Anda di halaman 1dari 3

Beberapa Hal yang Harus Diperhatikan Sebelum Menjadi Pembina Upacara Bendera di Sekolah

Berada di atas panggung dan menjadi pusat perhatian seluruh peserta upacara menjadi hal yang tidak
bisa saya lupakan saat menjadi pembina upacara dulu.

Berusaha tampil sebaik mungkin dan meminimalisasi kesalahan, membuat jantung rasanya ingin keluar
dari tempatnya. Keringat dingin yang keluar dari dahi seakan tidak bisa membohongi fakta bahwa saya
cukup gugup untuk menjalankan tugas ini untuk pertama kali.

Maklum saja, saya adalah guru baru yang masih memiliki nol jam terbang dalam masalah ini. Jika
berbicara masalah upacara, tentu di benak saya adalah menjadi peserta upacara. Kalaupun menjadi
petugas, hanya membaca teks UUD 45 ataupun teks doa yang kerap saya lakukan. Menjadi pembina
upacara sebenarnya tidak pernah terpikirkan dalam benak saya sebelumnya.

Namun, mau tak mau, tugas ini harus saya emban kala menjadi guru honorer. Guru yang menjadi
pembina upacara dijadwal secara sistematis pada awal tahun pelajaran melalui SK Kepala Sekolah.
Urutan untuk menjadi pembina upacara disusun sedemikian rupa. Menurut salah satu guru senior,
urutan ini telah mengikuti “dug”. Alias, senioritas guru di sekolah kami.

Guru yang memiliki “dug” tinggi, alias yang memiliki tingkat senioritas tinggi akan lebih dulu menjadi
pembina upacara. Sedangkan, guru junior dan baru masuk seperti saya akan menjadi pembina upacara
di akhir tahun pelajaran. Jadi, sebagai guru junior, saya bisa belajar dahulu dari guru senior mengenai
hal-hal apa saja yang harus kami lakukan saat menjadi pembina upacara.

Beberapa hal perlu diperhatikan sebelum menjadi pembina upcara. Tentu, kesiapan fisik harus
diutamakan karena kegiatan ini membutuhkan banyak energi dan konsentrasi. Saya harus sarapan
terlebih dahulu secukupnya agar mendapat asupan energi dan gizi yang memadai. Yang kedua, pakaian
dinas lengkap juga harus disiapkan dengan baik. Baju keki, sepatu, dan tentunya topi dari Pemkot
menjadi atribut yang wajib. Menjadi Pembina upacara juga menjadi contoh bagi peserta upacara –
dalam hal ini murid-murid agar juga melakukan kegiatan yang serupa. Memakai seragam dengan baik
dan benar.

Selain persiapan fisik, persiapan mental juga penting dilakukan. Kemampuan berbicara di depan banyak
orang sangat diperlukan. Tak seperti forum lain yang memiliki peserta hampir seragam, dalam upacara
bendera sekolah memiliki keunikan tersendiri. Pembina upacara dituntut untuk bisa
mengkomunikasikan pesannya, tidak hanya bagi murid tetapi juga bagi guru dan karyawan. Ini tak lepas
dari peran upacara bendera sebagai salah satu refleksi kegiatan seluruh warga sekolah dalam jangka
waktu paling tidak satu minggu. Untuk itu, penggunaan bahasa yang mudah dipahami, baik oleh murid,
karyawan, dan guru juga perlu dikuasai dengan baik oleh guru yang menjadi petugas upacara.

Penguasaan ini penting karena saya kerap menemui rekan guru yang kurang bisa menyampaikan apa
yang harus disampaikan pada saat menjadi pembina upacara. Akibatnya, ketika pembina upacara
menyampaikan amanatnya, peserta upacara banyak yang tidak memerhatikan. Berbicara sendiri bahkan
bertengkar dengan temannya.

Makanya, sebelum menjadi pembina upacara, ada baiknya menyiapkan isi dari teks amanat yang akan
disampaikan. Tidak harus tertulis, tetapi isi amanat tersebut mencakup poin-poin penting. Beberapa
poin tersebut antara lain:

1. Apresiasi dan evaluasi terhadap petugas upacara. Ini poin pertama yang harus disampaikan saat
amanat upacara. Dengan memberikan apresiasi kepada petugas upacara, maka akan timbul
dorongan semangat untuk memperbaiki penampilannya pada upacara selanjutnya. Pembina
upacara juga perlu mengevaluasi sedikit agar menjadi masukan bagi mereka.
2. Apresiasi dan evaluasi terhadap peserta upacara. Poin ini juga tak kalah penting karena di setiap
upacara ada saja siswa yang datang terlambat, memakai atribut tidak lengkap, dan bergurau
sendiri. Memahamkan pentingnya upacara dengan khidmad juga sangat perlu diulang secara
berkala agar mereka bisa memaknai perjuangan para pahlawan.
3. Usaha berkelanjutan untuk menjaga kebersihan dan keamanan sekolah. Poin ini juga tak kalah
penting karena menjaga kebersihan dan kemanan adalah hal yang cukup sulit dilakukan
terutama di tingkat sekolah dasar. Mengingatkan warga sekolah agar membuang sampah pada
tempatnya, mengurangi penggunaan plastik, dan menjaga keamanan juga harus menjadi inti
dari amanat pembina upcara.
4. Konsisten dalam belajar juga menjadi poin selanjutnya. Terlebih, jika guru yang menjadi
Pembina upacara mendapatkan jadwal mendekati PTS atau PAS. Terus mengingatkan mereka
untuk rajin belajar dan berdoa juga tak boleh dilupakan.
5. Terakhir, rasa kepedulian terhadap lingkungan sekitar juga kerap menjadi poin yang tak boleh
dilupakan. Menghargai guru, karyawan, teman sebaya, orang tua, pedagang kantin dan di
sekitar sekolah, hingga pengemudi ojek daring. Pesan ini kadang terlupakan untuk disampaikan
kepada peserta upacara. Padahal, pesan ini amatlah penting agar tak ada lagi kasus pembulian
dan tidak menghormati kepada orang yang lebih tua. Setiap menjadi pembina upacara, saya
bahkan menyisipkan pesan ini sebagai pesan utama sebelum pesan tentang kebersihan dan rajin
belajar.

Kelima pesan tersebut dapat dirangkai menjadi sebuah teks amanat yang singkat. Tak perlu lama, sekitar
5 hingga 10 menit saja tetapi bisa mengena di lubuk hati dari peserta upacara. Saya sangat menghindari
memberikan amanat upacara dalam waktu yang cukup lama. Selain meminimalisir siswa yang pingsan
karena kelelahan, saya juga ingin waktu pembelajaran yang ada digunakan secara efektif. Upacara
bendera hanya memiliki alokasi waktu satu jam pelajaran atau sekitar 35 hingga 45 menit.

Apapun itu, menjadi pembina upacara adalah kegiatan yang sangat menyenangkan. Selain melatih
kemampuan berbicara, kegiatan ini juga sebagai aktualisasi seorang guru dalam pekerjaannya. Jangan
sampai ketika sudah menjadi guru malah selalu mengelak jika ditugaskan menjadi pembina upcara.
Apakah ini ada? Ada, banyak.

Sekian, mohon maaf jika ada kesalahan. Salam.

Anda mungkin juga menyukai