasi 2,47 kali/menit. Dari
dapat disimpulkan ada perbedaan hasil uji T-Independent
yang signifikan rata-rata (mean) nilai diperoleh hasil p = 0,0001 (p<0,05),
sensitivitas barorefleks arteri dilihat maka dapat disimpulkan ada
dari nilai tekanan darah sistol setelah perbedaan yang signifikan rata-rata
diberikan latihan nafas dalam pada (mean) nilai sensitivitas barorefleks
kelompok A dan kelompok B. arteri dilihat dari nilai denyut nadi
setelah diberikan latihan nafas dalam
Dari tabel 5.9 dapat disimpulkan pada kelompok A dan kelompok B.
bahwa tekanan darah diastol setelah
latihan nafas dalam pada kelompok Dari tabel 5.9 dapat disimpulkan
A rata-rata sebesar 75,19 mmHg bahwa nilai pernafasan setelah
dengan standar deviasi 4,46 mmHg, latihan nafas dalam pada kelompok
sedangkan pada kelompok B rata- A rata-rata sebesar 25,11 kali/menit
rata sebesar 86,11 mmHg dengan dengan standar deviasi 1,45
standar deviasi 4,32 mmHg. Dari kali/menit, sedangkan pada
hasil uji T-Independent diperoleh kelompok B rata-rata sebesar 30,00
hasil p = 0,0001 (p<0,05), maka kali/menit dengan standar deviasi
dapat disimpulkan ada perbedaan 1,49 kali/menit. Dari hasil uji
yang signifikan rata-rata (mean) nilai T-Independent diperoleh hasil p =
sensitivitas barorefleks arteri dilihat 0,0001 (p<0,05), maka dapat
dari nilai tekanan darah diastol disimpulkan ada perbedaan yang
setelah diberikan latihan nafas dalam signifikan rata-rata (mean) nilai
pada kelompok A dan kelompok B. pernafasan setelah diberikan latihan
nafas dalam pada kelompok A dan
Dari tabel 5.9 dapat disimpulkan kelompok B.
bahwa denyut nadi setelah latihan
nafas dalam pada kelompok A rata-
rata sebesar 85,57 kali/menit dengan

Tabel 5.11
Distribusi Perbedaan Rata-Rata Tiap Tahap Pengukuran Berdasarkan
Nilai Tekanan Darah Sistol, Tekanan Darah Diastol, Denyut Nadi,
dan Pernafasan Antara Kelompok A dan Kelompok B
Di RSUD Labuang Baji Kota Makassar
Mean
Pengukuran Kelompok
TDS TDD Nadi Pernafasan
Ke-1 A 138,89 81,67 89,22 29,78
B 149,44 85,56 91,28 30,28
Ke-2 A 126,11 75,56 86,22 27,39
B 148,89 87,78 90,39 30,22
Ke-3 A 124,44 68,33 81,28 25,11
B 147,78 85,00 89,44 30,00

7
Tabel 5.11 menunjukkan perbedaan dan pengukuran ke-3 89,44. Jadi
rata-rata nilai tekanan darah sistol dapat disimpulkan bahwa penurunan
tiap tahap pengukuran pada denyut nadi yang maksimal pada hari
kelompok A yaitu pengukuran ke-3.
ke-1=138,89, pengukuran ke-
2=126,11, dan pengukuran ke-3 Tabel 5.11 menunjukkan perbedaan
124,44. Jadi dapat disimpulkan rata-rata nilai pernafasan tiap tahap
bahwa penurunan tekanan darah pengukuran pada kelompok A yaitu
yang maksimal pada hari ke-3. pengukuran ke-1=29,78, pengukuran
Sedangakan perbedaan rata-rata nilai ke-2=27,39, dan pengukuran ke-3=
tekanan darah sistol tiap tahap 25,11. Jadi dapat disimpulkan bahwa
pengukuran pada kelompok B yaitu penurunan pernafasan yang
pengukuran ke-1=149,44, maksimal pada hari ke-3.
pengukuran ke-2=148,89, dan Sedangakan perbedaan rata-rata nilai
pengukuran ke-3 147,78. Jadi dapat pernafasan tiap tahap pengukuran
disimpulkan bahwa penurunan pada kelompok B yaitu pengukuran
tekanan darah sistol yang maksimal ke-1=30,28, pengukuran ke-2=30,22,
pada hari ke-3. dan pengukuran ke-3= 30,00. Jadi
dapat disimpulkan bahwa penurunan
Tabel 5.11 menunjukkan perbedaan pernafasan yang maksimal pada hari
rata-rata nilai tekanan darah diastol ke-3.
tiap tahap pengukuran pada
kelompok A yaitu pengukuran ke- PEMBAHASAN
1=81,67, pengukuran ke-2=75,56,
Penelitian ini menunjukkan bahwa
dan pengukuran ke-3 68,33. Jadi
terdapat perbedaan yang bermakna
dapat disimpulkan bahwa penurunan
sensitivitas baroreflek arteri pada
tekanan darah diastol yang maksimal
kelompok A dan kelompok B karena
pada hari ke-3. Sedangakan
dilihat dari perbedaan rata-rata
perbedaan rata-rata nilai tekanan
tekanan darah sistol pada kelompok
darah diastol tiap tahap pengukuran
A yaitu 129,81 mmHg dan kelompok
pada kelompok B yaitu pengukuran
intervensi yaitu 148,70 mmHg
ke-1=85,56, pengukuran ke-2=87,78,
dengan p value= 0,000. Sedangkan
dan pengukuran ke-3 85,00. Jadi
tekanan darah diastol juga terdapat
dapat disimpulkan bahwa penurunan
perbedaan yang bermakna, dimana
tekanan darah diastol yang
perbedaan rata-rata tekanan darah
maksimal pada hari ke-3. diastol pada kelompok A yaitu 75,19
Tabel 5.11 menunjukkan perbedaan mmHg dan kelompok B yaitu 86,11
rata-rata nilai denyut nadi tiap tahap mmHg dengan p value=0,000.
pengukuran pada kelompok A yaitu
pengukuran ke-1=89,22, pengukuran Terdapat perbedaan yang bermakna
ke-2=86,22, dan pengukuran ke-3 denyut nadi pada kelompok A dan
81,26. Jadi dapat disimpulkan bahwa kelompok B karena dilihat dari
penurunan denyut nadi yang perbedaan rata-rata denyut nadi
maksimal pada hari ke-3. kelompok A yaitu 85,57 kali/menit
Sedangakan perbedaan rata-rata nilai dan kelompok B yaitu 90,37
denyut nadi tiap tahap pengukuran kali/menit dengan p value=0,000.
pada kelompok B yaitu pengukuran Sedangkan pernafasan juga terdapat
ke-1=91,28, pengukuran ke-2=90,38, perbedaan yang bermakna pada

8
kelompok A dan kelompok B karena relaksasi nafas dalam dapat
dilihat dari perbedaan rata-rata menurunkan tanda-tanda vital 80%
pernafasan pada kelompok A yaitu sedangkan yang hanya menggunakan
25,11 kali/menit dan kelompok B terapi farmakologi menurunkan 50%.
yaitu 30,0 kali/menit dengan p
value=0,000. Penelitian ini Hasil penelitian ini sesuai dengan
menunjukkan bahwa baik kelompok teori Perry & Potter (2007)
A maupun kelompok B terjadi mengatakan relaksasi nafas dalam
penurunan tekanan darah, denyut bertujuan menurunkan sistem saraf
nadi, dan pernafasan tetapi simpatis, meningkatkan aktivitas
penurunannya lebih besar pada parasimpatis menurunkan
kelompok A dibandingkan kelompok metabolisme, menurunkan denyut
B sehingga dapat disimpulkan bahwa nadi, tekanan darah, dan menurunkan
dengan terjadinya penurunan pada konsumsi oksigen. Pada saat kondisi
tanda-tanda vital berarti terjadi rileks tercapai maka aksi hipotalamus
peningkatan baroreseptor arteri. akan menyesuaikan terjadi
penurunan aktivitas sistem saraf
Bernardi et. al (2002) memaparkan simpatis dan peningkatan
bahwa sensitivitas baroreflek dapat parasimpatis.
ditingkatkan secara signifikan
dengan bernafas lambat. Hal ini Menurut Bluerufi (2009) dasar
menunjukkan adanya hubungan pemikiran metode latihan relaksasi
peningkatan aktivitas vagal dan nafas dalam adalah dalam sistem
penurunan simpatis yang dapat saraf manusia terdapat sistem saraf
menurunkan denyut nadi dan tekanan pusat dan sistem saraf otonom.
darah. Penurunan tekanan darah dan Fungsi sistem saraf pusat adalah
reflek kemoresptor juga dapat mengendalikan gerakan yang
teramati selama menghirup nafas dikehendaki, misalnya gerakan
secara lambat dan dalam. tangan, kaki, leher, dan jari-jari.
Sistem saraf otonom berfungsi
Pada kedua kelompok penelitian ini mengendalikan gerakan yang
sensitivitas barorefleks arteri terjadi otomatis misalnya funsi digestif dan
peningkatan yaitu dilihat dari kardiovaskuler. Sistem saraf otonom
tekanan darah sistol, tekanan darah terdiri dari dua sistem yang kerjanya
diastol, denyut nadi, dan pernafasan saling berlawanan yaitu saraf
karena kedua kelompok sama-sama simpatis dan saraf parasimpatis.
mendapatkan terapi farmakologi.
Tetapi yang menjadi perbedaan Saraf simpatis bekerja meningkatkan
adalah selisih menurunnya dari rangsangan atau memacu organ
masing-masing variabel, karena pada – organ tubuh meningkatkan denyut
kelompok A mendapat perlakuan jantung dan pernapasan serta
yang lebih yaitu relaksasi nafas menimbulkan penyempitan
dalam tetapi kelompok B hanya pembuluh darah perifer dan
mendapat terapi farmakologi saja. pembesaran pembuluh pusat. Saraf
Perubahan ini didukung oleh parasimpatis bekerja menstimulasi
penelitian Turana (2008) mengatakan naiknya semua fungsi yang
bahwa terapi farmakologi diikuti diturunkan oleh saraf simpatis. Pada
dengan terapi non farmakologi yaitu waktu orang mengalami ketegangan

9
dan kecemasan yang bekerja adalah pernafasan 0,745 dengan
sistem saraf simpatis sehingga p value=0,000.
denyut jantung, tekanan darah,
jumlah pernafasan, aliran darah ke
otot sering meningkat (Bluerufi, SARAN
2009).
Bagi pelayanan kesehatan agar
Stimulasi perengangan pada arkus melaksanakan pelatihan latihan nafas
aorta dan sinus karotis diterima dan dalam bagi perawat untuk
diteruskan oleh saraf vagus ke meningkatkan pemahaman tentang
medulla oblongata (pusat regulasi teknik ini agar digunakan sebagai
kardiovaskuler), selanjutnya salah satu intervensi keperawatan
merespon terjadinya peningkatan dalam memberikan asuhan
refleks baroreseftor. Impuls aferen keperawatan. Untuk praktisi spesialis
dari baroreseptor mencapai pusat medikal bedah agar menerapkan
jantung yang akan merangsang latihan nafas dalam sebagai
aktivitas saraf parasimpatis dan intervensi keperawatan mandiri
menghambat pusat simpatis sehingga untuk peningkatan sensitivitas
menyebabkan vasodilatasi sistemik, barorefleks arteri sehingga tekanan
penurunan denyut jantung dan daya darah sistol, tekanan darah diastol,
kontraksi jantung (Mutaqin, 2009). denyut nadi, dan pernafasan.
Sedangakan untuk peneliti
KESIMPULAN selanjutnya perlu penelitian lebih
lanjut tentang latihan nafas dalam
Hasil uji T-Test Dependent untuk peningkatan sensitivitas
didapatkan nilai p=0,000 sehingga barorefleks arteri sehingga tekanan
dapat disimpulkan bahwa terdapat darah sistol, tekanan darah diastol,
peningkatan sensitivitas barorefleks denyut nadi, dan pernafasan yang
arteri yang dilihat dari penurunan dilihat dari berbagai aspek yang
tekanan darah, denyut nadi, dan belum dikaji pada penelitian ini.
pernafasan yang bermakna pada
kelompok intervensi antara sebelum DAFTAR PUSTAKA
dan setelah dilakukan latihan nafas
dalam. Hasil uji T-Test Independent
didapatkan nilai p=0,000 sehingga AHA. (2012). Understand your risk
dapat disimpulkan bahwa terdapat for heart
perbedaan yang bermakna failure.http://www.heart.org/HE
sensitivitas baroreflek arteri dilihat ARTORG/Conditions/HeartFail
pada skor tekanan darah, denyut ure/UnderstandYourRiskforHear
nadi, dan pernafasan setelah latihan tFailure/Understand-Your-Risk-
nafas dalam pada kelompok A dan for-Heart-
kelompok B. Sedangkan hasil uji Failure_UCM_002046_Article.j
GLM-RM didapatkan penurunan sp
yang maksimun terdapat pada
pengukuran yang ke-3 yaitu nilai Ardiansyah, M. (2012). Medikal
Partial Eta Squared tekanan darah Bedah untuk Mahasiswa. Diva
sistol 0,566, tekanan darah diastol Press. Yogyakarta.
0,658, denyut nadi 0,696, dan

10
Arikunto, S. (2002). Prosedur Depkes RI. (2013). Riset Kesehatan
penelitian : Suatu pendekatan Dasar tentang Kejadian
praktik. Jakarta : Rineka Cipta. Penyakit Tidak Menular. Jakarta
Black & Hawks. (2014).
Keperawatan Medikal Bedah Downey, L.V. (2009). The effects of
Manajemen Klinis untuk Hasil deep breathing training on pain
yang Diharapkan. Ed. 8-Buku 3. management in the emergency
ElsevierPhiladelphia:Sounders. department. Southern Medical
Journal.
Bernardi et. al. (2002). Slow http://ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/
breathing increases arterial 19487995.
baroreflex sensitivity in patients
with chronic heart Eckel, R.H. (2013).Obesity and heart
failure.Journal of The American disease: a statement for
HeartAssociation, 105, 143- healthcare professionals from
145.http://ncbi.nlm.nih.gov/pub Nutrition Committee, American
med/11790690 Heart
Association.http://circ.ahajournal
Brown, Diane & Edwards, Helen. s.org/content/96/9/3248.ful.
(2005).Lewi’s medical surgical
nursing: assessment and Hudak, C.,M., & Gallo, B.,M..
management of clinical (2010). Keperawatan Kritis
problems. Marricksville: Holistik (VIII ed.Vol I). Jakarta:
Elsevier. Penerbit EGC.

Dahlan, M. (2014). Statistik untuk Ignatavicius DD & Workman ML.


Kedokteran dan Kesehatan. (2006). Medical Surgical
Edisi 6. Jakarta: Nursing: Critical thinking for
Epidemiologi Indonesia. collab orative care, 5th ed.
Elsevier Saunders. St Louis
Damayanti, A. (2013). Analisis Missouri.
praktik klinik keperawatan
kesehatan masyarakat perkotaan Joohan, J. (2000).Cardiac output and
pada pasien gagal jantung blood
kongestif ataucongestive heart pressure.http://www.google.co.i
failure. Laporan Residensi FIK d/imgres?imgurl/CO/andMAP/
UI. MAPfactors.jpg&imgrefurl.
http://lib.ui.ac.id/file?file=pdf/m
etadata-20351475.pdf. Joseph, C.N., et al. (2005). Slow
breathing improves arterial
baroreflex sensitivity and
decreases blood pressure in

11
essential hypertension. Leslie, D. (2004).Cardiovascular
http:www.hypertensionaha.org. nursing secret. St Louise
Missouri: Mosby
Kaplan R & Schub T (2010). Heart
Failure In Women : Cinahi Levine GN. (2010). Cardiology
Information System. Secrets. 3rt Ed. Mosby Elsevier.
Philadelphia.
Kendall & Tao. (2014). Sinopsis
Organ System Kardiovaskuler: Lovastatin, K. (2005).Penyakit
Pendekatan dengan Sistem jantung dan tekanan darah
Terpadu dan Disertai Kumpulan tinggi. Jakarta:Prestasi Pustaka.
Kasus Klinik. Karisma
Publishing Group. Tangerang Madanmohan & Velkumary. (2004).
Selatan. Effect of short-term practice of
breathing exercises on
Kumala, Yasmin D. autonomic functions in normal
(2009).Hubungan riwayat human volunteers. Indian
hipertensi dengan angka Journal.
mortalitas pasien gagal jantung http://ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/
akut di lima rumah sakit di 15347862.
Indonesia pada Desember 2005-
2006. Skripsi. Fakultas Mariyono, H., dan Santoso, A.,
Kedokteran (2008). Gagal jantung. FK-
UniversitasIndonesia.http://lib.ui. Unud, Denpasar, Bali.
ac.id/bo/uibo/detail.jsp?id=12390 http://ejournal.unud.ac.id/abstrak
6&lokasi=lokal. /9_gagal%20jantung.pdf.

Kellicker GP & Schub T (2010). Marriner & Tomey,


Heart Failure In Older Adults : A.(2006).Nursing theorists and
Cinahi Information System. their work. third
edition.Philadelphia : Mosby
Kuswardhani T (2006). Year –Book, Inc.
Penatalaksanaan Penyakit Sistem
Kardiovaskuler pada Usia Lanjut.
Melanie, R. (2014). Analisis
Bagian Penyakit Dalam FK.
Pengaruh Sudut Posisi Tidur
Unud. RSUP Sanglah Denpasar.
terhadap Kualitas Tidur dan
http://ejournal.unud.ac.id.
anda Vital Pada Pasien Gagal
Lee. (2009).Bernapas secara positif Jantung Di Ruang Rawat
untuk otak. Jakarta: Prestasi Intensif RSUP Dr. Hasan
Pustaka. Sadikin Bandung.
http://stikesayani.ac.id/publikasi/
e-journal/.../201208-008.pdf.

12
Sherwood. (2012). Fisiologi
Mutaqin, A. (2009). Asuhan Manusia :Dari Sel ke Seistem.
Keperawatan Klien dengan Edisi 6. (Alih Bahasa : Brahm
Gangguan Sistem U. Pendit). Jakarta : EGC.
Kardiovaskuler dan Hematologi.
Salemba Medika. Jakarta. Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hincle,
J.I., Cheever, K.H.
Notoatmodjo. (2012). Metodologi (2008).Textbook of medical
kesehatan. Jakarta : Rineka surgical nursing; brunner &
Cipta. suddart. eleventh edition,
LipincottWilliams & Wilkins, a
Nuratif & Kusuma (2013). Aplikasi
Wolter Kluwer Business.
Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis &
Stanley, M. & Beare, P.G. (2007).
NANDA. Edisi Revisi jilid 1.
Gerontological nursing: a health
Yogyakarta.
promotion or protection
approach, 2nd ed. ( Nety J. dan
Potter, Ap & Perry, G.A (2007).
Sari K.,
Buku Ajar Fundamental
Penerjemah).Philadelphia: F.A.
Keperawatan Konsep Proses
Davis Company.
dan Praktik. Ed. 4. EGC.
Jakarta.
Sudoyo, A.W (2006). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi 6. Pusat
Sabri, L., & Hastono, S.P. (2008).
Penerbit: Departemen Ilmu
Statistik kesehatan, (Edisi
revisi). Jakarta: PT Penyakit Dalam FK UI. Jakarta.
RajaGrafindo Persada.
Suhartono T. (2011). Dampak Home
Sastroasmoro, S., & Ismael, S. Based Exercise Training
(2011). Dasar-dasar metodologi terhadap kapasitas fungsional
penelitian klinis,(Edisi dan kualitas hidup pasien Gagal
4). Jakarta : Sagung Seto. Jantung di RSUD Ngudi Waluyo
Wlingi. Fakultas Ilmu
Sepdianto, et al. (2010). Penurunan Keperawatan Universitas
Indonesia.
Tekanan Darah dan Kecemasan
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital
Melalui Latihan Deep Breathing /20282683-
Pada Pasien Hipertensi Primer. T%20Tony%20Suharsono.pdf
Jurnal Keperawatan Indonesia
Vol. 13 No. 1; 31-41. Suwardianto. (2010). Pengaruh
http://jki.ui.ac.id/index.php/jki/ar Terapi Relaksasi Nafas Dalam
ticle/view/229/pdf_157. Terhadap Perubahan Tekanan
Darah pada Pasien Hipertensi
di Puskesmas Kota Wilayah

13
Selatan Kota Kediri. Jurnal
STKIES RS. Baptis. Kediri

Vitahealh (2006). Gagal Jantung.


Penerbit: PT Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.

WHO. (2013).Cardiovascular
disease
(CVDs).http://www.heart.org/H
EARTORG/Conditions/HeartFai
lure/AboutHeartFailure/Classes-
of-Heart-
Failure_UCM_306328_Article.j
sp.

Zakiyah, D. (2008).Faktor-faktor
risiko yang berhubungan dengan
hipertensi dan hiperlipidemia
sebagai faktor risiko PJK
diantara pekerja di Kawasan
Industri Pulo Gadung, Jakarta
Timur tahun 2006. Skripsi.
FakultasKesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia.

14
15

Anda mungkin juga menyukai