Anda di halaman 1dari 2

Koloboraksi ICD Kompasiana, Kebahagiaan Berkomunitas yang Paripurna

Hampir dua hari penuh di awal Agustus ini, saya cukup sibuk ikut serta mempersiapkan gelaran besar
di blog bersama Kompasiana, Indonesia Comunity Day (ICD).

Bersama rekan-rekan komunitas Bloger Kompasiana Malang (Bolang), kami benar-benar


mempersiapkan acara ini sebaik mungkin. Selain menjadi peserta Komunitas yang turut ambil bagian
dalam ICD ini, sebagai tuan rumah kami juga ikut menyambut para tamu yang datang ke kota kami.
Kebetulan, gelaran ICD tahun ini berlangsung di Kota Malang setelah tahun sebelumnya dihelat di
Yogyakarta.

Sebulan sebelum kegiatan, kami sudah disibukkan dengan persiapan untuk menjamu rekan-rekan
pengurus komunitas di dalam Kompasiana yang akan datang ke Malang. Ada rekan-rekan dari
Ladiesiana, RTC (Rumpies The Club), Komunitas Traveler Kompasiana (Koteka), Kompasianer Penggila
Kuliner (KPK), dan lain sebagainya. Kebetulan, pihak admin Kompasiana memfasilitasi tiket
perjalanan Kereta Api Majapahit Jakarta-Malang PP bagi mereka. Jadi, tugas kamim membantu
mencari penginapan rombongan anggota komunitas yang hadir sekitar 12 orang.

Satu hari sebelum acara, mereka pun tiba. Sayang, saya tak bisa ikut menjemput di stasiun. Tapi,
saya salut dengan mereka yang tak kenal lelah dan langsung tancap gas menuju Kota Wisata Batu
untuk berwisata. Rupanya, keindahan Coban Talun dan Coban Putri menjadi daya tarik yang
membuat perjalanan lebih dari 16 jam seakan tak terasa.

Maka, saya memilih membantu Mbak Tamita Wibisono (Mbak Tami), pengurus komunitas Ladisiana
yang dikenal sebagai “Ratu Nangkring” karena konsistensinya ikut acara nangkring untuk
mempersiapakan booth Ladiesiana. Kebetulan, pada ICD kali ini Ladiesiana berkolaborasi dengan RTC
dalam satu booth. Menurut Mbak Tami, akan acara membaca puisi di booth mereka yang diselingi
dengan tabur bunga sebagai dramatisasi pembacaan puisi tersebut. Pengunjung yang bersedia
membacakan puisi dari Ladisiana akan mendapatkan hadiah seru berupa novel karangan anggota
RTC. Jadi, saya bersama Mbak Tami berjibaku mencari bunga segar yang biasa digunakan di
pemakaman untuk kegiatan ini.

Untuk booth Bolang sendiri, walau sedikit mengalami kehebohan karena ternyata posisi stand di luar
perkiraan, tapi akhirnya bisa teratasi. Salah satunya, berkat keikhlasan Mbah Ukik, salah satu
Kompasianer senior yang bermukim di lereng Tengger. Oh ya, Mbah Ukik ini adalah panutan saya
dalam menulis di Kompasiana. Melalui cerita beliau, saya jadi tahu segala tetek bengek kehidupan
warga Tengger karena ditulis sendiri oleh orang Tengger. Nah, pada booth Bolang di ICD ini, Mbah
Ukik akan memajang karya fotografinya selama hidup di lereng Tengger yang ditata sedemikian
rupa. Aneka kerajinan dan perlengkapan ritual sesaji pun turut dipamerkan. Bahkan, Mbah Ukik juga
membakar dupa di depan booth kami. Menurutnya, hal ini bukanlah kesyirikan atau apa, namun
lebih kepada mengenalkan budaya lokal yang juga turut dilestarikan. Kalau biasanya hanya
berkontribusi lewat tulisan, kini beliau benar-benar “turun gunung”.
Hari-H pun tiba. Dimulai dengan acara senam Zumba, saya ternyata menjadi petugas jaga booth
untuk membatu pengunjung yang ingin melakukan registrasi pembuatan akun Kompasiana. Dengan
tujuan, semangat menulis dan menularkan semangat positif bisa terus berkembang. Namun, saya
juga seskali berkeliling dan ikut meramaikan booth-booth lainnya.

Satu booth yang menjadi perhatian saya adalah booth Komunitas Reenactor Malang. Komunitas
Reenactor Malang merupakan suatu komunitas yang bergerak untuk mengulas sejarah perjuangan
arap Pahlawan untuk mempertahankan Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Jadi, komunitas ini melakukan reka ulang sejarah melalui dramatisasi yang dikemas semirip mungkin
dengan kejadian aslinya. Anggota komunitas ini memakai baju tentara perjuangan, tentara Belanda,
tentara Jepang, dan membawa aneka senjata api bahkan meriam ke dalam booth mereka. Bagi yang
ingin lebih jauh mengenal komunitas ini, bisa mendatangi Museum Reenactor yang ada di Kota
Malang.

Selain komunitas Reenactor, tampil pula komunitas Akar Tuli yang bergerak di bidang disabilitas
penyandang tuli. Ada komunitas Malang Cats Lover, komunitas para pencinta kucing yang sangat
ramai didatangi pengunjung, hingga komunitas Batu Local Guide yang kini sedang naik daun.
Semuanya sangat semangat menunjukkan kegiatan-kegiatan positifnya agar bisa diketahui
masyarakat luas. Dan, di sela-sela menjaga booth, kami juga saling berkunjung sehingga mendapat
teman baru yang tak akan didapat dalam acara-acara lain. Inilah pesan penting dalam acara
Kolaboraksi ICD ini.

Selain bisa melihat aneka komunitas yang unjuk gigi di ICD ini, pengunjung juga mendapatkan ice
cream gratis dari Campina. Lumayan kan. Nah, untuk menambah keseruan acara ini, admin
Kompasiana memberikan tantangan kepada pengunjung untuk bisa memperoleh 10 stempel di 10
booth misteri. Jika pengunjung telah berhasil mendapatkan 10 stempel tersebut, maka akan
berkesempatan menerima hadiah spesial dari admin Kompasiana di puncak acara.

Puncak acara sendiri berupa pengumuman pemenang undian berhadiah dari stempel tadi dan live
tweet/livegram. Nah yang ditunggu tentunya adalah pengumuman komunitas terbaik. Untuk
komunitas yang paling ramai dikunjungi ternyata jatuh pada Malang Cats Lover yang menampilkan
kucing-kucing lucu. Komunitas Akar Tuli mendapat penghargaan sebagai komunitas paling
menginspirasi. Sedangkan, best community Kompasiana jatuh pada K-Jog (Kompasianer Jogja) yang
beberapa waktu belakangan ini fokus mengadakan kegiatan pelatihan menulis dengan narasumber
blogger dan content writer skala nasional. Wah selamat, salut pada ketiga komunitas tersebut
semoga semakin sukses dan solid.

Walau tidak memenangkan satu penghargaan, sebagai anggota Bolang saya sangat senang bisa
mengikuti acara ini. Tanpa acara ini, saya tak mungkin bisa mendapat banyak pengalaman
mempersiapkan even sebesar ini. Dan, saya akhirnya bisa bersua rekan-rekan penulis Kompasiana
yang biasanya hanya bisa saya saksikan lewat tulisannya. Saya bisa berkolaboraksi dengan banyak
orang dengan kelebihannya masing-masing. Tak hanya itu, saya sangat senang bisa ikut menjamu
tamu dari luar Malang meski sederhana dan ala kadarnya. Inilah alasan saya tetap semangat menulis
di blog dan berkomunitas walau tak banyak materi yang saya dapat. Bukankah itu adalah ajaran
“Bloger Otrodoks” yang pernah saya kemukakan beberapa waktu lalu?

Sampai jumpa di ICD tahun depan. Kira-kira, kota mana yang akan menjadi tuan rumah?

Anda mungkin juga menyukai