Anda di halaman 1dari 59

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan mini project ini yang berjudul:
“PROGRAM UJI COBA PELATIHAN KADER POSYANDU LANSIA SESUAI
SPM TERHADAP PERUBAHAN KINERJA KADER POSYANDU LANSIA DI
PUSKESMAS PASUNDAN”
Tujuan penulisan laporan ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam
menyelesaikan tugas internsip. Dalam penyusunan laporan ini, banyak pihak yang telah
membantu dan memberi dorongan kepada penulis sehingga laporan ini dapat diselesaikan.
Pada kesempatan ini dengan penuh rasa hormat dan ketulusan hati penulis ingin
menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr.Panutri Sinaga selaku kepala
puskesmas pasundan dan dr. Deni Wardani selaku pembimbing yang telah meluangkan
waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis untuk menyelesaikan laporan ini.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada:
1. Ibu Ni Nyoman Artini selaku Kepala Tata Usaha Puskesmas Pasundan Kota
Samarinda.
2. Seluruh staf pegawai atas bantuan dan dukungan yang diberikan bagi penulis.
3. Teman-teman seperjuangan dokter internsip.
4. Sahabat-sahabat dan orang-orang terdekat atas bantuan, dukungan dan doa bagi
penulis selama menyelesaikan skripsi ini.
5. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan
bantuan baik moril maupun materil kepada penulis selama penyusunan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
segala saran dan kritik dari pembaca sangat diharapkan untuk kesempurnaan laporan ini.
Penulis berharap laporan ini dapat menambah pengetahuan tentang dunia kedokteran dan
bermanfaat bagi pembaca.

Samarinda, Mei 2018

Penulis

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah fasilitas pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya
kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya
promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.
Setiap pelayanan yang diberikan oleh puskesmas memiliki standar
pelayanan minimal yang mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43
tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan. Adapun
standar pelayanan minimal yang diatur antara lain pelayanan kesehatan ibu hamil,
pelayanan kesehatan ibu bersalin, pelayanan kesehatan bayi baru lahir, pelayanan
kesehatan balita, pelayanan kesehatan pada usia pendidikan dasar, pelayanan
kesehatan pada usia produktif, pelayanan kesehatan pada usia lanjut, pelayanan
kesehatan penderita hipertensi, pelayanan kesehatan penderita Diabetes Melitus,
pelayanan kesehatan orang dengan gangguan jiwa berat, pelayanan kesehatan
orang dengan TB, pelayanan kesehatan orang dengan risiko terinfeksi HIV.
Pernyataan standar pelayanan tersebut masing-masing adalah setiap ibu
hamil mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar, setiap ibu bersalin
mendapatkan pelayanan persalinan sesuai standar, setiap bayi baru lahir
mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar, setiap balita mendapatkan
pelayanan kesehatan sesuai standar, setiap anak pada usia pendidikan dasar
mendapatkan skrining kesehatan sesuai standar, setiap warga negara Indonesia
usia 15 s.d. 59 tahun mendapatkan skrining kesehatan sesuai standar, setiap warga
negara Indonesia usia 60 tahun ke atas mendapatkan skrining kesehatan sesuai
standar, setiap penderita hipertensi mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai
standar, setiap penderita diabetes melitus mendapatkan pelayanan kesehatan
sesuai standar, setiap orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) berat mendapatkan
pelayanan kesehatan sesuai standar, setiap orang dengan TB mendapatkan
pelayanan TB sesuai standar, setiap orang beresiko terinfeksi HIV (ibu hamil,
pasien TB, pasien IMS, waria/transgender, pengguna napza, dan warga binaan

4
lembaga pemasyarakatan) mendapatkan pemeriksaan HIV sesuai standar. Capaian
kinerja dari dua belas jenis layanan dasar tersebut masing-masing adalah 100%.
SPM merupakan hal minimal yang harus dilaksanakan oleh Pemda untuk
rakyatnya. Untuk itu dalam penetapan indikator SPM, Kementerian/Lembaga
Pemerintahan Non Kementerian agar melakukan pentahapan pada jenis
pelayanan, mutu pelayanan dan/atau sasaran/lokus tertentu. SPM merupakan salah
satu program strategis nasional. Pada Pasal 68 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa Kepala Daerah yang tidak melaksanakan
program strategis nasional akan dikenai sanksi yaitu sanksi administratif,
diberhentikan sementara selama 3 (tiga) bulan, sampai dengan diberhentikan
sebagai kepala daerah.2
Berdasarkan data yang didapat dari penelusuran di Puskesmas Pasundan
Kota Samarinda tahun 2017, capaian kinerja Puskesmas Pasundan Kota
Samarinda tahun 2017 untuk pelayanan kesehatan ibu hamil (94,04%), pelayanan
kesehatan ibu bersalin (98,11), pelayanan kesehatan bayi baru lahir (5,02%),
pelayanan kesehatan balita (belum ada data), pelayanan kesehatan pada usia
pendidikan dasar (belum ada data), pelayanan kesehatan pada usia produktif (0%),
pelayanan kesehatan pada usia lanjut (0%), pelayanan kesehatan penderita
hipertensi (41,15%), pelayanan kesehatan penderita Diabetes Melitus (tidak ada
data), pelayanan kesehatan orang dengan gangguan jiwa berat (55%), pelayanan
kesehatan orang dengan TB (97%), pelayanan kesehatan orang dengan risiko
terinfeksi HIV (100%). Belum adanya data dimaksudkan belum terolahnya data
sesuai definisi operasional standar pelayanan minimal oleh pemegang program.
Berdasarkan data capaian kinerja tersebut terlihat bahwa angka pelayanan
kesehatan pada usia produktif dan usia lanjut sangat jauh dari target.3
Program pelayanan kesehatan yang ada di Puskesmas Pasundan Kota
Samarinda terbagi menjadi upaya kesehatan masyarakat esensial dan upaya
kesehatan pengembangan. Upaya kesehatan masyarakat esensial meliputi
pelayanan promosi kesehatan, pelayanan kesehatan lingkungan, pelayanan
kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana, pelayanan gizi, pelayanan
pencegahan dan pengendalian penyakit. Upaya kesehatan pengembangan meliputi
pelayanan kesehatan sekolah, pelayanan kesehatan olahraga, pelayanan kesehatan

5
tradisional, pelayanan kesehatan gigi masyarakat, dan pelayanan lansia. Pelayanan
penunjang puskesmas berupa laboratorium.4
Dari penelusuran data Puskesmas Pasundan Kota Samarinda didapatkan
persentase peserta lansia di wilayah kerja Puskesmas yang mendapatkan
pemeriksaan tekanan darah, gula darah sewaktu, dan pemeriksaan kolesterol total
di tahun 2017 yaitu 12%, 4%, dan 0%. Hal ini memperlihatkan adanya program
untuk peserta lanjut usia, namun tidak ada satupun peserta yang mendapatkan
pemeriksaan awal lengkap sesuai dengan SPM kesehatan usia lanjut.3
Capaian kinerja yang jauh dari target tersebut tidak hanya disebabkan oleh
satu hal. Berdasarkan hasil diskusi dengan pemegang program dan masyarakat,
antara lain tidak terlatihnya kader posyandu lansia dan pemegang program, tidak
adanya sistem prosedur operasional dan pengelolaan data yang sesuai dengan
SPM, serta tidak tersosialisasinya dimasyarakat mengenai hak peserta lanjut usia
untuk mendapatkan pemeriksaan awal sesuai standar setahun sekali.
Hal ini menjadi masalah yang membuat penulis menarik untuk
merumuskannya dan melakukan pelatihan kader posyandu lansia dalam rangka
meningkatan presentase capaian program lansia sesuai SPM di Puskesmas
Pasundan.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan:
1. Bagaimana gambaran hasil kinerja kader posyandu lansia terkait
pencapaian skrining lansia sesuai SPM di Puskesmas Pasundan?
2. Bagaimana perubahan kinerja kader posyandu lansia terkait
pencapaian skrining lansia setelah pelatihan di Puskesmas
Pasundan?

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran hasil kinerja kader posyandu lansia dan


perubahan kinerja kader posyandu lansia terkait pencapaian skrining lansia setelah
pelatihan di Puskesmas Pasundan.

6
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran hasil kinerja kader posyandu lansia terkait
pencapaian skrining lansia sesuai SPM di Puskesmas Pasundan?
b. Untuk mengetahui perubahan kinerja kader posyandu lansia terkait
pencapaian skrining lansia sesuai SPM di Puskesmas Pasundan.

1.4. Manfaat Penelitian


1.4.1. Manfaat Bagi Puskesmas
a. Meningkatnya deteksi dini yang dapat mencegah pengeluaran berlebih
untuk menanggulangi penyakit-penyakit pada peserta usia lanjut.
b. Sumber informasi mengenai gambaran jumlah lansia yang melakukan
pemeriksaan awal kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Pasundan
Samarinda.
c. Bertambahnya pengetahuan dan ketrampilan para kader dan tenaga
kesehatan mengenai pemeriksaan awal kesehatan lansia yang akan
mendukung upaya pemantauan kesehatan dan pengendalian penyakit
yang diderita lansia di wilayah kerja Puskesmas Pasundan Samarinda.
d. Dapat memberikan gambaran dan menjadi landasan yang esensial
dalam membuat rencana program, implementasi dan evaluasi suatu
kebijakan kesehatan di Puskesmas Pasundan Samarinda.

1.4.2. Manfaat Aplikatif dan Ilmiah


a. Meningkatkan pengalaman dan ketrampilan penulis dalam
menganalisis persoalan yang ada di masyarakat dan melakukan upaya
intervensi terkait pelayanan pada peserta lanjut usia.
b. Sebagai sarana pembelajaran dan aplikasi dari ilmu pengetahuan yang
telah diperoleh selama pendidikan kedokteran khususnya dalam
bidang kesehatan masyarakat.
c. Sebagai pemenuhan tugas dalam menjalankan program internsip
dokter Indonesia.

1.4.3. Manfaat Bagi Masyarakat


a. Memfasilitasi masyarakat, terutama lansia untuk melakukan
pemeriksaan awal kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan dan
mutu kehidupan untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berdaya
guna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat.

7
b. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pelayanan skrining
kesehatan lanjut usia serta meningkatkan komunikasi antara
masyarakat lanjut usia.

BAB 2
KAJIAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Umum Puskesmas


2.1.1. Definisi
Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama,
dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.
Seiring dengan semangat otonomi daerah maka puskesmas dituntut untuk
mandiri dalam menentukan kegiatan pelayanannya yang akan dilaksanakan tetapi
pembiayaannya tetap didukung oleh pemerintah. Sebagai organisasi pelayanan
mandiri, kewenangan yang dimiliki puskesmas juga meliputi kewenangan
merencanakan kegiatan sesuai masalah kesehatan diwilayahnya, kewenangan
menetukan kegiatan yang termasuk public goods atau private goods serta
kewenangan menentukan target kegiatan sesuai kondisi geografi puskesmas.
Jumlah kegiatan pokok puskesmas diserahkan pada setiap puskesmas sesuai
kebutuhan masyarakat dan kemampuan sumber daya yang dimiliki namun

8
puskesmas tetap melaksanakan kegiatan pelayanan dasar yang menjadi
kesepakatan nasional.1
Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan
untuk mewujudkan masyarakat yang:
a. Memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat;
b. Mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu;
c. Hidup dalam lingkungan yang sehat;
d. Memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat.
Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan Puskesmas mendukung
terwujudnya Kecamatan sehat. Puskesmas memiliki 6 prinsip penyelenggaraan,
yaitu :

a. Paradigma sehat :
Puskesmas mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk
berkomitmen dalam upaya mencegah dan mengurangi resiko
kesehatan yang dihadapi individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat.
b. Pertanggungjawaban wilayah :
Puskesmas menggerakkan dan bertanggung jawab terhadap
pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya.
c. Kemandirian masyarakat :
Puskesmas mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu,
keluarga, kelompok, dan masyarakat.
d. Pemerataan :
Puskesmas menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang dapat
diakses dan terjangkau oleh seluruh masyarakat di wilayah kerjanya
secara adil tanpa membedakan status sosial, ekonomi, agama, budaya
dan kepercayaan.
e. Teknologi tepat guna :
Puskesmas menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan
memanfaatkan teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan
pelayanan, mudah dimanfaatkan dan tidak berdampak buruk bagi
lingkungan.
f. Keterpaduan dan Kesinambungan :

9
Puskesmas mengintegrasikan dan mengoordinasikan penyelenggaraan
UKM dan UKP lintas program dan lintas sektor serta melaksanakan
Sistem Rujukan yang didukung dengan manajemen Puskesmas.

Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk


mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka
mendukung terwujudnya kecamatan sehat.

Dalam melaksanakan tugasnya, Puskesmas menyelenggarakan fungsi :


A. Penyelenggaraan UKM (Upaya Kesehatan Masyarakat) tingkat pertama di
wilayah kerjanya. Dalam menyelenggarakan fungsi UKM tingkat pertama,
Puskesmas berwenang untuk :
a. Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah
kesehatan masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang
diperlukan.
b. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan.
c. Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan
pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan.
d. Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan
menyelesaikan masalah kesehatan pada setiap tingkat
perkembangan masyarakat yang bekerjasama dengan sektor lain
terkait.
e. Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan
upaya kesehatan berbasis masyarakat.
f. Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia
Puskesmas.
g. Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan
kesehatan.
h. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses,
mutu, dan cakupan Pelayanan Kesehatan.
i. Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat,
termasuk dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon
penanggulangan penyakit.

10
B. Penyelenggaraan UKP (Upaya Kesehatan Perseorangan) tingkat pertama
di wilayah kerjanya. Dalam menyelenggarakan fungsi sebagai UKP,
Puskesmas berwenang untuk :
a. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dasar secara
komprehensif, berkesinambungan, dan bermutu.
b. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan
upaya promotif dan preventif.
c. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang berorientasi pada
individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
d. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan
keamanan dan keselamatan pasien, petugas, dan pengunjung.
e. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan prinsip
koordinatif dan kerja sama inter dan antar profesi.
f. Melaksanakan rekam medis.
g. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu
dan akses Pelayanan Kesehatan.
h. Melaksanakan peningkatan kompetensi Tenaga Kesehatan.
i. Mengoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas
pelayanan kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya.
j. Melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis
dan sistem rujukan.
Selain menyelenggarakan fungsi yang telah disebutkan di atas, Puskesmas
juga berfungsi sebagai wahana pendidikan Tenaga Kesehatan.
Peran puskesmas adalah sebagai ujung tombak dalam mewujudkan
kesehatan nasional secara komphrensif. Tidak sebatas pada aspek kuratif dan
rehabilatatif saja seperti rumah sakit. Puskesmas merupakan salah satu jenis
organisasi yang sangat dirasakan oleh masyarakat umum. Seiring dengan
semangat reformasi dan otonomi daerah maka banyak terjadi perubahan yang
mendasar dalam sektor kesehatan yaitu terjadinya perubahan paradigma
pembangunan kesehatan menjadi paradigma sehat. Dengan paradigma baru ini,
mendorong terjadi perubahan konsep yang sangat mendasar dalam pembangunan
kesehatan, antara lain:1
1) Pembangunan kesehatan yang semula lebih menekankan pada upaya
kuratif dan rehabilitatif menjadi lebih fokus pada upaya preventif dan
kuratif tanpa mengabaikan kuratif-rehabilitatif.
2) Pelaksanaan upaya kesehatan yang semula lebih bersifat terpilah-pilah
(fragmented) berubah menjadi kegiatan yang terpadu (integrated).

11
3) Sumber pembiayaan kesehatan yang semula lebih banyak dari
pemerintah berubah menjadi pembiayaan kesehatan lebih banyak dari
masyarakat.
4) Pergeseran pola pembayaran dalam pelayanan kesehatan yang semula
fee for service menjadi pembayaran secara pra-upaya.
5) Pergeseran pemahaman tentang kesehatan dari pandangan komsutif
menjadi investasi.
6) Upaya kesehatan yang semula lebih banyak dilakukan oleh
pemerintah akan bergeser lebih banyak dilakukan oleh masyarakat
sebagai mitra pemerintah (partnership).
7) Pembangunan kesehatan yang semula bersifat terpusat (centralization)
menjadi otonomi daerah (decentralization).
8) Pergeseran proses perencanaan dari top down menjadi bottom up
seiring dengan era desentralisasi.

2.1.2. Wilayah Kerja


Wilayah kerja puskesmas meliputi satu kecamatan atau sebagian dari
kecamatan. Faktor kepada kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan geografik,
dan keadaan infrastruktur lainnya merupakan pertimbangan dalam penentuan
wilayah kerja puskesmas. Puskesmas merupakan perangkat Pemerintah Daerah
Tingkat II, sehingga pembagian wilayah kerja puskesmas ditetapkan oleh
Walikota/Bupati, dengan saran teknis dari kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Sasaran penduduk yang dilayani oleh satu puskesmas adalah
sekitar 30.000 penduduk. Untuk jangkauan yang lebih luas, dibantu oleh
Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling. Puskesmas di ibukota kecamatan
dengan jumlah penduduk 150.000 jiwa atau lebih, merupakan ”Puskesmas
Pembina” yang berfungsi sebagai pusat rujukan bagi puskesmas kelurahan dan
juga mempunyai fungsi koordinasi.

2.1.3. Pelayanan Kesehatan Menyeluruh


Pelayanan kesehatan menyeluruh yang diberikan puskesmas meliputi:
1) Promotif (peningkatan kesehatan)
2) Preventif (upaya pencegahan)
3) Kuratif (pengobatan)
4) Rehabilitatif (pemulihan kesehatan)
Pelayanan tersebut ditujukan kepada semua penduduk, tidak membedakan

12
jenis kelamin, umur, sejak pembuahan dalam kandungan sampai meninggal.5

2.1.4. Peran Puskesmas


Dalam konteks Otonomi Daerah saat ini, puskesmas mempunyai peran
yang vital sebagai institusi pelaksana teknis, dituntut memiliki kemampuan
manajerial dan wawasan jauh ke depan untuk meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan. Peran tersebut ditunjukkan dalam bentuk ikut serta menentukan
kebijakan daerah melalui sistem perencanaan yang matang, tatalaksana kegiatan
yang tersusun rapi, serta sistem evaluasi dan pemantauan yang akurat.6

2.1.5. Upaya Kesehatan Wajib Puskesmas


Upaya kesehatan wajib puskesmas adalah upaya yang ditetapkan
berdasarkan komitmen nasional, regional dan global serta mempunyai daya ungkit
tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan wajib ini
diselenggarakan oleh setiap puskesmas yang ada di seluruh wilayah Indonesia.
Upaya kesehatan wajib tersebut adalah:6
1) Promosi kesehatan masyarakat
2) Kesehatan lingkungan
3) KIA (Kesejahteraan Ibu dan Anak)
4) KB (Keluarga Berencana)
5) Perbaikan gizi masyarakat
6) P2M (Pengendalian Penyakit Menular)

Berikut ini akan ditampilkan upaya kesehatan wajib dalam bentuk tabel,
yaitu:

Tabel 2.1 Program Kesehatan Wajib yang dilakukan di Puskesmas


No. Upaya Kesehatan Wajib Kegiatan Indikator
1 Promosi Kesehatan Penyuluhan di Tatanan sehat
Dalam dan di Luar Perbaikan perilaku
Gedung, PHBS sehat
2 Kesehatan Lingkungan Penyehatan Cakupan air bersih
pemukiman Cakupan jamban
keluarga
Cakupan SPAL
Cakupan rumah
sehat
3 Kesejahteraan ibu dan anak ANC Cakupan K1, K4

13
Pertolongan Cakupan linakes
persalinan
MTBS Cakupan MTBS
Imunisasi Cakupan imunisasi
4 Keluarga Berencana Pelayanan Cakupan MKET
Keluarga Berencana
5 Pemberantasan penyakit Diare Cakupan kasus diare
menular ISPA Cakupan kasus
ISPA

Malaria Cakupan kasus


malaria
Cakupan
kelambunisasi
Tuberkulosis Cakupan penemuan
kasus
Angka
penyembuhan
6 Distribusi vit A / Cakupan vit A / Fe /
Fe / cap yodium cap yodium
PSG % gizi kurang /
Gizi
buruk, SKDN
Promosi Kesehatan % kadar gizi
sederhana
7 USG Jumlah kasus yang
ditangani
Pengobatan
Laboratorium Jumlah pemeriksaan
sederhana

2.1.6. Upaya Kesehatan Pengembangan Puskesmas


Upaya Kesehatan Pengembangan Puskesmas adalah upaya yang
ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat
serta yang disesuaikan dengan kemampuan puskesmas. Upaya kesehatan
pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan pokok puskesmas yang telah
ada, yaitu:6
1) Upaya Kesehatan Sekolah
2) Upaya Kesehatan Olahraga
3) Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat
4) Upaya Kesehatan Kerja
5) Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut
6) Upaya Kesehatan Jiwa
7) Upaya Kesehatan Mata
8) Upaya Kesehatan Usia Lanjut
9) Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional

14
Upaya kesehatan pengembangan puskesmas dapat pula bersifat upaya
inovasi yaitu upaya lain di luar upaya puskesmas tersebut di atas yang sesuai
dengan kebutuhan. Pengembangan dan pelaksanaan upaya inovasi ini adalah
dalam rangka mempercepat tercapainya visi puskesmas.6
Pemilihan upaya kesehatan pengembangan ini dilakukan oleh puskesmas
bersama dinas kesehatan kabupaten/kota dengan mempertimbangkan masukan
dari Konkes/BPKM/BPP. Upaya kesehatan pengembangan dilakukan apabila
upaya kesehatan wajib puskesmas telah terlaksana secara optimal dalam arti target
cakupan serta peningkatan mutu pelayanan telah tercapai. Penetapan upaya
kesehatan pengembangan pilihan puskesmas ini dilakukan oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota. Dalam keadaan tertentu upaya kesehatan pengembangan
puskesmas dapat pula ditetapkan sebagai penugasan oleh dinas kabupaten/kota.6
Apabila puskesmas belum mampu menyelenggarakan upaya kesehatan
pengembangan, padahal telah menjadi kebutuhan masyarakat, maka dinas
kesehatan kabupaten/kota bertanggung jawab dan wajib menyelenggarakannya.
Untuk itu dinas kesehatan kabupaten/kota perlu dilengkapi dengan berbagai unit
fungsional lainnya.6
Kegiatan upaya kesehatan dasar dan upaya kesehatan pengembangan di
Puskesmas adalah :

A. Upaya Kesehatan Dasar


1) Pelayanan promosi kesehatan
2) Pelayanan kesehatan lingkungan
3) Pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana
4) Pelayanan gizi
5) Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit
B. Upaya Kesehatan Pengembangan
1) Upaya Kesehatan Sekolah
2) Upaya Kesehatan Olah Raga
3) Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat
4) Upaya Kesehatan Usia Lanjut
5) Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut
6) Upaya Kesehatan Jiwa
7) Upaya Kesehatan Mata

Penyelenggaraan upaya kesehatan wajib dan upaya pengembangan harus


menerapkan asas penyelenggaraan puskesmas secara terpadu. Asas
penyelenggaraan tersebut dikembangkan dari ketiga fungsi puskesmas. Dasar

15
pemikirannya adalah pentingnya menerapkan prinsip dasar dari setiap fungsi
puskesmas dalam menyelenggarakan setiap upaya puskesmas, baik upaya
kesehatan wajib maupun upaya kesehatan pengembangan. Asas penyelenggaran
puskesmas yang dimaksud adalah :

2.1.7 Asas Pertanggungjawaban Wilayah


Puskesmas bertanggung jawab meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya. Untuk ini Puskesmas
harus melaksanakan berbagai kegiatan, antara lain sebagai berikut :
a. Menggerakkan pembangunan berbagai sektor tingkat kecamatan
sehingga berwawasan kesehatan.
b. Memantau dampak berbagai upaya pembangunan terhadap kesehatan
masyarakat di wilayah kerjanya.
c. Membina setiap upaya kesehatan strata pertama yang diselenggarakan
oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya.
d. Menyelenggarakan upaya kesehatan strata pertama (primer) secara
merata dan terjangkau di wilayah kerjanya.

2.1.8 Asas Pemberdayaan Masyarakat


Puskesmas wajib memberdayakan perorangan, keluarga dan masyarakat,
agar berperan aktif dalam penyelenggaraan setiap program puskesmas. Untuk ini,
berbagai potensi masyarakat perlu dihimpun melalui pembentukan Badan
Penyantun Puskesmas (BPP). Beberapa kegiatan yang harus dilaksanakan oleh
puskesmas dalam rangka pemberdayaan masyarakat antara lain :
1. KIA : Posyandu, Polindes, Bina Keluarga Balita (BKB).
2. Pengobatan : Posyandu, Pos Obat Desa (POD).
3. Perbaikan Gizi : Panti Pemulihan Gizi, Keluarga Sadar Gizi
(Kadarzi).
4. Kesehatan Lingkungan : Kelompok Pemakai Air (Pokmair), Desa
Percontohan Kesehatan Lingkungan (DPKL).
5. UKS : Dokter Kecil, Saka Bakti Husada (SBH), Pos Kesehatan
Pesantren (Poskestren).
6. Kesehatan Usia Lanjut : Posyandu Usila, Panti Wreda.
7. Kesehatan Kerja : Pos Upaya Kesehatan Kerja (Pos UKK).
8. Kesehatan Jiwa : Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat
(TPKJM).

16
9. Pembinaan Pengobatan Tradisional : Tanaman Obat Keluarga
(TOGA), Pembinaan Pengobatan Tradisional (Battra).

2.1.9 Asas Keterpaduan


Untuk mengatasi keterbatasan sumber daya serta diperolehnya hasil yang
optimal, penyelenggaraan setiap program puskesmas harus diselenggarakan secara
terpadu (Trihono, 2005). Ada dua macam keterpaduan yang perlu diperhatikan
yaitu:

1. Keterpaduan Lintas Program


Upaya memadukan penyelengaraan berbagai upaya kesehatan yang
menjadi tanggung jawab Puskesmas. Contoh keterpaduan lintas
program antara lain :
I. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) : keterpaduan KIA
dengan P2M, gizi, promosi kesehatan & pengobatan.
II. UKS : keterpaduan kesehatan lingkungan dengan promosi
kesehatan, pengobatan, kesehatan gigi, kesehatan reproduksi
remaja dan kesehatan jiwa.
III. Puskesmas keliling : keterpaduan pengobatan dengan KIA/KB,
Gizi, promosi kesehatan, & kesehatan gigi.
IV. Posyandu : keterpaduan KIA dengan KB, gizi, P2M, kesehatan
jiwa & promosi kesehatan.
2. Keterpaduan Lintas Sektor
Upaya memadukan penyelenggaraan program puskesmas dengan
program dari sektor terkait tingkat kecamatan, termasuk organisasi
kemasyarakatan dan dunia usaha. Contoh keterpaduan lintas Sektoral
antara lain :
I. UKS : keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala
desa, pendidikan & agama.
II. Promosi Kesehatan : keterpaduan sektor kesehatan dengan
dengan camat, lurah/kepala desa, pendidikan, agama dan
pertanian.
III. KIA : keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala
desa, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan, PKK dan
PLKB.

17
IV. Perbaikan Gizi : keterpaduan sektor kesehatan dengan camat,
lurah/kepala desa, pendidikan, agama, pertanian, koperasi, dunia
usaha dan organisasi kemasyarakatan.
V. Kesehatan Kerja : keterpaduan sektor kesehatan dengan dengan
camat, lurah, kepala desa, tenaga kerja dan dunia usaha.

2.1.10 Asas Rujukan


Sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama, kemampuan yang
dimiliki oleh puskesmas terbatas. Pada hal puskesmas berhadapan langsung
dengan masyarakat dengan berbagai permasalahan kesehatan. Untuk membantu
puskesmas menyelesaikan berbagai masalah kesehatan tersebut dan juga untuk
meningkatkan efisiensi, maka penyelenggaraan setiap program puskesmas harus
ditopang oleh asas rujukan.6
Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab atas penyakit
atau masalah kesehatan yang diselenggarakan secara timbal balik, baik secara
vertikal dalam arti dari satu strata sarana pelayanan kesehatan ke strata sarana
pelayanan kesehatan lainnya, maupun secara horizontal dalam arti antar strata
sarana pelayanan kesehatan yang sama.6 Ada dua macam rujukan yang dikenal
yakni :6
1. Rujukan Medis
Apabila suatu puskesmas tidak mampu menangani suatu penyakit
tertentu, maka puskesmas tersebut dapat merujuk ke sarana pelayanan
kesehatan yang lebih mampu (baik vertikal maupun horizontal).
Rujukan upaya kesehatan perorangan dibedakan atas :
I. Rujukan Kasus untuk keperluan diagnostik, pengobatan tindakan
medis (contoh : operasi) dan lain-lain.
II. Rujukan Bahan Pemeriksaan (spesimen) untuk pemeriksaan
laboratorium yang lebih lengkap.
III. Rujukan Ilmu Pengetahuan antara lain mendatangkan tenaga
yang lebih kompeten untuk melakukan bimbingan tenaga
puskesmas dan atau menyelenggarakan pelayanan medis spesialis
di puskesmas.
2. Rujukan Kesehatan
Rujukan kesehatan masyarakat dibedakan atas tiga macam :

18
I. Rujukan sarana dan logistik, antara lain peminjaman peralatan
fogging, peminjaman alat laboratorium kesehatan, peminjaman
alat audio visual, bantuan obat, vaksin, bahan habis pakai dan
bahan pakaian.
II. Rujukan tenaga, antara lain tenaga ahli untuk penyidikan
kejadian luar biasa, bantuan penyelesaian masalah hukum
kesehatan, gangguan kesehatan karena bencana alam.
III. Rujukan operasional, yakni menyerahkan sepenuhnya
kewenangan dan tanggung jawab penyelesaian masalah
kesehatan masyarakat dan atau penyelenggaraan kesehatan
masyarakat ke periode dinas kesehatan kabupaten/kota. Rujukan
operasional diselenggarakan apabila puskesmas tidak mampu.

Gambar 1. Sistem Rujukan Puskesmas6

Setiap upaya atau program yang dilakukan oleh puskesmas memerlukan


evaluasi untuk menilai apakah program yang dilaksanakan berhasil atau tidak.
Untuk itu dibuat indikator keberhasilan sesuai dengan fungsi puskesmas :6
1) Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan
Fungsi pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan dapat
dinilai dari seberapa jauh institusi jajaran non-kesehatan memperhatikan
kesehatan bagi institusi dan warganya. Keberhasilan fungsi ini bisa diukur
melalui Indeks Potensi Tatanan Sehat (IPTS).

19
Ada tiga tatanan yang bisa diukur yaitu :
a. Tatanan sekolah
b. Tatanan tempat kerja
c. Tatanan tempat-tempat umum
2) Pusat pemberdayaan masyarakat
Segala upaya fasilitasi yang bersifat non-instruktif guna meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar mampu mengidentifikasi
masalah, merencanakan & melakukan pemecahannya dengan memanfaatkan
potensi setempat dan fasilitas yang ada, baik instansi lintas sektoral maupun
LSM dan tokoh mayarakat.
Fungsi ini dapat diukur dengan beberapa indikator:
i. Tumbuh kembang, Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM)
ii. Tumbuh dan kembangnya LSM di bidang kesehatan
iii. Tumbuh dan berfungsinya konsil kesehatan kecamatan atau BPKM
(Badan Peduli Kesehatan Masyarakat) atau BPP (Badan Penyantun
Puskesmas).
3) Pusat pelayanan kesehatan strata pertama
Indikator keberhasilan fungsi ini dapat dikelompokkan ke dalam IPMS
(Indikator Potensi Masyarakat Sehat), yang terdiri dari cakupan dan kualitas
program puskesmas. IPMS minimal mencakup seluruh indikator cakupan
upaya kesehatan wajib dan kualitas atau mutu pelayanan kesehatan.

2.2. Pelayanan Kesehatan pada Usia Lanjut2


Pelayanan kesehatan minimal pada usia lanjut merupakan salah satu
bagian pelayanan kesehatan yang menjadi hal penting menurut Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 43 Tahun 2016. Adapun hal-hal yang dibahas dalam peraturan
tersebut terkait dengan pelayanan kesehatan usia lanjut adalah sebagai berikut :
a. Pernyataan Standar
Setiap warga negara Indonesia usia 60 tahun ke atas mendapatkan skrining
kesehatan sesuai standar. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota wajib memberikan
skrining kesehatan sesuai standar pada warga negara usia 60 tahun ke atas di
wilayah kerjanya minimal 1 kali dalam kurun waktu satu tahun.

b. Pengertian
Pelayanan skrining kesehatan warga negara usia 60 tahun ke atas sesuai
standar adalah :

20
A. Dilakukan sesuai kewenangan oleh :
1. Dokter;
2. Bidan;
3. Perawat;
4. Nutrisionis/Tenaga Gizi;
5. Kader Posyandu lansia/Posbindu
B. Pelayanan skrining kesehatan diberikan di Puskesmas dan jaringannya,
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, maupun pada kelompok lansia,
bekerja sama dengan pemerintah daerah.
C. Pelayanan skrining kesehatan minimal dilakukan sekali setahun.
D. Lingkup skrining adalah sebagai berikut :
 Deteksi hipertensi dengan mengukur tekanan darah.
 Deteksi diabetes melitus dengan pemeriksaan kadar gula darah.
 Deteksi kadar kolesterol dalam darah
 Deteksi gangguan mental emosional dan perilaku, termasuk
kepikunan menggunakan Mini Cog atau Mini Mental Status
Examination (MMSE)/Test Mental Mini atau Abreviated Mental
Test (AMT) dan Geriatric Depression Scale (GDS).
Pengunjung yang ditemukan memiliki faktor risiko wajib
dilakukan intervensi secara dini. Pengunjung yang ditemukan menderita
penyakit wajib ditangani atau dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan
yang mampu menanganinya.

c. Definisi Operasional Capaian Kinerja


Capaian kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam memberikan
skrining kesehatan pada warga negara usia 60 tahun keatas dinilai dari persentase
pengunjung berusia 60 tahun keatas yang mendapatkan skrining kesehatan sesuai
standar minimal 1 kali di wilayah kerjanya dalam kurun waktu satu tahun.

d. Rumus Penghitungan Kinerja


Rumus dari
Persentase warga negara usia 60 tahun keatas mendapatkan skrining
kesehatan sesuai standar =

21
e. Contoh Penghitungan
Di Kabupaten “G” terdapat 2500 warga negara berusia 60 tahun ke atas.
Hasil rekapitulasi selama setahun, jumlah penduduk usia 60 tahun ke atas yang
mendapatkan skrining kesehatan sesuai standar sebanyak 1970.Rekapitulasi di
Kabupaten “G” pada akhir tahun dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2.2 Rekapitulasi Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Usia Lanjut

Hasil rekapitulasi selama setahun, jumlah warga negara usia 60 tahun ke


atas di wilayah kerja adalah sebanyak 2500 orang. Sebanyak 1970 orang
mendapat pemeriksaan skrining kesehatan sesuai standar. Capaian kinerja
Pemerintah Daerah Kabupaten “G” dalam memberikan skrining kesehatan sesuai
standar pada warga negara usia 60 tahun ke atas adalah 1970/2500 x 100% =78,8
%.
Catatan: Jumlah kunjungan 2000 orang diperlukan untuk perencanaan
tahun yang akan datang mengingat masih ada 500 orang yang belum berkunjung.
Perlu di analisis penyebab mereka belum berkunjung apakah persoalan sosialisasi,
akses, sudah memeriksa sendiri atau tidak mau mendapat pelayanan skrining.

22
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota harus mempunyai strategi untuk menjangkau
seluruh warga negara usia 60 tahun ke atas agar seluruhnya dapat memperoleh
pelayanan skrining sesuai standar setahun sekali.

f. Target
Capaian kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam upaya skrining
kesehatan sesuai standar pada warga negara usia 60 tahun ke atas di wilayah
kerjanya adalah 100 persen.

2.2.1 Deteksi Hipertensi dengan Mengukur Tekanan Darah7

Gambar 2.Hipertensi Menurut JNC 7


Secara umum, JNC 8 memberikan 9 rekomendasi terbaru terkait dengan
target tekanan darah dan golongan obat hipertensi yang direkomendasikan.
Kekuatan rekomendasi sesuai dengan berikut:

2.2.1.1 Pengukuran Tekanan Darah dengan Tensimeter Manual10


1. Duduk dengan tenang dan rileks sekitar 5 (lima) menit
2. Jelaskan manfaat rileks tersebut, yaitu agar nilai tekanan darah yang terukur
adalah nilai yang stabil.
3. Pasang manset pada lengan dengan ukuran yang sesuai, dengan jarak sisi
manset paling bawah 2,5 cm dari siku dan rekatkan dengan baik
4. Posisikan tangan di atas meja dengan posisi sama tinggi dengan letak jantung.
5. Bagian yang terpasang manset harus terbebas dari lapisan apapun.
6. Pengukuran dilakukan dengan tangan di atas meja dan telapak tangan terbuka
ke atas.
7. Rabalah nadi pada lipatan lengan, pompa alat hingga denyutan nadi tidak
teraba lalu dipompa lagi hingga tekanan meningkat sampai 30 mmHg di atas
nilai tekanan nadi ketika denyutan nadi tidak teraba.
8. Tempelkan steteskop pada perabaan denyut nadi, lepaskan pemompa perlahan-
lahan dan dengarkan suara bunyi denyut nadi.
9. Catat tekanan darah sistolik yaitu nilai tekanan ketika suatu denyut nadi yang
pertama terdengar dan tekanan darah diatolik ketika bunyi keteraturan denyut
nadi tidak terdengar.

23
10. Sebaiknya pengukuran dilakukan 2 kali. Pengukuran ke-2 setelah selang
waktu 2 (dua) menit.
11. Jika perbedaan hasil pengukuran ke-1 dan ke-2 adalah 10 mmHg atau lebih
harus dilakukan pengukuran ke-3.
12. Apabila responden tidak bisa duduk, pengukuran dapat dilakukan dengan
posisi berbaring, dan catat kondisi tersebut di lembar catatan.
a. Manset tensimeter dipasang (diikatkan) pada lengan atas. Manset
sedikitnya harus dapat melingkari 2/3 lengan atas dan bagian bawahnya
sekitar 2 jari di atas daerah lipatan lengan atas untuk mencegah kontak
dengan stetoskop.
b. Stetoskop ditempatkan pada lipatan lengan atas (pada arteri brakhialis
pada permukaan ventral/depan siku agak ke bawah manset tensimeter).
c. Sambil mendengarkan denyut nadi, tekanan dalam tensimeter dinaikkan
dengan memompa sampai tidak terdengar lagi. Kemudian tekanan di
dalam tensimeter diturunkan pelan-pelan.
d. Pada saat denyut nadi mulai terdengar kembali, baca tekanan yang
tercantum dalam tensimeter, tekanan ini adalah tekanan atas (sistolik).
e. Suara denyutan nadi selanjutnya menjadi agak keras dan tetap terdengar
sekeras itu sampai suatu saat denyutannya melemah atau menghilang sama
sekali. Pada saat suara denyutan yang keras itu melemah, baca lagi tekanan
dalam tensimeter, tekanan itu adalah tekanan bawah (diastolik).
f. Tekanan darah orang yang diperiksa adalah rata-rata pengukuran yang
dilakukan sebanyak 2 kali.

2.2.2 Deteksi Diabetes Melitus Dengan Pemeriksaan Kadar Gula Darah11


Kriteria diagnostik diabetes melitus menurut American Diabetes
Association 2010 :
1. Gejala klasik DM dengan glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl (11.1 mmol/L).
Glukosa darah sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari
tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.
Gejala klasik adalah: poliuria, polidipsia dan berat badan turun tanpa sebab.
2. Kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/ dl (7.0 mmol/L). Puasa adalah pasien
tak mendapat kalori sedikitnya 8 jam.
3. Kadar glukosa darah 2 jam PP ≥ 200 mg/ dl (11,1 mmol/L).

24
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka
dapat digolongkan ke dalam kelompok Toleransi Glukosa Terganggu (TTGO) atau
Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT).
Tes Toleransi Glukosa Oral dilakukan dengan standar WHO,
menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gr glukosa anhidrus yang
dilarutkan ke dalam air.
Interpretasi dari hasil yang diperoleh :
a. TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah beban antara 140-199 mg/dl
(7,8-11,0 mmol/L)
b. GDPT : glukosa darah puasa antara 100 – 125 mg/dl (5,6-6,9 mmol/L)

Gambar 3. Pedoman Diagnosis Diabetes Mellitus11

Berikut tahap cara pake alat test darah easy touch :


1) Masukan baterai & nyalakan alat.
2) Set jam, tanggal & tahun pada alat.
3) Ambil chip warna kuning masukan ke dalam alat untuk cek alat.
4) Apabila pada layar muncul “ERROR” artinya alat rusak.
5) Apabila pada layar muncul “OK” artinya alat siap dipakai.

25
6) Setiap botol strip pada gula darah, asam urat & kolestrol terdapat chip test.
7) Gunakan chip asam urat untuk test asam urat & chip kolestrol untuk test
kolestrol, Chip gula untuk test Gula.
8) Pada layar akan muncul angka/kode sesuai pada botol strip.
9) Setelah itu akan muncul gambar tetes darah & kedip-kedip.
10) Masukan jarum pada lancing/alat tembak berbentuk pen & atur kedalaman
jarum sesuai nomor.
11) Gunakan tisu alkohol untuk membersihkan ujung jari anda.
12) Tembakkan jarum pada ujung jari & tekan supaya darah keluar.
13) Darah disentuh pada tepi samping strip & bukan ditetes diatas tengah strip
alat test darah EasyTouch.
14) Sentuh pada bagian garis yang ada tanda panah.
15) Darah akan langsung meresap sampai ujung strip & bunyi beep.
16) Tunggu sebentar, hasil akan keluar beberapa detik pada layar.
17) Cabut jarumnya dari lancing juga stripnya & buang.
18) Chip di simpan ke botol lagi.
19) Tutup rapat botol strip apabila tidak dipakai.
20) Perhatikan masa expired / kadaluarsa pada setiap strip .

2.2.3 Deteksi Kadar Kolesterol Dalam Darah


Adapun kadar kolestrol dalam darah terlampir dalam tabel berikut8

Gambar 4. Klasifikasi Kolesterol LDL, Total, dan HDL

2.2.4 Deteksi Gangguan Mental Emosional dan Perilaku


Deteksi gangguan mental emosional dan perilaku termasuk kepikunan
menggunakan Mini Cog atau Mini Mental Status Examination (MMSE) / Test
Mental Mini atau Abreviated Mental Test (AMT) dan Geriatric Depression Scale
(GDS).9

26
2.2.4.1 The Mini Mental State Examination (MMSE)
Di Amerika Serikat, Kanada, dan Inggris, psikogeriatris menggunakan the
Mini Mental State Examination (MMSE) sebagai instrumen untuk menilai
kognitif pasien. MMSE menggunakan instrumen penilaian 30 poin. Instrumen ini
pertama dikembangkan sebagai skrining kelainan kognitif untuk membedakan
antara kelainan organik dan non organik (misalnya schizophrenia). Pada saat ini,
MMSE merupakan metode untuk skrining dan monitoring perkembangan
demensia dan delirium. MMSE berkorelasi baik dengan skor tes skrining kognitif
yang lain. Waktu yang dibutuhkan rata-rata 8 menit dengan rentang 4-21 menit.
Skor MMSE umumnya menurun dengan bertambahnya usia. Skor 30 tidak selalu
berarti fungsi kognitif normal dan skor nol bukan berarti tidak ada kognisi secara
absolut. Tes ini tidak punya kapasitas mencukupi untuk tes fungsi frontal/
eksekutif atau fungsi visuospasial (khususnya parietal kanan). Tugas segilima
pada MMSE memerintahkan pasien menirukan gambar dan tidak menilai
kemampuan merencanakan. Sebagai akibatnya tes ini mempunyai keterbatasan
untuk mendeteksi demensia non Alzheimer, seperti kelainan kognitif pasca stroke,
dan demensia frontotemporal atau subkortikal pada fase awal.9

2.2.4.1.1 Teknik Pemakaian dan Penilaian MMSE


MMSE menggunakan instrumen berbentuk berbagai pertanyaan. Cara
penggunaannya adalah sebagai berikut9
a. Penilaian Orientasi (10 poin)
Pemeriksa menanyakan tanggal, kemudian pertanyaan dapat lebih spesifik
jika ada bagian yang lupa (misalnya :”Dapatkah anda juga memberitahukan
sekarang musim apa?”). Tiap pertanyaan yang benar mendapatkan 1 (satu) poin.
Pertanyaan kemudian diganti dengan ,”Dapatkah anda menyebutkan nama rumah
sakit ini (kota, kabupaten, dll) ?”. Tiap pertanyaan yang benar mendapatkan 1
(satu poin).
b. Penilaian Registrasi (3 poin).
Pemeriksa menyebutkan 3 nama benda yang tidak berhubungan dengan jelas dan
lambat. Setelah itu pasien diperintahkan untuk mengulanginya. Jumlah benda
yang dapat disebutkan pasien pada kesempatan pertama dicatat dan diberikan skor
(0-3). Jika pasien tidak dapat menyebutkan ketiga nama benda tersebut pada
kesempatan pertama, lanjutkan dengan mengucapkan namanya sampai pasien

27
dapat mengulang semuanya, sampai 6 kali percobaan. Catat jumlah percobaan
yang digunakan pasien untuk mempelajari kata-kata tersebut. Jika pasien tetap
tidak dapat mengulangi ketiga kata tersebut, berarti pemeriksa harus menguji
ingatan pasien tersebut. Setelah menyelesaikan tugas tersebut, pemeriksa
memberitahukan kepada pasien agar mengingat ketiga kata tersebut, karena akan
ditanyakan sebentar lagi.
c. Perhatian dan kalkulasi (5 poin)
Pasien diperintahkan untuk menghitung mundur dari 100 dengan selisih 7.
hentikan setelah 5 angka. Skor berdasarkan jumlah angka yang benar. Jika pasien
tidak dapat atau tidak dapat mengerjakan tugas tersebut, maka dapat digantikan
dengan mengeja kata ”DUNIA” dari belakang. Cara menilainya adalah
menghitung kata yang benar. Contohnya jika menjawab “AINUD” maka diberi
nilai 5, tetapi jika menjawab “AINDU” diberi nilai 3.
d. Ingatan (3 poin)
Pasien diperintahkan untuk mengucapkan 3 kata yang diberikan sebelumnya
kepada pasien dan disuruh mengingatnya. Pemberian skor dihitung berdasarkan
jumlah jawaban yang benar.
e. Bahasa dan praktek (9 poin)
1. Penamaan : Pasien ditunjukkan arloji dan diminta menyebutkannya. Ulangi
dengan menggunakan pensil. Skor 1 poin setiap nama benda yang benar (0-2).
2. Repetisi (pengulangan) : Pasien diminta untuk mengulangi sebuah kalimat yang
diucapkan oleh penguji pada hanya sekali kesempatan. Skor 0 atau 1.
3. Perintah 3 tahap : pasien diberikan selembar kertas kosong, dan diperintahkan,
” Taruh kertas ini pada tangan kanan anda, lipat menjadi 2 bagian, dan taruh di
lantai”. Skor 1 poin diberikan pada setiap perintah yang dapat dikerjakan dengan
baik (0-3).
4. Membaca : Pasien diberikan kertas yang bertuliskan ”Tutup mata anda”
(hurufnya harus cukup besar dan terbaca jelas oleh pasien. Pasien diminta untuk
membaca dan melakukan apa yang tertulis. Skor 1 diberikan jika pasien dapat
melakukan apa yang diperintahkan. Tes ini bukan penilaian memori, sehingga
penguji dapat mendorong pasien dengan mengatakan ”silakan melakukan apa
yang tertulis” setelah pasien membaca kalimat tersebut.
5. Menulis : Pasien diberikan kertas kosong dan diminta menuliskan suatu
kalimat. Jangan mendikte kalimat tersebut, biarkan pasien menulis spontan.

28
Kalimat yang ditulis harus mengandung subjek, kata kerja dan membentuk suatu
kalimat. Tata bahasa dan tanda baca dapat diabaikan.
6. Menirukan : pasien ditunjukkan gambar segilima yang berpotongan, dan
diminta untuk menggambarnya semirip mungkin. Kesepuluh sudut harus ada dan
ada 2 sudut yang berpotongan unruk mendapatkan skor 1 poin. Tremor dan rotasi
dapat diabaikan.

2.2.4.1.2 Interpretasi penilaian MMSE


Setelah dilakukan penilaian, skor dijumlahkan dan didapatkan hasil akhir.
Hasil yang didapatkan diintrepetasikan sebagai dasar diagnosis. Ada beberapa
interpretasi yang bisa digunakan. Metode yang pertama hanya menggunakan
single cutoff, yaitu abnormalitas fungsi kognitif jika skor <24. metode lain
menggunakan range. Jika skor <21 kemungkinan demensia akan meningkat,
sedangkan jika skor >25 kecil kemungkinan demensia. Interpretasi lainnya
memperhitungkan tingkat pendidikan pasien. Pada pasien dengan tingkat
pendidikan rendah (di bawah SMP) ambang batas abnormal diturunkan menjadi
21, pada tingkat pendidikan setingkat SMA abnormal jika skor <23, pada tingkat
perguruan tinggi skor abnormal jika <24. Berat ringannya gangguan kognitif dapat
diperkirakan dengan MMSE. Skor 24-30 menunjukkan tidak didapatkan kelainan
kognitif. Skor 18-23 menunjukkan kelainan kognitif ringan. Skor 0-17
menunjukkan kelainan kognitif yang berat.9

2.2.4.2 Abbreviated Mental Test Score (AMT)


AMT mempunyai sensitifitas dan spesivisitas yang lebih rendah dalam
mendeteksi adanya kelainan kognitif daripada MMSE. AMT tampaknya kurang
menyenangkan, meskipun lebih mudah dan cepat untuk digunakan. Interpretasi
skor pada AMT adalah jika skor AMT <6 menunjukkan adanya demensia. The
Abbreviated Mental Test (AMT) lebih singkat, terdiri dari 10 soal yang digunakan
untuk skrining kelainan. Tes ini terdiri dari 10 pertanyaan yang diseleksi
berdasarkan nilai diskriminatif dari Mental Test Score yang lebih panjang. AMT
termasuk komponen-komponen yang mengikuti memori baru dan lama, atensi,
dan orientasi. Skor <8 merupakan batas yang menunjukkan defisit kognitif yang
bermakna. Tes ini menunjukkan secara cepat penilaian beratnya penyakit
dibandingkan tes yang lebih panjang. Tes ini mampu mendeteksi perubahan

29
kognisi yang berhubungan dengan perkembangan pasca operatif pada delirium.
Pada pasien usia lanjut, tes ini dapat dikerjakan dalam 3 menit. Terdapat versi 4
pertanyaan AMT (AMT4), dengan pertanyaan tentang umur, tanggal lahir, tempat,
dan tahun saja. Tes ini lebih cepat, lebih mudah digunakan, dan lebih mudah
diingat oleh pemeriksa. Sehingga lebih meningkatkan kemungkinan penggunaan
tes ini secara rutin pada pasien usia lanjut di rumah sakit yang sibuk atau di
UGD.12

2.2.4.3 Geriatric Depression Scale (GDS)


GDS adalah ukuran dari depresi pada lansia yang diisi sendiri oleh
pengguna sendiri. Pengguna merespon dalam format " Ya / Tidak ". GDS pada
awalnya dikembangkan sebagai instrumen dengan 30 item pertanyaan. Namun
sejak versi ini terbukti memakan waktu dan sulit bagi beberapa pasien untuk
menyelesaikan , versi 15 item akhirnya dikembangkan . Bentuknya singkat terdiri
dari 15 item yang dipilih dari Geriatric Depression Scale versi 30 item. Lima belas
item ini dipilih karena korelasi yang tinggi dengan gejala depresi dalam studi
validasi sebelumnya. Formulir ini dapat diselesaikan dalam waktu sekitar 5
sampai 7 menit, sehingga ideal untuk orang-orang yang mudah lelah atau terbatas
dalam kemampuan mereka untuk berkonsentrasi untuk waktu yang cukup lama.12

2.2.5 Deteksi Gangguan Aktivitas dan Nutrisi


2.2.5.1 Mini Nutritional Assessment
Mini Nutritional Assessment (MNA) merupakan salah satu alat ukur yang
digunakan untuk menskrining status gizi pada lansia. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui apakah seorang lansia mempunyai resiko mengalami malnutrisi akibat
penyakit yang diderita dan atau perawatan di rumah sakit. MNA ini banyak
digunakan karena sangat sederhana dan mudah dalam pelaksanaannya. MNA saat
ini digunakan untuk menilai status gizi orang lanjut usia di klinik, panti jompo,
dan rumah sakit. Mini Nutritional Asessment (MNA) didesain dan telah
dibuktikan bagus sebagai alat kajian tunggal dan cepat untuk menilai status gizi
pada lansia. MNA ini merupakan kuesioner dalam bahasa Indonesia dan sudah
diuji validasnya untuk menskrining status gizi lansia. Banyak penelitian-penelitian
yang telah dilakukan menggunakan MNA sebagai alat ukur untuk menilai status
gizi lansia. Mini Nutritional Assessment (MNA) ini meliputi wawancara dan

30
pengamatan mengenai berat badan dan perubahan berat badan 6 bulan atau 2
minggu terakhir, ada tidaknya gangguan gastrointestinal, ada tidaknya ggangguan
fungsional, status metabolik dari penyakit,ada tidaknya muscle wasting dan
edema.
Kuesioner MNA terdiri atas 18 pertanyaan yang terbagi dalam empat
komponen: penilaian antropometri, penilaian 3 asupan makanan, penilaian secara
umum mengenai gaya hidup dan penilaian secara subjektif. Skor MNA bersifat
reliabel dan dapat diandalkan untuk mendeteksi risiko terjadinya malnutrisi yang
kemudian dihubungkan ke dalam penilaian kualitas hidup dari lansia. Kesimpulan
pemeriksaan Mini Nutritional Assesment (MNA) adalah menggolongkan pasien
atau lansia dalam keadaan status gizi baik, beresiko malnutrisi atau malnutrisi
berat. MNA mempunyai dua bagian besar yaitu screening dan assessment, dimana
penjumlahan semua skor akan menentukan seorang lansia pada status gizi baik,
beresiko malnutrisi, atau malnutrisi.12

2.2.5.2 Activity Daily Living (ADL)


ADL atau Activity Daily Living adalah aktivitas perawatan diri yang harus
pasien lakukan setiap hari untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidup sehari-
hari. ADL adalah aktivitas yang biasanya dilakukan dalam sepanjang hari normal;
aktivitas tersebut mencakup, ambulasi, makan, berpakaian, mandi, menyikat gigi
dan berhias dengan tujuan untuk memenuhi/berhubungan dengan perannya
sebagai pribadi dalam keluarga dan masyarakat. Kondisi yang mengakibatkan
kebutuhan untuk bantuan dalam ADL dapat bersifat akut, kronis, temporer,
permanen atau rehabilitatif. ADL dasar, sering disebut ADL saja, yaitu
keterampilan dasar yang harus dimiliki seseorang untuk merawat dirinya meliputi
berpakaian, makan & minum, toileting, mandi, berhias dan mobilitas. Ada juga
yang memasukkan kontinensi buang air besar dan buang air kecil dalam kategori
ADL dasar ini.12

2.3. Lanjut Usia (Lansia)


2.3.1 Pengertian Lansia
Penuaan (proses terjadinya tua) adalah proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahanterhadap infeksi

31
dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Seiring dengan proses menua tersebut,
tubuh akan mengalami berbagai masalah kesehatan atau yang biasa disebut
sebagai penyakit degeneratif. Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir
perkembangan pada daur kehidupan manusia.
Menurut World Health Organisation (WHO), lansia adalah seseorang yang
telah memasuki usia 60 tahun ke atas. Lansia merupakan kelompok umur pada
manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok
yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process
atau proses penuaan. Sedangkan, Menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13
Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang
telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.
Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapan-
tahapanmenurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengansemakin
rentannya tubuh terhadap berbagai serangan penyakit yang dapatmenyebabkan
kematian misalnya pada sistem kardiovaskuler dan pembuluh darah, pernafasan,
pencernaan, endokrin dan lain sebagainya.Hal tersebut disebabkan seiring
meningkatnya usia sehingga terjadiperubahan dalam struktur dan fungsi sel,
jaringan, serta sistem organ.Perubahan tersebut pada umumnya mengaruh pada
kemundurankesehatan fisik dan psikis yang pada akhirnya akan berpengaruh
padaekonomi dan sosial lansia. Sehingga secara umum akan berpengaruh pada
activity of daily living.

2.3.2 Batasan-Batasan Usia Lanjut


Batasan umur pada usia lanjut dari waktu ke waktu berbeda. Menurut
World Health Organitation (WHO) lansia meliputi :
a) Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun
b) Lanjut usia (elderly) antara usia 60 sampai 74 tahun
c) Lanjut usia tua (old) antara usia 75 sampai 90 tahun
d) Usia sangat tua (very old) diatas usia 90 tahun

Berbeda dengan WHO, menurut Departemen Kesehatan RI (2006),


pengelompokkan lansia menjadi :
a. Virilitas (prasenium) yaitu masa persiapan usia lanjut yangmenampakkan
kematangan jiwa (usia 55-59 tahun)

32
b. Usia lanjut dini (senescen) yaitu kelompok yang mulai memasukimasa
usia lanjut dini (usia 60-64 tahun)
c. Lansia berisiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif(usia
>65 tahun)
2.3.3 Masalah-Masalah Kesehatan Yang Sering Terjadi Pada Lansia
Masalah-masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia
akibatperubahan sistem, antara lain:
a. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem pernafasan, antara lain
:Penyakit Paru Obstruksi Kronik, Tuberkulosis, Influenza dan Pneumonia.
b. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem kardiovaskuler, antara
lain :Hipertensi, Penyakit Jantung Koroner, Cardiac Heart Failure.
c. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem neurologi, seperti
CerebroVaskuler Accident.
d. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem musculoskeletal, antara lain
:Osteoarthritis, Rheumatoid Arthritis, Gout Artritis, Osteporosis.
e. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem endokrin, seperti DM.
f. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem sensori, antara lain :
Katarak,Glaukoma, Presbikusis.
g. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem pencernaan, antara lain
:Ginggivitis / Periodontis, Gastritis, Hemoroid, Konstipasi.
h. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem reproduksi dan
perkemihan,antara lain : Menoupause, BPH, Inkontinensia.
i. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem integumen, antara lain
:Dermatitis Seborik, Pruritus, Candidiasis, Herpes Zoster, Ulkus
EkstremitasBawah, Pressure Ulcers.
j. Lansia dengan masalah Kesehatan jiwa, seperti Demensia.

2.3.4. Pelayanan Kesehatan Usia Lanjut di Puskesmas Pasundan


a. Alur Pra Pelayanan
Pra pelayanan adalah semua kegiatan yang dilakukan sebelum pelayanan
dimulai. Tujuannya adalah agar pelayanan bisa berjalan dengan lancar demi
kenyamanan pelanggan danpetugas. Kebijakan ini sesuai dengan Pedoman Mutu
UPTD Puskesmas Pasundan Tahun 2016.
Alat dan bahan yang harus dipersiapkan pada pra pelayanan antara lain
sebagai berikut :
1. Alat untuk membersihkan ruangan
2. Alat pemeriksaan dan tindakan medis

33
3. Alat tulis
4. Formulir-formulir, buku register poli
5. Sterilisator
Prosedur pra pelayanan yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Petugas datang jam 07.00 WIB
2. Petugas memastikan meja periksa bersih
3. Petugas memastikan bed periksa bersih
4. Petugas memastikan lemari dan rak bersih
5. Petugas memastikan westafel bersih
6. Petugas memastikan lantai bersih
7. Petugas memastikan timbangan berfungsi
8. Petugas memastikan alat-alat periksa bersih dan berfungsi ( stetoskop,
termometer, tensimeter dll)
9. Petugas memastikan alat tindakan medis steril
10. Petugas memastikan resep tersedia
11. Petugas memastikan bahan habis pakai tersedia
12. Petugas memastikan formulir-formulir tersedia (rujukan eksternal,
rujukan internal, surat sehat, surat sakit)
13. Petugas memastikan buku register harian

Unit-unit yang terkait meliputi :


1. Poli Umum
2. Poli Lansia
3. Poli Tindakan
4. Poli Khusus

2.4 Posyandu Lansia


2.4.1 Pengertian Posyandu Lansia
Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu utuk masyarakat lansia di
suatu wilayah tertentu yang sudah disepakati, yang digerakkan oleh
masyarakat dimana mereka bisa mendapatkan pelayanan kesehatan.
Posyandu Lansia atau Kelompok Usia Lanjut di masyarakat,
pelaksanaannya diproses oleh masyarakat bersama Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM), lintas sektor pemerintah maupun non pemerintah,
swasta, organisasi sosial, dan lain-lain dengan menitikberatkan pelayanan
pada upaya promotif dan preventif. Posyandu lansia merupakan
pengembangan dari kebijakan pemerintah melalui pelayanan kesehatan
bagi lansia yang penyelenggaraannya melalui program Puskesmas, dengan

34
melibatkan peran serta para lansia, keluarga, tokoh masyarakat dan
organisasi sosial dalam penyelenggaraannya.

2.4.2 Tujuan Posyandu Lansia


Tujuan umum dari Posyandu Lansia adalah meningkatkan kesejahteraan
Lansia melalui kegiatan Posyandu Lansia yang mandiri dalam masyarakat.
Tujuan khsusus Posyandu Lansia adalah :
1. Meningkatnya kemudahan bagi lansia dalam mendapatkan
pelayanan kesehatan dasar dan rujukan.
2. Meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan lansia, khususnya
aspek peningkatan dan pencegahan tanpa mengabaikan aspek
pengobatan dan pemulihan.
3. Perkembangan Posyandu Lansia yang aktif melaksanakan kegiatan
dengan kualitas yang baik secara berkesinambungan.

2.4.3 Manfaat Posyandu Lansia


Faktor-faktor yang mempermudah atau predisposisi terjadinya perilaku
pada diri seseorang atau masyarakat, adalah pengetahuan dan sikap
seseorang atau masyarakat tersebut terhadap apa yang akan dilakukan.
Misalnya perilaku lansia ke kunjungan posyandu lansia akan dipermudah
apabila lansia tersebut tahu apa manfaatkunjungan ke posyandu lansia ke
kesehatannya, tahu siapa dan bagaimana cara menjaga kesehatannya.
Demikian juga, perilaku tersebut akan dipermudah bila lansia yang
bersangkutan mempunyai sikap yang positif tehadap kesehatannya.
Disamping itu kepercayaan, tradisi, sistem, nilai dimasyarakat setempat
juga mempermudah (positif) atau mempersulit (negatif) terjadinya
perilaku seseorang atau masyarakat.
Manfaat dari posyandu lansia adalah pengetahuan lansia menjadi
meningkat, yang menjadi dasar pembentukan sikap dan dapat mendorong
minat atau motivasi mereka untuk selalu mengikuti kegaiatan posyandu
lansia sehingga lebih percaya diri dihari tuanya.

2.4.4 Sasaran Posyandu Lansia


1. Sasaran Langsung :
a. Kelompok pra lansia (45-59 tahun),
b. Kelompok lansia (60 tahun keatas)
c. Kelompok lansia dengan risiko tinggi (70 tahun keatas)
2. Sasaran Tidak Langsung :
a. Keluarga dimana lansia berada,

35
b. Organisasi sosial yang bergerak dalam pembinaan lansia
dan masyarakat luas
2.4.5 Tingkat Perkembangan Kelompok Lansia
Tingkat Perkembangan Kelompok Lansia dapat digolongkan menjadi 4
tingkatan yaitu : Penentuan tingkat perkembangan kelompok Lansia
didasarkanindikator terendah yang terdiri dari pratama, madya, purnama
dan mandiri.
1. Kelompok lansia pratama adalah kelompok yang belum mantap,
kegiatan yang terbatas dan tidak rutin setiap bulan dengan
frekuensi < 8 kali, jumlah kader aktif terbatas, serta masih
memerlukan dukungan dan dari pemerintah.
2. Kelompok lansia madya adalah kelompok yang telah
berkembang dan melaksanakan kegiatan hampir setiap bulan
paling sedikit 8 kali setahun, jumlah kader aktif lebih dari 3 dengan
cakupan program ≤ 50% serta masih memerlukan dukungan dana
dari pemerintah.
3. Kelompok lansia purnama adalah kelompok yang sudah mantap
dan melaksanakan kegiatan secara lengkap paling sedikit 10 kali
stahun dengan beberapa kegiatan tambahan diluar kesehatan dan
cakupan lebih tinggi (≥60%).
4. Kelompok lansia mandiri adalah kelompok purnama dengan
kegiatan tambahan yang beragam dan telah mampu membiayai
kegiatannya dengan dana sendiri.

2.4.6 Mekanisme Pelayanan Posyandu Lansia


Untuk memberikan pelayanan kesehatan yang prima terhadap lansia
dikelompokkan, mekanisme pelaksanaan kegiatan yang sebaiknya
digunakan adalah sistem 5 tahapan (5 meja) sebagai berikut :
1. Meja 1 : Pencatatan/registrasi data demografi dan data kesehatan
lansia :
a) Lansia menuju meja 1 untuk dilakukan pencatatan/registrasi
b) Registrasi dilakukan oleh kader, bagian dari registrasi
antara lain : nomor urut, nomor register, nama, jenis
kelamin, umur, alamat lansia, lansia diberikan kartu status
kesehatan yang sudah berisi identitas lansia. Lansia menuju
meja 2 untuk dilakukan pemeriksaan

36
2. Meja 2 : Pemeriksaan status kesehatan dan indeks massa tubuh
lansia
a) Lansia membawa kartu status kesehatan menuju meja 2
untuk dilakukan pemeriksaan oleh kader kesehatan anggota
Pokjakes.Pemeriksaan yang dilakukan meliputi :
1. Pengukuran tinggi badan dan penimbangan berat badan,
sekaligus ditentukan IMT lansia
2. Pemeriksaan tekanan darah,denyut nadi dan suhu
3. Pemeriksaan fisik yang lain, misalnya gigi, mulut, paru,
jantung dll
4. Anamnese keluhan kesehatan lansia
b) Semua hasil pemeriksaan ditulis ke dalam kartu status
kesehatan lansia diikuti pembubuhan tanda tangan
pemeriksa
c) Dilakukan pengisian KMS oleh petugas
d) Lansia menuju meja 3 untuk dilakukan penilaian
kemandiriannya dengan tetap membawa kartu status
kesehatan dan KMS.

3. Meja 3 : Penilaian indeks katz/kemandirian lansia


a) Lansia menuju meja 3 untuk dilakukan penilaian tingkat
kemandiriannya
b) Dilakukan pencatatan tingkat kemandirian di kartu status
kesehatan lansia
c) Diinformasikan kepada lansia akan ketidakmandiriannya di
bidang tertentu untuk selanjutnya diberikan HE (Health
Education) untuk memenuhi kebutuhan tersebut
d) Lansia menuju meja ke 4 untuk dilakukan penyuluhan dan
pemberian makanan tambahan sambil tetap membawa kartu
status kesehatan dan KMS.

4. Meja 4 : Penyuluhan dan Pemberian Makananan Tambahan Lansia

37
a) Lansia menuju meja 4 untuk dilakukan penyuluhan dan
pemberian makanan tambahan oleh kader kesehatan
anggota Pojakes.
b) Penyuluhan atau Health Education yang dilakukan secara
individual sesuai dengan permasalahan lansia secara umum,
khususnya dan merujuk padatingakat kemandirian lansia.
c) Lansia menuju meja 5 untuk diberikan pelayanan kesehatan
yaitu pengobatan.

5. Meja 5 : Pelayanan Kesehatan (Pengobatan) lansia


a) Lansia menuju meja 5 untuk diberikan pengobatan dengan
menunjukkan kartu status kesehatannya kepada
dokter/petugas
b) Dokter/petugas memberikan obat sesuai dengan keluhan
lansia
c) Kartu status kesehatan lansia disimpan oleh petugas sebagai
data simpanan, sedangkan KMS dibawa oleh lansia.

2.4.7 Pengorganisasian Posyandu Lansia


Kedudukan posyandu sebagai suatu bentuk peran serta masyarakat yang
diselenggarakan oleh swadaya masyarakat lainnya dengan bantuan teknis
dari puskesmas, pemerintah daerah, organisasi sosial, dinas pendidikan,
pertanianan, agama dan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD).
Sebagai kegiatan swadaya masyarakat yang semula dikenal kegiatan
Pembangunan Masyarakat Desa.
Mengingat kegiatan posyandu merupakan kegiatan warga
masyarakat setempat, maka yang menjadi tugas dari kader, pemimpin
kader dan pemuka masyarakat untuk menumbuhkan kesadaran semua
warga agar menyadari bahwa posyandu adalah milik warga, pemerintah
khususnya petugas kesehatan hanya berperan membantu, di Indonesia
dana digunakan untuk pelaksanaan posyandu lansia dari dan oleh
masyarakat. Penyelenggaraan kegiatan posyandu itu sendiri adalah kader
dan koordinator kader yang telah mendapatkan pelatihan teknis. Pada

38
prinsipnya pelatihan dilaksanakan untuk meningkatkan pengetahuan,
ketrampilan dan sikap individu, tim dan organisasi.

2.4.8 Indikator Keberhasilan Posyandu Lansia


Penilaian keberhasilan upaya pembinaan lansia melalui kegiatan pelayanan
kesehatan digunakan dengan menggunakan data pencatatan dan pelaporan,
pengamatan khsusus dan penilaian. Keberhasilan tersebut dapat dilihat dari
:
a) Meningkatkan sosialisasi masyarakat lansia dengan
berkembangnya jumlah organisasi masyarakat lansia dengan
berbagai aktivitas pengembangannya.
b) Berkembangnya jumlah lembaga pemerintah/swasta yang
memberikan pelayanan kesehatan bagi lansia
c) Berkembangnya jenis pelayanan kesehatan pada lembaga
d) Berkembangnya jangkauan pelayanan kesehatan bagi lansia
e) Penurunan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit pada
lansia antara lain : hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung
dan lain-lain baik di rumah maupun di puskesmas.

2.4.9 Upaya Kegiatan Posyandu Lansia


Faktor pemungkin atau pendukung (enabling factor) perilaku kunjungan
lansia ke posyandu adalah fasilitas, sarana atau prasarana yang mendukung
terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Pengetahuan dan sikap saja
belum menjamin terjadinya perilaku, disamping itu diperlukan adanya
sarana atau fasilitas untuk memungkinkan atau mendukung perilaku
tersebut. Segi kesehatan masyarakat, agar masyarakat mempunyai perilaku
sehat harus terjangkau sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan,
misalnya untuk terjadinya perilaku lansia yang selalu menjaga agar tetap
sehat, maka perlu dilakukan kunjungan ke posyandu lansia.
Menurut Notoatmodjo (2007), hambatan yang paling besar
dirasakan dalam mewujudkan perilaku hidup sehat yaitu faktor
pendukung. Menurut Bank Dunia hambatan utama yang dihadapi oleh
masyarakat sosial ekonomi rendah untuk memperoleh pelayanan kesehatan
adalah kurangnya infrastruktur fisik. Hal ini masih dialami di negara yang
sedang berkembang, yang menunjukkan ketidakadilan yang besar dalam

39
distribusi petugas dan fasilitas kesehatan yng memadai, serta infrastrusktur
komunikasi dan transportasi yang belum dikembangkan secara memadai.
Sumber kesehatan secara tidak proporsional lebih banyak
dimanfaatkan untuk daerah perkotaan dibandingkan pelayanan primer di
pedesaan, sehingga yang terjadi adalah ketidakadilan pelayanan di daerah
perkotaan dan pedesaan. Jarak membatasi kemampuan dan kemauan lansia
untuk mencari pelayanan, terutama jika sarana transportasi yang tersedia
terbatas, komunikasi sulit dan didaerah tersebut tidak tersedia tempat
pelayanan.
Adapun kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan pelayanan
kesehatan terhadap lansia adalah :
a) Kegiatan Promotif : Memberikan penyuluhan tentang perilaku
hidup sehat, gizi, penyakit degeneratif, kebugaran jasmani,
pemeliharaan kemandirian serta produktivitas lanjut usia.
b) Kegiatan Preventif : Kegiatan yng bertujuan untuk mencegah
sendini mungkin terjadinya penyakit dan komplikasi melalui
deteksi dini dan pemantauan kesehatan lansia. Kegiatan ini dapat
dilakukan dikelompok lansia/posbindu dengan menggunakan kartu
menuju sehat (KMS) lanjut usia
c) Kegiatan kuratif : Kegiatan pengobatan ringan bagi lansia yang
sakit dapat dilakukan di Puskesmas serta bagi yang membutuhkan
penanganan dengan fasilitas lebih lengkap dapat dirujuk ke Rumah
Sakit.
d) Kegiatan Rehabilitatif : Kegiatan ini dapat berupa upaya medis,
psikososial, edukatif maupun upaya lain yang dapat semaksimal
mungkin mengembalikan kemampuan fungsional dan kepercayaan
diri lansia.

40
BAB 3
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 KERANGKA BERPIKIR


Bagian ini menjelaskan hal yang dilakukan peneliti untuk menganalisa
masalah dan pemecahan masalah yang ditemukan di Puskesmas Pasundan, mulai
dari identifikasi masalah sampai dengan bentuk intervensi kegiatan untuk
mengatasi masalah tersebut. Adapun sistematika/alur dari proses analisa masalah
sampai dengan pemecahan masalah adalah sebagai berikut :
1. Identifikasi Masalah
2. Penentuan Prioritas Masalah
3. Perumusan Masalah
4. Mencari Penyebab Masalah
5. Menetapkan Cara-cara Pemecahan Masalah
Dengan menganalisa serta membuat suatu pemecahan masalah kesehatan
di wilayah kerja Puskesmas Pasundan dengan tepat, diharapkan Puskesmas
Pasundan dapat menemukan alternatif pemecahan masalah kesehatan melalui
kegiatan-kegiatan intervensi secara efektif dan efisien, sehingga dapat membantu
dalam meningkatkan pembangunan khususnya bidang kesehatan di wilayah kerja
Puskesmas Pasundan Kota Samarinda.

3.1.1 Identifikasi Masalah


Identifikasi masalah berdasarkan capain SPM sesuai PMK Nomor 43
tahun 2016 di Puskesmas Pasundan disajikan dalam Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Identifikasi masalah berdasarkan capain SPM sesuai PMK Nomor 43
tahun 2016 di Puskesmas Pasundan

41
No. Indikator SPM Target Capaian Masalah
1 Pelayanan kesehatan ibu 100% 94,04% Kesadaran masyarakat
hamil masih kurang
Pelayanan antenatal dengan Terdapat pasien yang
memenuhi kriteria 10 T, lebih memilih
minimal 4 kali selama memeriksakan
kehamilan kandungannya rutin
ke spesialis
kandungan dengan
biaya sendiri
2 Pelayanan kesehatan ibu 100% 98,11% Terdapat pasien yang
bersalin dirujuk namun tidak
Pelayanan persalinan normal kembali lagi ke
sesuai PMK No.97 Tahun Puskesmas.
2014
3 Pelayanan kesehatan bayi 100% 5,02% Pelayanan ini
baru lahir dikerjakan di FKTL
Pelayanan yang diberikan dan data didapatkan
pada bayi usia 0-28 hari dan dari FKTL. Namun
mengacu kepada Pelayanan tidak semua FKTL
Neonatal Esensial sesuai yang jadi tempat
PMK No.25 Tahun 2014 rujukan berada di
wilayah kerja
Puskesmas Pasundan
4 Pelayanan kesehatan balita 100% belum Kegiatan sudah
Pelayanan kesehatan yang ada data dilakukan. Namun
diberikan kepada anak pencatatan sesuai
berusia 0-59 bulan SPM belum ada
5. Pelayanan Kesehatan pada 100% Belum Kegiatan sudah
usia pendidikan dasar ada data dilakukan. Namun
Penjaringan kesehatan yang pencatatan sesuai
meliputi penilaian status gizi, SPM belum ada
penilaian tanda vital,
penilaian kesehatan gigi dan
mulut, penilaian ketajaman
indera pendengaran dengan
garpu tala. Minimal 1 kali
pada kelas 1 dan kelas 7
6 Pelayanan kesehatan pada 100% 0% Belum adanya poli
usia produktif khusus usia produktif
Warga negara Indonesia usia di Puskesmas
15–59 tahun mendapatkan Pasundan.
skrining kesehatan (minimal Belum terdapat
1 tahun sekali) yaitu program yang
a. deteksi obesitas (TB dan terstruktur untuk
BB dan LP) mewujudkan
b. deteksi hipertensi (TD) pelayanan kesehatan
c. deteksi DM (gula darah) pada usia produktif

42
d.Gangguan mental meskipun beberapa
emosional dan perilaku dari poin skrining
e. Pemeriksaan ketajaman sudah diterapkan di
penglihatan Poli Umum
f. Pemeriksaan ketajaman Puskesmas Pasundan
pendengaran
g. Deteksi dini kanker
dengan IVA untuk wanita
usia 30-59 tahun

7 Pelayanan kesehatan pada 100% 0% Belum terdapat


usia lanjut program yang
Warga negara Indonesia usia terstruktur untuk
≥60 tahun mendapatkan mewujudkan
skrining kesehatan (minimal pelayanan kesehatan
1 tahun sekali) yaitu pada usia produktif
a. Deteksi hipertensi (TD) meskipun beberapa
b. Deteksi DM (gula darah) dari poin skrining
c. Deteksi Kolesterol sudah diterapkan di
d. Deteksi gangguan mental Poli Umum
emosional dan perilaku (Mini Puskesmas Pasundan
Cog atau MMSE atau AMT
dan GDS)
8 Pelayanan kesehatan 100% 41,15% Kurangnya kesadaran
penderita hipertensi pasien untuk
a.Pemeriksaan dan memeriksakan secara
monitoring tekanan darah rutin ke Puskesmas.
b. edukasi Penyebabnya antara
c. pengaturan diet seimbang lain malas menunggu
d. aktivitas fisik antrian dan lebih
e. pengelolaan farmakologis memilih membeli di
apotek.
9 Pelayanan kesehatan 100% tidak ada Kegiatan sudah
penderita Diabetes Melitus data dilakukan. Namun
a. Edukasi pencatatan sesuai
b. Aktivitas fisik SPM belum ada.
c. Terapi nutrisi medis
d. Intervensi farmakologis
10 Pelayanan kesehatan orang 100% 55% Kurangnya kesadaran
dengan gangguan jiwa keluarga pasien untuk
berat mendukung agar
a. Edukasi dan evaluasi pelayanan kesehatan
tentang : tanda gejala terhadap pasien
gangguan jiwa, kepatuhan terpenuhi.
minum obat dan informasi Misalnya tidak
lain terkait obat, mencegah mengizinkan psien
tindakan pemasungan, dijemput ambulance
kebersihan diri, sosialisasi, namun tidak

43
kegiatan rumah tangga dan mengantar juga ke RS
aktivitas bekerja sederhana Atma Husada, atau
b. tindakan kebersihan diri tidak mengambilkan
ODGJ berat obat pasien.
11 Pelayanan kesehatan orang 100% 97% Terkendala di pasien
dengan TB yang pindah domisili
a. Penegakan diagnosis TB
secara bakteriologis dan
klinis
b. Pemantauan kemajuan
pengobatan pada akhir
pengobatan intensif, bulan ke
5, dan akhir pengobatan
c. pengobatan dengan
menggunakan OAT dengan
panduan OAT standar
12 Pelayanan kesehatan orang 100% 100% tidak terdapat masalah
dengan risiko terinfeksi
HIV
Pemeriksaan HIV terhadap
orang beresiko terinfeksi
HIV yang datang ke
fasyankes

3.1.2 Prioritas Masalah


Setelah melakukan identifikasi masalah-masalah yang ada di Puskesmas
Pasundan dari Capaian Standar Pelayanan Minimal di dapat beberapa masalah
yaitu :
a. Pelayanan kesehatan pada usia produktif
b. Pelayanan kesehatan pada usia lanjut
c. Pelayanan Kesehatan penderita Diabetes Melitus
d. Pelayanan kesehatan penderita hipertensi
e. Pelayanan kesehatan orang dengan gangguan jiwa berat
Penentuan prioritas masalah kesehatan perlu dilakukan untuk menentukan
masalah kesehatan mana yang perlu mendapatkan perhatian lebih dari masalah
kesehatan lainya. Untuk penentuan prioritas masalah kesehatan yang ada, dilakukan
menggunakan Analisis USG dengan mempertimbangkan. Kriteria berikut :
Tabel 3.2 Kriteria Penilaian USG
NILAI URGENSY SERIOUSNEES GROWTH
5 Sangat penting Sangat serius Sangat berkembang
4 Cukup penting Cukup serius Cukup berkembang
3 Penting Serius Berkembang
2 Kurang penting Kurang serius Kurang berkembang
1 Sangat kurang penting Sangat kurang serius Sangat berkembang

44
Prioritas masalah diurutkan berdasarkan hasil penambahan yang paling
besar dari ketiga hal tersebut (U+S+G) dan disusun dalam bentuk matriks pada
Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Tabel Analisis Penetapan Prioritas Masalah


No. Permasalahan Urgency Seriousness Growth Jumlah
1 Pelayanan Kesehatan Usia 2 5 4 11
Lanjut 0%
2 Pelayanan Kesehatan Usia 2 4 4 10
Produktif 0%
3 Pelayanan DM (tidak ada 2 4 3 9
data)
4 Pelayanan HT 41,2% 2 4 3 9
5 Pelayanan ODGJB 55% 2 3 3 8

Berdasarkan Tabel 3.3, nilai tertinggi ditetapkan sebagai prioritas masalah


kesehatan. Dengan demikian prioritas masalah di Puskesmas Pasundan yaitu
“Pelayanan Kesehatan Usia Lanjut”.
Adapun masalah-masalah yang dipertimbangkan dari kelima prioritas
masalah diatas dapat dilihat pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4 Perumusan Masalah
No. Masalah Kesehatan Yang Terkena Masalah Besarnya Masalah
1. Rendahnya Capaian Keluarga Pasien -Tidak terskriningnya
Pelayanan Kesehatan Jasa Fasilitas Kesehatan tekanan darah, gula
Usia Lanjut Pemerintah (GO) darah dan kolesterol
dapat menyebabkan
gagalnya penanganan
dini dari penderita HT
dan DM
-Berisiko mengalami
komplikasi serius dari
penyakit HT dan DM
seperti stroke dan
gagal ginjal yang akan
menambah
pembiayaan untuk
penanganan
komplikasi dari
penyakit tersebut.
-Tidak ada data yang
akurat untuk
memonitor kesehatan
peserta lansia

45
2. Rendahnya Capaian Keluarga Pasien -Tidak terskriningnya
Pelayanan Kesehatan Jasa Fasilitas Kesehatan tekanan darah, gula
Usia Produktif Pemberi Lapangan
darah, status mental,
Pekerjaan penglihatan,
Pemerintah (GO) pendengaran, dan
kanker serviks dapat
menyebabkan
gagalnya penanganan
dini dari penderita HT,
DM, gangguan
penglihatan, ganguan
pendengaran, dan
kanker serviks.
-Berisiko mengalami
komplikasi serius dari
penyakit tersebut di
atas yang akan
menambah
pembiayaan untuk
penanganan
komplikasi dari
penyakit tersebut.
-Bagi penderita yang
bekerja akan
mempengaruhi kinerja
nya jika terlambat
ditangani secara dini
-Tidak ada data yang
akurat untuk
memonitor kesehatan
peserta usia produktif
3. Rendahnya Capaian Pasien dan Keluarga -Berisiko mengalami
Pelayanan Penderita DM Pemberi Lapangan komplikasi serius dari
Pekerjaan penyakit DM yang
Jasa Fasilitas Kesehatan akan menambah
Pemerintah (GO) pembiayaan untuk
penanganan
komplikasi dari
penyakit DM.
-Bagi penderita yang
bekerja akan
mempengaruhi kinerja
nya jika tidak
dimonitoring dengan
baik.
-Tidak ada data yang
akurat untuk
memonitor kesehatan

46
peserta DM.
4. Rendahnya Capaian Pasien dan Keluarga -Berisiko mengalami
Pelayanan penderita HT Pemberi Lapangan komplikasi serius dari
Pekerjaan penyakit HT yang
Jasa Fasilitas Kesehatan akan menambah
Pemerintah (GO) pembiayaan untuk
penanganan
komplikasi dari
penyakit HT.
-Bagi penderita yang
bekerja akan
mempengaruhi kinerja
nya jika tidak
dimonitoring dengan
baik
5. Rendahnya Capaian Masyarakat -Beresiko melukasi
Pelayanan Penderita Jasa Fasilitas Kesehatan masyarakat
ODGJB Pemerintah (GO) -Beresiko menambah
pembiayaan oleh
asuransi pemerintah
apabila pasien melukai
dirinya atau orang
lain.

3.1.3 Fishbone

Gambar 5. Kerangka Analisa (Fishbone)

47
3.1.4 Kegiatan Pokok dan Rincian Kegiatan
Tabel 3.5 Kegiatan Pokok dan Rincian Kegiatan
No. Kegiatan Pokok Rincian Kegiatan
1 Menentukan Masalah Melihat proses dan hasil
skrining pelayanan kesehatan
usia lanjut dari kunjungan di
Posyandu lansia

2 Menentukan dan mengumpulkan subjek Melakukan evaluasi hasil


yang akan dijadikan sampel (kader kinerja kader Posyandu lansia
posyandu lansia) Puskesmas Pasundan di tahun
2017
3 Menentukan item yang dibutuhkan Berdiskusi dengan pemegang
untuk pelatihan terhadap kader program
posyandu lansia sesuai SPM
4 Pembuatan materi untuk pelatihan Mempersiapkan materi
terhadap kader posyandu lansia penyuluhan terhadap kader
posyandu lansia
5 Persiapan untuk pelatihan kader Melakukan penyuluhan dan
posyandu lansia pelatihan terhadap kader
posyandu lansia
6 Pelatihan Posyandu Lansia Melakukan uji coba
pemeriksaan TD, 5 meja di
Posyandu lansia terpilih
7 Monitoring dan Evaluasi Melihat perubahan kinerja kader
posyandu lansia melalui
pelatihan kader

3.2 Konsep Penelitian


Berdasarkan uraian pada latar belakang dan tinjauan pustaka, disusun
sebuah kerangka berpikir penelitian seperti yang diuraikan pada bagan gambar di
bawah ini. Pada desain ini, yang diteliti adalah pengaruh pelatihan kader posyandu
lansia terhadap perubahan kinerja kader posyandu lansia sesuai SPM di
Puskesmas Pasundan.

Variabel Bebas Variebel Terikat


Pelatihan Kader Kinerja Setelah Pelatihan
Pemeriksaan TD. Pemeriksaan TD.
Pemeriksaan lab Pemeriksaan lab
sederhana. sederhana.
Pelaksanaan sistem 5 Pelaksanaan sistem 5
meja. meja.
48
Gambar 6. Konsep Penelitian
III.3. Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah kader posyandu lansia mampu
melakukan pemeriksaan tekanan darah dan pelaksanaan sistem 5 meja namun
belum mampu melakukan pemeriksaan laboratorium sederhana sesuai SPM di
Puskesmas Pasundan.

49
BAB 4
METODE MINI PROJECT

4.1 Rancangan Mini Project


4.1.1 Desain
Penelitian ini bersifat deskriptif dimana melihat kinerja kader posyandu
lansia sesuai SPM di Puskesmas Pasundan setelah dilakukan intervensi
program pelatihan kader posyandu lansia.

4.1.2 Tempat dan Waktu


Pelatihan ini dilakukan di Puskesmas Pasundan pada saat acara Pertemuan
Kader Posyandu Lansia di bulan Maret 2018 dan dimonitoring hingga
bulan April 2018.
Posyandu lansia yang terpilih menjadi sampel adalah Posyandu Lansia
Cendrawasih dengan alasaan sebagai berikut :
a) Urutan posyandu lansia dengan angka kunjungan terendah di tahun
2017 adalah Poslansia D’Terong (4%), Poslansia Tanjung (7%),
Poslansia Cendrawasih (13%), Poslansia Cempaka Jawa (21%),
Poslansia Mutiara (24%), Poslansia Merapi (44%)
b) Dari urutan di poin a, kader Posyandu lansia yang bersedia turut serta
dalam penelitian ini adalah Posyandu lansia Cendrawasih. Kader
Posyandu lansia D’terong dan Tanjung berhalangan bekerjasama pada
bulan diadakannya penelitian ini.

4.2 Subjek dan Sampel


4.2.1 Variabilitas
Populasi target penelitian ini adalah seluruh kader posyandu lansia yang
terdaftar di wilayah kerja Puskesmas Pasundan. Populasi terjangkau adalah
seluruh kader posyandu cendrawasih (RT 25 Teluk Lerong Ilir,
Samarinda).

50
4.2.2 Kriteria Subjek
Subjek dalam penelitian ini adalah kader Posyandu Lansia Cendrawasih
yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
a) Kriteria Inklusi
 Kader posyandu lansia cendrawasih yang aktif.
b) Kriteria Eksklusi
 Kader posyandu lansia cendrawasih menolak untuk diikutsertakan
dalam penelitian.

4.2.3 Teknik Penentuan Sampel


Pemilihan sampel dilakukan dengan teknik Total Sampling, yaitu semua
kader yang aktif di posyandu lansia cendrawasih.

4.3 Variabel Penelitian


4.3.1 Identifikasi dan Klasifikasi Variabel
Variabel penelitian dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok :
a. Variabel bebas : Pelatihan kader posyandu lansia cendrawasih.
b. Variabel terikat : Perubahan kinerja setelah pelatihan posyandu
lansia cendrawasih.

4.3.2 Definisi Operasional Variabel


a. Pemeriksaan Tekanan Darah
Pada program ini akan dilakukan pemeriksaan tekanan darah dengan
menggunakan alat tensimeter dan stetoskop. Prosesnya yaitu diawali dengan
memasang manset di lengan atas dan meletakkan stetoskop, kemudian pompa
manset sampai denyut menghilang lalu lepas secara perlahan katup manset, bila
bunyi pertama terdengar disebut tekanan sistolik dan bila bunyi terakhir terdengar
disebut tekanan diastolik. Kader yang sudah dilatih dianggap mampu bila
melakukan pemeriksaan tekanan darah walaupun di bawah supervisi.

b. Pemeriksaan Laboratorium Sederhana


Pada program ini akan dilakukan pemeriksaan laboratorium sederhana
berupa pemeriksaan gula darah dan kolesterol dengan menggunakan alat
accucheck/easytouch. Prosesnya yaitu persiapkan alat yang terdiri dari

51
accucheck/easytouch, kassa alkohol, jarum penusuk (lancet), dan test strip.
Kemudian gunakan kassa alkohol untuk membersihkan ujung jari yang akan
ditusuk dan tusukkan jarum, tempelkan ujung test strip ke bulatan darah sampai
merata. Kader yang sudah dilatih dianggap mampu bila melakukan pemeriksaan
laboratorium sederhana walaupun di bawah supervisi.

c. Pelaksanaan Posyandu Lansia dengan Sistem 5 Meja


Pada program ini akan dilakukan pelaksanaan posyandu lansia dengan
sistem 5 meja. Prosesnya yaitu meja pertama adalah pendaftaran lanjut usia
sebelum pelaksanaan pelayanan. Meja kedua adalah penimbangan berat badan dan
pengukuran tinggi badan. Meja ketiga adalah pengukuran tekanan darah,
pemeriksaan kesehatan, dan pemeriksaan status mental. Meja keempat adalah
pemeriksaan kadar darah (laboratorium sederhana dengan alat
accucheck/easytouch). Meja kelima adalah pemberian penyuluhan dan konseling
kepada lansia. Kader yang sudah dilatih dianggap mampu bila setelah pelatihan
kader mengadakan posyandu lansia dengan sistem 5 meja.

4.4 Bahan dan Instrumen Penelitian


a. Pelatihan TD:
Tensimeter dan stetoskop.
b. Pelatihan Laboratorium Sederhana:
Accucheck/Easytouch dan test strip.
c. Pelatihan sistem 5 meja:
Meja, kursi, alat tulis, dan kartu skrining.

4.5 Protokol Penelitian

52
Gambar 7. Protokol Penelitian

4.6 Jadwal Kegiatan


No. Kegiatan 2018
Maret April Mei
I II III IV I II III IV I II
1. Membuat SPO v
2. Melakukan Koordinasi dan
v v
sosialisasi dengan pihak terkait
3. Melakukan pelatihan v v
4. Mempersiapkan alat dan bahan
v v
yang diperlukan
5. Melakukan uji coba di
v
posyandu lansia cendrawasih.
6. Melakukan monev 1 bulan 1
v v
kali
7. Presentasi Hasil v

BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN MINI PROJECT

5.1 Karakteristik Responden


Responden dalam penelitian ini adalah kader aktif posyandu lansia
cendrawasih Puskesmas Pasundan yang telah memberikan persetujuan untuk
mengikuti penelitian ini. Responden diwawancarai dan dilatih sesuai materi

53
pelatihan yang telah disiapkan di pertemuan kader posyandu lansia Puskesmas
Pasundan. Dari pelatihan tersebut didapatkan data seperti yang tercantum dalam
Tabel 5.1 dan Tabel 5.2.

Tabel 5.1 Karakteristik kader posyandu lansia cendrawasih puskesmas


pasundan berdasarkan usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan
keaktifan kader.
N (%)
Karakteristik
(N=5)
Usia (tahun)
- 45 s/d 55 3
- 56 s/d 60 2
- > 60
Jenis Kelamin
-Laki-laki
-Perempuan 5
Pendidikan
- SD 1
- SMP 2
- SMA 2
- PT
Pekerjaan
- IRT 5
- PNS
-Swasta
Keaktifan Kader
- Aktif 4
- Tidak Aktif 1

Tabel 5.2 Perubahan kinerja kader aktif posyandu lansia cendrawasih puskesmas
pasundan berdasarkan variabel pelatihan (pemeriksaan tekanan darah,
pemeriksaan laboratorium sederhana, dan pelaksanaan sistem 5 meja)
Karakteristik Sebelum Pelatihan Setelah Pelatihan
Pemeriksaan TD
-Kasmiati Belum Paham Paham
-Fariah Belum Paham Paham
-Sumiati Belum Paham Paham
-Sapiah Belum Paham Tidak Paham
-Aniah Tidak Aktif Tidak Aktif
Pemeriksaan Lab Sederhana
-Kasmiati Belum Paham Tidak Dilakukan
-Fariah Belum Paham Tidak Dilakukan

54
-Sumiati Belum Paham Tidak Dilakukan
-Sapiah Belum Paham Tidak Dilakukan
-Aniah Tidak Aktif Tidak Dilakukan
Pelaksanaan Sistem 5 Meja Belum Terlaksana Terlaksana

5.2 Pembahasan
Berdasarkan tabel 5.1 dan tabel 5.2 dapat dilihat bahwa kader posyandu
lansia cendrawasih terdiri dari 5 orang wanita yang 3 orang berusia 45-55
tahun, 2 orang berusia 56-60 tahun dan hanya 4 orang kader yang masih
aktif. Pendidikan terakhir 2 orang SMP, 2 orang SMA, dan 1 orang SD.
Semua kader bekerja sebagai IRT.
Setelah dilakukan intervensi melalui pelatihan kader, terlihat
perubahan kinerja kader posyandu lansia cendrawasih dari sebelumnya
yang dari 0 belum paham dalam melakukan pemeriksaan tekanan darah
menjadi sejumlah 3 orang paham dan terlaksananya posyandu dengan
sistem 5 meja. Untuk pemeriksaan laboratorium sederhana tidak dilakukan
dikarenakan kurangnya alat dan melihat latar belakang kader yang bukan
dari bidang medis juga berdasarkan PMK 67 tentang penyelenggaraan
pelayanan kesehatan lanjut usia bahwa pemeriksaan laboratorium
sederhana dilaksanakan/dilakukan oleh petugas kesehatan.
Hal ini menegaskan bahwa berdasarkan data di atas tidak ada
persyaratan yang spesifik untuk menjadi seorang kader posyandu lansia,
seperti yang disebut dalam panduan pelatihan kader posyandu bahwa
persyaratan peserta kader dari aspek fisik berupa pria/wanita berusia 18-50
tahun, berbadan sehat jasmani dan rohani, mau bekerja secara sukarela
mengelola posyandu dan dari aspek pendidikan kader posyandu, baik yang
lama maupun yang baru direkrut ataupun yang masih calon, berpendidikan
paling sedikit sekolah dasar atau yang sederajat.

5.3 Keterbatasan Penelitian


Kendala/keterbatasan dalam penelitian ini antara lain :
1. Terbatasnya alat, waktu, dan tempat untuk pelaksanaan pelatihan kader
posyandu lansia.

2. Terbatasnya jadwal untuk merefresh kembali tugas-tugas kader di


posyandu lansia.

55
BAB 6
PENUTUP

6.1 Simpulan
Berdasarkan hasil pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa
gambaran hasil kinerja kader posyandu lansia cendrawasih di Puskesmas
Pasundan sebelum dilakukan intervensi diketahui 0 orang kader yang belum
paham melakukan pemeriksaan tekanan darah dan setelah diintervensi terlihat
peningkatan sejumlah 3 orang kader yang paham melakukan pemeriksaan tekanan
darah, serta terlaksananya posyandu lansia dengan sistem 5 meja menunjukkan
bahwa dengan pelatihan kader posyandu lansia mengenai skrining lansia memberi
perubahan pada program kesehatan lansia sesuai SPM di posyandu lansia.

6.2 Saran
Saran yang penulis sampaikan adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan promosi mengenai skrining lansia sesuai SPM kepada
kader posyandu lansia.
2. Memantau setiap pelaksanaan posyandu lansia agar terus berjalan
sistem 5 meja.

56
3. Menambahkan alat, waktu, dan tempat serta petugas untuk membina
dan melatih kader dalam pelaksanaan pelatihan kader posyandu lansia.
4. Menambahkan jadwal untuk merefresh kembali tugas-tugas kader di
posyandu lansia.

DAFTAR PUSTAKA
1. Ridio IA. Model Puskesmas Era Desentralisasi.2008.
2. Kementerian Kesehatan. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 43 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan. Departemen Kesehatan RI. 2016.
3. Puskesmas Pasundan. Lokakarya Mini Bulan Januari 2018. 2018.
4. Puskesmas Pasundan. Profil Puskesmas tahun 2017. 2017.
5. Effendi, Ferry. Makhfudli. Keperawatan Kesehatan Komunitas, Teori dan
Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.2009.
6. Trihono. Manajemen Puskesmas Berbasis Paradigma Sehat. Jakarta: CV
Sagung Seto. 2005.
7. Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure. The Seventh Report of the Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High
Blood Pressure (JNC-VII). Bethesda: NIH Publication; 2003.
8. James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman WC, Himmelfarb CD, Handler J, et
al. Evidence-Based Guideline for the Management of High Blood Pressure in
Adults Report From the Panel Members Appointed to the Eighth Joint
National Committee (JNC 8). Bethesda: NIH Publication 03-5233; 2014.
9. Kaplan HI, Saddock BJ, Grabb JA. Kaplan-Sadock Sinopsis Psikiatri Ilmu
Pengetahuan Prilaku Psikiatri Klinis. Tangerang: Bina Rupa Aksara; 2010.

57
10. Bickley LS. Buku Saku pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan Bates
Edisi 5. Jakarta: EGC; 2006.
11. American Diabetic Asociation. American Diabetic Asociation Guidelines
2010. Amerika. 2010.
12. Boedhi, Darmojo, R. Buku Ajar Geriatic (Ilmu Kesehatan Lanjut Usia) edisi
ke – 4. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2011.
13. Pokjanal. Modul Panduan Pelatihan Kader Posyandu. 2012. Available from :
http://dp2m.umm.ac.id/files/file/Modul%20Pelatihan%20Kader
%20Posyandu.pdf [Accessed 29 April 2018].
14. M. Rusmin, Emmi B, Nur HB. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Pemanfaatan Posyandu Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Somba Opu
Kabupaten Gowa Tahun 2015. Al-Sihah Public Health Science Journal. 2015
Januari; 3 (2): 9-18.

58
LAMPIRAN
Lampiran 1. Penyuluhan Kader Posyandu Lansia di Puskesmas Pasundan

Lampiran 2. Pelatihan Kader di Posyandu Lansia Cendrawasih RT. 25 TLI

59
60
Lampiran 3. Posyandu Lansia Cendrawasih dengan Sistem 5 Meja

61

Anda mungkin juga menyukai