Anda di halaman 1dari 48

DAFTAR ISI

LAPORAN UTAMA
JOGJA MASIH
DARURAT KLITIH

22
4
LAPORAN UTAMA
“KARENA HUTANG
BUDI, SAYA IKUT

35
KLITIH”
EDITORIAL

24
KLITIH: KRISIS
LINGKUNGAN SOSIAL PERSPEKTIF
KLITIH DI KOTA ISTIMEWA

7 39
WAWANCARA
DRS. SOEPRAPTO, SU:
KLITIH TERJADI AKIBAT
LAPORAN UTAMA RAPUHNYA KONTROL
JOGJA MASIH SOSIAL RESENSI
DARURAT KLITIH SANG PENYELAMAT DI

26
LADANG GANDUM YANG

16
KONTROVERSIAL

43
WAWANCARA
LAPORAN UTAMA SEPUH A.I SIREGAR:
FENOMENA KLITIH: ADA KELOMPOK
LEMAHNYA KURIKULUM EKSTERNAL YANG ESAI
HINGGA ZOMBIE ­MENGHASUT ‘KLITIH’, JALAN DAN
PENDIDIKAN PELAJAR KONTESTASI RUANG
ED I TO R I AL

Oleh M. Syafi’ie
Pemimpin Redaksi

Klitih: Krisis
Lingkungan Sosial
“Penghinaan secara verbal yang dilakukan dengan konsisten, secara tidak
disadari memiliki dampak penghancuran yang tidak kalah kuatnya terhadap
diri seseorang,” ungkap Wahyu Bramastyo.

Y
ogyakarta kembali ramai senggang tidak lagi positif, tetapi ber­
di­per­bincangkan. Saat ini korelasi dengan perilaku remaja yang
ten­­tang kondisi para re­ma­ berkeliling menggunakan kendaraan,
ja­nya yang terlibat praktek utamanya para pelajar yang mencari
kekerasan klitih. Orang-orang awal­ pelajar sekolah lain yang dianggap
nya tak peduli dengan istilah klitih ini, sebagai musuhnya. Setelah ketemu de­­
bahkan sebagian orang meng­anggapnya ngan yang dianggap musuh, pa­ra pe­
sebagai ke­­bi­asa­an orang secara umum lajar itu pun berolah dengan me­nu­suk
yang sehari-hari men­ ca­
ri kesibukan. dan melakukan kekerasan. Aksi van­da­
Klitih atau aslinya Nglithih/klithih me­ lis­me dengan mencoret-coret ge­­dung
rupakan Bahasa Jawa yang berarti men­ dan jalanan juga menjadi bagian aksi
cari ke­si­buk­an di saat senggang. ngelithih.
Klitih menjadi tidak enak ketika Akibat praktek klitih terdapat se­
disambungkan dengan kenakalan re­ jum­ lah pelajar yang menjadi korban
ma­ja. Mencari kesibukan di waktu me­ ninggal, luka-luka dan kekerasan

Diterbitkan Oleh Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia
(PUSHAM UII) Yogyakarta
Penaggung Jawab Eko Riyadi | Pemimpin Redaksi M. Syafi’ie | Reporter Kamil Alfi Arifin,
M. Yasin, Kelik Sugiarto | Kontributor Debby Elsha, Noveri Faikar Urfan, Tri Guntur Narwaya
Fotografer Gibbran Prathisara | Artistik Aziz Dharma
Alamat Redaksi/Tata Usaha Jeruk Legi RT. 13 RW. 35 Gang Bakung No.517 A,
Banguntapan, Bantul, Yogyakarta 55198 | Telepon 0274-452032 | Fax 0274-452158 |
Website www.pusham.uii.ac.id Email pushamuii@yahoo.com

4 | PRANALA EDISI 14, MARET-APRIL 2017


EDIT ORIAL

la­innya. Tidak berselang lama, ke­ja­hat­an sejak awal. Me­nye­le­


prak­tek klitih pun menyebar dan sai­kan masalah secara kemitraan
sangat me­­re­­sah­kan warga, orang antara kepolisian de­ngan ma­sya­
tua dan anak-anak. Yogyakarta ra­ kat, kepolisian de­ ngan pihak
yang dikenal sebagai kota pen­ sekolah dan pemerintah da­erah,
didikan dan parawisata ter­ dan pihak kepolisian dengan para
ganggu dengan potret re­majanya pe­ lajar menjadi sangat penting
yang gemar akan kekerasan dan di­­l­­a­kukan.
anarki. Di tengah keresahan Fenomena klitih kalau kita
yang me­ nguat itu, warga kota ba­ca se­be­narnya tidak semata
Jogja me­lakukan unjuk rasa dan ‘prak­tek ja­hat­nya’ tetapi berelasi
menolak fe­ nomena klitih yang de­ ngan itu se­ mua ialah potret
di­nilai mereka ha­nya dilakukan dari gagalnya ling­kungan remaja
se­gelintir pelajar. Aparat ke­po­li­ pe­ laku klitih un­ tuk membawa
si­an diminta tegas dan me­nang­ me­reka agar dapat meng­hormati
kap para pelaku tindak ke­ja­hat­an dan mencintai manusia yang lain.
klitih. Ling­ kungan sekolah, keluarga
Polisi dalam kasus-kasus ke­ dan pertemanan pelajar seperti
ja­hat­an, tidak peduli dalam hal me­­ng­a­rah­kan mereka agar
ini melibatkan anak-anak re­ men­ jadi pribadi yang jahat.
ma­ja selalu menjadi tum­puan Ke­ja­hatan seseorang ti­dak
untuk bertindak ak­tif un­ hadir sendiri, tetapi ia di­to­
tuk menyelesaikan ka­ sus. pang oleh situasi dan kon­di­
Kita ta­hu, mandat po­li­si si lingkungan yang me­nye­
di situ: penjaga ke­ aman­
­ bab­ kan mereka frustrasi,
an dan ketertiban ma­ sua­­sa­na sosial yang tidak
sya­­­rakat, ber­tu­gas me­ ramah dengan kon­ disi
lin­­­dungi, mengayomi, psi­kologis para remaja,
me­­la­­yani masyara­kat, dan meng­gemari ke­ke­
ser­­ta menegakkan hu­ ras­an sebagai jalan ke­lu­
kum. Tugas kepolisian di ar persoalan.
si­ni tidak mu­dah, karena Secara sadar kita mes­
tu­­gas­­nya tidak semata ti memahami bahwa tak
me­­­ne­­­gak­­kan hu­kum, yang bermasalah de­
te­ta­pi ada di­men­si pe­ ngan seorang anak
nga­yoman dan yang baru lahir.
pen­ce­gah­an Ia terlahir

EDISI 14, MARET-APRIL 2017 PRANALA |5


ED I TO R I AL

fitrah dan suci. Lingkungan so­ mem­benahi per­soalan-persoalan


si­
al yang membuatnya jahat yang mendorong re­maja atau pe­
dan tidak sadar bahwa tindakan la­
jar sehingga menjadi pri­ badi
jahatnya pasti akan merugikan yang sangat agresif dan gemar
di­ri, keluarga dan masa de­pan­ akan kekerasan.
nya. Perilaku anak-anak re­ma­ja Sistem pendidikan sekolah
bergantung pada banyak fak­ ha­rus berbenah sehingga ti­
tor yang membentuknya : po­ la dak terlampau membebani dan
asuh, pemahaman yang di­wa­ris­ mem­bu­at anak men­ja­di frus­tra­
kan oleh keluarga dan sosial, ro­ si. Ling­ kungan keluarga ju­ ga
le model anak-anak, gaya hidup harus me­ na­
ta ulang agar ru­
pertemanan, tuntutan ling­kung­ mah men­jadi tempat yang nya­
an sosial, ke­ce­mas­an dan norma- man dan in­te­rak­si antar se­sa­ma
norma sosial yang meng­hi­lang­ keluarga mes­ ti dijalin sa­ ling
kan anak-anak me­ne­mu­kan jati mengasihi antara satu de­ ngan
dirinya. lainnya. Keluarga ha­rus meng­
Karena itu, kekerasan klitih hin­dari pendidikan de­ngan ca­
yang dilakukan para remaja di ra-cara do­mi­na­si dan ke­ke­ras­
Yogyakarta sebenarnya me­ ru­ an: verbal dan atau non-ver­bal.
pa­kan fenomena yang kompleks. Ling­kungan sosial dan per­te­
Solusi penyelesaiannya ti­dak bisa man­an anak pun juga harus di­­
semata diserahkan kepada apa­rat eva­luasi legi, agar lingkungan
keamanan kepolisian, tetapi ha­ so­si­al dan pertemanan berjalan
rus semua pihak, utamanya se­ pro­duk­tif dan berguna untuk ke­
ko­lah dan keluarga yang harus ba­ik­an masa de­pan anak-anak.n

6 | PRANALA EDISI 14, MARET-APRIL 2017


LAPORAN UTAMA

JOGJA MASIH
DARURAT KLITIH
Oleh Kamil Alfi Arifin

KASUS KLITIH MASIH TERUS MUNCUL DI


YOGYAKARTA. ADA INDIKASI PELAKU KLITIH
YANG NOTABENNYA ADALAH GENG PELAJAR,
“DIMANFAATKAN” OLEH KELOMPOK-
KELOMPOK EKSTERNAL YANG LEBIH BESAR DI
LUAR SEKOLAH

DOK. TIRTO.ID
L AP O R A N U TA MA

S
uatu malam, di penghujung Godean, tetapi motornya tiba-tiba macet
Januari, nasib nahas menimpa kehabisan bensin. Karena iba, Dodit me­
Dodit (nama samaran). Niat baik nyang­gupi permintaan temannya itu,
un­tuk membantu teman karibnya meski malam sudah sangat larut. Jam di
yang sedang butuh pertolongan, berujung layar ponselnya menunjukkan angka 02.30
pada sebuah petaka yang membahayakan dini hari. Malam itu, kebetulan ia me­
dirinya sendiri: ia, menjadi korban klitih! mang sedang begadang bermain game di
Peristiwa itu bermula, saat Dodit me­ne­ rumahnya, di Jalan KH. Wahid Hasyim,
rima pesan di ponselnya. Isinya cukup se­ Seturan.
rius, seorang teman karibnya benar-benar Dodit segera bergegas, dan melaju de­
bu­tuh bantuan dirinya. Teman itu sedang ngan motornya dari Seturan menuju ke
dalam perjalanan pulang ke rumahnya di arah Jombor. Setelah mengantar temannya

8 | PRANALA EDISI 14, MARET-APRIL 2017


mengagetkannya lagi, salah seorang dari
ge­rombolan yang semuanya berjumlah
delapan orang dengan mengendarai empat
motor itu, menyerempet dan menendangi
Dodit, sampai ia jatuh ke bibir jalan.
“Saya itu enggak tahu, datang dari ma­
na, yang jelas datang dari belakang, ta­
pi lampu (motor mereka) itu enggak ada
nyorot, dan suara motor enggak ada. Tahu-
tahu, saya ditendang dari samping, jatuh,
nyungsep, mereka cuma berhenti, lalu per­
gi,” kata Dodit menceritakan.
Akibatnya, tangan dan kaki Dodit le­cet,
bibirnya berdarah, dan roda motornya ru­
sak sehingga harus diangkut dengan mobil
pick-up. Dodit masih cukup beruntung. Ba­
nyak korban lainnya yang tidak selamat.
Tidak sedikit yang luka berat dan tewas.
Dodit hanya salah satu korban dari sekian
banyak korban peristiwa, yang belakangan
me­ngisi bensin di pom bensin utara di Yogyakarta, lazim disebut klitih.
Jombor, keduanya lantas berpisah. “Saya Kata “klitih” tentu saja tidak asing ba­
lang­sung muleh (pulang) yo,” kata Dodit, gi masyarakat Yogyakarta. Kata klitih
pada temannya itu, dengan aksen Jogja- me­rupakan kata keseharian dalam dunia
nya yang kental. per­gaulan masyarakat Yogyakarta. Klitih,
Dalam perjalanan pulang kembali pada mulanya, luas dipahami sebagai ak­
ke rumahnya, tepatnya di jalan sebelum tivitas jalan-jalan mencari angin tan­
ti­
kung­an ringroad Jalan Kaliurang, pa tujuan yang jelas. Tetapi, dalam du­
tiba-tiba segerombolan orang tidak di­ nia kekerasan pelajar dan remaja di
kenal, mengendarai motor KLX dan Yogyakarta, klitih berubah menjadi kata
me­ma­kai slayer yang menutupi wajah, yang sangat menyeramkan. Klitih menjadi
datang mengejutkan dirinya. Lebih iden­tik dengan kriminalitas dan sadisme.

EDISI 14, MARET-APRIL 2017 PRANALA |9


L AP O R A N U TA MA

Bagaimana tidak, klitih ini dilakukan korban dengan luka parah dan meninggal
oleh geng yang berbasis pelajar sekolah akibat klitih, di antaranya Adnan Hafid
di Yogyakarta. Biasanya, mereka nglitih, Pamungkas (20 tahun), tewas setelah di­
jalan-jalan mencari angin, dan kemudian tu­suk senjata tajam; Iqbal Dinika Rofiqy
melakukan aksi jahat di jalanan— itu (16 tahun), tewas setelah dianiaya dan
dilakukan baik untuk menyerang musuh kepalanya dihantam dengan beton.
(berupa tawuran antar geng sekolah), Kasus klitih di Yogyakarta masih te­
maupun terhadap orang-orang yang tidak rus muncul, dan potensi meluasnya di­per­
ditargetkan sejak awal. Sehingga siapa pun ki­rakan masih cukup besar di tahun 2017.
bisa jadi korban, bukan hanya terbatas dari Kasat Reskrim, Polres, Sleman, Sepuh A.I
kalangan pelajar semata. Siregar, mencatat setidaknya sampai bu­lan
Tidak begitu jelas waktu beroperasinya April, di wilayah Sleman saja, sudah enam
klitih, bisa malam hari, bisa juga siang dan laporan kasus klitih yang masuk ke pi­hak­
sore hari. Di kalangan geng pelajar yang nya. “Ada enam laporan yang masuk,” ujar­
gemar melakukan klitih, jam operasi klitih nya saat ditemui di kantor Polisi Sleman.
biasa disebut “jam jahat”. Disebut jam jahat, Laporan di atas didasarkan pada kerja-
karena mereka tidak segan-segan untuk kerja patroli dan razia polisi. Dari patroli
menganiaya dan menghabisi korban. Saat dan razia sepanjang bulan Januari-April,
beroperasi, mereka biasa menggunakan pi­hak­nya kerap menemukan geng pelajar
senjata tajam, seperti pedang, parang, yang membawa senjata tajam. Senjata ta­
gir, celurit, pisau, dan lain sebagainya. jam itu dibawa saat tawuran, misalnya, ta­
Yang khas juga dari aksi klitih ini, pelaku wur­an sehabis pertandingan futsal antar
kerapkali mengendarai motor KLX. se­ko­ lah, maupun dalam momen-momen
Di Yogyakarta, klitih bukan kasus yang me­re­ka bergerombol tidak jelas di jalanan.
in­
sindental. Kasusnya sudah sedemikian “Me­re­ka juga biasa dalam keadaan mabuk,”
massif dan marak terjadi. Pada tahun lalu, te­
rang Sepuh. Memang, tak ada korban
ber­dasarkan laporan-laporan media, nyaris me­ning­gal dalam kasus-kasus tersebut.


tiap bulan terjadi kasus klitih. Data Data mutakhir yang diungkap Polres
Kepolisian Daerah Provinsi Yogyakarta, Sleman tersebut, baru terbatas pada kasus
mencatat pada tahun 2016, terjadi se­ti­dak­ yang terdata. Artinya, belum mencakup
nya 43 kasus klitih di Yogyakarta, dengan kasus-kasus klitih dengan akibat ringan
pe­rincian Sleman (21 kasus), Bantul (15 ba­gi korbannya dan tidak terdata se­per­ti
kasus), Gunung Kidul (4 kasus), Kota Jogja kasus yang dialami Dodit. Dodit me­ru­pa­
(2 kasus) dan Kulonprogo (1 kasus). kan salah satu korban yang tidak melapor
Angka korbannya, dari mulai yang lu­ ke pihak kepolisian dan kasusnya tidak di­
ka ringan sampai yang meninggal, juga be­ri­ta­kan media.
cu­kup banyak. Untuk menyebut beberapa

10 | PRANALA EDISI 14, MARET-APRIL 2017


Dari Klitih ke Bisnis Keamanan “Dan itu saya amati perubahannya, se­
Mengapa pelajar di Yogyakarta se­de­ kitar tahun 2008. Lalu agak menjadi nyata
mi­kian berani dan nekat melakukan ak­ tahun 2009. Banyak geng-geng pelajar,
si klitih? Menurut Soeprapto, sosiolog yang secara tertulis, menyatakan diri bu­
kriminalitas UGM, fenomena klitih di bar,” kata Soeprapto, saat ditemui di kan­
Yogyakarta ini tidak bisa dilepaskan dari tor­nya, di Jurusan Sosiologi UGM.
munculnya Peraturan Wali Kota (Perwal) Akibat lain dari Peraturan Walikota
No. 24 Tahun 2008 dan Perwal No. 41 itu, lanjut Soeprapto, sebagian geng pe­
Tahun 2010 Tentang Pedoman Penyusunan la­jar tidak lagi memiliki musuh. Seperti
Tata Tertib Sekolah, yang harus diikuti lu­as diketahui, tawuran antar pelajar di
oleh Peraturan Kepala Sekolah di masing- Yogyakarta sudah marak terjadi sejak
masing sekolah. Dalam peraturan tersebut tahun 1980-1990an.
ditegaskan bahwa barang siapa pelajar Dalam kondisi ketiadaan atau ber­ ku­
terlibat tawuran, maka akan dikembalikan rang­nya musuh karena banyak geng-geng
ke orang tua alias dikeluarkan dari sekolah. pelajar yang bubar, klitih di kalangan
Banyak pelajar di Yogyakarta yang geng-geng pelajar di Yogyakarta, yang
khawatir dengan keberadaan Peraturan semula hanya dimaknai sebagai sekedar
Walikota itu. Mereka takut dikeluarkan dari aktivitas jalan-jalan secara bergerombol,
sekolah jika melakukan tindakan tawuran. me­ngalami transformasi dan bergeser se­
Sehingga dengan sendirinya, intensitas pe­nuh­nya menjadi momen mencari musuh.
tawuran antar pelajar, menurun secara Mencari lawan.
signifikan. Dengan kata lain, Peraturan “Kata ‘klitih’ itu sebetulnya nasibnya
Walikota tersebut membuat pelajar tidak sama dengan kata ‘geng’. Dulu jaman sa­
mudah untuk melakukan tawuran. ya masih jadi pelajar, geng itu positif. Ada
geng musik, ada geng olahraga, geng
te­ater, kemudian ketika dicemari oleh
Tidak begitu jelas waktu pelajar-pelajar tertentu dengan tindakan-
tin­dakan tertentu yang negatif, sehingga
beroperasinya klitih, bisa
makna geng itu menjadi negatif. Klitih ju­
malam hari, bisa juga
ga,” terang Soeprapto.
siang dan sore hari. Di Maka, klitih kata Soeprapto tidak bisa
kalangan geng pelajar sepenuhnya dipandang sebagai semata-
yang gemar melakukan mata kelanjutan dari fenomena tawuran
klitih, jam operasi klitih dalam sejarah dunia kekerasan pelajar di
biasa disebut “jam Yogyakarta. Klitih adalah fenomena yang
jahat”. baru dan unik. Seorang mantan anggota
JoxZin, salah satu geng terbesar di

EDISI 14, MARET-APRIL 2017 PRANALA |11


L AP O R A N U TA MA

12 | PRANALA EDISI 14, MARET-APRIL 2017


Yogyakarta pada zamannya bernama Alex Sementara, jika anak-anak atau remaja
(nama samaran), juga menilai fenomena yang melakukan kejahatan, hukumannya
klitih ini tidak sama dengan fenomena akan lebih ringan, tidak dihukum atau
tawuran pelajar tatkala dirinya masih diversi (pembinaan). Ini yang sering di­
sekolah dulu. “Jelas beda, makanya saya dok­ trin­
kan ke geng-geng pelajar oleh
enggak terlalu mengerti mengenai klitih kelompok eksternal. Padahal, doktrin itu,
sekarang ini,” akunya saat ditemui di sela- kata Soeprapto, jelas sangat menyesatkan.
sela kerjanya. Mereka dibohongi oleh kelompok eksternal
Yang menarik, dalam kegiatan nglitih itu. Pelajar dalam batas-batas tertentu jika
dalam pengertian mencari musuh dan melakukan tindakan kriminal tetap akan
me­lakukan aksi jahat itu, kata Soeprapto, dihukum.
geng pelajar di Yogyakarta tidak sendirian. Pernyataan Soerapto diamini oleh Kasat
Ada indikasi kelompok-kelompok eksternal Reskrim Polres Sleman, Sepuh A.I Siregar.
yang ikut terlibat di sana. Saat ditanya, Berdasarkan hasil pemeriksaan pihaknya,
siapa kelompok-kelompok eksternal itu, memang ada indikasi kelompok-kelompok
Soeprapto hanya menjawab: “kelompok- eksternal bergabung dan menumpang de­
kelompok besar itu bisa beragam, bisa ngan geng pelajar. Mereka ini biasanya
kakak tingkat yang sudah alumni, bisa me­­lakukan indoktrinasi diversi atau pe­ri­
geng-geng yang ada di Jogja. Artinya, nganan hukuman bagi remaja jika me­la­ku­
bukan dari sekolahan. Kalau dulu ada kan kejahatan.
istilah gali, gabungan anak-anak liar, ada “Indoktrinasi itu sesat. Mereka ma­
juga yang menyebut preman.” sih bi­ sa dihukum kok. Diversi kan ada
Selain itu, bukan rahasia umum lagi, syaratnya. Yang wajib diversi itu bu­kan
kata Soeprapto, banyak kelompok yang jadi tindak pidana yang tujuh tahun an­cam­an­
penguasa di semua arah mata angin: area nya dan bukan pe­ngu­langan. Kalau kasus
Jogja Timur, area Jogja Selatan, area Jogja pidana yang an­cam­annya lebih dari tujuh
Utara, area Jogja Barat. tahun tidak wajib dilakukan diversi,” jelas
“Kenapa (kelompok eksternal itu) nim­ Sepuh.
brung?” tanya Soeprapto dan lalu men­ja­ Malah, kata Sepuh, kebijakan Kapolres
wab­nya sendiri, “karena mereka kalau me­ Sleman, dalam rangka untuk memberikan
la­kukan kejahatan hukumannya kan berat, efek jera dan pengulangan tindakan yang
karena dewasa. Sehingga da­ lam ba­ ha­
sa sama dari pelaku klitih yang lain, tidak
Jawa, disebut ‘nabok nyilih tangan’ (me­la­ dilakukan diversi. “Dengan begini, pelajar
ku­kan kejahatan dengan meng­gu­na­kan akan mikir dua kali untuk melakukan tin­
ta­ngan orang lain), misalnya ingin me­la­ dak kriminal karena pasti akan ditahan po­
ku­­kan tindakan mengacau suasana, anti li­si. Apa mau punya cap napi sejak remaja,”
ke­amanan.” pungkas Sepuh serius.

EDISI 14, MARET-APRIL 2017 PRANALA |13


L AP O R A N U TA MA

Lantas, apa sebenarnya motif dan kelompok besar tersebut. “Makin berani
tujuan dari kelompok eksternal mem­ pelajar melakukan tindakan kekerasan,
bisiki geng-geng pelajar untuk me­ la­ penganiayaan di tempat-tempat ramai,
ku­kan aksi klitih? Menurut Soeprapto, poinnya tinggi, ratingnya naik, untuk
motif mereka, pada awalnya, hanya bisa direkrut di kelompok eksternal
sekedar eksistensi diri. Tetapi se­ lan­ atau kelompok yang lebih besar.”
jutnya, Soeprapto yakin, ada motif lain
yang lebih besar yaitu motif eko­ no­ Upaya Meredam
mi dan bisnis. Mereka sengaja ingin Upaya penanganan dan meredam
men­ ciptakan situasi penuh kekacauan kasus klitih tidak serta-merta dapat di­
dan ketidak-kondusifan di Yogyakarta serahkan sepenuhnya ke pihak ke­po­li­
sehingga mereka bisa menciptakan dan si­an. Memang, dalam soal keamanan,
menguasai sistem keamanannya sendiri. ke­polisian merupakan leading sector.
Kontrol keamanan itu pada akhirnya di­ Ta­pi, kepolisian dalam melakukan pen­
ori­entasikan untuk bisnis. “Muaranya, ce­gah­an kasus klitih, tak bisa bekerja
mereka jual jasa keamanan,” kata dia. sendirian. Kepolisian harus melibatkan
Sementara, motif dari geng-geng partisipasi masyarakat (community ori­
pelajar sendiri bisa beragam dalam me­ en­ted policing).
lakukan aksi klitih dan mengikuti bi­sik­ Apalagi, mengingat rasio kepolisian
an dari kelompok eksternal. Meski ter­ dan masyarakat di Indonesia masih
ka­dang, mereka tidak punya motif dan begitu tinggi, yaitu 1:2000. Padahal,
tujuan. rasio polisi dan masyarakat di negara-
“Motif mereka kompleks ya. Ada negara lain yang memenuhi kategori
yang kecewa di sekolah. Ada yang ke­ ide­al adalah 1:600. “Jadi ini juga soal
ce­wa di rumah. Jadi ada banyak faktor ra­sio, enggak mungkin polisi enggak
psi­kologis. Atau, ada yang sempat jadi ti­
dur sehari semalam hanya untuk
kor­ban sehingga ingin balas dendam. ber­ jaga-jaga.” Soeprapto menampik
Yang lainnya, juga karena motif krisis ada kesan pembiaran yang dilakukan
iden­titas, jadi butuh perlindungan dari ke­ po­lisian terhadap kasus klitih di
ke­lom­pok (eksternal) yang ditakuti,” je­ Yogyakarta. “Mereka sudah upaya ke­
las Soeprapto. ras,” pungkasnya.
Sebab itu, lanjut Soeprapto, bagi pe­la­ Menurut Soeprapto, untuk me­mi­ni­
jar yang sedang mengalami krisis iden­ mal­isir kasus klitih ini, mau tak mau,
titas dan butuh perlindungan dari ke­ semua pihak dan lembaga harus sa­ling
lom­p­ok eksternal atau kelompok besar bersinergi. “Ada lima lembaga so­ sial
yang ditakuti, aksi klitih bisa menjadi dasar yang hadir dalam setiap ma­sya­
semacam mahar untuk bisa diterima di rakat: lembaga keluarga, lembaga pen­

14 | PRANALA EDISI 14, MARET-APRIL 2017


di­dik­an, lembaga ekonomi, lembaga oleh banyak pihak di Yogyakarta. Mi­
agama, dan lembaga pemerintah.” sal­nya, saat ini ada agenda patroli anti
Kelima lembaga sosial dasar ini ha­ klitih yang dilakukan komunitas motor
rus saling terhubung. Pelajar, kata trail di Sleman. Kegiatan patroli anti
Soeprapto, rentan melakukan kejahatan klitih ini dilakukan karena keresahan
ka­re­na lembaga keluarga selama ini para anggota komunitas motor trail
sudah tidak memberikan fungsi ke­ melihat kasus klitih yang sudah se­de­
lu­ar­
ga secara maksimal. “Bekal dari mi­ki­an parah di Yogyakarta.
rumah kurang,” katanya. Fungsi ke­lu­ “Yang namanya menciptakan kea­
ar­ga harus diaktifkan kembali. Lem­ man­an itu, tidak harus dorongan dari
baga agama, juga harus kembali meng­ polisi. Tapi masyarakat itu bisa men­cip­
aktifkan nilai-nilai norma ke­aga­maan. ta­kan keamanannya sendiri. Entah itu
Lembaga pendidikan harus meng­ im­ mau berkoordinasi atau tidak dengan
ple­mentasikan kurikulumnya, lembaga polisi, itu enggak masalah,” ujar Kasat
ek­ nomi harus semakin memperketat
o­ Reskrim, Polres, Sleman, Sepuh, A.I
penjualan miras dan narkoba, misalnya. Siregar mengomentari positif kegiatan
Lembaga pemerintah, terutama polisi, komunitas tril dalam melakukan patroli
harus semakin mengintensifkan pa­tro­ anti klitih.
li dan razia. “Kalau lima lembaga so­si­ Selain itu, kepolisian—dengan
al dasar ini bersinergi, ini akan mem­ meng­gan­deng pengamat, media massa,
per­sem­ pit adanya kesempatan pelajar se­jum­lah ahli—menghimbau agar ma­
un­tuk melakukan tindakan kekerasan,” sya­ rakat dan publik di Yogyakarta
tu­tur Soeprapto. tidak lagi menggunakan istilah klitih
Sementara dari sisi kepolisian, se­la­ untuk menyebut kasus kekerasan yang
in mengintensifkan jadwal patroli dan di­l­­akukan pelajar. Sebagai gantinya,
razia di jalanan, mereka juga aktif me­ ke­polisian mengusulkan kata “anirat”,
ra­zia parkir-parkir penitipan motor di sing­ katan dari: penganiayaan dengan
luar atau di dekat-dekat sekolah. Sebab, pem­beratan.
meski otoritas sekolah dan kepolisian Penggantian dilakukan, selain ingin
sudah melarang pelajar membawa mo­ mengembalikan kata klitih ke makna
tor ke sekolah. Tetapi faktanya, selama sebenarnya, juga ingin menegaskan
ini banyak pelajar di Yogyakarta tetap bahwa kejahatan yang dilakukan pelajar
mem­ bawa motor ke sekolah dengan akan tetap diproses secara hukum,
me­ni­tipkan di jasa parkir di luar atau di atau dilakukan pemberatan, untuk
dekat-dekat sekolah tersebut. menimbulkan efek jera. n
Pihak kepolisian juga mendukung
kampanye anti klitih yang dilakukan

EDISI 14, MARET-APRIL 2017 PRANALA |15


L AP O R A N U TA MA

Fenomena Klitih:
Lemahnya Kurikulum
Hingga Zombie
Pendidikan
Oleh M. Yasin

B
Darah pelajar kembali tumpah. Kota egitulah sepenggal cerita Pur­
pelajar kembali berduka. Lagi, aksi klitih wi­ya­di seorang kepala se­ko­lah
memakan kor­ ban jiwa. Korban bernama Menengah Pertama (SMP) Piri
Ilham Bayu Fajar (17) yang merupakan 1 kota Yogyakarta saat di te­mui
siswa SMP Piri 1 Yogyakarta. Korban di­se­ di ruangannya siang itu. Dengan su­a­sana
rang sekelompok orang tidak dikenal de­ngan agak dingin ditandai dengan ge­ mer­ cik
menggunakan senjata tajam di jalan Kenari hujan menyertai pertemuan saya de­ngan
yang berada dekat dengan kantor Pem­ kot sang kepala sekolah. Keadaan alam yang
Yogyakarta bulan maret lalu se­ki­tar pukul tidak menentu tidak menyurutkan ke­ingin­
01.00 WIB dini hari. an saya menyelesaikan agenda yang sudah
disusun.

16 | PRANALA EDISI 14, MARET-APRIL 2017


Dengan senyum riang kami memulai 10 malam saya sudah tidak berani lagi ke­
obrolan santai sambil berjalan menuju ru­ lu­ar mas, saya trauma,” ujarnya.
angannya. Ruangan yang begitu rapi de­ AD menceritakan bahwa kejadian yang
ngan jejeran foto terpasang di dinding me­ nimpanya berawal dari sepulangnya
ru­angan. Belum lagi tumpukan buku dan mem­ban­tu temannya yang kehabisan ben­
ar­sip sekolah tertata di meja ruangan itu. sin di dekat terminal Jombor. Saat itu, ka­
“Si­lakan duduk Mas maaf banyak yang me­ ta­nya, sekitar jam 03.00 WIB dini hari ia
num­puk,”ujarnya sambil membenarkan po­ da­tang dari arah barat sambil mengendarai
si­si duduknya. mo­tor­nya sebelum tikungan ring road ja­
Setelah duduk dengan suguhan air mi­ lan Kaliurang tiba-tiba dari belakang da­
ne­ral saya memulai bertanya mengenai kli­ tang empat motor dari belakang dan me­
tih kepada kepala sekolah yang akrab di­ nen­dangnya sampai tersungkur.
pang­gil Pak Pur itu ia pun langsung nye­le­ “Saya sendirian saat itu sambil me­ne­
tuk “siswa saya jadi korban Maret kemarin ngok ke belakang enggak ada apa-apa, eng­
mas,” cetusnya. gak ada orang ya udah saya santai. Tiba-
Dengan muka sedih Pak Pur men­ce­ri­ta­ ti­ba saya tidak tahu datang dari belakang
kan kejadian yang menimpa peserta di­dik­ de­la­pan orang dengan empat motor sambil
nya yang bernama Ilham Bayu Fajar (17) bo­n­ceng­an menendang motor saya sampai
yang bermula dari ajakan teman-temannya ja­tuh, semuanya pakai cadar. Setelah itu
untuk ke luar bermain biliar ke jalan Solo. saya hanya dilihat dan mereka pergi me­
Di tengah perjalanan pulang dari main bi­ ning­galkan saya,” tuturnya.
li­ar itu dia dan teman-temannya bertemu Menanggapi kejadian tersebut, ketika
dengan sekelompok anak muda dan saling le­bih jauh ditanya mengenai apa sih klitih
tegur yang berlanjut dengan saling kejar- itu. Sebab klitih sendiri, sebuah kata yang
kejaran antara korban dan pelaku. “Pas di ter­de­ngar asing bagi sebagian warga luar
jalan Kenari yang berada dekat dengan Yogyakarta, namun cukup familiar bagi
kantor Pemkot Yogyakarta korban dibacok warga kota gudeg ini. Kejadian yang be­
menggunakan senjata tajam,” tuturnya. la­kang­ an ini semakin banyak memakan
Cerita yang sama diceritakan juga oleh kor­ban dan kejadian yang membuat miris
AD (24) salah seorang korban klitih yang serta mengkhawatirkan terutama bagi pa­
selamat. Kejadian yang menimpanya akhir ra remaja dan masyarakat yang sering ke­
Januari 2017 membuatnya mengalami lu­ lu­ar malam.
ka di bagian muka, tangan dan kakinya. Alumni UNY Yogyakarta ini me­
Sekarang ia menjadi trauma dan tidak be­ ne­ rang­kan, klitih itu diartikan sebagai
ra­ni lagi keluar malam. “kalau sudah jam ak­ ti­
vitas keluar rumah untuk berburu

EDISI 14, MARET-APRIL 2017 PRANALA |17


L AP O R A N U TA MA

makanan saat malam hari di warung Ang­


kring­an atau burjo, Namun untuk saat ini
sepertinya kata “klitih” itu sudah berubah Tiba-ti­ba saya tidak tahu
makna. “Ini semacam gang, tim atau grup, datang dari belakang
biasanya sepulang sekolah berputar keliling de­la­pan orang dengan
dengan tujuan yang tidak jelas dengan empat motor sambil bo­
mengendarai sepeda motor,” tuturnya. n­ceng­an menendang
Terjadinya fenomena klitih pada pelajar motor saya sampai ja­tuh,
Yogyakarta, sebenarnya bukanlah hal
semuanya pakai cadar.
yang simultan, fenomena tersebut sudah
Setelah itu saya hanya
la­
ma terjadi namun mungkin namanya
sa­ja yang berbeda. “Dulu mungkin geng,
dilihat dan mereka pergi
grup sekarang klitih. Namun kata klitih ini me­ning­galkan saya,
sebenarnya bukanlah kekerasan mas, kata
ini sudah di salah artikan,” tegasnya.
Ia mengharapkan agar kejadian ini se­ waktu jalan-jalan keliling naik motor
ge­ ra mendapatkan perhatian dari semua ramai-ramai. Ini yang tadinya positif
pihak, utamanya dari pihak kepolisian. ber­ubah menjadi negatif karena karena
Me­nu­rutnya, semua pihak tentunya pasti tindakan yang dilakukan oleh para pelajar
dirugikan dengan adanya klitih. Baik dari sudah mengancam keselamatan orang lain.
segi fisik, segi biaya, dan segi psikis. Segi Soeprapto menjelaskan, ada beberapa
fisik biasanya akan terjadi banyak korban fak­tor yang melatarbelakangi terjadinya
dari cedera ringan, cedera berat bahkan klitih di antaranya Faktor internal, faktor
hingga kematian. Dari segi biaya mungkin ini terjadi di dalam individu yang salah
banyak kerugian misalnya motor yang di­ akan mengimplementasikan tentang cara
ken­da­rai bisa rusak akibat dirusak oleh la­ solidaritas. Faktor keluarga, faktor ini
wan­nya, atau pun rumah warga yang salah terjadi karena kurangnya perhatian dari
sa­saran akibat lemparan batu. Dan yang keluarga sehingga remaja akan terbiasa
yang terakhir adalah segi psikis ini terjadi dengan kekerasan. Faktor sekolah, faktor
oleh korban yang mengalami trauma saat ini terjadi karena hilangnya kualitas pe­nga­
ter­ke­na benda-benda tajam yang melukai jaran yang berkualitas. Faktor lingkungan,
tu­buh­nya. fak­tor lingkungan yang buruk mendorong
Pandangan senada diungkapkan juga adanya kekerasan.
oleh ahli sosiolog kriminalitas UGM Pandangan berbeda diungkap sosiolog
Soeprapto. Menurutnya, kata klitih du­lu­ pendidikan Universitas Negeri Surabaya
nya memang positif tetapi ketika itu sudah (UNESA) Ardhie Raditya yang menyatakan
diadopsi oleh para pelajar dengan mengisi bahwa fenomena klitih di kalangan pelajar

18 | PRANALA EDISI 14, MARET-APRIL 2017


terjadi akibat kurikulum pendidikan yang Selain itu, kurikulum pendidikan yang
terlalu mementingkan aspek kognitif. As­ cenderung mementingkan aspek kognitif
pek kognitif yang dimaksudnya, kata ter­nya­ta membentuk persepsi di masyarakat
Adhie, karena hanya berfokus pada materi- bah­wa seseorang yang tidak pintar secara
materi pelajaran yang diajarkan. kognitif berarti bodoh. “Pengategorisasian
“Pelajar adalah kalangan muda yang seperti pintar, bodoh, ini anak unggul dan
memiliki energi besar. Namun, kurikulum ini tidak unggul harus dihilangkan. Sebab,
pendidikan tidak mampu mengapresiasi sekolah tempat menimba pengetahuan bu­
kekuatan itu,” jelasnya ketika dihubungi via kan tempat pengotak-ngotakan manusia.
telepon beberapa waktu lalu. menanggapi Saya lihat kurikulum semacam ini sudah
kian maraknya aksi klitih di kalangan meng­akar, mulai dari jenjang dasar sam­pai
pelajar. menengah atas dan hal ini harus di­hi­lang­
Ardhie menjelaskan bahwa energi kan,” tegasnya.
pelajar yang besar itu seharusnya diapresiasi Mengenai tindakan klitih yang kerap
se­ko­lah secara proporsional. Misalnya, me­ dilakukan oleh para remaja sudah saatnya
nya­ lur­
kan bakat siswa di bidang-bidang mendapatkan kepedulian dari semua pihak
lain, seperti kesenian, olahraga, dan ke­ dalam menjaga kehormatan atau maru’ah
te­
ram­ pilan. “Kalau siswa hanya dituntut dunia pendidikan demi mewujudkan ge­ne­
secara kognitif dalam kurikulum, mereka ra­si bangsa yang toleran. Menurut Ardhie,
tentu kesulitan meluapkan kelebihan ener­ terjadinya tindakan klitih pemicunya bu­
gi­nya dalam hal-hal lain yang positif. kan­lah faktor tunggal melainkan mul­ti­di­
Akhir­nya kita jangan heran zombie pen­di­ men­si. Oleh karenanya pendekatan pe­nye­
dik­an menjadi bermunculan,” tutur bapak le­saiannya juga mutlak tidak bisa meng­
yang akrab dipanggil kamrad oleh teman- gu­na­kan ‘kacamata kuda’ ke arah patroli
temannya ini. se­ma­ta. Tentunya sangat diperlukan upaya
Sekolah seharusnya mengakomodasi se­ri­
us dan mendasar dari pemerintah
as­pek afektif yang berkaitan dengan ra­ agar klitih dapat dihentikan, tidak hanya
sa dan empati, termasuk dalam se­ mua di Yogyakarta melainkan juga di daerah-
ma­ ta pelajaran, “Secara pribadi lem­ ba­
ga daerah lainnya.
pendidikan yakni sekolah harus me­ne­rap­ “Generasi muda harus diselamatkan
kan konsep pedagogik hati,” jelasnya. da­ri budaya klitih. Saatnya generasi mu­da
Ardhie mengatakan bahwa pelajaran mendapatkan ruang kondusif untuk men­
ek­sak­ta adalah pelajaran yang teoretis dan ja­di pemimpin negeri masa depan melalui
kognitif. Akan tetapi, aspek psikologis dan kon­sep pedagogik hati, dan bukan menjadi
afektif pun bisa diselipkan dalam pem­be­la­ ge­ne­ra­si zombie,” saran Ardhie mengakhiri
jarannya melalui praktik lapangan dengan pem­bi­caraan. n
tidak mengesampingkan aspek yang lain.

EDISI 14, MARET-APRIL 2017 PRANALA |19


L AP O R A N U TA MA

20 | PRANALA EDISI 14, MARET-APRIL 2017


EDISI 14, MARET-APRIL 2017 PRANALA |21
LWAWANC
AP O R A NAURTA
A MA

“KARENA HUTANG BUDI,


SAYA IKUT KLITIH”
Oleh M. Yasin

AKHIR-AKHIR INI ISTILAH NGLITIH/


KLITIH KERAP TERLONTAR DI BERBAGAI hak. Berdasarkan penelusuran yang di­
OBROLAN YANG MEMBAHAS la­
ku­kan, ternyata aktivitas geng pelajar
KENAKALAN REMAJA. NGLITIH
di Yogyakarta tidak bisa dipisahkan dari
MERUPAKAN BAHASA JAWA YANG
ma­rak­nya aksi klitih. Demi eksistensi geng
BERARTI MENCARI KESIBUKAN DI SAAT
pelajar, aksi klitih seakan-akan di­ lang­
SENGGANG.
geng­kan menjadi sebuah tradisi.

A
Awal bulan April lalu, saya ber­ke­sem­
ksi kekerasan jalanan atau pat­an ngobrol lebih jauh dengan mantan
di­
se­
but dengan istilah kli­ pe­laku klitih di Yogyakarta. ANG, pria 23
tih yang dilakukan oleh pa­ra tahun yang tidak mau menyebut nama asli­
pelajar di Yogyakarta me­ nya. Dia adalah lulusan salah satu SMA di
ngun­
dang keprihatinan dari banyak pi­ kota Yogyakarta pada tahun 2012.

22 | PRANALA EDISI 14, MARET-APRIL 2017


ANG merupakan seorang mantan ang­ “Dalam pembekalan juga ada tes mental
gota geng pelajar dari salah satu SMA di dan fisik oleh kakak kelas,” lanjut ANG.
Kota Yogyakarta dan menuturkan bahwa “Untuk tes fisik, kita harus berkelahi de­
awal mula dirinya bergabung dengan geng ngan kakak kelas. Perkelahian itu, lan­jut­nya
pe­ la­
jar karena merasa memiliki hutang tidak boleh memukul kepala atau alat vital.”
budi, yaitu karena pernah ditolong oleh pa­ Selain diajari untuk berkelahi. ANG
ra kakak kelasnya saat ia menjadi korban dan kawan-kawan geng satu angkatannya
pe­nge­royokan oleh pelajar sekolah lain. ju­ga diajari cara dan metode klitih. ANG
“Saat pulang mengikuti Masa Orientasi di­ajak seniornya untuk berkeliling kota dan
Sekolah (MOS) pada tahun 2010, saya di­se­ me­ng­litih lawan-lawannya.
rang oleh pelajar yang merupakan musuh “Target klitih hanya anggota-anggota
se­ko­lah saya. Saya sampai sempat disabet geng yang menjadi musuh sekolah kami.
pe­dang. Saya waktu itu telepon kakak kelas, Tidak acak. Bahkan kalau ketemu siswa se­
ke­mu­dian langsung ditolong,” tuturnya. ko­lah lain di jalan, ditanya lebih dulu asal
Pasca menjadi korban penyerangan da­ SMA-nya di mana. Kalau bukan dari se­ko­
ri sekolah lain, ANG pun menjadi akrab lah musuh, tidak akan diserang,” tegasnya.
de­ngan kakak-kakak kelasnya. ANG pun ANG mengatakan bahwa saat dirinya
menceburkan diri menjadi anggota geng masih tergabung dengan geng sekolah
pelajar di sekolahnya. “Diajak sama ka­kak yang biasa melakukan klitih, jarang sekali
kelas ikut geng sekolah. Awalnya nong­ sen­ jata tajam digunakan untuk melukai
krong bareng. Terus jadi kenal,” terangnya. mu­suh. Kalau pun digunakan, hanya untuk
ANG mengatakan, dalam satu ang­kat­ me­nakuti lawannya saja, tutur ANG.
an kelas 1, hanya ada 30 orang yang di­ajak “Tujuan dari klitih untuk menunjukkan
bergabung. Selama duduk di kelas 1, 30 ek­sis­ten­si geng. Selain itu, tujuannya untuk
orang ini menjalani pembekalan. Pem­be­ me­ ngang­ kat nama geng agar semakin
kal­an ini diberikan oleh kakak kelas yang ditakuti dan disegani oleh musuh. Geng se­
lebih dulu bergabung di geng sekolah. ko­lah yang di bawah kekuasaan atau ingin
“Isi pembekalannya macam-macam. berdamai harus menyerahkan upeti, bisa
Da­ri harus menjaga kehormatan dan ke­ uang atau minuman keras. Upeti bisanya
bang­gaan geng hingga harus menjaga na­ di­ten­tu­
kan dari hasil kesepakatan antar
ma geng dari serangan geng lainnya. Se­ ketua geng dari kedua belah pihak. Hasil
la­in itu juga diberi tahu siapa saja musuh dari setoran uang itu biasanya untuk kas,”
geng sekolah kami,” jelasnya. pung­kasnya. n

EDISI 14, MARET-APRIL 2017 PRANALA |23


WAWANC A R A

24 | PRANALA EDISI 14, MARET-APRIL 2017


Drs. Soeprapto, SU (Sosiolog Kriminalitas UGM):

KLITIH TERJADI
AKIBAT RAPUHNYA
KONTROL SOSIAL
Pewawancara Kelik Sugiarto

SAAT INI, ISTILAH KLITHIH MENGALAMI nya kegiatan itu dilakukan secara positif,
PERUBAHAN MAKNA. DARI YANG tetapi ketika aktivitas itu diadopsi oleh pe­
AWALNYA SEBAGAI BENTUK AKTIVITAS
la­jar dengan jalan-jalan, keliling naik mo­
MENGISI WAKTU LUANG TANPA TUJUAN
tor berombongan dan berpapasan dengan
YANG JELAS, BERUBAH MAKNA MENJADI
KEGIATAN YANG IDENTIK DENGAN rom­bong­an lain, kemudian saling melirik,
KEKERASAN, MENGAPA? me­lo­tot, saling ejek, saling kejar akhirnya
ter­ja­di tawuran. Awalnya menggunakan

K
sen­ ja­
ta seadanya seperti batu, lalu ber­
ata klithih sebenarnya sama de­ kem­ bang menggunakan benda tumpul
ngan kata geng. Dulu geng itu dan terakhir menggunakan senjata tajam.
bermakna positif juga, seperti Nah, kenapa makna itu bergeser? Di
geng musik dan geng volley. an­ta­ra jawabannya adalah ketika Walikota
Intinya, geng itu kelompok hobbi. Tetapi Yogyakarta menerbitkan Perwal yang
kemudian dicemari dengan tindakan-tin­ di situ disebutkan, “Barang siapa terlibat
dak­an negatif dari pelajar-pelajar tertentu tawuran, maka akan dikembalikan kepada
sehingga makna geng menjadi negatif. orang tua.” Sejak saat itu pelajar mulai
Klithih juga sama, berasal dari bahasa ber­fikir rasional untuk tidak berbuat tin­
Jawa klithah-klithih yang berarti tindakan dakan-tindakan yang negatif. Saya lihat
untuk mengisi waktu yang dilakukan se­ perubahannya terjadi sekitar tahun 2007-
ca­ra spontan dan bukan suatu keharusan 2008. Dan pada tahun 2009 banyak geng
untuk dilakukan. Bentuknya bisa di­la­ku­­ pelajar yang secara tertulis menyatakan
kan di rumah atau di ruang-ruang pu­blik bubar.
yang lain. Seperti kalau di bulan pu­asa Dengan adanya Perwal itu, perilaku
kita mendengar istilah ngabuburit. In­ti­ tawuran berkurang dan tidak mudah di­

EDISI 14, MARET-APRIL 2017 PRANALA |25


WAWANC A R A

pe­nga­ ruhi untuk berbuat yang negatif. Ada proses rekrutmen dari kelompok
Tetapi kemudian kelompok geng ini kan eks­ternal ini, yang daftar adalah anak-
akhir­nya tidak mempunyai musuh, di sini­ anak atau pemuda di atas 18 tahun. Me­
lah kata klithih akhirnya bergeser bukan re­ka tidak akan diturunkan ke jalan. Te­
sekedar puter-puter mengisi waktu tetapi ta­
pi bisa dijadikan sebagai pelatih atau
tindakan mencari musuh. Dari sinilah ke­ se­ba­gai pencari tempat lokasi kekerasan.
mu­dian klithih dimaknai sebagai tindakan Nan­ti yang diterjunkan anak-anak yang
yang identik dengan kekerasan. di bawah usia 18 tahun.
Nah, pada saat itulah muncul ke­lom­
pok eksternal. Apakah kakak kelas, alum­
ni atau kelompok lain yang lebih be­sar Semakin berani anak-
nimbrung di situ. Kelompok lain ini mak­ anak ini melakukan
sud­ nya bisa beragam : bisa geng lain kejahatan, maka poinnya
yang berada di Jogja atau bisa dari geng akan semakin tinggi di
se­ko­lah lain. Dulu kita mengenal istilah
komunitas anak geng
“gali”, gabungan anak-anak liar atau juga
preman. Kenapa kelompok ini nimbrung?
Karena kalau mereka yang melakukan ke­ Semakin berani anak-anak ini me­la­ku­
ja­hat­an hukumannya kan berat sehingga kan kejahatan maka poinnya akan se­ma­
dalam bahasa jawa ada istilah nabok nyilih kin tinggi. Bahkan yang saya amati kalau
tangan. terjadi pembacokan dengan senjata tajam
Para senior anak-anak geng ini bilang, seperti clurit atau sabit, itu senjata bukan
“Kamu saja yang melakukan! Karena pasti sabit yang biasa dipakai petani, tetapi dari
hukumannya ringan.” Istilahnya diversi bahan piringan disc brake, itu kan baja. Ke­
de­ngan pembinaan. Mereka tidak tahu ti­ka diayunkan dengan sekali ayun, daya
per­kem­ bangan bahwa sekarang sudah be­rat­nya mampu merobek dada.
ada tindakan pada tindak kenakalan yang Kaitannya dengan sosiologi kri­mi­na­
mengarah pada kekerasan atau kriminal, l­itas, fenomena klithih ini karena fak­tor
yaitu dengan diproses secara hukum. keluarga yang sudah tidak dapat men­
Walau pun pelakunya kurang dari 18 ta­ ja­ lan­
kan fungsinya secara maksimal.
hun, tetap diproses hukum. Apalagi ada Fungsi keluarga itu minimal ada empat.
ting­ kat­
annya: cedera sementara, cedera Per­tama sosialisasi nilai-nilai budaya dan
se­umur hidup, kematian. Jadi, tidak ada norma. kedua fungsi perlindungan. Ketiga,
la­gi diversi. fungsi ekonomi. Banyak orang berani ka­

26 | PRANALA EDISI 14, MARET-APRIL 2017


win, tetapi belum siap : pendapatan se­di­ dalam mendapatkan empat fungsi tadi,
kit lalu anaknya terlantar, kemudian ja­di mereka adalah anak-anak yang kecewa
ciblek. Dulu ada ayam kampus, tetapi se­ terhadap situasi. Makanya, banyak pelaku
ka­rang ayam pelajar juga ada dan banyak. berangkat dari keluarga yang broken home,
Keempat, fungsi reproduksi. atau anak-anak yang pada saat kecil sering
Ketika fungsi satu sampai tiga mulai mengalami kekerasan. Anak-anak inilah
hi­lang, akhirnya anak tidak memiliki be­ yang kemudian menunjukkan identitasnya
kal yang kuat. Ditambah dengan sistem dan bergerak mencari musuh.
pendidikan yang kurikulumnya tidak ada
karakter, walau pun visi pendidikan se­
ka­rang adalah menciptakan insan yang “Banyak pelaku
cer­das, kompetitif dan berkarakter dan kekerasan berangkat
ber­mar­tabat. Faktanya, visi tersebut tidak dari keluarga yang
di­ja­lan­kan di lembaga pendidikan dengan broken home, atau
mak­ si­
mal. Sementara lembaga ekonomi
anak-anak yang pada
mem­bu­at iklan bermacam-macam. Tek­no­
saat kecil sering
lo­gi informasi dan tayangan film sangat
mem­e­ngaruhi anak.
mengalami kekerasan.
Anak-anak inilah yang
Sejak kapan Istilah Klithih itu kemudian menunjukkan
mengandung muatan kekerasan? identitasnya dan
bergerak mencari
Klithih itu mulai mengalami perubahan musuh.”
makna pada tahun 2004. Pada saat itu
klithih dimulai dengan cara mencari
musuh, tetapi saat itu belum muncul Dari mana istilah klithih itu muncul?
klithih, tetapi masih menggunakan Apakah penamaan dari anak-anak
istilah tawuran. Tetapi tawuran itu geng sendiri atau dari media?
pasif. Misalnya, rebutan pacar kemudian
dibela temannya. Ungkapan biasanya : Itu dari anak-anak geng sendiri. Mes­
“Sekolahe nendi, ayo dilurug (digrudug).” kipun saya sendiri masih belum me­ne­mu­
Kalau tidak ada masalah tidak ada kan jawaban kenapa anak-anak itu bisa
tawuran. Tetapi orang-orang tertentu meng­­gu­
nakan istilah klithih itu. Siapa
yang dirumahnya mengalami kegagalan yang ada di belakang geng anak-anak ini,

EDISI 14, MARET-APRIL 2017 PRANALA |27


WAWANC A R A

tetapi sekali lagi penamaan itu berasal da­ mengatakan di media massa bah­wa ingin
ri anak-anak itu sendiri. hidup di Yogyakarta. Walau pun pe­ ri­
lakunya sudah tidak seperti dulu te­ta­pi
Adakah keterkaitan pelaku klitih saat kan orang Jogja tetap menolak. Nah ini
ini dengan geng-geng jaman dahulu, yang kemudian lalu kelompok yang tidak
seperti Qisruh dan Joxsin? muncul ke permukaan: “Ini lho saya ada,”
dengan cara-cara pembacokan, penyiletan
Kalau menurut saya tidak ada ka­ dan lain-lain.
itan­nya. Dulu Joxzin dan Qizruh itu kan
geng yang berafiliasi pada partai politik. Kelompok eksternal yang terlibat dan
Se­ma­ cam menjadi kelompok keamanan bersama anak-anak klithih, apakah
yang berada di garis depan untuk par­ bisa di identifikasi secara spesifik
pol-parpol tertentu. Eksistensinya su­dah siapa mereka?
diketahui banyak orang. Mereka ja­rang
menunjukkan kekuatannya de­ngan ber­ke­ Itu tidak bisa. Sulit diidentifikasi da­
lahi secara terbuka, tetapi me­nun­juk­kan ri kelompok mana. Tapi yang jelas ke­ti­
iden­titas dengan nulis atau van­dal­is­me. ka mereka itu tertangkap, ternyata bu­kan
Andai terjadi bentrok, karena ada anak pelajar. Kita sebagai peneliti tidak me­mi­
di dalam geng tersebut yang ber­ ma­sa­ li­ki wewenang lebih jauh karena masalah
lah. Tetapi dulu jarang ada koflik ter­buka itu menjadi wewenang pihak Kepolisian.
antara Joxzin dengan qizruh. Te­­­ta­pi selain Te­tapi yang saya tahu ada di antara me­
itu juga banyak yang tahu bahwa di Jogja re­ka yang bukan pelajar. Ini membuat
ini ada kelompok yang men­ja­di penguasa sa­ya semakin yakin bahwa ada dalam
area Jogja timur, Jogja Selatan. Bahkan struk­tur organ geng klithih tersebut ada
anak-anak jalanan pun dikoordinasi oleh ba­ gi­
an khusus indoktrinasi, cuci otak.
kelompok-kelompok itu. Apalagi ketika Ke­mu­di­an ada bagian yang melatih bela
ke­tua preman Jogja me­ning­gal, kemudian diri. Mereka ini mengikuti kegiatan se­ko­
terjadi semacam perebutan posisi: orang lah yang resmi ketika melakukan in­dok­
dari luar Jogja mulai masuk, sementara tri­nasi. Sehingga ketika orang tua cek,
orang-orang Jogja sendiri ingin meng­ misalkan ada kegiatan Outbond di se­ko­
gan­ti­kan. Dulu ada Hercules yang pernah lah, kemudian sebagai orang tua kita cek

28 | PRANALA EDISI 14, MARET-APRIL 2017


dan ternyata betul, tapi nanti di kegiatan ke­ke­
ras­
an sehingga dia ingin balas
out­bond itu kan tidak 24 jam full kegiatan. dendam. Nah, adanya krisis identitas ter­
Pasti ada waktu luang, nah di saat ini lah se­but membuat anak-anak tersebut mulai
indoktrinasi masuk. men­ca­ri teman sebagai tempat berlindung.
Pada intinya, anak-anak ini adalah pihak
Apakah motif kelompok eksternal yang tersisih, teralienasi.
ini hanya sebatas ingin menunjukkan
identitasnya saja? Apakah semakin sempitnya ruang-
ruang publik di Jogja karena
Pada awalnya hanya ingin unjuk iden­ tingginya laju pembangunan mall
ti­
tas saja. Tapi kemudian saya melihat dan hotel, membuat anak-anak ini
me­re­ka adalah kelompok-kelompok yang mencari wilayah-wilayah lain untuk
anti kemapanan. Tetapi muaranya nanti mengekspresikan keinginan mereka?
me­­re­­ka ya jual jasa. Jadi kalau situasi ti­
dak aman, mereka ini kemudian muncul Bahwa mereka semakin sulit ber­ ko­
un­­tuk menawarkan jasa keamanan. Mi­ mu­ ni­
ka­si itu benar. Tapi bukan berarti
sal­kan ada kawasan tertentu tidak aman, pe­nye­bab­nya hanya parsial saja. Itu kalau
kelompok-kelompok inilah yang kemudian kita menggunakan paradigma keruangan
menawarkan jasa keamanan. Jadi memang namanya. Artinya menyempitnya ruang-
sudah tidak ada kaitannya lagi dengan ruang publik tersebut tidak akan banyak
geng-geng dulu seperti Joxzin maupun berpengaruh ketika tidak diikuti apa yang
Qizruh. disebut autis social. Autis itu adalah se­
se­orang merasa memiliki dunianya sen­
Kalau geng remajanya sendiri, apa diri, tidak berinteraksi dengan orang la­
tujuan mereka ? in. Kemudian diikuti dengan kontrol so­
si­
al­
nya melemah. Sehingga saya sangat
Geng remaja itu sebenarnya tidak me­ mendukung rumus kejahatan yang me­
mi­ li­
ki tujuan yang jelas. Artinya anak- nga­ta­kan N+KS = KJ. N itu niat, KS itu
anak ini masuk ke kelompok geng karena kesempatan, KJ itu kejahatan. Jadi se­be­
ke­ce­wa dengan keluarga, kecewa dengan tul­nya bukan faktor ruangnya, atau ruang
se­ko­lah, atau dia pernah menjadi korban publik yang sempit. Kalau diikuti dengan

EDISI 14, MARET-APRIL 2017 PRANALA |29


WAWANC A R A

control social yang bagus, kesempatan dia ambil adalah wilayah Sosrowijayan
kejahatan itu tidak akan ada. Jadi ya kem­ dan Pasar Kembang. Dan tampaknya Iip
bali lagi, sebagai orang tua kalau sudah di ini tidak mengerti bahwa sponsornya ini
lu­ar jam sekolah ya dipantau. Kejadian di ingin menjatuhkan Jogja.
Jalan Kenari itu di atas jam 12 malam. Nah,
kenapa pelajar kok sampai jam 12 malam. Kembali ke masalah pelajar
Saya punya gagasan kalau naik motor yang menjadi anggota geng tadi,
lebih dari lima motor itu harus pakai ijin. bagaimana meredam perilaku-
Karena kalau sudah berombongan itu kan perilaku negatif destruktif seperti
mudah terpancing. Gesekan sedikit saja ini?
bisa berubah perkelahian.
Keluarga harus kembali menjadi fung­
Apakah ada kaitan, tindakan si kontrol. Kemudian harus ada si­ner­gi­tas
kelompok eksternal ini adalah untuk antar lima lembaga sosial dasar: keluarga,
merusak keistimewaan Yogjakarta? pendidikan, ekonomi, aga­ma dan pe­me­
rin­tah. Keluarga harus me­nge­de­pan­kan
Saya menangkap ada kelompok-ke­ fungsi kontrolnya. Pendidikan harus me­
lom­pok tertentu yang ingin menjatuhkan ne­ rap­kan kurikulum yang benar-benar
Yogjakarta. Dulu sebelum Anda lahir, di­ berkarakter. Agama harus mengaktifkan
isu­kan Jogja adalah Kota Kumpul Kebo. kembali fungsi sosialisasi nilai-nilai norma
Penelitinya dulu didanai Kompas ka­ lau keagamaan. Pemerintah, khususnya Ke­
tidak salah. Meskipun realitanya se­sung­ po­li­sian meningkatkan intensitas patroli.
guhnya tidak seseram yang diberitakan. Jadi tidak hanya dilakukan di public space,
Ke­mu­dian ada lagi yang mengatakan tetapi juga di sekolah-sekolah. Kalau itu
97% perempuan di Jogja sudah tidak ga­ di­la­
kukan secara periodik, tentu anak-
dis lagi. Kelakuan si Iip Wijayanto. Itu anak itu akan mikir-mikir. Artinya jangan
saya ketemu langsung dengan Iip. Dan sam­ pai memberi kesempatan anak-anak
rupanya dia salah ngambil sampel. Yang ini melaksanakan niat jahatnya. n

30 | PRANALA EDISI 14, MARET-APRIL 2017


Sepuh A.I Siregar (Kasat Reskrim Polres Sleman):

ADA KELOMPOK
EKSTERNAL YANG
MENGHASUT
PELAJAR
Pewawancara Kelik Sugiarto

Dari data yang kami peroleh ,di Kedua, anak-anak yang saya katakan me­­
wilayah Sleman, angka kejahatan re­ka sebagai berandal. Berandal ini da­lam
klithih paling tinggi. Mengapa? artian sekolahnya tidak jelas, per­ga­­­ul­an­
Sebenarnya tingginya angka itu nya tidak jelas, pekerjaannya pun tidak
bukan karena kejahatan yang terjadi di je­l­as yang kemudian mereka ber­ge­rom­bol
Sleman. Tetapi kami selalu mendatangi melakukan penganiayaan. Da­ri dua go­
kerumunan anak-anak muda dan kami long­an ini, cara main mereka ber­be­da.
selalu melihat si­apa yang membawa Kalau geng berandal ini, mereka minum
sajam kami tindak. Ja­di bukan karena dulu, setelah minumannya habis me­reka
tindakan kejahatan yang terjadi, ja­lan kemudian melakukan peng­ani­ayaan,
tetapi hasil dari patroli kami yang bisa pem­bacokan. Sementara anak-anak geng
mencegah terjadinya tindak ke­ja­hatan sekolah biasanya mereka men­ca­ri atau
tadi. Mayoritas perkara yang kita tangani meng­­incar geng sekolah lain yang menjadi
adalah senjata tajam, bukan ke­ke­ras­ mu­suh. Kalau geng anak-anak berandal ini
annya. bi­asa­nya melakukan ak­si di jalan Magelang
ini, daerah Denggung sampai Cebongan.
Apa motif dari para pelaku klithih ini? Kor­ban­nya biasanya dari anak muda juga.
Kalau saya analisa dari profil anak-anak
ini, ada dua motif yang bisa ditemukan, Kelompok geng ini mempunyai istilah
per­t­­ama; mereka yang hanya ikut-kutan. jam jahat, jam saat mereka beroperasi,
Ikut berkumpul dengan kelompok geng. itu jam berapa?

EDISI 14, MARET-APRIL 2017 PRANALA |31


WAWANC A R A

Tidak ada jam-jam tertentu untuk ak­ Sleman, akan terjadi tawuran pelajar.
si mereka. Kejadian di Cangkringan itu, Korban-korbannya sempat dianiaya.
terjadi sore hari menjelang malam. Te­rus Keenam di wilayah Mlati, pelajar berantem
yang terjadi di Gamping, itu peng­ani­aya­ dan ada yang membawa pedang.
an,imbas dari kejadian yang di Bantul.
Se­te­lah mengacak-acak sekolahan, mereka Patroli yang dilakukan Polres sendiri
pergi. Di jalan mereka ketemu dengan seperti apa?
anak-anak sekolahan itu, kemudian di­ha­jar. Kita intens melakukan patroli terutama
Enam anak waktu itu yang dijadikan ter­ jam-jam rawan. Siang atau malam dengan
sang­ka. menggunakan semua sumber daya yang
kita punya. Patroli baik yang seragam
Di Tahun ini sudah berapa kasus maupun tidak berseragam kita sebar untuk
klithih terjadi di wilayah Sleman? men­deteksi sebelum terjadi kejahatan. Kita
Sepanjang 2017, ada enam laporan berusaha memperbaiki terus da­lam upaya
yang masuk. Pertama di Depok Barat, jam pencegahan. Namun, tetap yang terbaik
02.30 malam minggu. Anggota kami yang adalah upaya preemtif. Ar­ti­nya siapa
me­la­kukan patroli menjumpai dua orang yang paling bertanggung ja­wab pertama
berboncengan yang kedapatan membawa kali terhadap anak-anak ini. Orang
pedang. Baru berumur 17 tahun. Kedua, tua, keluarga, sekolah dan ling­kung­an,
di wilayah Prambanan juga tertangkap merekalah yang pertama kali men­di­dik dan
pa­trol anak-anak membawa pedang. Ja­di­ membentuk karakter anak. Se­be­lum anak-
kalau anak-anak geng pelajar ini, mo­hon anak ini dijeblosin masuk ke gerombolan
maaf digampar aja nangis. Tetapi ka­­­lau geng. Kebanyakan yang kita proses
berandal, mau Kak seto atau siapa pun pasalnya tentang senjata tajam. Be­ra­pa pun
yang turun langsung ya tidak akan ber­­­ usianya tetap harus menjalani hu­kum­an
ubah sama sekali. Sudah jadi memang kalau diputuskan bersalah oleh pengadilan.
me­­re­­ka ini. Meskipun geng anak pelajar
ini kadang dari mereka juga ada yang Apakah tidak diberlakukan diversi ?
ma­buk. Kemudian yang ketiga terjadi di Diversi itu kan ada syaratnya juga.
wilayah Ngemplak, tawuran pelajar, jam Yang wajib diversi itu bila ancaman
16.00. Pada waktu itu, kedapatan ada hukumannya di atas tujuh tahun dan
yang membawa pedang sama gir, yang bukan pengulangan. Membawa senjata
diamankan 21 orang, tetapi yang kita tajam ini ancamannya 10 tahun. Jadi
proses 3 orang. Masing-masing berusia tidak wajib diakukan diversi. Kebijakan
18 tahun, 15 tahun dan 12 tahun. Keempat, Kapolres di sini untuk memberikan efek
anak-anak SMP nongkrong kedapatan jera dan agar bisa dilihat oleh anak-
membawa gir. Kelima di wilayah Pakem anak yang lain, tidak ada upaya diversi

32 | PRANALA EDISI 14, MARET-APRIL 2017


EDISI 14, MARET-APRIL 2017 PRANALA |33
WAWANC A R A

untuk itu, kita lempengkan saja proses di sendiri atau juga komunitas-komunitas
pengadilan dengan harapan anak-anak yang peduli dengan masalah keamanan.
lain yang mempunyai kegiatan yang sama Namun juga jangan sampai dilakukan
bisa melihat akibat perbuatan yang sudah dengan cara-cara yang melanggar hukum.
dilakukan. Apa mau masih muda sudah Misalnya melakukan patroli kemudian
berstatus napi atau mantan na­pi? Ini yang ke­te­mu geng anak-anak pelajar terus di­
harus juga ditekankan ke­pada anak-anak, pu­kuli. Nah ini melanggar hukum juga na­
orang tua dan para guru. Jangan sampai ma­nya.
masa depan hancur gara-gara masalah ini.
Bagaimana dengan parkir-parkir liar
Sejauh ini apakah ada kelompok lain yang terdapat di sekitaran sekolah,
yang melakukan indoktrinasi kepada apakah kepolisian juga melakukan
anak-anak geng pelajar ini ? rasia parkir liar ini?
Analisa kita memang ada kelompok Kita sempat membahas soal parkir liar
eksternal yang membisiki, menghasut tersebut. Meskipun beberapa pihak se­
anak-anak ini dengan hal-hal yang negatif. ko­lah juga mempunyai kebijakan siswa
Cuma yang menjadi masalah adalah efek dilarang datang ke sekolah menggunakan
langsungnya. Misalkan, “kamu bunuh dia, motornya sendiri. Cuma ya kadang ada
kamu pukul dia!, dan seterusya. Tetapi ka­ warga di sekitar sekolah yang nakal ke­
lau hanya dikatakan, “kamu nggak akan mu­di­an membuka penitipan sepeda motor.
dihukum kalau ketahuan melakukan ini.” Kebijakan Kapolres Sleman, siapa pun anak
Itukan belum memuat unsur pidana. Ke­cu­ yang membawa motor dan tidak bisa me­
ali langsung ngomong untuk melakukan nuj­ukkan SIM pasti ditilang. Sebenarnya
tindak pidana, “kamu serang! Semacam peran orang tua cukup penting, jangan
perintah langsung.baru bisa kita kenakan merasa malas mengantar anak sekolah.
pasal penghasutan. Saat ini banyak anak SD dan SMP sudah
bawa motor. Resikonya cukup besar. n
Bagaimana keterlibatan masyarakat
dalam mengatasi masalah klithih ini?
Tentu saja kita juga melibatkan ma­sya­
ra­kat. Bahkan masyarakatlah yang bisa
men­cip­takan keamanannya sendiri. Tidak
harus dari Polisi. Bisa dengan Siskamling,
membentuk patroli keamanan lingkungan

34 | PRANALA EDISI 14, MARET-APRIL 2017


PERSPEKT IF

KLITIH DI
KOTA ISTIMEWA
Oleh Debby Dwi Elsha
Alumni S2 Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada.
Topik tesisnya terkait pelanggaran hak asasi manusia dalam film Senyap,
sebuah film dokumenter yang menyoroti pembantaian kelompok
komunis di Indonesia. Aktif memproduksi film independen
dan menulis kritik film.

K
egiatan jalan-jalan mengelili­ Klitih: Makna yang Berubah
ngi kota Yogyakarta adalah hal Secara umum, klitih berarti kegiatan
yang sangat menyenangkan. jalan-jalan keluar rumah tanpa tujuan
In­dahnya kota yang sarat de­ yang jelas. Andai pun ada tujuan, itu
ngan romantisme ini layak dinikmati se­ hanya sekedar mencari makanan atau
ti­
ap sudutnya. Aktivitas di malam hari jajan dan bukan kegiatan wajib harian
pun menjadi hal yang lumrah dilakukan seperti berangkat ke tempat kerja atau­pun
oleh para muda mudi di Yogyakarta. Tak sekolah. Sederhananya, klitih bisa diang­
heran, bila masih banyak pengguna ken­­ gap sama dengan keluyuran. Tapi saat ini,
da­ra­an yang melaju di malam hari. Te­ta­pi, klitih diasosiasikan dengan tindakan yang
beberapa waktu belakangan ini, ma­sya­ negatif. Klitih lekat dengan kegiatan ne­
ra­kat menjadi waswas untuk be­ ra­
da di kad yang dilakukan oleh remaja laki-laki
jalanan saat hari mulai gelap. Ba­nyak­nya yang usil melakukan tindakan berbahaya
ka­sus klitih membuat pengguna jalan, ter­ha­dap pengguna jalan sehingga dapat
khu­sus­nya pengendara sepeda mo­tor, me­ men­ce­la­kakan korbannya. Para pelaku
ra­sa takut dan terancam. Sebab ke­se­la­ bia­sa­nya masih duduk di bangku sekolah
mat­­an bisa menjadi taruhan, nyawa bisa me­ne­ngah, baik SMP atau SMA. Mereka
me­­layang. ma­ sih dalam kondisi psikis yang labil

EDISI 14, MARET-APRIL 2017 PRANALA |35


P E R S PE K TIF

dan tidak berpikir panjang untuk dapat Tin­ dak­


an yang tegas perlu dilakukan
menyadari akibat-akibat yang ditimbulkan de­mi memenuhi hak asasi manusia
dari tindakan anarkis tersebut. (HAM), dimana setiap orang berhak atas
Beberapa kasus klitih bahkan men­ja­ penghidupan yang layak dan aman.
tuh­kan korban jiwa. Salah satunya adalah
siswa Muhammadiyah 1 Yogyakarta, Jogja (Masih) Istimewa?
Adnan Wirawan, yang tewas setelah di­ Yogyakarta merupakan kota penuh
ba­cok bagian pinggang dan perutnya. keistimewaan. Kota yang sarat dengan seni
Biasanya, pelaku klitih akan beraksi se­ dan budaya ini begitu ramah dan terbuka
ca­ra berkelompok setidaknya lebih dari bagi para pendatang. Berbagai kegiatan
satu orang. Sehingga korban kesulitan bermanfaat yang diadakan di Yogyakarta,
un­tuk mempertahankan diri. Keberadaan membuat saya seringkali pulang larut
para pelaku juga seringkali tidak terduga malam karena menghadiri dan menikmati
karena mereka melakukan metode klitih kegiatan-kegiatan tersebut. Mendengar
yang luput dari kesadaran korban. Salah isu klitih sejak beberapa tahun yang lalu,
satunya adalah dengan suara mesin sepeda te­
rus terang saja, saya tidak langsung
motor yang tidak terdengar, mematikan mem­per­cayainya karena begitu yakin bah­
lampu dan secara tiba-tiba menendang wa Yogyakarta adalah kota yang aman
korban yang bia­sa­nya sendirian di tengah dan nyaman. Hingga suatu hari, seorang
kondisi sepi. Tindakan kekerasan yang te­man bercerita bahwa ia menjadi korban
dilakukan dapat berupa menendang, me­ kli­tih saat sedang melakukan perjalanan
mu­ kul, melempar benda, menusuk dan di malam hari.
mem­ba­cok dengan benda tajam dan lain- Sejak saat itu, saya pun mulai percaya
lain. bahwa aksi klitih tengah mengancam
Pihak kepolisian telah berupaya untuk keselamatan warga di Yogyakarta, ter­
memberantas aksi klitih hingga tuntas. ma­­suk saya sendiri. Satu demi satu ka­
Pa­ra pelaku yang tertangkap segera di­be­ sus klitih saya dengar, tak terkecuali
ri­kan hukuman melalui peradilan hukum ka­sus teman saya yang menjadi korban
yang sesuai. Kapolda DIY Bigjen Pol kli­tih, dengan akibat luka-luka yang cu­
Ahmad Dofiri menyatakan bahwa tetap kup parah karena jatuh ditendang saat
akan menindak tegas kepada pelaku klitih me­ngen­darai sepeda motor. Melihat foto
meskipun masih berusia di bawah umur ang­go­ta tubuhnya yang bersimbah darah,
supaya tidak mencoreng citra Yogyakarta saya sudah meringis. Perasaan iba, tidak
sebagai kota pelajar dan pendidikan.1 tega dan takut bercampur menjadi satu
hingga doa terucap agar ia cepat pulih.
1 Ridwan Anshori, dkk., “Pelaku Klitih ditin­
dak Tegas”, Koran Sindo, edisi 15 desember
Lalu kekhawatiran menjadi semakin
2016, diakses dari http://koran-sindo.com/
news.php?r=5&n=62&date=2016-12-15, 9 April 2017 16:10 WIB.

36 | PRANALA EDISI 14, MARET-APRIL 2017


besar sehingga setiap kali pulang malam keamanan lingkungan? Alih-alih meng­
menggunakan sepeda motor, saya selalu aman­kan dan menyerahkan pelaku klitih
memperhatikan sekeliling meskipun saya ke pihak yang berwenang, mereka justru
tidak sendirian. me­nam­bah masalah dan munculnya spiral
Satu hal lain yang saya pahami dari kekerasan baru.
tindakan klitih adalah bahwa kepedulian Yogyakarta yang dikenal sebagai Kota
sosial masyarakat di Yogyakarta menjadi Pelajar memiliki begitu banyak sekolah
perlu dipertanyakan. Dari cerita teman dan perguruan tinggi. Kaum muda dari
saya yang menjadi korban klitih itu, ia ber­bagai daerah bahkan berdatangan un­
mengatakan bahwa pada saat kejadian tuk mengenyam pendidikan di kota ini.
tidak satu pun ada orang yang menolong. Te­ta­pi sungguh ironis melihat kenyataan
Padahal, ia berada di pinggir jalan ring­ bah­wa para pelajar justru melakukan aksi
road utara yang dilalui banyak orang, se­ kli­tih. Sejak saya duduk di bangku sekolah
ti­dak­nya pada malam itu beberapa orang menengah atas, perkelahian antar sekolah
bersepeda motor melihatnya tengah da­ kerap kali dilakukan. Bahkan, demi ke­
lam kondisi butuh pertolongan. Ia ba­ru aman­an para siswa harus menutupi iden­
mendapatkan bantuan ketika salah se­ titas sekolah yang melekat pada ber­ ba­
orang temannya datang, beberapa menit gai atribut, seperti baju seragam. Hal ini
se­te­lah ia menghubunginya melalui pon­ perlu dilakukan karena tindakan peng­
sel. Memang, saat itu ia masih bisa ber­ aniayaan dapat terjadi dimana saja ter­
di­ri dan sepenuhnya dalam kondisi sa­dar ma­suk di jalanan. Kelompok siswa da­ri
meskipun beberapa anggota tu­ buh­
nya sekolah tertentu tidak segan untuk me­
terluka dan berdarah. Saya tak mem­ba­ la­ku­kan kekerasan seperti memukul, me­
yang­kan, apa yang akan terjadi bila se­an­ nen­dang bahkan melukai dengan sen­ja­
dai­nya teman saya yang jadi korban klitih ta tajam saat berpapasan dengan siswa
itu, tidak membawa ponsel atau ponselnya da­ ri sekolah yang dianggap musuh di
dalam kondisi mati. Bagaimana ia bisa jalan. Sungguh berbahaya ketika tin­
men­da­patkan bantuan? dak­ an anarkis tersebut dilakukan saat
Di lain pihak, warga yang melihat pe­ sedang mengendarai sepeda motor. Kon­
ris­ti­wa klitih juga seringkali main hakim di­si seperti ini memang tidak terjadi se­
sendiri dengan melakukan kekerasan ter­ pan­jang tahun, tetapi rentan terjadi apa­
ha­dap pelaku, hingga babak belur bahkan bi­la dipicu oleh adanya tindakan ber­si­te­
meninggal. Ketika tindakan kekerasan gang antar siswa yang berbeda sekolah.
di­ba­las dengan kekerasan juga, perlu di­ Kemungkinan awal perilaku kli­ tih
per­ tanyakan apakah tindakan yang de­ memang dimulai dari tindakan tawuran
mi­kian dapat dianggap merupakan ke­pe­ antar sekolah. Dan selama per­kem­bang­
dulian warga terhadap kenyamanan dan annya, tindakan kekerasan berkelompok

EDISI 14, MARET-APRIL 2017 PRANALA |37


P E R S PE K TIF

ini terus dilakukan walau tidak lagi Ketertarikan untuk melakukan kli­
melulu dengan teman sekolah tetapi juga tih dapat dihilangkan apabila kondisi
memungkinkan dilakukan dengan teman keluarga membuat anak nyaman untuk
sepermainan dalam suatu kelompok per­ terus berada di rumah, khususnya pada
ga­ul­an. Kekerasan yang dilakukan dalam ma­lam hari dengan melakukan kegiatan
tawuran antar sekolah kini menjadi acak yang lebih bermanfaat alih-alih kegiatan
korbannya, siapapun bisa mendapat celaka nongkrong bersama teman-teman yang
dari kelakuan remaja labil yang berani tidak jelas. Pengarahan dari keluarga
dan nekad. juga dapat memberikan filter terhadap
pe­milihan teman, karena pergaulan mem­
Mencegah Klitih be­ri­kan pengaruh yang sangat besar ter­
Perlu diperhatikan lebih lanjut ba­gai­ ha­dap anak usia remaja. Remaja sedang
mana pelajar yang masih remaja dapat dalam tahap pencarian jati diri, sehingga
melakukan tindakan yang mencelakakan rentan melakukan berbagai tindakan
orang lain. Usia remaja sudah mampu yang impulsif demi mendapatkan peng­
mengerti bahwa tindakan tersebut adalah aku­an dari teman-teman dalam kelompok
berbahaya dan merugikan. Kendati de­mi­ pergaulannya. Perlakuan penuh kasih sa­
ki­an, para pelaku klitih tidak peduli dan yang dari orangtua merupakan hal yang
terus melakukan aksinya. Menurut psi­ sa­
ngat berpengaruh terhadap perilaku
ko­log Unit Pelaksana Teknis Pelayanan anak. Ajaran untuk berperilaku yang lem­
Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan but dan santun akan menjauhkan anak
Anak (P2TP2A), Nurtika Ulfah, ber­ dari sikap kasar, sehingga anak akan
da­sar­ kan penelitian yang dilakukan sangat segan untuk melakukan tin­ dak­
oleh pihaknya, pelaku klitih didominasi an kekerasan. Anak-anak berhak men­
masalah ketidakpuasan anak terhadap da­pat­kan kasih sayang, baik yang masih
pe­ri­laku orantuanya. Sementara, pihak me­ mi­liki orangtua kandung atau tidak.
orang tua merasa sudah memenuhi ke­wa­ Sehingga kenyamanan dapat diraih dan
jib­an serta hak-hak anak. Orang tua tidak memicu anak untuk terus memelihara ke­
benar-benar mengetahui kegiatan yang nya­man­an di lingkungannya.
anak mereka lalukan di luar rumah.2 Tidak ketinggalan, pendidikan ka­rak­
ter sangat dibutuhkan. Sekolah se­ ba­gai
institusi pendidikan juga perlu me­ne­rap­
2 Abdul Hamied Razak, “Kekerasan Sleman: kan pembelajaran yang intens agar dapat
Klitih Akibat Anak Tidak Puas Sikap Orang membantu membentuk serta me­ ngem­
Tua”, Harianjogja.com, edisi Rabu, 14 De­
sember 2016, diakses dari http://www.har­
bang­kan karakter anak. n
ianjogja.com/baca/2016/12/14/kekerasan-
sleman-klitih-akibat-anak-tak-puas-sikap-
orang-tua-776288 9 April 16:33 WIB.

38 | PRANALA EDISI 14, MARET-APRIL 2017


RESENSI

Sang Penyelamat
di Ladang Gandum
yang Kontroversial
Oleh Noveri Faikar Urfan
Alumni S2 Komunikasi
Universitas Gadjah Mada

T
he Catcher in the Rye, sebuah Institute (sebuah lembaga non-profit yang
novel kontroversial yang ter­li­ untuk kebebasan sipil dan HAM yang
bat secara tidak langsung de­ berbasis di Virgnia, AS), ikut me­ngo­men­
ngan kematian sang superstar tari aksi pembunuhan oleh Mark David
vokalis The Beatles, John Lennon, pada Chapman yang terinspirasi oleh tokoh
8 Desember 1980. Lennon tewas dengan uta­ma Harold Caulfield.2 Whitehead, me­
em­pat peluru bersarang di punggungnya nye­but Chapman ingin melakukan hal
yang ditembakkan oleh Mark David yang sama dengan Holden Caulfield, di
Chapman (25 tahun saat itu), laki-laki ma­na Holden adalah anak muda yang da­
yang dianggap mengalami gangguan ke­ lam pandangan idealisnya, ingin menjadi
ji­
wa­an psikopat, dan terobsesi dengan pe­nye­lamat anak-anak agar tidak terjatuh
tokoh utama Holden Caulfield dalam novel da­lam dunia orang dewasa yang palsu dan
ka­rangan J.D. Salinger itu. Entah ide gila bejat.
ma­cam apa yang merasuki Mark David Whitehead menambahkan, apa yang
Chapman hingga ia nekat melakukan tin­ diobsesikan oleh Chapman adalah ia
dak­an gila itu. Akan tetapi di balik tin­dak­ ingin menjadi the innocent protector, atau
an kejinya itu, menurut banyak sumber, pelindung kepolosan anak-anak dari dunia
Chapman sebenarnya adalah pria yang orang dewasa yang penuh dosa. Dengan
men­cin­tai anak-anak.1 Chapman percaya modal obsesi itu dan kondisi kejiwaan yang
bahwa ia akan menjadi pelindung anak- boleh dikata “tidak waras”- Chapman me­
anak layaknya tokoh protagonis di novel nga­ku dia meminta kekuatan setan agar
itu setelah ia membunuh Lennon. diberi keteguhan untuk menarik pelatuk
John W. Whitehead, kepala Rutherford
2 Lihat komentar John W. Whitehead di:
1 Chapman pernah menjadi pendamping https://www.rutherford.org/publications_
favorit anak-anak saat bekerja sebagai kon­ resources/john_whiteheads_commentary/
selor di Young Men’s Christian Association mark_david_chapman_the_catcher_in_the_
(YMCA) ketika ia berusia 16 tahun. rye_and_the_killing_of_john_lennon

EDISI 14, MARET-APRIL 2017 PRANALA |39


R E S E NSI

pistolnya guna membunuh Lennon- mi­num­an keras, berbohong, menyewa pe­


Chapman agaknya jengah dengan John la­cur dan macam-macam kebiasaan buruk
Lennon yang dianggapnya sebagai orang yang tak pantas dilakukan seorang anak
de­
wa­ sa tak bertanggungjawab karena muda.
gu­
la­ nya mempromosikan ateisme yang
men­jauhkan anak-anak dari keimanan. Sang Penyelamat di Ladang Gandum
Cerita di balik pembunuhan John J.D. Salinger menceritakan Holden
Lennon yang secara tak langsung me­li­ Caulfield sebagai pemuda yang tidak per­
bat­kan novel The Catcher in the Rye, lantas nah bertahan lama di sekolah. Setting
memperburuk citra novel ini, hingga awal cerita di novel ini, Pency Preparation
banyak sekolah dan perpustakaan di School, Agesrstown, Pensylvania, adalah
Amerika –setidaknya dalam dekade 1980 se­ko­lah ke empat di mana Harold telah
an- yang melarang peredarannya karena di­ke­luarkan dari sekolah-sekolah lain se­
dianggap berbahaya. Mengapa novel ini be­lum­nya. Di sekolah Pency, ia pun harus
dianggap berbahaya? Selain karena tra­ ang­kat kaki gara-gara tidak lulus empat
ge­di tewasnya John Lennon, juga dari dari lima mata pelajaran. Ia pun harus di­
peng­gambaran tingkah-laku tokoh utama pu­lang­kan ke rumah orangtuanya di New
dalam novel ini, Holden Caulfield, yang York sebelum liburan Natal tiba.
baru berusia 16 tahun, namun diceritakan Sebenarnya, masih ada tiga hari tersisa
de­ngan ciri khas bahasanya yang vulgar, sebelum libur natal tiba, tapi Harold pergi
pe­nuh hujatan dan hinaan, ia kerap me­ lebih awal dari asrama dan sekolah Pency,
nya­lahi aturan norma sosial, merokok, ia tidak betah lagi, setelah jengah dengan

40 | PRANALA EDISI 14, MARET-APRIL 2017


ceramah Mr. Spancer, si guru sejarah dak merefleksikan secara mendalam ba­
yang kolot, dan bertengkar dengan te­ gai­­ma­­na kenakalan anak muda seperti
man sekamar yang mengencani teman Harold, juga disebabkan oleh lingkungan
la­ma­nya, Ward Stradlater, si penjilat pe­ sosial yang tidak ramah akibat pengaruh
la­
tih basket dan suka mempermainkan tingkah-laku munafik orang dewasa.
pe­rem­puan. Singkat cerita, Holden pergi Apakah kebobrokan lingkungan dan
dari sekolah Pency dan menyewa sebuah kebejatan di seluruh dunia ini di­se­bab­kan
kamar hotel di New York, lalu melakukan oleh anak-anak dan re­ma­ja? Tidak!, hal itu
petualangan sambil berlagak seperti disebabkan oleh kita, oran dewasa yang
orang dewasa. Dalam petualangannya itu, penuh ke­mu­nafikan. Maksudnya begini,
ia melakukan kebiasaan layaknya orang tokoh remaja Harold Caulfield tidak
dewasa: minuman keras, menyewa pe­rem­ bisa dicap secara sepihak sebagai nakal,
pu­an penghibur, namun satu hal yang pa­ tanpa ada keadilan di mana orang dewasa
ling ia rindukan sebenarnya adalah ber­ yang bejat juga tak kalah banyaknya.
te­mu Phoebe, adiknya yang masih kecil Ada baiknya, secara jujur kita mengakui
namun amat cerdas dan kadang memiliki bahwa orang dewasa memang tak kalah
pemikiran yang jauh lebih dewasa. Harold bejat dan pe­nuh kepalsuan. Lihat misalnya
sangat mencintai Phoebe, ia adalah adik tokoh-tokoh orang dewasa dalam novel ini
satu-satunya setelah adiknya Allie yang yang bertingkah munafik seperti Maurice
juga sangat cerdas, meninggal dunia lebih yang mempekerjakan wanita muda un­
dulu akibat Leukimia. tuk menghibur laki-laki mesum; Mr.
Kendati Harold adalah anak muda Spencer si profesor sejarah yang kolot;
tempramen dan memiliki kebiasaan-ke­­ ­ D.B, kakak perempuan Harold yang me­
bi­­asa­an buruk, J.D. Salinger juga meng­ la­
cur­kan kepiawaiannya menulis untuk
gam­bar­kannya sebagai anak muda yang mem­bu­at naskah-naskah film mu­rah­an di
baik dan empatik. Misalnya, ketika ia Hollywood; guru-guru di sekolah Pency
mem­be­ri­kan uang 10 dolar secara cuma- yang kejam dalam memberi nilai la­yak­nya
cuma saat melihat seorang biarawati mon­ Mr. Vinson, guru pidato yang tid­ak akan
dar-mandir di sebuah stasiun, dan mem­­ mentolelir siapa saja yang me­lan­tur dalam
be­­ri upah 5 dolar pada wanita peng­hi­­bur berpidato; atau Ed Banky si pe­latih basket
yang dia sewa yang lantas tidak ja­di ia yang mendidik siswanya men­jadi penjilat.
kencani karena kasihan dengannya. Ba­ Maka, harus dipahami bahwa Harold
rang­kali, banyak orang kerap tidak de­ juga hidup di tengah lingkungan orang-
wa­ sa dalam menafsirkan tokoh Harold orang dewasa yang tidak memahami alam
Caulfield. Ketidakdewasaan tafsir a­ tas pi­
kiran anak muda dan serba munafik.
to­koh Harold Caulfileld mungkin ju­ Ke­adaan ini yang mendorong ia bercakap
ga disebabkan karena banyak orang ti­ ke­pada adik kecilnya, Phoebe, demikian:

EDISI 14, MARET-APRIL 2017 PRANALA |41


S E R I BU KATA

Aku selalu membayangkan ada begitu ba­ lis bagian-bagian awal novel ini selama
nyak anak kecil bermain-main di sebuah ma­sa perang yang mengerikan itu ber­
ladang gandum yang luas. Ribuan anak
ke­ ca­
muk –Salinger sempat bertemu
ke­cil, dan tak satupun orang –maksudku
orang dewasa- di sekitar tempat itu. Ke­ Ernst Hemingway dalam tugas itu3-. Ia
cu­ali aku sendiri. Dan aku berdiri di ping­ paham betul betapa memilukan dan ke­
gir sebuah tebing yang mengerikan. Yang jam­ nya dunia yang dirundung perang,
harus aku lakukan adalah, aku harus me­ dan sayangnya, Salinger tahu siapa yang
nang­ kap anak-anak itu begitu mereka
menciptakan perang? Ya, orang dewasa!.
meng­ham­bur ke arah tebing –jika mereka
berlari-lari dan tidak memperhatikan
Harold Caulfield adalah gambaran ideal­
arah-. Lalu aku akan muncul entah dari is­me Salinger. Seseorang yang ingin men­
ma­na dan menangkap mereka. Itu yang ja­di penyelamat agar anak-anak tidak ter­
akan kulakukan sepanjang hari. Aku ha­ ja­tuh kepada dunia orang dewasa, dunia
nya ingin menjadi tukang tangkap, si pe­ orang-orang yang menciptakan perang.
nang­­kap, sang penyelamat di ladang gan­
The Catcher in the Rye adalah novel
dum (the catcher in the rye). Aku tahu ini ke­
de­ngar­an­nya gila, tetapi itu satu-satu­nya yang paling sukses yang pernah ditulis
yang ingin kulakukan. (Chapter 22). oleh J.D. Salinger, setidaknya hingga
sekarang novel ini sudah terjual lebih dari
Ya, Harold Caulfield bermimpi men­ 65 juta kopi sejak pertamakali terbit tahun
ja­
di sang penyelamat anak-anak agar 1951. Sementara yang penulis resensi ini
tak terjatuh dari sebuah tebing yang me­ adalah edisi terjemahan bahasa Indonesia
nge­rikan. “Jatuh ke sebuah tebing yang cetakan ke empat tahun 2016, sejak terbit
mengerikan”, barangkali kalimat ini ada­ dalam cetakan pertamnya tahun 2005
lah simbol dari terperangkapnya anak- lalu. Dalam edisi ini, penerjemahnya
anak ke dalam dunia orang dewasa. Du­nia banyak mengurangi kata-kata umpatan
yang dibenci Harold Caulfield, dan se­be­ kasar yang banyak muncul dalam edisi
nar­­nya ia sangat ingin lari dari dunia se­ aslinya yang berbahasa Inggris. Akan
ma­cam itu. tetapi, pembaca tetap bisa menangkap
alur cerita tanpa kehilangan banyak
Karya yang Amat Personal substansi. Akhirnya,terlepas dari berbagai
Banyak pengamat mengatakan, The­ kontroversi yang mengelilingi novel
Catcher in The Rye adalah karya yang ini, majalah Time dan The Guardian
bermakna sangat personal bagi pe­ nu­ memasukkan The Catcher in The Rye
nya, Jerome David Salinger. Salinger
lis­ dalam daftar 100 buku terbaik sepanjang
per­nah menjadi seorang sersan tentara masa. n
da­lam Perang Dunia II dan ditugaskan
3 Lihat bagaimana Perang Dunia II mempen­
da­lam invasi Normadia tahun 1944 un­ garuhi Salinger dalam menulis The Catcher
tuk menggempur Nazi Jerman, ia me­nu­ in The Rye, http://www.vanityfair.com/
culture/2011/02/salinger-201102
ESAI

‘Klitih’, Jalan dan


Kontestasi Ruang
Oleh Tri Guntur Narwaya

F
enomena ’ klitih’ sempat mem­bi­ Kasus meninggalnya Adnan, Pelajar
kin gempar masyarakat Yogya. sekolah Muhammadiyah 1 Yogya tahun
Di tahun 2016, tercatat korban 2016 atau Ilham Bayu Fajar siswa SMP
aki­
bat aksi ‘klitih’ terbilang su­ Piri Yogya adalah sebagian dari wajah
dah mencemaskan. Rilis Polda Yogya ta­ kebringasan aksi klitih. Dalam beberapa
hun 2016 menyebutkjan setidaknya telah waktu, klitih menjadi horror yang me­na­
ter­ja­di 43 kasus tindakan kekerasan klitih. kut­kan. Masyarakat Yogya merasa tidak
Se­ba­gi­an besar kasusnya ada di jalanan. lagi aman di jalan, apalagi pada jam-jam
De­ ngan alasan yang sepele, sekelompok tertentu di malam hari. Tidak salah se­ba­
orang bisa dengan mudah melakukan an masyarakat merasakan kota Yogya
gi­
aksi kekerasan dan penganiayaan di jalan. sudah dalam kondisi darurat klitih.
Sebagian analisis mengenai ‘fe­no­
me­na klitih’ lebih ba­
nyak melihat

EDISI 14, MARET-APRIL 2017 PRANALA |43


ESAI

pada di­men­si psikologi dan sosiologis atas an yang saling berebut terutama nalar
pe­mi­cu berkembangnya aksi klitih. Tidak dan hasrat kapitalistik yang telah men­de­
seluruhnya salah, namun masih ada di­men­ sain jalan menjadi instrumen ruang bisnis
si yang luput disentuh yakni ‘kon­ tes­
ta­
si yang sangat penting. Lavebre bahkan de­
spasial ruang jalanan’ sebagai lokus ar­gu­ ngan tegas menyatakan bahwa ruang
men­ta­si. Jika sebagian besar kasus klitih seperti ‘jalan’ bukanlah wadah kosong
terjadi di ‘ruang jalanan’ maka menarik yang bersifat geometris dan menjadi ruang
untuk lebih fokus mencermati secara men­ berlangsungnya kehidupan sosial semata,
da­lam soal dimensi ‘jalan’ ini. Jalan tidak tetapi ruang adalah bagian besar dari
difahami sebagai entitas ruang mati na­ ‘produk sosial’.
mun sebagai dimensi medan perebutan Jalan menjadi bisa dibaca bukan semata
dan kontestasi berbagai kepentingan so­si­al sebagai sarana dan ruang yang teknis,
yang ada. Jalan didudukkan sebagai spa­ tetapi selalu dikreasikan terus menerus.
si­al ruang yang tidak difahami hanya se­ Ketika orang berjalan, berlalu lalang
ba­gai instrumen teknis dan sarana ja­lur ataupun beraktifitas di jalan, sejatinya ia
kendaraan saja. Jalan bisa menjadi cer­min sudah masuk terserap dan sekaligus aktif
dan representasi berbagai lokus ke­ pen­ memproduksi makna sosial atas jalan ter­
tingan ekonomi politik, kebudayaan dan se­but. Makna identitas para pengguna ja­
juga kekuasaan. lan­pun tidak luput dari mekanisme kreasi
Jalan sama sekali bukan entitas pasif dan produksi makna atas jalan yang terus
atau netral. Jalan selalu menjadi medan berkembang. Jalan bisa menjadi panggung
mag­ net kontestasi berbagai relasi kuasa yang siapa saja seolah bisa memasukinya
yang ada. Beberapa telaah pemikir seperti namun tampa sadar sejatinya masuk ter­li­
Henri Lavebre, David Harvey maupun bat dan terserap dalam logika ruang yang
Manuel Castells yang mengkaji isu-isu ada. lalu bagaimana kaitan dengan ma­rak­
per­ ko­
taan, ruang dan berbagai aspek nya fenomena klitih dalam kaitan dengan
mo­ dern­itas lainnya, menyatakan bahwa prinsip teoritik ini? Bagaimana gagasan
ruang kota termasuk jalan bukan spasial kon­tes­tasi ruang ini bisa memberi analisis
beku, pasif dan mati. Lebih jauh apa yang atas fenomnena klitih?
terjadi dalam ruang jalanan adalah wajah Pertama-tama kita terlebih dulu me­le­
berbagai warna perkembangan ke­pen­ting­ tak­kan prinsip bahwa jalan adalah bagian

44 | PRANALA EDISI 14, MARET-APRIL 2017


Beberapa telaah pemikir
seperti Henri Lavebre,
David Harvey maupun
me­nga­pa jalan lalu sering menjadi sarana
Manuel Castells yang
dan medan kontestasi pertarungan itu?
mengkaji isu-isu per­ Sebagian besar dari para pelaku kli­
ko­taan, ruang dan tih adalah mereka para remaja dan se­
berbagai aspek mo­dern­ ba­gi­an besar juga anak muda tanggung
itas lainnya, menyatakan dan berasal dari kelas sosial bawah. Da­
bahwa ruang kota lam lingkaran produksi identitas so­ si­
al,
termasuk jalan bukan anak muda terdefinisikan sebagai me­re­ka
spasial beku, pasif dan yang masih hidup dalam transisi pen­ ca­
mati. rian identitas. Represi modernitas dengan
berbagai dampak kontestasinya memaksa
banyak kelas sosial tertentu lalu tersingkir,
dari spasial ruang kehidupan masyarakat baik dalam akses menikmati ruang sosial
yang lebih besar. Jalan tidak akan terpisah kota yang ada ataupun akses pencapaian
dengan problem kaitannya dengan dimensi identitas-identitas tertentu. Di­tam­bah
persoalan lainnya baik sosial, ekonomi, lagi, sebagian besar penataan kota juga
politik dan kebudayaan yang berkembang. masih belum memberi ruang dan akses
Fenomena aksi klitih di ruang jalanan bisa yang badil bagi penghargaan eks­ pre­si
menjadi gambaran untuk menjelaskan ini. dan kreasi warga kota. Produksi spasial
Tindakan kekerasan di jalan bisa dimaknai ruang kapitalis seperti modernitas kota
sebagai bagian ekspresi perebutan makna yang bias kielas memaksa sia­pa yang akan
dan identitas. Siapa yang menang di ja­ menikmati harus berba­ yar ka­re­
na setiap
lan bisa dipikirkan adalah mereka yang ruang kemudian diu­kur sebagai komoditas.
su­
per­ior, yang maskulin, yang gagah, Kelas-kelas sosial ti­ dak mampu tentu
dan yang jagoan jalanan. Pertarungan tidak mudah dalam meng­ ak­ses ruang-
adalah pembuktian akan identitas para ruang tersebut. Dalam batas ter­ ten­tu,
pemenang sesungguhnysa. Jagoaan adalah jalan kemudian menjadi ruang akhir yang
juga me­re­ka yang dipikirkan sebagai yang secara praktis mudah diakses oleh semua
paling ditakuti. Rasa takut paling besar kelas sosial tertentu. Jalan menjadi ruang
adalah apa yang disebut sebagai rasa sakit spasial yang dinikmati sekaligus juga
dan kematian. Pertanyaan lanjutannyanya, diperebutkan.

EDISI 14, MARET-APRIL 2017 PRANALA |45


ESAI

Efek balik atas tumpahan represifitas Wajah kekerasan yang ditunjukan


ruang spasial kota yang telah terkapitalisasi adalah bagian dari cermin besar ekspresi
menciptakan benih-benih subur kultur resistensi atas sekian represi modernitas
tanding baru dan subaltern-sublatern yang ada. Saat penataan ruang kota tidak
baru yang bisa mewujud dalam rupa apa menjawab kebutuhan penghargaan dan
saja. Dominasi modernitas yang tidak juga ketersediaan akses yang adil bagi
pro atas keadilan warga akan mencipta warga, maka benih-benih problem sosial
berbagai rupa resistensi-baru yang sering selalu akan terbuka lebar. Kita lalu diajak
tidak terduga sebelumnya. Resistensi yang untuk tidak mudah latah menyalahkan
tidak dibangun dalam bingkai pendasaran sesuatu hanya dari kotak perkara pokoknya
kesadaran kritis bisa meledak dalam saja, namun mampu mengaitkan dengan
berbagai ekspresi anarkhi sosial yang struktur besar soal ekspansi berbagai
besar. Fenomena klitih membuktikan arus kepentingan yang sekian waktu telah
kecenderungan itu. Klitih bukan sebagai menjarah keadaban kota dan begitu
tindakan spontan semata. Fenomena ini berdampak atas munculnya berbagai
adalah wajah dari ekspresi kontestasi resistensi baik yang produktif maupun
perebutan ruang sosial yang masih lebar kontraproduktif. n
tersisa yakni ‘jalanan’.

46 | PRANALA EDISI 14, MARET-APRIL 2017

Anda mungkin juga menyukai