Anda di halaman 1dari 30

CASE REPORT

Space Occupying Lesion Intracranial

Pembimbing :

dr. Tranggono Yudo Utomo, Sp.S, Msi, Med

Disusun Oleh :

Dian Apriyetty Situmorang

1361050085

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


RSUD dr. CHASBULLAH ABDULMADJID BEKASI
PERIODE 23 JULI – 25 AGUSTUS 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat,
penyertaan dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat ini dengan judul
“Space Occupying Lesion Intracranial”. Penulisan Case Report ini disusun dengan tujuan
untuk memenuhi tugas di Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf di RSUD dr. Chasbullah
Abdulmadjid Bekasi.

Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada


dr. Tranggono Yudo Utomo, Sp.S, Msi, Med yang telah membimbing penulis dalam
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf di RSUD dr. Chasbullah Abdulmadjid Bekasi.,
khususnya dalam penyelesaian Case Report ini.

Penulis menyadari bahwa Case Report ini masih banyak kekurangan. Apabila terdapat
kesalahan dalam penulisan Case Report ini, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya dan
mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga Case Report ini dapat bermanfaat
untuk pengembangan Ilmu Pengetahuan dan bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Terima kasih atas perhatiannya.

Jakarta, 05 Agustus 2018

Penulis,

Dian Apriyetty Situmorang

NIM. 1361050085
BAB I

LAPORAN KASUS

STATUS NEUROLOGI

A. IDENTITAS

Nama : Ny. R

Umur : 41 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Bekasi Tengah no. 05.

Agama : Islam

Pekerjaan : Wiraswasta

Status : Sudah Menikah

Suku Bangsa : Jawa

Tanggal Masuk : 31/07/2018 pukul 01.30

Cara Kunjungan : JKN II


B. ANAMNESIS
Alloanamnesis (anak pasien)
31/07/2018 jam 08.00, Bangsal Cattleya

Keluhan utama : penurunan kesadaran


Keluhan tambahan : lemas, mual

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke IGD RSUD dr. Chasbullah Abdulmadjid diantar oleh anak pasien
dengan penurunan kesadaran sejak ± 7 jam SMRS. Menurut anak pasien,
sebelumnya pasien mengeluh merasa lemas dan mual, lalu pasien mengalami
penurunan respon dan bicara meracau. Kemudian pasien tampak semakin lemas dan
seperti mengantuk. Sebelumnya, demam (-) pusing (-) kejang (-) muntah (-).
Menurut anak pasien, 1 bulan terakhir pasien sering mengeluh nyeri di bagian
kepala hilang timbul. Untuk mengurangi nyeri kepala, pasien meminum obat sakit
kepala dari warung dan beristirahat. Lalu sejak 2 hari SMRS pasien tampak lemas
namun masih bisa beraktivitas.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat pemasangan VP shunt 2 tahun yang lalu karena ada massa di bagian
kepala. Riwayat DM (-) HT (-) Stroke (-) penyakit jantung (-).

Riwayat Penyakit Keluarga


Disangkal

Riwayat Kebiasaan Pasien


Riwayat merokok (-) konsumsi alkohol (-)
C. PEMERIKSAAN
1. Status generalis
Keadaan umum : Tampak Sakit Berat
Kesadaran : Somnolen

GCS : E2M4V1

Tanda vital :

TD = 180/110 mmHg

N = 100 x/menit

RR = 24 x/menit
Suhu = 36,7 0 C

Umur klinis : sesuai


Gizi : gizi lebih
Kulit : sawo matang, turgor kulit normal
Kepala : Normosefali, rambut hitam beruban, distribusi merata, tidak
mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis -/-, pupil bulat isokor, refleks cahaya
langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+.
Telinga : Normotia +/+, perdarahan -/-
Hidung : Deviasi septum -/-, perdarahan -/-
Mulut : mukosa merah muda
Tenggorokan : tidak dilakukan pemeriksaan
Leher : Bentuk simetris, trakea lurus di tengah, tidak teraba
pembesaran KGB dan tiroid.

2. Status Neurologi
Rangsang meningeal
Kaku kuduk :-
Brudzinski I :-
Brudzinski II : -
Kerniq : -/ -
Laseque : -/ -
Saraf Kranial
N.I : Cavum nasi : lapang/lapang
Tes penghidu : sulit dinilai

N.II : Visus kasar : sulit dinilai


Lihat warna : sulit dinilai
Lapang pandang : sulit dinilai
Funduskopi : sulit dinilai

N.III, IV, VI :

Sikap bola mata : sulit dinilai

Ptosis : sulit dinilai

Strabismus : sulit dinilai

Enoftalmus : sulit dinilai

Eksoftalmus : sulit dinilai

Diplopia : sulit dinilai

Deviasi konjugae : sulit dinilai

Pergerakan bola mata : sulit dinilai

Pupil : Bulat, isokor 3mm/3mm, letak di tengah, tepi rata


Refleks cahaya : langsung: +/+
tidak langsung: +/+
Refleks akomodasi : sulit dinilai

N.V
Motorik : Buka tutup mulut : sulit dinilai
Gerakan rahang : sulit dinilai
Mengigit : sulit dinilai
Sensorik : Rasa nyeri : sulit dinilai
Rasa raba : sulit dinilai
Rasa suhu : sulit dinilai
Refleks : Refleks kornea : +/+
Refleks maseter : +/+

N.VII

Sikap wajah : sulit dinilai

Mimik : Biasa

Angkat alis : sulit dinilai

Kerut dahi : +/+

Kembung pipi : sulit dinilai

Lagoftalmus : -/-

Menyeringai : +/+, sulcus nasolabialis simetris

Rasa kecap 2/3 depan : sulit dinilai

Chovstek : sulit dinilai

N. VIII

Nistagmus : sulit dinilai

Tes berbisik : sulit dinilai

Gesekan jari : sulit dinilai

Tes rinne : sulit dinilai

Tes weber : sulit dinilai

Tes swabach : sulit dinilai


N. IX, X

Arkus faring : Simetris

Palatum molle : Intak

Uvula : Di tengah

Disartria : sulit dinilai

Disfagia : sulit dinilai

Disfonia : sulit dinilai

Refleks okulokardiak : +/+

Refleks sinus caroticus : +/+

Refleks faring : sulit dinilai

N. XI

Angkat bahu : sulit dinilai

Menoleh : sulit dinilai

N. XII

Sikap lidah : sulit dinilai

Atrofi papil lidah :-

Fasikulasi : sulit dinilai

Tremor : sulit dinilai

Julur lidah : sulit dinilai

Tenaga otot lidah : sulit dinilai


Motorik

Derajat kekuatan otot : hemiparese dextra

Tonus Otot : sulit dinilai

Trofi otot : Eutrofi

Gerakan spontan abnormal :-

Sensibilitas :
Eksteroseptif :
Rasa Raba : sulit dinilai
Rasa Nyeri : sulit dinilai
Rasa Suhu : sulit dinilai
Propioseptif :
Rasa Getar : sulit dinilai
Rasa Gerak : sulit dinilai
Rasa Sikap : sulit dinilai

Koordinasi :

Statis Duduk : sulit dinilai


Berdiri : sulit dinilai
Berjalan : sulit dinilai
Dinamis Telunjuk telunjuk : sulit dinilai
Telunjuk hidung : sulit dinilai
Tumit lutut : sulit dinilai
Test Romberg : sulit dinilai

Fisiologis : Biceps +/+

Triceps +/+

KPR +/+

APR +/+
Patologis : Babinski +/-

Chaddock -/-

Gordon -/-

Oppenheim -/-

Schaefer -/-

Rossolimo -/-

Mendel bechtrew -/-

Hoffman trommer -/-

Klonus lutut -/-

Klonus kaki -/-

Vegetatif :
Miksi : sulit dinilai
Defekasi : sulit dinilai

Fungsi Luhur :

Memori : sulit dinilai


Bahasa : sulit dinilai
Kognitif : sulit dinilai
Emosi : sulit dinilai
Resume

Pasien datang ke IGD RSUD dr. Chasbullah Abdulmadjid diantar oleh anak pasien
dengan penurunan kesadaran sejak ± 7 jam SMRS. Menurut anak pasien, sebelumnya
pasien mengeluh merasa lemas dan mual, lalu pasien mengalami penurunan respon dan
bicara meracau. Kemudian pasien tampak semakin lemas dan seperti mengantuk.
Sebelumnya, demam (-) pusing (-) kejang (-) muntah (-).

Menurut anak pasien, 1 bulan terakhir pasien sering mengeluh nyeri di bagian kepala
hilang timbul. Untuk mengurangi nyeri kepala, pasien meminum obat sakit kepala dari
warung dan beristirahat. Lalu sejak 2 hari SMRS pasien tampak lemas namun masih
bisa beraktivitas.

Riwayat pemasangan VP shunt 2 tahun yang lalu karena ada massa di bagian kepala.
Riwayat DM (-) HT (-) Stroke (-) penyakit jantung (-). Riwayat Penyakit Keluarga
disangkal. Riwayat merokok (-) konsumsi alkohol (-)

Keadaan umum : Tampak Sakit Berat

Kesadaran : Somnolen

GCS : E2M4V1

Tanda vital :

TD = 180/110 mmHg

N = 100 x/menit

RR = 24 x/menit

Suhu = 36,7 0 C

Status Generalis : dalam batas normal

Pemeriksaan nervus kranialis I – XII : dalam batas normal

Rangsang meningeal : Kaku kuduk (-/-), Brudzinski I (-), Brudzinski II


(-), Laseque (-/-)
Reflek fisiologis : Biceps ++/++; Triceps ++/++; Achiles ++/++;
Patella ++/++

Reflek Patologis : Hoffman-tromer -/-; Babinski +/-; Chaddock -/-


; Oppenheim -/-; Schaeffer -/-; Gordon -/-

Motorik : hemiparese dextra

Pemeriksaan penunjang : (31/07/18)

 Elektrolit
Natrium : 138 mmol/L
Kalium : 3.7 mmol/L
Clorida : 101 mmol/L
 H2TL
Hemoglobin : 13.4 gr/dL
Hematokrit : 39.5 %
Trombosit : 198 ribu/uL
Leukosit : 11.4 ribu/uL
 Albumin : 4.13 g/dL
 SGOT : 23 U/L
 SGPT : 24 U/L
 Ureum : 27 mg/dL
 Creatinin : 0.51 mg/dL
 eGFR : 132 mL/mnt/1.73 m2
 GDS : 160 mg/dl
Foto Thorax PA

Foto kurang inspirasi


Skeletal normal
COR membesar CTR > 50%, sinus dan
diafragma normal
Pulmo : corakan normal, tak tampak
infiltrat

Kesan : cardiomegali tanpa bendungan


paru, dd/posisi

Diagnosis

 Penurunan kesadaran
 Suspect SOL
 Post VP shunt

Pengobatan :

Pro rawat inap

IVFD : I RL : I Livamin

Mm/ :

 Methyloprednisolone 2x62.5 mg IV
 Omeprazole 1x1 amp IV
 Cefoperazone 2x1 gr IV
 Neurobion 5000 1x1 IV drip
 Amlodipine 1x10 mg per NGT
Prognosis

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad malam


FOLLOW UP

Subjective Objective Assesment Planning

01/08/2018 -Nyeri kepala, terasa KU : TSS Tumor Konsul Sp.BS


di seluruh kepala. Cerebellopontine
PH : 2 Kes: CM
Nyeri kepala timbul Angle IVFD : I RL : I Livamin
saat pasien batuk VAS : 5/6
Mm/ :
-Sebelum masuk GCS: E4M6V5
Post VP Shunt - Methyloprednisolone 2 x 62.5mg
rumah sakit, pasien
TD = 135/89 IV
mengaku sering
mmHg
merasakan nyeri - Omeprazole 1x1 amp IV
kepala seperti N = 74 x/menit
berdenyut, hilang - Cefoperazone 2x1 gr IV
RR= 22 x/menit
timbul. 1 minggu
- Neurobion 5000 1x1 IV drip
nyeri kepala semakin Suhu = 36, 40 C
terasa berat. Nyeri - Amlodipine 1x10 mg per NGT
kepala terasa di Rangsang
meningen : (-)
seluruh kepala. Nyeri
kepala dirasakan Nervus
hampir setiap hari, Cranialis : tidak
berlangsung ±30 ditemukan
adanya
menit-1 jam. Nyeri
kelainan
kepala bertambah
ketika batuk. Untuk Rangsang
mengurangi nyeri fisiologis :
dalam batas
kepalanya, pasien normal
mengkonsumsi obat
sakit kepala dari Rangsang
patologis :
warung dan Babinski +/-
beristirahat. Demam
(-) kejang (-) Motorik :
mual (-) muntah (-) 5555/5555

-Nyeri tenggorokan 5555/5555


(+)
Penunjang :
Laboratorium
dan CT Scan
Laboratorium 01/08/2018

Asam urat 4.5 mg/dL

Profil Lipid

Trigliserida 80 mg/dL

Kolesterol total 210 mg/dL

Kolesterol HDL 66 mg/dL

Kolesterol LDL 128 mg/dL

Gula Darah Sewaktu 165 mg/dL

CT Scan Kepala tanpa


Kontras (31/07/2018)

SOL di daerah
Cerebellopontine Angle kiri
yang mendesak pons kiri dan
ventrikel IV

Curiga perdarahan
subarachnoid

Hidrosefalus obstruktif

Ujung VP shunt ventrikel


lateralis kanan

Defek os temporal kanan (post


op)
Subjective Objective Assesment Planning

02/08/2018 -Nyeri kepala (+) KU : TSS SOL CT Scan kepala dengan kontras
namun berkurang.
PH : 3 Kes: CM Post VP Shunt
Nyeri kepala semakin O2 nasal 3 LPM
berat saat pasien batuk VAS : 2/3

-Nyeri di bagian GCS: E4M6V5 IVFD : Ringer Asetat I : Futrolit I


pinggang (+)
TD = 133/85 Mm/ :
-Nyeri di bagian mmHg
- Methyloprednisolone 2 x 62.5mg
tenggorokan (+) N = 65 x/menit IV
- Sesak (-) mual (-) RR=24 x/menit - Dexamethasone 4x2 amp IV
muntah (-)
Suhu = 36, 60 C - Omeprazole 1x1 amp IV
Rangsang - Cefoperazone 2x1 gr IV
patologis :
Babinski +/- - Neurobion 5000 1x1 IV drip
Motorik : - Amlodipine 1x10 mg PO
5555/5555

5555/5555

Penunjang : -

03/08/2018 -Nyeri kepala (+). KU : TSS SOL Pasien menolak tindakan dari
Nyeri kepala semakin Intracranial Sp.BS, VP Shunt Efektif, terapi
PH : 4 Kes: CM
berat saat pasien batuk konservatif
Post VP Shunt
VAS : 2/3
- Batuk (+) tidak IVFD : Ringer Asetat I : Futrolit I
berdahak GCS: E4M6V5
Mm/ :
-Nyeri di bagian TD = 138/81
pinggang (+) mmHg - Methyloprednisolone 2 x 62.5mg
IV
N = 81 x/menit
-Nyeri di bagian
tenggorokan (+) - Dexamethasone 4x2 amp IV
RR=20 x/menit
namun berkurang - Omeprazole 1x1 amp IV
Suhu = 36, 20 C
- Sesak (-) mual (-) - Cefoperazone 2x1 gr IV
Rangsang
muntah (-)
patologis :
- Neurobion 5000 1x1 IV drip
Babinski -/-

Motorik : - Amlodipine 1x10 mg PO

5555/5555 - Codein 2x10 mg PO

5555/5555 - Meloxicam 2x7.5 mg PO

Penunjang : -
04/08/2018 -Nyeri di bagian KU : TSS SOL IVFD : Ringer Asetat I : Futrolit I
pinggang (+) Intracranial
PH : 5 Kes: CM
Mm/ :
-Nyeri di bagian Post VP Shunt
VAS : 2/3
tenggorokan (+) - Citicoline 2x500 mg IV
namun berkurang GCS: E4M6V5
- Neurobion 5000 1x1 IV drip
- Nyeri kepala (-) TD = 130/100
mmHg - Omeprazole 1x40 mg IV
- Batuk berkurang
N = 94 x/menit - Methyloprednisolone 4x62.5mg
- Sesak (-) mual (-) IV
RR=24 x/menit
muntah (-) - Dexamethasone 4x2 amp IV
Suhu = 36, 70 C
- Cefoperazone 2x1 gr IV
Rangsang
patologis : - Amlodipine 1x10 mg PO
Babinski -/-

Motorik :

5555/5555

5555/5555

Penunjang : CT
Scan kepala
dengan kontras
CT Scan kepala dengan kontras (03/08/2018)

SOL di Cerebellopontine kiri yang


menyengat heterogen pasca
pemberian kontras dengan komponen
kalsifikasi, menyempitkan ventrikel
IV dan mendesak pons dan
cerebellum ke kanan disertai perifokal
edema

Terpasang VP shunt dengan ujung


distal di ventrikel lateral kanan cornu
posterior
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Space Occupying Lesions (SOL) Intracranial


Space Occupying Lesions (SOL) dapat didefinisikan sebagai tumor yang jinak
atau ganas baik bersifat primer atau sekunder, dan juga sebagai massa inflamatorik
maupun parasitic yang berletak pada rongga cranium. Sol juga berupa hematoma,
berbagai jenis kista dan malformasi vaskuler.1

2. Epidemiologi Space Occupying Lesions (SOL) Intracranial


Berdasarkan penelitian terdapat 42 kasus SOL mempengaruhi rongga
intrakranial dan tulang belakang, 39 kasus berasal dari otak dan selaput-selaput otak
dan 3 berasal dari lumbar pinalis. Dari 39 kasus, 26 (67%) adalah akibat tumor dan 13
(33%) adalah akibat infeksi, terutama tuberculosis. Dari data tersebut terdapat 6 kasus
astrocytoma dan 3 kasus meningioma. Dalam kasus tersebut masing-masing terdapat 2
kasus lagi yakni, pilocytic astrocytoma dan medulloblastoma. Selain itu juga terdapat
kasus pineal tumour, craniopharyngioma, pituitary adenoma, vestibular schwannoma
dan oligodendroglioma dan 6 kasus indeterminate . ada 3 kasus SOL yang mengenai
spinal yakni arachnoiditis, subdural abscess dan tuberculoma.2

3. Etiologi Space Occupying Lesions (SOL) Intracranial


1. Riwayat trauma kepala
Trauma yang berulang menyebabkan terjadinya meningioma (neoplasma
selaput otak). Pengaruh trauma pada patogenesis neoplasma susunan saraf
pusat belum diketahui gejala klinis.
2. Faktor genetik
3. Paparan zat kimia yang bersifat karsinogenik dan virus
4. Defisisensi imunologi dan congenital
4. Klasifikasi Space Occupying Lesions (SOL) Intracranial
Berdasarkan jenis tumor dapat dibagi menjadi:
1. Jinak
a. Acoustic Neuroma
b. Meningioma
c. Pituitary adenoma
d. Astrocytoma (grade1)

2. Malignant

a. Astrocytoma (grade 2)

b.Oligodendroglioma

c. Apendymoma

Berdasarkan lokasi tumor dapat dibagi menjadi :

1. Tumor Intradural

a. Ekstramedular

b. Cleurofibroma

c. Meningioma Intramedular

d. Apendimoma

e. Astrocytoma

f. Oligodendroglioma

g. Hemangioblastoma

2. Tumor ekstradural

Merupakan metastase dari lesi primer


5. Patofisiologi Space Occupying Lesions (SOL) Intracranial
Peningkatan tekanan intracranial adalah suatu mekanisme yang diakibatkan
oleh beberapa kondisi neurologi. Isi dari cranial adalah jaringan otak, pembuluh darah
dan cairan serebrospinal. Bila terjadi peningkatan satu dari isi cranial mengakibatkan
peningkatan tekanan intracranial, sebab ruang cranial keras, tertutup tidak bisa
berkembang. Peningkatan satu dari beberapa isi cranial biasanya disertai dengan
pertukaran timbale balik dalam satu volume yang satu dengan yang lain. Jaringan otak
tidak dapat berkembang, tanpa berepengaruh serius pada aliran dan jumlah cairan
serebrospinal dan sirkulasi serebral. Space Occupaying Lesion (SOL) menggantikan
dan merubah jaringan otak sebagai suatu peningkatan tekanan. Peningkatan tekanan
dapat secara lambat (sehari/seminggu) atau secara cepat, hal ini tergantung pada
penyebabnya. Pada pertama kali satu hemisphere akan dipengaruhi.
Peningkatan tekanan intracranial dalam ruang kranial pada pertama kali dapat
dikompensasi dengan menekan vena dan pemindahan cairan serebrospinal. Bila
tekanan makin lama makin meningkat, aliran darah ke serebral akan menurun dan
perfusi menjadi tidak adekuat, maka akan meningkatkan PCO2 dan menurunkan PO2
dan PH. Hal ini akan mnyebabkan vasodilatasi dan edema serebri. Edema lebih lanjut
akan meningkatkan tekanan intracranial yang lebih berat dan akan meyebabkan
kompresi jaringan saraf. Pada saat tekanan melampaui kemampuan otak untuk
berkompensasi, maka untuk meringankan tekanan, otak memindahkan ke bagian
kaudal atau herniasi kebawah. Sebagian akibat dari herniasi, batang otak akan terkena
pada berbagai tingkat, yang mana penekanannya bisa mengenai pusat vasomotor, arteri
serebral posterior, saraf okulomotorik, traktus kortikospinal, dan serabut-serabut saraf
ascending reticular activating system. Akibatnya akan mengganggu mekanisme
kesadaran, pengaturan tekanan darah, denyut nadi pernafasan dan temperature.4

6. Manifestasi Klinis Space Occupying Lesions (SOL) Intracranial


Nyeri kepala, edema papil dan muntah secara umum dianggap sebagai
karakteristik peninggian TIK. Demikian juga , dua pertiga pasien SOL memiliki semua
gambaran tersebut. Walau demikian, tidak satupun dari ketiganya khas untuk
peninggian tekanan, kecuali edema papil, banyak penyebab lain yang menyebabkan
masing-masing berdiri sendiri dan bila mereka timbul bersama akan memperkuat
dugaan adanya peninggian TIK.7
1. Gejala klinik umum timbul karena peningkatan tekanan intracranial, meliputi 5 :
 Nyeri kepala. Nyeri bersifat dalam, terus menerus, tumpul dan kadang-kadang
bersifat hebat sekali, biasanya paling hebat pada pagi hari dan diperberat saat
beraktivitas yang menyebabkan peningkatan TIK, yaitu batuk, membungkung,
dan mengejan.
 Nausea atau muntah muntah yang memancar (projectile vomiting) biasanya
menyertai peningkatan tekanan intracranial.
 Papil edema titik buta dari retina merupakan ukuran dan bentuk dari papilla
optic atau discus optic. Karena tekanan intracranial meningkat, tekanan
ditransmisi ke mata melalui cairan cerebrospinal sampai ke discus optic. Karena
meningens memberi reflex kepada seputar bola mata, memungkinkan transmisi
tekanan melalui ruang-ruang oleh cairan cerebrospinal. Karena discus mata
membengkak retina menjadi tertekan juga. Retina yang rusak tidak dapat
mendeteksi sinar.

2. False localizing signs dan tanda lateralisasi


False localizing signs ini melibatkan neuroaksis kecil dari lokasi tumor yang
sebenarnya. Sering disebabkan karena peningkatan tekanan intrakaranial, peregeseran
dari struktur-struktur intracranial atau iskemi. Lesi pada salah satu kompartemen otak
dapat menginduksi pergeseran dan kompresi dibagian otak yang jauh dari lesi primer.
Suatu tumor intra cranial dpat menimbulkan manifestasi yang tidak sesuai dengan
fungsi area yang ditempatinya. Tanda tersebut adalah :
 Kelumpuhan saraf otak. Karena desakan tumor, saraf dapat tertarik atau tertekan.
Desakan itu tidak harus langsung terhadap saraf otak. Saraf yang sering terkena
tidak langsung adalah saraf III dan IV
 Refleks patologis yang positif pada kedua sisi, dapat ditemukan pada tumor yang
terdapat di dalam salah satu hemisferium saja.
 Gangguan mental
 Gangguan endokrin dapat juga timbul SOL di daerah hipofise.
3. Gejala klinik local

Manifestasi local terjadi pada tumor yang meneyebabkan destruksi parenkim,


infark atau edema. Juga akibat pelepasan faktor-faktor kedaerah sekitar tumor
(contohnya: peroksidase, ion hydrogen, enzim proteolitik dan sitokin), semuanya dapat
meyebabkan disfungsi fokal yang reversibel.

 Tumor Lobus Frontal, menyebabkan terjadinya kejang umum yang diikuti


paralisis
 Tumor Lobus Temporalis. Gejala tumor lobus temporalis antara lain disfungsi
traktus kortikospinal kontralateral, defisit lapangan pandang homonim
perubahan kepribadian, disfungsi memori dan kejang parsial kompleks
 Lobus Parietal dapat menimbulkan gejala modalitas sensori, kortikal
hemianoksi homonym
 Tumor Lobus Oksipital, sering menyebabkan hemianopsia homonym yang
kongruen.
 Tumor pada Ventrikel Tiga. Tumor didalam atau yang dekat dengan ventrikel
tiga menghambat ventrikel atau aquaduktus dan menyebabkan hidrosepalus.
 Tumor Batang Otak terutama ditandai oleh disfungsi saraf kranialis, defek
lapangan pandang, nistagmus, ataksia dan kelemahan ekstremitas
 Tumor Serebellar. Muntah Berulang dan sakit kepala dibagian oksiput
merupakan gejala yang sering ditemukan pada tumor serebellar.
 Tumor Hipotalamus : Gangguan perkembangan seksual pada anak-anak,
gangguan cairan cerebrospinal.
 Tumor Fosa Posterior : Gangguan berjalan nyeri kepala dan muntah disertai
dengan nistagmus.5

7. Diagnosis Space Occupying Lesions (SOL) Intracranial


Untuk menegakkan diagnosis pada penderita yaitu melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik neurologik yang teliti serta pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis
kita dapat mengetahui gejala-gejala yang dirasakan seperti ada tidaknya nyeri kepala,
muntah dan kejang. Sedangkan melalui pemeriksaan fisik neurologik ditemukana
adanya gejala seperti edema papil dan defisit lapangan pandang.8
Perubahan tanda vital pada kasus SOL intrakranial meliputi:8
 Denyut nadi relatif stabil selama stadium awal dari peningkatan TIK, terutama
pada anak-anak. Bradikardi merupakan mekanisme yang mungkin terjadi untuk
mensuplai darah ke otak dan mekanisme ini dikontrol oleh tekanan pada
mekanisme refleks vagal yang terdapat dimedulla.
 Pernapasan. Pada saat kesadaran menurun, korteks serebri akan lebih tertekan
daripada batang otak pada pasien dewasa, perubahan pernapasan ini normalnya
akan diikuti dengan penurunan level dari kesadaran. Perubahan pola pernapasan
adalah hasil dari tekanan langsung pada batang otak.
 Tekanan darah. Tekanan darah dan denyut nadi relatif stabil selama stadium
awal dari peningkatan tekanan intrakranial, terutama pada anak-anak. Dengan
terjadinya peningkatan tekanan intrakranial, tekanan darah akan meningkat
sebagai mekanisme kompensasi, sehingga terjadi penurunan dari denyut nadi
disertai dengan perubahan pola pernapasan. Apabila kondisi ini terus
berlangsung, maka tekanan darah akan mulai turun.
 Suhu tubuh. Selama mekanisme kompensasi dari peningkatan TIK, suhu tubuh
akaN tetap stabil. Ketika mekanisme dekompensasi berubah, peningkatan suhu
tubuh akan muncul akibat dari disfungsi dari hipotalamus atau edema pada
traktus yang menghubungkannya.
 Reaksi pupil. Serabut saraf simpatis menyebabkan otot pupil berdilatasi. Reaksi
pupil yang lebih lambat dari normalnya dapat ditemukan pada kondisi yang
menyebabkan penekanan pada nervus okulomotorius, seperti edema otak atau
lesi pada otak.

Pemeriksaan Penunjang
a. CT Scan Kepala. CT-Scan merupakan merupakan alat diagnostik yang penting
dalam evaluasi pasien yang diduga menderita tumor otak. CT-Scan merupakan
pemeriksaan yang mudah, sederhana, non invasif, tidak berbahaya, dan waktu
pemeriksaan lebih singkat. Ketika kita menggunakan CT-Scan dengan kontras, kita
dapat mendeteksi tumor yang ada. CT-Scan tidak hanya dapat mendeteksi tumor,
tetapi dapat menunjukkkan jenis tumor apa, karena setiap tumor intrakranial
menunjukkan gambar yang berbeda pad CT-Scan.9
Gambaran CT-Scan pada tumor otak, umumnya tampak sebagai lesi abnormal
berupa massa yang mendorong struktur otak disekitarnya. Biasanya tumor otak
dikelilingi jaringan oedem yang terlihat jelas karena densitasnya lebih rendah.
Adanya kalsifikasi, perdarahan atau invasi mudah dibedakan dengan jaringan
sekitarnya karena sifatnya hiperdens. Beberapa jenis tumor akan terlihat lebih
nyata bila pada waktu pemeriksaan CT-Scan disertai dengan pemberian zat
kontras. Kekurangan CT-Scan adalah kurang peka dalam mendeteksi massa tumor
yang kecil, massa yang berdekatan dengan struktur tulang kranium, maupun massa
di batang otak.9
Pada subdural akut CT-Scan kepala (non kontras) tampak sebagai suatu massa
hiperdens (putih) ekstra-aksial berbentuk bulan sabit sepanjang bagian dalam
(inner table) tengkorak dan paling banyak terdapat pada konveksitas otak didaerah
parietal. Terdapat dalam jumlah yang lebih sedikit didaerah bagian atas tentorium
serebeli. Perdarahan subdural yang sedikit (small SDH) dapat berbaur dengan
gambaran tulang tengkorak dan hanya akan tampak dengan menyesuaikan CT
window width. Pegeseran garis tengah (middle shift) akan tampak pada perdarahan
subdural yang sedang atau besar volumenya. Bila tidak ada middle shift harus
dicurigai adanya massa kontralateral dan bila middle shift hebat harus dicurigai
adanya edema serebral yang mendasarinya.8
Pada fase akut subdural menjadi isodens terhadap jaringan otak sehingga lebih sulit
dinilai pada gambaran CT-Scan, oleh karena itu pemeriksaan CT-Scan dengan
kontras atau MRI sering dipergunakan pada kasus perdarahan subdural dalam
waktu 48-72 jam setelah trauma. Pada pemeriksaan CT dengan kontras, vena-vena
kortikal akan tampak jelas dipermukaan otak dan membatasi subdural hematoma
dan jaringan otak. Perdarahan subdural akut sering juga berbentuk lensa
(bikonveks) sehingga membingungkan dalam membedakannya dengan epidural
hematoma.8
Pada fase kronik lesi subdural pada gambaran CT-Scan tanpa kontras menjadi
hipodens dan sangat mudal dilihat. Bila pada CT-Scan kepala telah ditemukan
perdarahan subdural, sangat penting untuk memeriksa kemungkinan adanya lesi
lain yang berhubungan seperti fraktur tengkorak, kontusio jaringan otak dan
perdarahan subarakhnoid.8
Pada abses, CT-Scan dapat digunakan sebagai pemandu untuk dilakukannya
biopsi. Biopsi aspirasi abses ini dilakukan untuk keperluan diagnostik maupun
terapi.
b. MRI. MRI merupakan pemeriksaan yang paling baik terutama untuk mendeteksi
tumor yang berukuran kecil ataupun tumor yang berada dibasis kranium, batang
otak dan di fossa posterior. MRI juga lebih baik dalam memberikan gambaran lesi
perdarahan, kistik, atau, massa padat tumor intrakranial.7
c. Darah Lengkap. Pemeriksaan darah lengkap dapat dijadikan salah satu kunci untuk
menemukan kelainan dalam tubuh. kelainan sitemik biasanya jarang terjadi,
walaupun terkadang pada abses otak sedikit peningkatan leukosit.9
d. Foto Thoraks, dilakukan untuk mengetahui apakah ada tumor dibagian tubuh lain,
terutama paru yang merupakan tempat tersering untuk terjadinya metastasis primer
paru. Pada hematoma, mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (perdarahan /edema), dan fragmen tulang.9
e. USG Abdomen, dilakukan untuk mengetahui aakah ada tumor dibagian tubuh lain.
Pada orang dewasa. Tumor otak yang merupakan metastase dari tumor lain lebih
sering daripada tumor primer otak.9
f. Biopsi Untuk tumor otak, biopsi dilakukan untuk mengetahui jenis sel tumor
tersebut, sehingga dapat membantu dokter untuk mengidentifikasi tipe dan stadium
tumor dan menentukan pengobatan yang tepat seperti apakah akan dilakukan
pengangkatan seluruh tumor ataupun dilakukan radioterapi.7
g. Lumbal Pungsi, pemeriksaan ini hanya dilakukan untuk beberapa jenis tumor otak
tertentu. Dengan mengambil cairan serebro spinal, diharapkan dapat diketahui jenis
sel dari tumor otak tersebut. Jika tekanan intrakranial terlalu tinggi, pemeriksaan
ini kontraindikasi untuk dilakukan.7
h. Analisa Gas Darah, untuk mendeteksi ventilasi atau masalah pernapasan jika
terjadi peningkatan tekanan intrakranial.7
i. Angiography. Angiography tidak selalu dilakukan, tetapi pemeriksaan ini perlu
dilakukan untuk beberapa jenis tumor. Pemeriksaan ini membantu ahli bedah untuk
mengetahui pembuluh darah mana saja yang mensuplai area tumor, terutama
apabila terlibat embuluh darah besar. Pemeriksaan ini penting dilakukan terutama
untuk tumor yang tumbuh ke bagian sangat dalam dari otak.7
8. Penatalaksanaan Space Occupying Lesions (SOL) Intracranial
 Pembedahan. Jika hasil CT-Scan didapati adanya tumor, dapat dilakukan
pembedahan. Ada pembedahan total dan parsial, hal ini tergantung jenis
tumornya. Pada kasus abses seperti loculated abscess, pembesran abses
walaupun sudah diberi antibiotik yang sesuai, ataupun terjadi impending
herniation. Sedangkan pada subdural hematoma, operasi dekompresi harus
segera dilakukan jika terdapat subdural hematoma akut dengan middle shift > 5
mm. Operasi juga direkomendasikan pada subdural hematoma akut dengan
ketebalan lebih dari 1 cm.7
 Radioterapi. Ada beberapa jenis tumor yang sensitif terhadap radioterapi,
seperti low grade glioma. Selain itu radioterapi juga digunakan sebagai lanjutan
terapi dari pembedahan parsial.7
 Kemoterapi. Terapi utama jenis limpoma adalah kemoterapi. Tetapi untuk
oligodendroglioma dan beberapa astrocytoma yang berat, kemoterapi hanya
digunakan sebagai terapi tambahan.7
 Antikolvusan. Mengontrol kejang merupakan bagian terapi yang penting pada
pasien dengan gejala klinis kejang. Pasien SOL sering mengalami peningkatan
tekanan intrakranial, yang salah satu gejala klinis yang sering terjadi adalah
kejang.7 Phenytoin (300-400mg/kali) adalah yang paling umum digunakan.
Selain itu dapat juga digunakan Carbamazepine (600-1000mg/hari),
phenobarbital (90- 150mg/hari) dan asam valproat (750-1500mg/hari).7
 Antibiotik. Jika dari hasil pemeriksaan diketahui adanya abses, maka antibiotik
merupakan salah satu terapi yang harus diberikan. Berikan antibiotik intravena,
sesuai kultur ataupun sesuai data empiris yang ada. Antibiotik diberikan 4-6
minggu atau lebih, hal ini disesuaikan dengan hasil pencitraan, apakah ukuran
abses sudah berkurang atau belum. Carbapenem, fluorokuinolon, aztreonam
memiliki penetrasi yang bagus ke sistem saraf pusat, tetapi harus
memperhatikan dosis yang diberikan (tergantung berat badan dan fungsi ginjal)
untuk mencegah toksisitas.9
 Kortikosteroid. Kortikosteroid mengurangi edema peritumoral dan mengurangu
tekana intrakranial. Efeknya mengurangi sakit kepala dengan cepat.
Dexamethasone adalah kortikosteroid yang dipilh karena aktivitas
mineralkortikoid yang minimal. Dosisnya dapat diberikan mulai dari 16mg/hari,
tetapi dosisnya dapat ditambahkan maupun dikurangi untuk mencapai dosis
yang dibutuhkan untuk mengontrol gejala neurologik.6
 Head up 30-45˚, berfungsi untuk mengoptimalkan venous return dari kepala,
sehingga akan membantu mengurangi TIK.7
 Menghindari Terjadinya Hiperkapnia PaCO2 harus dipertahankan dibawah 40
mmHg, karena hiperkapnia dapat menyebabkan terjadinya peningkatan aliran
darah ke otak sehingga terjadi peningkatan TIK, dengan cara hiperventilasi
ringan disertai dengan analisa gas darah untuk menghindari global iskemia pada
otak.7
 Manitol 20% dengan dosis 0,25-1 gr/kgBB diberikan cepat dalam 30-60 menit
untuk membantu mengurangi peningakatan TIK dan dapat mencegah edema
serebri.7
DAFTAR PUSTAKA

1. Ejaz M, Saeed A, Naseer A, Chaudrhy, Qureshi G.R, 2005. Intra-cranial Space


Occupying Lesions A Morphological Analysis. Department of Pathology,
Postgraduate Medical Institute, Lahore – Pakistan. Biomedica Vol. 21
2. Kaptigau, W. Matui ,Ke Liu. Space-occupying lesions in Papua New Guinea – the
CT era. Port Moresby General Hospital, Papua New Guinea and Chongqing
Emergency Medical Centre, Chongqing City, China. PNG Med J 2007 Mar-
Jun;50(1-2):33-43
3. Wulandari, A., 2012. Space Occupaying Lesion (SOL). Available from:
http://www.scribd.com/doc/181664046/Sol [Last accessed 1st August 2018]
4. Ningrum, F.Y., 2013. Space Occupaying Lesion ( SOL). Available from:
http://www.scribd.com/doc/123949291/referat-SOL [Last accessed 1st August
2018]
5. Widyalaksono, A., 2012. SOL Space Occupayimg Lesion. Available from:
http://www.scribd.com/doc/129372631/CR-SOL [Last accessed 7th December
2014]
6. Lombardo MC. 2006. Cedera Sistem Saraf Pusat. Dalam: Price SA, Wilson LM, eds.
Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
7. Wilkinson, Iain. 2005. Brain Tumour. Essential Neurology, 4th Edition. Page 50-52.
8. Meagher, R.J., & Lutsep, H.L. 2013. Subdural Hematoma. Dipetik Desember 10,
2013, dari http://emedicine.medscape.com/article/113720. [Last accessed 1st
August 2018]
9. Japardi, I. 2004 Cedera Kepala: Memahami Aspek-Aspek Penting dalam
Pengelolaan Penderita Cedera Kepala. Jakarta Barat: Bhuana Ilmu Populer.

Anda mungkin juga menyukai