Anda di halaman 1dari 11

Hukum Islam dalam Dinamika Kehidupan Sosial

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada dasarnya, Hukum Islam adalah peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang


berkenaan dengan kehidupan berdasarkan sumber hukum tersebut, yaitu Al-Qur’an dan AL-
Hadis. Fungsi hukum itu sendiri ialah menegakan keadilan dalam kehidupan manusia.
Hukum Islam di dalam kehidupan manusia sering kali mengalami masalah mengenai
pengertiannya, proses pemanfaatannya dalam kehidupan. Padahal kita harus mengetahui dengan
jelas apa yang di maksud dengan Hukum Islam, manfaatnya, sumber dan fungsinya dalam
kehidupan sosial manusia. Dengan begitu kita dapat mengetahui kontribusi umat Islam dalam
perumusan dan penegakan hukum di Indonesia. Masalah yang sering terjadi adalah bagaimana
cara sesuatu yang wajib menurut hukum Islam menjadi wajib pula menurut perundang-undangan
Nasional untuk mengatur kehidupan bermasyarakat. Kontribusi umat Islam sudah di nilai cukup
banyak, seperti adanya perundang-undangan yang berhubungan dengan hukum Islam, tapi
kembali ke masalah tersebut. Ini semua butuh proses dan waktu untuk merealisasikannya.
Oleh karena itu, dalam makalah ini kami mencoba untuk menyampaikan apa itu Hukum
Islam, sumber-sumber hukum Islam, pemanfaatan hukum Islam, dan Kontribusi umat Islam
dalam penegakan hukum di Indonesia.

B. Rumusan Masalah

Masalah yang akan di bahas dalam makalah ini adalah :


1. Apa itu Hukum Islam ?
2. Pengertian dan penjelasan dari setiap sumber-sumber hukum Islam !
3. Bagaimana fungsi dan pemanfaatan hukum Islam ?
4. Bagaimana kontribusi umat Islam dalam perumusan dan penegakan hukum di Indonesia ?

C. Tujuan

Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan dapat:


1. Mengetahui dan memahami pengertian hukum Islam.
2. Mengetahui dan memahami sumber hukum Islam.
3. Mengetahui dan memahami fungsi hukum Islam.
4. Mengetahui dan memahami kontribusi umat Islam dalam perumusan dan penegakan hukum di
Indonesia.
D. Definisi

1. Hukum Islam adalah peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang berkenaan dengan


kehidupan berdasarkan AL-Qur’an dan Al-Hadis.
2. Sumber-sumber hukum Islam ialah Kitabullah dan Sunnah Rasul (al-Qur’an dan Hadis).
3. Fungsi Hukum adalah untuk menegakan keadilan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Hukum
Pengertian Hukum Islam
Secara etimologi, kata hukum berarti ”menetapkan sesuatu pada yang lain”, seperti
menetapkan mana yang diperintahkan dan mana yang dilarang. Sedangkan secara istilah, seperti
yang dikemukakan oleh Abu Zahrah, hukum adalah titah Allah yang berkaitan dengan perbuatan
mukallaf[1].
Hukum adalah hal yang mengatur tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat. Baik
peraturan yang berupa tingkah laku maupun kenyataan yang tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat. Atau peraturan yang dibuat dengan cara tertentu dan ditegakkan oleh penguasa.
Oleh karena itu, hukum dalam Islam berarti adanya batasan-batasan yang harus dipatuhi
dalam kehidupan. Karena tidak bisa dibayangkan jika tidak ada hukum Islam, maka seseorang
akan semaunya melakukan hal yang dia inginkan termasuk perbuatan maksiat.
Konsep Hukum Islam
Hukum Islam disyariatkan Allah kepada manusia menyangkut berbagai macam
persoalan. Mereka diharapkan mengikuti hukum Islam tersebut agar mendapat kebahagiaan
dalam hidupnya.
Tata kehidupan manusia diatur dengan hukum Allah. Tujuan disyariatkannya hukum
Islam adalah untuk mewujudkan kehidupan hasanah bagi manusia, baik hasanah di dunia
maupun di akhirat. Upaya untuk mewujudkan kebaikan bagi umat manusia adalah melalui
ketentuan-ketentuan yang dharuri (primer), haji (sekunder), dan tahsini (tertier).
Ketentuan-ketentuan yang dhrui adalah ketentuan-ketentuan hukum yang dapat
memelihara kepentingan hidup manusia dengan menjaga dan memelihara
kemaslahatan[2] mereka. Jika norma-norma tersebut tidak dipatuhi, maka manusia akan
dihadapkan pada kesulitan. Secara umum, ketentuan-ketentuan dharuri berupaya untuk
memelihara lima hal, yaitu agama, jiwa, akal, harta, dan keturunan.
Sementara ketentuan-ketentuan haji adalah ketentuan-ketentuan yang memberi peluang
bagi manusia untuk memperoleh kemudahan-kemudahan dalam keadaan ketika mereka
mengalami kesulitan, untuk mewujudkan tujuan-tujuan dharuri.
Sedangkan ketentuan-ketentuan tahsini adalah berbagai ketentuan yang menuntut
manusia untuk melaksanakan ketentuan dharuri dengan cara yang lebih baik. Oleh karena itu,
ketentuan tahsini berkaitan erat dengan pembinaan akhlak yang baik dan melaksanakan berbagai
ketentuan dhrui dengan cara yang paling sempurna.
Hukum Islam adalah hukum yang ditetapkan Allah melalui wahyu-Nya, yang terdapat
dalam al-Quran dan dijelaskan Nabi Muhammad Saw melalui Sunnah beliau yang terhimpun
dalam kitab-kitab hadis. Dalam masyarakat Indonesia berkembang berbagai macam istilah, di
mana istilah satu dengan yang lainnya mempunyai persamaan dan sekaligus juga mempunyai
perbedaan. Istilah-istilah yang dimaksud adalah syariat Islam dan fikih Islam. Oleh karena itu,
seorang yang akan memahami hukum Islam dengan baik dan benar, mampu membedakan syariat
Islam dengan fikih Islam.
Hukum Islam baik dalam pengertian syariat maupun fikih dibagi menjadi dua bagian
yang besar, yakni ibadah dan muamalah. Hukum Islam sangat luas, bahkan luasnya hukum Islam
masih dapat dikembangkan lagi sesuai dengan aspek yang berkembang di masyarakat yang
belum dirumuskan (oleh para yuridis Islam) di masa lampau, seperti hukum bedah mayat, bayi
tabung, keluarga berencana, dan bunga bank.
Konsep hukum Islam adalah menegakan keadilan kebersamaan dalam kebaikan.
Keadilan dan persamaan merupakan inti membangun hukum itu sendiri. Artinya bahwa
penerapan hukum tak pandang bulu, semua sama di dalam hukum.
Hukum merupakan ”panglima” yang menjaga hak dan kewajiban antara warga negara
dengan negara yang sebenarnya telah dipraktekkan oleh Nabi Muhammad Saw dalam perjalanan
hidupnya.

B. Sumber Hukum Islam


Secara etimologis hukum (Arab) adalah Itsbatu syai’in ‘ala syai’in (memutuskan suatu perkara
berdasarkan suatu aturan. Secara terminologis adalah peraturan yang dietetapkan (Khitab) Allah
untuk hamba-Nya yang mukallaf. Kata hukum Islam adalah kata yang sepadan dengan kata
“syariah”, yang kemudian disambung dengan kata Islam sehingga menjadi “syariah Islam”, yaitu
hukum Islam.
Syariat Islam secara garis besar mencakup 3 hal:
1. Ahkam Syar’iyyah I’tiqadiyah yaitu hukum-hukum yang berkenaan dengan ‘aqida atau
keimanan. Petunjuk dan bimbingan untuk mengenal Allah SWT dan alam ghaib yang tidak bisa
di jangau indra manusia.
2. Ahkam Syar’iyyah Khuluqiyah yaitu hukum-hukum yang berkenaan dengan akhlak. Potensi
kebaikan yang ada di dalam diri manusia agar menjadi makhluk terhormat yang sesungguhnya.
3. Ahkam Syar’iyyah ‘Amaliyah, yaitu hukum-hukum yang berkenaan dengan pelaksanaan
(amaliyah) syariah dalam pengertian khusus. Petunjuk yang mengatur tata cara beribadah kepada
Allah Swt. Hubungan manusia dengan Allah dan sejenisnya atau lingkungannya.
Pada umumnya ulama mengajarkan bahwa sumber hukum Islam adalah empat, yaitu al-Qur’an,
hadis, ijma’, dan qiyas. Sementara sebagian ahli berpendapat hanya tiga, yaitu al-Qur’an, hadis
dan ijtihad. Bahkan Sayid Qutub berpendapat bahwa sumber pokok hanya satu yaitu al-Qur’an.
Walaupun berbeda pendapat, dalam kenyataan dapat titik temu, jika ijma’ dan qiyas
dikategorikan sebagai ijtihad.
Perlu diketahui bahwa urutan penyebutan sumber hukum Islam, menunjukan
urutan, kedudukan dan jenjang pengaplikasiannya. Karena itu, apabila ada masalah pertama di
cari dahulu di al-Qur’an, lalu Sunnah(Hadis) dan Ijtihad. Dengan demikian dapat dikatakan tidak
ada perbedaan prinsip dalam urutan sumber hukum Islam yaitu, al-Qur’an, Sunnah (Hadis) dan
Ijtihad.

1. Al-Qur’an
Ditinjau dari segi kebahasaan, Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab yang berarti "bacaan"
atau "sesuatu yang dibaca berulang-ulang". Kata Al-Qur’an adalah bentuk kata benda (masdar)
dari kata kerja qara'a yang artinya membaca.

Konsep pemakaian kata ini dapat juga dijumpai pada salah satu surat Al-Qur'an sendiri
yakni pada ayat 17 dan 18 Surah Al-Qiyamah yang artinya:
“Sesungguhnya mengumpulkan Al-Qur’an (di dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya
(pada lidahmu) itu adalah tanggungan Kami. (Karena itu,) jika Kami telah membacakannya,
hendaklah kamu ikuti {amalkan} bacaannya”.(75:17 -75:18 ).
Dr. Subhi Al Salih mendefinisikan Al-Qur'an sebagai berikut:
“Kalam Allah SWT yang merupakan mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
dan ditulis di mushaf serta diriwayatkan dengan mutawatir, membacanya termasukibadah”.
Adapun Muhammad Ali ash-Shabuni mendefinisikan Al-Qur'an sebagai berikut:
"Al-Qur'an adalah firman Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW penutup para Nabi dan Rasul, dengan perantaraan Malaikat Jibril a.s. dan ditulis pada
mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta membaca dan
mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulai dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan
surat An-Nas"
Dengan definisi tersebut di atas sebagaimana dipercayai Muslim, firman Allah yang
diturunkan kepada Nabi selain Nabi Muhammad SAW, tidak dinamakan Al-Qur’an seperti Kitab
Taurat yang diturunkan kepada umat Nabi Musa AS atau Kitab Injil yang diturunkan kepada
umat Nabi Isa AS. Demikian pula firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
yang membacanya tidak dianggap sebagai ibadah, seperti Hadits Qudsi, tidak termasuk Al-
Qur’an.
Dari paparan di atas dapat disimpulkan, bahwa Al-Qur’an itu mempunyai kriteria-kriteria,
antara lain:
a. Al-Qur’an adalah firman Allah atau Kalamullah
b. Al-Qur’an adalah mukjizat (sesuatu yang tidak dapat ditandingi)
c. Al-Qur’an disampakan kepada Nabi Muhammad Saw. Melalui perantara malaikat Jibril.
Sementara kita menerima Al-Qur’an melalui jalan Mutawatir ( wahyu yang diterima Nabi
Muhammad Saw. Disampaikan dan di ajarkan kepada sahabat-sahabatnya dan jaminan keaslian
isinya)
d. Al-Qur’an di awali dengan surah al-Fatihah dan di akhiri dengan surat an-Nas.
e. Al-Qur’an diperintahkan untuk di baca (selain diperlajari dan diamalkan) karena, membaca al-
Qur’an merupakan ibadah.
Fungsi al-Qur’an, antara lain :
a. Al-Qur’an berfungsi sebagai petunjuk (hudan)
b. Al-Qur’an berfungsi sebagai penjelas (tibyan)
c. Al-Qur’an berfungsi sebagai pembela (furqon)
Oleh karena al-Qur’an adalah wahyu Allah Swt dan merupakan landasan syari’at Islam,
maka ada beberapa prinsip mendasar dalam menetapkan hukum yang terdapat dalam al-Qur’an,
yaitu:
a. Umum
Maksudnya syari’at Islam mencakup segala aspek kehidupan manusia dan berlaku bagi segenap
umat manusia diseluruh penjuru dunia.
b. Orisinil dan Abadi
Maksudnya syari’at Islam benar-benar diturunkan oleh Allah Swt dan tidak tercemar oleh usaha
pemalsuan sampai akhir zaman.
c. Mudah dan tidak memberatkan
Hal ini sesuai firman Allah dalam al-Qur’an, surat al-Baqarah: 286, “Allah tidak membebani
seseorang melainkan menurut kemampuannya”.
d. Keselarasan dan keseimbangan
“Dan carilah apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat dan
janganlah kamu melupakan bahagiamu dari (kenikmatan) duniawi”.
e. Berproses dan bertahap
Yakni secara beragsur-angsur dan bertahap tidak secara mendadak. Artinya Al-Qur’an dalam
menetapkan hukum melalui proses dan tahapan untuk mempersiapkan manusia menuju
pelaksanaanya sesuai dengan yang diharapkan dari hukum itu.

Ditinjau dari sumber hukum, posisi al-Qur’an adalah sumber hukum utama. Sebagai
landasan hukum, kedudukan al-Qur’an sebagai sumber pertama berarti bahwa al-Qur’an
merupakan sumber dari segala sumber ajaran Islam. Di samping sebagai sumber hukum, al-
Qur’an juga sebagai penegas di bidang aqidah, ibadah dan memberi motivasi bagi manusia untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

2. As-Sunnah atau Al-Hadist


Kata sunnah, secara etimologi bermakna jalan, tata laku, atau cara bertindak. Jadi Sunnah
Rasul adalah jalan yang lurus dan prilaku Nabi sepanjang hidupnya. Oleh karena itu perkataan,
perbuatan, dan diamnya Nabi disebut sunnah rasul. Selain istilah sunnah dikenal juga dengan
istilah hadis yang berarti berita atau catatan tentang suatu perkataan, perbuatan, dan perizinan
Nabi. Sebagian ulama membedakan kalau hadis ialah peristiwa yang disadarkan kepada Nabi.
Walaupun hanya mengerjakannya hanya sekali. Sedangkan sunnah adalah suatu yang dilakukan
Nabi secara terus-menerus.
a. Macam-macam sunnah/hadis
1) Ditinjau dari segi bentuknya
· Sunnah Qauliyah, yakni perkataan Nabi yang beliau sampaikan dalam berbagai kesempatan
· Sunnah Fi’liyah, yakni perbuatan yang dilakukan Nabi
· Sunnah Taqririyah, yakni sikap Rasulullah membiarkan perbuatan sahabat yang menunjukkan
bahwa beliau menyetujui atau mengizinkannya.
2) Ditinjau dari segi kualitasnya:
· Shaih, ialah hadis yang diriwayatkan oleh parawi (orang) yang adil, sempurna hafalannya,
sanadnya bersambung sampai kepada Rasul, dan tidak terdapat keganjilan
· Hasan, ialah hadis yang diriwayatkan oleh parawi yang adil, kurang sempurna hafalannya ,
sanadnya bersambung, tidak terdapat keganjilan.
· Dha’if, ialah hadis yang diriwayatkan parawi yang lemah (tidak adil), terputus sanadnya,
mempunyai cacat atau kehilangan salah satu syarat hadis hasan.
3) Ditinjau dari segi diterima atau ditolak:
· Maqbul, ialah hadis yang diterima dan dapat dijadikan hujjah atau atau dalil.
· Mardud, ialah hadis yang ditolak dan tidak boleh dijadikan hujjah atau dalil.
4) Ditinjau dari segi siapa yang berperan terdiri dari:
· Marfu, ialah hadis yang disadarkan kepada Nabi
· Mauquf, ialah hadis yang disadarkan kepada para sahabat
· Maqtu, ialah hadis yang disampaikan kepada tabi’in

5) Ditinjau dari segi jumlah orang yang meriwayatkan:


· Mutawatir, ialah hadis yang diriwayatkan oleh orang yang banyak yang tidak terhitung.
· Masyur, ialah hadis yang diriwayatkan orang banyak, tetapi tidak sebanyak derajat mutawatir.
· Ahad, ialah hadis yang diriwayatkan oleh satu orang atau lebih tetapi tidak cukup terdapat
padanya sebab-sebab yang menjadikannya ke derajat masyur.
b. Fungsi dan Kedudukan hadis sebagai sumber hukum
· Menetapkan dan memperkuat hukum-hukum yang telah ada di al-Quran
· Memberi penjelasan terhadap ayat-ayat al-Quran dalam kaitan ini berfungsi sebagai penafsir,
membatasi atau mengecualikan.
· Menetapkan hukum yang tidak ada penjelasannya yang ada di dalam al-Quran

3. Ijtihad
Kata ijtihad dan jihad mempunyai akar kata yang sama yaitu jahada yang artinya berusaha sekuat
tenaga, bersungguh-sungguh, berusaha keras.. Jihad diartikan sebagai pengerahan kemampuan
maksimal secara fisik sedangkan ijtihad lebih cenderung pada segi ilimiah.
Secara terminologi ijtihad berarti mengerahkan segala kemampuan secara maksimal dalam
mengungkap kejelasan dan memahami ayat al-Quran dan sunnah.

a. Perlunya ijtihad
Ijtihad sebagai sumber hukum ketiga, diakui keberadaannya dalam Islam sebagai hasil akal
pikiran merupakan sumber pengembangan nilai-nilai Islam yang berlandaskan al-Quran dan
sunnah.
Perlunya ijtihad disepakati para ulama, karena tak dapat tidak perkembangan pemikiran manusia
yang berkembang sesuai dengantuntutan zaman

b. Ruang lingkup ijtihad


Ijtihad diperlukan untuk menetapkan suatu ajaran dalam menghadapi masalah-masalah dalam
masyarakat yang belum pernah terjadi sebelum zaman Nabi Muhammad Saw. Dan belum ada
ketetapan hukumnya seperti masalah inseminasi, penggantian kelamin, donor mata, dan bayi
tabung. Semua hal tersebut memerlukan ijtihad untuk menetapkan hukumnya.

c. Metode-metode ijtihad
· Ijma
Menurut bahasa artinya, menghimpun, berkumpul, dan menyusun. Menurut istilah , ijma yaitu
kesepakatan pendapat mujtahid pada suatu masa tentang hukum sesuatu.
· Istihsan
Menurut bahasa menganggap baik suatu hal (mengutamakan kebaikan atau keadilan). Menurut
istilah yaitu menjalankan keputusan berdasarkan kebaikan untuk kepentingan umum.
· Qiyas
Menurut bahasa artinya adalah mengukur atau mempersamakan sesuatu dengan yang lain.
Menurut istilah yaitu mempersamakan suatu kejadian/hukum yang belum ada nash mengenai
hukumnya.
· Mashlahah Mursalah
Secara bahasa bermakna mendatangkan kebaikan bersama. Menurut istilah yaitu menetapkan
hukum hukum berdasarkan suatu kemaslahatan yang tidak ditetapkan dengan syara.
· Istishab
Yaitu menetapkan hukum sesuatu menurut keadaan sebelumnya, sampai ada dalil yang mampu
mengubahnya.
· Saddudz Dzari’ah
Melarang sesuatu yang mubah dengan maksud untuk menghindarkan kemudaratan yang
mungkin akan timbul.
· Urf, yaitu menetapkan hukum sesuatu berdasarkan adat kebiasaan, selama kebiasaan itu tidak
bertentangan dengan Islam.

d. Syarat-syarat mujtahid
Menjadi seorang mujtahid bukanlah perkara yang mudah, ada persyaratan-persyaratan tertentu
yang harus dimiliki dan dikuasai. Berikut ini dikemukakan beberapa syarat antara lain:
1. Mengatahui dan memahami al-Quran dan hadis dengan baik.
2. Mengatahui bahasa Arab dari segala segi.
3. Mengatahui dan memahami ilmu usul fiqh.
4. Mengatahui dan memahami ilmu nasikh dan mansukh.
5. Mengatahui hukum-hukum yang ditetapkan dengan ijma.
e. Kebenaran hasil ijtihad
Ijtihad adalah penggunaan akal pikiran untuk memahami nash yang penunjukan zanny, serta
memecahkan masalah persolan yang tumbuh di masyarakat berdasarkan prinsip dan nilai Islam.
Oleh karena itu hasil ijtihad kebenarannya relatif, karena mencangkup kemampuan nalar
mujtahid.

C. Fungsi Hukum Islam Dalam Kehidupan Bermasyarakat


Sebagaimana sudah dikemukakan dalam pembahasan ruang lingkup hukum Islam, bahwa ruang
lingkup hukum Islam sangat luas. Yang diatur dalam hukum Islam bukan hanya hubungan
manusia dengan Tuhan, tetapi juga hubungan antara manusia dengan dirinya sendiri, manusia
dengan manusia lain dalam masyarakat, manusia dengan benda, dan antara manusia dengan
lingkungan hidupnya. Dalam Al Qur’an cukup banyak ayat-ayat yang terkait dengan masalah
pemenuhan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia serta larangan bagi seorang muslim
untuk melakukan pelanggaran hak asasi manusia. Bagi tiap orang ada kewajiban untuk mentaati
hukum yang terdapat dalam Al Qur’an dan Hadits. Peranan hukum Islam dalam kehidupan
bermasyarakat sebenarnya cukup banyak, tetapi dalam pembahasan ini hanya akan dikemukakan
peranan utamanya saja, yaitu :

a. Fungsi Ibadah
Fungsi utama hukum Islam adalah untuk beribadah kepada Allah SWT. Hukum Islam adalah
ajaran Allah yang harus dipatuhi umat manusia, dan kepatuhannya merupakan ibadah yang
sekaligus juga merupakan indikasi keimanan seseorang.

b. Fungsi Amar Ma’ruf Nahi Munkar


Hukum Islam sebagai hukum yang ditunjukkan untuk mengatur hidup dan kehidupan umat
manusia, jelas dalam praktik akan selalu bersentuhan dengan masyarakat. Sebagai contoh, proses
pengharaman riba dan khamar, jelas menunjukkan adanya keterkaitan penetapan hukum (Allah)
dengan subyek dan obyek hukum (perbuatan mukallaf). Penetap hokum tidak pernah mengubah
atau memberikan toleransi dalam hal proses pengharamannya.
Riba atau khamar tidak diharamkan sekaligus, tetapi secara bertahap. Ketika suatu hukum lahir,
yang terpenting adalah bagaimana agar hokum tersebut dipatuhi dan dilaksanakan dengan
kesadaran penuh. Penetap hukum sangat mengetahui bahwa cukup riskan kalau riba dan khamar
diharamkan sekaligus bagi masyarakat pecandu riba dan khamar. Berkaca dari episode dari
pengharaman riba dan khamar, akan tampak bahwa hukum Islam berfungsi sebagai salah satu
sarana pengendali sosial. Hukum Islam juga memperhatikan kondisi masyarakat agar hukum
tidak dilecehkan dan tali kendali terlepas. Secara langsung, akibat buruk riba dan khamar
memang hanya menimpa pelakunya. Namun secara tidak langsung, lingkungannya ikut terancam
bahaya tersebut. Oleh karena itu, kita dapat memahami, fungsi kontrol yang dilakukan lewat
tahapan pengharaman riba dan khamar. Fungsi ini dapat disebut amar ma’ruf nahi munkar. Dari
fungsi inilah dapat dicapai tujuan hukum Islam, yakni mendatangkan kemaslahatan dan
menghindarkan kemudharatan, baik di dunia maupun di akhirat kelak.

c. Fungsi Zawajir
Fungsi ini terlihat dalam pengharaman membunuh dan berzina, yang disertai dengan ancaman
hokum atau sanksi hukum. Qishash, Diyat, ditetapkan untuk tindak pidana terhadap jiwa/ badan,
hudud untuk tindak pidana tertentu (pencurian , perzinaan, qadhaf, hirabah, dan riddah), dan
ta’zir untuk tindak pidana selain kedua macam tindak pidana tersebut. Adanya sanksi hukum
mencerminkan fungsi hukum Islam sebagai sarana pemaksa yang melindungi warga masyarakat
dari segala bentuk ancaman serta perbuatan yang membahayakan. Fungsi hukum Islam ini dapat
dinamakan dengan Zawajir.

d. Fungsi Tandhim wa Islah al-Ummah


Fungsi hukum Islam selanjutnya adalah sebagai sarana untuk mengatur sebaik mungkin dan
memperlancar proses interaksi sosial, sehingga terwujudlah masyarakat yang harmonis, aman,
dan sejahtera. Dalam hal-hal tertentu, hukum Islam menetapkan aturan yang cukup rinci dan
mendetail sebagaimana terlihat dalam hukum yang berkenaan dengan masalah yang lain, yakni
masalah muamalah, yang pada umumnya hukum Islam dalam masalah ini hanya menetapkan
aturan pokok dan nilai-nilai dasarnya.
Perinciannya diserahkan kepada para ahli dan pihak-pihak yang berkompeten pada bidang
masing-masing, dengan tetap memperhatikan dan berpegang teguh pada aturan pokok dan nilai
dasar tersebut. Fungsi ini disebut dengan Tanzim wa ishlah al-ummah. Ke empat fungsi hukum
Islam tersebut tidak dapat dipilah-pilah begitu saja untuk bidang hukum tertentu, tetapi satu
dengan yang lain saling terkait. (Ibrahim Hosen, 1996 : 90).

D. Kontribusi Umat Islam dalam Perumusan dan Penegakan Hukum


Kontribusi umat Islam dalam perumusan dan penegakan hukum di Indonesia tampak jelas
setelah Indonesia merdeka. Sebagai hukum yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat,
hukum Islam telah menjadi bagian dari kehidupan bangsa Indonesia yang mayoritas beragama
Islam. Penelitian yang dilakukan secara nasional oleh Universitas Indonesia dan BPHN
(1977/1978) menunjukkan dengan jelas kecenderungan umat Islam Indonesia untuk kembali ke
identitas dirinya sebagai muslim dengan mentaati dan melaksanakan hukum Islam.
Kecenderungan ini setelah tahun enam puluhan diwujudkan dalam bentuk kewajiban
menyelenggarakan Pendidikan Agama Islam di sekolah-sekolah dibawah naungan Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan (sekarang Departemen Pendidikan Nasional). Realitas kehidupan
beragama di Indonesia lainnya adalah maraknya kehidupan beragama Islam setelah tahun 1966
dan perkembangan global kebangkitan umat Islam di seluruh dunia. Selain dari itu,
perkembangan hukum Islam di Indonesia ditunjang pola oleh sikap pemerintah terhadap hukum
agama (hukum Islam) yang dipergunakan sebagai sarana atau alat untuk memperlancar
pelaksanaan kebijakan pemerintah, misalnya dalam Program Keluarga Berencana dan program-
program lainnya. Setelah Indonesia merdeka, muncul pemikir hukum Islam terkemuka di
Indonesia, seperti Hazairin dan TM.Hasbi ash-Shiddieqy, mereka berbicara tentang
pengembangan dan pembaharuan hukum Islam bidang muamalah di Indonesia. Hasbi misalnya
menghendaki fiqih Islam dengan pembentukan fiqih Indonesia (1962), Syafrudin Prawiranegara
(1967) mengemukakan idenya pengembangan sistem ekonomi Islam yang diatur menurut hukum
Islam.

Gagasan ini kemudian melahirkan bank Islam dalam bentuk Bank Muamalat Indonesia (BMI)
tahun 1992 yang beroperasi menurut prinsip-prinsip hokum Islam dalam pinjam meminjam, jual
beli, sewa menyewa dan sebagainya dengan mengindahkan hukum dan peraturan perbankan
yang berlaku di Indonesia.
Kontribusi umat Islam dalam perumusan dan penegakan hukum pada akhir-akhir ini
semakin tampak jelas dengan diundangkannya beberapa peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan hukum Islam, seperti Undang-undang Republik Indonesia Nomor I Tahun 1974
tentang perkawinan, Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah
Milik , Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama,
Instruksi Presuden Nomor I tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, dan Undang-undang
Republik Indonesia Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Haji.
Dari pembahasan yang sudah dikemukakan , jelas makin lama makin besar kontribusi
umat Islam di Indonesia dalam perumusan dan penegakan hukum di Indonesia. Adapun upaya
yang harus dilakukan untuk menegakkan hukum Islam dalam praktik bermasyarakat dan
bernegara, memang harus melalui proses, yakni proses kultural dan dakwah. Apabila Islam
sudah bermasyarakat, maka sebagai konsekuensinya hukum harus ditegakkan. Bila perlu, Law
Enforcement dalam penegakan hukum Islam dengan hokum positif, yaitu melalui perjuangan
legislasi. Di dalam Negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, kebebasan
mengeluarkan pendapat atau kebebasan berfikir wajib ada. Kebebasan mengeluarkan pendapat
ini diperlukan untuk mengembangkan pemikiran hukum Islam yang betul-betul teruji, baik dari
segi pemahaman maupun dari segi pengembangannya. Dalam ajaran Islam ditetapkan bahwa,
umat Islam mempunyai kewajiban untuk mentaati hukum yang ditetapkan Allah. Masalahnya
kemudian, bagaimanakah sesuatu yang wajib menurut hukum Islam menjadi wajib pula menurut
perundang-undangan. Hal ini jelas diperlukan proses dan waktu untuk merealisasikannya.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Hukum Islam merupakan hukum Allah SWT yang terdapat di dalam Al-Qur’an dan al-
hadits yang ditujukan untuk mengatur hidup dan kehidupan umat manusia di muka bumi. Hukum
Islam juga merupakan jawaban atas berbagai macam persoalan yang terjadi dalam kehidupan
manusia pada masa kini dan masa yang akan datang.
Meskipun zaman terus berkembang hukum islam tetap menunjukkan kebenaran-Nya,
karena penerapan hukum islam tidak pandang bulu, semuanya sama di hadapan Allah SWT.
Oleh sebab itu hukum islam sangat berperan dan berfungsi dalam kehidupan bermasyarakat,
yaitu untuk mengatur agar hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan
manusia, dan hubungan manusia dengan alam tetap berjalan dengan baik.

B. Saran
Kita sebagai hamba Allah SWT memiliki kewajiban untuk tunduk kepada-Nya
dan mentaati hukum serta aturan yang telah ditetapkan oleh-Nya. Maka dari itu agar kelak kita
tidak mendapatkan kesusahan melainkan memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat,
hendaknya kita selalu menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya serta
segala sesuatu yang madlarat yakni yang tidak berguna bagi hidup dan kehidupan manusia.

Daftar Pustaka

Husnan, Djaelan. Fadhil, Abdul (2009). Islam Integral Membangun Kepribadian Islami. Jakarta:
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
http://tugaskuliahseptian.blogspot.com/2010/06/hukum-islam-dalam-dinamika-kehidupan.html
http://edukasi.kompasiana.com/2011/12/17/konsep-hukum-dalam-islam/

Anda mungkin juga menyukai