Anda di halaman 1dari 12

Seminar Nasional dan Lokakarya PISA 2016,

FKIP Universitas Sriwijaya, 21 Oktober 2016


NILAI MISTERI SISWA PADA PEMBELAJARAN MATERI
TRIGONOMETRI KELAS X DI SMA SRIJAYA NEGARA
PALEMBANG
Nikmah Nurvicalesti1), Ely Susanti2), Nyimas Aisyah3)
1)
Mahasiswa Pendidikan Matematika Universitas Sriwijaya
2,3)
Dosen Pendidikan Matematika Universitas Sriwijaya

Abstrak

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk


mengetahui nilai misteri siswa dan hasil belajar siswa pada pembelajaran materi
trigonometri kelas X di SMA Srijaya Negara Palembang. Subjek penelitian ini
adalah siswa kelas X.3 SMA Srijaya Negara Palembang yang berjumlah 26 siswa.
Pengambilan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan tes. Dalam
penelitian ini diperoleh kesimpulan (1) Nilai misteri siswa kelas X di SMA Srijaya
Negara Palembang pada pembelajaran materi trigonometri dikategorikan sangat baik
dengan rata-rata 87.87. Pembelajaran ini dilihat dari 5 deskriptor nilai misteri, yaitu
deskriptor pertama siswa menghubungkan materi yang telah dipelajari dengan
materi yang sedang dipelajari; deskriptor kedua yaitu siswa menemukan hubungan
dari setiap penyelesaian untuk mendapatkan kesimpulan; deskriptor ketiga yaitu
siswa mengikuti prosedur untuk memahami konsep dilihat dari hasil pengerjaan
LKS; deskriptor keempat yaitu siswa mempunyai kreativitas untuk menyelesaiakan
soal pembuktian; dan deskriptor kelima yaitu siswa memiliki rasa ingin tahu yang
besar dalam memecahkan teka-teki matematika. (2) Dilihat dari hasil tes siswa
setelah dilakukan pembelajaran trigonometri dengan memunculkan nilai misteri,
siswa memperoleh rata-rata nilai sebesar 75.87 dengan kategori baik. Hal ini
menunjukkan bahwa nilai misteri siswa pada pembelajaran trigonometri dalam
penelitian ini secara umum dikategorikan baik.
Kata Kunci : Nilai matematika, nilai misteri, trigonometri

I. Pendahuluan
Saat ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, tidak
terkecuali pelajaran matematika. Sejalan dengan yang diungkapkan Gauss (dalam
Ismadi, 2011) bahwa matematika itu sebagai Queen of Sciences. Matematika bukanlah
sekedar kumpulan angka, simbol, dan rumus yang tidak ada kaitannya dengan dunia
nyata dan justru sebaliknya, matematika tumbuh dan berakar dari dunia nyata (Supatmo,
2002). Selain itu Winarni & Harmini (2011), mengungkapkan bahwa matematika
merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam
meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Namun matematika dianggap sebagai
mata pelajaran yang sulit dan membosankan, sehingga matematika menjadi mata
pelajaran yang tidak disenangi oleh siswa dan mengakibatkan prestasi belajar
matematika secara umum rendah (Julaika, 2015).

1
Nikmah Nurvicalesti/Nilai Misteri Siswa
Pada dasarnya penyebab matematika itu tidak disenangi karena asumsi
masyarakat yang tidak tepat dalam memandang matematika dan ketidakpahaman
tentang nilai-nilai yang terkandung dalam pembelajaran matematika. Wan Ali (2005)
mengungkapkan bahwa dalam perkembangan ilmu matematika khususnya dari segi
nilai masih sedikit yang mengetahui nilai matematika dan bagaimana penerapannya.
Sejalan dengan itu, Soeprianto (2009) mengatakan bahwa matematika sebenarnya
mengandung nilai-nilai yang dapat memotivasi siswa dan menarik untuk dipelajari
bahkan nilai-nilai ini dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu Mohd. Uzi Dollah (2011) juga mengungkapkan bahwa pendekatan
pengajaran yang menekankan penerapan nilai matematika akan membuat pengajaran
lebih efektif, menarik, bermakna, dan berguna bagi siswa, karena nilai matematika akan
membangkitkan rasa keindahan terhadap matematika, membangkitkan pemahaman
tentang pentingnya matematika dalam kehidupan dan dapat membantu siswa
menguasai kekuatan matematika dengan baik. Selanjutnya Aisyah (2013) mengatakan
bahwa pendidikan nilai menjadi sangat penting untuk diterapkan kepada pelajar untuk
menangkis berbagai nilai negatif yang mengalir bersama arus derasnya globalisasi.
Pentingnya pendidikan nilai dalam pembelajaran dan pengajaran matematika ini
telah disebutkan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 3 yang menyatakan tujuan pendidikan
nasional yaitu untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab
(UU Sisdiknas, 2003 : 7). Dari tujuan pendidikan nasional ini terlihat bahwa di dalam
sistem pendidikan Indonesia termasuk pendidikan matematika, pembelajaran haruslah
berlandaskan nilai. Selain itu, berdasarkan Kurikulum 2006 pembelajaran matematika
harus menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan
mengembangkan kreativitas siswa dalam proses pembelajaran.
Menurut Bishop (2008) terdapat tiga jenis nilai dalam pembelajaran matematika
yaitu nilai pendidikan umum, nilai matematika, dan nilai pendidikan matematika. Nilai
matematika adalah kualititas nilai yang berkaitan dengan aspek epistemologikal
matematika sebagai suatu disiplin tentang bagaimana disiplin matematika dibina oleh
ahli matematika dalam berbagai budaya dan nilai matematika dapat dibagi menjadi tiga

2
Seminar Nasional dan Lokakarya PISA 2016,
FKIP Universitas Sriwijaya, 21 Oktober 2016
pasang, yaitu nilai rasionalisme-objektisme, nilai kontrol-kemajuan, dan nilai
keterbukaan-misteri. Nilai misteri berhubungan dengan kesukaran memberi makna atau
memahami simbol-simbol dan konsep-konsep matematika yang dipelajari. Meissner
(2005) mengungkapkan bahwa penerapan nilai misteri bisa terlaksana melalui masalah
kreativitas matematika. Kreativitas matematika itu dapat terbentuk melalui penggunaan
masalah matematika yang berbentuk masalah nyata (real world) yang bersifat terbuka,
yaitu masalah matematika yang tidak boleh diselesaikan menggunakan peraturan,
algoritma, prosedur, atau pengetahuan spesifik bagi data. Selanjutnya Zakaria (2008)
mengungkapkan bahwa pembuktian suatu formula matematika juga dapat menunjukkan
bahwa pengetahuan matematika mempunyai nilai misteri. Di samping itu, sejarah
matematika pada zaman dahulu juga perlu ditekankan agar para siswa akan mengetahui
asal usul matematika dan secara tidak langsung siswa akan berminat untuk
mempelajarinya karena mereka mengetahui konsep serta sejarah matematika.
Secara umum dapat dikatakan bahwa nilai miseri adalah sebuah kualitas yang
berkaitan dengan sifat/ilmu pengetahuan matematika yang berhubungan dengan
kesukaran memberi makna pada matematika. Sehingga dengan pembelajaran yang
memunculkan nilai misteri ini siswa dapat memberi makna pada matematika dengan
tepat. Nilai misteri bersifat abstrak, yang artinya tidak dapat dilihat wujud nyatanya,
tetapi nilai misteri ini dapat dilihat atau tergambar melalui cara siswa dalam memahami
matematika yaitu seperti pemahaman konsep siswa, kreativitas siswa, dan pembuktian
suatu formula oleh siswa.
Nilai misteri siswa ini dapat dilihat dari dua indikator, yaitu : Siswa menunjukkan
bahwa matematika memiliki hubungan/pola dan siswa kreatif menerapkan konsep
matematika sehingga menemukan keindahan matematika. Indikator pertama memiliki
dua deskriptor, yaitu : (1) siswa menghubungkan materi-materi sebelumnya dengan
materi yang dipelajari dan (2) siswa menemukan hubungan/pola dari setiap langkah
penyelesaian masalah untuk menemukan kesimpulan. Pada indikator kedua terdapat tiga
deskriptor, yaitu : (1) siswa mengikuti prosedur untuk mengetahui konsep matematika,
(2) siswa mempunyai kreativitas penyelesaian dalam mengerjakan soal pembuktian, dan
(3) siswa memiliki rasa ingin tahu yang besar (mencoba-coba) dalam memecahkan teka-
teki matematika.
Salah satu materi pelajaran yang penting dan terdapat dalam kurikulum
3
Nikmah Nurvicalesti/Nilai Misteri Siswa
matematika SMA yang dapat memunculkan nilai misteri yaitu materi trigonometri,
karena pada materi ini diperlukan pemahaman tentang simbol-simbol dan konsep-
konsep matematika. Menurut Miksalmina (2013) trigonometri merupakan materi pokok
yang banyak menggunakan konsep yang akan terus berkembang dan bukan materi
hapalan sehingga apabila siswa belum menguasai konsep materi sebelumnya maka
dikhawatirkan akan mengalami kesulitan dalm materi selanjutnya. Selain itu, dari
pengamatan awal di SMA Srijaya Negara dilihat dari RPP dan LKS, guru belum
menerapakan pembelajaran yang menekankan pada nilai matematika. Karena belum
maksimalnya pemahaman pada pembelajaran matematika materi trigonometri
diharapkan adanya perbaikan dalam kualitas pembelajaran. Berdasarkan pentingnya
nilai matematika dalam pembelajaran matematika, kesulitan siswa dalam memahami
materi trigonometri, serta memfasilitasi siswa agar mendapatkan pembelajaran yang
efektif, maka dalam penelitian ini dilakukan pembelajaran pada materi trigonometri
untuk melihat nilai misteri siswa dan hasil belajar siswa setelah dilakukan pembelajaran
trigonometri dengan memunculkan nilai misteri siswa.

II. Metodologi
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk
mendeskripsikan nilai misteri siswa pada pembelajaran materi trigonometri kelas X di
SMA Srijaya Negara Palembang. Variabel dalam penelitian ini adalah nilai misteri
siswa pada pembelajaran materi trigonometri dan hasil belajar siswa pada materi
trigonometri di SMA Srijaya Negara Palembang. Subjek penelitian ini adalah siswa
kelas X.3 SMA Srijaya Negara Palembang yang berjumlah 26 siswa.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, tes, dan wawancara.
Pada penelitian ini observasi dilihat dari hasil aktivitas siswa mengerjakan LKS
(mental) dalam menerapkan nilai misteri pada materi trigonometri. Observasi ini
dilakukan terhadap LKS yang dikerjakan siswa selama proses pembelajaran
berlangsung.
Tes pada penelitian ini digunakan untuk memperoleh data dari hasil belajar siswa
dan pemahaman siswa pada materi trigonometri setelah pembelajaran berbasis nilai
misteri yang di dapat pada tes akhir. Bentuk tes yang digunakan adalah tes subjektif
berbentuk esai (uraian). Tes dianalisis secara deskriptif dan diberikan skor dari hasil

4
Seminar Nasional dan Lokakarya PISA 2016,
FKIP Universitas Sriwijaya, 21 Oktober 2016
jawaban siswa, dengan skor yang telah ditentukan, kemudian skor tes dikonverensikan
menjadi nilai dalam rentang 0-100.
Untuk menentukan nilai misteri pada LKS yang dikerjakan siswa dan
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒 ℎ
menentukan nilai tes siswa dapat dihitung dengan rumus 𝑃 = 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚
𝑥 100,

pemberian nilai ditentukan dengan menggunakana kriteria penilaian seperti pada Tabel
2.1 berikut :
Tabel 2.1 Kriteria Nilai Misteri
Nilai Kategori
86-100 Sangat baik
71-85 Baik
56-70 Cukup
41-55 Kurang
0-40 Sangat kurang
(modifikasi Arikunto, 2012)
Selanjutnya, wawancara dilakukan setelah tes. Hal ini untuk mengetahui hasil
belajar siswa secara mendalam terkait dengan indikator hasil belajar. Wawancara yang
dilakukan adalah wawancara tidak terstruktur secara face to face antara peneliti dan
beberapa siswa untuk mengetahui keberhasilan nilai misteri siswa.

III. Hasil
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Mei 2016 hinggan 17 Mei 2016 di
SMA Srijaya Negara Palembang. Penelitian untuk 1 KD ini berlangsung selama 4 kali
pertemuan, 3 kali proses pembelajaran dan 1 kali tes. Pada tiga kali pertemuan,
pembelajaran dilakukan menggunakan LKS yang dibuat untuk memunculkan nilai
misteri siswa. LKS tersebut memuat 5 deskriptor nilai misteri, yaitu: (1) siswa
menghubungkan materi-materi sebelumnya dengan materi yang dipelajari; (2) siswa
menemukan hubungan/pola dari setiap langkah penyelesaian masalah untuk
menemukan kesimpulan; (3) siswa mengikuti prosedur untuk mengetahui konsep
matematika; (4) siswa mempunyai kreativitas penyelesaian dalam mengerjakan soal
pembuktian; dan (5) siswa memiliki rasa ingin tahu yang besar (mencoba-coba) dalam
memecahkan teka-teki matematika.
Pada pertemuan pertama, siswa diberi permasalahan untuk menemukan konsep
hubungan antara perbandingan sudut diberbagai kudaran dan berdiskusi dengan
kelompoknya untuk menyelesaikan langkah-langkah dalam memahami konsep

5
Nikmah Nurvicalesti/Nilai Misteri Siswa
hubungan antara perbandingan sudut diberbagai kuadran. Materi awal yang menjadi
landasan siswa yaitu mengenai perbandingan trigonometri untuk 𝑠𝑖𝑛, 𝑐𝑜𝑠, 𝑡𝑎𝑛, dan
menghubungkannya ke dalam setiap kuadran. Selanjutnya siswa menemukan pola
dalam setiap langkah penyelesaian untuk menemukan kesimpulan tentang perbandingan
trigonometri di berbagai kuadran, sebagai contoh sin(90𝑜 − 𝛼) = cos 𝛼. Kemudian
siswa menyelesaikan soal pembuktian yang berkaitan dengan perbandingan
trigonometri diberbagai kuadran dan selanjutnya siswa menemukan teka-teki mengenai
perbandingan trigonometri cosines.
Pada pertemuan kedua, siswa diberi permasalahan untuk menemukan konsep
dalam menggambar grafik fungsi trigonometri dan sifat-sifatnya, pada tahap ini siswa
menghubungkan materi yang akan dipelajari dengan materi sudut-sudut istimewa
trigonometri yang telah dipelajari sebelumnya. Selanjutnya siswa menemukan pola
untuk menggambar grafik fungsi dan menemukan sifat-sifat dari grafik fungsi
trigonometri dari gambar yang telah diperoleh. Kemudian siswa menyelesaikan soal
pembuktian yang berkaitan dengan grafik fungsi trigonometri dan selanjutnya siswa
menemukan teka-teki mengenai perbandingan trigonometri sinus.
Pada pertemuan ketiga, siswa diberi permasalahan untuk menemukan konsep
persamaan trigonometri sederhana, pada tahap ini pengetahuan awal yang harus dimiliki
siswa adalah hubungan perbandingan trigonometri di berbagai kuadran. Selanjutnya
siswa menemukan pola untuk membuat persamaan trigonometri sederhana. Kemudian
siswa menyelesaikan soal pembuktian yang berkaitan dengan persamaan trigonometri
dan selanjutnya siswa menemukan teka-teki mengenai perbandingan trigonometri
tangen.
Berikut adalah tabel distribusi frekuensi skor hasil observasi penggunaan LKS
yang dilakukan peneliti
Tabel 3.1 Distribusi Frekuensi Skor Hasil Observasi Penggunaan LKS
Pertemuan Rata-
Deskriptor Kategori
1 2 3 rata
Menghubungkan materi(d1) 92 100 100 97.33 Sangat Baik
Menemukan hubungan (d2) 70 86 100 85.33 Sangat Baik
Mengikuti prosedur (d3) 100 100 100 100.00 Sangat Baik
Menyelesaikan soal pembuktian
70 80 90 80.00 Baik
(d4)
Memecahkan teka-teki (d5) 90 50 90 76.67 Baik
Rata-rata 84.4 83.2 96 87.87 Sangat Baik
6
Seminar Nasional dan Lokakarya PISA 2016,
FKIP Universitas Sriwijaya, 21 Oktober 2016
Dari hasil observasi penggunaan LKS pada saat proses pembelajaran berlangsung
secara keseluruhan dikategorikan sangat baik dengan rata-rata 87.87. Untuk deskriptor
pertama yaitu siswa menghubungkan materi dari pertemuan pertama hingga ketiga
siswa memperoleh rata-rata sebesar 97.33 dengan kategori sangat baik. Untuk
deskriptor kedua, yaitu siswa menemukan hubungan dari setiap penyelesaian
memperoleh rata-rata sebesar 85.33 dengan kategori sangat baik. Untuk deskriptor
ketiga, yaitu siswa mampu mengikuti prosedur untuk memahami konsep juga
memperoleh kategori sangat baik, dengan rata-rata 100.00. Selanjutnya untuk deskriptor
keempat dan kelima memperoleh kategori baik dengan rata-rata 80.00 dan 76.67.
Analisis data hasil tes belajar diperoleh dari hasil pengerjaan tes siswa yang
diberikan pada pertemuan terakhir yang diikuti oleh 26 siswa. Soal tes terdiri dari 5 soal
uraian. Adapun hasil belajar siswa setelah dianalisis dan dikonversikan dapat dilihat
pada Tabel 3.2
Tabel 3.2 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Siswa
Nilai Siswa Kategori Frekuensi Rata-rata
85,0-100 Sangat Baik 8 30.77
70,0-84,9 Baik 10 38.46
55,0-69,9 Cukup 5 19.23
41,0-54,9 Kurang 3 11.54
0-39,9 Sangat Kurang 0 0
Rata-rata BAIK 75.87

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa rata-rata hasil belajar siswa dengan kategori
sangat baik adalah sebesar 30.77, kategori baik adalah sebesar 38.46, kategori cukup
adalah sebesar 19.23, dan untuk kategori kurang sebesar 11.54. Oleh karena itu, secara
keseluruhan rata-rata hasil belajar siswa dapat dikategorikan baik yaitu dengan rata-rata
nilai hasil belajar siswa sebesar 75.87.

IV. Pembahasan
Tujuan dari pembelajaran ini adalah mengetahui nilai misteri siswa pada
pembelajaran materi trigonometri dan hasil belajar siswa SMA Srijaya Negara
Palembang setelah dilakukan pembelajaran trigonometri dengan memunculkan nilai
misteri siswa.

7
Nikmah Nurvicalesti/Nilai Misteri Siswa
Dalam pembelajaran matematika, siswa seharusnya tidak hanya memperoleh
pengetahuan melalui mata pelajaran tetapi secara tidak langsung dididik melalui nilai-
nilai yang ada di dalam pembelajaran (Othman, 2014 : 60). Nilai yang dimunculkan
dalam pembelajaran trigonometri ini adalah nilai misteri. Dalam nilai misteri terdapat 2
indikator yaitu siswa menunjukkan bahwa matematika memiliki hubungan/pola dan
siswa kreatif menerapkan konsep matematika sehingga menemukan keindahan
matematika. Untuk indikator pertama nilai misteri terdapat 2 deskriptor di dalamnya,
yaitu siswa menghubungkan materi-materi sebelumnya dengan materi yang dipelajari
dan siswa menemukan hubungan/pola dari setiap langkah penyelesaian masalah untuk
menemukan kesimpulan. Selanjutnya untuk indikator kedua nilai misteri terdapat 3
deskriptor di dalamnya, yaitu siswa mengikuti prosedur untuk mengetahui konsep
matematika, siswa mempunyai kreativitas penyelesaian dalam mengerjakan soal
pembuktian, dan siswa memiliki rasa ingin tahu yang besar (mencoba-coba) dalam
memecahkan teka-teki matematika.
Secara keseluruhan pada saat menggunakan LKS untuk tiga kali pertemuan dan
pada saat tes, maka dapat dikatakan bahwa nilai misteri siswa pada pembelajaran
trigonometri ini sudah berkategori baik. Hal ini terlihat dari penggunaan deskriptor nilai
misteri yang terdapat pada LKS telah mencapai rata-rata dengan kategori sangat baik
yaitu 87.87 dan pada hasil tes belajar siswa pun telah banyak siswa yang menggunakan
deskriptor nilai misteri dalam pengerjaan soal tes tersebut dengan rata-rata hasil tes
berkategori baik dengan nilai sebesar 75.87.
Salah satu siswa yang mendapat nilai dengan kategori kurang adaah siswa F yaitu
dengan nilai akhir 36.36. untuk mengetahui apa penyebab siswa F mendapat nilai
dengan kategori kurang peneliti melakukan wawancara dengan siswa F.

Gambar 5.1 Jawaban Nomor 1 Siswa F


Gambar 5.1, jawaban siswa yang tidak memenuhi deskriptor untuk jawaban soal nomor
1. Untuk mengetahui alasan jawaban dari siswa peneliti melakukan wawancara terhadap
siswa F, adapun wawancaranya adalah sebagai berikut :

8
Seminar Nasional dan Lokakarya PISA 2016,
FKIP Universitas Sriwijaya, 21 Oktober 2016
Peneliti : F coba jelaskan jawabanmu dari soal nomor 1 ini
Siswa : ya karena kuadran II di titik balik minimum jadi nilai cosnya negatif
Peneliti : kenapa kuadran II berada di titik balik minimum?
Siswa : emm..enggak tahu bu
Peneliti : yang jawab pertanyaan soal nomor 1 ini siapa?
Siswa : saya bu
Peneliti : alasan F menjawab seperti ini apa?
Siswa : sebenernya bu, aku enggak tahu jawabannya dari pada kosong jadi ku
jawab kayak itu. Kan di soal nomor 2 ada titik balik minimum sama
maksimum, terus kan yang ditanya di nomor 1 kenapa negatif jadinya aku
tulis karna titik balik minimum
Peneliti : kok enggak tahu? Kan kita sudah belajar tentang perbandingan
trigonometri di berbagai kuadran
Siswa : iya bu, tapi aku lupa

Dari wawancara tersebut diketahui bahwa siswa tidak dapat menjawab soal nomor
1 dengan alasan lupa. Siswa tersebut mengisi jawaban nomor 1 hanya karena tidak
ingin jawaban nomor 1 itu tidak terisi. Dengan bimbingan peneliti untuk mengingat lagi
tentang materi tersebut akhirnya siswa F dapat menyelesaiakan soal nomor 1.
Selain mewawancarai siswa dengan kategori kurang, peneliti juga mewawancarai
siswa yang masuk ke dalam kategori nilai sangat baik dengan nilai 100, yaitu siswa
NMD untuk mengetahui alasan dari jawaban siswa tersebut.

Siswa mampu menjawab soal dengan benar dan disertai alasan yang
menunjukkan siswa memahami konsep dan siswa juga menghubungkan
dengan materi sebelumnya
Gambar 5.2 Jawaban Nomor 1 Siswa NMD

Dari gambar 5.2 dapat dilihat bahwa siswa mampu menyelesaikan soal nomor 1
dengan baik. Siswa memberikan sebuah gambar dan sebuah kesimpulan bahwa dari
gambar tersebut diketahui jika cos 𝛼 bernilai negatif di kuadran II. Untuk mengetahui
lebih lanjut bagaiama siswa memberikan argument tentang jawabannya, peneliti
melakukan wawancara kepada siswa NMD.
Peneliti : D gimana cara kamu mengerjakan soal nomor 1 ini?
Siswa : Saya pahami dulu soalnya bu, terus baru saya kerjakan. Kan waktu itu
sudah belajar bu yang ada sudut-sudut 90 − 𝛼 terus 180 − 𝛼 juga. Kalo

9
Nikmah Nurvicalesti/Nilai Misteri Siswa
yang 180 − 𝛼 kan di kuadran II, kuadran II kan di sebelah sini kan bu.
Jadinya kayak gini
Peneliti : kayak gini gimana? Coba D jelaskan lagi
Siswa : kalau 180 − 𝛼 kan sudutnya di sebelah sini terus cos kan sisi samping
sudut di bagi sisi miring. Sampingnya yang (-b) terus miringnya yang c
𝑏
hasilnya – 𝑐 . Kan negatif bu, makanya cos di kuadran II itu negatif.
Peneliti : D yakin dengan jawabannya?
Siswa : Emm kayaknya yakin bu
Peneliti : Kok kayaknya?
Siswa : Yakin..yakin bu. Soalnya yang diliat kan perbandingan sudut 𝛼.

Dari jawaban siswa, peneliti melihat bahwa siswa mampu memberikan tanggapan
dan alasan yang tepat untuk jawabannya. Dari sini diketahui bahwa siswa mampu
memahamai konsep matematika yang membuat siswa lebih mudah memahami materi
ini. Hal ini sesuai dengan pendapat Khoidah (2013) yang mengungkapkan bahwa
pemahaman konsep akan membuat siswa lebih mudah dalam memahami materi.
Walaupun hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai misteri siswa pada
pembelajaran trigonometri ini sudah berkategori baik, namun masih ada beberapa
kelemahan dalam penelitian ini. Salah satunya adalah perangkat pembelajaran yang
terkait dalam penelitian ini, walaupun sebelum digunakan perangkat pembelajaran
sudah divalidasi kepada dosen dan guru mata pelajaran, tetapi masih ada kelemahan
dalam perangkat pembelajaran yang digunakan karena belum optimal menunjukkan
nilai misteri dalam pembelajaran materi trigonometri. Seharusnya dalam perangkat
pembelajaran yang digunakan dalam penelitian harus lebih memunculkan nilai misteri
pada saat menggunakan LKS maupun soal tes.
Untuk materi trigonometri banyak sekali nilai misteri yang dapat digali, misalnya
pada hubungan satuan derajat dengan radian dalam trigonometri dan identitas
trigonometri. Dalam identitas trigonometri banyak sekali keunikan dari trigonometri,
misalnya untuk cos 2 𝑥 + sin2 𝑥 = 1. Jika siswa mampu menjelaskan mengapa identitas
trigonometrinya seperti itu, maka dapat dikatakan siswa telah menunjukkan nilai
misteri. Selain itu, nilai-nilai misteri matematika ini dapat ditunjuukkan dengan
memperkenalkan sejarah matematika yang terkait dengan materi.

V. Kesimpulan dan Saran


Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan, dapat disimpulkan
sebagai berikut :

10
Seminar Nasional dan Lokakarya PISA 2016,
FKIP Universitas Sriwijaya, 21 Oktober 2016
Nilai misteri siswa kelas X di SMA Srijaya Negara Palembang pada
pembelajaran materi trigonometri secara umum berkategori sangat baik dengan rata-rata
87.87. Pada deskriptor pertama, siswa menghubungkan materi sebelumnya dengan
materi yang dipelajari, seperti pengetahuan awal siswa mengenai perbandingan
trigonometri sudut istimewa. Untuk deskriptor kedua, yaitu siswa menemukan
hubungan/pola dari setiap penyelesaian masalah untuk menemukan kesimpulan, seperti
langkah-langkah siswa dalam menemukan hubungan untuk mendapat penyelesaian
bahwa sin(90𝑜 − 𝛼) = cos 𝛼. Selanjutnya pada deskriptor ketiga, semua siswa dalam
kelompok telah memenuhi deskriptor untuk mengikuti prosedur agar mengetahui
konsep matematika. Kemudian pada deskriptor keempat yaitu siswa mempunyai
kreativitas penyelesaian dalam soal pembuktian, seperti siswa membuktikan bahwa
penjumlahan trigonometri menghasilkan bilangan tertentu. Kemudian pada deskriptor
terakhir yaitu siswa memiliki rasa ingin tahu yang besar (mencoba-coba) dalam
memecahkan teka-teki matematika, terlihat saat siswa menebak perbandingan
trigonometri apa yang dimaksud dalam teka-teki dari beberapa petunjuk yang ada. Nilai
misteri siswa pada pembelajaran materi trigonometri ini dapat memberikan kesempatan
pada siswa untuk melakukan, mencoba, dan mengasah kreativitas siswa dalam kegiatan
belajar.
Hasil belajar siswa setelah dilakukan pembelajaran trigonometri dengan
memunculkan nilai misteri sebanyak tiga kali pertemuan pada pembelajaran
trigonometri dalam penelitian dikategorikan baik dengan rata-rata sebesar 75.87.
Adapun saran dari peneliti setelah melaksanakan penelitian ini antara lain: (1)
Nilai misteri siswa dalam pembelajaran matematika dapat dijadikan alternatif guru
dalam proses pembelajaran, hal ini dapat membuat siswa lebih aktif dan tertarik dalam
proses pembelajaran. Pada proses pembelajaran guru juga diharapakan dapat
membangun pengetahuan objektif siswa agar siswa lebih aktif dan siswa dapat
memahami konsep matematika sesuai dengan cara bernalar siswa tersebut. (2) pada
penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan nilai misteri siswa dalam
pembelajaran trigonometri dengan lebih menekankan nilai misteri ke dalam
pembelajaran trigonmetri. Karena dalam pembelajaran trigonometri banyak sekali nilai
misteri yang dapat digali.

11
Nikmah Nurvicalesti/Nilai Misteri Siswa
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2012). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.
Aisyah, N., Dollah, M.U., & Saad, N.S. (2013). Kajian Awal tentang Penerapan Nilai
dalam Pengajaran Matematik di Sekolah Menengah Pertama. Jurnal Pendidikan
Sains dan Matematik Malaysia. 3(2) ISSN 2232-0393.
Bishop, A.J. (2008). Value in Mathematics and Science Education : similarities and
differences. The Montana Mathematics Enthusiast., 5 (1) ISSN 1551-3440: 47-58.
Depdiknas, (2003). Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Depdiknas.
Dollah, M.U. (2007). Penerapan Nilai dalam Pengajaran Guru Matematik Sekolah
Menengah : Suatu Kajian Kes. Tesis. Univeristas Sains Malaysia
Ismadi. (2011). Matematika Ajaib. Bandung : PT Mizan Pustaka.
Julaika, Y. (2015). Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif Kombinasi Tipe Think Pair Share dan Course Review
Horray pada Siswa Kelas XI IPS SMAN 1 Simpang Empat Tahun Pelajaran
2013/2014. EDU-MAT Jurnal Pendidikan Matematika. 3(1):20-29.
Khoidah. A.N. (2013). Peningkatan Pemahaman Konsep Mateamtika Melalui
Penerapan Lasswel Comunication Model. Konferensi Nasional Penelitian
Matematika dan Pembelajaran, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Meissner, H. (2005). Creativity and Mathematics Education.
http://math.ecnu.edu.cn/earcome3/sym1/sym104.pdf. Diakses pada tanggal 22
Januari 2016
Miksalmina. (2013). Penguasaan Siswa Pada Materi Trigonometri Di MAN Darussalam
Aceh Besar., IV (2) : 102
Othman, N. (2014). Nilai dalam Pengajaran Matematik di Intitusi Pengajian Tinggi. E-
Jurnal Penyelidikan dan Inovasi. II(2):56-68.
Soeprianto, H. (2009). Penerapan Pembelajaran Nilai-nilai yang Terintegrasi dalam
Mata Pelajaran Matematika. Jurnal Education.4(2): 29-37.
Supatmo, C. (2002). Matematika Asyik. Jakarta : Grafindo
WanAli, W.Z., Husain, S.K.S., Ismail, H., Hamzah, R., & Ismail, M.R. (2005).
Kefahaman Guru Tentang Nilai Matematik. Jurnal Teknologi. 43 (E) Dis. 2005 :
45-62.
Winarni, A., & Harmini. (2011). Matematika untuk PGSD. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya Offset.
Zakaria, S.A. (2008). Kesedaran Guru Matematik Terhadap Penerapan Nilai Matematik
Dalam Pengajaran: Satu Kajian Kes. Univerisiti Teknologi Malaysia.

12

Anda mungkin juga menyukai