Anda di halaman 1dari 3

Andai aku menjadi kepala sekolah

Saya teringat apa yang dikatakan oleh Arthur C Clarke bahwa setiap ide yang
berpotensi mendatangkan revolusi sering kali melalui tiga fase reaksi,pertama, ide
itu amat mustahil; kedua, ide itu tidak mustahil tetapi sulit untuk mencobanya; dan
ketiga, ternyata ide itu memang baik.

Maka pada kesempatan ini saya memiliki ide kecil dan berdasarkan bidang
keahlian saya yang kecil pula. Seandainya saya jadi pemimpin di sekolah,
katakanlah seorang kepala sekolah. Saya akan memperhatikan empat aspek utama
yang menjadi langkah perbaikan atau parameter perubahan yang saya lakukan di
lembaga pendidikan ini.

Keempat aspek itu adalah penerapan kombinasi nilai-nilai etika dan estetika,
implementasi kurikulum berorientasi kebutuhan dan manfaat, perwujudan proses
pembelajaran penuh makna (meaningfull), integrasi sekolah sebagai lingkungan
keluarga yang besar. Saya memberikan tumpuan dan tolok ukur pada empat aspek
substansial ini sebagai penilaian keberhasilan saya dalam memimpin sekolah.

Pertama, saya berpandangan bahwa perpaduan etika dan estetika perlu


diterapkan di lingkungan sekolah. Tindakan dan keindahan merupakan dua
kombinasi nilai yang sejalan untuk membangun keharmonisan di suatu lingkungan.
Seperti tindakan membuang sampah pada tempatnya menciptakan lingkungan yang
indah karena bersihannya.

Contoh yang lain, setiap siswa berpakaian sesuai aturan di sekolah


menciptakan kondisi yang indah karena rapinya. Termasuk guru dan siswa selalu
disiplin dengan waktu menciptakan suasana yang indah karena tertibnya. Untuk itu,
perlu dibangun budaya malu dan segan di sekolah bukan sebaliknya suasana yang
menakutkan dan serba terpaksa. Suasana seperti ini hanya akan mengundang aksi
dongkol dan berontak di hati saja.

Saya bisa menerapkan berdiri lebih awal di pintu gerbang sekolah minimal
sekali dalam seminggu. Dengan demikian, apakah minggu berikutnya tidak ada yang
merasa malu jika kembali datang terlambat? Begitu juga sambil jalan pagi untuk
kesehatan, sesekali saya bisa berkeliling di sekitar ruang kelas untuk meninjau
keadaan kelas ketika jam efektif belajar.

Kalau ada kelas yang tidak melaksanakan pembelajaran, maka saya akan
mengisi kegiatan di kelas sambil mencari tahu mengapa gurunya tidak masuk. Bagi
saya, efektivitas proses pembelajaran yang berlangsung setiap harinya merupakan
penentu keberhasilan pembelajaran secara komprehensif.
Dengan begitu, apakah hari-hari berikutnya tidak ada yang segan jika di
ruang kelas itu kembali tidak terlaksana proses pembelajaran sebagaimana
mestinya?

Kedua, saya menyadari bahwa kurikulum merupakan komponen penting dan


tidak bisa diabaikan dalam proses pembelajaran untuk menghasilkan out put sesuai
dengan yang diharapkan.

Hasil pembelajaran ini bukan hanya sekedar angka-angka atau nominal yang
tertera secara tertulis saja. Kompetensi berupa keterampilan, kemandirian,
kepribadian, dan nilai kebangsaan peserta didik lebih dikedepankan.

Hal ini tentu akan menjadi perhatian saya, karena beberapa pendapat tokoh
dan ahli mengatakan bahwa kelemahan sistem kurikulum dewasa ini belum
menyentuh aspek soft skill peserta didik. Saya menganggap konten kurikulum saat
ini terlalu gemuk dan cenderung over dosis tidak sesuai dengan kebutuhan dan
manfaat pada tahap perkembangan anak.

Jika berkaca pada pendidikan negara yang lebih maju, mereka hanya
memuat empat sampai enam mata pelajaran wajib di sekolah. Bandingkan saja
dengan beban belajar anak-anak saat ini, kadang sampai lima belas mata pelajaran
yang harus mereka jalani setiap minggunya. Apakah anak-anak sekarang memang
tergolong super semua?

Saya akan mengimplementasikan kurikulum yang berlaku sekarang melalui


semangat manajemen berbasis sekolah. Mata pelajaran yang wajib diberikan
kepada peserta didik sesuai konten kurikulum yang berlaku cukup enam saja atau
yang masuk UN saja.

Selebihnya, cukup diberikan sebagai supplemen dan pengisi dalam rangka


peningkatan soft skill peserta didik. Guru mata pelajaran tetap memiliki jam masuk
ke kelas seperti biasa, tetapi kegiatan pembelajaran diarahkan pada pembentukan
keterampilan, kemandirian, kepribadian, dan nilai kebangsaan peserta didik.

Misalnya, mata pelajaran sejarah dikembangkan untuk membentuk


keterampilan verbal siswa seperti terampil bercerita tentang perjuangan pahlawan
nasional. Dalam mata pelajaran PKn diarahkan pada pembentukan karakter
kebangsaan yang mulai pudar dewasa ini. Mata pelajaran agama ditekankan pada
tata cara pelaksanaan amal ibadah secara langsung. Untuk memenuhi unsur
tuntutan kurikulum yang baku, peserta didik dibekali dengan sistem pembelajaran
modul di rumah. Pada akhirnya hasil belajarnya juga dapat diketahui, tentunya tetap
dengan melaksanakan evaluasi belajar.
Ketiga, saya berkeyakinan bahwa proses pembelajaran yang berlangsung
seharusnya mampu membangun makna (meaningfull learning). Pembelajaran
bermakna dimaksudkan setiap peserta didik merasa secara sadar, proses yang
telah dilaluinya memberikan arti penting sebagai bekalnya hidup di tengah
lingkungan keluarga dan masyarakat (meaningfull life).

Saya akan mendorong guru, sebenarnya tugas mereka bukan hanya


sekedarmengajar saja tetapi juga diharapkan dapat menyentuh relung hati anak
didiknya untuk melakukan perbaikan-perbaikan diri. Saya juga mengarahkan guru
untuk lebihmelaksanakan pembelajaran yang kontekstual dan realistis bagi siswa
dengan keadaan di sekitarnya, tidak harus kaku duduk di kelas saja.

Keempat, saya menempatkan sinergitas stake holder sekolah bersama orang


tua atau keluarga sangat penting. Saya akan mencari formula terbaik bahkan
membentuk sistem khusus bagaimana agar kerjasama ini terbangun. Akhirnya nanti
terciptanya sekolah sebagai lingkungan keluarga yang besar.

Pemikiran dan pandangan saya terhadap tantangan dan masa depan


pendidikan sudah dituangkan dalam uraian di atas. Walaupun saya tidak mungkin
menjadi kepala sekolah, dan saya pun tidak akan bersedia jika tidak bisa
merealisasikan ide ini.

Anda mungkin juga menyukai