PENDAHULUAN
1
2
1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Teoritis
a. Bagi institusi, diharapkan laporan kasus ini dapat menambah bahan
referensi dan studi kepustakaan dalam bidang ilmu kesehatan kulit
dan kelamin terutama tentang Persalinan Prematurus iminens
b. Bagi penulis selanjutnya, diharapkan laporan kasus ini dapat
dijadikan landasan untuk penulisan laporan kasus selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Persalinan preterm adalah persalinan yang berlangsung pada umur
kehamilan 20-37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. Badan
kesehatan dunia menyatakan bahwa bayi prematur adalah bayi yang lahir
pada usia kehamilan 37 minggu atau kurang. Himpunan kedokteran
fetomaternal POGI di Semarang tahun 2005 menetapkan bahwa peralinan
preterm adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan 22-37 minggu.5
Persalinan prematur menurut WHO didefinisikan persalinan dengan
usia kehamilan kurang dari 37 minggu atau berat janin kurang dari 2500
gram.6
Menurut Wibowo (1997), persalinan prematur adalah kontraksi uterus
yang teratur setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum 37 minggu , dengan
interval kontraksi 5 hingga 8 menit atau kurang dan disertai dengan satu atau
lebih tanda berikut:
(1) perubahan serviks yang progresif
(2) dilatasi serviks 2 sentimeter atau lebih
(3) penipisan serviks 80 persen atau lebih.
2.2. EPIDEMIOLOGI
Pemicu obstetri yang mengarah pada PPI antara lain: (1) persalinan atas
indikasi ibu ataupun janin, baik dengan pemberian induksi ataupun seksio
sesarea; (2) PPI spontan dengan selaput amnion utuh; dan (3) PPI dengan
ketuban pecah dini, terlepas apakah akhirnya dilahirkan pervaginam atau
melalui seksio sesarea. Sekitar 30-35% dari PPI berdasarkan indikasi, 40-45%
PPI terjadi secara spontan dengan selaput amnion utuh, dan 25-30% PPI yang
didahului ketuban pecah dini.7
Konstribusi penyebab PPI berbeda berdasarkan kelompok etnis. PPI
pada wanita kulit putih lebih umum merupakan PPI spontan dengan selaput
amnion utuh, sedangkan pada wanita kulit hitam lebih umum didahului
ketuban pecah dini sebelumnya. PPI juga bisa dibagi menurut usia kehamilan:
5
sekitar 5% PPI terjadi pada usia kehamilan kurang dari 28 minggu (extreme
prematurity), sekitar 15% terjadi pada usia kehamilan 28-31 minggu (severe
prematurity), sekitar 20% pada usia kehamilan 32-33 minggu (moderate
prematurity), dan 60-70% pada usia kehamilan 34-36 minggu (near term).
Dari tahun ke tahun, terjadi peningkatan angka kejadian PPI, yang sebagian
besar disebabkan oleh meningkatnya jumlah kelahiran preterm atas indikasi.7
Angka kejadian persalinan preterm umumnya bervariasi antara 6 – 15%
pada seluruh persalinan. Diperkirakan terdapat 12.870 persalinan preterm per
1000 kelahirandi seluruh dunia (9,6%), di USA kejadian persalinan preterm
adalah 12 -13%. di Afrikaterdapat 4.047 persalinan preterm per 100 kelahiran
(11,9%) di Eropa sebesar 466 per1000 kelahiran (6,2%), di Asia 6.097 per
1000 kelhiran atau 9,1%, dan di AsiaTenggara 6.097 per 1000 kelahiran
(11,1%).9
2.4.Patofisiologi
Patofisiologi Secara umum, penyebab persalinan prematur dapat
dikelompokan dalam 4 golongan yaitu :
1) Aktivasi prematur dari pencetus terjadinya persalinan
2) Inflamasi/infeksi
3) Perdarahan plasenta
9
berlebih yang disebabkan oleh kelainan uterus atau proses operasi pada
serviks. Mekanisme ini dipengaruhi oleh IL-8, prostaglandin, dan COX-2.9
2.5.Diagnosis
Sering terjadi kesulitan dalam menentukan diagnosis ancaman
persalinan preterm. Tidak jarang kontraksi yang timbul pada kehamilan tidak
benar-benar merupakan ancaman proses persalinan. Beberapa kriteria dapat
dipakai sebagai diagnosis ancaman persalinan preterm yaitu:
1. Kontraksi yang berulang sedikitknya setiap 7-8 menit sekali atau 2-3 kali
dalam 10 menit
2. Adanya nyeri pada punggung bawah
3. Perdarahan dapat berupa bercak
4. Perasaan menekan daerah serviks
5. Pemeriksaan serviks menunjukkan telah terjadi pembukaan sedikitnya 2
cm dan penipisan 50-80%
6. Presentasi janin rendah, sampai mencapai ischiadika
7. Selaput ketuban pecah dapat merupakan tanda awal terjadinya persalina
preterm
8. Terjadi pada usia kehamilan 22-37 minggu
(Prawirohadjo, 2014).
Kriteria lain yang diusulkan oleh American Academy of Pediatrics dan
The American Collage of Obstetricians and Gynecologists (1997) untuk
mendiagnosis PPI ialah sebagai berikut:
1) Kontraksi yang terjadi dengan frekuensi empat kali dalam 20 menit atau
delapan kali dalam 60 menit plus perubahan progresif pada serviks,
2) Dilatasi serviks lebih dari 1 cm,
3) Pendataran serviks sebesar 80% atau lebih.
b. Pada fase aktif, intensitas dan frekuensi kontraksi meningkat saat pasien
melakukan aktivitas.
c. Tanya dan cari gejala yang termasuk faktor risiko mayor dan minor
d. Usia kehamilan antara 20 samapi 37 minggu
e. Taksiran berat janin sesuai dengan usia kehamilan antara 20 sampai 37
minggu.
f. Presentasi janin abnormal lebih sering ditemukan pada persalinan preterm9
2.7.Pengelolaan
Ibu hamil yang mempunyai risiko terjadinya persalinan preterm dan/atau
menunjukkan tanda-tanda persalinan preterm perlu dilskuksn intervensi untuk
meningkatkan neonatal outcomes. Manajemen persalinan preterm bergantung
pada beberapa faktor1,5,9:
Keadaan selaput ketuban. Pada umumnya persalinan tidak dihambat
bilamana selaput ketuban sudah pecah
Pembukaan serviks. Persalinan akan sulit dicegah apabila pembukaan
mencapai 4 cm
Umur kehamilan. Makin muda usia kehamilan, upaya mencegah
terjadinya persalinan makin perlu dilakukan. Persalinan dapat
dipertimbangkan berlangsung bila TBJ> 2000 atau usia kehamilan > 34
minggu.
Penyebab/komplikasi dari persalinan preterm
Kemampuan neonatal intensive care fasilities
Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada persalinan preterm, treutama
mencegah morbiditas dan mortalitas neonatus preterm adalah:
a. Menghambat proses persalinan preterm dengan pemberian tokolisis
b. Pematangan surfaktan paru janin dengan kortikosteroid
c. Bila perlu dilakukan pencegahan terhadap infeksi
14
Tokolisis
Meski beberapa macam obat telah dipakai untuk mencegah/menghambat
persalinan tidak ad ayang benar-benar efektif.namun, pemberian tokoliss masih
perlu dipertimbangkan bila dijumpai kontraksi uterus yang regular dengan
perubahan serviks. Alasan pemberian tokolisis pada persalinan preterm adalah:
1. Mencegah mortalitas dan morbiditas pad abayi preterm
2. Memberi kesempatan bagi terapi kortikosteroid untuk menstimulasi
surfaktan paru janin
3. Memberi kesempatan transfer intrauterin pada fasilitas yang lebih lengkap
Bebrapa macam obat yang dapat diberikan sebagai tokolisis adalah:
1. Kalsium antagonis: nifedipin 10 mg/oral diulang 2-3 kali/jam, dilanjutkan
tiap 8 jam sampai kontraksi hilang. Obat dapat diberikan lagi jika timbul
kontraksi berulang.
2. Obat β-mimetik: seperti terbutalin, ritrodin, isoksuprin, dan salbutamol
dapat digunakan, tetapi nifedipin mempunyai efek samping lebih kecil.
Salbutamol, dengan dosis per infus: 20-50 μg/menit, sedangkan per oral: 4
mg, 2-4 kali/hari (maintenance) atau terbutalin, dengan dosis per infus: 10-
15 μg/menit, subkutan: 250 μg setiap 6 jam sedangkan dosis per oral: 5-7.5
mg setiap 8 jam (maintenance). Efek samping dari golongan obat ini ialah:
hiperglikemia, hipokalemia, hipotensi, takikardia, iskemi miokardial,
edema paru.
3. Magnesium sulfat, dipakai sebagai tokolitik yng diberikan secara
parenteral. Dosis awal 4-6 gram IV diberikan dalam 20-30 menit, diikuti
1-4 gram perjam sebagai maintenance tergntung dari produksi urin dan
kontraksi uterus. Bila terjadi efek toksik berikan ca glukonas 1 gram IV
perlahan-lahan.
4. antiprostaglandin (indometasin): jarang dipakai karena efek samping pada
ibu atau janin. Beberapa efek sampingnya ialah edema paru, letargi, nyeri
dada, dan depresi pernafasan (pada ibu dan bayi).
5. Untuk menghambat proses persalinan preterm selain tokolisis, perlu
membatasi aktivitas atau tirah baring.
15
Kortikosteroid
Pemberian terapi kortikosteroid dimaksudkan dimaksudkan untuk
pematangan surfaktan paru janin, menurunkan insidensi RDS, mencegah
perdarahan intraventrikular, yang akhirnya menurunkan kematian neonatus.
Kortikosteroid perlu diberikan bilamana usia kehamilan kurang dari 35 minggu.
Obat yang diberikan adalah deksametason atau betametason. Pemberian
steroid ini tidak diulang karena risiko terjadinya pertumbuhan janin terhambat.
Pemberian siklus tunggal kortikosteroid adalah:
1. Betametason: 2 x 12 mg IM dengan jarak pemberian 24 jam
2. Deksametason: 4 x 6 mg IM dengan jarak pemberian 12 jam
Antibiotika
antibiotik dierikan bilamana kehamilan mengandung risiko terjadinya
infeksi seperti pada kasus KPD. Obat diberikan per oral, yang dianjurkan adalah
eritromisin 3 x 500 mg selama 3 hari. Obat pilihan lain adalah ampisilin 3 x 500
mg selama 3 hari atau dapat menggunakan antibiotik lain seperti klindamisin.
Tidak dianjurkan pemberian ko-amoksiklaf karena risiko NEC
cara persalinan
masih sering kontroversi dalam cara persalinan kurang bulan seperti apakah
pasien sebaiknya persalinan berlangsung pervaginam atau seksio sesaria terutama
pada berat janin yang sangat rendah dan preterm sungsang, pemakaian forseps
untuk melindungi kepala janin dan apakah ada manfaatnya dilakukan episiotomi
profilaksis yang luas untuk mengurangi trauma kepala.
Bila janin presentasi kepala, maka diperbolehkan persalinan pervaginam.
Seksio sesaria tidak memberikan prognosis yang lebih baik bagi bayi bahkan
merugikan ibu. Prematuritas janganlah dipakai sebagai indikasi untuk melakukab
seksio sesaria. Oleh karena itu, seksio sesaria hanya dilakukan atas indikasi
obstetrik.
Pada kehamilan letak sungsang 30-34 minggu, seksio sesaria dapat
dipertimbangkan. Setelah kehamilan lebih dari 34 minggu, persalinan dibiarkan
terjadi karena morbiditas dianggap sama dengan kehamilan aterm.
16
Perawatan neonatus
Untuk perawatan bayi preterm baru lahir perlu diperhatikan keadaan umum,
biometri, kemampuan bernafas, kelainan fisik dan kemampuan minum. Keadaan
kritis bayi prematur yang harus dihindari adalah kedinginan, pernapasan yang
adekuat, atau trauma. Suasana hangat diperlukan untuk mencegah hipotermia pada
neonatus, bila mungkin bayi sebaiknya dirawat dengan cara kanguru untuk
menghindarkan hipotermia. Kemudian dibuat perencanaan pengobatan dan asupan
cairan.5
ASI diberikan lebih sering, tetapi bila tidak mungkin, diberikan dengan
sonde atau dipadang infus. Semua bayi baru lahir harus mendapat nutrisi sesuai
dengan kemampuan dan kondisi bayi.
Sebaiknya persalinan bayi terlalu muda atau terlalu kecil berlangsung pada
fasilitas yang memadai, seperti pelayanan perinatal dengan personel dan fasilitas
yang adekuat termasuk perawatan perinatal intensif.
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah persalinan preterm
antara lain sebagai berikut;
- Hindari kehamilan pada ibu terlalu muda (<17 tahun)
- Hindari jarak kehamilan yang terlalu dekat
- Menggunakan kesempatan periksa hamil dan memperoleh pelayanan
antenatal yang baik
- Anjuran tidak merokok dan mengonsumsi obat-obatan terlarang
- Hindari kerja berat dan perlu cukup istirahat
- Kenali dan obati infeksi genital/saluran kemih
- Deteksi dan pengamanan faktor risiko terhadap persalinan preterm
2.8.Komplikasi9
1) Pada ibu, setelah persalinan preterm, infeksi endometrium lebih sering
terjadi mengakibatkan sepsis dan lambatnya penyembuhan luka
episiotomi. Bayi-bayi preterm memiliki risiko infeksi neonatal lebih
tinggi; Morales (1987) menyatakan bahwa bayi yang lahir dari ibu yang
menderita anmionitis memiliki risiko mortalitas 4 kali lebih besar, dan
17
BAB III
LAPORAN KASUS
Suami Pasien
Nama : Tn. W
Umur : 27 tahun
Pekerjaan : Buruh
Pendidikan : SMP
Agama : Islam
Suku : Indonesia
3.2. Anamnesis
A. Keluhan Utama
Ibu hamil datang dengan keluhan demam sejak 1 hari sebelum masuk rumah
sakit.
C. Riwayat Menstruasi
Usia Menarke : 14 tahun
Siklus Haid : 28 hari
Lama Haid : 7 hari 2 kali ganti pembalut/hari
HPHT : Lupa
TP :-
D. Riwayat Perkawinan
Lama Menikah : 4 Tahun
Usia Menikah : 21 tahun
E. Riwayat Kontrasepsi
Tidak ada
F. Riwayat ANC
Selama kehamilan Os melakukan ANC selama 5 kali ke Bidan dan tidak pernah
melakukan pemeriksaan ke dokter Sp.OG
H.Riwayat Abortus-Kuretase
Penderita tidak ada riwayat abortus.
Penderita tidak ada riwayat kuretase
B. Keadaan Spesifik
a. Kulit
Warno sawo matang, turgor kembali cepat, ikterus pada kulit (-), sianosis (-),
scar (-), striae gravidarum (-), pucat pada telapak tangan dan kaki (-)
b. Kelenjar Getah Bening
22
Tidak ada pembesaran KGB pada leher, axilla, inguinal dan submandibula
serta tidak ada nyeri penekanan
c. Mata
Conjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema periorbital (-/-)
d. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid
e. THT
Mukosa bibir kering (-), mukosa bibir sianosis (-), pembesaran tonsil (-),
faring hiperemis (-)
f. Thorax :
Simetris, retraksi dinding dada (-), barrel chest (-)
Mammae : simetris, membesar, puting menonjol, hiperpigmentasi (-/-)
Cor
Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
Palpasi : iktus cordis tidak teraba, thrill tidak teraba
Perkusi : batas jantung jelas dalam batas normal
Auskultasi : bunyi jantung I/II (+) normal, regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo
Inspeksi : statis dan dinamis simetris kanan=kiri
Palpasi : stem fremitus simetris kanan=kiri
Perkusi : sonor (+/+)
Auskultasi : vesicular (+/+), wheezing (-), ronchi (-)
g. Abdomen
Inspeksi : datar, striae gravidarum (-), linea alba (-), skar operasi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen
Palpasi : hepar dan lien dalam batas normal, nyeri tekan (-)
h. Genitalia : keluar darah pervaginam (-) tidak
i. Ekstremitas : akral hangat, pucat (-), edema (-)
23
C. Status Obstetri
Leopod 1: bokong, TFU 34 cm, 2 jari dibawah prosessus xiphoideus
Leopold 2: punggung kanan
Leopold 3: kepala
Leopold 4: konvergen
His: Tidak teraba his
DJJ: 130 x/menit
TFU: 34 cm
VT: belum inpartu
3.6. Penatalaksanaan
Observasi KU, vital sign, DJJ
IVFD RL + MgSO4 40% flash gtt 20 x/menit
Paracetamol 3x1 tablet K/P
24
3.8. Follow Up
HHari/Tanggal Follow Up
Kamis, 23 Agustus S: Os megeluh masih demam dan badan terasa
2018 lemas
Pk. 07:00 WIB O: KU : Tampak sakit ringan
Vital Sign :
- TD : 120/80 mmHg
- RR : 20x/m
- T : 37,8º C
- Nadi : 80x/m
DJJ: 134x/m
TFU 30 cm
Histolan 2 x ½ tablet
Sulfat 1 x 1 tablet
Boleh pulang
27
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini dilaporkan seorang pasien Ny. DS usia 25 tahun dirawat di
RSUD Palembang Bari tanggal 22 Agustus 2018 pukul 22.10 WIB dengan
diagnosa Persalinan prematur iminens pada hamil 34-35 minggu.
Os datang ke Ponek Rumah Sakit Umum Daerah Palembang Bari pukul. 22.10
WIB, rujukan bidan dengan keluhan demam sejak 1 hari SMRS dan kehamilan
lebih bulan. Os mengeluh mules-mules yang menjalar kepinggang tetapi tidak
sering, tidak keluar lendir, darah dan keluar air-air dari kemaluan juga disangkal.
Gerakan janin masih dirasakan. Os mengaku HPHT lupa dan sebelumnya sudah
melakukan pemeriksaan selama 5 kali ke bidan dan tidak pernah melakukan
pemeriksaan ke dokter Sp.OG. Os mengatakan tidak terdapat riwayat trauma .
Riwayat di urut-urut (-). Riwayat Post coitus (-). Os juga tidak merokok dan tidak
mengkonsumsi alkohol.
Dari hasil pemeriksaan fisik keadaan umum tampak sakit sedang, tekanan
Darah 110/80 mmHg, nadi 88 x/menit, Pernapasan 20 x/menit dan suhu 38,2C.
Pada pemeriksaan keadaan spesifik pada genitalia didapatkan perdarahan
pervaginam(-).
Dari hasil pemeriksaan penunjang, didapatkan Hemoglobin 8,7 g/dl anemia),
Leukosit 10.600 /ul, Trombosit 412.000 /ul, Hematokrit 26%. USG: usia
kehamilan 34-35 minggu, Berat janin 2300 gram, Jth Preskep, ketuban cukup,
lilitan tali pusat (-).
Untuk cara diagnosis pada kasus ini sudah tepat. Didapatkan dari hasil
anamnesis terdapat keluhan demam dan terasa mules-mules. pada pemeriksaan
USG yang lebih tepat usia kehamilan 34-35 minggu, Berat janin 2300 gram, Jth
Preskep, ketuban cukup, lilitan tali pusat (-).
Penatalaksanaan kasus yaitu pasien diminta untuk tirah baring. Sedangkan
untuk menghambat proses persalinan preterm dengan pemberian tokolisis untuk
mengurangi kontraksi dari uterus adapun obat yang diberikan yaitu IVFD RL +
magnesium sulfat 40% dengan tetesan 20 kali/menit. Secara teori, tatalaksana
pemberian tokolitik magnesium sulfat pada PPI pertama diberikan secara IV
28
dengan dosis 4-6 gr diberikan dalam 20-30 menit, diikuti 1-4 gram/jam sebagai
maintenance. Sedangkan pada pasien ini hanya diberikan dosis maintenance saja.
Adapun tokolitik lainnya yang diberikan pada pasien ini adalah nifedipin 4 x 1
tablet. Nifedipin merupakan golongan obat kalsium antagonis dengan dosis 10
mg/oral diulang 2-3 kali. Pasien ini juga diberikan obat histolan yaitu obat untuk
relaksan otot uterus yang biasanya diberikan atas indikasi PPI. Histolan
mengandung isoxsurpine HCL yang bekerja mengurangi kontraksi dari uterus.
Obat ini diberikan 2 x ½ tablet perhari. Pada pasien ini juga diberikan
kortikosteroid berupa injeksi dexametason 2 x 2 ampul. Jadi tatalaksana pada
kasus ini sudah tepat.
29
BAB V
KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
G3P2A0 hamil 34-35 minggu belum inpartu dengan anemia
sedang+Persalinan prematur iminens janin tunggal hidup presentasi
kepala.Tatalaksana pada kasus ini yaitu dengan terapi medikamentosa yang
adekuat.
5.2. Saran
Dalam mendiagnosis dan penatalaksanaan untuk kasus ini harus tepat.
Untuk mendiagnosis lakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang dengan laboratorium serta USG. Lakukan
penanganan pada pasien sesuai dengan pedoman.
30
DAFTAR PUSTAKA