Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Persalinan preterm ialah persalinan yang terjadi antara usia kehamilan 28
sampai 36 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir.1 Persalinan
prematur adalah persalinan yang dimulai setiap saat setelah awal minggu
gestasi ke-20 sampai akhir minggu gestasi ke-37.2 Penyebab persalinan
prematur sebelum usia gestasi 37 minggu pada sebuah studi populasi
kehamilan tunggal yang dilakukan di NICHID Maternal-fetal medicine units
network. Kelahiran prematur disebabkan oleh preeklampsia, gawat janin,
pertumbuhan janin terhambat, infeksi intrauterin, ablasio plasenta , kematian
janin, ibu hamil dengan plasenta previa dan kehamilan multipel sering disertai
dengan kelahiran prematur.1
Persalinan prematur merupakan persalinan yang terjadi pada kehamilan
kurang dari 37 minggu (antara 20-37 minggu) atau dengan berat janin kurang
dari 2500 gram. Masalah utama dalam persalinan prematur adalah perawatan
bayinya, semakin muda usia kehamilannya semakin besar morbiditas dan
mortalitasnya.3
Persalinan Preterm sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan
yang serius di bidang obstetri dan perinatologi, oleh karena memiliki hubungan
yang sangat erat kaitannya dengan risiko peningkatan morbiditas dan
mortalitas bayi baru lahir. Konsekuensi yang diakibatkan oleh keadaan ini
adalah kualitas sumber daya manusia yang rendah dan beban biaya yang mahal
karena memerlukan perawatan khusus untuk perawatan bayi yang lahir
preterm.3
Persalinan prematur merupakan penyebab utama yaitu 60-80%
morbiditas dan mortalitas neonatal di seluruh dunia. Prevalensi persalinan
prematur berbeda pada setiap Negara, dimana di Negara maju, misalnya di
Eropa angka prevalensi persalinan preterm berkisar 5-11%. Di Amerika Serikat
pada tahun 2013 sekitar sebesar 11,39%. Sedangkan di Indonesia sendiri,
memiliki angka kejadian prematur sekitar 19% dan merupakan penyebab

1
2

utama kematian perinatal. Kelahiran di Indonesia diperkirakan sebesar


5.000.000 orang per tahun, maka dapat diperhitungkan kematian bayi 56/1000
KH, menjadi sekitar 280.000 per tahun yang artinya sekitar 2,2-2,6 menit bayi
meninggal. Penyebab kematian tersebut antara lain asfiksia (49-60%), infeksi
(24-34%), BBLR (15-20%), trauma persalinan (2-7%), dan cacat bawaan (1-
3%).1

Mekanisme yang mendasari persalinan preterm belum diketahui dengan


pasti. Namun demikian ada beberapa faktor yang diduga mengatur terjadinya
persalinan preterm meliputi : aktivasi poros Hypothalamic Pituitary Adrenal
fetus maternal, infeksi dan inflamasi, perdarahan desidua dan peregangan
uterus yang berlebihan, yang menimbulkan suatu rangkaian gejala klinik dan
sinkronisasi antara adanya kontraksi otot uterus (miometrium), robeknya
selaput janin (chorion dan amnion), dan adanya pematangan serviks (cervical
ripening).4
Persalinan prematur adalah persalinan yang dimulai setiap saat setelah
awal minggu gestasi ke-20 sampai akhir minggu gestasi ke-37. Persalinan
prematur merupakan persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37
minggu (antara 20-37 minggu) atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram.
Masalah utama dalam persalinan prematur adalah perawatan bayinya, semakin
muda usia kehamilannya semakin besar morbiditas dan mortalitasnya.3

1.2 Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari laporan kasus ini adalah sebagai berikut:
1. Diharapkan bagi semua dokter muda agar dapat memahami kasus tentang
Persalinan Prematurus iminens
2. Diharapkan munculnya pola berpikir kritis bagi semua dokter muda
setelah dilakukan diskusi dengan pembimbing klinik tentang Persalinan
Prematurus iminens
3. Diharapkan bagi semua dokter muda agar dapat mengaplikasikan
pemahaman yang didapat dalam kegiatan Kepanitraan Klinik Senior
(KKS) terutama untuk kasus Persalinan Prematurus iminens
3

1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Teoritis
a. Bagi institusi, diharapkan laporan kasus ini dapat menambah bahan
referensi dan studi kepustakaan dalam bidang ilmu kesehatan kulit
dan kelamin terutama tentang Persalinan Prematurus iminens
b. Bagi penulis selanjutnya, diharapkan laporan kasus ini dapat
dijadikan landasan untuk penulisan laporan kasus selanjutnya.

1.3.2 Manfaat Praktis


Bagi dokter muda, diharapkan laporan kasus ini dapat membantu
dalam mengaplikasikan mulai dari penegakkan diagnosis,
penatalaksanaan yang tepat serta merujuk ke dokter spesialis obgin
pada kegiatan kepaniteraan klinik senior (KKS).
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Persalinan preterm adalah persalinan yang berlangsung pada umur
kehamilan 20-37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. Badan
kesehatan dunia menyatakan bahwa bayi prematur adalah bayi yang lahir
pada usia kehamilan 37 minggu atau kurang. Himpunan kedokteran
fetomaternal POGI di Semarang tahun 2005 menetapkan bahwa peralinan
preterm adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan 22-37 minggu.5
Persalinan prematur menurut WHO didefinisikan persalinan dengan
usia kehamilan kurang dari 37 minggu atau berat janin kurang dari 2500
gram.6
Menurut Wibowo (1997), persalinan prematur adalah kontraksi uterus
yang teratur setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum 37 minggu , dengan
interval kontraksi 5 hingga 8 menit atau kurang dan disertai dengan satu atau
lebih tanda berikut:
(1) perubahan serviks yang progresif
(2) dilatasi serviks 2 sentimeter atau lebih
(3) penipisan serviks 80 persen atau lebih.

2.2. EPIDEMIOLOGI
Pemicu obstetri yang mengarah pada PPI antara lain: (1) persalinan atas
indikasi ibu ataupun janin, baik dengan pemberian induksi ataupun seksio
sesarea; (2) PPI spontan dengan selaput amnion utuh; dan (3) PPI dengan
ketuban pecah dini, terlepas apakah akhirnya dilahirkan pervaginam atau
melalui seksio sesarea. Sekitar 30-35% dari PPI berdasarkan indikasi, 40-45%
PPI terjadi secara spontan dengan selaput amnion utuh, dan 25-30% PPI yang
didahului ketuban pecah dini.7
Konstribusi penyebab PPI berbeda berdasarkan kelompok etnis. PPI
pada wanita kulit putih lebih umum merupakan PPI spontan dengan selaput
amnion utuh, sedangkan pada wanita kulit hitam lebih umum didahului
ketuban pecah dini sebelumnya. PPI juga bisa dibagi menurut usia kehamilan:
5

sekitar 5% PPI terjadi pada usia kehamilan kurang dari 28 minggu (extreme
prematurity), sekitar 15% terjadi pada usia kehamilan 28-31 minggu (severe
prematurity), sekitar 20% pada usia kehamilan 32-33 minggu (moderate
prematurity), dan 60-70% pada usia kehamilan 34-36 minggu (near term).
Dari tahun ke tahun, terjadi peningkatan angka kejadian PPI, yang sebagian
besar disebabkan oleh meningkatnya jumlah kelahiran preterm atas indikasi.7
Angka kejadian persalinan preterm umumnya bervariasi antara 6 – 15%
pada seluruh persalinan. Diperkirakan terdapat 12.870 persalinan preterm per
1000 kelahirandi seluruh dunia (9,6%), di USA kejadian persalinan preterm
adalah 12 -13%. di Afrikaterdapat 4.047 persalinan preterm per 100 kelahiran
(11,9%) di Eropa sebesar 466 per1000 kelahiran (6,2%), di Asia 6.097 per
1000 kelhiran atau 9,1%, dan di AsiaTenggara 6.097 per 1000 kelahiran
(11,1%).9

2.3. Faktor Risiko


Persalinan prematur merupakan kelaina proses yang multifaktorial.
Kombinasi keadaan obstetrik, sosiodemografi, dan faktor medik mempunyai
pengaruh terhadap terjadinya persalinan prematur. Kadang hanya risiko
tunggal dijumpai seperti distensi berlebih uterus, ketuban pecah dini, atau
trauma. Banyak kasus persalinan prematur sebagai akibat proses patogenik
yang merupakan mediator biokimia yang mempunyai dampak terjadinya
kontraksi rahim dan perubahan serviks, yaitu:
1. Aktivasi aksis kelenjar hipotalamus-hipofisis-adrenal baik pada ibu
maupun janin, akibat stress pada ibu atau janin.
2. Inflamasi desidua-korioamnion atau sistemik akibat infeksi asenden dari
traktus genitourinaria atau infeksi sistemik.
3. Perdarahan desidua
4. Kelainan pada uterus atau serviks
Dengan demikian, untuk memprediksi kemungkinan terjadinya
persalinan prematur harus dicermati beberapa kondisi yang dapat
menimbulkan kontraksi, menyebabkan persalinan.
Namun menurut Rompas (2004) ada beberapa resiko yang dapat
menyebabkan partus prematurus yaitu :
6

a) Faktor resiko mayor : Kehamilan multiple, hidramnion, anomali uterus,


serviks terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, serviks
mendatar/memendek kurang dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, riwayat
abortus pada trimester II lebih dari 1 kali, riwayat persalinan pretem
sebelumnya, operasi abdominal pada kehamilan preterm, riwayat operasi
konisasi, dan iritabilitas uterus.
b) Faktor resiko minor : Penyakit yang disertai demam, perdarahan
pervaginam setelah kehamilan 12 minggu, riwayat pielonefritis, merokok
lebih dari 10 batang perhari, riwayat abortus pada trimester II, riwayat
abortus pada trimester I lebih dari 2 kali.

Adapun Kondisi selama kehamilan yang berisiko terjadinya persalinan


preterm preterm adalah:
1. Janin dan plasenta
- Perdarahan trimester awal
- Perdarahan antepartum (plasenta previa, solusio plasenta, vasa previa)
- Ketuban pecah dini
- Pertumbuhan janin terhambat
- Cacat bawaan lahir
- Kehamilan ganda/gemeli
- Polihidramnion
2. Ibu
- Usia Ibu : secara fisik dan mental usia yang paling baik untuk hamil
adalah usia 20 -35 tahun karena pada usia tersebut secara biologis
memiliki alat reproduksi yang berkembang dan berfungsi secara
maksimal dan begitu juga faktor kejiwaan yang sudah matang.
Kehamilan dibawah 20 tahun secara fisik dan psikis yang kurang
terutama pemenuhan gizi, sedangkan usia lebih dari 35 tahun
mengalami kemunduran fungsi dan brisiko mengalami penyulit-
penyulit obstetri seperti hipertensi, plasenta previa, persalinan prematur,
dll.8
7

- Riwayat kelahiran prematur; wanita yang telah mengalami kelahiran


prematur pada kehamilan yang terdahulu memiliki risiko 20-40% untuk
terulang kembali kejadian persalinan prematur.2
- Jarak kehamilan:
- Diabetes melitus
- Preeklampsia/hipertensi
- Anemia
- Infeksi saluran kemih/genital/intrauterin
- Penyakit infeksi dengan demam
- Stress psikologi
- Kelainan bentuk uterus/serviks
- Inkompetensi serviks (panjang serviks < 1cm
- Genetik: kelahiran prematur yang bersifat berulang berhubungan
dengan keluarga dan ras telah menimbulkann pendapat bahwa genetika
mungkin memainkan pran penyebab.
- Pekerjaan; pekerjaan atau aktivitas yang terlalu berat sewaktu hamil
dapat menimbulkan kontraksi rahim.
- Pemakaian obat narkotik
- Trauma: terjatuh, terpukul pada perut atau riwayat pembedahan seperti
seksio sesaria sebelumnya dapat menjadi faktor risiko persalinan
preterm. Melakukan hubungn seksual dapat terjadi trauma karena
menimbulkn rangsangan pada uterus sehingga terjadi kontraksi dan
sperma yang mengandung prostaglandin yang dapat merangsang
kontraksi uterus.
- Perokok berat
- Kelainan imunologi/kelainan rhesus
Drife dan magowan menyatakan bahwa 35% persalinan preterm terjadi
tanpa diketahui penyebab yang jelas, 30% akibat persalinan elektif, 10%
pada kehamilan ganda dan sebagian lain sebagai akibat kondisi ibu atau
janinnya. Infeksi korioamnion diyakini merupakan salah satu sebab terjadinya
ketubab pecah dini dan persalinan prematur. Patogenesis infeksi ini
kemungkinan diawali dengan aktivasi fosfolipase A2 melepaskan nahan asam
8

arakidonat dari selaput amnion janin, sehingga asam arakidonat bebas


meningkat untuk sintesis prostaglandin. Endotoksin dalam air ketuban
merangsang sel desidua untuk menghasilkan sitokinn dan prostaglandin yang
dapat menginisiasi proses persalinan. Proses persalinan preterm yang
dikaitkan dengan infeksi diperkirakan diawali dengan pengeluaran produk
sebagai hasil dari aktivasi monosit. Berbagai sitokin, termasuk interleukin-1,
tumor nekrosing faktor (TNF), interleukin-6 adalah produk sekretorik yang
dikatikan dengan persalinan preterm. Sementra itu, platelet activating factor
(PAF) yang ditemukan dalam air ketuban terlibat secara sinergik pada
aktivasi jalinan sitokin tadi. PAF diduga dihasilkan dari paru-paru dan ginjal
janin. Dengan demikian, janin memainkan peran sinergik dalam mengawali
proses persalinan preterm yang disebabkam oleh infeksi. Bakteri sendiri
mungkin menyebabkan kerusakan membran lewat pengaruh langsung dari
protease.
Vaginosis bakterialis adalah sebuah kondisi ketika flora normal vagina
predominan laktobasillus yang menghasilkan hidrogen peroksida digantikan
oleh bakteri anaerob, gardnerella vaginalis, spesies mobilunkus atau
mikoplasma hominis. Keadaan ini telah lama dikaitkan dengan ketuban pecah
dini, persalinan preterm, dan infeksi amnion terutama bila pada pemeriksaan
pH vagina lebih dari 5,0.
Pada hipertensi atau preeklampsia, penolong persalinan cenderung
untuk mengakhiri kehamilan. Hal ini menimbulkan prevalensi preterm
meningkat. Kondisi medik lain ynag sering menimbulkan persalinan preterm
adalah inkompetensi serviks. Penderita dengan inkompetensi serviks berisiko
mengalami persalinan preterm.5,9

2.4.Patofisiologi
Patofisiologi Secara umum, penyebab persalinan prematur dapat
dikelompokan dalam 4 golongan yaitu :
1) Aktivasi prematur dari pencetus terjadinya persalinan
2) Inflamasi/infeksi
3) Perdarahan plasenta
9

4) Peregangan yang berlebihan pada uterus

Mekanisme pertama ditandai dengan stress dan anxietas yang biasa


terjadi pada primipara muda yang mempunyai predisposisi genetik. Adanya
stres fisik maupun psikologi menyebabkan aktivasi prematur dari aksis
Hypothalamus-Pituitary-Adrenal (HPA) ibu dan menyebabkan terjadinya
persalinan prematur. Aksis HPA ini menyebabkan timbulnya insufisiensi
uteroplasenta dan mengakibatkan kondisi stres pada janin. Stres pada ibu
maupun janin akan mengakibatkan peningkatan pelepasan hormon
Corticotropin Releasing Hormone (CRH), perubahan pada
Adrenocorticotropic Hormone (ACTH), prostaglandin, reseptor oksitosin,
matrix metaloproteinase (MMP), interleukin-8, cyclooksigenase-2
dehydroepiandrosteron sulfate (DHEAS), estrogen plasenta dan pembesaran
kelenjar adrenal.
Mekanisme kedua adalah decidua-chorio-amnionitis, yaitu infeksi
bakteri yang menyebar ke uterus dan cairan amnion. Keadaan ini merupakan
penyebab potensial terjadinya persalinan prematur.13 Infeksi intraamnion
akan terjadi pelepasan mediator inflamasi seperti pro-inflamatory sitokin (IL-
1β, IL-6, IL-8, dan TNF-α ). Sitokin akan merangsang pelepasan CRH, yang
akan merangsang aksis HPA janin dan menghasilkan kortisol dan DHEAS.
Hormon-hormon ini bertanggung jawab untuk sintesis uterotonin
(prostaglandin dan endotelin) yang akan menimbulkan kontraksi. Sitokin juga
berperan dalam meningkatkan pelepasan protease (MMP) yang
mengakibatkan perubahan pada serviks dan pecahnya kulit ketuban.
Mekanisme ketiga yaitu mekanisme yang berhubungan dengan
perdarahan plasenta dengan ditemukannya peningkatan hemosistein yang
akan mengakibatkan kontraksi miometrium. Perdarahan pada plasenta dan
desidua menyebabkan aktivasi dari faktor pembekuan Xa (protombinase).
Protombinase akan mengubah protrombin menjadi trombin dan pada
beberapa penelitian trombin mampu menstimulasi kontraksi miometrium.
Mekanisme keempat adalah peregangan berlebihan dari uterus yang
bisa disebabkan oleh kehamilan kembar, polyhydramnion atau distensi
10

berlebih yang disebabkan oleh kelainan uterus atau proses operasi pada
serviks. Mekanisme ini dipengaruhi oleh IL-8, prostaglandin, dan COX-2.9

2.5.Diagnosis
Sering terjadi kesulitan dalam menentukan diagnosis ancaman
persalinan preterm. Tidak jarang kontraksi yang timbul pada kehamilan tidak
benar-benar merupakan ancaman proses persalinan. Beberapa kriteria dapat
dipakai sebagai diagnosis ancaman persalinan preterm yaitu:
1. Kontraksi yang berulang sedikitknya setiap 7-8 menit sekali atau 2-3 kali
dalam 10 menit
2. Adanya nyeri pada punggung bawah
3. Perdarahan dapat berupa bercak
4. Perasaan menekan daerah serviks
5. Pemeriksaan serviks menunjukkan telah terjadi pembukaan sedikitnya 2
cm dan penipisan 50-80%
6. Presentasi janin rendah, sampai mencapai ischiadika
7. Selaput ketuban pecah dapat merupakan tanda awal terjadinya persalina
preterm
8. Terjadi pada usia kehamilan 22-37 minggu
(Prawirohadjo, 2014).
Kriteria lain yang diusulkan oleh American Academy of Pediatrics dan
The American Collage of Obstetricians and Gynecologists (1997) untuk
mendiagnosis PPI ialah sebagai berikut:

1) Kontraksi yang terjadi dengan frekuensi empat kali dalam 20 menit atau
delapan kali dalam 60 menit plus perubahan progresif pada serviks,
2) Dilatasi serviks lebih dari 1 cm,
3) Pendataran serviks sebesar 80% atau lebih.

Menurut Mansjoer (2000) manifestasi klinik persalinan pretem adalah:


a. Kontraksi uterus yang teratur sedikitnya 3 sampai 5 menit sekali selama 45
detik dalam waktu minimal 2 jam .
11

b. Pada fase aktif, intensitas dan frekuensi kontraksi meningkat saat pasien
melakukan aktivitas.
c. Tanya dan cari gejala yang termasuk faktor risiko mayor dan minor
d. Usia kehamilan antara 20 samapi 37 minggu
e. Taksiran berat janin sesuai dengan usia kehamilan antara 20 sampai 37
minggu.
f. Presentasi janin abnormal lebih sering ditemukan pada persalinan preterm9

Masalah dalam persalinan preterm


Angka kejadian persalinan preterm pada umumnya adalah sekitar 6-10%.
Hanya 1,5% persalinan terjadi pada umur Kehamilan kurang dari 32 minggu dan
0,5% pada kehamilan kurang dari 28 minggu. Namun, kelompok ini merupakan
dua pertiga dari kematian neonatal. Kesulitan utama dalam persalinan preterm
adalah perawatan bayi preter, yang semakin muda usia kehamilannya semakin
besar pula morbiditas dan mortalitas. Penelitian lain menunjukkan bahwa umur
kehamilan dan berat bayi lahir saling berkaitan dengan risiko kematian perinatal.
Pada umur kehamilan 32 minggu dengan berat janin >1500 gram keberhailan
hidup sekitar 85%, sedang pada umur kehamilan yang sama dengan berat janin
<1500 gram angka keberhasilan sebesar 80%. Pada umur kehamilan <32 minggu
dengan berat lahir <1500 gram angka keberhasilan hanya sekitar 59%. Hal ini
menunjukkan bahwa keberhasilan persalinan preterm tidak hanya tergantung
umur kehamilan tetapi juga berat bayi lahir.
Permasalahan yang terjadi pada persalinan preterm bukan saja pada
kematian perinatal, melainkan bayi prematur ini sering pula disertai dengan
kelaina jangka pendek maupun jangka panjang. Kelainan jangka pendek yang
seringterjadi adalah RDS, perdarahan intra/periventrikular, NES (necrotizing
enterocolitis), displasia bronko-pulmonar, sepsis dan paten duktus arteriosus.
Adapun kelainan jangka panjang sering berupa kelainan neurologik seperti
serebral palsi, retinopati, retardasi mental, juga dapat terjadi disfungsi
neurobehavioral dan prestasi sekolah yang kurang baik. Dengan melihat
permasalahan yang dapat terjadi pada bayi preterm, maka menunda persalinan
preterm bila miungkin masih tetap memberi suatu keuntungan.5
12

2.6.Penapisan untuk persalinan preterm


Cara utama untuk mengurangi risiko persalinan preterm dapat dilakukan
sejak awal, sebelum tanda-tanda persalinan muncul. Dimulai dengan pengenalan
pasien yang berisiko, untuk diberi penjelasan dan dilakukan penilaian klinik
terhadap persalinan preterm serta pengenalan kontraksi sedini mungkin, sehingga
tindakan pencegahan dapat segera dilakukan. Beberapa indikator yang dapat
dipakai untuk meramalkan terjadina persalinan preterm, sebagai berikut1,5,9:
1. Indikator klinik
Indikator klinik yang dapat dijumpai seperti timbulnya kontraksi dan
pemendekan serviks (secara manual amupun ultrasonografi). Terjadinya
ketuban pecah dini juga meramalkan akan terjadinya persalinan preterm.
Sonografi serviks transperineal lebih disukai karena dapat menghindari
manipulasi intravagina terutama pada kasus-kasus KPD dan plasenta
previa.
2. Indikator laboratorik
Beberapa indikator laboratorik yang bermakna antara lain adalah
jumlah leukosit dalam air ketuban (20/ml atau lebih), pemeriksaan CRP
>0,7 mg/ml dan pemeriksaan leukosit dalam serum ibu (>13.000/ml)
3. Indikator biokimia
a. Fibronektin janin: peningkatan kadar fibronektin janin pada vagina,
serviks dan air ketuban memberikan indikasi adanya gangguan pad
ahubungan antara korion dan desidua. Pada kehamilan 24 minggu
atau lebih, kadar fibronektin janin 50 ng/ml atau lebih
mengindikasikan risiko persalinan preterm.
b. Corticotropin releasing hormon (CRH): peningkatan CRH dini atau
pada trimester 2 merupakan indikator kuat untuk terjadinya
persalinan preterm.
c. Sitokin inflamasi seperti IL-1β, IL-6. IL-8 dan TNF-α telah diteliti
sebagai mediator yang mungkin berperan dalam sintesis
prostaglandin.
d. Isoferitin plasenta: pada keadaan normal (tidak hamil) kadar nya
sebesar 10 U/ml. Kadarnya semningkat secara bermakna selama
13

kehamilan dan mencapai puncak ada trimester akhir yaitu 54,8 ±


53 U/ml. Penurunan kadar dalam serum menunjukkan anakn
berisiko terjadinya persalinan preterm.
e. Feritin: rendahnya kadar feritin merupakan indikator yang sensitif
untuk keadaan kurang zat besi. Peningkatan ekspresi feritin
berkaitan dengan berbagai keadaan reaksi fase akut termasuk
kondisi inflamasi. Beberapa peneliti menyatakan ada hubungan
peningkatan feritin dan kejadian penyulit kehamilan, termasuk
persalinan preterm.

2.7.Pengelolaan
Ibu hamil yang mempunyai risiko terjadinya persalinan preterm dan/atau
menunjukkan tanda-tanda persalinan preterm perlu dilskuksn intervensi untuk
meningkatkan neonatal outcomes. Manajemen persalinan preterm bergantung
pada beberapa faktor1,5,9:
 Keadaan selaput ketuban. Pada umumnya persalinan tidak dihambat
bilamana selaput ketuban sudah pecah
 Pembukaan serviks. Persalinan akan sulit dicegah apabila pembukaan
mencapai 4 cm
 Umur kehamilan. Makin muda usia kehamilan, upaya mencegah
terjadinya persalinan makin perlu dilakukan. Persalinan dapat
dipertimbangkan berlangsung bila TBJ> 2000 atau usia kehamilan > 34
minggu.
 Penyebab/komplikasi dari persalinan preterm
 Kemampuan neonatal intensive care fasilities
Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada persalinan preterm, treutama
mencegah morbiditas dan mortalitas neonatus preterm adalah:
a. Menghambat proses persalinan preterm dengan pemberian tokolisis
b. Pematangan surfaktan paru janin dengan kortikosteroid
c. Bila perlu dilakukan pencegahan terhadap infeksi
14

Tokolisis
Meski beberapa macam obat telah dipakai untuk mencegah/menghambat
persalinan tidak ad ayang benar-benar efektif.namun, pemberian tokoliss masih
perlu dipertimbangkan bila dijumpai kontraksi uterus yang regular dengan
perubahan serviks. Alasan pemberian tokolisis pada persalinan preterm adalah:
1. Mencegah mortalitas dan morbiditas pad abayi preterm
2. Memberi kesempatan bagi terapi kortikosteroid untuk menstimulasi
surfaktan paru janin
3. Memberi kesempatan transfer intrauterin pada fasilitas yang lebih lengkap
Bebrapa macam obat yang dapat diberikan sebagai tokolisis adalah:
1. Kalsium antagonis: nifedipin 10 mg/oral diulang 2-3 kali/jam, dilanjutkan
tiap 8 jam sampai kontraksi hilang. Obat dapat diberikan lagi jika timbul
kontraksi berulang.
2. Obat β-mimetik: seperti terbutalin, ritrodin, isoksuprin, dan salbutamol
dapat digunakan, tetapi nifedipin mempunyai efek samping lebih kecil.
Salbutamol, dengan dosis per infus: 20-50 μg/menit, sedangkan per oral: 4
mg, 2-4 kali/hari (maintenance) atau terbutalin, dengan dosis per infus: 10-
15 μg/menit, subkutan: 250 μg setiap 6 jam sedangkan dosis per oral: 5-7.5
mg setiap 8 jam (maintenance). Efek samping dari golongan obat ini ialah:
hiperglikemia, hipokalemia, hipotensi, takikardia, iskemi miokardial,
edema paru.
3. Magnesium sulfat, dipakai sebagai tokolitik yng diberikan secara
parenteral. Dosis awal 4-6 gram IV diberikan dalam 20-30 menit, diikuti
1-4 gram perjam sebagai maintenance tergntung dari produksi urin dan
kontraksi uterus. Bila terjadi efek toksik berikan ca glukonas 1 gram IV
perlahan-lahan.
4. antiprostaglandin (indometasin): jarang dipakai karena efek samping pada
ibu atau janin. Beberapa efek sampingnya ialah edema paru, letargi, nyeri
dada, dan depresi pernafasan (pada ibu dan bayi).
5. Untuk menghambat proses persalinan preterm selain tokolisis, perlu
membatasi aktivitas atau tirah baring.
15

Kortikosteroid
Pemberian terapi kortikosteroid dimaksudkan dimaksudkan untuk
pematangan surfaktan paru janin, menurunkan insidensi RDS, mencegah
perdarahan intraventrikular, yang akhirnya menurunkan kematian neonatus.
Kortikosteroid perlu diberikan bilamana usia kehamilan kurang dari 35 minggu.
Obat yang diberikan adalah deksametason atau betametason. Pemberian
steroid ini tidak diulang karena risiko terjadinya pertumbuhan janin terhambat.
Pemberian siklus tunggal kortikosteroid adalah:
1. Betametason: 2 x 12 mg IM dengan jarak pemberian 24 jam
2. Deksametason: 4 x 6 mg IM dengan jarak pemberian 12 jam
Antibiotika
antibiotik dierikan bilamana kehamilan mengandung risiko terjadinya
infeksi seperti pada kasus KPD. Obat diberikan per oral, yang dianjurkan adalah
eritromisin 3 x 500 mg selama 3 hari. Obat pilihan lain adalah ampisilin 3 x 500
mg selama 3 hari atau dapat menggunakan antibiotik lain seperti klindamisin.
Tidak dianjurkan pemberian ko-amoksiklaf karena risiko NEC
cara persalinan
masih sering kontroversi dalam cara persalinan kurang bulan seperti apakah
pasien sebaiknya persalinan berlangsung pervaginam atau seksio sesaria terutama
pada berat janin yang sangat rendah dan preterm sungsang, pemakaian forseps
untuk melindungi kepala janin dan apakah ada manfaatnya dilakukan episiotomi
profilaksis yang luas untuk mengurangi trauma kepala.
Bila janin presentasi kepala, maka diperbolehkan persalinan pervaginam.
Seksio sesaria tidak memberikan prognosis yang lebih baik bagi bayi bahkan
merugikan ibu. Prematuritas janganlah dipakai sebagai indikasi untuk melakukab
seksio sesaria. Oleh karena itu, seksio sesaria hanya dilakukan atas indikasi
obstetrik.
Pada kehamilan letak sungsang 30-34 minggu, seksio sesaria dapat
dipertimbangkan. Setelah kehamilan lebih dari 34 minggu, persalinan dibiarkan
terjadi karena morbiditas dianggap sama dengan kehamilan aterm.
16

Perawatan neonatus
Untuk perawatan bayi preterm baru lahir perlu diperhatikan keadaan umum,
biometri, kemampuan bernafas, kelainan fisik dan kemampuan minum. Keadaan
kritis bayi prematur yang harus dihindari adalah kedinginan, pernapasan yang
adekuat, atau trauma. Suasana hangat diperlukan untuk mencegah hipotermia pada
neonatus, bila mungkin bayi sebaiknya dirawat dengan cara kanguru untuk
menghindarkan hipotermia. Kemudian dibuat perencanaan pengobatan dan asupan
cairan.5
ASI diberikan lebih sering, tetapi bila tidak mungkin, diberikan dengan
sonde atau dipadang infus. Semua bayi baru lahir harus mendapat nutrisi sesuai
dengan kemampuan dan kondisi bayi.
Sebaiknya persalinan bayi terlalu muda atau terlalu kecil berlangsung pada
fasilitas yang memadai, seperti pelayanan perinatal dengan personel dan fasilitas
yang adekuat termasuk perawatan perinatal intensif.
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah persalinan preterm
antara lain sebagai berikut;
- Hindari kehamilan pada ibu terlalu muda (<17 tahun)
- Hindari jarak kehamilan yang terlalu dekat
- Menggunakan kesempatan periksa hamil dan memperoleh pelayanan
antenatal yang baik
- Anjuran tidak merokok dan mengonsumsi obat-obatan terlarang
- Hindari kerja berat dan perlu cukup istirahat
- Kenali dan obati infeksi genital/saluran kemih
- Deteksi dan pengamanan faktor risiko terhadap persalinan preterm

2.8.Komplikasi9
1) Pada ibu, setelah persalinan preterm, infeksi endometrium lebih sering
terjadi mengakibatkan sepsis dan lambatnya penyembuhan luka
episiotomi. Bayi-bayi preterm memiliki risiko infeksi neonatal lebih
tinggi; Morales (1987) menyatakan bahwa bayi yang lahir dari ibu yang
menderita anmionitis memiliki risiko mortalitas 4 kali lebih besar, dan
17

risiko distres pernafasan, sepsis neonatal, necrotizing enterocolitis dan


perdarahan intraventrikuler 3 kali lebih besar
2) Sindroma gawat pernafasan (penyakit membran hialin).
Paru-paru yang matang sangat penting bagi bayi baru lahir. Agar
bisa bernafas dengan bebas, ketika lahir kantung udara (alveoli) harus
dapat terisi oleh udara dan tetap terbuka. Alveoli bisa membuka lebar
karena adanya suatu bahan yang disebut surfaktan, yang dihasilkan oleh
paru-paru dan berfungsi menurunkan tegangan permukaan. Bayi
prematur seringkali tidak menghasilkan surfaktan dalam jumlah yang
memadai, sehingga alveolinya tidak tetap terbuka.
Diantara saat-saat bernafas, paru-paru benar-benar mengempis,
akibatnya terjadi Sindroma Distres Pernafasan. Sindroma ini bisa
menyebabkan kelainan lainnya dan pada beberapa kasus bisa berakibat
fatal. Kepada bayi diberikan oksigen; jika penyakitnya berat, mungkin
mereka perlu ditempatkan dalam sebuah ventilator dan diberikan obat
surfaktan (bisa diteteskan secara langsung melalui sebuah selang yang
dihubungkan dengan trakea bayi).
3) Ketidakmatangan pada sistem saraf pusat bisa menyebabkan gangguan
refleks menghisap atau menelan, rentan terhadap terjadinya perdarahan
otak atau serangan apneu. Selain paru-paru yang belum berkembang,
seorang bayi prematur juga memiliki otak yang belum berkembang. Hal
ini bisa menyebabkan apneu (henti nafas), karena pusat pernafasan di
otak mungkin belum matang. Untuk mengurangi mengurangi frekuensi
serangan apneu bisa digunakan obat-obatan. Jika oksigen maupun aliran
darahnya terganggu. otak yang sangat tidak matang sangat rentan
terhadap perdarahan (perdarahan intraventrikuler) atau cedera.
4) Ketidakmatangan sistem pencernaan menyebabkan intoleransi pemberian
makanan. Pada awalnya, lambung yang berukuran kecil mungkin akan
membatasi jumlah makanan/cairan yang diberikan, sehingga pemberian
susu yang terlalu banyak dapat menyebabkan bayi muntah. Pada
awalnya, lambung yang berukuran kecil mungkin akan membatasi
18

jumlah makanan/cairan yang diberikan, sehingga pemberian susu yang


terlalu banyak dapat menyebabkan bayi muntah.
5) Retinopati dan gangguan penglihatan atau kebutaan (fibroplasia
retrolental)
6) Displasia bronkopulmoner.
7) Penyakit jantung.
8) Jaundice.
Setelah lahir, bayi memerlukan fungsi hati dan fungsi usus yang normal
untuk membuang bilirubin (suatu pigmen kuning hasil pemecahan sel
darah merah) dalam tinjanya. Kebanyakan bayi baru lahir, terutama yang
lahir prematur, memiliki kadar bilirubin darah yang meningkat (yang
bersifat sementara), yang dapat menyebabkan sakit kuning (jaundice).
Peningkatan ini terjadi karena fungsi hatinya masih belum matang dan
karena kemampuan makan dan kemampuan mencernanya masih belum
sempurna. Jaundice kebanyakan bersifat ringan dan akan menghilang
sejalan dengan perbaikan fungsi pencernaan bayi.
9) Infeksi atau septikemia.
10) Sistem kekebalan pada bayi prematur belum berkembang sempurna.
Mereka belum menerima komplemen lengkap antibodi dari ibunya
melewati plasenta. Resiko terjadinya infeksi yang serius (sepsis) pada
bayi prematur lebih tinggi. Bayi prematur juga lebih rentan terhadap
enterokolitis nekrotisasi (peradangan pada usus).
11) Anemia .
12) Bayi prematur cenderung memiliki kadar gula darah yang berubah-ubah,
bisa tinggi (hiperglikemia maupun rendah (hipoglikemia).
13) Perkembangan dan pertumbuhan yang lambat.
14) Keterbelakangan mental dan motorik.
19

BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien


Pasien
Nama : Ny. DS
Umur : 25 tahun
Tanggal lahir : 20 Mei 1993
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Alamat : Jl. Gubernur Ahmad Bastari Lorong Tembesu RT 011 RW 003
8 Ulu Seberang Ulu 1 Kota Palembang Sumatera Selatan.
No. RM : 56.12.43
MRS : 22 Agustus 2018 pukul 22.10 WIB

Suami Pasien
Nama : Tn. W
Umur : 27 tahun
Pekerjaan : Buruh
Pendidikan : SMP
Agama : Islam
Suku : Indonesia

3.2. Anamnesis
A. Keluhan Utama
Ibu hamil datang dengan keluhan demam sejak 1 hari sebelum masuk rumah
sakit.

B. Riwayat Perjalanan Penyakit


Os datang ke Ponek Rumah Sakit Umum Daerah Palembang Bari pukul. 22.10
WIB, rujukan bidan dengan keluhan demam sejak 1 hari SMRS dan kehamilan
20

lebih bulan. Os mengeluh mules-mules yang menjalar kepinggang tetapi tidak


sering, tidak keluar lendir, darah dan keluar air-air dari kemaluan juga disangkal.
Gerakan janin masih dirasakan. Os mengaku HPHT lupa dan sebelumnya sudah
melakukan pemeriksaan selama 5 kali ke bidan dan tidak pernah melakukan
pemeriksaan ke dokter Sp.OG. Os mengatakan tidak terdapat riwayat trauma .
Riwayat di urut-urut (-). Riwayat Post coitus (-). Os juga tidak merokok dan tidak
mengkonsumsi alkohol.

C. Riwayat Menstruasi
Usia Menarke : 14 tahun
Siklus Haid : 28 hari
Lama Haid : 7 hari 2 kali ganti pembalut/hari
HPHT : Lupa
TP :-

D. Riwayat Perkawinan
Lama Menikah : 4 Tahun
Usia Menikah : 21 tahun

E. Riwayat Kontrasepsi
Tidak ada

F. Riwayat ANC
Selama kehamilan Os melakukan ANC selama 5 kali ke Bidan dan tidak pernah
melakukan pemeriksaan ke dokter Sp.OG

G. Riwayat Kehamilan dan Persalinan


1. 2015/ Laki-laki /2500 gram/ 44 cm/ Aterm/ Normal/ Bidan (anak
meninggal umur 14 hari).
2. 2016/ Laki-Laki /2800 gram/ 46cm/ Aterm/ Normal/ Bidan (anak
meninggal umur 4 hari).
21

H.Riwayat Abortus-Kuretase
Penderita tidak ada riwayat abortus.
Penderita tidak ada riwayat kuretase

I. Riwayat Penyakit Dahulu


Os menyangkal mempunyai riwayat menderita penyakit hipertensi, asma,
jantung, kencing manis, penyakit paru, alergi obat dan makanan, kejang-kejang
saat hamil.
J. Riwayat Keluhan yang sama
Os mengaku tidak mempunyai riwayat penyakit yang sama.

K. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada riwayat penyakit keluarga darah tinggi, kencing manis, penyakit
jantung, kejang-kejang, asma dan alergi obat dan makanan.

3.3. Pemeriksaan Fisik


A. Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tinggi Badan : 158 cm
Berat Badan : 60 kg
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit, reguler,isi dan tegangan cukup
Pernapasan : 20 x/menit, reguler
Suhu : 38,2C
TFU : 34 cm

B. Keadaan Spesifik
a. Kulit
Warno sawo matang, turgor kembali cepat, ikterus pada kulit (-), sianosis (-),
scar (-), striae gravidarum (-), pucat pada telapak tangan dan kaki (-)
b. Kelenjar Getah Bening
22

Tidak ada pembesaran KGB pada leher, axilla, inguinal dan submandibula
serta tidak ada nyeri penekanan
c. Mata
Conjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema periorbital (-/-)
d. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid
e. THT
Mukosa bibir kering (-), mukosa bibir sianosis (-), pembesaran tonsil (-),
faring hiperemis (-)
f. Thorax :
Simetris, retraksi dinding dada (-), barrel chest (-)
Mammae : simetris, membesar, puting menonjol, hiperpigmentasi (-/-)
 Cor
Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
Palpasi : iktus cordis tidak teraba, thrill tidak teraba
Perkusi : batas jantung jelas dalam batas normal
Auskultasi : bunyi jantung I/II (+) normal, regular, murmur (-), gallop (-)
 Pulmo
Inspeksi : statis dan dinamis simetris kanan=kiri
Palpasi : stem fremitus simetris kanan=kiri
Perkusi : sonor (+/+)
Auskultasi : vesicular (+/+), wheezing (-), ronchi (-)
g. Abdomen
Inspeksi : datar, striae gravidarum (-), linea alba (-), skar operasi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen
Palpasi : hepar dan lien dalam batas normal, nyeri tekan (-)
h. Genitalia : keluar darah pervaginam (-) tidak
i. Ekstremitas : akral hangat, pucat (-), edema (-)
23

C. Status Obstetri
Leopod 1: bokong, TFU 34 cm, 2 jari dibawah prosessus xiphoideus
Leopold 2: punggung kanan
Leopold 3: kepala
Leopold 4: konvergen
His: Tidak teraba his
DJJ: 130 x/menit
TFU: 34 cm
VT: belum inpartu

3.4. Pemeriksaan Penunjang


Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 31 Mei 2018
 Pemeriksaan darah rutin
- Hemoglobin : 8,7 g/dl (nilai normal: 12-14 g/dl) (anemia)
- Leukosit : 10.600 /ul (nilai normal: 5000-10000 /ul)
- Trombosit : 412.000 /ul (nilai normal: 150.000-400.000 /ul)
- Hematokrit : 26% (nilai normal: (37-43%)
- Diff count : 0/4/3/62/24/7
- GolonganDarah :B
- Rhesus Factor :+
- Clotting Time : 3’ (nilai normal: 10’-15’)
- Bleeding Time : 8’ (nilai normal: 1’-6’)
- HbsAG : Negatif

3.5. Diagnosis Kerja


G3P2A0 hamil posterm belum inpartu dengan Febris + Anemia sedang janin
tunggal hidup presentasi kepala.

3.6. Penatalaksanaan
 Observasi KU, vital sign, DJJ
 IVFD RL + MgSO4 40% flash gtt 20 x/menit
 Paracetamol 3x1 tablet K/P
24

 Inj. Dexametason 2 x 2 ampul


 Cek laboratorium Hb 8,7gr/dl rencana transfusi PRC 1 kolf
 Rencana USG hari sabtu tanggal 23 Agustus 2018

3.8. Follow Up
HHari/Tanggal Follow Up
Kamis, 23 Agustus S: Os megeluh masih demam dan badan terasa
2018 lemas
Pk. 07:00 WIB O: KU : Tampak sakit ringan
Vital Sign :
- TD : 120/80 mmHg
- RR : 20x/m
- T : 37,8º C
- Nadi : 80x/m
DJJ: 134x/m
TFU 30 cm

A: G3P2A0 hamil posterm belum inpartu dengan


febris+anemia sedang janin tunggal hidup
presentasi kepala.

P:  Observasi KU, vital sign, DJJ


 IVFD RL + MgSO4 40% flash gtt 20
x/menit
 Paracetamol 3x1 tablet K/P
 Inj. Dexametason 2 x 2 ampul
 Transfusi PRC 1 kolf
 Rencana USG hari kamis tanggal 23
Agustus 2018.
HHari/Tanggal Follow Up
Kamis, 23 Agustus S: Demam sudah berkurang
2018 O: KU : tampak sakit ringan
25

Pk. 14:00 WIB Vital Sign :


- TD : 120/70 mmHg
- RR : 20x/m
- T : 37,4 C
- Nadi : 84x/m
DJJ:140x/m
USG: usia kehamilan 34-35 minggu, Berat
janin 2300 gram, Jth Preskep, ketuban cukup,
lilitan tali pusat (-).
A: G3P2A0 hamil 34-35 minggu belum inpartu
dengan anemia sedang+Partus prematurus
iminens janin tunggal hidup presentasi kepala.
P:  Observasi KU, vital sign, DJJ,
perdarahan
 IVFD RL + MgSO4 40% flash gtt 20
x/menit
 Inj. Dexametason 2 x 2 ampul
 Nifedipin 4 x 1 tablet
HHari/Tanggal Follow Up
Jumat, 24 Agustus S: Keluhan demam berkurang
2018 O: KU : Baik
Pk. 07:00 WIB Vital Sign :
- TD : 120/80 mmHg
- RR : 22x/m
- T : 37,2º C
- Nadi : 80x/m
- DJJ 145 x/menit

A: G3P2A0 hamil 34-35 minggu belum inpartu


dengan anemia sedang+Partus prematurus
iminens janin tunggal hidup presentasi kepala.
P:  Nifedipin 4 x 1 tablet
26

 Histolan 2 x ½ tablet
 Sulfat 1 x 1 tablet
 Boleh pulang
27

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus ini dilaporkan seorang pasien Ny. DS usia 25 tahun dirawat di
RSUD Palembang Bari tanggal 22 Agustus 2018 pukul 22.10 WIB dengan
diagnosa Persalinan prematur iminens pada hamil 34-35 minggu.
Os datang ke Ponek Rumah Sakit Umum Daerah Palembang Bari pukul. 22.10
WIB, rujukan bidan dengan keluhan demam sejak 1 hari SMRS dan kehamilan
lebih bulan. Os mengeluh mules-mules yang menjalar kepinggang tetapi tidak
sering, tidak keluar lendir, darah dan keluar air-air dari kemaluan juga disangkal.
Gerakan janin masih dirasakan. Os mengaku HPHT lupa dan sebelumnya sudah
melakukan pemeriksaan selama 5 kali ke bidan dan tidak pernah melakukan
pemeriksaan ke dokter Sp.OG. Os mengatakan tidak terdapat riwayat trauma .
Riwayat di urut-urut (-). Riwayat Post coitus (-). Os juga tidak merokok dan tidak
mengkonsumsi alkohol.
Dari hasil pemeriksaan fisik keadaan umum tampak sakit sedang, tekanan
Darah 110/80 mmHg, nadi 88 x/menit, Pernapasan 20 x/menit dan suhu 38,2C.
Pada pemeriksaan keadaan spesifik pada genitalia didapatkan perdarahan
pervaginam(-).
Dari hasil pemeriksaan penunjang, didapatkan Hemoglobin 8,7 g/dl anemia),
Leukosit 10.600 /ul, Trombosit 412.000 /ul, Hematokrit 26%. USG: usia
kehamilan 34-35 minggu, Berat janin 2300 gram, Jth Preskep, ketuban cukup,
lilitan tali pusat (-).
Untuk cara diagnosis pada kasus ini sudah tepat. Didapatkan dari hasil
anamnesis terdapat keluhan demam dan terasa mules-mules. pada pemeriksaan
USG yang lebih tepat usia kehamilan 34-35 minggu, Berat janin 2300 gram, Jth
Preskep, ketuban cukup, lilitan tali pusat (-).
Penatalaksanaan kasus yaitu pasien diminta untuk tirah baring. Sedangkan
untuk menghambat proses persalinan preterm dengan pemberian tokolisis untuk
mengurangi kontraksi dari uterus adapun obat yang diberikan yaitu IVFD RL +
magnesium sulfat 40% dengan tetesan 20 kali/menit. Secara teori, tatalaksana
pemberian tokolitik magnesium sulfat pada PPI pertama diberikan secara IV
28

dengan dosis 4-6 gr diberikan dalam 20-30 menit, diikuti 1-4 gram/jam sebagai
maintenance. Sedangkan pada pasien ini hanya diberikan dosis maintenance saja.
Adapun tokolitik lainnya yang diberikan pada pasien ini adalah nifedipin 4 x 1
tablet. Nifedipin merupakan golongan obat kalsium antagonis dengan dosis 10
mg/oral diulang 2-3 kali. Pasien ini juga diberikan obat histolan yaitu obat untuk
relaksan otot uterus yang biasanya diberikan atas indikasi PPI. Histolan
mengandung isoxsurpine HCL yang bekerja mengurangi kontraksi dari uterus.
Obat ini diberikan 2 x ½ tablet perhari. Pada pasien ini juga diberikan
kortikosteroid berupa injeksi dexametason 2 x 2 ampul. Jadi tatalaksana pada
kasus ini sudah tepat.
29

BAB V
KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan
G3P2A0 hamil 34-35 minggu belum inpartu dengan anemia
sedang+Persalinan prematur iminens janin tunggal hidup presentasi
kepala.Tatalaksana pada kasus ini yaitu dengan terapi medikamentosa yang
adekuat.

5.2. Saran
Dalam mendiagnosis dan penatalaksanaan untuk kasus ini harus tepat.
Untuk mendiagnosis lakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang dengan laboratorium serta USG. Lakukan
penanganan pada pasien sesuai dengan pedoman.
30

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham et al. 2013. Wiliams Obstetri. Jakarta: ECG


2. Varney, H. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: ECG
3. Saifuddin, AB. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal Neonatal. Jakrta: Yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo
4. Krisnadi, dkk. 2009. Prematuritas. Bandung; Refika Aditama
5. Prawirohardjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka
6. Manuaba, IGB. 2010. Pengantar Kuliah Obbstetri. Jakarta: EGC
7. Wdyastuti, Yani dkk. 2009. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Fitrimaya
8. Taufan, n. 2010. Buku Ajar Obstetri Kebidanan. Yogayakarta: Nuha
Medika
9. Hidayat, L. 2016. Faktor risiko Terjadinya Persalinan Prematur
Mengancam di RSUD DR. Soetomo Surabaya. Skripsi, Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai