Anda di halaman 1dari 23

BAB 1

PENDAHULUAN

Vaginal Candidiasis atau kandidiasis vulvo vaginalis merupakan infeksi pada vagina
dikarenakan pertumbuhan yang tidak terkendali dari Candida sp. terutama Candida
albicans. Inveksi mukosa vulvovagina yang disebabkan oleh jamur genus candida,
khususnya Candida albicans presentasenya sebesar 85 – 90 % dan ragi ( Yeast ) lain dari
genus Candida, seperti Candida glabrata dan Candida tropicalis1,2. Infeksi Candida
pertama kali di dapatkan di dalam mulut sebagai thrust yang di laporkan oleh FRANCOIS
VALLEIX ( 1836 ). LANGERBACH (1839 ) menemukan jamur penyebab thrust,
kemudian BERHOUT ( 1923 ) memberi nama organism tersebut sebagai Kandida4.
Candida albicans merupakan flora normal pada beberapa area tubuh manusia serta
memiliki sifat opportunis sehingga apabila kondisi mendukung, akan dapat berubah
menjadi pathogen. Keadaan lingkungan yang tidak mendukung, gangguan metabolisme
dari host, atau maserasi jaringan dapat mengurangi kekebalan host sehingga Candida
albicans dapat menginvasi jaringan 3.
KVV banyak terjadi pada wanita usia reproduktif (15 – 44 tahun) sekitar 70 - 75%
wanita pernah terinfeksi KVV sekali dalam hidupnya, sekitar 50% wanita dewasa terkena
infeksi untuk yang kedua kalinya, dan dilaporkan sekitar 5 - 8% wanita terkena 4 atau
lebih episode atau infeksi berulang2.
Dari penelitian dilaporkan bahwa di RSUP Karyadi, Semarang periode Januari 1990-
Desember 1994, KVV menempati urutan kedua setelah vaginitis nonspesifik
(Prasetyowati, 2001). Vulvovaginitis oleh Candida atau KVV sering terjadi pada penderita
diabetes militus karena kadar gula darah dan urin yang tinggi, serta pada wanita hamil
karena penimbunan glikogen dalam epitel vagina3.
KVV adalah salah satu penyakit jamur yang bersifat akut atau subakut, disebabkan
oleh jamur genus Candida yang dapat mengenai mulut, vagina, kulit, kuku, bronki, atau
paru. Infeksi yang lebih gawat dapat menyerang jantung (endokarditis), darah (septisemia),
dan otak (meningitis). Penyakit ini dapat mengenai laki-laki dan perempuan, juga dapat
mengenai semua umur terutama orang tua dan bayi2,3,4.

1
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Kandidosis vulvovagila (KVV) adalah infeksi vagina dan atau vulva oleh genus
Candida, Khususnya Candida albicans. Antara 85 – 90 % ragi yang berhasil diisolasi
dari vagina adalah spesies Candida albicans Sedangkan penyebab yang lainya dari jenis
Candida glabrata dan Candida parapsilosis5.
Penyakit yang disebabkan oleh Candida disebut kandidiasis (candidiasis) atau
kandidosis (candidosis). Kandidiasis berasal dari candida dengan akhiran IASIS untuk
penyakit dalam bahasa latin. Sedangkan kandidosis dengan akhiran OSIS, dari bahasa
yunani, oleh karena merupakan penyakit yang disebabkan oleh jamur (mikosis).
Kandidiasis vagina adalah jamur pada dinding vagina yang disebabkan oleh genus
Candida albicans dan ragi (yeast) lain dari genus Candida. Kandidiasis vagina sering
disertai dengan kelainan vulva sehingga sering disebut kandidiasis vulvovaginal 3.

2.2 Epidemiologi
Penyakit ini terdapat di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur, baik laki –
laki maupun perempuan. jamur penyebabnya terdapat pada orang sehat sebagai saprofit.
Gambaran klinisnya bermacam – macam sehingga tidak diketahui dta – data
penyebaranya dengan tepat4.
KVV banyak terjadi pada wanita usia reproduktif (15 – 44 tahun) sekitar 70 - 75%
wanita pernah terinfeksi KVV sekali dalam hidupnya, sekitar 50% wanita dewasa
terkena infeksi untuk yang kedua kalinya, dan dilaporkan sekitar 5 - 8% wanita terkena 4
atau lebih episode atau infeksi berulang6.
Insidensi KVV di Indonesia tercatat, Hutapea H. melaporkan insiden kandidiasis
vagina di Poliklinik Obstetri dan Ginekologi RS. Dr. Pirngadi Medan sebanyak 14%
pada tahun 1979, Suprihatin pada tahun 1980 di Jakarta melaporkan insiden kandidiasis
vagina sebanyak 39,3%, Mahadi IDR (1982) melaporkan insiden kandidiasis vagina di
Poliklinik Penyakit Kulit dan Kelamin RS. Dr. Pirngadi Medan sebanyak 55%, serta
Barus IG melaporkan insiden kandidiasis vagina pada tahun 1997 di Poliklinik
Ginekologi, PKBRS dan PIH RS. Dr. Pirngadi Medan sebanyak 46%.(2003). Dari tahun
ke tahun angka kejadian KVV semakin meningkat3.

2
2.3 Etiologi
Candida sp. merupakan salah satu flora normal yang terdapat pada kulit, membran
mukosa, dan saluran pencernaan. Jamur ini telah berada pada permukaan mukosa
manusia pada waktu dan setelah kelahiran. Namun, faktor endogen sebagai salah satu
resiko terjadinya infeksi juga akan selalu ada. Bila infeksi itu terjadi, maka penyakit yang
ditimbulkannya disebut kandidiosis atau kandidiasis dengan penyebab paling banyak
adalah Candida albicans 3.
Candida albicans termasuk sel ragi uniseluler yang memperbanyak diri secara
bertunas dan merupakan spesies paling patogen dari genus Candida. Bahan untuk biakan
didapat dari kerokan kulit, krusta, pus, dan eksudat yang dilihat secara mikroskopis akan
tampak adanya sel ragi yang berbentuk lonjong atau bulat dengan ukuran 3-6 μm,
blatospora, yaitu sel ragi yang sedang bertunas, germ-tube dan pseudohifa, kadang-
kadang dapat ditemukan klamidosphora3. Jamur Candida umumnya mudah tumbuh
dalam suhu kamar (25°C- 30°C) dan suhu 37°C pada agar Sabouraud glukosa dengan atau
tanpa antibiotika untuk menekan pertumbuhan bakteri, biasanya digunakan
kloramfenikol. Dalam 24-48 jam terbentuk koloni bulat, basah, mengkilat seperti koloni
bakteri, berukuran sebesar kepala jarum pentul. Satu-dua hari kemudian, koloni lebih
besar, putih kekuningan. Pada sediaan langsung dari Candida albicans ditemukan
klamidospora. Mula-mula permukaan koloni halus, licin, lama kelamaan berkeriput dan
berbau ragi. Candida albicans membentuk germ-tube seperti kecambah bila
diinkubasikan 2 jam dengan serum pada suhu 37oC dan membentuk klamidospora bila
ditanam pada beberapa media khusus misalnya medium agar tepung jagung dan tween
803.
Jamur ini merupakan jamur yang mempunyai dua bentuk, di mana bentuknya
tergantung lingkungannya. Bentuk miselium atau bentuk hifa ditemukan pada penyakit,
karenanya bentuk ini dianggap patogen, sedangkan bentuk ragi atau bentuk klamidospora
merupakan bentuk istirahat yaitu sebagai saprofit 3.
Candida hidup sebagai saprofit, merupakan flora normal pada mulut, tenggorokan,
saluran pencernaan lainnya, vagina, pada lipatan kulit, dan di alam ditemukan pada tanah,
air, serangga, dan tumbuh-tumbuhan 3. Ditemukan lebih banyak pada daerah tropis
dengan kelembapan udara yang tinggi dan saat musim hujan. Dapat menyerang segala
umur, baik laki-laki maupun perempuan 2,3.
Infeksi jamur merupakan infeksi yang paling utama dari infeksi vagina. Hampir
85-90% jamur yang terdapat pada vagina adalah strain Candida albicans dan Toluropsis
3
glabrata. Di samping itu, kandidiasis vulvovaginal atau vaginitis kandida terjadi
umumnya di daerah tropis atau subtropis. Selain itu, komplikasi kandidiasis vagina
jarang terjadi. Chorioamnionitis pada saat hamil dan sindrom vestibulitis vulva pernah
dilaporkan3,4.
Candida merupakan flora normal yang berada pada epithelium vagina, yang
bersama dengan koloni lactobacilli menjaga derajat keasaman pH pada vagina tetap pada
range 3,8 – 4,4 2.Satu faktor yang sangat berperan dalam perkembangan Candida
sehingga menyebabkan infeksi (vaginal candidiasis) adalah pH. Ketika pH pada vagina
lebih alkaline, maka mikroba yang sebenarnya merupakan flora normal dapat tumbuh
dengan cepat dan menyebabkan suatu masalah. Terdapat faktor predisposisi baik
endogen maupun eksogen yang menyebabkan vaginal alkalinity sehingga munculnya
vaginal candidiasis. Faktor endogen berupa perubahan fisiologik kadar hormonal seperti
pada kehamilan, kegemukan, endokrinopati, dan penyakit kronik, usia dan imunologik.
Sedangkan faktor eksogen adalah iklm, penggunaan antibiotik, kontak dengan pasien,
dan personal hygiene7.
Angka kejadian infeksi tertinggi sekitar 75% adalah pada pasien yang
menggunakan vaginal douches dan kebersihan dirinya kurang, 71% pada penggunaan
antibiotik peroral, 71% pasien yang mempunyai riwayat diabetes mellitus, dan 63 %
pasien yang mempunyai riwayat vaginal discharge3.
2.4 Patofisiologi
Penyebab candidiosis vagina setidaknya ada dua komponen, yaitu kedatangan
fungi pada vagina dan perubahan kondisi biokimia dan imun vagina yang
memungkinkan fungi tumbuh pesat dan menimbulkan gejala. Sekitar 25 - 30% wanita
usia reproduktif memiliki jamur pada vaginanya. Candida tidak hanya melekat pada sel
epitel vagina, namun juga mengadakan penetrasi ke dalam mukosa. Enzim proteinase
aspartil membantu Candida pada tahap awal invasi jaringan untuk menembus lapisan
mukokutan yang berkeratin, sehingga terjadilah kandidiasis pada vagina3.
Faktor eksogen merupakan penyebab insidensi tertinggi dalam terjadinya vaginal
discharge, umumnya adalah kebersihan diri (personal hygiene) yang kurang baik dan
penggunaan vaginal douches sehingga menyebabkan perubahan keasaaman pada vagina.
Personal hygiene disini merupakan upaya menjaga kebersihan tubuh terutama menjaga
daerah kewanitaan (feminine hygiene) Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk
memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis,
kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan
4
perawatan kebersihan untuk dirinya. Melihat hal itu personal hygiene diartikan sebagai
hygiene perseorangan yang mencakup semua aktivitas yang bertujuan untuk mencapai
kebersihan tubuh, meliputi membasuh, mandi, merawat rambut, kuku, gigi, gusi dan
membersihkan daerah genital3,7.
Faktor-faktor predisposisi:
1) Kehamilan
Selama kehamilan, vagina menunjukan peningkatan kerentanan terhadap infeksi
Candida sp., sehingga prevalensi kolonisasi vagina dan vaginitis simtomatik
meningkat, khususnya pada trimester ketiga. Diduga estrogen meningkatkan
perlekatan Candida sp. pada epitel vagina dan secara langsung meningkatkan
virulensi ragi3.
2) Kontrasepsi Hormonal
Pemakaian kontrasepsi hormonal, menyebabkan terjadinya peningkatan hormon
pertumbuhan (growth hormone), di mana hormon ini menstimulasi glukosa yang
masuk ke dalam sel dengan cepat dipolimerisasi jadi glikogen sehingga endapan
glikogen dalam sel meningkat 8. Kontrasepsi hormonal terdiri atas derivat estrogen
dan atau progesteron. Estrogen dan progestin, kedua-duanya dapat mempengaruhi
metabolisme karbohidrat, tetapi tampaknya progestinlah yang mempunyai efek lebih
besar. Hal ini menyebabkan kadar glikogen meningkat di permukaan epitel vagina
dan mengakibatkan pH vagina berubah. Kadar glikogen yang meningkat ini menjadi
nutrisi untuk Candida sehingga dapat tumbuh subur dan berkembang menjadi jamur
pathogen maka terjadilah kandidiasis vagina3. Oleh karena tingginya kadar glikogen,
sehingga tidak semua glikogen dimetabolisme oleh Lactobacillus dan ada sebagian
glikogen disimpan di permukaan epitel vagina. Hal ini menyebabkan asam laktat yang
terbentuk tidak cukup untuk membuat suasana keasaman vagina menjadi normal8 .
Adanya peningkatan kadar estrogen ini menyebabkan epitel vagina menebal dan
permukaannya dilapisi oleh glikoprotein. Kadar glikogen yang tinggi di vagina inilah
yang merupakan sumber karbon yang baik untuk pertumbuhan Candida sehingga
jamur Candida dapat tumbuh subur dan berkembangbiak menjadi patogen 3 .
3) Diabetes Mellitus
Kadar glukosa yang meningkat dalam darah, jaringan, dan air kencing menyebabkan
vulvovaginitis. Timbulnya vulvovaginitis ini disebabkan vulva tersiram oleh air
kencing yang mengandung kadar gula tinggi. Hal ini menyebabkan vulva menjadi

5
tempat yang baik untuk pertumbuhan jamur Candida albicans, sehingga frekuensi
kolonisasi menjadi lebih tinggi 2,3.
4) Antibiotika
Timbulnya kandidiasis vulvovaginalis simtomatik sering terjadi selama pemakaian
antibiotika oral sistemik, khususnyadengan spektrum lebar, seperti: tetrasiklin,
ampisilin, dan sefalosporin. Antibiotika tersebut dapat mengeliminasi flora vagina
yang bersifat protektif seperti bakteri Lactobacillus. Berkurangnya bakteri dalam
vagina menyebabkan Candida dapat tumbuh dengan subur karena tidak ada lagi
persaingan dalam memperoleh makanan yang menunjang pertumbuhan jamur
tersebut2,3.
5) Obat Kortikosteroid dan Sitostatik
Obat-obat ini memudahkan invasi jamur karena obat-obat tersebut dapat menurunkan
daya tahan tubuh. Pada dasarnya jamur kandida sebagai flora normal yang berfungsi
sebagai pertahanan atau perlindungan tubuh. Namun sebaliknya pada pemakaian
kortikosteroid jangka panjang akan mengakibatkan pertumbuhan Candida yang tidak
terkendali 2,3.
6) Umur
Orang tua lebih mudah terkena infeksi karena status imunologiknya tidak sempurna
sehingga memudahkan invasi Candida albicans3.
7) Imunologik
Pada penyakit genetik seperti atopik dermatitis, infeksi Candida albicans mudah
terjadi3.
8) Menstruasi
Pengaruh siklus menstruasi pada perkembangan KVV sangat Kompleks Waliin dkk
menemukan hasil kultur C. albicans yang meningkat pada fase akhir siklus
menstruasi. Galaks melaporkan bahwa perlekatan antara kandida dengan sel epitel
vagina sebelum menstruasi mungkin berpengaruh terhadap peningkatan pH vagina
pada saat ini. Dari beberapa penelitian didapatkan bahwa selama haid, laktobasilus
menjadi kurang dominan dan pH vagina meningkat yang kemungkinan diakibatkan
karena darah haid2. Yang khas dari kandidiasis vagina adalah bahwa gejalanya
meningkat seminggu sebelum menstruasi dan sedikit menurun dengan mulainya haid,
oleh karena pada masa itu hormon estrogen meningkat. Hal itulah yang menyebabkan
lendir vagina pun meningkat jumlahnya. Di mana lendir terdiri dari epitel dan
leukosit. Leukosit penting untuk membunuh kuman namun bila kandungan leukosit
6
meningkat pada lendir tersebut dan warnanya berubah maka patut dicurigai sebagai
3
salah satu ciri kandidiasis vagina Lendir yang normal berupa lendir yang jernih,
tidak berbau dan tidak ada keluhan gatal pada vagina. Biasanya terjadi pada saat masa
subur atau sebelum menstruasi. Lendir juga semakin banyak di masa kehamilan
seiring dengan meningkatnya hormon estrogen. Lendir tersebut bermanfaat menjaga
kelembaban vagina dan elastisitas otot-otot sekitarnya. Hal ini bermanfaat untuk
mempersiapkan jaringan tersebut untuk menjalani partus. Pada dasarnya frekuensi
sekret vagina bervariasi berdasarkan umur, siklus menstruasi, dan penggunaan
kontrasepsi oral 3. Lingkungan normal vagina digambarkan oleh adanya hubungan
dinamis antara Lactobacillus acidophilus atau Doderlein lactobacillus dengan flora
endogen lain termasuk Candida albicans, estrogen, glikogen, pH vagina, dan produk
metabolisme flora dan organisme pathogen 3.Dalam hal ini species Lactobacillus
adalah anggota terbesar dari flora normal yang terdapat pada vagina. Segera setelah
lahir, laktobasil aerob (Doderlein lactobacillus) muncul dalam vagina dan menetap
bersamaan dengan kandida selama pH tetap asam dalam beberapa minggu. Jika pH
menjadi netral (tetap demikian sampai pubertas), terdapat flora campuran kokus dan
basil. Pada waktunya pubertas, Lactobacillus ditemukan kembali dalam jumlah yang
besar dan mempertahankan keasaman pH melalui pembentukan asam dari
3
karbohidrat, khususnya glikogen . Dalam hal ini, estrogen berperan dalam
menentukan kadar zat gula sebagai simpanan energi dalam (glikogen). Glikogen
merupakan nutrisi dari Lactobacillus yang akan dimetabolisme untuk
pertumbuhannya. Sisa dari metabolisme ini melalui suatu enzim, berupa berbagai
persenyawaan hidrat arang yang lebih rendah, akan diuraikan lebih lanjut menjadi
asetaldehid, asam piruvat, dan akhirnya asam laktat. Asam laktat ini yang menentukan
suasana asam di dalam vagina dengan potensial hidrogen (pH) di kisaran 3.8-4.2.
Keasaman vagina ini mencegah pertumbuhan berlebihan dari bakteri patogen dan
jamur 3.
9) Hubungan seksual
Hubungan seksual akan menyebabkan laktobasilus menjadi kurang dominan
dan pH vagina akan meningkat akibat disebabkan oleh semen. Laktobasilus yang
menghasilkan H2O2 merupakan bakteri flora normal yang terpenting karena dianggap
dapat meberikan ketahanan dan mencegah invasi atau berkembangnya kandida.
Disamping itu peningkatan prosentase koitus akan dapat menimbulkan trauma yang
menyebabkan pertumbuhan kandida spp meningkat2.
7
10) Lainnya
Pakaian yang ketat rapat dengan celana dalam nilon dapat meningkatkan
insiden dan suhu daerah perineal sehingga insiden kandidiasis vulvovaginalis
meningkat. Selain itu juga oleh karena arah mencebok yang salah dimana seharusnya
dari depan ke belakang dan bukan sebaliknya, dan sering memakai tissue saat
mencebok3.
Cairan bilas vagina mungkin akan mengubahlingkungan atau ekosistem
vagina sehingga memudahkan transformasi kolonisasi yang asimtomatik menjadi
simtomatik vaginitis2 .Penelitian pada wanita Afrika memperlihatkan peningkatan
prevlensi jamur di vagina pada pemakaian produk pencucian yang mengandung
antiseptik2 .Penggunaan tampon atau pembalut wanita pada studi tentang efek
pemakaian tampon dan pembalut wanita selama tiga siklus haid, didapatkan
peningkatan kolonisasi stafilokokus dan penurunan kolonisasi laktobasilus. Hal ini
dapat mengubah ekosistem vagina sehingga memudahkan transformasi kolonisasi
kandida yang asimtomatik menjadi simtomatik2.

2.5 Imunitas Terhadap Jamur


Mayoritas jamur hidup bebas, tetapi sebagian kecil dapat menginfeksi hewan
yang lebih besar, berkoloni pada kulit atau masuk melalui paru dalam bentuk spora ( sisi
kiri tengah ). Infeksi jamur biasanya hanya berupa gangguan superficial ( misalnya
ringworm, sisi atas ), tetapi sebagian kecil jamur dapat menimbulkan penyakit sistemik
serius, khususnya jika terpapar secara terus menerus ( misalnya petani ) atau jika
terdapat gangguan sistem imun tertentu ( missal AIDS ) akibat yang timbul tergantung
pada derajat dan jenis respons imun, dan dapat berkisar dari episode gejala seluran napas
yang tidak disadari sampai penyebaran cepat yang fatal atau reaksi hipersensitivitas
berat8.

8
Ganbar 2.1 Imunitas terhadap jamur
( Sumber : di ambil dari kepustakaan No.8 )

Pada umumnya, mekanisme pertahanan hidup jamur yang berhasil menyerupai


mekanisme pada bakteri : kapsul antifagosit ( misalnya cryptococus ), resistensi terhadap
pencernaan oleh makrofag ( misalnya Histoplasma spp ), dan penghancuran polimorf (
misalnya Coccidioides spp ). Beberapa khamir ( yeast ) mengaktivasi complement
melalui jalur alternative, tetapi tidak diketahui apakah hal ini memberi dampak bagi
ketahanan hidup8.
Mungkin jamur yang paling menarik dari sisi pandang imunologis adalah candida
albicans ( sisi kiri atas ), penghuni umum kulit dan membrane mukosa yang tidak
berbahaya, yang segera mengambil keuntungan jika ada penurunan daya tahan penjamu.
Tampak jelas jika polimorf (PMN) atau sel T mengalami defek, tetapi juga timbul pada
pasien dengan gizi kurang, imunosupresi, defisiensi besi, alkoholik, diabetes, lansia atau
hanya tidak fit. Organisme yang hidup subur hanya jika terdapat imunodefisiensi disebut
“oportunis” dan tidak hanya jamur tetapi juga berbagai virus ( misalnya CMV ) bakteri
misalnya pseudomonas spp. protozoa misalnya Toxoplasma spp dan cacing misalnya
strongiloides spp. dan kehadiran organism tersebut menjadi bukti bagi sistem imun
normal yang efisien dan tidak mengganggu8.

9
PMN Leukosit polimorfonuklear atau neutrofil , suatu sel fagosit penting. Infeksi
jamur berulang seperti halnya bakteri dapat timbul akibat gangguan jumlah atau fungsi
PMN, yang selanjutnya dapat dicetuskan oleh kelainan genetic atau obat ( steroid,
antibiotic). Gangguan fungsi dapat mempengaruhi kemotaksis ( leukosit malas )
pembentukan fagolisosom pada sindroma Chediak – Higashi, produksi peroksida pada
penyakit granulomatosa kronis, mieloperoksidase, dan enzim lain. Defisiensi pada
komplemen atau antibodi tentunya akan mengacaukan fagositosis8.
Karena infeksi jamur berat di kulit dan membrane mukosa ( candida spp ) dan di
paru ( Pneumocystis spp ). Sering ditemukan pada defisiensi se T, sel T terbukti
memiliki sifat antijamur, tetapi mekanisme yang tepat belum diketahui dengan jelas.
Sebagian jamur tampaknya juga dapat dahancurkan oleh sel NK8.
Candida albicans dahulu Monilia suatu jamur mirip khamir atau yeast yang
menimbulkan infeksi luas yang berat pada kulit, mulut, dll. pada pasien dengan
imunodefisiensi, khususnya defek sel T. tetapi peran sel T yang tepat dalam
mengendalikan infeksi ini belum diketahui8.
Untuk dapat menimbulkan penyakit , dermatofit harus dapat mengatasi sistem
pertahanan non spesifik terdiri dari kulit dan selaput lendir yang utuh dan sehat,
pertahanan biokimia berupa pH asam, asam lemak dan enzim antimicrobial, pertahanan
humoral berupa complement dan CRP serta sistem fagositosis seluler9.
Sistem pertahanan spesifik yang paling berperan adalah sistem imunitas seluler
yang melibatkan sel limfosit T, limfokin dan sel fagosit. Sistem imunitas humoral yang
dihantar oleh antibodi dan komplemen mempunyai peranan yang kecil dan lebih
diarahkan untuk keperluan diagnosis9.

2.6 Gejala klinis


KVV oleh Candida biasanya disertai dengan kelainan pada vulva dan disebut
vulva-vaginitis. Gambaran klinis yang sangat bervariasi, dari bentuk eksematoid dengan
hiperemi ringan hingga ekskorasi dan ulserasi. Hiperemi tampak pada labia minora,
introitus vagina dan dinding vagina. Gambaran khas yang disebut vaginal trush. Bercak
itu berupa gumpalan jamur dan jaringan nekrosis atau sel epitel. Pada stadium lanjut,
labia minora membengkak dengan luka kecil-kecil. Kelainan ini dapat menjalar ke labia
mayora serta kulit sekitarnya hingga daerah lipat paha. Pada keadaan akut sekret vagina
encer dan menjadi kental pada yang menahun. Di dalam sekret terdapat gumpalan-

10
gumpalan seperti kepala susu yang ternyata adalah bercak yang terlepas dan terdiri dari
jamur dan sel epitel3,4.

Gambar 2.2 vulvovaginal candidiasis


( Sumber: dikutip dari kepustakaan No. 11 )

Keluhan utama ialah rasa gatal, yang semula hanya terasa pada waktu malam
tetapi pada keadaan lebih lanjut dapat terasa terus-menerus sehingga sangat mengganggu
penderita. Selain itu, dapat terasa pedih waktu buang air kecil dan dapat juga disertai
dispareuni dengan gangguan hubungan seksual atau perkawinan yang mungkin bisa
menjadi permanen dan tidak dapat diperbaiki lagi 3.
Terkadang Candida juga menyebabkan balanophostitis pada pasangan wanita
dengan kandidiasis. Dimana hal-hal yang lebih sering terjadi adalah ruam sementara,
eritem, dan pruritus atau sensasi terbakar pada penis yang muncul dalam beberapa menit
atau jam setelah hubungan seksual 3.4.
Kelangkaan relatif spesifitas simptom dan tanda-tanda menyebabkan diagnosis
didasarkan pada sejarah dan pemeriksaan fisik semata. Kebanyakan penderita vaginitis
simtomatik dengan segera didiagnosis berdasarkan pengamatan mikroskopik dasar
sederhana terhadap sekresi vagina dan penentuan pH 3.

11
2.7 Diagnosis
Diagnosis klinis KVV ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis,
pemeriksaan laboratorium berupa sediaan basah atau gram dan kultur jamur, serta
pemeriksaan pH cairan vagina 2 .
Karena spesifisitas gejala dan tanda KVV adalah rendah, maka adalah tidak
mungkin membuat diagnosis yang hanya didasarkan dari anamnesis dan pemeriksaan
klinis. Oleh sebab itu dianjurkan untuk menggunakan langkah – langkah sebagai
berikut2.
a) Ditemukan duh tubuh vagina yang bervariasi dari cair seperti air sampai
tebal dan homogeny dengan noda seperti keju. Kadang – kadang secret
tampak seperti susu yang disertai gumpalan-gumpalan putih seperti susu
pecah. Penderita juga mengeluh rasa kering pada liang vagina, disuria, dan
vulva terasa panas dan iritasi2.
b) pH vagina penderita KVV biasanya normal ( pH< 4,5 )2.
c) Tes amin negative.
Tes amin negative yang menunjukan tidak terdapatnya vaginosis bacterial,
dapat sebagai pendukung dari diagnosis KVV, dimana tes ini mempunyai
kepekaan terhadap infeksi kandida sebesar 65 – 85 % 2 .
d) Pemeriksaan mikroskopis dari secret vagina dengan sediaan basah KOH
10 % dan pewarnaan gram akan ditemukan bentuk invasive elemen jamur
dalam bentuk: ragi, blatospora bentuk lonjong, sel tunas, pseudohifa
seperti sosis panjang berambung, kadang hifa asli bersepta 2.

Gambar 2.3 Candida albicans secara mikroskopis


( Dikutip dari kepustakaan No : 10 )

12
Pada pemeriksaan KOH 10 % tampak budding yeast cells dengan atau tanpa
pseudohifa (gambaran seperti untaian sosis3) atau hifa. Bila ada hifa berarti infeksinya
kronis. Hanya C. albicans dan C. tropicalis yang dapat membentuk hifa sebenarnya
selain budding yeast dan pseudohifa. Pada Candida non-albicans terutama, C
(Torulopsis) glabrata, C. parapsilosis, C. krusei dan S. cerevisiae tampak hanya
budding yeast dan biasanya lebih sulit dilihat dengan mikroskop, perlu pembesaran
yang lebih besar.5 Spesimen harus baru dan segera diperiksa.1 Leukosit dalam jumlah
normal20 (< 30 sel/lp). Bila jumlah leukosit banyak / berlebihan (> 30 sel/lp) berarti
ada infeksi campuran non-spesifik2.
Pewarnaan gram mempunyai hasil lebih baik, karena bentuk pseudohifa ragi
miselia memberikan hasil positif. Pewarnaan gram pada penderita KVV merupakan
gold standart untuk menegakkan diagnosis KVV, akan tetapi pemeriksaan gram dan
KOH yang negative tidaklah menyingkirkan kemungkinan KVV dan perlu dikonfirmasi
dengan kultur2.
Kultur Spesimen harus baru dan kultur dapat dilakukan dengan media :
a. Sabouraud Dextrose Agar (SDA) dengan antibiotik. Candida spp. umumnya
tidak terpengaruh oleh sikloheksimid yang ditambahkan pada media selektif
jamur patogen, kecuali beberapa galur C. tropicalis, C. krusei dan C.
parapsilosis yang tidak tumbuh karena sensitif terhadap sikloheksimid. Kultur
tumbuh dalam 24-72 jam2.
b. CHROMagar Candida21 Dasarnya warna Koloni kontras kuat yang dihasilkan
karena reaksi enzim spesifik spesies dengan substrat Chromogenic mix.21
Identifikasi dipercepat dengan CHROMagar Candida yang menghambat
pertumbuhan bakteri dan identifikasi dengan warna koloni dari C.albicans,
C.tropicalis, C.dubliniensis, dan C.krusei9. Pada CHROMagar Candida
masing-masing koloni spesies Candida mempunyai warna khas : C.albicans
berwarna hijau apel, C.dubliniensis berwarna hijau tua, C.glabrata berwarna
merah muda (pink) sampai ungu,dan besar, C.tropicalis berwarna biru tua
kadangkadang merah muda dan semuanya membentuk halo ungu, C.krusei
berwarna merah muda pucat, besar, datar, dan permukaan kasar, C.parapsilosis
berwarna putih kotor (off white) sampai merah muda pucat, C. guilliermondii
berwarna merah muda sampai ungu, dan kecil. C.dubliniensis hanya dapat
diidentifikasi dengan CHROMagar Candida, tidak dapat hanya dengan media

13
SDA atau Potato Dextrose agar oleh karena akan terdiagnosis sebagai C.
albicans2.
c. Fenomena Reynolds Braude Identifikasi C. albicans dapat dengan melihat
fenomena Reynolds Braude, yakni memasukkan jamur yang tumbuh pada
kultur ke dalam serum atau koloid (albumin telur) dan diinkubasi selama 2 jam
pada suhu 37°C. Di bawah mikroskop akan tampak germ tubes (bentukan
seperti kecambah) yang khas pada C.albicans.1 Germ tube : > 90% C.albicans,
dapat tampak pada C.dubliniensis dan C.stellatoidea2.
d. Cornmeal agar dengan Tween 80 atau Nickerson polysaccharidetrypan blue
(Nickerson-Mankowski agar). Pada suhu 25°C, digunakan untuk
menumbuhkan klamidokonidia, yang umumnya hanya ada pada C. albicans
dan tumbuh dalam 3 hari2.
e. Tes karbohidrat (fermentasi dan asimilasi) Untuk identifikasi spesies Candida
secara lebih tepat.1 Terbaik kombinasi CHROMagar Candida dan Cornmeal
agar dengan Tween 80 disertai tes karbohidrat. Untuk membedakan C.albicans
dan C.dubliniensis perlu pemeriksaan morfologi (bentuk) blastokonidianya dan
kemampuannya memproduksi pseudohifa dan klamidokonidia pada Semi-
Starvation media yang cocok seperti Cornmeal atau Rice-Tween
agar9.C.dubliniensis pada Cornmeal Tween 80 agar tampak lebih kaya
klamidospor, klamidokonidianya lebih besar-besar, berpasang-pasangan dan
triplet dari pada C.albicans. Pada C.albicans klamidokonidianya tunggal
diujung pseudohifa atau hifa. Juga keduanya tampak pseudohifa berlebihan,
beberapa hifa dan gerombolan blastospora sepanjang pseudohifa. Pada media
CHROMagar Candida tampak koloni C.dubliniensis lebih besar, lebih bulat
dan lebih hijau dibandingkan dengan koloni C.albicans. Strategi paling aman
untuk identifikasi ragi (yeast) dimulai denga tes yang cepat, simpel dan spesifik
untuk identifikasi C.albicans karena spesies tunggal ini yang tersering tumbuh
dari sampel klinis2.

14
2.8 Diagnosis banding
1) Gonore
Gonore pada wanita tidak menyebabkan iritasi dan jika ada, duh tubuh
vagina banyak sekali, warna lebih kuning daripada KVV. Gambaran Klinisnya yang
mungkin didapat adalah : orifisium uretra dan serviks tampak eritemayous dan
sembab. Dengan menekan uretra kemungkinan akan didapatkan pus. Pada kasus
yang parah mungkin didapatkan vulva yang sembab, nyeri, meradang. dan dapat
terjadi infeksi pada kelenjar bartholini. Pada sediaan yang diambul dari muara
uretra, serviks atau muara saluran kelenjar bartholini dengan pewarnaan gram akan
didapatkan diplokokus gram negative intra seluler2,4. Pada pria dapat menimbulkan
komplokasi yaitu Tyonitis biasanya terjadi pada pasien dengan preputium yang
panjang dan kebersihan yang kurang baik. Diagnosis dibuat berdasarkan
ditemukanya butir pus atau pembengkakan pada daerah frenulum yang nyeri saat
ditekan. Bila duktus tertutup akan menjadi abses dan merupakan sumber infeksi
laten7.

Gambar 2.4 : Gonore pada laki – laki dan wanita


(Sumber : dikutip dari kepustakaan No.12)

2) Tricomonas vaginalis
Pada trikomoniasis cairan vagina yang keluar sangat banyak, warna kuning
kehijauan atau agak abu-abu dan berbusa memberikan gambaran infeksi pada
mukosa vagina secara difus, vagina warna merah, nyeri tekan, tampak bintik-bintik

15
pendarahan ( strawberry vagina ). Vulva dan sekitarnya kemerahan, nyeri tekan,
agak gatal. Pada pemeriksaan langsung usap vagina, tampak parasit bergerak
dengan flagellanya. Bakteri lactobasilus sangat sedikit, leukosit dan bakteri lainya
sangat banyak. Pemeriksaan pH pada infeksi ini adalah 5 – 7, dan tes amin dapat
positif2,4. Pada laki – laki biasanyamengenai uretra dan gambaran klinisnya lebih
ringan pada kasus akut gejalnaya berupa disuria, poliuria, dan duh tubuh uretra
mukopurulen. Kadang – kadang pada urin ada benang – benang halus. Pada bentuk
kronik, gejalanya tidak khas, berupa gatalpada uretra, disuria, dan urin keruh pada
pagi hari7.

Gambar 2.5: Trichomonas vaginalis


(Sumber : dikutip dari kepustakaan No.12)

3) Vaginosis bakteri
Infeksi vagina ini ditandai dengan adanya duh tubuh vagina yang bewarna
abu-abu, homogeny, berbau amis, tidak menyebabkan iritasi, pH nya lebih dari 4,5
dan tes amin positif. Bila duh tubuh ditetesi 1-2 tetes larutan KOH 10% maka akan
tercium bau amis / ikan ( fish odor ). Pada pemeriksaan mikroskopis sediaan basah
secara langsung atau pewarnaan gram, didapatkan clue cell yaitu sel epitel vagina
2,4
permukaannya diliputi oleh bakteri Gardanerella Vaginalis . Patogenesis masih
belum jelas, G. vaginalis termasuk flora normal dalam vagina melekat pada dinding.
Beberapa peneliti menyatakan terdapat hubungan yang erat antara kuman ini dengan
bakteri anaerob pada pathogenesis penyakit vaginosis bakterialis (VB)7. Pada
priadapat terjadi prostatitis ringan sampai sedang, dengan atau tanpa uretritis.
Gejalanya berupa piuria, hematuria, disuia, polakisuria, dan nokturia7.

16
2.9 Komplikasi KVV
KVV dengan komplikata secara gambaran klinis tampak lebih berat berupa
keparahan infeksi seperti eritema vulva yang luas, edema, rasa gatal yang hebat, dan
terjadi fisura. Regularitas Pada KVV dengan komplikasi memiliki frekwensi
kekambuhan lebih sering. Kebanyakan wanita KVV dengan komplikata mempunyai
faktor yang mendasari, seperti diabetes yang tidak terkontrol, dan pemakaian
kortikosteroid2.

2.10 Terapi
a) Umum
1) Menghindari dan mengobati faktor-faktor predisposisi contohnya dengan cara
Mengganti kontrasepi hormonal dengan kontrasepsi non hormonal. Mengobati
penyakit yang merupakan faktor predisposisi KVV yaitu Diabetes Militus.
Mengurangi penggunaan Antibiotik dan Kortikosteroid jika tidak di perlukan.
Menggunakan pakaian yang tidak ketat, tidak menggunakan cairan bilas vagina,
dan sering menganti tampon saat menstruasi. 2.
2) Memakai pakaian dalam dari katun dan menghindari pakaian ketat
(Jeans/Panthyhose)2
3 ) Bila memerlukan terapi antibiotika maka diberikan antibiotika yang
tidak berspektrum luas yaitu golongan Eritromisin/ Azitromisin, Linkomisin/
Klindamisin atau Kotrimoksasol (sulfa) 2.
4) Pengobatan pada pasangan seksual, meskipun tidak ada penelitian yang
menunjukkan bahwa pengobatan topikal/oral pada pasangan laki-lakinya akan
mengurangi kekambuhan KVV. Terutama bila pasangan laki-lakinya mempunyai
faktor predisposisi2.

b) Obat topikal:
Indikasi obat topikal : pada wanita hamil, KVV akut, KVV ringan sampai
sedang tanpa komplikasi, pemakaian cukup jangka pendek selama 7 hari atau dosis
tunggal2. Pada wanita hamil, umumnya obat topikal untuk wanita hamil masuk
kategori B yaitu tidak ada resiko. Yang masuk kategori C untuk wanita hamil yaitu
resiko tidak dapat disingkirkan, dipertimbangkan besarnya manfaat dibandingkan

17
resiko yang mungkin terjadi ( hati – hati ) yaitu :Ketokonazole, Sulkonazol,
Selenium sulfat 2,5 % 9.

1) Untuk vaginitis Nistatin supositoria vagina 1 tablet (100.000 iu) / malam selama
14 hari, kurang efektif dibanding derivat imidasol 2,9.
2) Amfoterisin B supositoria vagina 1 tablet (50 mg) / malam selama 7-12 hari.
Sediaannya dikombinasi dengan Tetrasiklin 100 mg untuk meningkatkan aktifitas
anti jamur amphoterisin B nya2. Pada wanita hamil, amphoterisin B tidak ada
efek samping/ aman pada ibu maupun bayinya2.
3) Klotrimazol tablet vagina1 tablet (100 mg) / malam selama 7 hari, 2 tablet (@
100 mg) / malam selama 3 hari, 1 tablet (500 mg) dosis tunggal (1 kali) pada
malam hari2.
4) Mikonazol 2% krim vagina sekali/malam selama 7 hari2.
5) Butokonazol nitrat 2% krim vagina, dosis tunggal. Dapat diulang pada hari ke 4-
5 bila diperlukan2.
6) Untuk vulvitis Nistatin krim dioleskan 2 minggu. Derivat imidazol, naftifin,
siklopiroksolamin dan haloprogen krim dioleskan selama 2 minggu.
7) Pada vulvitis kandida yang berat, dapat diberi tambahan obat topikal
kortikosteroid ringan (hidrokortison 1% - 2,5%) untuk 3-4 hari pertama,
kemudian selanjutnya diberikan obat antijamur topikal2.

c) Obat sistemik :
Beberapa uji coba menunjukan haasil pengobatan oral dengan flukonazole,
ketokonazole, atau itrakonazole sama efektifnya dengan pengobatan topikal.
Pengobatan secara oral lebih mudah, namun potensi toksisitasnya cukup
tinggikhususnya ketokonazol2.
1) Ketokonazol tablet 2 x 200 mg / hari selama 5 hari dapat 7 hari
2) Itrakonazol kapsul : 200 mg/hari 2 hari atau 200 mg/ hari 3 hari atau 2 x 100 mg/
hari 2 hari atau 2 x 200 mg/ hari sehari selang 8 jam sesudah makan atau 600 mg
hanya satu hari (dapat 3x200 mg satu hari, yang terbaik).2
3) Flukonazol kapsul 1 x 50 mg/hari selama 7 hari, atau 1 x 150 mg dosis tunggal
Obat oral merupakan pilihan lain yang lebih disukai wanita dengan KVV, namun
sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil 2,9.

18
d) Terapi Pada KVV dengan Komplikasi
Mencari berbagai faktor predisposisi dan mengatasi / menguranginya,
misalkan pasien Diabetes Melitus juga tidak melakukan aktivitas seks selama
pengobatan untuk mengurangi iritasi/trauma, mengurangi pemakaian douche,
mengurangi iritasi oleh penggunaan kertas toilet, dan menghindari kolam renang
yang airnya banyak mengandung khlor2.Pengobatan KVV dengan komplikasi sama
seperti KVV tanpa kompilkasi tapi perlu jangka lama (10-14 hari) baik obat topikal
atau oral. 2
1) Flukonazol oral 150 mg, dosis setiap hari ke 3 dengan total 3 dosis (hari 1, 4 dan
7) 2
2) Profilaksis Dipakai sesudah menstruasi (obat topikal) atau saat mulai menstruasi
(obat oral) dengan pilihan 2:
a. Ketokonazol oral 100 mg (0,5 tablet) / hari selama 6 bulan, merupakan
pilihan yang terbaik.
b. Klotrimazol tablet vagina :
- 2 tablet (200 mg) 2 x / minggu, atau
- 1 tablet (500 mg) / minggu, atau
- 1 tablet (500 mg) / 2 minggu, atau
- 1 tablet (500 mg) / bulan
c. Flukonazol oral 100 mg, atau 150 mg, atau 200 mg / minggu selama 6 bulan
adalah lini pertama 2.
d. Itrakonazol 2 x 200 mg, 2 x / minggu
Sesudah gejala tidak tampak dalam 3-6 bulan, pengobatan profilaksis dapat
dihentikan2.
e. KVV berat Azol topikal vagina 10-14 hari
Flukonazol, tablet 150 mg 2 kali selang 3 hari (hari 1 dan 4) 2.
f. Pasien kompromais / immunosupresif Seperti pengobatan konvensional (yang
tidak sulit) tetapi lebih lama 7-14 hari2.
g. KVV kronis
Itrakonazol 100 mg/ hari 1 minggu sampai dengan 3 bulan, sampai semua
gejala hilang kemudian diturunkan 100 mg/ minggu selama 6 bulan.
Flukonazol 50 mg/ hari 1 minggu sampai dengan 3 bulan, sampai semua
gejala hilang kemudian diturunkan 150 mg/ minggu selama 6 bulan. 2

19
e ) KVV non-albicans
Itrakonazol 2 kapsul (200 mg) / hari selama 7-14 hari KVV non-albicans yang
resisten atau yang kambuh-kambuh, Asam Borak 600 mg dalam kapsul gelatin
dimasukkan vagina 1 kali/hari selama 1 bulan, efek sampingnya Iritasi.Tablet
vagina Nystatin 2 kali/ hari selama 1 bulan. Solusio gentian violet 1% dioleskan
seminggu sekali selama 4- 6 minggu efek sampingnya Iritasi, namun lebih
efektif. Flusitosine 14 kapsul 500 mg dicampur dalam 45 gram krim hidrofilik.
Aplikator vagina 6,4 gram diisi krim dan dimasukkan kedalam vagina setiap hari
selama 1-2 minggu, Amphoterisin vagina supositoria Sehari sekali selama 2-4
minggu2.

20
BAB 3
KESIMPULAN

Vaginal Candidiasis merupakan infeksi pada vagina dikarenakan pertumbuhan yang


tidak terkendali dari Candida sp. terutama Candida albicans. Candidiasis sendiri merupakan
penyebab keputiha(vaginal discharge) yang paling sering sebesar 40%. Gambaran klinis
yang sangat bervariasi, dari bentuk eksematoid dengan hiperemi ringan hingga ekskorasi dan
ulserasi. Hiperemi tampak pada labia minora, introitus vagina dan dinding vagina.
Gambaran khas yang disebut vaginal trush. Bercak itu berupa gumpalan jamur dan jaringan
nekrosis atau sel epitel. Pada stadium lanjut, labia minora membengkak dengan luka kecil-
kecil. Kelainan ini dapat menjalar ke labia mayora serta kulit sekitarnya hingga daerah lipat
paha. Pada keadaan akut sekret vagina encer dan menjadi kental pada yang menahun. Di
dalam sekret terdapat gumpalan-gumpalan seperti kepala susu yang ternyata adalah bercak
yang terlepas dan terdiri dari jamur dan sel epitel.
Karena gambaran khas yang berupa vaginal trush dan terdapat fluor albus maka
diagnosa banding dari KVV ialah: Gonore, Gonore pada wanita tidak menyebabkan iritasi
dan jika ada, duh tubuh vagina banyak sekali, warna lebih kuning daripada KVV. Gambaran
Klinisnya yang mungkin didapat adalah : orifisium uretra dan serviks tampak eritemayous
dan sembab. Kemudian yang ke dua ialah Tricomonas vaginalis Pada trikomoniasis cairan
vagina yang keluar sangat banyak, warna kuning kehijauan atau agak abu-abu dan berbusa
memberikan gambaran infeksi pada mukosa vagina secara difus, vagina warna merah, nyeri
tekan, tampak bintik-bintik pendarahan ( strawberry vagina ). Kemudian yang ketiga ialah
Vaginosis bakteri, infeksi vagina ini ditandai dengan adanya duh tubuh vagina yang bewarna
abu-abu, homogeny, berbau amis, tidak menyebabkan iritasi, pH nya lebih dari 4,5 dan tes
amin positif. Bila duh tubuh ditetesi 1-2 tetes larutan KOH 10% maka akan tercium bau
amis / ikan ( fish odor ).

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes RI. (2007). Pedoman Pengobatan Dasar Di Puskesmas 2007. Depkes.


Jakarta

2. Krisnarto Eko. (2004). Hubungan Antara Kandida Dalam Air Bak Kamar Mandi
Dengan Kejadian Kandidiasis Vulvo Vaginalis. Tesis. FK UNDIP. Semarang

3. Putri Amalia. S. ( 2009 ). Hubungan Kadar Gula Darah Dengan Kandidiasis


Vagina Pada Akseptor Kontrasepsi Hormonal. Tesis. FK Universitas Sebela Maret.
Surakarta.

4. Budimulja Unandar. (2010). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. FKUI. 89-105

5. Candra Dewi T. 2005. Perbedaan Efektifitas Flukonazole 150 mg dan Itrakonasol 2


x 200 mg Per Oral Pada Penderita Kandidosis Vulvovaginal.Tesis. FK UNDIP.
Semarang.

6. Ann M. Geiger, Dkk. 1995. The Epidemiology of Vulvovaginal Candidiasis among


University Students. Public Health Briefs. Amerika.

7. Mnsjoer Arif. Dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI. Jakarta.

8. J.H.L Playfair & B.M Chain. 2012 At a Glance Imunologi. edisi 9. Eirlangga.
Jakarta.

9. SMF. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FK UNAIR.2002. Simposium


Penatalaksanaan Dermatomikosis Superfisialis Masa Kini. RSUD dr soetomo.
Surabaya.

10. Candida albicans mikroskopis, ( online )


(http: //www. doctorfungus.org/.ATCC Licensed Derivative./ Image. html.diakses
2 agustus 2015 )

22
11. Vulvovaginal Candidiasis, (online)
(https://en.m.wekipedia.org/wiki/vaginal-yeast-infection .diakses 2 agustus 2015 )
12. Image Gonore (online)
(https://healthyandshine.blogspot.com/2015/05/dangerous-sexually-transmitted-
disease.html?m=1 diakses 4 agustus 2015 )
13. Image Trichomonas Vaginalis (online)
(https://www.huidziketen.nl/zakboek/dermatosen/SOATrichomonas.html diakses
4 agustus 2015 )

23

Anda mungkin juga menyukai