Anda di halaman 1dari 53

BAB II

PENGELOLAAN KASUS

A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Diare


1. Pengertian
Gambar 2.1
Lambung Terinfeksi Kuman

Diare atau penyakit diare (Diarrheal disease) berasal dari bahasa


Yunani yaitu “diarroi” yang berarti mengalir terus, merupakan keadaan
abnormal dari pengeluaran tinja yang terlalu frekuen (Yatsuyanagi, 2002).
Diare adalah peningkatan dalam frekuensi buang air besar (kotoran),
serta pada kandungan air dan volume kotoran itu. Para Odha sering
mengalami diare. Diare dapat menjadi masalah berat. Diare yang ringan dapat
pulih dalam beberapa hari. Namun, diare yang berat dapat menyebabkan
dehidrasi (kekurangan cairan) atau masalah gizi yang berat (Yayasan Spiritia,
2011)
Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih
lunak atau lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24
jam. Sementara untuk bayi dan anak-anak, diare didefinisikan sebagai
pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam, sedangkan rata-rata pengeluaran tinja
normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam (Juffrie, 2010).
Diare adalah buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari tiga kali
dalam satu hari dan biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih. Orang
yang mengalami diare akan kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan
dehidrasi tubuh. Hal ini membuat tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik

5
6

dan dapat membahayakan jiwa, khususnya pada anak dan orang tua (USAID,
2009)
Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan bertambahnya
frekuensi defekasi lebih dari biasanya (>3 kali/hari) disertai perubahan
konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/tanpa darah dan/atau lendir
(Suraatmaja, 2007). Diare disebabkan oleh transportasi air dan elektrolit yang
abnormal dalam usus. Di seluruh dunia terdapat kurang lebih 500 juta anak
yang menderita diare setiap tahunnya, dan 20% dari seluruh kematian pada
anak yang hidup di negara berkembang berhubungan dengan diare serta
dehidrasi. Gangguan diare dapat melibatkan lambung dan usus
(gastroenteritis), usus halus (enteritis), kolon (colitis) atau kolon dan usus
(enterokolitis). Diare biasanya diklasifikasikan sebagai diare akut dan kronis
(Wong, 2009).
Terdapat beberapa pendapat tentang definisi penyakit diare. Menurut
Hippocrates definisi diare yaitu sebagai suatu keadaan abnormal dari
frekuensi dan kepadatan tinja, Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, diare
atau penyakit diare adalah bila tinja mengandung air lebih banyak dari
normal. Menurut Direktur Jenderal PPM dam PLP, diare adalah penyakit
dengan buang air besar lembek/ cair bahkan dapat berupa air saja yang
frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya 3 kali atau lebih dalam
sehari) (Sinthamurniwaty, 2006).
Menurut Simadibrata (2006) diare adalah buang air besar (defekasi)
dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan
air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam.
Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah
suatu penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja
yang lembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar
yang lebih dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat
disertai dengan muntah atau tinja yang berdarah. Penyakit ini paling sering
dijumpai pada anak balita, terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, dimana
seorang anak bisa mengalami 1-3 episode diare berat (Simatupang, 2004).
7

Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, diare diartikan sebagai


buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan
frekuensi lebih banyak dari biasanya. Neonatus dinyatakan diare bila
frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi
berumur lebih dari 1 bulan dan anak, frekuensinya lebih dari 3 kali
(Simatupang, 2004)
Diare adalah suatu keadaan meningkatnya berat dari fases (>200
mg/hari) yang dapat dihubungkan dengan meningkatnya cairan, frekuensi
BAB, tidak enak pada perinal, dan rasa terdesak untuk BAB dengan atau
tanpa inkontinensia fekal.1-4 Diare terbagi menjadi diare Akut dan
Kronik.Diare akut berdurasi 2 minggu atau kurang, sedangkan diare kronis
lamanya lebih dari 2 minggu. Selanjutnya pembahasan dikhususkan mengenai
diare kronis (Hooward, 1995 cit Sutadi 2003)
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair
atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari
biasanya lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria
frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air
besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah (Guerrant, 2001;
Ciesla, 2003)
Menurut Boyle (2000), diare adalah keluarnya tinja air dan elektrolit
yang hebat. Pada bayi, volume tinja lebih dari 15 g/kg/24 jam disebut diare.
Pada umur 3 tahun, yang volume tinjanya sudah sama dengan orang dewasa,
volume >200 g/kg/24 jam disebut diare. Frekuensi dan konsistensi bukan
merupakan indikator untuk volume tinja.

2. Etiologi
a. Penyebab diare Yaitu: (Tantivanich, 2002; Sirivichayakul, 2002;
Pitisuttithum, 2002)
1) Virus :
Merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70 – 80%).
Beberapa jenis virus penyebab diare akut :
8

a) Rotavirus serotype 1,2,8,dan 9: pada manusia. Serotype 3 dan 4


didapati pada hewan dan manusia. Dan serotype 5,6, dan 7 didapati
hanya pada hewan.
b) Norwalk virus : terdapat pada semua usia, umumnya akibat food
borne atau water borne transmisi, dan dapat juga terjadi penularan
person to person.
c) Astrovirus, didapati pada anak dan dewasa
d) Adenovirus (type 40, 41)
e) Small bowel structured virus
f) Cytomegalovirus
2) Bakteri :
a) Enterotoxigenic E.coli (ETEC). Mempunyai 2 faktor virulensi yang
penting yaitu faktor kolonisasi yang menyebabkan bakteri ini
melekat pada enterosit pada usus halus dan enterotoksin (heat labile
(HL) dan heat stabile (ST) yang menyebabkan sekresi cairan dan
elektrolit yang menghasilkan watery diarrhea. ETEC tidak
menyebabkan kerusakan brush border atau menginvasi mukosa.
b) Enterophatogenic E.coli (EPEC). Mekanisme terjadinya diare belum
jelas. Didapatinya proses perlekatan EPEC ke epitel usus
menyebabkan kerusakan dari membrane mikro vili yang akan
mengganggu permukaan absorbsi dan aktifitas disakaridase.
c) Enteroaggregative E.coli (EAggEC). Bakteri ini melekat kuat pada
mukosa usus halus dan menyebabkan perubahan morfologi yang
khas. Bagaimana mekanisme timbulnya diare masih belum jelas,
tetapi sitotoksin mungkin memegang peranan.
d) Enteroinvasive E.coli (EIEC). Secara serologi dan biokimia mirip
dengan Shigella. Seperti Shigella, EIEC melakukan penetrasi dan
multiplikasi didalam sel epitel kolon.
e) Enterohemorrhagic E.coli (EHEC). EHEC memproduksi
verocytotoxin (VT) 1 dan 2 yang disebut juga Shiga-like toxin yang
menimbulkan edema dan perdarahan diffuse di kolon. Pada anak
sering berlanjut menjadi hemolytic-uremic syndrome.
9

f) Shigella spp. Shigella menginvasi dan multiplikasi didalam sel epitel


kolon, menyebabkan kematian sel mukosa dan timbulnya ulkus.
Shigella jarang masuk kedalam alian darah. Faktor virulensi
termasuk : smooth lipopolysaccharide cell-wall antigen yang
mempunyai aktifitas endotoksin serta membantu proses invasi dan
toksin (Shiga toxin dan Shiga-like toxin) yang bersifat sitotoksik dan
neurotoksik dan mungkin menimbulkan watery diarrhea
g) Campylobacter jejuni (helicobacter jejuni). Manusia terinfeksi
melalui kontak langsung dengan hewan (unggas, anjing, kucing,
domba dan babi) atau dengan feses hewan melalui makanan yang
terkontaminasi seperti daging ayam dan air. Kadang-kadang infeksi
dapat menyebar melalui kontak langsung person to person. C.jejuni
mungkin menyebabkan diare melalui invasi kedalam usus halus dan
usus besar.Ada 2 tipe toksin yang dihasilkan, yaitu cytotoxin dan
heat-labile enterotoxin. Perubahan histopatologi yang terjadi mirip
dengan proses ulcerative colitis.
h) Vibrio cholerae 01 dan V.choleare 0139. Air atau makanan yang
terkontaminasi oleh bakteri ini akan menularkan kolera. Penularan
melalui person to person jarang terjadi.
i) V.cholerae melekat dan berkembang biak pada mukosa usus halus
dan menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan diare. Toksin
kolera ini sangat mirip dengan heat-labile toxin (LT) dari ETEC.
Penemuan terakhir adanya enterotoksin yang lain yang mempunyai
karakteristik tersendiri, seperti accessory cholera enterotoxin (ACE)
dan zonular occludens toxin (ZOT). Kedua toksin ini menyebabkan
sekresi cairan kedalam lumen usus.
j) Salmonella (non thypoid). Salmonella dapat menginvasi sel epitel
usus. Enterotoksin yang dihasilkan menyebabkan diare. Bila terjadi
kerusakan mukosa yang menimbulkan ulkus, akan terjadi bloody
diarrhea
10

3) Protozoa :
a) Giardia lamblia. Parasit ini menginfeksi usus halus. Mekanisme
patogensis masih belum jelas, tapi dipercayai mempengaruhi
absorbsi dan metabolisme asam empedu. Transmisi melalui fecal-
oral route. Interaksi host-parasite dipengaruhi oleh umur, status
nutrisi,endemisitas, dan status imun. Didaerah dengan endemisitas
yang tinggi, giardiasis dapat berupa asimtomatis, kronik, diare
persisten dengan atau tanpa malabsorbsi. Di daerah dengan
endemisitas rendah, dapat terjadi wabah dalam 5 – 8 hari setelah
terpapar dengan manifestasi diare akut yang disertai mual, nyeri
epigastrik dan anoreksia. Kadang-kadang dijumpai malabsorbsi
dengan faty stools,nyeri perut dan gembung.
b) Entamoeba histolytica. Prevalensi Disentri amoeba ini
bervariasi,namun penyebarannya di seluruh dunia. Insiden nya
mningkat dengan bertambahnya umur,dan teranak pada laki-laki
dewasa. Kira-kira 90% infksi asimtomatik yang disebabkan oleh
E.histolytica non patogenik (E.dispar). Amebiasis yang simtomatik
dapat berupa diare yang ringan dan persisten sampai disentri yang
fulminant.
c) Cryptosporidium. Dinegara yang berkembang, cryptosporidiosis 5 –
15% dari kasus diare pada anak. Infeksi biasanya siomtomatik pada
bayi dan asimtomatik pada anak yang lebih besar dan dewasa. Gejala
klinis berupa diare akut dengan tipe watery diarrhea, ringan dan
biasanya self-limited. Pada penderita dengan gangguan sistim
kekebalan tubuh seperti pada penderita AIDS, cryptosporidiosis
merupakan reemerging disease dengan diare yang lebih berat dan
resisten terhadap beberapa jenis antibiotik.
d) Microsporidium spp
e) Isospora belli
f) Cyclospora cayatanensis
11

4) Helminths :
a) Strongyloides stercoralis. Kelainan pada mucosa usus akibat cacing
dewasa dan larva, menimbulkan diare.
b) Schistosoma spp. Cacing darah ini menimbulkan kelainan pada
berbagai organ termasuk intestinal dengan berbagai manifestasi,
termasuk diare dan perdarahan usus..
c) Capilaria philippinensis. Cacing ini ditemukan di usus halus,
terutama jejunu, menyebabkan inflamasi dan atrofi vili dengan gejala
klinis watery diarrhea dan nyeri abdomen.
d) Trichuris trichuria. Cacing dewasa hidup di kolon, caecum, dan
appendix. Infeksi berat dapat menimbulkan bloody diarrhea dan
nyeri abdomen.
b. Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan 6
besar, tetapi yang sering ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah diare
yang disebabkan infeksi dan keracunan. Untuk mengenal penyebab diare
yang dikelompokan sebagai berikut: (Lebenthal, 1989; Daldiyono, 1990;
Dep Kes RI, 1999; Yatsuyanagi, 2002)
1) Infeksi :
a) Bakteri (Shigella, Salmonella, E.Coli, Golongan vibrio, Bacillus
Cereus, Clostridium perfringens, Staphilococ
Usaurfus,Camfylobacter, Aeromonas)
b) Virus (Rotavirus, Norwalk + Norwalk like agent, Adenovirus)
c) Parasit
(1) Protozoa (Entamuba Histolytica, Giardia Lambia, Balantidium
Coli, Crypto Sparidium)
(2) Cacing perut (Ascaris, Trichuris, Strongyloides, Blastissistis
Huminis)
(3) Bacilus Cereus, Clostridium Perfringens
2) Malabsorpsi: karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak atau protein.
3) Alergi: alergi makanan
4) Keracunan :
a) Keracunan bahan-bahan kimia
12

b) Keracunan oleh racun yang dikandung dan diproduksi :


c) Jazad renik, Algae
d) Ikan, Buah-buahan, Sayur-sayuran
5) Imunodefisiensi / imunosupresi (kekebalan menurun) : Aids dll
6) Sebab-sebab lain: Faktor lingkungan dan perilaku, Psikologi: rasa takut
dan cemas
3. Patofisiologi
Fungsi utama dari saluran cerna adalah menyiapkan makanan untuk
keperluan hidup sel, pembatasan sekresi empedu dari hepar dan pengeluaran
sisa-sisa makanan yang tidak dicerna. Fungsi tadi memerlukan berbagai
proses fisiologi pencernaan yang majemuk, aktivitas pencernaan itu dapat
berupa: (Sommers,1994; Noerasid, 1999 cit Sinthamurniwaty 2006)
a. Proses masuknya makanan dari mulut kedalam usus.
b. Proses pengunyahan (mastication) : menghaluskan makanan secara
mengunyah dan mencampur.dengan enzim-enzim di rongga mulut
c. Proses penelanan makanan (diglution) : gerakan makanan dari mulut ke
gaster
d. Pencernaan (digestion) : penghancuran makanan secara mekanik,
percampuran dan hidrolisa bahan makanan dengan enzim-enzim
e. Penyerapan makanan (absorption): perjalanan molekul makanan melalui
selaput lendir usus ke dalam. sirkulasi darah dan limfe.
f. Peristaltik: gerakan dinding usus secara ritmik berupa gelombang
kontraksi sehingga makanan bergerak dari lambung ke distal.
g. Berak (defecation) : pembuangan sisa makanan yang berupa tinja.
Dalam keadaan normal dimana saluran pencernaan berfungsi efektif
akan menghasilkan ampas tinja sebanyak 50-100 gr sehari dan mengandung
air sebanyak 60-80%. Dalam saluran gastrointestinal cairan mengikuti secara
pasif gerakan bidireksional transmukosal atau longitudinal intraluminal
bersama elektrolit dan zat zat padat lainnya yang memiliki sifat aktif osmotik.
Cairan yang berada dalam saluran gastrointestinal terdiri dari cairan yang
masuk secara per oral, saliva, sekresi lambung, empedu, sekresi pankreas
serta sekresi usus halus. Cairan tersebut diserap usus halus, dan selanjutnya
13

usus besar menyerap kembali cairan intestinal, sehingga tersisa kurang lebih
50-100 gr sebagai tinja.
Motilitas usus halus mempunyai fungsi untuk:
a) Menggerakan secara teratur bolus makanan dari lambung ke sekum
b) Mencampur khim dengan enzim pankreas dan empedu
c) Mencegah bakteri untuk berkembang biak.
Faktor-faktor fisiologi yang menyebabkan diare sangat erat
hubungannya satu dengan lainnya. Misalnya bertambahnya cairan pada
intraluminal akan menyebabkan terangsangnya usus secara mekanis, sehingga
meningkatkan gerakan peristaltik usus dan akan mempercepat waktu lintas
khim dalam usus. Keadaan ini akan memperpendek waktu sentuhan khim
dengan selaput lendir usus, sehingga penyerapan air, elektrolit dan zat lain
akan mengalami gangguan.
Berdasarkan gangguan fungsi fisiologis saluran cerna dan macam
penyebab dari diare, maka patofisiologi diare dapat dibagi dalam 3 macam
kelainan pokok yang berupa :
a) Kelainan gerakan transmukosal air dan elektrolit (karena toksin)
Gangguan reabsorpsi pada sebagian kecil usus halus sudah dapat
menyebabkan diare, misalnya pada kejadian infeksi. Faktor lain yang juga
cukup penting dalam diare adalah empedu. Ada 4 macam garam empedu
yang terdapat di dalam cairan empedu yang keluar dari kandung empedu.
Dehidroksilasi asam dioksikholik akan menyebabkan sekresi cairan di
jejunum dan kolon, serta akan menghambat absorpsi cairan di dalam
kolon. Ini terjadi karena adanya sentuhan asam dioksikholik secara
langsung pada permukaan mukosa usus. Diduga bakteri mikroflora usus
turut memegang peranan dalam pembentukan asam dioksi kholik tersebut.
Hormon-hormon saluran cerna diduga juga dapat mempengaruhi absorpsi
air pada mukosa. usus manusia, antara lain adalah: gastrin, sekretin,
kholesistokinin dan glukogen. Suatu perubahan PH cairan usus juga. dapat
menyebabkan terjadinya diare, seperti terjadi pada Sindroma Zollinger
Ellison atau pada Jejunitis.
14

b) Kelainan cepat laju bolus makanan didalam lumen usus (invasive


diarrhea)
Suatu proses absorpsi dapat berlangsung sempurna dan normal bila
bolus makanan tercampur baik dengan enzim-enzim saluran cerna dan.
berada dalam keadaan yang cukup tercerna. Juga. waktu sentuhan yang
adekuat antara khim dan permukaan mukosa usus halus diperlukan untuk
absorpsi yang normal. Permukaan mukosa usus halus kemampuannya
berfungsi sangat kompensatif, ini terbukti pada penderita yang masih dapat
hidup setelah reseksi usus, walaupun waktu lintas menjadi sangat singkat.
Motilitas usus merupakan faktor yang berperanan penting dalam ketahanan
local mukosa usus. Hipomotilitas dan stasis dapat menyebabkan mikro
organisme berkembang biak secara berlebihan (tumbuh lampau atau
overgrowth) yang kemudian dapat merusak mukosa usus, menimbulkan
gangguan digesti dan absorpsi, yang kemudian menimbulkan diare.
Hipermotilitas dapat terjadi karena rangsangan hormon prostaglandin,
gastrin, pankreosimin; dalam hal ini dapat memberikan efek langsung
sebagai diare. Selain itu hipermotilitas juga dapat terjadi karena pengaruh
enterotoksin staphilococcus maupun kholera atau karena ulkus mikro yang
invasif o1eh Shigella atau Salmonella.Selain uraian di atas haruslah diingat
bahwa hubungan antara aktivitas otot polos usus,gerakan isi lumen usus
dan absorpsi mukosa usus merupakan suatu mekanisme yang sangat
kompleks.
c) Kelainan tekanan osmotik dalam lumen usus (virus).
Dalam beberapa keadaan tertentu setiap pembebanan usus yang
melebihi kapasitas dari pencernaan dan absorpsinya akan menimbulkan
diare. Adanya malabsorpsi dari hidrat arang, lemak dan zat putih telur
akan menimbulkan kenaikan daya tekanan osmotik intra luminal, sehingga
akan dapat menimbulkan gangguan absorpsi air. Malabsorpsi hidrat arang
pada umumnya sebagai malabsorpsi laktosa yang terjadi karena defesiensi
enzim laktase. Dalam hal ini laktosa yang terdapat dalam susu tidak
sempurna mengalami hidrolisis dan kurang di absorpsi oleh usus halus.
Kemudian bakteri-bakteri dalam usus besar memecah laktosa menjadi
15

monosakharida dan fermentasi seterusnya menjadi gugusan asam organik


dengan rantai atom karbon yang lebih pendek yang terdiri atas 2-4 atom
karbon. Molekul-molekul inilah yang secara aktif dapat menahan air dalam
lumen kolon hingga terjadi diare. Defisiensi laktase sekunder atau dalam
pengertian yang lebih luas sebagai defisiensi disakharidase (meliputi
sukrase, maltase, isomaltase dan trehalase) dapat terjadi pada setiap
kelainan pada mukosa usus halus. Hal tersebut dapat terjadi karena enzim-
enzim tadi terdapat pada brush border epitel mukosa usus. Asam-asam
lemak berantai panjang tidak dapat menyebabkan tingginya tekanan
osmotik dalam lumen usus karena asam ini tidak larut dalam air.

4. Klasifikasi
a. Menurut Simadibrata (2006), diare dapat diklasifikasikan berdasarkan :
1) Lama waktu diare
a) Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari.
Sedangkan menurut World Gastroenterology Organization
Global Guidelines (2005) diare akut didefinisikan sebagai pasase
tinja yang cair atau lembek dengan jumlah lebih banyak dari
normal, berlangsung kurang dari 14 hari. Diare akut biasanya
sembuh sendiri, lamanya sakit kurang dari 14 hari, dan akan
mereda tanpa terapi yang spesifik jika dehidrasi tidak terjadi
(Wong, 2009).
b) Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari.
2) Mekanisme patofisiologik
a) Osmolalitas intraluminal yang meninggi, disebut diare sekretorik.
b) Sekresi cairan dan elektrolit meninggi.
c) Malabsorbsi asam empedu.
d) Defek sisitem pertukaran anion atau transport elektrolit aktif di
enterosit.
e) Motilitas dan waktu transport usus abnormal.
f) Gangguan permeabilitas usus.
g) Inflamasi dinding usus, disebut diare inflamatorik.
16

h) Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi.


3) Penyakit infektif atau non-infektif.
4) Penyakit organik atau fungsional
b. Menurut WHO (2005) diare dapat diklasifikasikan kepada:
1) Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.
2) Disentri, yaitu diare yang disertai dengan darah.
3) Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari.
4) Diare yang disertai dengan malnutrisi berat (Simatupang, 2004).
c. Menurut Ahlquist dan Camilleri (2005), diare dibagi menjadi
1) Akut apabila kurang dari 2 minggu, persisten jika berlangsung
selama 2-4 minggu. Lebih dari 90% penyebab diare akut adalah agen
penyebab infeksi dan akan disertai dengan muntah, demam dan nyeri
pada abdomen. 10% lagi disebabkan oleh pengobatan, intoksikasi,
iskemia dan kondisi lain.
2) Kronik jika berlangsung lebih dari 4 minggu. Berbeda dengan diare
akut, penyebab diare yang kronik lazim disebabkan oleh penyebab
non infeksi seperti allergi dan lain-lain.
d. Menurut Kliegman, Marcdante dan Jenson (2006), dinyatakan bahwa
berdasarkan banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh,
diare dapat dibagi menjadi :
1) Diare tanpa dehidrasi
Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi
karena frekuensi diare masih dalam batas toleransi dan belum ada
tanda-tanda dehidrasi.
2) Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%)
Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau
lebih, kadang-kadang muntah, terasa haus, kencing sudah mulai
berkurang, nafsu makan menurun, aktifitas sudah mulai menurun,
tekanan nadi masih normal atau takikardia yang minimum dan
pemeriksaan fisik dalam batas normal.
3) Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)
17

Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi,


kencing yang kurang atau langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu,
mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, turgor kulit berkurang,
selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering, air mata
berkurang dan masa pengisian kapiler memanjang (≥ 2 detik) dengan
kulit yang dingin yang dingin dan pucat.
4) Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%)
Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan
dari tubuh dan biasanya pada keadaan ini penderita mengalami
takikardi dengan pulsasi yang melemah, hipotensi dan tekanan nadi
yang menyebar, tidak ada penghasilan urin, mata dan ubun-ubun
besar menjadi sangat cekung, tidak ada produksi air mata, tidak
mampu minum dan keadaannya mulai apatis, kesadarannya menurun
dan juga masa pengisian kapiler sangat memanjang (≥ 3 detik)
dengan kulit yang dingin dan pucat.

5. Tanda dan Gejala


1) Menurut Suriadi (2001), Manifestasi klinis diare yaitu
a) Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer
b) Kram perut
c) Demam
d) Mual
e) Muntah
f) Kembung
g) Anoreksia
h) Lemah
i) Pucat
j) Urin output menurun (oliguria, anuria)
k) Turgor kulit menurun sampai jelek
l) Ubun-ubun / fontanela cekung
m) Kelopak mata cekung
n) Membran mukosa kering
18

2) Manifestasi klinis diare yaitu (Nelwan, 2001; Procop et al, 2003)


Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah
dan / atau demam, tenemus, hematochezia, nyeri perut atau kejang
perut. Diare yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan
medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan
cairan di badan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena
gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena
kehilangan cairan seseorang merasa haus, berat badan berkurang, mata
menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit
menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan
deplesi air yang isotonik.
Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas
berkurang, yang mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini
akan merangsang pusat pernapasan sehingga frekwensi nafas lebih
cepat dan lebih dalam (kussmaul). Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk
mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat naik kembali normal. Pada
keadaan asidosis metabolik yang tidak dikompensasi, bikarbonat
standard juga rendah, pCO2 normal dan base excess sangat negatif.
Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat
berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan
darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat,
ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang sianosis. Karena kehilangan
kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal
menurun dan akan timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi
akan timbul penyulit berupa nekrosis tubulus ginjal akut, yang berarti
pada saat tersebut kita menghadapi gagal ginjal akut. Bila keadaan
asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan
pembagian darah dengan pemusatan yang lebih banyak dalam sirkulasi
paru-paru. Observasi ini penting karena dapat menyebabkan edema
paru pada pasien yang menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali.
19

3) Gejala Diare menurut Kliegman (2006), yaitu:


Tanda-tanda awal dari penyakit diare adalah bayi dan anak
menjadi gelisah dan cengeng, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu
makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja akan
menjadi cair dan mungkin disertai dengan lendir ataupun darah. Warna
tinja bisa lama-kelamaan berubah menjadi kehijau-hijauan karena
tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena
seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat
banyaknya asam laktat yang berasal darl laktosa yang tidak dapat
diabsorbsi oleh usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum
atau sesudah diare dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut
meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit
(Kliegman, 2006).
Menurut Kliegman, Marcdante dan Jenson (2006), dinyatakan
bahwa berdasarkan banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit dari
tubuh, diare dapat dibagi menjadi :
4) Diare tanpa dehidrasi
Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi
karena frekuensi diare masih dalam batas toleransi dan belum ada
tanda-tanda dehidrasi.
5) Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%)
Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau
lebih, kadang-kadang muntah, terasa haus, kencing sudah mulai
berkurang, nafsu makan menurun, aktifitas sudah mulai menurun,
tekanan nadi masih normal atau takikardia yang minimum dan
pemeriksaan fisik dalam batas normal.
6) Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)
Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing
yang kurang atau langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan
ubun-ubun besar menjadi cekung, turgor kulit berkurang, selaput lendir
bibir dan mulut serta kulit tampak kering, air mata berkurang dan masa
20

pengisian kapiler memanjang (≥ 2 detik) dengan kulit yang dingin yang


dingin dan pucat.
7) Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%)
Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari
tubuh dan biasanya pada keadaan ini penderita mengalami takikardi
dengan pulsasi yang melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang
menyebar, tidak ada penghasilan urin, mata dan ubun-ubun besar
menjadi sangat cekung, tidak ada produksi air mata, tidak mampu
minum dan keadaannya mulai apatis, kesadarannya menurun dan juga
masa pengisian kapiler sangat memanjang (≥ 3 detik) dengan kulit yang
dingin dan pucat.
8) Sebagai akibat diare baik yang akut maupun khronis, maka akan terjadi:
(FKUI, 2001 cit Sinthamurniwaty 2006)
a) Kehilangan air dan elektrolit sehingga timbul dehidrasi dan
keseimbangan asam basa Kehilangan cairan dan elektrolit (dehidrasi)
serta gangguan keseimbangan asam basa disebabkan oleh:
(1) Previous Water Losses : kehilangan cairan sebelum pengelolaan,
sebagai defisiensi cairan.
(2) Nomial Water Losses : kehilangan cairan karena fungsi
fisiologik.
(3) Concomittant Water Losses : kehilangan cairan pada waktu
pengelolaan.
(4) Intake yang kurang selama sakit : kekurangan masukan cairan
karena anoreksia atau muntah.
9) Kekurangan cairan pada diare terjadi karena:
a) Pengeluaran usus yang berlebihan
(1) Sekresi yang berlebihan dari selaput lendir usus (Secretoric
diarrhea) karena, gangguan fungsi selaput lendir usus, (Cholera
E. coli).
(2) Berkurangnya penyerapan selaput lendir usus, yang disebabkan
oleh berkurangnya kontak makanan dengan dinding usus, karena
21

adanya hipermotilitas dinding usus maupun kerusakan mukosa


usus.
(3) Difusi cairan tubuh kedalam lumen usus karena penyerapan oleh
tekanan cairan dalam lumen usus yang hiperosmotik; keadaan
ini disebabkan karena adanya substansi reduksi dari fermentasi
laktosa yang tidak tercerna enzim laktase (diare karena virus
Rota)
b) Masukan cairan yang kurang karena :
(1) Anoreksia
(2) Muntah
(3) Pembatasan makan (minuman)
(4) Keluaran yang berlebihan (panas tinggi, sesak nafas)
c) Gangguan gizi sebagai "kelaparan" (masukan kurang dan keluaran
berlebihan)
Gangguan gizi pada penderita diare dapat terjadi karena:
a) Masukan makanan berkurang karena adanya anoreksia (sebagai
gejala penyakit) atau dihentikannya beberapa macam makanan o1eh
orang tua, karena ketidaktahuan. Muntah juga merupakan salah satu
penyebab dari berkurangnya masukan makanan.
b) Gangguan absorpsi. Pada diare akut sering terjadi malabsorpsi dari
nutrien mikro maupun makro. Malabsorpsi karbohidrat (laktosa,
glukosa dan fruktosa) dan lemak yang kemudian dapat berkembang
menjadi malabsorpsi asarn amino dan protein. Juga kadang-kadang
akan terjadi malabsorpsi vitamin baik yang larut dalam air maupun
yang larut dalam lemak (vitamin B12, asam folat dan vitamin A) dan
mineral trace (Mg dan Zn).
c) Gangguan absorpsi ini terjadi karena:
(1) Kerusakan permukaan epitel (brush border) sehingga timbul
deplisit enzim laktase.
(2) Bakteri tumbuh lampau, menimbulkan:
(a) Fermentasi karbohidrat
(b) Dekonjugasi empedu.
22

d) Katabolisme
Pada umumnya infeksi sistemik akan mempengaruhi
metabolisme dan fungsi endokrin, pada penderita infeksi sistemik
terjadi kenaikan panas badan. Akan memberikan dampak
peningkatan glikogenesis, glikolisis, peningkatan sekresi glukagon,
serta aldosteron, hormon anti diuretic (ADH) dan hormon tiroid.
Dalam darah akan terjadi peningkatan jumlah kholesterol,
trigliserida dan lipoprotein. Proses tersebut dapat memberi
peningkatan kebutuhan energy dari penderita dan akan selalu disertai
kehilangan nitrogen dan elektrolit intrasel melalui ekskresi urine,
peluh dan tinja.
e) Kehilangan langsung
Kehilangan protein selama diare melalui saluran cerna
sebagai Protein loosing enteropathy dapat terjadi pada penderita
campak dengan diare, penderita kolera dan diare karena E. coli.
Melihat berbagai argumentasi di atas dapat disimpulkan bahwa diare
mempunyai dampak negative terhadap status gizi penderita.
f) Perubahan ekologik dalam lumen usus dan mekanisme ketahananisi
usus
Kejadian diare akut pada umumnya disertai dengan
kerusakan mukosa usus keadaan ini dapat diikuti dengan gangguan
pencernaan karena deplesi enzim. Akibat lebih lanjut adalah
timbulnya hidrolisis nutrien yang kurang tercerna sehingga dapat
menimbulkan peningkatan hasil metabolit yang berupa substansi
karbohidrat dan asam hidrolisatnya. Keadaan ini akan merubah
ekologi kimiawi isi lumen usus, yang dapat menimbulkan keadaan
bakteri tumbuh lampau, yang berarti merubah ekologi mikroba isi
usus. Bakteri tumbuh lampau akan memberi kemungkinan terjadinya
dekonjugasi garam empedu sehingga terjadi peningkatan asam
empedu yang dapat menimbulkan kerusakan mukosa usus lebih
lanjut. Keadaan tersebut dapat pula disertai dengan gangguan
23

mekanisme ketahanan lokal pada usus, baik yang disebabkan oleh


kerusakan mukosa usus maupun perubaban ekologi isi usus.

6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium yang dapat dilakukan pada diare adalah
sebagai berikut :
a. Lekosit Feses (Stool Leukocytes): Merupakan pemeriksaan awal
terhadap diare kronik. Lekosit dalan feses menunjukkan adanya
inflamasi intestinal. Kultur Bacteri dan pemeriksaan parasit
diindikasikan untuk menentukan adanya infeksi. Jika pasien dalam
keadaan immunocompromisedd, penting sekali kultur organisma yang
tidak biasa seperti Kriptokokus,Isospora dan M.Avium Intracellulare.
Pada pasien yang sudah mendapat antibiotik, toksin C difficle harus
diperiksa.
b. Volume Feses: Jika cairan diare tidak terdapat lekosit atau eritrosit,
infeksi enteric atau imfalasi sedikit kemungkinannya sebagai penyebab
diare. Feses 24 jam harus dikumpulkan untuk mengukur output harian.
Sekali diare harus dicatat (>250 ml/day), kemudian perlu juga
ditentukan apakah terjadi steatore atau diare tanpa malabsorbsi lemak.
c. Mengukur Berat dan Kuantitatif fecal fat pada feses 24 jam: Jika berat
feses >300/g24jam mengkonfirmasikan adanya diare. Berat lebih dari
1000-1500 gr mengesankan proses sektori. Jika fecal fat lebih dari
10g/24h menunjukkan proses malabsorbstif.
d. Lemak Feses : Sekresi lemak feses harian < 6g/hari. Untuk menetapkan
suatu steatore, lemak feses kualitatif dapat menolong yaitu >100 bercak
merak orange per ½ lapang pandang dari sample noda sudan adalah
positif. False negatif dapat terjadi jika pasien diet rendah lemak. Test
standard untuk mengumpulkan feses selama 72 jam biasanya dilakukan
pada tahap akhir. Eksresi yang banyak dari lemak dapat disebabkan
malabsorbsi mukosa intestinal sekunder atau insufisiensi pancreas.
e. Osmolalitas Feses : Dipeerlukan dalam evaluasi untuk menentukan
diare osmotic atau diare sekretori. Elekrolit feses Na,K dan Osmolalitas
24

harus diperiksa. Osmolalitas feses normal adalah –290 mosm. Osmotic


gap feses adalah 290 mosm dikurangi 2 kali konsentrasi elektrolit
faeces (Na&K) dimana nilai normalnya <50 mosm. Anion organic yang
tidak dapat diukur, metabolit karbohidrat primer (asetat,propionat dan
butirat) yang bernilai untuk anion gap, terjadi dari degradasi bakteri
terhadap karbohidrat di kolon kedalam asam lemak rantai pendek.
Selanjutnya bakteri fecal mendegradasi yang terkumpul dalam suatu
tempat. Jika feses bertahan beberapa jam sebelum osmolalitas diperiksa,
osmotic gap seperti tinggi. Diare dengan normal atau osmotic gap yang
rendah biasanya menunjukkan diare sekretori. Sebalinya osmotic gap
tinggi menunjukkan suatu diare osmotic.
f. Pemeriksaan parasit atau telur pada feses : Untuk menunjukkan adanya
Giardia E Histolitika pada pemeriksaan rutin. Cristosporidium dan
cyclospora yang dideteksi dengan modifikasi noda asam.
g. Pemeriksaan darah : Pada diare inflamasi ditemukan lekositosis, LED
yang meningkat dan hipoproteinemia. Albumin dan globulin rendah
akan mengesankansuatu protein losing enteropathy akibat inflamasi
intestinal. Skrining awal CBC,protrombin time, kalsium dan karotin
akan menunjukkan abnormalitas absorbsi. Fe,VitB12, asam folat dan
vitamin yang larut dalam lemak (ADK). Pemeriksaan darah tepi
menjadi penunjuk defak absorbsi lemak pada stadium luminal, apakah
pada mukosa, atau hasil dari obstruksi limfatik postmukosa. Protombin
time,karotin dan kolesterol mungkin turun tetapi Fe,folat dan albumin
mengkin sekali rendaah jika penyakit adalah mukosa primer dan normal
jika malabsorbsi akibat penyakit mukosa atau obstruksi limfatik.
h. Tes Laboratorium lainnya: Pada pasien yang diduga sekretori maka
dapat diperiksa seperti serum VIP (VIPoma), gastrin (Zollinger-Ellison
Syndrome), calcitonin (medullary thyroid carcinoma), cortisol
(Addison’s disease), anda urinary 5-HIAA (carcinoid syndrome).
i. Diare Factitia : Phenolptalein laxatives dapat dideteksi dengan
alkalinisasi feses dengan NaOH yang kan berubah warna menjadi
merah. Skrining laksatif feses terhadap penyebab lain dapat dilakukan
25

pemeriksaan analisa feses lainnya. Diantaranya Mg,SO4 dan PO4 dapat


mendeteksi katartik osmotic seperti MgSO4, mgcitrat Na2 SO4 dan
Na2 PO4.

7. Penatalaksanaan
Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita
adalah LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung
oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi
bukan satu-satunya cara untuk mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi
usus serta mempercepat penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah
anak kekurangan gizi akibat diare juga menjadi cara untuk mengobati
diare. Adapun program LINTAS Diare (Lima Langkah Tuntaskan Diare)
yaitu:
a. Berikan Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari
rumah tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila
tidak tersedia berikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur,
air matang. Oralit saat ini yang beredar di pasaran sudah oralit yang
baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat mengurangi rasa mual
dan muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare
untuk mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum
harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan
cairan melalui infus.
Derajat dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi :
1) Diare tanpa dehidrasi
Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau
lebih :
- Keadaan Umum : Baik
- Mata : Normal
- Rasa haus : Normal, minum biasa
- Turgor kulit : Kembali cepat
26

Dosis oralit bagi penderita diare tanpa dehidrasi sbb :


- Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak
mencret
- Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret
- Umur diatas 5 Tahun : 1 – 1½ gelas setiap kali anak mencret
2) Diare dehidrasi Ringan/Sedang
Diare dengan dehidrasi Ringan / Sedang, bila terdapat 2 tanda di
bawah ini atau lebih:
- Keadaan Umum : Gelisah, rewel
- Mata : Cekung
- Rasa haus : Haus, ingin minum banyak
- Turgor kulit : Kembali lambat
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan
selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa
dehidrasi.
3) Diare dehidrasi berat
Diare dehidrasi berat, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:
- Keadaan Umum : Lesu, lunglai, atau tidak sadar
- Mata : Cekung
- Rasa haus : Tidak bisa minum atau malas minum
- Turgor kulit : Kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik)
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke
Puskesmas untuk di infus.
Tabel 2.1
Dosis Pemberian Oralit Pada Penderita Diare

Umur Jumlah Oralit Yang Jumlah Oralit Yang Disediakan


Diberikan Tiap BAB Dirumah
< 12 Bulan 50 – 100 ml 400 ml/hari (2 Bungkus)
1 – 4 Tahun 100 – 200 ml 600-800 ml/hr (3-4 Bungkus)
> 5 Tahun 200 – 300 ml 800-1.000 ml/hr (4-5 Bungkus)
Dewasa 300 – 400 ml 1.200-2.800 ml/hr
27

Gambar 2.2
Cara Membuat dan Memberikan Oralit

b. Berikan obat Zinc


Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam
tubuh. Zinc dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide
Synthase), dimana ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan
mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam
epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan
fungsi selama kejadian diare.
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama
dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar,
mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare
pada 3 bulan berikutnya.(Black, 2003). Penelitian di Indonesia
menunjukkan bahwa Zinc mempunyai efek protektif terhadap diare
sebanyak 11 % dan menurut hasil pilot study menunjukkan bahwa Zinc
mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67 % (Hidayat 1998 dan
Soenarto 2007). Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi
Zinc segera saat anak mengalami diare.
Dosis pemberian Zinc pada balita:
- Umur < 6 bulan : ½ tablet ( 10 Mg ) per hari selama 10 hari
- Umur > 6 bulan : 1 tablet ( 20 mg) per hari selama 10 hari.
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti.
28

Cara pemberian tablet zinc:


Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah
larut berikan pada anak diare.
Gambar 2.1
Cara Pemebrian Zinc Pada Penederita Diare

c. Pemberian ASI / Makanan :


Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan
gizi pada penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta
mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum Asi
harus lebih sering di beri ASI. Anak yang minum susu formula juga
diberikan lebih sering dari biasanya. Anak uis 6 bulan atau lebih
termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan
makanan yang mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit dan
lebih sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra
diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan.
d. Pemberian Antibiotika hanya atas indikasi
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya
kejadian diare pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika
hanya bermanfaat pada penderita diare dengan darah (sebagian besar
karena shigellosis), suspek kolera.
Obat-obatan Anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak
yang menderita diare karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti
muntah tidak di anjurkan kecuali muntah berat. Obat-obatan ini tidak
mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak, bahkan
sebagian besar menimbulkan efek samping yang bebahaya dan bisa
29

berakibat fatal. Obat anti protozoa digunakan bila terbukti diare


disebabkan oleh parasit (amuba, giardia).
e. Pemberian Nasehat
Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus
diberi nasehat tentang :
1) Cara memberikan cairan dan obat di rumah
2) Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :
- Diare lebih sering
- Muntah berulang
- Sangat haus
- Makan/minum sedikit
- Timbul demam
- Tinja berdarah
- Tidak membaik dalam 3 hari.
Menurut Kapita Selekta Kedokteran (2000) dan SPM Kesehatan
Anak RSUD Wates (2001), Penatalaksanaan Medis diare yaitu:
1) Resusitasi cairan dan elektrolit
a) Rencana Pengobatan A, digunakan untuk :
- Mengatasi diare tanpa dehidrasi
- Meneruskan terapi diare di rumah
- Memberikan terapi awal bila anak diare lagi
b) Rencana Pengobatan B
Dehidrasi tidak berat (ringan-sedang); rehidrasi dengan oralit 75 ml /
kg BB dalam 3 jam pertama atau bila berat badan anak tidak
diketahui dan atau memudahkan dilapangan, berikan oralit sesuai
tabel :
Tabel 2.2
Jumlah Oralit Yang Diberikan 3 Jam Pertama

Umur < 1 tahun 1-5 tahun > 5tahun Dewasa

Jumlah oralit 300 ml 600 ml 1.200 ml 2.400


30

Setelah 3-4 jam, nilai kembali, kemudian pilih rencana A, B, atau C


untuk melanjutkan pengobatan :
- Bila tidak ada dehidrasi ganti ke rencana A
- Bila ada dehidrasi tak berat atau ringan/sedang, ulangi rencana B
tetapi tawarkan makanan, susu dan sari bu-ah seperti rencana A
- Bila dehidrasi berat, ganti dengan rencana C
c) Rencana Pengobatan C
Dehidrasi berat : rehidrasi parenteral / cairan intravena segera. Beri
100 ml/kg BB cairan RL, Asering atau garam normal (larutan yang
hanya mengandung glukosa tidak boleh diberikan).

Tabel 2.3
Rehidrasi Parenteral Rencana Pengobatan C Pada Diare

Umur 30 ml/kg BB 70 ml/kg BB

< 12 bulan 1 jam pertama 5 jam kemudian


> 1 tahun ½ jam pertama 21/2 jam kemudian

Rehidrasi parenteral :
- RL atau Asering untuk resusitasi / rehidrasi
- D1/4S atau KN1B untuk maintenan (umur < 3 bulan)
- D1/2S atau KN3A untuk maintenan (umur > 3 bulan)
- Ulangi bila nadi masih lemah atau tidak teraba
- Nilai kembali tiap 1-2 jam. Bila rehidrasi belum tercapai percepat
tetesan infuse
- Juga berikan oralit 5 ml/kg BB/jam bila penderita bisa minum.
Biasanya setelah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak)
- Setelah 3-6 jam (bayi) atau 3 jam (anak) nilai lagi, kemudian pilih
rencana A, B, C untuk melanjutkan pengobatan.
2) Obat-obat anti diare meliputi antimotilitas (loperamid, difenoksilat,
kodein, opium), adsorben (norit, kaolin, smekta).
31

3) Obat anti muntah : prometazin , domperidon, klorpromazin


4) Antibiotik hanya diberikan untuk disentri dan tersangka kolera :
Metronidazol 50 mg/kgBB/hari
5) Hiponatremia (Na > 155 mEq/L), dikoreksi dengan D1/2S. Penurunan
kadar Na tidak boleh lebih dari 10 mEq per hari karena bisa
menyebabkan edema otak
6) Hiponatremia (Na < 130 mEq/L), dikoreksi dengan RL atau NaCl
7) Hiperkalemia (K > 5 mEq/L), dikoreksi dengan kalsium glukonas
perlahan-lahan 5-10 menit sambil memantau detak jantung
8) Hipokalemia (K, 3,5 mEq/L), dikoreksi dengan KCl
32

8. Penyimpangan KDM
Skema 2.1
Penyimpangan Kebutuhan Dasar Manusia

Mikro Organisme

Membentuk Toksin Radang usus

Mengganggu absorbsi usus


Menimbulkan sekresi berlebihan dari air dan elektrolit

Kurang Pengetahuan Jumlah Berlebihan

Sanitasi kurang Keracunan M


A
K
Perilaku tak higienes Diare Basi A
N
Psikis A
Alergi
N
Kecemasan
Intoleransi protein,
lemak, laktosa
Defisit volume cairan Hospitalisasi Syok
Ketidakseimbangan
Takut Nutrisi Kurang Dari
Kebutuhan Tubuh
Suplay cairan /
darah (O2) kurang
Hipertermia

Paru Jantung Ginjal Otak

Hiperventilasi Penurunan ARF Hipoksia


cardiac out put

Pola napas tidak efektif Gagal jantung Gagal ginjal Kesadaran ↓

Intoleransi aktivitas
33

9. Diagnosa Keperawatan
a. Pola napas tidak efektif
b. Defisit volume cairan
c. Hipertermia
d. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
e. Intoleransi aktivitas
f. Takut
g. Kecemasan
h. Kurang pengetahuan

10. Intervensi Keperawatan


Tabel 2.4
Intervensi Keperawatan Pada Diare

Diagnosa Rencana keperawatan


Keperawatan / Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Masalah Kolaborasi Hasil
1. Pola Nafas tidak NOC: NIC:
efektif berhubungan
dengan : - Respiratory status 1. Posisikan pasien untuk
- Hiperventilasi : memaksimalkan ventilasi
- Penurunan Ventilation 2. Pasang mayo bila perlu
energi/kelelahan 3. Lakukan fisioterapi dada
- Respiratory status jika perlu
- Perusakan/pelemahan
: 4. Keluarkan sekret dengan
muskulo-skeletal
Airway patency batuk atau suction
- Kelelahan otot
pernafasan 5. Auskultasi suara nafas,
- Vital sign Status
- Hipoventilasi catat adanya suara
Setelah dilakukan
sindrom tambahan
tindakan keperawatan
- Nyeri 6. Berikan bronkodilator :
selama
- …………………..
- Kecemasan ………..pasien
- Disfungsi - …………………….
menunjukkan
Neuromuskuler 7. Berikan pelembab udara
keefektifan pola
- Obesitas Kassa basah NaCl Lembab
nafas, dibuktikan
- Injuri tulang 8. Atur intake untuk cairan
dengan kriteria hasil:
belakang mengoptimalkan
DS: - Mendemonstrasikan keseimbangan.
batuk efektif dan 9. Monitor respirasi dan
-Dyspnea suara nafas yang status O2
-Nafas pendek bersih, tidak ada 10. Bersihkan mulut, hidung
DO: sianosis dan dan secret Trakea
dyspneu (mampu 11. Pertahankan jalan nafas
- Penurunan tekanan
34

inspirasi / ekspirasi mengeluarkan yang paten


- Penurunan sputum, mampu 12. Observasi adanya tanda
pertukaran udara per bernafas dgn tanda hipoventilasi
menit mudah, tidakada 13. Monitor adanya
- Menggunakan otot pursed lips) kecemasan pasien
pernafasan tambahan - Menunjukkan jalan terhadap oksigenasi
- Orthopnea nafas yang paten 14. Monitor vital sign
- Pernafasan pursed-lip (klien tidak merasa 15. Informasikan pada pasien
- Tahap ekspirasitercekik, irama dan keluarga tentang
berlangsung sangat nafas, frekuensi tehnik relaksasi untuk
lama pernafasan dalam memperbaiki pola nafas.
- Penurunan kapasitas rentang normal, 16. Ajarkan bagaimana batuk
vital tidak ada suara efektif
- Respirasi: < 11 – 24 nafas abnormal) 17. Monitor pola nafas
x /mnt - Tanda Tanda vital
dalam rentang
normal (tekanan
darah, nadi,
pernafasan)
2. Defisit Volume NOC: NIC :
Cairan
Berhubungan - Fluid balance 1. Pertahankan catatan intake
dengan : - Hydration dan output yang akurat
- Kehilangan volume - Nutritional Status : 2. Monitor status hidrasi
cairan secara aktif Food and Fluid (kelembaban membran
- Kegagalan Intake mukosa, nadi adekuat,
mekanisme Setelah dilakukan tekanan darah ortostatik),
pengaturan tindakan keperawatan jika diperlukan
DS : selama….. defisit 3. Monitor hasil lab yang
- Haus
volume cairan teratasi sesuai dengan retensi
dengan kriteria hasil: cairan (BUN , Hmt ,
DO:
osmolalitas urin, albumin,
- Penurunan turgor - Mempertahankan total protein)
kulit / lidah urin output sesuai 4. Monitor vital sign setiap
- Membran mukosa / dengan usia dan 15 menit – 1 jam
kulit kering BB, BJ urine 5. Kolaborasi pemberian
- Peningkatan denyut normal, cairan IV
nadi, penurunan - Tekanan darah, 6. Monitor status nutrisi
tekanan darah, nadi, suhu tubuh 7. Berikan cairan oral
penurunan volume / dalam batas normal 8. Berikan penggantian
tekanan nadi - Tidak ada tanda nasogatrik sesuai output
- Pengisian vena tanda dehidrasi, (50 – 100cc/jam)
menurun Elastisitas turgor 9. Dorong keluarga untuk
- Perubahan status kulit baik, membran membantu pasien makan
mental mukosa lembab, 10. Kolaborasi dokter jika
- Konsentrasi urine tidak ada rasa haus tanda cairan berlebih
meningkat yang berlebihan muncul meburuk.
- Temperatur tubuh - Orientasi terhadap 11. Atur kemungkinan
35

meningkat waktu dan tempat tranfusi


- Kehilangan berat baik 12. Persiapan untuk tranfusi
badan secara tiba-tiba - Jumlah dan 13. Pasang kateter jika perlu
- Penurunan urine iramapernapasan 14. Monitor intake dan urin
output dalam batas normal output setiap 8 jam.
- HMT meningkat - Elektrolit, Hb, Hmt
- Kelemahan dalam batas normal
- pH urin dalam batas
normal
- Intake oral dan
intravena adekuat
3. Hipertermia NOC: NIC :
Berhubungan
dengan : - Thermoregulasi 1. Monitor suhu sesering
- Penyakit/ trauma Setelah dilakukan mungkin
- Peningkatan tindakan keperawatan 2. Monitor warna dan suhu
metabolisme selama………..pasien kulit
- Aktivitas yang 3. Monitor tekanan darah,
menunjukkan : nadi dan RR
berlebih
- Dehidrasi 4. Monitor penurunan tingkat
- Suhu tubuh dalam
DO/DS: kesadaran
batas normal
- Kenaikan suhu tubuh
5. Monitor WBC, Hb, dan
dengan kreiteria
diatas rentang normal Hct
hasil:
6. Monitor intake dan output
- Serangan atau 1. Suhu 36 –
konvulsi (kejang) 7. Berikan anti piretik:
37C
- Kelola Antibiotik :
- Kulit kemerahan - Nadi dan RR dalam
- Pertambahan RR
…………
rentang normal
- Takikardi
8. Selimuti pasien
- Tidak ada
- Kulit teraba panas /
9. Berikan cairan intravena
perubahan warna
hangat 10. Kompres pasien pada lipat
kulit dan tidak ada
paha dan aksila
pusing,
11. Tingkatkan sirkulasi udara
12. Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi
13. Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
14. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
15. Monitor hidrasi seperti
turgor kulit, kelembaban
membran mukosa)
4. Ketidakseimbangan NOC: NIC :
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh a. Nutritional status: 1. Kaji adanya alergi
Berhubungan Adequacy of makanan
dengan : nutrient 2. Kolaborasi dengan ahli
Ketidakmampuan b. Nutritional Status : gizi untuk menentukan
untuk memasukkan food and Fluid jumlah kalori dan nutrisi
36

atau mencerna Intake yang dibutuhkan pasien


nutrisi oleh karena c. Weight Control 3. Yakinkan diet yang
faktor biologis, Setelah dilakukan dimakan mengandung
psikologis atau tindakan keperawatan tinggi serat untuk
ekonomi. selama….nutrisi mencegah konstipasi
DS: kurang dapat teratasi 4. Ajarkan pasien bagaimana
dengan indikator: membuat catatan makanan
- Nyeri abdomen harian.
- Muntah - Albumin serum 5. Monitor adanya
- Kejang perut - Pre albumin serum penurunan BB dan gula
- Rasa penuh tiba-tiba - Hematokrit darah
setelah makan - Hemoglobin 6. Monitor lingkungan
DO: - Total iron binding selama makan
capacity 7. Jadwalkan pengobatan dan
- Diare - Jumlah limfosit tindakan tidak selama jam
- Rontok rambut yang
makan
berlebih
8. Monitor turgor kulit
- Kurang nafsu makan
9. Monitor kekeringan,
- Bising usus berlebih
rambut kusam, total
- Konjungtiva pucat
protein, Hb dan kadar Ht
- Denyut nadi lemah
10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
12. Monitor intake nuntrisi
13. Informasikan pada klien
dan keluarga tentang
manfaat nutrisi
14. Kolaborasi dengan dokter
tentang kebutuhan
suplemen makanan seperti
NGT / TPN sehingga
intake cairan yang adekuat
dapat dipertahankan.
15. Atur posisi semi fowler
atau fowler tinggi selama
makan
16. Kelola pemberan anti
emetik:.....
17. Anjurkan banyak minum
18. Pertahankan terapi IV line
19. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas
oval
37

5. Intoleransi aktivitas NOC : NIC :


Berhubungan
dengan : - Self Care : ADLs 1. Observasi adanya
- Tirah Baring atau - Toleransi aktivitas pembatasan klien dalam
imobilisasi - Konservasi energi melakukan aktivitas
- Kelemahan Setelah dilakukan 2. Kaji adanya faktor yang
menyeluruh tindakan keperawatan menyebabkan kelelahan
- Ketidakseimbangan selama …. Pasien 3. Monitor nutrisi dan
antara suplai oksigen bertoleransi terhadap sumber energi yang
dengan kebutuhan aktivitas dengan adekuat
- Gaya hidup yang Kriteria Hasil : 4. Monitor pasien akan
dipertahankan. adanya kelelahan fisik dan
- Berpartisipasi emosi secara berlebihan
DS:
dalam aktivitas fisik 5. Monitor respon
- Melaporkan secara tanpa disertai
verbal adanya kardivaskuler terhadap
- Peningkatan aktivitas (takikardi,
kelelahan atau tekanan darah, nadi
kelemahan. disritmia, sesak nafas,
dan RR diaporesis, pucat,
- Adanya dyspneu atau - Mampu melakukan
ketidaknyamanan perubahan hemodinamik)
aktivitas sehari hari 6. Monitor pola tidur dan
saat beraktivitas. (ADLs) lamanya tidur / istirahat
DO : secaramandiri pasien
- Respon abnormal - Keseimbangan 7. Kolaborasikan dengan
dari tekanan darah aktivitas dan Tenaga Rehabilitasi
atau nadi terhadap istirahat. Medik dalam
aktifitas merencanakan progran
- Perubahan ECG :
terapi yang tepat.
aritmia, iskemia 8. Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan
9. Bantu untuk memilih
aktivitas konsisten yang
sesuai dengan kemampuan
fisik, psikologi dan sosial
10. Bantu untuk
mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas
yang diinginkan
11. Bantu untuk mendpatkan
alat bantuan aktivitas
seperti kursi roda, krek
12. Bantu untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang disukai
13. Bantu klien untuk
membuat jadwal latihan
diwaktu luang
38

14. Bantu pasien/keluarga


untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
15. Sediakan penguatan
positif bagi yang aktif
beraktivitas
16. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
17. Monitor respon fisik,
emosi, sosial dan spiritual
6. Takut NOC : NIC:
berhubungan
dengan efek - Anxiety control -Coping Enhancement
terhadap gaya Fear control 1. Jelaskan pada pasien
hidup, kebutuhan Setelah dilakukan tentang proses penyakit
injeksi secara tindakan keperawatan 2. Jelaskan semua tes dan
mandiri, selama......takut klien pengobatan pada pasien
komplikasi DM, dan keluarga
teratasi dengan 3. Sediakan reninforcement
ditandai dengan
kriteria hasil : positif ketika pasien
DS :
- Peningkatan
melakukan perilaku untuk
- Memiliki informasi
ketegangan,panik, mengurangi takut
untuk mengurangi
penurunan 4. Sediakan perawatan yang
takut
kepercayaan diri, berkesinambungan
- Menggunakan
cemas 5. Kurangi stimulasi
tehnik relaksasi
lingkungan yang dapat
DO : - Mempertahankan
menyebabkan
- Penurunan hubungan sosial dan
misinterprestasi
produktivitas, fungsi peran
6. Dorong mengungkapkan
kemampuan belajar, - Mengontrol respon
secara verbal perasaan,
kemampuan takut
persepsi dan rasa takutnya
menyelesaikan 7. Perkenalkan dengan orang
masalah, yang mengalami penyakit
mengidentifikasi yang sama
obyek ketakutan, 8. Dorong klien untuk
peningkatan mempraktekan tehnik
kewaspadaan, relaksasi
anoreksia, mulut
kering, diare, mual,
pucat, muntah,
perubahan tanda-
tanda vital
7. Kecemasan NOC : NIC :
berhubungan
dengan Faktor -Kontrol kecemasan Anxiety Reduction
keturunan, Krisis -Koping (penurunan
Setelah dilakukan
39

situasional, Stress, asuhan selama kecemasan)


perubahan status …………… pada
kesehatan, klien, kecemasan 1. Gunakan pendekatan
ancaman teratasi dgn kriteria yangb menenangkan
kematian, hasil: 2. Nyatakan dengan jelas
perubahan konsep harapan terhadap pelaku
diri, kurang - Klien mampu pasien
pengetahuan dan mengidentifikasi 3. Jelaskan semua prosedur
hospitalisasi. dan dan apa yang dirasakan
DO/DS: mengungkapkan selama prosedur
- Insomnia
gejala cemas 4. Temani pasien untuk
- Kontak mata kurang
- Mengidentifikasi, memberikan keamanan
- Kurang istirahat
mengungkapkan dan mengurangi takut
- Berfokus pada diri
dan menunjukkan 5. Berikan informasi faktual
sendiri tehnik untuk mengenai diagnosis,
- Iritabilitas
mengontol cemas tindakan prognosis
- Takut
- Vital sign dalam 6. Libatkan keluarga untuk
- Nyeri perut
batas normal mendampingi klien
- Penurunan TD dan
- Postur tubuh, 7. Instruksikan pada pasien
denyut nadi ekspresi wajah, untuk menggunakan
- Diare, mual, bahasa tubuh dan tehnik relaksasi
kelelahan tingkat aktivitas 8. Dengarkan dengan penuh
- Gangguan tidur
menunjukkan perhatian
- Gemetar
berkurangnya 9. Identifikasi tingkat
- Anoreksia, mulut kecemasan. kecemasan
kering 10. Bantu pasien mengenal
- Peningkatan TD, situasi yang menimbulkan
denyut nadi, RR kecemasan
- Kesulitan bernafas
11. Dorong pasien untuk
- Bingung
mengungkapkan perasaan,
- Bloking dalam ketakutan, persepsi
pembicaraan 12. Kelola pemberian obat
- Sulit berkonsentrasi
anti cemas:........
8. Kurang NOC: NIC :
Pengetahuan
Berhubungan - Kowlwdge : disease 1. Kaji tingkat pengetahuan
dengan : process pasien dan keluarga
keterbatasan - Kowledge : health 2. Jelaskan patofisiologi dari
kognitif, Behavior penyakit dan bagaimana
interpretasi Setelah dilakukan hal ini berhubungan
terhadap informasi tindakan keperawatan dengan anatomi dan
yang salah, selama …. pasien fisiologi, dengan cara
kurangnya menunjukkan yang tepat.
keinginan untuk pengetahuan tentang 3. Gambarkan tanda dan
mencari informasi, gejala yang biasa muncul
proses penyakit pada penyakit, dengan
tidak mengetahui
dengan kriteria hasil: cara yang tepat
sumber-sumber
4. Gambarkan proses
40

informasi. - Pasien dan keluarga penyakit, dengan cara


DS: menyatakan yang tepat
- Menyatakan secara pemahaman tentang 5. Identifikasi kemungkinan
verbal adanya penyakit, kondisi, penyebab, dengan cara
masalah prognosis dan yang tepat
DO: program 6. Sediakan informasi pada
- Ketidakakuratan pengobatan pasien tentang kondisi,
mengikuti instruksi, - Pasien dan keluarga dengan cara yang tepat
perilaku tidak sesuai mampu 7. Sediakan bagi keluarga
melaksanakan informasi tentang
prosedur yang kemajuan pasien dengan
dijelaskan secara cara yang tepat
benar 8. Diskusikan pilihan terapi
- Pasien dan keluarga atau penanganan
mampu 9. Dukung pasien untuk
menjelaskan mengeksplorasi atau
kembali apa yang mendapatkan second
dijelaskan perawat / opinion dengan cara yang
tim kesehatan tepat atau diindikasikan
lainnya. 10. Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat
41

B. Asuhan Keperawatan Kasus Pasien An. P Di Jln. Islamic Centre Kel.


Takkalala Kec. Wara Selatan Kota Palopo
1. Pengkajian
Identitas Pasien
Nama : Bayi. P
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 6 bulan
Agama : Islam
Suku : Bugis
Alamat : Jln. Islamic Centre Kel. Takkalala Kec. Wara
Selatan Kota Palopo
Tanggal Pengkajian : 23 Mei 2016
Diagnosa Medis : Diare Dehidrasi

2. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 s / d 4 × / hari dengan konsitensi cairan lebih banyak dari
ampas.

3. Riwayat Kesehatan Sekarang


a. Provocatif / Palliative
1) Apa penyebabnya:
Bayi mengalami diare karena diberi susu formula dan ketidakbersihan
pembuatan botol susu.
2) Hal-hal yang memperbaiki keadaan:
Ibunya menghentikan pemberian susu formula kepada bayinya.
b. Quantity / Quality
1) Bagaimana dirasakan: Bayi rewel terus
2) Bagaimana dilihat: Bayi selalu menangis, mukosa bibir kering, badan
semakin kurus, kulit kering, kembali lambat, ada rasa haus.
c. Region
1) Dimana lokasinya: Hanya daerah abdomen.
2) Apakah menyebar: Tidak menyebar
42

d. Severity
Bayi terlihat lemah
e. Time
Hal ini dialami bayi sejak 3 hari yang lalu
4. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
a. Penyakit yang pernah dialami :
Bayi pertama kali mengalami penyakit demam setelah mendapat imunisasi
DPT.
b. Pengobatan / tindakan yang dilakukan
Pengobatan yang dilakukan oleh keluarga tidak ada hanya memberikan ASI.
c. Pernah dirawat / dioperasi
Bayi tersebut tidak pernah dirawat dan tidak pernah mengalami operasi.
d. Lama dirawat
Tidak pernah di rawat di rumah sakit.
e. Alergi
Bayi tidak ada mengalami alergi karena obat maupun makanan.
f. Imunisasi
Bayi sudah mendapatkan imunisasi HB0 dan DPT.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
a. Orang tua
Orang tua sibayi tidak ada mengalami penyakit.
b. Saudara kandung
Pasien ini adalah anak keduadari dua bersaudara.
c. Penyakit keturunan
Tidak ada penyakit keturunan dalam keluarga.
d. Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
Anggota kelurga pasien tidak ada yang mengalami gangguan jiwa.
e. Anggota keluarga yang meninggal
Anggota keluarga pasien belum ada yang meninggal
f. Penyebab meninggal
Tidak ada yang meninggal dunia dari riwayat kesehatan keluarga.
43

g. Genogram

50 47 50
55 47
52

30 28 25 30 24
7 80
32 28

4 6BL

Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Klien
: Garis Perkawinan
: Garis Keturunan
: Tinggal Serumah
G1 : Kakek dan nenek klien dari ayah dan ibu masih hidup dan dalam
keadaan sehat serta tidak mengalami penyakit keturunan.
G2 : Ayah klien adalah anak pertama dari 4 bersaudara dan ibu klien
anak ke-2 dari 3 bersaudara, semua saudara ayah dan ibu klien
dalam keadaan sehat dan tidak ada yang menderita penyakit
keturunan.
G3 : Klien, merapakan anak kedua dari 2 bersaudara. Kakak klien
dalam keadaan sehat dan tidak menderita penyakit yang sama
dengan klien.

6. Riwayat Keadaan Psikososial


a. Persepsi pasien tentang penyakit
Persepsi orangtua tentang penyakit saat ini adalah untuk tidak memberikan
susu formula dan selalu memberikan ASI kepada bayinya.
44

b. Keadaan emosi
Klien hanya bisa menangis dan gelisah saat sedang BAB dan BAK.
c. Hubungan sosial
1) Orang yang berarti: anak
2) Hubungan dengan keluarga: klien sebagai anak dikeluarga
3) Hubungan dengan orang lain: hubungan dengan orang lain sebagai
tetangga di lingkungan.
4) Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain: tidak ada hambatan
hanya saja klien masih bayi dan belum bisa bersosialisasi kepada teman
di lingkungannya dan belum bisa mengikuti aktivitas dan kegiatan
dilingkungannya.
d. Spiritual Nilai dan keyakinan: klien mengikutin dan menaati nilai sesuai
keyakinan dan peraturan yang ada ditengah-tengah keluarga klien. Dan itu
masih di lakukan oleh kedua orang tuanya karena klien masih bayi belum
bisa melakukan peraturan yang ada di keyakinannya. Kegiatan ibadah: klien
belum bisa mengikuti kegiatan ibadah dan kumpulan di lingkungannya
karna klien masih bayi.

7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Bayi terlihat lemas, gelisah, rewel dan badan semakin menurun.
b. Tanda-tanda vital
1) Suhu tubuh : 38 ºC
2) Pernafasan : 25× / menit
3) Nadi : 100× / menit
4) TB : 65 cm
5) BB : 6 kg
c. Pemeriksaan Head to toe
1) Kepala dan rambut
a) Bentuk : bentuk oval tidak ada massa atau benjolan
b) Ubun-ubun : ubun-ubun belum menutup
c) Kulit kepala : kulit kepala bayi bersih
45

2) Rambut
a) Penyebaran dan keadaan rambut: rambut bayi sedikit dan hitam,
rambut lurus
b) Bau : tidak ada bau dari rambut
3) Wajah
a) Warna kulit : warna kulit sawo matang.
b) Struktur wajah : struktur wajah oval.
4) Mata
a) Kelengkapan dan kesimetrisan: mata lengkap dan simetris tidak ada
gangguan atau sakit pada mata.
b) Mata: cekung
5) Hidung
a) Tulang hidung dan posisi septum nasi: lengkap dan simetris
b) Lubang hidung: simetris dan bersih tidak ada sinusitis
c) Cuping hidung: tidak ada pernafasan cuping hidung
6) Telinga
a) Bentuk telinga: bentuk telinga pasien normal, simetris antara telinga
kanan dan kiri
b) Ukuran telinga: ukuran telinga kanan dan kiri sama besar
c) Lubang telinga: kedua lubang telinga pasien bersih
d) Ketajaman pendengaran: bayi belum tau apa-apa tentang yang
dilakukan.
7) Mulut dan faring
a) Keadaan bibir : mukosa bibir kering
b) Keadaan gusi dan gigi : gusi bersih
c) Keadaan lidah : bersih dan tidak ada putih-putih karenah ASI
8) Leher
a) Posisi trachea: posisi trakea pasien berada di tengah
b) Suara: bayi hanya bisa menangis
c) Denyut nadi karotis : dapat teraba dengan jelas
d) Kelenjar limfe: tidak ada pembengkakan kelenjar limfe
e) Tyroid: tidak ditemukan adanya pembengkakan thyroid
46

9) Pemeriksaan integumen
a) Kebersihan : bayi bersih.
b) Kehangatan : urin bayi hangat
c) Turgor : bersih, bila dicubit kulit kembalinya lambat > 2 detik
10) Pemeriksaan paru
a) Palpasi getaran suaran: tidak ada suara tambahan
b) Perkusi : bunyi nafas bronchial sama secara bilateral
11) Pemeriksaan abdomen
a) Inspeksi (bentuk, benjolan): tidak ada benjolan atau massa pada
abdomen
b) Auskultasi: tympany
c) Palpasi(tanda nyeri tekan, benjolan, ascites, hepar, lien): tidak ada
nyeri
d) Perkusi (suara abdomen) : sonor
12) Pemeriksaan kelamin dan daerah sekitarnya
a) genitalia (rambut pubis, lubang uretra): lubang uretra pada puncak
glen penis.
b) anus dan perineum (lubang anus, kelainan pada anus, perineum):
lubang anus paten, perineum bersih
c) testis: testis dapat diraba di dalam setiap skrotum
d) skrotum: skrotum lengkap ada dua, edema, pendulus dan tertutup
dengan rugae.
e) Pigmentasi: lebih gelap pada kulit kelompok etnik
8. Pola Kebiasaan Sehari-Hari
a. Pola makan dan minum
1) Frekuensi makanan / hari: minum ASI 8× / hari
2) Nafsu / selera makan: minum ASI dan ditambah susu Formula
3) Mual dan muntah: muntah bila bayi banyak bergerak setelah minum ASI
4) Waktu pemberian makan: setiap hari minimal 8× / hari atau lebih
5) Jumlah dan jenis makan : 100 ml ASI
b. Perawatan diri / personal hygiene
1) Kebersihan tubuh: bayi bersih.
47

2) Kebersihan gigi dan mulut: mulut bersih, tidak bau belum mempunyai
gigi
c. Pola kegiatan / aktifitas
Pasien tidak mempunyai kegiatan atau aktifitas karna pasien masih bayi
berumur 5 bulan.
9. Tabulasi Data
a. Ibu klien mengatakan anaknya BAB lebih dari 3 s/d 4 ×/hari dengan
konsitensi cairan lebih banyak dari ampas.
b. Ibu klien mengatakan bayinya gelisah dan rewel terus
c. Bayi nampak selalu menangis.
d. Mukosa bibir kering
e. Ibu klien mengatakan badan anaknya semakin kurus
f. Kulit kering dan turgur kembali lambat
g. Bayi nampak ada rasa haus.
h. Warna urine kekuningan
i. Bayi terlihat lemas, gelisah dan rewel.
j. Ibu klien mengatakan memberi minum ASI 100ml ditambah susu formula
100ml
k. Intake : 150 ml
l. Output : 200 ml
m. Tanda-tanda vital :
Suhu tubuh : 38 ºC
Pernafasan : 25× / menit
Nadi : 100× / menit
TB : 65 cm
BB : 6 kg
10. Klasifikasi Data
a. Data Subyektif :
- Ibu klien mengatakan anaknya BAB lebih dari 3 s/d 4×/hari dengan
konsitensi cairan lebih banyak dari ampas.
- Ibu klien mengatakan bayinya gelisah dan rewel terus.
48

- Ibu klien mengatakan memberi minum ASI 100ml ditambah susu


formula 100 ml.
b. Data Obyektif :
- Bayi nampak selalu menangis.
- Mukosa bibir kering
- Ibu klien mengatakan badan anaknya semakin kurus
- Kulit kering dan turgur kembali lambat (kembali dalam 2 detik)
- Bayi nampak ada rasa haus.
- Warna urine kekuningan
- Bayi terlihat lemas, gelisah dan rewel.
- Intake : 150 ml
- Output : 200 ml
- Tanda-tanda vital :
Suhu tubuh : 38 ºC
Pernafasan : 25× / menit
Nadi : 100× / menit
TB : 65 cm
BB : 6 kg

11. Analisa Data


Tabel 2.5
Analisa Data

No Data Etiologi Problem


1. Data Subjektif: Pengeluaran cairan Defisit
- Ibu klien mengatakan anaknya berlebih volume
BAB lebih dari 3 s/d 4×/hari cairan
dengan konsitensi cairan lebih Haus
banyak dari ampas.
- Ibu klien mengatakan bayinya Dehidrasi Ringan
gelisah dan rewel terus.
Data Objektif: Muntah
- Bayi nampak selalu menangis.
49

- Mukosa bibir kering Kekurangan


- Kulit kering dan turgur kembali volume cairan
lambat (kembali dalam 2 detik)
- Bayi nampak ada rasa haus.
- Warna urine kekuningan
- Intake : 150 ml
- Output : 200 ml
- Tanda-tanda vital :
S : 38 ºC
P : 25×/ menit
N : 100×/ menit
TB : 65 cm
BB : 6 kg
2. Data Subyektif : Bayi. P 3 hari yang Nutrisi
- Ibu klien mengatakan anaknya lalu sudah Kurang dari
BAB lebih dari 3 s/d 4×/hari mengalami diare Kebutuhan
dengan konsitensi cairan lebih
banyak dari ampas. Ada rasa haus
- Ibu klien mengatakan memberi
minum ASI 100 ml ditambah Intake tidak
susu formula 100ml adekuat
- Ibu klien mengatakan badan
anaknya semakin kurus Nutrisi kurang dari
Data Obyektif : kebutuhan tubuh
- Bayi nampak selalu menangis.
- Bayi terlihat lemas, gelisah dan
rewel.
- Intake : 150 ml
- Output : 200 ml
- Tanda-tanda vital :
S : 38 ºC
P : 25× / menit
50

Nadi : 100× / menit


TB : 65 cm
BB : 6 kg

12. Diagnosa Keperawatan


a. Defisit volume cairan berhubungan dengan pengeluaran cairan berlebihan.
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak
adekuat.

13. Intervensi Keperawatan


Tabel 2.6
Intervensi Keperawatan

No Intervesi Keperawatan
Dx
1 NOC NIC
- Fluid balance 1. Pertahankan catatan intake dan
- Hydration output yang akurat
- Nutritional Status : Food and 2. Monitor status hidrasi
Fluid Intake (kelembaban membran
Setelah dilakukan tindakan mukosa, nadi adekuat,
keperawatan selama 3 hari tekanann darah ortostatik), jika
defisit volume cairan teratasi diperlukan
dengan kriteria hasil: 3. Monitor vital sign setiap 15
- Mempertahankan urin output menit – 1 jam
sesuai dengan usia dan BB, BJ 4. Kolaborasi pemberian cairan
urine normal, IV
- Tekanann darah, nadi, suhu 5. Berikan cairan oral
tubuh dalam batas normal 6. Dorong keluarga untuk
- Tidak ada tanda tanda membantu pasien makan
dehidrasi, Elastisitas turgor
kulit baik, membran mukosa
lembab, tidak ada rasa haus
51

yang berlebihan
- Orientasi terhadap waktu dan
tempat baik
- Jumlah dan iramapernapasan
dalam batas normal
- Elektrolit, Hb, Hmt dalam
batas normal
- pH urin dalam batas normal
- Intake oral dan intravena
adekuat
2 NOC NIC
d. Nutritional status: Adequacy 1. Kaji adanya alergi makanan
of nutrient 2. Kolaborasi dengan ahli gizi
e. Nutritional Status : food and untuk menentukan jumlah
Fluid Intake kalori dan nutrisi yang
f. Weight Control dibutuhkan pasien
Setelah dilakukan tindakan 3. Monitor adanya penurunan
keperawatan selama….nutrisi BB dan gula darah
kurang dapat teratasi dengan 4. Monitor lingkungan selama
indikator: makan
- Albumin serum 5. Jadwalkan pengobatan dan
- Pre albumin serum tindakan tidak selama jam
- Hematokrit makan
- Hemoglobin 6. Monitor turgor kulit
- Total iron binding capacity 7. Monitor mual dan muntah
- Jumlah limfosit 8. Monitor intake nuntrisi
9. Informasikan pada klien dan
keluarga tentang manfaat
nutrisi
10. Anjurkan banyak minum
11. Pertahankan terapi IV line
52

14. Implementasi Keperawatan


Upaya mencegah ketidakseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa
adalah penting. Apabila mungkin, saat terjadi ketidakseimbangan, perawat
melakukan upaya untuk menghilangkan atau menangani penyebab
ketidakseimbangan tersebut. Intervensi keperawatan lain, dilakukan dengan
tujuan mengoreksi ketidakseimbangan cairan dan elektroli.
Apabila volume cairan menurun, cairan dan elektrolit dapat digantikan
secara oral, melalui pemberian cairan intravena dan komponen darah atau
melalui pemberian NPT(nutrisi parenteral total), jika kekurangan cairan
disebabkan oleh malnutrisi. Untuk klien dengan kelebihan volume cairan,
perawat mengimplementasikan tindakan untuk mengurangi cairan, misalnya
dengan membatasi asupan cairan, mengurangi asupan natrium dan pemberian
obat diuretik.

Tabel 2.7
Implementasi dan Catatan Perkembangan Hari Pertama

No. Hari /
Waktu Tindakan Keperawatan Evaluasi
Dx Tanggal
1. Senin 23 08.00 1. Mempertahankan catatan 09.10
Mei 2016 intake dan output yang S:
akurat - Ibu klien
Hasil : mengatakan
- Input : 100 ml anaknya BAB
- Out put : 120 ml lebih dari 3 s/d
08.10 2. Memonitor status hidrasi 4×/hari dengan
Hasil : konsitensi cairan
- Turgur kulit jelek lebih banyak dari
- Mukosa bibir kering ampas.
08.20 3. Memonitor vital sign - Ibu klien
setiap 15 menit – 1 jam mengatakan
Hasil : bayinya gelisah
- S : 380C dan rewel terus.
53

- HR : 25 x / menit
- RR : 100 x / menit O:
08.30 4. Berkolaborasi pemberian - Bayi nampak
cairan IV selalu menangis.
Hasil : - Mukosa bibir
- IVFD Rl 10 tts / m kering
08.40 5. Memberikan cairan oral - Kulit kering dan
Hasil : turgur kembali
- Klien minum air putih 1 lambat (kembali
gelas (250 cc) dalam 2 detik)
08.50 6. Mendorong keluarga - Bayi nampak ada
untuk membantu pasien rasa haus.
makan - Warna urine
Hasil : kekuningan
- Kelurga memberikan - Intake : 150 ml
makanan tinggi serat - Output : 200 ml
dan protein kepada - Tanda-tanda vital
klien. S : 38 ºC
P : 25×/ menit
N :100×/ menit
TB : 50 cm
BB : 6 kg
A:
- Masalah belum
teratasi
P:
- Intervensi
1, 2, 3 dan 5
dilanjutkan.

2. Senin 23 09.30 1. Kaji adanya alergi 12. 00 wita


Mei 2016 makanan S:
54

Hasil : - Ibu klien


- Tidak ada alergi mengatakan
makanan. badan anaknya
09.40 2. Kolaborasi dengan ahli semakin kurus
gizi untuk menentukan O :
jumlah kalori dan - Bayi nampak
nutrisi yang dibutuhkan selalu menangis.
pasien. - Bayi terlihat
Hasil : lemas, gelisah
- Klien mendapat jatah dan rewel.
makan TKTP dan - Intake : 150 ml
serat tinggi - Output : 200 ml
09.50 3. Monitor adanya - Tanda-tanda vital
penurunan BB. S : 38 ºC
Hasil : P: 25× / menit
- Tidak terjadi Nadi :100×/menit
penurunan BB. TB : 65 cm
10.00 4. Monitor lingkungan BB : 6 kg
selama makan. A:
Hasil : - Masalah belum
- Lingkungan tenang teratasi
dan tidak bising. P:
10.40 5. Jadwalkan pengobatan - Intervensi 5, 6
dan tindakan tidak dan 8 dilanjutkan
selama jam makan.
Hasil :
- Selama pasien makan
tidak ada jadwal
tindakan perawatan
dan pengobatan.
11.00 6. Monitor turgor kulit
Hasil :
55

- Turgor kulit jelek


11.10 7. Monitor mual dan
muntah
Hasil :
- Klien tidak mual dan
tidak muntah.
11.20 8. Monitor intake nuntrisi
Hasil :
- Intake : 150 ml
11.30 9. Informasikan pada klien
dan keluarga tentang
manfaat nutrisi
Hasil :
- Keluarga mengerti
manfaat nutrisi
11.40 10. Anjurkan banyak
minum
Hasil :
Klien nampak banyak
minum.
11.50 11. Pertahankan terapi IV
line
Hasil :
IVFD RL 10 tts/m
56

Tabel 2.8
Implementasi dan Catatan Perkembangan Hari Kedua
No. Hari / Tindakan
Waktu Evaluasi
Dx Tanggal Keperawatan
1. Selasa 23 08.00 1. Mempertahankan 09.00
Mei 2016 catatan intake dan S:
output yang akurat - Ibu klien
Hasil : mengatakan
- Input : 100 ml anaknya BAB
- Out put : 120 ml 1x/hari dengan
08.10 2. Memonitor status konsitensi sudah
hidrasi ada ampas.
Hasil : - Ibu klien
- Turgur kulit jelek mengatakan
- Mukosa bibir bayinya tidak
kering gelisah dan tidak
08.20 3. Memonitor vital rewel lagi.
sign setiap 15 menit
– 1 jam O:
Hasil : - Bayi nampak
- S : 380C tenang dan tidak
- HR : 25 x / menit menangis.
- RR : 100 x / menit - Mukosa bibir
08.30 4. Memberikan cairan lembab.
oral - Kulit lembab dan
Hasil : turgur normal.
- Klien minum air - Intake : 250 ml
putih 1 gelas (250 - Output : 200 ml
cc) - Tanda-tanda vital
08.40 5. Mendorong keluarga S : 37 ºC
untuk membantu P : 25×/ menit
pasien makan N :100×/ menit
57

Hasil : TB : 50 cm
- Kelurga BB : 6 kg
memberikan
makanan tinggi A :
serat dan protein - Masalah teratasi
kepada klien. P:
- Intervensi
Dihentikan.
2. Senin 23 09.30 1. Jadwalkan 11. 00 wita
Mei 2016 pengobatan dan S :
tindakan tidak - Ibu mengatakan
selama jam makan. anaknya sudah
Hasil : mau isap ASI.
- Selama pasien O :
makan tidak ada - Bayi nampak
jadwal tindakan tenenag dan tidak
perawatan dan menangis.
pengobatan. - Intake : 250 ml
09.40 2. Monitor turgor kulit - Output : 200 ml
Hasil : - Tanda-tanda vital
- Turgor kulit jelek S : 37 ºC
10.00 3. Monitor intake P: 25× / menit
nuntrisi Nadi :100×/menit
Hasil : TB : 65 cm
- Intake : 150 ml BB : 6 kg
A:
- Masalah teratasi
P:
- Intervensi
dihentikan, pasien
rencana pulang

Anda mungkin juga menyukai