Anda di halaman 1dari 5

Ayat 18-24: Menerangkan tentang orang-orang kafir, amal mereka dan balasan untuk mereka.

Demikian
pula menerangkan tentang orang-orang mukmin, sifat mereka dan balasan untuk mereka

Ayat ke 20
َٰٓ
َُ ‫فَل ُه ُمَٱ ۡلعذ‬
َْ‫ابَماَكانُوا‬ ُ ‫ّللَِ ِم ۡنَأ ۡو ِليا َٰٓ َۘءَيُضع‬
ََ ‫ُونَٱ‬
ِ ‫مَمنَد‬ َ ِ ‫أ ُ ْولئِكََل ۡمَي ُكونُواَْ ُمعۡ ِج ِزينَفِيَٱ ۡۡل ۡر‬
ِ ‫ضَوماَكانَل ُه‬
َ٢٠َ‫ص ُرون‬ ِ ‫سمۡ عََوماَكانُواَْيُ ۡب‬َ ‫ي ۡست ِطيعُونَٱل‬
Artinya:

Orang-orang itu tidak mampu menghalang-halangi Allah untuk (mengazab mereka) di bumi ini, dan sekali-kali
tidak adalah bagi mereka penolong selain Allah. Siksaan itu dilipat gandakan kepada mereka. Mereka selalu tidak
dapat mendengar (kebenaran) dan mereka selalu tidak dapat melihat(nya). (11: 20)

Pada pelajaran lalu, telah dipelajari bahwa barangsiapa yang mengabaikan dan menganggap enteng jalan Allah
yang lurus, maka mereka akan terlilit kesulitan dan mendapatkan azab Allah baik di dunia maupun di akhirat. Pada
ayat tadi disebutkan bahwa orang-orang yang mengabaikan jalan Allah itu jangan bermimpi dan menyangka dapat
lari menyelamatkan diri dari kemurkaan Allah. Mereka juga jangan sekali-sekali bermimpi bisa melawan
kekuasaan Allah, meskipun mereka memiliki pembantu atau pendukung yang banyak.

Lanjutan ayat tadi mengatakan, siksa dan azab bagi orang-orang semacam ini berlipat ganda, karena selain
menyimpang dari jalan Allah, mereka juga telah menyeret orang lain ke arah penyelewengan dan kesesatan itu.
Dengan demikian, dosa dan kesalahan mereka pun menjadi berlipat ganda. Dalam riwayat-riwayat Islam
disebutkan bahwa balasan atau siksaan untuk para ulama yang menyebabkan kesesatan umat sedemikian berlipat
gandanya dibandingkan dengan siksaan untuk orang-orang bodoh yang sesat.

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:

1. Pada Hari kiamat kelak, tak seorang pun dari para penjahat dan pendosa yang dapat melarikan diri dari hukuman
Allah, meski mereka adalah para penguasa kerajaan atau pemerintahan thaghut yang memiliki banyak pendukung
dan pembantu.

2. Sikap ekstrim dan keras kepala telah menyebabkan mata dan telinga orang-orang kafir buta dan tuli, sehingga
mereka tidak bisa mendengar dan melihat kebenaran.

Ayat ke 21-22
َٰٓ
َ َ٢١َ‫أ ُ ْول ِئكََٱلَذِينََخس ُِر َٰٓواَْأنفُس ُه ۡمَوض َلَع ۡن ُهمَ َماَكانُواَْي ۡفت ُرون‬
َ٢٢ََ‫لََجرمَأنَ ُه ۡمَفِيَٱ ۡۡل َٰٓ ِخرةََِ ُه ُمَٱ ۡۡل ۡخس ُرون‬
Artinya:

Mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, dan lenyaplah dari mereka apa yang selalu mereka
ada-adakan. (11: 21)

Pasti mereka itu di akhirat menjadi orang-orang yang paling merugi. (11: 22)

Pada ayat sebelumnya telah dijelaskan nasib para pemimpin sesat, sementara dua ayat ini mengatakan bahwa
mereka itu benar-benar akan mengalami kerugian yang abadi. Dalam pandangan Islam, dunia adalah pasar di mana
masyarakat akan memperdagangkan umur mereka. Sementara itu, pada pedagang yang siap melakukan jual-beli
dengan umur manusia adalah Allah, setan, sesama manusia, dan juga hawa nafsu. Di antara mereka hanya Allah
sajalah yang berani membeli dagangan kita dengan harga tinggi, dan janji pembayaran uangnya bersifat pasti.
Karena itu, apabila kita menjual umur kita kepada selain Allah, maka pastilah perdagangan kita itu akan merugi.

Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:

1. Kehilangan harta benda dan kedudukan adalah sebuah kerugian. Namun, kerugian yang terbesar adalah
kehilangan sifat-sifat kemanusiaan dalam diri kita.

2. Berbagai kerugian duniawi masih bisa kita tebus. Akan tetapi, berlalunya umur tidak akan bisa kita kembalikan
dan hal ini merupakan kerugian luar biasa yang tidak bisa ditebus.

Ayat ke 23
َٰٓ
َ٢٣َ‫بَٱ ۡلجنَ َِةَ ُه ۡمَفِيهاَخ ِلدُون‬
ُ ‫تَوأ ۡخبت ُ َٰٓواَْ ِإلىَر ِب ِه ۡمَأ ُ ْولئِكَأصۡ ح‬ َ ‫نَٱلَذِينََءامنُواَْوع ِملُواَْٱل‬
َِ ‫ص ِلح‬ ََ ‫ِإ‬
Artinya:

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh dan merendahkan diri kepada Tuhan
mereka, mereka itu adalah penghuni-penghuni surga; mereka kekal di dalamnya. (11: 23)

Manusia yang menyimpang dan menyeleweng dari jalan yang telah ditunjukkan Allah akan mengalami kerugian
baik di dunia maupun di akhirat. Kelak di akhirat mereka akan dimasukkan ke dalam api neraka. Sebalinya, orang-
orang mukmin yang saleh selalu taat, tunduk, dan khusyu di hadapan perintah-perintah Allah, mereka selalu
mendapatkan keuntungan abadi, dan kelak mereka akan mendapatkan sorga yang penuh dengan rahmat dan
kenikmatan dari Allah Swt.

Penekanan ayat tadi adalah terhadap semangat ketaatan, ketundukan, dan kekhusyukan di hadapan Allah yang
merupakan indikasi kebersihan jiwa. Dengan kata lain, kaum mukmin harus mewaspadai sifat sombong, riya, dan
berbangga diri yang sudah barang tentu tidak relevan dengan jiwa ibadah dan penghambaan diri terhadap Allah.
Sementara itu, orang-orang kafir diliputi oleh jiwa dan semangat penentangan terhadap Allah dengan menunjukkan
sikap acuh tak acuh dan keras kepala.

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:

1. Kita tidak cukup mengandalkan dan menilai amal perbuatan secara lahiriah saja, karena kondisi-kondisi hati dan
maknawiyat seseorang memiliki peran dan pengaruh dominan dalam meraih pahala Allah Swt.

2. Dalam pendidikan ilahi, ancaman dan berita gembira selalu disampaikan beriringan. Karena itu, orang-orang
sesat selalu mendapatkan ancaman, sementara orang-orang yang lurus dan beramal saleh selalu mendapatkan
dorongan dan berita gembira.

Ayat ke 24

َ٢٤َ‫انَمث اًلَأفًلَتذ َك ُرون‬


ِ ‫يعَِه ۡلَي ۡست ِوي‬
َ ‫س ِم‬
َ ‫يرَوَٱل‬ ِ ‫نَكَٱ ۡۡل ۡعمىََوَٱ ۡۡلص َِمَوَٱ ۡلب‬
َِ ‫ص‬ َِ ‫۞مثلَُٱ ۡلف ِريق ۡي‬
Artinya:

Perbandingan kedua golongan itu (orang-orang kafir dan orang-orang mukmin), seperti orang buta dan tuli
dengan orang yang dapat melihat dan dapat mendengar. Adakah kedua golongan itu sama keadaan dan sifatnya?
Maka tidakkah kamu mengambil pelajaran (daripada perbandingan itu)? (11: 24)
Pada ayat ini, al-Quran dengan jelas dan gamblang membandingkan kondisi orang-orang kafir dan mukmin dengan
gambaran sebagai berikut. "Orang-orang kafir itu tidak bisa mendengar dan melihat kebenaran. Karena itu, mereka
pantas disebut sebagai buta dan tuli. Sementara orang-orang mukmin dengan yang selalu mendengarkan kebenaran
dan dengan ikhlas menerima kebenaran tersebut, benar-benar pantas disebut sebagai orang-orang yang melihat dan
mendengar yang hakiki."

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:

1. Sebagaimana hewan-hewan, manusia dikarunia indera penglihatan dan pendengaran. Namun yang membedakan
manusia dengan hewan adalah bahwa manusia mampu melihat dan mendengar hakikat maknawi di balik panca
inderanya itu.

2. Salah satu metode atau cara al-Quran dalam mendidik umat manusia adalah cara pembandingan antara yang baik
dan yang buruk, yang indah dan yang jelek, atau perbuatan yang baik dan perbuatan dosa. (IRIB Indonesia)

Ayat 25-34: Kisah Nabi Nuh ‘alaihis salam bersama kaumnya dan dialog Beliau dengan mereka

ٞ ‫َولق ۡدَأ ۡرس ۡلناَنُو احاَإِلىَق ۡو ِم ِ َٰٓهَۦَإِنِيَل ُك ۡمَنذ‬


ٌ ِ‫ِيرَ ُّمب‬
َ٢٥َ‫ين‬
Artinya:

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, (dia berkata): "Sesungguhnya aku adalah pemberi
peringatan yang nyata bagi kamu. (11: 25)

َ٢٦َ‫افَعل ۡي ُك َۡمَعذابَي ۡو ٍمَأ ِل ٖيم‬ ََ ‫أنَ َلَتعۡ بُد َُٰٓواَْإِ َلَٱ‬


ُ ‫ّللَإِنِ َٰٓيَأخ‬
Agar kamu tidak menyembah selain Allah. Sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa azab (pada) hari yang
sangat menyedihkan". (11: 26)

Kedua ayat yang baru kita dengarkan tadi menyinggung risalah Nabi Nuh as serta seruan beliau untuk menyembah
kepada Tuhan Yang Maha Esa, Allah Swt. Beliau adalah Nabi Ulul Azmi yang pertama, yang bangkit untuk
memerangi perbuatan syirik dan penyembahan patung berhala. Akan tetapi meski beliau telah menyeru manusia
selama bertahun-tahun, bahkan berabad-abad, namun sangat sedikit manusia yang menyambut seruan tersebut.
Nabi Nuh telah memperingatkan umatnya tentang azab Allah yang pedih, namun kebanyakan dari mereka tidak
memperdulikannya. Akhirnya dengan kutukan beliau, terjadilah angin topan dahsyat yang melanda sebagian besar
permukaan bumi. Hanya orang-orang yang beriman dan naik ke kapal yang dibuat Nabi Nuh yang selamat dalam
bencana itu.

Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:

1. Masyarakat yang lalai selalu membutuhkan teguran dan peringatan, supaya mereka tersadar dari kelalaian dan
kekhilafan.

2. Seruan dan ajakan seluruh Nabi adalah seruan agar manusia hanya menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa,
sehingga manusia dapat terbebaskan dari syirik dan penyelewengan.

Ayat ke 27

َ‫اَم ۡثلناَوماَنرىك َٱتَبعكَ َ ِإ َل َٱلَذِينَ َهُ ۡم َأرا ِذلُناَبادِي‬ َ ‫فقالَ َٱ ۡلم‬


ِ ْ‫ل َُٱلَذِينَ َكف ُروا‬
ِ ‫َمنَق ۡو ِم َِهۦ َماَنرىك َ ِإ َل َبش ٗر‬
ُ ‫ض ِۢ ِلَب ۡلَن‬
َ٢٧َ‫ظنُّ ُك ۡمَك ِذبِين‬ ِ ‫ي َِوماَنرىَل ُك ۡمَعل ۡين‬
ۡ ‫اَمنَف‬ َ ‫لر ۡأ‬
َ ‫ٱ‬
Artinya:

Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: "Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai)
seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu, melainkan
orang-orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu memiliki
sesuatu kelebihan apapun atas kami, bahkan kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta". (11: 27)

Dalam sepanjang sejarah telah tercatat betapa para penentang utama seruan para Nabi adalah para kepala dan
pembesar umat. Hal ini dikarenakan mereka menganggap risalah para Nabi akan menjadi ganjalan terhadap
berbagai kepentingan mereka. Mereka juga merasa apabila masyarakat menerima seruan para Nabi, maka tidak ada
lagi orang-orang yang akan taat dan tunduk kepada mereka, sehingga dengan demikian dominasi kekuasaan
mereka akan lenyap.

Ayat tadi mengatakan, "Dalam menghadapi seruan dan peringatan Nabi Nuh as, para pemimpin orang-orang kafir
itu berusaha mengecilkan Nabi Nuh dengan mengatakan bahwa Nabi Nuh hanyalah manusia biasa seperti mereka.
Mereka juga merendahkan para pengikut Nabi Nuh dengan menyebutkannya sebagai orang-orang yang hina dan
lekas percaya."

Dalam menanggapi celaan dan hinaan orang-orang kafir itu, para nabi mengatakan, "Memang benar, kami adalah
manusia seperti kalian, bukan malaikat, bukan pula anak Tuhan. Perbedaan antara kami dan kalian adalah kami
mendapatkan wahyu dari Allah, dan kami memiliki tugas untuk menyampaikan firman Allah itu kepada kalian,
serta memberi peringatan kepada kalian."

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:

1. Menghina, menanggap kecil, atau meremehkan para pengikut kebenaran adalah metode yang dipakai oleh
orang-orang yang tidak bersedia menerima hakikat dan kebenaran tersebut.

2. Orang-orang yang tidak banyak terbelenggu oleh kenikmatan dunia dan hidup sederhana biasanya akan lebih
cepat menerima seruan para Nabi. Sebaliknya, orang-orang yang hidup bermewah-mewah dan sombong biasanya
berada di barisan terdepan dalam menentang para Nabi as.

Ayat ke 28

َ‫َم ۡن َ ِعن ِدَِهۦ َفعُ ِمي ۡت َعل ۡي ُك ۡم َأنُ ۡل ِز ُم ُك ُموهاَوأنت ُ ۡم‬


ِ ‫نَر ِبيَوءاتى ِنيَر ۡحم ٗة‬
َ ‫َم‬ِ ‫قالَ َيق ۡو ِم َأرء ۡيت ُ ۡم َ ِإنَ ُكنتُ َعلى َب ِين ٖة‬
َ٢٨َ‫لهاَك ِر ُهون‬
Artinya:

Berkata Nuh: "Hai kaumku, bagaimana pikiranmu, jika aku ada mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku, dan
diberinya aku rahmat dari sisi-Nya, tetapi rahmat itu disamarkan bagimu. Apa akan kami paksakankah kamu
menerimanya, padahal kamu tiada menyukainya?" (11: 28)

Dalam menghadapi para penentangnya, Nabi Nuh as mengatakan, "Sekalipun aku adalah manusia seperti kalian,
akan tetapi aku memiliki dalil dan hujjah dari sisi Allah. Aku memiliki mukjizat yang membuktikan kebenaran
seruan dan dakwaanku, selain argumen dan dalil-dalil yang jelas untuk menyeru dan mengajak kalian agar
menyembah Tuhan Yang Maha Esa, dan menjauhkan diri dari perbuatan syirik. Setiap manusia yang berakal akan
dapat menerima dan memahami argumen dan dalil-dalil tersebut. Apa yang kuserukan ini bukan dari sisiku sendiri,
karena aku tidak mengajak kalian untuk menuju kepadaku, akan tetapi kepada jalan Allah Swt. Dia dengan
anugerah dan kelembutan-Nya telah mengutus aku untuk mengemban risalah dan menyampaikan agama-Nya.
Namun apabila kalian menungguku untuk memaksa kalian agar beriman kepada Allah, maka ketahuilah bahwa hal
itu tidak benar, karena pemaksaan sama sekali tidak sesuai dengan hikmah Allah.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:

1. Dakwah dan seruan para Nabi senantiasa disertai dalil dan argumentasi yang jelas, dan bukan semata-mata
pernyataan kosong yang tidak berdasar atau jauh dari logika.

2. Manusia bebas dalam memilih agama dan mazhab, tak seorangpun berhak memaksa manusia dalam beriman dan
menentukan agama. (IRIB Indonesia)

Anda mungkin juga menyukai