Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan mini project ini yang berjudul:
“PROGRAM UJI COBA PELATIHAN KADER POSYANDU LANSIA SESUAI
SPM TERHADAP PERUBAHAN KINERJA KADER POSYANDU LANSIA DI
PUSKESMAS PASUNDAN”
Tujuan penulisan laporan ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam
menyelesaikan tugas internsip. Dalam penyusunan laporan ini, banyak pihak yang telah
membantu dan memberi dorongan kepada penulis sehingga laporan ini dapat diselesaikan.
Pada kesempatan ini dengan penuh rasa hormat dan ketulusan hati penulis ingin
menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr.Panutri Sinaga selaku kepala
puskesmas pasundan dan dr. Deni Wardani selaku pembimbing yang telah meluangkan
waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis untuk menyelesaikan laporan ini.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada:
1. Ibu Ni Nyoman Artini selaku Kepala Tata Usaha Puskesmas Pasundan Kota
Samarinda.
2. Seluruh staf pegawai atas bantuan dan dukungan yang diberikan bagi penulis.
3. Teman-teman seperjuangan dokter internsip.
4. Sahabat-sahabat dan orang-orang terdekat atas bantuan, dukungan dan doa bagi
penulis selama menyelesaikan skripsi ini.
5. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan
bantuan baik moril maupun materil kepada penulis selama penyusunan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
segala saran dan kritik dari pembaca sangat diharapkan untuk kesempurnaan laporan ini.
Penulis berharap laporan ini dapat menambah pengetahuan tentang dunia kedokteran dan
bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
4
lembaga pemasyarakatan) mendapatkan pemeriksaan HIV sesuai standar. Capaian
kinerja dari dua belas jenis layanan dasar tersebut masing-masing adalah 100%.
SPM merupakan hal minimal yang harus dilaksanakan oleh Pemda untuk
rakyatnya. Untuk itu dalam penetapan indikator SPM, Kementerian/Lembaga
Pemerintahan Non Kementerian agar melakukan pentahapan pada jenis
pelayanan, mutu pelayanan dan/atau sasaran/lokus tertentu. SPM merupakan salah
satu program strategis nasional. Pada Pasal 68 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa Kepala Daerah yang tidak melaksanakan
program strategis nasional akan dikenai sanksi yaitu sanksi administratif,
diberhentikan sementara selama 3 (tiga) bulan, sampai dengan diberhentikan
sebagai kepala daerah.2
Berdasarkan data yang didapat dari penelusuran di Puskesmas Pasundan
Kota Samarinda tahun 2017, capaian kinerja Puskesmas Pasundan Kota
Samarinda tahun 2017 untuk pelayanan kesehatan ibu hamil (94,04%), pelayanan
kesehatan ibu bersalin (98,11), pelayanan kesehatan bayi baru lahir (5,02%),
pelayanan kesehatan balita (belum ada data), pelayanan kesehatan pada usia
pendidikan dasar (belum ada data), pelayanan kesehatan pada usia produktif (0%),
pelayanan kesehatan pada usia lanjut (0%), pelayanan kesehatan penderita
hipertensi (41,15%), pelayanan kesehatan penderita Diabetes Melitus (tidak ada
data), pelayanan kesehatan orang dengan gangguan jiwa berat (55%), pelayanan
kesehatan orang dengan TB (97%), pelayanan kesehatan orang dengan risiko
terinfeksi HIV (100%). Belum adanya data dimaksudkan belum terolahnya data
sesuai definisi operasional standar pelayanan minimal oleh pemegang program.
Berdasarkan data capaian kinerja tersebut terlihat bahwa angka pelayanan
kesehatan pada usia produktif dan usia lanjut sangat jauh dari target.3
Program pelayanan kesehatan yang ada di Puskesmas Pasundan Kota
Samarinda terbagi menjadi upaya kesehatan masyarakat esensial dan upaya
kesehatan pengembangan. Upaya kesehatan masyarakat esensial meliputi
pelayanan promosi kesehatan, pelayanan kesehatan lingkungan, pelayanan
kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana, pelayanan gizi, pelayanan
pencegahan dan pengendalian penyakit. Upaya kesehatan pengembangan meliputi
pelayanan kesehatan sekolah, pelayanan kesehatan olahraga, pelayanan kesehatan
5
tradisional, pelayanan kesehatan gigi masyarakat, dan pelayanan lansia. Pelayanan
penunjang puskesmas berupa laboratorium.4
Dari penelusuran data Puskesmas Pasundan Kota Samarinda didapatkan
persentase peserta lansia di wilayah kerja Puskesmas yang mendapatkan
pemeriksaan tekanan darah, gula darah sewaktu, dan pemeriksaan kolesterol total
di tahun 2017 yaitu 12%, 4%, dan 0%. Hal ini memperlihatkan adanya program
untuk peserta lanjut usia, namun tidak ada satupun peserta yang mendapatkan
pemeriksaan awal lengkap sesuai dengan SPM kesehatan usia lanjut.3
Capaian kinerja yang jauh dari target tersebut tidak hanya disebabkan oleh
satu hal. Berdasarkan hasil diskusi dengan pemegang program dan masyarakat,
antara lain tidak terlatihnya kader posyandu lansia dan pemegang program, tidak
adanya sistem prosedur operasional dan pengelolaan data yang sesuai dengan
SPM, serta tidak tersosialisasinya dimasyarakat mengenai hak peserta lanjut usia
untuk mendapatkan pemeriksaan awal sesuai standar setahun sekali.
Hal ini menjadi masalah yang membuat penulis menarik untuk
merumuskannya dan melakukan pelatihan kader posyandu lansia dalam rangka
meningkatan presentase capaian program lansia sesuai SPM di Puskesmas
Pasundan.
6
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran hasil kinerja kader posyandu lansia terkait
pencapaian skrining lansia sesuai SPM di Puskesmas Pasundan?
b. Untuk mengetahui perubahan kinerja kader posyandu lansia terkait
pencapaian skrining lansia sesuai SPM di Puskesmas Pasundan.
7
b. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pelayanan skrining
kesehatan lanjut usia serta meningkatkan komunikasi antara
masyarakat lanjut usia.
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
8
puskesmas tetap melaksanakan kegiatan pelayanan dasar yang menjadi
kesepakatan nasional.1
Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan
untuk mewujudkan masyarakat yang:
a. Memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat;
b. Mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu;
c. Hidup dalam lingkungan yang sehat;
d. Memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat.
Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan Puskesmas mendukung
terwujudnya Kecamatan sehat. Puskesmas memiliki 6 prinsip penyelenggaraan,
yaitu :
a. Paradigma sehat :
Puskesmas mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk
berkomitmen dalam upaya mencegah dan mengurangi resiko
kesehatan yang dihadapi individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat.
b. Pertanggungjawaban wilayah :
Puskesmas menggerakkan dan bertanggung jawab terhadap
pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya.
c. Kemandirian masyarakat :
Puskesmas mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu,
keluarga, kelompok, dan masyarakat.
d. Pemerataan :
Puskesmas menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang dapat
diakses dan terjangkau oleh seluruh masyarakat di wilayah kerjanya
secara adil tanpa membedakan status sosial, ekonomi, agama, budaya
dan kepercayaan.
e. Teknologi tepat guna :
Puskesmas menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan
memanfaatkan teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan
pelayanan, mudah dimanfaatkan dan tidak berdampak buruk bagi
lingkungan.
f. Keterpaduan dan Kesinambungan :
9
Puskesmas mengintegrasikan dan mengoordinasikan penyelenggaraan
UKM dan UKP lintas program dan lintas sektor serta melaksanakan
Sistem Rujukan yang didukung dengan manajemen Puskesmas.
10
B. Penyelenggaraan UKP (Upaya Kesehatan Perseorangan) tingkat pertama
di wilayah kerjanya. Dalam menyelenggarakan fungsi sebagai UKP,
Puskesmas berwenang untuk :
a. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dasar secara
komprehensif, berkesinambungan, dan bermutu.
b. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan
upaya promotif dan preventif.
c. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang berorientasi pada
individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
d. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan
keamanan dan keselamatan pasien, petugas, dan pengunjung.
e. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan prinsip
koordinatif dan kerja sama inter dan antar profesi.
f. Melaksanakan rekam medis.
g. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu
dan akses Pelayanan Kesehatan.
h. Melaksanakan peningkatan kompetensi Tenaga Kesehatan.
i. Mengoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas
pelayanan kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya.
j. Melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis
dan sistem rujukan.
Selain menyelenggarakan fungsi yang telah disebutkan di atas, Puskesmas
juga berfungsi sebagai wahana pendidikan Tenaga Kesehatan.
Peran puskesmas adalah sebagai ujung tombak dalam mewujudkan
kesehatan nasional secara komphrensif. Tidak sebatas pada aspek kuratif dan
rehabilatatif saja seperti rumah sakit. Puskesmas merupakan salah satu jenis
organisasi yang sangat dirasakan oleh masyarakat umum. Seiring dengan
semangat reformasi dan otonomi daerah maka banyak terjadi perubahan yang
mendasar dalam sektor kesehatan yaitu terjadinya perubahan paradigma
pembangunan kesehatan menjadi paradigma sehat. Dengan paradigma baru ini,
mendorong terjadi perubahan konsep yang sangat mendasar dalam pembangunan
kesehatan, antara lain:1
1) Pembangunan kesehatan yang semula lebih menekankan pada upaya
kuratif dan rehabilitatif menjadi lebih fokus pada upaya preventif dan
kuratif tanpa mengabaikan kuratif-rehabilitatif.
2) Pelaksanaan upaya kesehatan yang semula lebih bersifat terpilah-pilah
(fragmented) berubah menjadi kegiatan yang terpadu (integrated).
11
3) Sumber pembiayaan kesehatan yang semula lebih banyak dari
pemerintah berubah menjadi pembiayaan kesehatan lebih banyak dari
masyarakat.
4) Pergeseran pola pembayaran dalam pelayanan kesehatan yang semula
fee for service menjadi pembayaran secara pra-upaya.
5) Pergeseran pemahaman tentang kesehatan dari pandangan komsutif
menjadi investasi.
6) Upaya kesehatan yang semula lebih banyak dilakukan oleh
pemerintah akan bergeser lebih banyak dilakukan oleh masyarakat
sebagai mitra pemerintah (partnership).
7) Pembangunan kesehatan yang semula bersifat terpusat (centralization)
menjadi otonomi daerah (decentralization).
8) Pergeseran proses perencanaan dari top down menjadi bottom up
seiring dengan era desentralisasi.
12
jenis kelamin, umur, sejak pembuahan dalam kandungan sampai meninggal.5
Berikut ini akan ditampilkan upaya kesehatan wajib dalam bentuk tabel,
yaitu:
13
Pertolongan Cakupan linakes
persalinan
MTBS Cakupan MTBS
Imunisasi Cakupan imunisasi
4 Keluarga Berencana Pelayanan Cakupan MKET
Keluarga Berencana
5 Pemberantasan penyakit Diare Cakupan kasus diare
menular ISPA Cakupan kasus
ISPA
14
Upaya kesehatan pengembangan puskesmas dapat pula bersifat upaya
inovasi yaitu upaya lain di luar upaya puskesmas tersebut di atas yang sesuai
dengan kebutuhan. Pengembangan dan pelaksanaan upaya inovasi ini adalah
dalam rangka mempercepat tercapainya visi puskesmas.6
Pemilihan upaya kesehatan pengembangan ini dilakukan oleh puskesmas
bersama dinas kesehatan kabupaten/kota dengan mempertimbangkan masukan
dari Konkes/BPKM/BPP. Upaya kesehatan pengembangan dilakukan apabila
upaya kesehatan wajib puskesmas telah terlaksana secara optimal dalam arti target
cakupan serta peningkatan mutu pelayanan telah tercapai. Penetapan upaya
kesehatan pengembangan pilihan puskesmas ini dilakukan oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota. Dalam keadaan tertentu upaya kesehatan pengembangan
puskesmas dapat pula ditetapkan sebagai penugasan oleh dinas kabupaten/kota.6
Apabila puskesmas belum mampu menyelenggarakan upaya kesehatan
pengembangan, padahal telah menjadi kebutuhan masyarakat, maka dinas
kesehatan kabupaten/kota bertanggung jawab dan wajib menyelenggarakannya.
Untuk itu dinas kesehatan kabupaten/kota perlu dilengkapi dengan berbagai unit
fungsional lainnya.6
Kegiatan upaya kesehatan dasar dan upaya kesehatan pengembangan di
Puskesmas adalah :
15
pemikirannya adalah pentingnya menerapkan prinsip dasar dari setiap fungsi
puskesmas dalam menyelenggarakan setiap upaya puskesmas, baik upaya
kesehatan wajib maupun upaya kesehatan pengembangan. Asas penyelenggaran
puskesmas yang dimaksud adalah :
16
9. Pembinaan Pengobatan Tradisional : Tanaman Obat Keluarga
(TOGA), Pembinaan Pengobatan Tradisional (Battra).
17
IV. Perbaikan Gizi : keterpaduan sektor kesehatan dengan camat,
lurah/kepala desa, pendidikan, agama, pertanian, koperasi, dunia
usaha dan organisasi kemasyarakatan.
V. Kesehatan Kerja : keterpaduan sektor kesehatan dengan dengan
camat, lurah, kepala desa, tenaga kerja dan dunia usaha.
18
I. Rujukan sarana dan logistik, antara lain peminjaman peralatan
fogging, peminjaman alat laboratorium kesehatan, peminjaman
alat audio visual, bantuan obat, vaksin, bahan habis pakai dan
bahan pakaian.
II. Rujukan tenaga, antara lain tenaga ahli untuk penyidikan
kejadian luar biasa, bantuan penyelesaian masalah hukum
kesehatan, gangguan kesehatan karena bencana alam.
III. Rujukan operasional, yakni menyerahkan sepenuhnya
kewenangan dan tanggung jawab penyelesaian masalah
kesehatan masyarakat dan atau penyelenggaraan kesehatan
masyarakat ke periode dinas kesehatan kabupaten/kota. Rujukan
operasional diselenggarakan apabila puskesmas tidak mampu.
19
Ada tiga tatanan yang bisa diukur yaitu :
a. Tatanan sekolah
b. Tatanan tempat kerja
c. Tatanan tempat-tempat umum
2) Pusat pemberdayaan masyarakat
Segala upaya fasilitasi yang bersifat non-instruktif guna meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar mampu mengidentifikasi
masalah, merencanakan & melakukan pemecahannya dengan memanfaatkan
potensi setempat dan fasilitas yang ada, baik instansi lintas sektoral maupun
LSM dan tokoh mayarakat.
Fungsi ini dapat diukur dengan beberapa indikator:
i. Tumbuh kembang, Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM)
ii. Tumbuh dan kembangnya LSM di bidang kesehatan
iii. Tumbuh dan berfungsinya konsil kesehatan kecamatan atau BPKM
(Badan Peduli Kesehatan Masyarakat) atau BPP (Badan Penyantun
Puskesmas).
3) Pusat pelayanan kesehatan strata pertama
Indikator keberhasilan fungsi ini dapat dikelompokkan ke dalam IPMS
(Indikator Potensi Masyarakat Sehat), yang terdiri dari cakupan dan kualitas
program puskesmas. IPMS minimal mencakup seluruh indikator cakupan
upaya kesehatan wajib dan kualitas atau mutu pelayanan kesehatan.
b. Pengertian
Pelayanan skrining kesehatan warga negara usia 60 tahun ke atas sesuai
standar adalah :
20
A. Dilakukan sesuai kewenangan oleh :
1. Dokter;
2. Bidan;
3. Perawat;
4. Nutrisionis/Tenaga Gizi;
5. Kader Posyandu lansia/Posbindu
B. Pelayanan skrining kesehatan diberikan di Puskesmas dan jaringannya,
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, maupun pada kelompok lansia,
bekerja sama dengan pemerintah daerah.
C. Pelayanan skrining kesehatan minimal dilakukan sekali setahun.
D. Lingkup skrining adalah sebagai berikut :
Deteksi hipertensi dengan mengukur tekanan darah.
Deteksi diabetes melitus dengan pemeriksaan kadar gula darah.
Deteksi kadar kolesterol dalam darah
Deteksi gangguan mental emosional dan perilaku, termasuk
kepikunan menggunakan Mini Cog atau Mini Mental Status
Examination (MMSE)/Test Mental Mini atau Abreviated Mental
Test (AMT) dan Geriatric Depression Scale (GDS).
Pengunjung yang ditemukan memiliki faktor risiko wajib
dilakukan intervensi secara dini. Pengunjung yang ditemukan menderita
penyakit wajib ditangani atau dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan
yang mampu menanganinya.
21
e. Contoh Penghitungan
Di Kabupaten “G” terdapat 2500 warga negara berusia 60 tahun ke atas.
Hasil rekapitulasi selama setahun, jumlah penduduk usia 60 tahun ke atas yang
mendapatkan skrining kesehatan sesuai standar sebanyak 1970.Rekapitulasi di
Kabupaten “G” pada akhir tahun dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2.2 Rekapitulasi Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Usia Lanjut
22
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota harus mempunyai strategi untuk menjangkau
seluruh warga negara usia 60 tahun ke atas agar seluruhnya dapat memperoleh
pelayanan skrining sesuai standar setahun sekali.
f. Target
Capaian kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam upaya skrining
kesehatan sesuai standar pada warga negara usia 60 tahun ke atas di wilayah
kerjanya adalah 100 persen.
23
10. Sebaiknya pengukuran dilakukan 2 kali. Pengukuran ke-2 setelah selang
waktu 2 (dua) menit.
11. Jika perbedaan hasil pengukuran ke-1 dan ke-2 adalah 10 mmHg atau lebih
harus dilakukan pengukuran ke-3.
12. Apabila responden tidak bisa duduk, pengukuran dapat dilakukan dengan
posisi berbaring, dan catat kondisi tersebut di lembar catatan.
a. Manset tensimeter dipasang (diikatkan) pada lengan atas. Manset
sedikitnya harus dapat melingkari 2/3 lengan atas dan bagian bawahnya
sekitar 2 jari di atas daerah lipatan lengan atas untuk mencegah kontak
dengan stetoskop.
b. Stetoskop ditempatkan pada lipatan lengan atas (pada arteri brakhialis
pada permukaan ventral/depan siku agak ke bawah manset tensimeter).
c. Sambil mendengarkan denyut nadi, tekanan dalam tensimeter dinaikkan
dengan memompa sampai tidak terdengar lagi. Kemudian tekanan di
dalam tensimeter diturunkan pelan-pelan.
d. Pada saat denyut nadi mulai terdengar kembali, baca tekanan yang
tercantum dalam tensimeter, tekanan ini adalah tekanan atas (sistolik).
e. Suara denyutan nadi selanjutnya menjadi agak keras dan tetap terdengar
sekeras itu sampai suatu saat denyutannya melemah atau menghilang sama
sekali. Pada saat suara denyutan yang keras itu melemah, baca lagi tekanan
dalam tensimeter, tekanan itu adalah tekanan bawah (diastolik).
f. Tekanan darah orang yang diperiksa adalah rata-rata pengukuran yang
dilakukan sebanyak 2 kali.
24
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka
dapat digolongkan ke dalam kelompok Toleransi Glukosa Terganggu (TTGO) atau
Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT).
Tes Toleransi Glukosa Oral dilakukan dengan standar WHO,
menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gr glukosa anhidrus yang
dilarutkan ke dalam air.
Interpretasi dari hasil yang diperoleh :
a. TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah beban antara 140-199 mg/dl
(7,8-11,0 mmol/L)
b. GDPT : glukosa darah puasa antara 100 – 125 mg/dl (5,6-6,9 mmol/L)
25
6) Setiap botol strip pada gula darah, asam urat & kolestrol terdapat chip test.
7) Gunakan chip asam urat untuk test asam urat & chip kolestrol untuk test
kolestrol, Chip gula untuk test Gula.
8) Pada layar akan muncul angka/kode sesuai pada botol strip.
9) Setelah itu akan muncul gambar tetes darah & kedip-kedip.
10) Masukan jarum pada lancing/alat tembak berbentuk pen & atur kedalaman
jarum sesuai nomor.
11) Gunakan tisu alkohol untuk membersihkan ujung jari anda.
12) Tembakkan jarum pada ujung jari & tekan supaya darah keluar.
13) Darah disentuh pada tepi samping strip & bukan ditetes diatas tengah strip
alat test darah EasyTouch.
14) Sentuh pada bagian garis yang ada tanda panah.
15) Darah akan langsung meresap sampai ujung strip & bunyi beep.
16) Tunggu sebentar, hasil akan keluar beberapa detik pada layar.
17) Cabut jarumnya dari lancing juga stripnya & buang.
18) Chip di simpan ke botol lagi.
19) Tutup rapat botol strip apabila tidak dipakai.
20) Perhatikan masa expired / kadaluarsa pada setiap strip .
26
2.2.4.1 The Mini Mental State Examination (MMSE)
Di Amerika Serikat, Kanada, dan Inggris, psikogeriatris menggunakan the
Mini Mental State Examination (MMSE) sebagai instrumen untuk menilai
kognitif pasien. MMSE menggunakan instrumen penilaian 30 poin. Instrumen ini
pertama dikembangkan sebagai skrining kelainan kognitif untuk membedakan
antara kelainan organik dan non organik (misalnya schizophrenia). Pada saat ini,
MMSE merupakan metode untuk skrining dan monitoring perkembangan
demensia dan delirium. MMSE berkorelasi baik dengan skor tes skrining kognitif
yang lain. Waktu yang dibutuhkan rata-rata 8 menit dengan rentang 4-21 menit.
Skor MMSE umumnya menurun dengan bertambahnya usia. Skor 30 tidak selalu
berarti fungsi kognitif normal dan skor nol bukan berarti tidak ada kognisi secara
absolut. Tes ini tidak punya kapasitas mencukupi untuk tes fungsi frontal/
eksekutif atau fungsi visuospasial (khususnya parietal kanan). Tugas segilima
pada MMSE memerintahkan pasien menirukan gambar dan tidak menilai
kemampuan merencanakan. Sebagai akibatnya tes ini mempunyai keterbatasan
untuk mendeteksi demensia non Alzheimer, seperti kelainan kognitif pasca stroke,
dan demensia frontotemporal atau subkortikal pada fase awal.9
27
dapat mengulang semuanya, sampai 6 kali percobaan. Catat jumlah percobaan
yang digunakan pasien untuk mempelajari kata-kata tersebut. Jika pasien tetap
tidak dapat mengulangi ketiga kata tersebut, berarti pemeriksa harus menguji
ingatan pasien tersebut. Setelah menyelesaikan tugas tersebut, pemeriksa
memberitahukan kepada pasien agar mengingat ketiga kata tersebut, karena akan
ditanyakan sebentar lagi.
c. Perhatian dan kalkulasi (5 poin)
Pasien diperintahkan untuk menghitung mundur dari 100 dengan selisih 7.
hentikan setelah 5 angka. Skor berdasarkan jumlah angka yang benar. Jika pasien
tidak dapat atau tidak dapat mengerjakan tugas tersebut, maka dapat digantikan
dengan mengeja kata ”DUNIA” dari belakang. Cara menilainya adalah
menghitung kata yang benar. Contohnya jika menjawab “AINUD” maka diberi
nilai 5, tetapi jika menjawab “AINDU” diberi nilai 3.
d. Ingatan (3 poin)
Pasien diperintahkan untuk mengucapkan 3 kata yang diberikan sebelumnya
kepada pasien dan disuruh mengingatnya. Pemberian skor dihitung berdasarkan
jumlah jawaban yang benar.
e. Bahasa dan praktek (9 poin)
1. Penamaan : Pasien ditunjukkan arloji dan diminta menyebutkannya. Ulangi
dengan menggunakan pensil. Skor 1 poin setiap nama benda yang benar (0-2).
2. Repetisi (pengulangan) : Pasien diminta untuk mengulangi sebuah kalimat yang
diucapkan oleh penguji pada hanya sekali kesempatan. Skor 0 atau 1.
3. Perintah 3 tahap : pasien diberikan selembar kertas kosong, dan diperintahkan,
” Taruh kertas ini pada tangan kanan anda, lipat menjadi 2 bagian, dan taruh di
lantai”. Skor 1 poin diberikan pada setiap perintah yang dapat dikerjakan dengan
baik (0-3).
4. Membaca : Pasien diberikan kertas yang bertuliskan ”Tutup mata anda”
(hurufnya harus cukup besar dan terbaca jelas oleh pasien. Pasien diminta untuk
membaca dan melakukan apa yang tertulis. Skor 1 diberikan jika pasien dapat
melakukan apa yang diperintahkan. Tes ini bukan penilaian memori, sehingga
penguji dapat mendorong pasien dengan mengatakan ”silakan melakukan apa
yang tertulis” setelah pasien membaca kalimat tersebut.
5. Menulis : Pasien diberikan kertas kosong dan diminta menuliskan suatu
kalimat. Jangan mendikte kalimat tersebut, biarkan pasien menulis spontan.
28
Kalimat yang ditulis harus mengandung subjek, kata kerja dan membentuk suatu
kalimat. Tata bahasa dan tanda baca dapat diabaikan.
6. Menirukan : pasien ditunjukkan gambar segilima yang berpotongan, dan
diminta untuk menggambarnya semirip mungkin. Kesepuluh sudut harus ada dan
ada 2 sudut yang berpotongan unruk mendapatkan skor 1 poin. Tremor dan rotasi
dapat diabaikan.
29
kognisi yang berhubungan dengan perkembangan pasca operatif pada delirium.
Pada pasien usia lanjut, tes ini dapat dikerjakan dalam 3 menit. Terdapat versi 4
pertanyaan AMT (AMT4), dengan pertanyaan tentang umur, tanggal lahir, tempat,
dan tahun saja. Tes ini lebih cepat, lebih mudah digunakan, dan lebih mudah
diingat oleh pemeriksa. Sehingga lebih meningkatkan kemungkinan penggunaan
tes ini secara rutin pada pasien usia lanjut di rumah sakit yang sibuk atau di
UGD.12
30
pengamatan mengenai berat badan dan perubahan berat badan 6 bulan atau 2
minggu terakhir, ada tidaknya gangguan gastrointestinal, ada tidaknya ggangguan
fungsional, status metabolik dari penyakit,ada tidaknya muscle wasting dan
edema.
Kuesioner MNA terdiri atas 18 pertanyaan yang terbagi dalam empat
komponen: penilaian antropometri, penilaian 3 asupan makanan, penilaian secara
umum mengenai gaya hidup dan penilaian secara subjektif. Skor MNA bersifat
reliabel dan dapat diandalkan untuk mendeteksi risiko terjadinya malnutrisi yang
kemudian dihubungkan ke dalam penilaian kualitas hidup dari lansia. Kesimpulan
pemeriksaan Mini Nutritional Assesment (MNA) adalah menggolongkan pasien
atau lansia dalam keadaan status gizi baik, beresiko malnutrisi atau malnutrisi
berat. MNA mempunyai dua bagian besar yaitu screening dan assessment, dimana
penjumlahan semua skor akan menentukan seorang lansia pada status gizi baik,
beresiko malnutrisi, atau malnutrisi.12
31
dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Seiring dengan proses menua tersebut,
tubuh akan mengalami berbagai masalah kesehatan atau yang biasa disebut
sebagai penyakit degeneratif. Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir
perkembangan pada daur kehidupan manusia.
Menurut World Health Organisation (WHO), lansia adalah seseorang yang
telah memasuki usia 60 tahun ke atas. Lansia merupakan kelompok umur pada
manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok
yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process
atau proses penuaan. Sedangkan, Menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13
Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang
telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.
Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapan-
tahapanmenurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengansemakin
rentannya tubuh terhadap berbagai serangan penyakit yang dapatmenyebabkan
kematian misalnya pada sistem kardiovaskuler dan pembuluh darah, pernafasan,
pencernaan, endokrin dan lain sebagainya.Hal tersebut disebabkan seiring
meningkatnya usia sehingga terjadiperubahan dalam struktur dan fungsi sel,
jaringan, serta sistem organ.Perubahan tersebut pada umumnya mengaruh pada
kemundurankesehatan fisik dan psikis yang pada akhirnya akan berpengaruh
padaekonomi dan sosial lansia. Sehingga secara umum akan berpengaruh pada
activity of daily living.
32
b. Usia lanjut dini (senescen) yaitu kelompok yang mulai memasukimasa
usia lanjut dini (usia 60-64 tahun)
c. Lansia berisiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif(usia
>65 tahun)
2.3.3 Masalah-Masalah Kesehatan Yang Sering Terjadi Pada Lansia
Masalah-masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia
akibatperubahan sistem, antara lain:
a. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem pernafasan, antara lain
:Penyakit Paru Obstruksi Kronik, Tuberkulosis, Influenza dan Pneumonia.
b. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem kardiovaskuler, antara
lain :Hipertensi, Penyakit Jantung Koroner, Cardiac Heart Failure.
c. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem neurologi, seperti
CerebroVaskuler Accident.
d. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem musculoskeletal, antara lain
:Osteoarthritis, Rheumatoid Arthritis, Gout Artritis, Osteporosis.
e. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem endokrin, seperti DM.
f. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem sensori, antara lain :
Katarak,Glaukoma, Presbikusis.
g. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem pencernaan, antara lain
:Ginggivitis / Periodontis, Gastritis, Hemoroid, Konstipasi.
h. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem reproduksi dan
perkemihan,antara lain : Menoupause, BPH, Inkontinensia.
i. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem integumen, antara lain
:Dermatitis Seborik, Pruritus, Candidiasis, Herpes Zoster, Ulkus
EkstremitasBawah, Pressure Ulcers.
j. Lansia dengan masalah Kesehatan jiwa, seperti Demensia.
33
3. Alat tulis
4. Formulir-formulir, buku register poli
5. Sterilisator
Prosedur pra pelayanan yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Petugas datang jam 07.00 WIB
2. Petugas memastikan meja periksa bersih
3. Petugas memastikan bed periksa bersih
4. Petugas memastikan lemari dan rak bersih
5. Petugas memastikan westafel bersih
6. Petugas memastikan lantai bersih
7. Petugas memastikan timbangan berfungsi
8. Petugas memastikan alat-alat periksa bersih dan berfungsi ( stetoskop,
termometer, tensimeter dll)
9. Petugas memastikan alat tindakan medis steril
10. Petugas memastikan resep tersedia
11. Petugas memastikan bahan habis pakai tersedia
12. Petugas memastikan formulir-formulir tersedia (rujukan eksternal,
rujukan internal, surat sehat, surat sakit)
13. Petugas memastikan buku register harian
34
melibatkan peran serta para lansia, keluarga, tokoh masyarakat dan
organisasi sosial dalam penyelenggaraannya.
35
b. Organisasi sosial yang bergerak dalam pembinaan lansia
dan masyarakat luas
2.4.5 Tingkat Perkembangan Kelompok Lansia
Tingkat Perkembangan Kelompok Lansia dapat digolongkan menjadi 4
tingkatan yaitu : Penentuan tingkat perkembangan kelompok Lansia
didasarkanindikator terendah yang terdiri dari pratama, madya, purnama
dan mandiri.
1. Kelompok lansia pratama adalah kelompok yang belum mantap,
kegiatan yang terbatas dan tidak rutin setiap bulan dengan
frekuensi < 8 kali, jumlah kader aktif terbatas, serta masih
memerlukan dukungan dan dari pemerintah.
2. Kelompok lansia madya adalah kelompok yang telah
berkembang dan melaksanakan kegiatan hampir setiap bulan
paling sedikit 8 kali setahun, jumlah kader aktif lebih dari 3 dengan
cakupan program ≤ 50% serta masih memerlukan dukungan dana
dari pemerintah.
3. Kelompok lansia purnama adalah kelompok yang sudah mantap
dan melaksanakan kegiatan secara lengkap paling sedikit 10 kali
stahun dengan beberapa kegiatan tambahan diluar kesehatan dan
cakupan lebih tinggi (≥60%).
4. Kelompok lansia mandiri adalah kelompok purnama dengan
kegiatan tambahan yang beragam dan telah mampu membiayai
kegiatannya dengan dana sendiri.
36
2. Meja 2 : Pemeriksaan status kesehatan dan indeks massa tubuh
lansia
a) Lansia membawa kartu status kesehatan menuju meja 2
untuk dilakukan pemeriksaan oleh kader kesehatan anggota
Pokjakes.Pemeriksaan yang dilakukan meliputi :
1. Pengukuran tinggi badan dan penimbangan berat badan,
sekaligus ditentukan IMT lansia
2. Pemeriksaan tekanan darah,denyut nadi dan suhu
3. Pemeriksaan fisik yang lain, misalnya gigi, mulut, paru,
jantung dll
4. Anamnese keluhan kesehatan lansia
b) Semua hasil pemeriksaan ditulis ke dalam kartu status
kesehatan lansia diikuti pembubuhan tanda tangan
pemeriksa
c) Dilakukan pengisian KMS oleh petugas
d) Lansia menuju meja 3 untuk dilakukan penilaian
kemandiriannya dengan tetap membawa kartu status
kesehatan dan KMS.
37
a) Lansia menuju meja 4 untuk dilakukan penyuluhan dan
pemberian makanan tambahan oleh kader kesehatan
anggota Pojakes.
b) Penyuluhan atau Health Education yang dilakukan secara
individual sesuai dengan permasalahan lansia secara umum,
khususnya dan merujuk padatingakat kemandirian lansia.
c) Lansia menuju meja 5 untuk diberikan pelayanan kesehatan
yaitu pengobatan.
38
prinsipnya pelatihan dilaksanakan untuk meningkatkan pengetahuan,
ketrampilan dan sikap individu, tim dan organisasi.
39
distribusi petugas dan fasilitas kesehatan yng memadai, serta infrastrusktur
komunikasi dan transportasi yang belum dikembangkan secara memadai.
Sumber kesehatan secara tidak proporsional lebih banyak
dimanfaatkan untuk daerah perkotaan dibandingkan pelayanan primer di
pedesaan, sehingga yang terjadi adalah ketidakadilan pelayanan di daerah
perkotaan dan pedesaan. Jarak membatasi kemampuan dan kemauan lansia
untuk mencari pelayanan, terutama jika sarana transportasi yang tersedia
terbatas, komunikasi sulit dan didaerah tersebut tidak tersedia tempat
pelayanan.
Adapun kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan pelayanan
kesehatan terhadap lansia adalah :
a) Kegiatan Promotif : Memberikan penyuluhan tentang perilaku
hidup sehat, gizi, penyakit degeneratif, kebugaran jasmani,
pemeliharaan kemandirian serta produktivitas lanjut usia.
b) Kegiatan Preventif : Kegiatan yng bertujuan untuk mencegah
sendini mungkin terjadinya penyakit dan komplikasi melalui
deteksi dini dan pemantauan kesehatan lansia. Kegiatan ini dapat
dilakukan dikelompok lansia/posbindu dengan menggunakan kartu
menuju sehat (KMS) lanjut usia
c) Kegiatan kuratif : Kegiatan pengobatan ringan bagi lansia yang
sakit dapat dilakukan di Puskesmas serta bagi yang membutuhkan
penanganan dengan fasilitas lebih lengkap dapat dirujuk ke Rumah
Sakit.
d) Kegiatan Rehabilitatif : Kegiatan ini dapat berupa upaya medis,
psikososial, edukatif maupun upaya lain yang dapat semaksimal
mungkin mengembalikan kemampuan fungsional dan kepercayaan
diri lansia.
40
BAB 3
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
41
No. Indikator SPM Target Capaian Masalah
1 Pelayanan kesehatan ibu 100% 94,04% Kesadaran masyarakat
hamil masih kurang
Pelayanan antenatal dengan Terdapat pasien yang
memenuhi kriteria 10 T, lebih memilih
minimal 4 kali selama memeriksakan
kehamilan kandungannya rutin
ke spesialis
kandungan dengan
biaya sendiri
2 Pelayanan kesehatan ibu 100% 98,11% Terdapat pasien yang
bersalin dirujuk namun tidak
Pelayanan persalinan normal kembali lagi ke
sesuai PMK No.97 Tahun Puskesmas.
2014
3 Pelayanan kesehatan bayi 100% 5,02% Pelayanan ini
baru lahir dikerjakan di FKTL
Pelayanan yang diberikan dan data didapatkan
pada bayi usia 0-28 hari dan dari FKTL. Namun
mengacu kepada Pelayanan tidak semua FKTL
Neonatal Esensial sesuai yang jadi tempat
PMK No.25 Tahun 2014 rujukan berada di
wilayah kerja
Puskesmas Pasundan
4 Pelayanan kesehatan balita 100% belum Kegiatan sudah
Pelayanan kesehatan yang ada data dilakukan. Namun
diberikan kepada anak pencatatan sesuai
berusia 0-59 bulan SPM belum ada
5. Pelayanan Kesehatan pada 100% Belum Kegiatan sudah
usia pendidikan dasar ada data dilakukan. Namun
Penjaringan kesehatan yang pencatatan sesuai
meliputi penilaian status gizi, SPM belum ada
penilaian tanda vital,
penilaian kesehatan gigi dan
mulut, penilaian ketajaman
indera pendengaran dengan
garpu tala. Minimal 1 kali
pada kelas 1 dan kelas 7
6 Pelayanan kesehatan pada 100% 0% Belum adanya poli
usia produktif khusus usia produktif
Warga negara Indonesia usia di Puskesmas
15–59 tahun mendapatkan Pasundan.
skrining kesehatan (minimal Belum terdapat
1 tahun sekali) yaitu program yang
a. deteksi obesitas (TB dan terstruktur untuk
BB dan LP) mewujudkan
b. deteksi hipertensi (TD) pelayanan kesehatan
c. deteksi DM (gula darah) pada usia produktif
42
d.Gangguan mental meskipun beberapa
emosional dan perilaku dari poin skrining
e. Pemeriksaan ketajaman sudah diterapkan di
penglihatan Poli Umum
f. Pemeriksaan ketajaman Puskesmas Pasundan
pendengaran
g. Deteksi dini kanker
dengan IVA untuk wanita
usia 30-59 tahun
43
kegiatan rumah tangga dan mengantar juga ke RS
aktivitas bekerja sederhana Atma Husada, atau
b. tindakan kebersihan diri tidak mengambilkan
ODGJ berat obat pasien.
11 Pelayanan kesehatan orang 100% 97% Terkendala di pasien
dengan TB yang pindah domisili
a. Penegakan diagnosis TB
secara bakteriologis dan
klinis
b. Pemantauan kemajuan
pengobatan pada akhir
pengobatan intensif, bulan ke
5, dan akhir pengobatan
c. pengobatan dengan
menggunakan OAT dengan
panduan OAT standar
12 Pelayanan kesehatan orang 100% 100% tidak terdapat masalah
dengan risiko terinfeksi
HIV
Pemeriksaan HIV terhadap
orang beresiko terinfeksi
HIV yang datang ke
fasyankes
44
Prioritas masalah diurutkan berdasarkan hasil penambahan yang paling
besar dari ketiga hal tersebut (U+S+G) dan disusun dalam bentuk matriks pada
Tabel 3.3.
45
2. Rendahnya Capaian Keluarga Pasien -Tidak terskriningnya
Pelayanan Kesehatan Jasa Fasilitas Kesehatan tekanan darah, gula
Usia Produktif Pemberi Lapangan
darah, status mental,
Pekerjaan penglihatan,
Pemerintah (GO) pendengaran, dan
kanker serviks dapat
menyebabkan
gagalnya penanganan
dini dari penderita HT,
DM, gangguan
penglihatan, ganguan
pendengaran, dan
kanker serviks.
-Berisiko mengalami
komplikasi serius dari
penyakit tersebut di
atas yang akan
menambah
pembiayaan untuk
penanganan
komplikasi dari
penyakit tersebut.
-Bagi penderita yang
bekerja akan
mempengaruhi kinerja
nya jika terlambat
ditangani secara dini
-Tidak ada data yang
akurat untuk
memonitor kesehatan
peserta usia produktif
3. Rendahnya Capaian Pasien dan Keluarga -Berisiko mengalami
Pelayanan Penderita DM Pemberi Lapangan komplikasi serius dari
Pekerjaan penyakit DM yang
Jasa Fasilitas Kesehatan akan menambah
Pemerintah (GO) pembiayaan untuk
penanganan
komplikasi dari
penyakit DM.
-Bagi penderita yang
bekerja akan
mempengaruhi kinerja
nya jika tidak
dimonitoring dengan
baik.
-Tidak ada data yang
akurat untuk
memonitor kesehatan
46
peserta DM.
4. Rendahnya Capaian Pasien dan Keluarga -Berisiko mengalami
Pelayanan penderita HT Pemberi Lapangan komplikasi serius dari
Pekerjaan penyakit HT yang
Jasa Fasilitas Kesehatan akan menambah
Pemerintah (GO) pembiayaan untuk
penanganan
komplikasi dari
penyakit HT.
-Bagi penderita yang
bekerja akan
mempengaruhi kinerja
nya jika tidak
dimonitoring dengan
baik
5. Rendahnya Capaian Masyarakat -Beresiko melukasi
Pelayanan Penderita Jasa Fasilitas Kesehatan masyarakat
ODGJB Pemerintah (GO) -Beresiko menambah
pembiayaan oleh
asuransi pemerintah
apabila pasien melukai
dirinya atau orang
lain.
3.1.3 Fishbone
47
3.1.4 Kegiatan Pokok dan Rincian Kegiatan
Tabel 3.5 Kegiatan Pokok dan Rincian Kegiatan
No. Kegiatan Pokok Rincian Kegiatan
1 Menentukan Masalah Melihat proses dan hasil
skrining pelayanan kesehatan
usia lanjut dari kunjungan di
Posyandu lansia
49
BAB 4
METODE MINI PROJECT
50
4.2.2 Kriteria Subjek
Subjek dalam penelitian ini adalah kader Posyandu Lansia Cendrawasih
yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
a) Kriteria Inklusi
Kader posyandu lansia cendrawasih yang aktif.
b) Kriteria Eksklusi
Kader posyandu lansia cendrawasih menolak untuk diikutsertakan
dalam penelitian.
51
accucheck/easytouch, kassa alkohol, jarum penusuk (lancet), dan test strip.
Kemudian gunakan kassa alkohol untuk membersihkan ujung jari yang akan
ditusuk dan tusukkan jarum, tempelkan ujung test strip ke bulatan darah sampai
merata. Kader yang sudah dilatih dianggap mampu bila melakukan pemeriksaan
laboratorium sederhana walaupun di bawah supervisi.
52
Gambar 7. Protokol Penelitian
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN MINI PROJECT
53
pelatihan yang telah disiapkan di pertemuan kader posyandu lansia Puskesmas
Pasundan. Dari pelatihan tersebut didapatkan data seperti yang tercantum dalam
Tabel 5.1 dan Tabel 5.2.
Tabel 5.2 Perubahan kinerja kader aktif posyandu lansia cendrawasih puskesmas
pasundan berdasarkan variabel pelatihan (pemeriksaan tekanan darah,
pemeriksaan laboratorium sederhana, dan pelaksanaan sistem 5 meja)
Karakteristik Sebelum Pelatihan Setelah Pelatihan
Pemeriksaan TD
-Kasmiati Belum Paham Paham
-Fariah Belum Paham Paham
-Sumiati Belum Paham Paham
-Sapiah Belum Paham Tidak Paham
-Aniah Tidak Aktif Tidak Aktif
Pemeriksaan Lab Sederhana
-Kasmiati Belum Paham Tidak Dilakukan
-Fariah Belum Paham Tidak Dilakukan
54
-Sumiati Belum Paham Tidak Dilakukan
-Sapiah Belum Paham Tidak Dilakukan
-Aniah Tidak Aktif Tidak Dilakukan
Pelaksanaan Sistem 5 Meja Belum Terlaksana Terlaksana
5.2 Pembahasan
Berdasarkan tabel 5.1 dan tabel 5.2 dapat dilihat bahwa kader posyandu
lansia cendrawasih terdiri dari 5 orang wanita yang 3 orang berusia 45-55
tahun, 2 orang berusia 56-60 tahun dan hanya 4 orang kader yang masih
aktif. Pendidikan terakhir 2 orang SMP, 2 orang SMA, dan 1 orang SD.
Semua kader bekerja sebagai IRT.
Setelah dilakukan intervensi melalui pelatihan kader, terlihat
perubahan kinerja kader posyandu lansia cendrawasih dari sebelumnya
yang dari 0 belum paham dalam melakukan pemeriksaan tekanan darah
menjadi sejumlah 3 orang paham dan terlaksananya posyandu dengan
sistem 5 meja. Untuk pemeriksaan laboratorium sederhana tidak dilakukan
dikarenakan kurangnya alat dan melihat latar belakang kader yang bukan
dari bidang medis juga berdasarkan PMK 67 tentang penyelenggaraan
pelayanan kesehatan lanjut usia bahwa pemeriksaan laboratorium
sederhana dilaksanakan/dilakukan oleh petugas kesehatan.
Hal ini menegaskan bahwa berdasarkan data di atas tidak ada
persyaratan yang spesifik untuk menjadi seorang kader posyandu lansia,
seperti yang disebut dalam panduan pelatihan kader posyandu bahwa
persyaratan peserta kader dari aspek fisik berupa pria/wanita berusia 18-50
tahun, berbadan sehat jasmani dan rohani, mau bekerja secara sukarela
mengelola posyandu dan dari aspek pendidikan kader posyandu, baik yang
lama maupun yang baru direkrut ataupun yang masih calon, berpendidikan
paling sedikit sekolah dasar atau yang sederajat.
55
BAB 6
PENUTUP
6.1 Simpulan
Berdasarkan hasil pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa
gambaran hasil kinerja kader posyandu lansia cendrawasih di Puskesmas
Pasundan sebelum dilakukan intervensi diketahui 0 orang kader yang belum
paham melakukan pemeriksaan tekanan darah dan setelah diintervensi terlihat
peningkatan sejumlah 3 orang kader yang paham melakukan pemeriksaan tekanan
darah, serta terlaksananya posyandu lansia dengan sistem 5 meja menunjukkan
bahwa dengan pelatihan kader posyandu lansia mengenai skrining lansia memberi
perubahan pada program kesehatan lansia sesuai SPM di posyandu lansia.
6.2 Saran
Saran yang penulis sampaikan adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan promosi mengenai skrining lansia sesuai SPM kepada
kader posyandu lansia.
2. Memantau setiap pelaksanaan posyandu lansia agar terus berjalan
sistem 5 meja.
56
3. Menambahkan alat, waktu, dan tempat serta petugas untuk membina
dan melatih kader dalam pelaksanaan pelatihan kader posyandu lansia.
4. Menambahkan jadwal untuk merefresh kembali tugas-tugas kader di
posyandu lansia.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ridio IA. Model Puskesmas Era Desentralisasi.2008.
2. Kementerian Kesehatan. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 43 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan. Departemen Kesehatan RI. 2016.
3. Puskesmas Pasundan. Lokakarya Mini Bulan Januari 2018. 2018.
4. Puskesmas Pasundan. Profil Puskesmas tahun 2017. 2017.
5. Effendi, Ferry. Makhfudli. Keperawatan Kesehatan Komunitas, Teori dan
Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.2009.
6. Trihono. Manajemen Puskesmas Berbasis Paradigma Sehat. Jakarta: CV
Sagung Seto. 2005.
7. Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure. The Seventh Report of the Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High
Blood Pressure (JNC-VII). Bethesda: NIH Publication; 2003.
8. James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman WC, Himmelfarb CD, Handler J, et
al. Evidence-Based Guideline for the Management of High Blood Pressure in
Adults Report From the Panel Members Appointed to the Eighth Joint
National Committee (JNC 8). Bethesda: NIH Publication 03-5233; 2014.
9. Kaplan HI, Saddock BJ, Grabb JA. Kaplan-Sadock Sinopsis Psikiatri Ilmu
Pengetahuan Prilaku Psikiatri Klinis. Tangerang: Bina Rupa Aksara; 2010.
57
10. Bickley LS. Buku Saku pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan Bates
Edisi 5. Jakarta: EGC; 2006.
11. American Diabetic Asociation. American Diabetic Asociation Guidelines
2010. Amerika. 2010.
12. Boedhi, Darmojo, R. Buku Ajar Geriatic (Ilmu Kesehatan Lanjut Usia) edisi
ke – 4. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2011.
13. Pokjanal. Modul Panduan Pelatihan Kader Posyandu. 2012. Available from :
http://dp2m.umm.ac.id/files/file/Modul%20Pelatihan%20Kader
%20Posyandu.pdf [Accessed 29 April 2018].
14. M. Rusmin, Emmi B, Nur HB. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Pemanfaatan Posyandu Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Somba Opu
Kabupaten Gowa Tahun 2015. Al-Sihah Public Health Science Journal. 2015
Januari; 3 (2): 9-18.
58
LAMPIRAN
Lampiran 1. Penyuluhan Kader Posyandu Lansia di Puskesmas Pasundan
59
60
Lampiran 3. Posyandu Lansia Cendrawasih dengan Sistem 5 Meja
61