Sungguh, baiknya umat Islam hanyalah dapat diraih dengan cara kembali kepada ajaran Islam yang lurus itu sendiri.
Baik dalam permasalahan aqidah, metode pengajaran maupun aturan kehidupan. Ajaran Islam seharusnya
dipraktikkan dalam seluruh aspek kehidupan, kemasyarakatan, ekonomi maupun politik. Asas dari seluruh elemen
masyarakat adalah sebuah keluarga muslim. Pembinaan (Tarbiyah) keluarga muslim berujud pendidikan Islam dan
pelaksana utama dari pendidikan ini adalah seorang ibu muslimah. Tegaknya sebuah keluarga muslim memberikan
andil yang sangat besar bagi terlaksananya dakwah islamiyah. Islam sendiri memberikan tanggung jawab yang
begitu agung kepada keluarga baik dia seorang ayah maupun ibu untuk memberikan pendidikan, pengetahuan,
dakwah dan bimbingan kepada anggota keluarga. Pembinaan yang demikian inilah yang akan menyelamatkan dan
memberikan penjagaan kepada diri dan keluarga sebagaimana perintah Allah :
"Wahai orang-orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka"
(QS )
Mengomentari hal ini Imam ali r.a. dan Ibnu Abbas menyatakan "berikan pendidikan, ajarilah dengan ketaatan
kepada Allah, serta takutlah dari kemaksiatan. Didiklah anggota keluargamu dengan dzikir yang akan
menyelamatkan dari api neraka" ( Ibnu Katheer & At tabari).
Berkaitan dengan tanggung jawab keluarga muslimah ini Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam menerangkan
secara umum tanggung jawab seorang pemimpin.
"Ketahuilah bahwa kalian semua adalah pemimpin, dan kalian akan ditanya tentang kepemimpinan kalian. Pemimpin
di antara manusia dia akan ditanya tentang kepemimpinannya. Laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan dia
akan ditanya tentang kepemimpinannya. Istri adalah pemimpin dalam rumah tangga serta anak-anak suaminya dan
dia akan ditanya tentang mereka. Budak/ pembantu adalah pemimpin dari harta tuannya dan dia akan ditanya
tentangnya. Ketahuilah bahwa kamu sekalian adalah pemimpin dan kalian akan ditanya tentang tentang
kepemimpinannya"
(HSR Bukhari)
Tanggung jawab yang disinggung pada hadits di atas bersifat umum dan menyeluruh. Tanggung jawab seorang
suami tidaklah hanya sebatas memenuhi kebutuhan materi saja , demikian halnya dengan seorang isteri. Ia tidaklah
hanya bertanggung jawab terhadap kebersihan rumah, atau menyiapkan makanan semata. Akan tetapi keduanya
dari kedudukan yang berbeda mempunyai tanggung jawab terhadap pendidikan keimanan keluarga termasuk di
dalamnya tanggung jawab dakwah.
Al Quran dan al Hadits sumber pedoman kita menegaskan tanggung jawab kedua orang tua dalam aktivitas keluarga
dan pengaruhnya terhadap anak. Seorang isteri memiliki tanggung jawab yan berbeda dengan dengan suami. Dan ia
adalah pemimpin sebagaimana yang disinggung dalam hadits di atas. Secara nyata tanggung jawab seorang isteri
terhadap rumah tangga dan anak-anak suaminya sangatlah luas. Panjangnya kebersamaan seorang ibu dengan
anak secara otomatis memberikan warna tersendiri bagi perkembangan pendidikan fisik maupun mental dari sang
anak.
Apabila kita timbang tanggung jawab seorang suami dengan seorang isteri maka akan kita dapatkan bahwa
tanggung jawab seorang isteri sangatlah besar. Karena dialah yang melahirkan sang anak, menyusuinya, dan
menemani serta mendidik anak dari jam ke jam, hari ke hari. Bahkan ketika seorang anak masih balita, kemudian
menginjak remaja dan menjelang dewasa, di dalam rumah maupun di luar rumah sang ibu senantiasa mewarnai
bentuk kehidupan sang anak. Hingga mungkin sang ayah telah tiada maka ibulah yang tetap mendampingi putranya
untuk menyongsong masa depan. Inilah hikmah diperintahkannya wanita untuk berada di rumahnya.
Inilah sebagian tanggung jawab yang diberikan oleh Islam kepada keluarga.
"Jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka" (QS At Tahrim : 6)
1
Memaknai Sebuah Ramadhan
Tak terasa, ramadhan telah kembali menyapa kita. Seakan baru saja ia kita tinggalkan, dengan
beragam kekurangan dan kealpaan untuk mengisinya, kini ia datang kembali. Pertanyaan yang
mungkin menghinggapi setiap kita adalah, apakah yang hendak kita lakukan di ramadhan ini,
apakah kita hendak mengulang kekurangan-kekurangan kita di bulan ramadhan yang lalu, dan
bagaimana kita memacu ibadah kita di bulan mulia ini.
Tahun lalu bacaan qur'an kita mungkin tak habis dikhatamkan, shalat tarawih kita ,masih bolong-
bolong, amalan sunnah kita banyak yang tertinggal dan .........banyak lagi yang belum diperbuat
alias terlewatkan.
Pertanyaan-pertanyaan di atas tentu saja merupakan bagian dari muhasabah (introspeksi) seorang
muslimah untuk tampil lebih baik dalam berislam. Demikian pula dalam hal puasa ramadhan, ketika
Allah menjadi satu-satunya tujuan , maka menjadi sebuah keniscayaan untuk tampil prima dalam
setiap aktivitas ramadhan.
Ramadhan yang sarat dengan janji pahala dan ampunan adalah sebuah momen yang tak layak
untuk disia-siakan begitu saja. Ibarat seorang pedagang yang mengetahui adanya masa untuk
meneguk laba yang luar biasa , maka seorang muslim pun akan berlomba untuk meraih laba yang
luar biasa . Ia akan memilih dan memilah pula mana barang-barang dagangan yang akan
memberikan laba besar ketika ia jual, pun demikian seorang muslim akan berkonsentrasi untuk
mengetahui mana aktivitas positif yang akan menyebabkan diraihnya banyak pahala.
Untuk seorang muslimah ada beberapa aktivitas yang pantas menjadi prioritas di dalam meniti
bulan ramadhan diantaranya :
"Rasulullah pernah ditanya sedekah apakah yang paling utama ? Beliau menjawab
seutama-utamanya sedekah adalah sedekah yang dilakukan di bulan ramadhan"
(HR. Tirmidzi , baihaqi, dan Ibnu khuzaimah )
Bahkan nabi sendiri terkenal sebagai orang yang sangat dermawan terlebih-lebih pada
bulan ramadhan.
"Sesungguhnya Rasulullah itu lebih pemurah dibandingkan dengan angin berhembus. Dan
terutama lagi di bulan ramadhan"
(HR. Tirmidzi dalam syamail Muhammadiyah)
2. Shalat malam berjamaah (tarawih) Berkaitan dengan shalat malam secara berjamaah ini
rasul kita menyatakan
"Barangsiapa yang shalat malam bersama imam hingga selesai shalatnya, akan dituliskan
baginya pahala shalat sepenuh malam untuknya"
(HR Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibn Majah)
Hadits ini memberitakan tentang keutamaan shalat malam secara berjamaah di bulan
ramadhan melebihi shalat malam sendirian yang panjang.
2
membacanya di antara kesibukan aktivitas kita yang lain. Dan jangan lupa pelajari pula
kandungan isinya dengan tafsir-tafsir yang ada (seperti tafsir ibnu katsiir, tafsir at-tabari,
adwaul bayan dan kitab tafsir lain yang ditulis oleh para ulama). Disamping itu praktekkan
dalam kehidupan kita sehari-hari.
4. I'tikaf. I'tikaf mengandung arti menetap di masjid untuk beribadah kepada Allah Ta'ala.
Nabi kita Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam selalu melakukan aktivitas ibadah ini
pada 10 hari yang terakhir di bulan ramadhan hingga wafat beliau. Sebuah hadits tentang
i'tikaf ini diriwayatkan oleh Abu hurairah Nabi dahulu beri'tikaf setiap bulan ramadhan
selama sepuluh hari . Namun pada tahun dimana beliau wafat, beliau beri'tikaf selama dua
puluh hari (H.R. AL Bukhari). Sunah ini pun dilaksanakan juga oleh istri-istri nabi dan
tentu inipun sunnah bagi muslimah, asalkan masih dalam batasan syari'at dan terhindar
dari fitnah.
5. Menjalankan umrah ke (baitullah) masjidil haram Hal ini sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Bukhari:
Dan akhirnya Al-madina mengucapkan dan mendo'akan semoga kita termasuk kedalam golongan
orang-orang yang mampu keluar dari ramadhan dengan mereguk pahala yang dijanjikan oleh Allah.
Amin..
Racun atau virus ternyata tak hanya menyerang tubuh kita saja. Hati kita dalam artian maknawi pun ternyata bisa
juga kesusupan makhluk yang berbahaya ini. Bedanya, kalau racun dan virus yang menyerang tubuh segera kita
3
rasakan pengaruhnya dan tentu segera kita waspada, misalnya dengan membuang sumber racun yang ada. Namun
kalau hati kita yang kena racun, kita sering tak sadar kalau telah keracunan. Bahkan mungkin sebagian besar kita tak
tahu apa itu racun atau virusnya hati. Dokter di rumah sakit pun tak bisa mendiagnose atau jangan-jangan dokternya
pun kena racun atau virus itu pula…
Jelasnya, racun hati berbeda dengan racun yang menyerang tubuh. Ia lebih gawat karena mengancam
kelangsungan hidup pada dua kehidupan , yaitu kehidupan dunia dan akhirat. Beberapa racun hati yang mesti
diwaspadai adalah:
Terlampau Banyak Bicara Lidah kita sebenarnya bentuknya hanya kecil, namun ternyata ia punya daya
rusak yang sangat hebat bila tidak dipelihara dengan syariat. Pertengkaran, permusuhan , kebencian,
perceraian, bahkan peperangan bisa berlangsung akibat tidak terkendalinya kata-kata yang dimainkan oleh
lidah. Di zaman kita, realita membuktikan bagaimana kerusakan yang ditimbulkan dari aktivitas "terlampau
banyak bicara". Fitnah, adu domba, menggunjing (Ghibah) bergaung di berbagai penjuru. Tak heran apabila
aktivitas ini pula yang terbanyak memasukkan orang kedalam api neraka seperti sabda nabi shallallahu
alaihi wa sallam :
"2 lubang yang terbanyak memasukkan manusia ke dalam neraka, yaitu mulut dan kemaluan" (HR
shahihain)
Kadang orang berucap tanpa ia pikirkan terlebih dahulu dan ia anggap hal yang sangat sepele namun
berakibat ia terpuruk di api neraka. Dan kini majelis-majelis seperti ini laku dan banyak diminati oleh
masyarakat. Beragam dosa lahir dari aktivitas ini, maka ia pula yang merupakan racun berbahaya yang
mesti diwaspadai. Bagi seorang muslim hanya ada 2 pilihan saja yaitu berkata-kata yang baik atau diam.
Memandang hal-hal yang diharamkan Pandangan yang haram akan membekaskan bayangan di dalam
hati kita terhadap apa-apa yang kita pandang. Syaitan pun segera bermain di sana, dengan membikin
hiasan-hiasan indah pada bayangan tersebut. Akibatnya akan lahir kejelekan-kejelekan yang banyak di hati
kita. Sebenarnya ada muatan apa pada pandangan yang diharamkan itu…?
1. Pandangan adalah panah yang dillepaskan oleh iblis. Ketika seseorang tak menjaga
pandangannya niscaya panah-panah iblis segera menancap di dalam hatinya, dan membuat luka
yang menganga.
2. Syaitan masuk bersama pandangan yang diharamkan.
3. Menyibukkan hati untuk memikirkan apa yang dipandang. Hati pun lalai untuk memikirkan
kesehatan dan kebaikan hati. Akhirnya, kacau balaulah segala urusannya, karena mengikuti hawa
nafsunya.
4. Mengumbar pandangan merupakan kemaksiatan kepada Allah. Karena Allah memerintahkan
kepada laki-laki dan perempuan muslimah untuk menjaga pandangannya :
"katakan kepada laki-laki yang beriman agar menundukkan pandangannya dan menjaga
kehormatan mereka, yang demikian itu lebih suci dan bersih bagi mereka" (QS An Nur : 30)
5. Mengumbar pandangan menyebabkan kegelapan hati. Hal ini sebagaimana ditunjukkan Allah
setelah memerintahkan untuk menjaga panadangan dengan firmanNya :
6.Mengumbar pandangan membutakan hati dari membedakan antara kebenaran dengan kebatilan.
Dan barangsiapa yang menundukkan pandangan karena Allah maka ia akan memperoleh firasat
yang benar.
Kebanyakan Makan Sederhana dalam hal makan berkorelasi dengan kelembutan hati, kekuatan
pemahaman, kelembutan jiwa kelemahan hawa nafsu dan amarah. Adapun berbanyak makan akan
menyebabkan hal yang berlawanan dengan hal di atas.
"Tidaklah bani Adam memenuhi suatu wadah yang lebih jelek daripada perutnya. Cukup baginya
menegakkan tulang punggungnya, bila tidak maka hendaknya ia mengisi sepertiga untuk makanan,
sepertiga untuk minuman dan sepertiga untuk nafasnya" (HR. Ahmad)
4
Berlebihan dalam hal makan mengundang sedemikian banyak kejelekan, karena akan menggerakkan
badan untuk berbuat maksiat, memperberat ketaatan dan ibadah. Kita dapati dalam realita, betapa banyak
maksiat terjadi karena kebanyakan makan. Diakhir poin ini, seorang ulama salaf mengisahkan tentang
seseorang yang menasehati pemuda ahli ibadah di kalangan bani israil Janganlah kalian banyak makan,
minum dan tidur yang mengakibatkan kalian banyak merugi.
Terlalu banyak bergaul Pergaulan yang tidak didasari dengan syariat, akan menimbulkan kerusakan yang
besar. Kasus yang banyak terjadi, seseorang yang semula shalih, berubah total menjadi penjahat yang luar
biasa rusak karena pengaruh pergaulan yang tidak islami. Maka bagi setiap muslim hendaknya
memperhatikan siapa yang akan dia jadikan kawan dekatnya yang selalu ia pergauli.
_________________________________
Islam telah mensyariatkan berbagai tatakrama untuk mengatur kehidupan manusia dan tingkah laku mereka. Bila kita
menyimak lebih jauh ajaran Islam, maka kita akan mendapatkan bahwa Islam merupakan agama yang syarat
dengan masalah tatakrama, budi pekerti, dan peradaban yang tinggi. Islam menyeru kepada jalan yang ideal dalam
masalah tingkah laku dan pergaulan dengan orang lain. Dalam hal ini, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
merupakan teladan yang baik bagi kita. Beliau selalu mengucapkan kata-kata yang paling baik, memilih ucapan yang
tepat dan lembut bagi umatnya, jauh dari ucapan-ucapan yang kotor. Beliau tidak pernah melontarkan kata-kata yang
tidak pantas, kotor dan kasar. Ucapan yang beliau pilih sangat tepat dan tidak pernah melantur, sehingga tidak
disenangi.
Seruan beliau kepada sikap lemah lembut seperti yang diwasiatkan kepada Aisyah :
"Bersikaplah yang lembut. Karena sikap lemah lembut tidak terdapat pada sesuatu kecuali ia membuatnya jadi
indah, dan sikap lemah lembut tidak dilepas dari sesuatu kecuali ia membuatnya jadi buruk"
Maka kita harus memperlakukan manusia seperti kesenangan kita bila diperlukan seperti itu, agar kita bisa lebih
banyak menjauhi kesalahan. Hendaklah kita membersihkan diri kita, baik dalam perkataan maupun perbuatan, agar
kita termasuk orang-orang yang beruntung. Firman Allah :
Al Bukhari berkata di dalam sahihnya, bahwa Ammar ra pernah berkata : "Tiga hal, siapa yang memadukannya
berarti telah memadukan iman, yaitu berbuat adil pada dirimu sendiri, mengucapkan salam kepada orang pandai dan
mengeluarkan nafkah dikala sedikit harta."
Ucapan Ammar ini mengandung dasar-dasar kebaikan. Sebab berbuat adil mengharuskan seseorang melaksanakan
perintah Allah secara sempurna, dan juga harus melaksanakan hak manusia. Ia tidak akan menuntut mereka apa
yang bukan menjadi haknya dan tidak membebankan sesuatu di luar kemampuan mereka. Ia memberi maaf kepada
orang lain dan memberi keputusan kepada mereka seperti yang ia putuskan kepada dirinya sendiri.
Banyak para wanita yang menyeru kepada pola peradaban modern, agar mengikuti aturan-aturan tertentu dalam
pergaulan mereka. Aturan itu dinamakan etika , yang kemudian dijadikan rujukan dalam pergaulan sehari-hari. Tetapi
kita para wanita muslimah sudah mempunyai panutan yang terdapat pada jalan Nabi kita Muhammad shallallahu
alaihi wa sallam. Untuk itu kita mesti mulai, dan meningkatkan pengetahuan kita tentang sunnah nabi kita untuk
kemudian dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
5
Ada Apa Dibalik Pernikahan ?
Nikah. Untuk satu kata ini, banyak pandangan sekaligus komentar yang berkaitan dengannya.
Bahkan sehari-hari pun, sedikit atau banyak, tentu pembicaraan kita akan bersinggungan dengan
hal yang satu ini. Tak terlalu banyak beda, apakah di majelisnya para lelaki, pun di majelisnya
wanita. Sedikit diantara komentar yang bisa kita dengar dari suara-suara di sekitar, diantaranya ada
yang agak sinis, yang lain merasa keberatan, menyepelekan, atau cuek-cuek saja.
Mereka yang menyepelekan nikah, bilang "Apa tidak ada alternatif yang lain selain nikah ?", atau
"Apa untungnya nikah?".
Bagi yang merasa berat pun berkomentar "Kalau sudah nikah, kita akan terikat alias tidak bebas",
semakna dengan itu "Nikah ! Jelasnya bikin repot, apalagi kalau sudah punya anak".
Yang lumayan banyak 'penggemarnya' adalah yang mengatakan "Saya pingin meniti karier terlebih
dahulu, nikah bagi saya itu gampang kok".
Terakhir, para orang tua pun turut memberi nasihat untuk anak-anaknya "Kamu nggak usah buru-buru
menikah, cari duit dulu yang banyak".
Ironisnya bersamaan dengan banyak orang yang 'enggan' nikah, ternyata angka perzinaan atau
'kecelakaan" semakin meninggi ! Itu beberapa pandangan orang tentang pernikahan. Tentu saja
tidak semua orang berpandangan seperti itu. Sebagai seorang muslim tentu kita akan berupaya
menimbang segalanya sesuai dengan kaca mata islam. Apa yang dikatakan baik oleh syariat kita,
pastinya baik bagi kita. Sebaliknya, bila islam bilang sesuatu itu jelek pasti jelek bagi kita. Karena
pembuat syariat, yaitu Allah adalah yang menciptakan kita, yang tentu saja lebih tahu mana yang
baik dan mana yang buruk bagi kita.
Persoalan yang mungkin muncul di tengah masyarakat kita sehingga timbul berbagai komentar
seperti di atas, tak lepas dari kesalahpahaman atau ketidaktahuan seseorang tentang tujuan nikah
itu sendiri.
Nikah di dalam pandangan islam, memiliki kedudukan yang begitu agung. Ia bahkan merupakan
sunnah (ajaran) para nabi dan rasul, seperti firman Allah :
"dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum kamu dan Kami memberikan
kepada mereka isteri-isteri dan keturunan" (QS Ar-ra'd : 38)
Sedikit memberikan gambaran kepada kita, nikah di dalam ajaran islam memiliki beberapa tujuan
yang mulia, diantaranya :
Kehidupan ini rasanya tak pernah dapat dilepaskan dari apa yang dinamakan 'cinta'. Dengannya
menjadi semarak dan indah dunia ini. Lihat saja, bagaimana seorang bapak begitu bersemangat
dalam beraktivitas mencari nafkah, tak lain karena dorongan cintanya terhadap anak dan isterinya.
Seorang yang lain pun begitu semangatnya menumpuk harta kekayaan, karena sebuah dorongan
6
Kaum Wanita, Sebelum dan Sesudah Islam
Kedudukan wanita di jaman jahiliah Kehidupan wanita di jaman jahilian yaitu di arab dan di dunia secara umum,
adalah di dalam kehinaan dan kerendahan. Khususnya di bumi arab , para wanita dibenci kelahiran dan
kehadirannya di dunia. Sehingga kelahiran bagi mereka, adalah awal dari kematian mereka. Para bayi wanita yang
dilahirkan di masa itu segera di kubur hidup-hidup di bawah tanah. Kalaupun para wanita dibiarkan untuk terus hidup,
mereka akan hidup dalam kehinaan dan tanpa kemuliaan. Ini firman Allah
"Ketika bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh" (QS At Takwir : 8-9)
Wanita yang sempat hidup dewasa mereka dilecehkan dan tidak memperoleh bagian dalam harta warisan. Mereka
dijadikan sebagai alat pemuas nafsu para lelaki belaka. Yang ketika telah puas direguk, segera dibuang tak ada
harga dan nilai. Di masa itu pula, para lelaki berhak menikahi banyak wanita tanpa batas, tidak mempedulikan akan
keadilan dalam pernikahan.
Kedudukan wanita dalam Islam Ketika datang islam, kedudukan wanita diangkat dari bentuk-bentuk kedzaliman dan
islam mengembalikan kedudukannya kepada derajat insaniyah. Seperti firman Allah
"Wahai manusia sesungguhnya Kami menjadikan kalian dari laki-laki dan perempuan"
( QS Al Hujurat : 13)
Allah menegaskan bahwa wanita berserikat dengan kaum laki-laki dalam prinsip kemanusiaan mereka.
Sebagaimana mereka pun berserikat dengan laki-laki dalam hal pahala dan dosa sesuai dengan amal perbuatan
mereka.
"barangsiapa yang berbuat amalan kebaikan dari laki-laki maupun perempuan dan dia adalah orang mukmin maka
Kami akan hidupkan dia dalam kehidupan yang baik, dan Kami akan balasi mereka dengan yang lebih baik daripada
yang mereka lakukan
(QS An Nahl : 97)
Allah pun menjadikan para wanita sebagai pemimpin di rumah tangga suaminya, sebagai pemimpin bagi anak-anak
suaminya
"Wanita adalah pemimpin di dalam rumah suaminya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya itu ".
Menjaga kaum wanita pula, maka Islam membatasi poligami bagi laki-laki tidak boleh lebih dari empat. Itu pun
dengan syarat kaum laki-laki harus mampu berbuat adil dalam mempergauli para wanita.
7
Muslimah Waspadalah...!
Musuh Islam memang tak pernah berhenti berupaya menghancurkan umat Islam. Berbagai tipu
daya mereka canangkan, dengan tujuan menipu umat agar terjauh dari agama fitrahnya. Ujung-
ujung yang mereka harapkan adalah memurtadkan umat dari keyakinannya. Salah satu celah yang
tak henti dimasuki oleh orang kafir adalah kaum wanita. Dengan keterbatasannya sebagai insan,
wanita dijadikan sarana menghancurkan generasi islam setahap-demi setahap. Wanita yang
merupakan pendidik generasi, di saat telah teracuni oleh pemikiran kekekufuran maka akan
mewariskan kerendahan bagi generasi berikutnya.
Sesungguhnya musuh islam di hari ini dari kalangan munafik dan kafir yang di hati mereka
menyimpan penyakit, mengidamkan terenggutnya kemuliaan dan keagungan seorang muslimah.
Mereka juga mengimpikan lepasnya penjagaan islam, lepasnya tali keimanan muslimah sehingga
terjerumuslah para muslimah ke dalam kehinaan setelah para kufar dan orang yang berpenyakit di
dalam hatinya memuaskan syahwat mereka.
"Dan orang-orang yang mengikuti hawa nafsu mereka menginginkan agar kalian menyimpang
dengan penyimpangan yang besar " ( QS An Nisa' : 27 )
Di hari ini, kita dapat saksikan, bagaimana orang di luar islam memberikan teladan hidup penuh
kebebasan. Hidup tanpa aturan bak binatang, buka aurat sembarangan. Hingga sepanjang hari tak
ada model kehidupan kecuali hanya mengikuti hawa nafsu belaka. Yang patut disayangkan
sebagian muslimah dengan ridhanya mencontoh bulat-bulat teladan keburukan tadi. Mulai dari
pakaian, cara bicara, potongan rambut, gaya hidup dan segalanya. Sehingga tak lagi bisa
dibedakan mana yang kafir mana yang muslimah.
Model kekafiran yang diikuti oleh para muslimah tadi sesungguhnya berujung kepada lepasnya
dienul islam dari seorang muslimah. Sungguh berbahaya. Sehingga para muslimah mesti waspada,
dan berhati-hati dalam bergaul serta berteman. Jangan mudah 'bercurhat ria' kepada teman yang
kita tahu tak banyak ngerti tentang agama. Lebih-lebih beda agama. Muslimah pun mesti
mewaspadai pergaulan bebas yang ada sekarang. Naudzubillah, jangan sampai ikut terjerumus ke
dalamnya. Banyak hidung belang dari pembawa misi kekufuran bergentayangan mencari mangsa
muslimah yang lemah untuk diajak kepada jurang kekafiran.
Dan Ingat pula, bahaya pengkufuran merayap di berbagai tempat dan media. Dan muslimah
semestinya kembali mengkaji agama islam, memahaminya, dan mempraktikannya dalam setiap
gerak kehidupan. Semoga Allah senantiasa menjaga dan menghidayahi kita.
8
Istri Ideal
Kancah wanita adalah rumahnya. Dia bisa membuat rumahnya sebagai syurga dan tempat berteduh, atau merubahnya m
neraka yang membara.
Hubungannya dengan suami tidak bisa diikat oleh kemaslahatan yang semu dan palsu. Suami adalah jalan yan
menghantarkan wanita ke surga, jika dia melaksanakan kewajibannya dengan jalan yang diridhoi Allah. Dari ummu salam
dia berkata,
"rasulullah saw. bersabda , siapapun wanita yang meninggal, sedang suaminya ridha kepadanya, maka dia masuk surga." (
Ibnu Majah, At Tirmidzi dan Al Hakim)
Pahala karena jiwanya yang luhur dan perhatiaannya yang tinggi tidak hanya terbatas di dunia saja, tetapi terbawa hingga k
yang abadi. Dia mengabaikan segala kenikmatan semu yang dapat menghalanginya dari ridha Allah, yaitu menaati suam
sadar bahwa ketaatannya adalah sarana utntuk menundukkannya dan sekali-kali tidak akan membuatnya marah, seperti a
keadaanya. Dari abu hurairah r.a. dia berkata,
"rasulullah saw, bersabda, jika seorang laki-laki mengajak istrinya ketempat tidurnya, lalu dia tidak mau mendatanginya, lalu
menjadi marah kepadanya, maka para malaikat melaknatnya hingga pagi hari" (HR Bukhory, Muslim, Abu Daud dan An
Nasa'I)
Dalam menghadapi kehidupan suami istri, istri selalu siap mengemban beban rumah tangga dan tidak perlu lagi untuk diin
akan tugas yang mesti dilakukannya. Dia tahu peran dan misinya di tengah keluarga. Dia memandang konsisten, baga
tidak, sedang melakukan kewajiban dengan menaati suami, lebih kuat dari pada melaksanakan amal yang hukumnya s
Sebagaimana hadist dari abu hurairah
"tidak dihalalkan bagi wanita untuk berpuasa, sedang suaminya ada disisinya kecuali dengan izinnya, dan dia tidak diizinkan
memasukkan (laki-laki lain) kedalam rumahnya kecuali dengan izinnya, dan apa yang dia keluarkan dari suatu nafkah tanpa
perintahnya, maka setengah pahalanya kembali kepada suaminya"
(HR Bukhory dan Muslim)
Didalam hadist ini terkandung pengertian bahwa hak suami adalah lebih kuat dari pada ibadah istri yang hukumnya s
Sebab hak suami adalah wajib, sedangkan pelaksanan yang wajib harus didahulukan dari pada yang sunnah wajib dan h
adalah sunnah. Siapapun wanita yang tidak mentaati suaminya, maka dia akan menderita, maka istri harus mentaati sua
dalam perkara-perkara yang mubah (diperbolehkan) dalam syari'at.
9
Kiat Bergaul
Bergaul dengan orang lain ternyata tak luput dari perhatian Islam. Bahkan kebaikan dalam bergaul atau
bermuamalah merupakan salah satu pokok ajaran Islam. Bermuamalah dengan siapa saja, baik ia patner kerja,
teman belajar, atasan, atau dengan anggota keluarga kita. Ada kiat-kiat tertentu yang syar'I yang dianjurkan oleh
Islam. Sudah semestinya kita perlu melihat bagaimanakan kaidah dan kiat-kiat Islam dalam bergaul, agar mampu
mengambil hati orang lain dan memberikan pengaruh pada mereka. Dan tentu saja niatan kita disaat bergaul adalah
meraih sesuatu yang sangat agung yaitu mencari keridhaan Allah azza wa jalla.
Kaidah-7 Sungguh Allah itu Maha Indah dan cinta kepada Keindahan
Abu Hurairah berkata"Seorang laki-laki datang kepada nabi dan ia seorang laki-laki yang sangat
bagus ia berkata Wahai Rasulullah saya adalah seorang yang cinta dengan keindahan dan saya
mendapatkan seperti apa yang Anda lihat. sampai-sampai segala sesuatu yang aku suka tak akan
terlewat dari perhatian orang. Sehingga mereka berkata alangkah indah tali sandalku, apakah yang
demikian termasuk kesombongan ? Rasulullah berkata Tidak ! akan tetapi kesombongan itu adalah
menolak kebenaran dan merendahkan manusia"
Kaidah-8 Jazakallah Khairan(Semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan) adalah syiar orang
yang bersyukur
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berkata " Barangsiapa yang berbuat kebaikan kepadamu
maka balaslah ia .Apabila engkau tidak mendapati apa yang dapat membalas kebaikannya maka
doakan dia, sampai engkau yakin bahwa hal tersebut telah membalas kebaikannya Kaidah-9
tawadlu (merendahkan diri) niscaya Allah mengangkatmu Rasulullah berkata Sungguh Allah
mewahyukan kepadaku untuk bertawadlu
10
10 Nasehat Untuk Wanita
Nasehat adalah sebuah kejernihan yang sewajarnya hadir dalam kehidupan masyarakat Islam. Terkhusus bagi
wanita muslimah yang hidup dijaman ini. Sapaan nasehat adalah penyejuk yang menyegarkan langkah dalam
menuju ridha Yang Maha rahmah, Allah tabaraka ta'ala.
1. Wanita muslimah meyakini bahwa Allah adalah Tuhannya, Muhammad adalah nabinya dan Islam adalah
agamanya, dan menampakkan jejak keimanan dalam perkataan, amalan dan keyakinan. Maka ia selalu
menjauhi murka Allah, takut akan pedihnya azab Allah dan balasan akibat menyelisihi perintah-Nya.
2. Wanita muslimah selalu menjaga sholat-sholat wajibnya, berwudlu, menjaga kekhusyukan dan ketepatan
waktu melaksanakan sholat. Janganlah menyibukkan diri dengan aktivitas yang lain ketika datang waktu
sholat. Meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat yang memalingkan dari ibadah kepada Allah. Ia pun
menampakkan atsar (bekas) sholatnya dalam peri kehidupan , karena sesungguhnya sholat itu mencegah
dari perbuatan keji dan mungkar, sholat adalah penjaga terbesar dari kemaksiatan.
3. Wanita muslimah selalu menjaga hijabnya (mengenakan jilbab) merasa mulia dengan hal tersebut dan dia
tidak keluar dari rumah kecuali dalam kondisi berjilbab, dengan jilbab tersebut bertujuan agar Allah
menjaganya. Ia pun bersyukur kepada Allah yang telah memuliakan, menjaga dan mengehendaki
terjaganya kesuciannya dengan jilbab.
" Wahai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu anak-anakmu dan wanita beriman agar
mereka mengenakan jilbab-jilbab mereka."
(al ahzaab: 59)
4. Wanita muslimah selalu mentaati suaminya, bersikap lembut, cinta, mengajaknya kepada kebaikan, menasehati dan
menghibur suaminya. Ia tidak mengeraskan suara dan kasar dalam berbicara kepada suaminya. Rasulullah bersabda,
'apabila seorang wanita menjaga shalat lima waktunya, berpuasa di bulan ramadhan,
menjaga kehormatannya, dan mentaati suaminya niscaya ia akan masuk surga. (Hadis
Shahih jami')
5. Wanita muslimah senantiasa mendidik putranya untuk taat kepada Allah, mengajarinya dengan aqidah yang
benar, menanamkan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya serta menjauhi maksiat dan akhlaq yang buruk,
firman Allah,
'wahai orang-orang yang beriman jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka'.
(At tahrim: 6)
6. Wanita muslimah tidak berdua-duaan dengan laki-laki yang bukan mahramnya. Sabda Rasulullah,
'barangsiapa wanita yang berdua-duaan dengan laki-laki, maka setan yang ke-3 nya'.
Dan wanita muslimah tidak bepergian jauh kecuali untuk keperluan yang tidak bisa ditinggalkan
dan disertai mahram dengan berjilbab.
7. Wanita muslimah tidak berpenampilan atau berdandan seperti kaum laki-laki. Sabda Rasulullah,
'Allah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.'
(Hadis shahih)
Wanita muslimah juga tidak meniru orang-orang kafir dalam kekhususan dan kebiasaan mereka,
"barang siapa yang bertasyabuh (menyerupai) suatu kaum, maka ia termasuk golongan
kaum tersebut" (hadis shahih)
11
8. Wanita muslimah adalah da'iyah (orang yang berdakwah) dibarisan kaum wanita dengan menggunakan
perkataan yang baik melalui jalan menziarahi tetangganya , menyambung persaudaraan, melalui telpon,
memberikan buku-buku dan kaset-kaset Islam. Ia pun beramal dengan apa yang ia ucapkan dan
bersemangat dalam menghindarkan diri dari adzab Allah,
'kalau Allah menghidayahi seseorang melalui perantara kamu maka hal tersebut lebih
baik bagimu dari pada binatang ternak yang merah (harta dunia yang banyak). (HR.
bukhari dan muslim).
8. Wanita muslimah menjaga hatinya dari kerancuan dan hawa nafsu , menjaga pandangannya dari
pandangan-pandangan yang haram, menjaga telinganya dari hal-hal yang melalaikan dari dzikrullah, ini
semua yang dinamakan dengan taqwa,
'malulah terhadap Allah dengan sebenar-benarnya, barang siapa yang malu dengan
sebenar-benarnya maka jagalah kepalanya dan apa yang ada didalamnya, dan jagalah
perutnya serta yang ada didalamnya, ingatlah kematian dan musibah, barang siapa yang
menghendaki akhirat hendaknya ia meninggalkan (tidak cinta) perhiasan-perhiasan dunia,
barang siapa berbuat demikian niscaya sikap malunya kepada Allah benar. (Hadis
Shahih Jami')
9. Wanita muslimah tidak menyia-nyiakan waktu siang maupun malamnya untuk perbuatan yang tidak ada
gunanya, atau melewatkan masa mudanya hilang dengan percuma,
'alangkah meruginya diri kami dari apa yang telah kami tinggakkan' .
(Al An'am: 31)
Wahai muslimah laksanakanlah nasehat-nasehat ini niscaya engkau akan jaya di dunia dan di akhirat.
Waktu hidup sangatlah terbatas dan berharga. Namun pada kenyataan, kita sering melewatkan waktu yang sempit
tadi, berlalu begitu saja tanpa makna. Ada yang mengibaratkan waktu sebagai sebilah pedang. kalau kita tidak
gunakan untuk menebas maka kita lah yang akan ditebasnya. Hari-hari berlalu begitu cepatnya, detik, menit, jam
hari, minggu, bulan dan seterusnya berlalu dengan cepatnya. Ia selalu bergerak dan tak mempedulikan orang yang
ada di atasnya. Bila manusia tak peduli juga dan tidak turut bergerak niscaya ia akan tertinggal.
Apabila manusia turut bergerak menyertai waktu, maka mesti ia perhatikan apa aktivitas yang ia lakukan dalam
mengikuti pergerakan waktu. Apakah aktivitas kebaikan ataukah sebaliknya. Kalau aktivitas jelek yang ia lakukan
niscaya ia akan merugi dan bila kebaikan niscaya keuntunganlah yang akan ia raih. Kita pun mesti ingat bahwa
setiap aktivitas tadi baik berupa perbuatan maupun perkataan ada yang mengawasi dan mencatat. Firman Allah
' apa-apa yang kamu ucapkan dari perkataan maka disisinya ada malaikat yang dekat dan selalu menyertai'.(Qof:18)
Kenyataan seperti ini tentu akan menggugah diri seorang insan beriman untuk melihat dan mengetahui amala
kebaikan yang semestinya ia lakukan dalam bergerak bersama waktu
Tilawah Al Qur'an. Kita semestinya menyempatkan dan mengagendakan waktu kita untuk membaca
firman-firman Allah. Membaca Al Qur'an adalah bentuk aktivitas yang bagus untuk memanfaatkan waktu
kita. Bahkan padanya ada pahala yang besar. Pada setiap huruf dari ayat yang kita baca bermuatan pahala,
ada 1 kebaikan. Padahal pada 1 kebaikan diganjar 10- 700 kali lipat. Salafus-shalih (para pendahulu yang
shalih) senantiasa menjaga kontinuitas dalam membaca Al Qur'an dan mereka terbiasa mengkhatamkan Al
Qur'an beberapa kali dalam sebulan. Adapun kita, apabila mempunyai kesibukan yang banyak maka paling
12
tidak , kita menkhatamkan Al Qur'an minimal satu kali dalam sebulan. Untuk kontinuitasnya maka sebaiknya
kita mulai membaca Al Quran pada awal bulan, nomor juz yang kita baca disesuaikan dengan tanggal yang
ada. Hari ke 1 bulan tersebut kita baca juz 1, hari kedua juz dua hari ketiga juz tiga dan seterusnya sampai
genap tiga puluh hari kita selesaikan tiga puluh juz Al Qur'an.
Membaca buku-buku yang bermanfaat. Aktivitas ini kita lakukan dengan tujuan menambah ilmu dan
staqofah kita. Mulailah kita baca buku-buku Islam yang membuat kita mampu berislam dengaan baik dan
beribadah kepada Allah dengan ilmu yang benar. Dengan aktivitas membaca ini, kita akan tahu tentang
bagaimana sebenarnya kedudukan wanita di zaman jahiliah sebelum islam. Kita pun akan mengetahui
bagaimana sebenarnya kerancuan-kerancuan yang dibuat oleh musuh-musuh islam untuk menghancurkan
keislaman seorang muslimah.
Berdzikir Kepada Allah. Jadikan umur kita yang terbatas ini untuk terus ingat kepada Allah. Dzikir ini
sebenarnya mudah untuk dilakukan dan semua muslimah bisa menjalankan dimanapun berada. Dzikir bisa
kita hiaskan di bibir kita, ketika kita beraktivitas di rumah misalnya. Kenapa ia tak selayaknya kita
tinggalkan? Karena ternyata keutamaan dzikir sangatlah banyak "Dan laki-laki serta perempuan yang
banyak berdzikir kepada Allah" Rasul pun pernah bersabda
"Perumpamaan orang yang berdzikir dan tidak berdzikir seperti orang yang hidup dan
orang yang mati (HR Bukhari dan muslim),
seorang badui pernah berkata kepada rasulullah "sungguh syariat itu sangat banyak bagi
saya, maka nasehatilah aku, Nabi bersabda "jadilah lisanmu selalu dalam keadaan dzikir
kepadaa Allah (HR Ahmad)
Membaca Al Qur'an adalah dzkir, demikian pula tasbih, tahmid, tahlil, doa. Dan sebenarnya, dzikir itu sendiri
merupakan wujud kesyukuran kita kepada Allah Ta'ala,
Mendidik anak. Pendidikan anak merupakan tanggung jawab seorang ibu. Tarbiyah yang terpenting bagi
seorang anak adalah adalah tarbiyah shalihah dan menumbuhkan sang anak di atas manhaj rabbani yang
lurus. Tarbiyah seorang ibu dari sisi ini memegang peran yang sangat besar daripada seorang ayah, yang
memang lebih banyak bertugas di luar rumah.Ibu shalihah yang menumbuhkembahkan anak dengan akhlaq
yang mulia dan muamalah yang baik jelas akan menjadi qudwah bagi sang anak.
Silatur rahiim. Aktivitas wajib bagi kita. Semestinya dengan aktivitas ini kita dapat memberikan lebih
banyak manfaat kepada kerabat kita, dengan berkata dengan kata-kata yang baik, atau dengan
memberikan kaset keislaman, buku-buku dan menasehati ketika dia lalai. Karena Rasulullah pernah
bersabda
"Orang yang menunjuki kebaikan maka (pahalanya) seperti orang yang melakukan (HR.
Bazzar)
Mendengar kaset kaset yang bermanfaat. Kaset-kaset yang berisi ilmu-ilmu islam di saat ini begitu mudah
untuk diperoleh dan mudah pula kita gunakan, khususnya bagi wanita yang punya kesibukan di rumah
tangga bersama anak-anaknya. Kita dapat mendengarkan kaset tersebut ketika di dapur mempersiapkan
makanan. Jangan kita biarkan sedikit pun waktu kita berlalu tanpa manfaat.
Membantu orang tua kita. Bagi yang belum berkeluarga, kadang beberapa pelajar atau
mahasiswi di musim-musim ujian menggunakan sebagian besar waktunya untuk belajar
dan meninggalkan pekerjaan rumah agar dikerjakan oleh ibu atau pembantu. Benarkah
yang demikian ini? Jawabnya adalah tidak benar, kita bisa belajar namun tugas rumah
pun tak pantas kita tinggalkan,dan tentunya kita pun ingin agar ibu kita bisa banyak
beribadah kepada Allah ta'ala.
13
Muslimah Menjunjung Panji Islam
(Berteladan dari kisah Aisyah radhiyallahu anha)
Ibunya orang beriman, isteri nabi Muhammad sekaligus putri dari as-sidiq adalah sosok yang pantas
diteladani oleh seluruh mu'minah di sepanjang zaman. Ia adalah wanita pemilik kemuliaan yang tak
tertandingi Aisyah -lah manusia yang paling berilmu tentang al quran, karena kehidupannya yang selalu
bersanding dengan pembawa risalah islam, dan beliau menyaksikan Al quran yang turun di rumah beliau.
Paling berilmu, karena paham bagaimana wujud penjabaran Al quran dalam kehidupan sehari-hari,
dipraktikkan dalam perkataan, perbuatan, budi pekerti, akhlaq dan adab oleh rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam.
Beliau pula wanita yang paling berilmu tentang hadits, fikih, pengobatan, syair dan hikmah. Sehingga sangat
wajar ketika abu bardah mengatakan :
"apabila ada sebuah permasalahan yang tidak diketahui di zaman sahabat , maka kami bertanya kepada
aisyah, dan kami memperoleh ilmu dari beliau".
"saya tidak mengetahui ada orang yang lebih berilmu tentang al quran, faraidh(ilmu waris) , halal dan haram,
syair, sejarah dan nasab kecuali aisyah".
Di kesempatan yang lain kita akan dapatkan bagaimana wujud konkrit tarbiyah di atas manhaj nabawi pada
diri aisyah. Umar bin khatab ketika menjelang wafat , berkata kepada abdullah (anaknya). "Pergilah kepada
Aisyah, sampaikan salamku padanya, dan mintakan ijin agar aku diperbolehkan dimakamkan di rumahnya
bersama Rasulullah dan Abu Bakar. Maka Abdullah pun mendatangi aisyah dan menyampaikan pesan
ayahnya. Aisyah mengatakan "baik dan ini adalah sebuah kemuliaan" dan melanjutkan dengan berkata
"wahai anakku, sampaikan salamku kepada Umar , dan katakan padanya jangan tinggalkan umat
Muhammad tanpa pimpinan, pilihlah khalifah bagi umat dan jangan tinggalkan umat dalam keadaan sia-sia
setelahmu, karena aku takut terjadi fitnah atas umat ini."
Wahai wanita mukminah, saksikanlah bagaimana keagungan perjalanan mereka yang ditarbiyah dalam
rumah-tangga nabi. Perhatikan bagaimanakah nasehat dan pandangan aisyah untuk mengangkat khalifah
setelah Umar, karena khawatir terjadinya fitnah. Seakan aisyah menyaksikan hal-hal yang akan berlangsung
di masa mendatang, padahal tidaklah ia tahu tentang hal yang ghaib, namun ini adalah firasat seorang
mukmin yang beriman kepada Allah dan RasulNya. Beliau tak hanya sebatas melihat tentang dekatnya
kematian umar dan tentang masalah di mana Umar akan dimakamkan, namun beliau melihat bagaimana
kehidupan umat Islam setelah Umar meninggal. Dari sini terlihat keluasan pandangan, jauhnya pemikiran ke
depan dan sekaligus perhatian yang sangat besar tentang urusan umat Islam. Inilah yang semestinya
diteladani oleh wanita mukminah di zaman ini.
Sosok seorang Aisyah rhadiyallahu anha, memberikan ibrah yang berharga bagi para mukminah.
Kedalaman ilmu, kecerdasan dan perhatiannya terhadap umat adalah warisan yang berharga yang terus
bisa diwarisi sampai hari ini. Terbukti dengan kedudukan beliau yang tercakup dalam tujuh orang di
kalangan shabat yang banyak menghafal fatwa-fatwa dari para sahabat.
Panji Islam di sepanjang sejarah akan selalu tegak dengan para penyandangnya. Dan Aisyah adalah salah
satu penegak panji Islam di awal terbitnya cahaya Islam. Sebuah bukti bahwa wanita pun memiliki peran
yang sangat besar dalam memperjuangkan Islam. Tidak hanya untuk membuang waktu untuk berbagai
pekerjaan yang sia-sia, sebagaimana yang dilakukan oleh mayoritas muslimah di zaman ini.
Panji Islam memang akan tetap tegak dengan para pejuangnya sepanjang masa. Namun apakah kita para
wanita mukminah menjadi bagian dari penyandang dan penegak risalah atau tidak, maka jawabnya ada
pada diri kita.
14
Mewaspadai Lisan
Lisan, bentuknya memang relatif kecil bila dibandingkan dengan anggota tubuh yang lain, namun ternyata memiliki
peran yang sangat besar bagi kehidupan manusia. Celaka dan bahagia ternyata tak lepas dari bagaimana manusia
memanajemen lidahnya. Bila lidah tak terkendali, dibiarkan berucap sekehendaknya, alamat kesengsaraan akan
segera menjelang. Sebaliknya bila ia terkelola dengan baik , hemat dalam berkata, dan memilih perkataan yang baik-
baik, maka sebuah alamat akan datangnya banyak kebaikan..
Di saat kita hendak berkata-kata, tentunya kita harus berpikir untuk memilihkan hal-hal yang baik untuk lidah kita. Bila
sulit mendapat kata yang indah dan tepat maka ahsan (mendingan) diam. Inilah realisasi dari sabda Rasulullah
sholallohu alaihi wasalam
"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya ia berkata yang baik atau diam ( HR
Muslim )
di samping itu kita pun harus paham betul manakah lahan-medan kejelekan sehingga lidah kita tidak keliru
memijaknya. Kita harus tahu apakah sebuah hal termasuk dalam bagian dosa bagi lidah kita atau tidak? Bila kita
telah tahu , tentunya kita bersegera untuk meninggalkannya.
Ghibah
Ghibah bila didefinisikan maka seperti yang diungkapkan oleh Rasulullah sholallohu alaihi wasalam
"Engkau menyebutkan tentang saudaramu, dengan apa-apa yang dia benci" terus
bagaimana jika yang kita bicarakan tersebut memang benar-benar ada pada saudara
kita? "Jika memang ada padanya apa yang engkau katakan maka engkau telah meng-
ghibahinya, dan bila tidak ada padanya maka engkau telah berdusta" (HR. Muslim)
Di dalam Al quran , Allah ta'ala menggambarkan orang yang meng-ghibahi saudaranya seperti orang yang
memakan bangkai saudaranya:
"Janganlah kalian saling memata-matai dan jangan mengghibahi antara satu dengan yang lain, sukakah
kalian memakan daging saudaranya tentu kalian akan benci" ( Al Hujurat 12)
Tentu sangat menjijikkan makan daging bangkai , semakin menjijkkan lagi apabila yang dimakan
adalah daging bangkai manusia , apalagi saudara kita sendiri. Demikianlah ghibah, ia pun sangat
menjijkkan sehingga sudah sepantasnya untuk dijauhi dan dan ditinggalkan.
Lebih ngeri bila berbicara tentang ghibah, apabila kita mengetahui balasan yang akan diterima
pelakunya. Seperti dikisahkan oleh Rasulullah sholallohu alaihi wasalam di malam mi'rajnya. Beliau
menyaksikan suatu kaum yang berkuku tembaga mencakar wajah dan dada mereka sendiri. Rasul
pun bertanya tentang keberadaan mereka, maka dijawab bahwa mereka lah orang-orang yang
ghibah melanggar kehormatan orang lain.
Namimah
Kalau diartikan ia bermakna memindahkan perkataan dari satu kaum kepada kaum yang lain untuk merusak
keduanya. Ringkasnya "adu domba". Sehingga Allah mengkisahkan tentang mereka dalam Al-Qur'an.
Mereka yang berjalan dengan namimah , menghasut, dan mengumpat. Di sekitar kita orang yang punya
profesi sebagai tukang namimah sangat banyak bergentayangan, dan lebih sering di kenal sebagai
provokator-kejelekan. Namimah bukan hal yang kecil , bahkan para ulama mengkatagorikannya di dalam
dosa besar . Ancaman Rasulullah bagi tukang namimah
15
" tidak akan masuk surga orang yang mengadu domba (HR Bukhari)
akibat ghibah ini sangat besar sekali, dengannya terkoyak persahabatan saudara karib dan melepaskan
ikatan yang telah dikokohkan oleh Allah. Ia pun mengakibatkan kerusakan di muka bumi serta menimbulkan
permusuhan dan kebencian.
Dusta
Dusta adalah menyelisihi kenyataan atau realita. Dusta bukanlah akhlaq orang yang beriman, bahkan ia
melekat pada kepribadian orang munafiq
"Tiga ciri orang munafik, apabila berkata berdusta, apabila berjanji mengingkari dan
apabila dipercaya berkhianat (HR Bukhari dan Muslim)
padahal orang munafik balasannya sangat mengerikan "di bawah kerak api neraka" Dusta pun
mengantarkan pelakunya kepada kejelekan "Sungguh kedustaan menunjukkan kepada kejelekan dan
kejelekan mengantarkan kepada neraka.
Adu domba merupakan perangai tercela yang menanamkan dendam diantara manusia, ini merupakan sifat yang
dibenci setiap muslim dan muslimah. Sifat yang buruk ini tidak boleh diremehkan, karena diantara ciri-ciri adu domba
dan yang telah ditetapkan baginya, bahwa ia bisa memisahkan seseorang dengan kerabatnya, seseorang dengan
teman-temannya, bahkan dirinya dengan anggota saudaranya sendiri.
Diantara kisah yang menggambarkan sensitifnya sifat ini adalah sebagaimana disebutkan Syeikh Ibnu Qudamah di
dalam kitabnya "Mukhtashar Minhajul Qashidin" bahwa seseorang menjual budak. Dia berkata kepada pembelinya,
budak ini tidak mempunyai satu aibpun hanya saja dia suka mengadu domba, tidak menjadi soal bagiku kata
pembeli.
Setelah beberapa hari budak itu berada dirumah pembeli, dia menghampiri tuannya seraya berkata, "Sebenarnya
tuanku tidak mencintai nyonya. Meskipun begitu, dia tetap ingin menikahi nyonya. Jika nyonya menghendaki, saya
bisa membujuknya agar dia tidak menceraikan nyonya, lalu ambillah pisau untuk mencukur rambutnya tatkala dia
tidur. Hal ini bisa menyihirnya, sehingga dia senantiasa mencintai nyonya."
Lalu budak itu berkata kepada tuannya, "istri tuan berkomplot dengan seseorang dan ingin membunuh tuan selagi
tuan sedang tidur." Maka sang tuan pura-pura tidur, lalu sang istri menghampirinya pelan-pelan sambil membawa
pisau. Dia mengira istrinya benar-benar akan membunuhnya. Maka dia segera bangkit dan membunuh istrinya.
Keluarga sang istri mendatanginya, lalu membunuhnya. Bahkan permusuhan merembet antara kabilah suami dan
istri.
Adu domba bisa menimbulkan tindak pembunuhan, bahkan peperangan antara dua kabilah. Di dalam masyarakat
kita banyak terdapat peristiwa yang menunjukkan betapa besar akibat yang ditimbulkan adu domba. Sedangkan istri
yang ideal mempunyai sikap yang pasti dalam menghadapi adu domba sesuai dengan hukum syari'at tentang adu
domba, bahwa,
"tidak akan masuk surga orang yang suka mengadu domba." (muttafaq alaihi).
Jika ada seseorang wanita yang menghampirinya dan mengucapkan perkataan yang buruk, dan hal ini seringkali
terjadi, maka dia tidak mau mendengarkannya dan tidak memperdulikannya. Bahkan kalau perlu dia membungkam
mulut wanita tersebut dan menimpukkan batu kepadanya, sekedar untuk mengajarkan haramnya adu domba.
Ada kalanya seseorang berkata padanya, "Suamimu telah berbuat begini dan begitu", atau "Dia merasa respek
terhadap masakan wanita lain", atau "Dia hendak menikah lagi". Tetapi dalam kondisi seperti apapun istri yang
solehah dan ideal bisa keluar dari setiap cobaan dengan mendapat kemenangan, rumah tangganya tetap utuh
karena memang dia sudah dipersiapkan sebagai istri yang ideal. An-Nawawy rahimahullah menyebutkan bahwa
16
wanita yang menerima kedatangan orang lain yang hendak mengadu domba dan mengatakan begini dan begitu
padanya, harus bersikap sebagai berikut:
1. Tidak membenarkan perkataannya, karena dia orang yang suka mengadu domba dan fasik.
2. Melarang tindakannya, menasihatinya dan menunjukkan sisi keburukan perbuatannya.
3. Membencinya karena Allah, karena dia adalah orang yang dibenci di sisi Allah. Kita harus membenci orang
yang dibenci Allah.
Tidak dapat diingkari bahwa beragam penyimpangan hadir dengan leluasa di masa ini. Pada hampir semua bidang
kehidupan, baik aqidah, ibadah, kemasyarakatan, budaya, sosial, politik dan yang lain. Menimpa pada level individu
maupun masyarakat yang prianya juga yang wanita.
Untuk golongan yang terakhir ini (wanita). Kita temukan bermacam penyimpangan yang luar biasa. Diantara
penyimpangan yang terjadi pada kaum wanita adalah sebagai berikut:
1. Tidak sopan pada kedua orang tua, tidak berbakti kepada keduanya, misalnya berani mengangkat suara di
hadapan keduanya, menghardik dan tidak mentaati keduanya. Penyimpangan ini sangat banyak dilakukan
oleh para wanita di zaman ini, tidak hanya dilakukan oleh orang awam saja, namun juga para penuntut
ilmunya. Padahal Allah berfirman "Maka janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan 'ah !'..."
2. Banyak ngerumpi hal-hal yang tidak bermanfaat saat berkumpul di majelis-majelis kaum wanita. Misalnya
berbicara tentang Allah tanpa illmu, berdusta, membicarakan kejelekan orang lain, mengadu domba dan lain
sebagainya. Bagi yang terakhir ini seakan jadi hal umum yang dilakukan di majelis kaum wanita ( lihat
pembahasan tentang lidah dan bahayanya).
3. Meninggalkan amar ma'ruf & nahi mungkar serta dakwah di kalangan kaum wanita. Mungkin karena malu
atau takut pada mereka.
"dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan sebagian mereka adalah penolong
bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh mengerjakan yang makruf dan mencegah dari
yang mungkar, mendirikan sholat, menunaikan zakat dan mereka taat pada allah dan
rasulnya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh allah sesungguhnya allah maha perkasa lagi
maha bijaksana.(QS At- Taubah : 71)
4. Tidak menundukkan / memalingkan pandangan ketika melihat pria yang bukan mahramnya seolah-olah
perintah untuk memalingkan pandangan hanya berlaku untuk pria saja, tidak untuk wanita. Firman Allah,
5. Seorang wanita melihat wanita lain kemudian menceriterakannya dengan detail kepada salah seorang
kerabatnya seolah-olah dia melihatnya secara langsung demikian detailnya, padahal tidak ada tujuan-tujuan
sar'i yang dibolehkan agama seperti untuk nikah misalnya.
6. Meniru penampilan pria, baik dalam hal pakaian , gerakan, cara berjalan atau gaya bicaranya. Rasulullah
saw, bersabda
"Allah melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita dan melaknat wanita yang
memakai pakaian pria"
17
Ikhtilat
Bolehkah kaum pria bercampur baur dengan kaum wanita bila tidak dikhawatirkan terjadinya fitnah?
Pertama, bercampur baurnya antara wanita dan pria yang merupakan muhrimnya, ini tidak
diragukan lagi akan kebolehannya.
Kedua, bercampur baurnya kaum wanita dengan pria asing untuk tujuan yang merusak, maka
tidak diragukan lagi akan pengharamannya.
Ketiga, bercampur baurnya antara wanita dan pria asing di lembaga-lembaga pendidikan,
perkantoran, rumah sakit, acara-acara pesta dan yang semisal yang sering diduga tidak akan
mengakibatkan terjadinya perbuatan zina antara satu dengan yang lainnya. Dan untuk
menjelaskan hal ini, maka kami akan menjawabnya secara umum dan secara terperinci.
Adapun secara umum, bahwa Allah Ta'ala telah menciptakan kecenderungan dan dorongan kepada wanita dalam diri
laki-laki, dan wanitapun diberikan kecenderungan kepada laki-laki dengan kelemahan dan kelembutan yang
dimilikinya, maka bila percampurbauran terjadi akan lahirlah pengaruh-pengaruh yang dapat memunculkan akibat-
akibat yang buruk karena hawa nafsu selalu mendorong untuk berbuat kejahatan, nafsu sering kali menjadi buta dan
tuli sedang setan selalu menyuruh untuk berbuat keji dan mungkar.
Adapun secara terperinci, maka syari'at ini dibangun diatas tujuan dan sarananya. Dan sarana yang dapat
menyampaikan pada tujuan memiliki hukum yang sama dengan tujuan. Maka wanita adalah pusat pemenuhan
keinginan pria, dan syariat telah menutup pintu-pintu yang dapat mengakibatkan keterkaitan antara individu kedua
jenis tersebut, dan hal ini menjadi jelas dengan dalil-dalil yang akan kami sebutkan berikut ini dari Al-Qur'an dan As-
Sunnah.
"Dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal dirumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan
dirinya (kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu, seraya berkata, 'marilah kesini.' Aku berlindung
kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik. Sesungguhnya orang-orang
yang dzalim tiada akan beruntung." (QS Yusuf : 23).
Ayat ini menunjukkan bahwa ketika terjadi ikhtilat antara istri penguasa mesir dengan Yusuf as.
Nampaklah apa yang selama ini dia sembunyikan dan ia pun meminta yusuf untuk menyetujuinya,
namun Allahpun merahmatinya dan menjaganya dari hal itu, sebagaimana dalam firman Allah,
yang artinya :
"maka Tuhannya memperkenankan do'a Yusuf dan Dia menghindarkan Yusuf dari tipu daya
mereka. Sesungguhnya Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui" (QS Yusuf :34).
Demikianlah yang terjadi bila kaum pria bercampur baur dengan kaum wanita, maka setiap jenis
akan memilih dari jenis lain yang ia inginkan, dengan menyerahkan segala kemampuan untuk
mendapatkan keinginannya.
Kedua, Allah telah memerintahkan kaum pria untuk menundukkan pandangan demikian pula kaum wanita. Allah
berfirman, yang artinya:
"Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya,
dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yng beriman, dan
janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan
hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan
18
perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau
putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau
putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-
wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak
mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat
wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka
sembunyikan, dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman
supaya kamu beruntung." (QS. An Nur 30-31).
Ayat ini menunjukkan bahwa Allah memerintahkan kepada orang-orang yang beriman baik pria
maupun wanita untuk menundukkan pandangan mereka. Dan perintah menunjukkan kewajiban,
kemudian Allah menjelaskan bahwa hal ini lebih menyucikan dan membersihkan hati. Telah
diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam Al-Mustadrak dari Ali ra. bahwasanya Nabi saw., berkata
kepadanya:
"Wahai Ali ! janganlah engkau mengikuti satu pandangan dengan pandangan lain karena engkau
hanyalah memiliki yang pertama dan tidak untuk yang selanjutnya."
Al-Hakim mengatakan, "(Hadits ini) shahih berdasarkan syarat Muslim namun (Bukhari dan
Muslim) tidak meriwayatkannya". Dan hal ini disepakati oleh Adz-Dzahabi dalam At-Talkhish, dan
terdapat beberapa hadits yang semakna.
Dan tidaklah Allah memerintahkan untuk menundukkan pandangan kecuali karena memandang
yang haram dilihat. Abu Hurairah ra, meriwayatkan dari Rosulullah saw, bahwa beliau berkata :
"Zina kedua mata adalah memandang, zina kedua telinga adalah mendengar, zina lisan adalah
bicara, zina tangan adalah memegang, dan zina kaki adalah melangkah."(Muttafaq 'alaih
dengan lafadz Muslim).
Digolongkan zina karena tidak lain karena ia menikmati memandang kecantikan wanita yang akan
menyebabkan masuknya ke dalam hati orang yang memandangnya, sehingga ia tergantung
dengannya lalu berusaha berbuat kekejian dengannya. Dan jika syariat melarang memandang
dikarenakan dapat menyebabkan fitnah dan sebab tersebut ada pada ikhtilat, maka tentu saja
ikhtilat pun terlarang karena ia adalah sarana terjadinya hal-hal yang tidak terpuji berupa
memandang dan berusaha melakukan yang lebih dari itu.
Ketiga, dalil-dalil terdahulu yang menunjukkan bahwa wanita adalah aurat dan ia wajib menutupi seluruh badannya
karena menyingkapnya akan mengundang pandangan untuk melihatnya yang akan menyebabkan ketergantungan
hati padanya lalu pengerahan usaha untuk mendapatkannya. Demikian pula dengan ikhtilat.
"Dia mengetahui mata yang berkhianat dan apa yang tersembunyi dalam dada." (QS Ghafir :
19).
Ibnu Abbas dan ulama lainnya menafsirkan ayat ini, (bahwa yang dimaksud) adalah seorang pria
yang masuk ke rumah orang lain, sementara di antara mereka ada seorang wanita cantik lewat di
hadapannya. Maka jika mereka lalai ia pun akan memperhatikan wanita tersebut, maka jika
mereka mengetahuinya maka ia pun akan menundukkan pandangannya -demikian seterusnya-
hingga terbetik dalam hatinya seandainya ia bisa melihat kemaluannya dan dapat berzina
dengannya.
Ayat ini menunjukkan bahwa Allah Ta'ala menggambarkan bahwa mata yang selalu mencuri
pandang dan melihat hal-hal yang diharamkan baginya sebagai pengkhianat. Lalu bagaimana pula
dengan ikhtilat.
Keenam, bahwasannya Allah memerintahkan mereka untuk diam di rumah. Allah berfirman, yang artinya :
19
"Dan tinggAllah kalian di rumah-rumah kalian dan janganlah mereka berhias (dengan cara) berhias
seperti golongan jahiliyyah pertama."
(QS AL-Ahzab : 23).
Ayat ini menunjukkan bahwa Allah telah memerintahkan istri-istri Nabi saw yang suci, telah
disucikan dan thayyibat untuk tetap tinggal di rumah. Dan perintah ini juga mencakup wanita selain
mereka dari kalangan wanita kaum muslimin-berdasarkan kaidah ushul yang menyatakan bahwa
suatu perintah itu ditujukan kepada seluruh (bersifat umum ) kecuali bila terdapat dalil yang
mengkhususkannya - dan tidak ada satupun dalil yang mengkhususkan (ayat diatas) ; maka
mereka ( para wanita) diperintahkan untuk tetap di rumah kecuali secara darurat harus keluar.
Lalu bagaimana mungkin ikhtilat dibolehkan setelah melihat penjelasan diatas, ditambah lagi
dijaman ini semakin sering terjadi kejahatan terhadapa wanita, mereka juga telah menghilangkan
"jilbab" rasa malu mereka, bertabarruj dan memperlihatkan aurat mereka dihadapan pria asing
ditambah lagi semakin berkurangnya kepedulian dari orang-orang yang bertanggung jawab
terhadap mereka, baik suami mereka atau yang lainnya.
Pertama, hadits yang diriwayatkan oleh muslim, At-Tirmidzi dan selainnya dengan sanad mereka dari Abu Hurairah
ra. Rosulullah saw bersabda, yang artinya :
'Sebaik-baik shaf kaum pria adalah shaf yang pertama dan yang paing buruk adalah yang paling
akhir, dan sebaik-baik shaf kaum wanita adalah yang paling akhir, sedang yang paling buruk
adalah shaf yang pertama."
Hadist ini menunjukkan bahwasanya Rosulullah saw mensyari'atkan kepada kaum wanita bila
mereka mendatangi masjid, maka hendaknya mereka terpisah dari jama'ah laki-laki, lalu beliau
menggambarkan bahwa shaf pertama mereka dengan sifat keburukan dan shaf terakhir mereka
dengan sifat kebaikan.
Hal ini tidak lain karena jauhnya wanita-wanita di shaf terakhir dri kaum pria yang menghalangi
mereka bercampur. Dan beliau mencela shaf pertama kaum wanita karena hal yang terjadi adalah
hal yang sebaliknya. Beliau juga mensifati akhir shaf kaum pria dengan keburukan jika terdapat
kaum wanita yang juga mengerjakan sholat bersama mereka, dikarenakan mereka tidak sholat di
depan, tidak lagi dekat dengan imam dan justru lebih dekat kepada kaum wanita yang dapat
mengganggu konsentrasinya dan bisa jadi merusak ibadah serta mengganggu niat dan
kekhusyu'annya, maka apabila syariat menduga terjadinya hal tersebut dalam ibadah di mana tidak
terjadi ikhtilat tentu lebih memungkinkan sehingga pelarangan ikhtilat lebih utama.
Kedua, Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya dari Zainab istri Abdullah bin Mas'ud ra, bahwasanya
Rosulullah saw bersabda, yang artinya :
" bila salah seorang dari kalian mendatangi masjid maka janganlah ia memakai wangi-wangian."
Dan Abu Daud meriwayatkan dalam Sunannya Imam Ahmad dan Syafi'i meriwayatkan dalam
musnad mereka dengan sanadnya dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Rosulullah saw, bersabda,
yang artinya :
" Janganlah kalian melarang hamba-hamba (wanita) Allah dari mesjid-mesjid Allah , namun
hendaknya mereka keluar tanpa memakai wangi-wangian."
Ibnu Daqiq Al-Ied berkata, "Hadits ini menunjukkan pengharaman memakai wangi-wangian bagi
wanita yang ingin pergi ke mesjid, karena dapat menggerakkan syahwat kaum pria, dan bisa jadi
menggerakkan syahwat kaum wanita juga. "Ia berkata, "Dan dapat dikiaskan dengan hal-hal yang
semakin, seperti pakaian yang bagus, perhiasan yang nampak gemerlapnya, dan penampilan yang
mewah."
20
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata, "Demikian pula ikhtilat dengan kaum pria."
Ketiga, diriwayatkan oleh Usamah bin Zaid dari Rosulullah saw. Bahwa beliau bersabda, yang artinya :
"Tidaklah aku meninggalkan fitnah setelahku yang lebih berbahaya bagi kaum pria melebihi kaum
wanita."
Hadits ini menggambarkan wanita sebagai fitnah; lalu bagaimana mungkin sumber fitnah tersebut
dikumpulkan dengan yang dapat fitnah itu ? ini jelas tidak boleh.
Keempat, dari Abu Sa'id Al-Khudri ra, dari Rosulullah saw bahwa beliau bersabda, yang artinya :
"Sesungguhnya dunia adalah sesuatu yang manis dan hijau. Dan sesungguhnya Allah telah
menjadikan kalian beramal, berhati-hatilah terhadap dunia, berhati-hatilah dengan wanita karena
sesungguhnya awal mula fitnah Bani Israil adalah pada wanita" diriwayatkan muslim.
Hadist ini menunjukkan bahwa Rosulullah saw memerintahkan untuk berhati-hati terhadap wanita;
yang menunjukkan bahwa hal ini adalah sesuatu yang wajib. Lalu bagaimana kewajiban ini dapat
dilakukan bila terjadi ikhtilat? Jelas ini tidak boleh.
Kelima dan keenam, diriwayatkan oleh At-Thabrani dalam A-Mu'jam Al-Kabir , dari Ma'qil bin Yasar ra. bahwasanya
Rosulullah saw bersabda, yang artinya :
"Sungguh bila kepala salah seorang ditusuk dengan besi yang panas itu lebih baik daripada ia
menyentuh wanita yang tidak halal baginya."
Al-Haitami berkata dalam Majma' Az-Zawaid, "Perawinya adalah perawi kitab Ash- Shahih." Al-
Mundziri berkata dalam Ath-Tanhib wa Ath-Tharkib, perawinya siqah (dapat dipercaya).
Ath-Thabrani juga meriwayatkan dari Haris Abu Umamah ra. dari Rosulullah saw, ia bersabda:
'Sungguh jika seorang pria disentuh oleh seekor babi yang berlumur tanah dan lumpur itu lebih
baik baginya dari pada bila pundaknya disentuh oleh pundak wanita yang tidak halal baginya.
Hadist-hadist ini menunjukkan bahwa Nabi saw melarang seorang pria menyentuh seorang wanita baik dengan
penghalang atau tidak Bila ia bukan muhrim baginya karena akan mengakibatkan pengaruh yang buruk. Demikian
pula ikhtilat, ia dilarang karena itu.
Maka barangsiapa memperhatikan apa yang dikandung dalil-dalil yang kami sebutkan, jelaslah baginya bahwa
pernyataan yang menyatakan bahwa ikhtilat tidak akan menyebabkan terjadinya fitnah tidak lain hanyalah
pandangan yang keliru. Bahkan sebenarnya ia dapat menyebarkan fitnah oleh karena itu syari'at melarangnya untuk
mencegah terjadinya kerusakan.
Dan tentu saja tidak termasuk dalam larangan tersebut hal-hal yang bersifat daruratan dibutuhkan serta terjhadi pada
tempat-tempat ibadah seperti di Masjidil Haram dan Masjidil Nabawi.
Semoga Allah memberikan petunjuk kepada kaum muslimin yang belum sadar serta menambah petunjuk kepada
yang telah mendapatkan petunjuk
21
Keutamaan Sabar Menghadapi Cobaan
KATA PENGANTAR
Insya Allah untuk Masalah-47 s.d Masalah-50, kami akan mengangkat seruan-seruan Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam yang ditujukan kepada wanita-wanita Mukminah, baik berupa
peringatan ataupun berupa perintah-perintah yang dikhususkan bagi mereka. Dan artikel-
artikel tersebut kami ambil dari buku 50 Wasiat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bagi
Wanita, oleh Majdi As-Sayyid Ibrahim, terbitan Pustaka Al-Kautsar, cetakan kelima.
"Artinya : Dari Ummu Al-Ala', dia berkata : "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
menjengukku tatkala aku sedang sakit, lalu beliau berkata. 'Gembirakanlah wahai
Ummu Al-Ala'. Sesungguhnya sakitnya orang Muslim itu membuat Allah
menghilangkan kesalahan-kesalahan, sebagaimana api yang menghilangkan kotoran
emas dan perak". (Isnadnya Shahih, ditakhrij Abu Daud, hadits nomor 3092)
Wahai Ukhti Mukminah .!
Sudah barang tentu engkau akan menghadapi cobaan di dalam kehidupan dunia ini. Boleh
jadi cobaan itu menimpa langsung pada dirimu atau suamimu atau anakmu ataupun
anggota keluarga yang lain. Tetapi justru disitulah akan tampak kadar imanmu. Allah
menurunkan cobaan kepadamu, agar Dia bisa menguji imanmu, apakah engkau akan sabar
ataukah engkau akan marah-marah, dan adakah engkau ridha terhadap takdir Allah ?
Wasiat yang ada dihadapanmu ini disampaikan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
tatkala menasihati Ummu Al-Ala' Radhiyallahu anha, seraya menjelaskan kepadanya bahwa
orang mukmin itu diuji Rabb-nya agar Dia bisa menghapus kesalahan dan dosa-dosanya.
Selagi engkau memperhatikan kandungan Kitab Allah, tentu engkau akan mendapatkan
bahwa yang bisa mengambil manfaat dari ayat-ayat dan mengambil nasihat darinya adalah
orang-orang yang sabar, sebagaimana firman Allah.
22
"Artinya : Dan, sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang
yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan". (An-Nahl
: 96)
Bahkan engkau akan mengetahui bahwa keberuntungan pada hari kiamat dan keselamatan
dari neraka akan mejadi milik orang-orang yang sabar. Firman Allah.
"Artinya : Sedang para malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu,
(sambil mengucapkan): 'Salamun 'alaikum bima shabartum'. Maka alangkah baiknya
tempat kesudahan itu". (Ar-Ra'd : 23-24)
Benar. Semua ini merupakan balasan bagi orang-orang yang sabar dalam menghadapi
cobaan. Lalu kenapa tidak? Sedangkan orang mukmin selalu dalam keadaan yang baik ?
"Artinya : Dari Abu Sa'id Al-Khudry Radhiyallahu anhu, dia berkata. 'Aku memasuki
tempat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan beliau sedang demam. Lalu
kuletakkan tanganku di badan beliau. Maka aku merasakan panas ditanganku di atas
selimut. Lalu aku berkata. 'Wahai Rasulullah, alangkah kerasnya sakit ini pada
dirimu'. Beliau berkata: 'Begitulah kami (para nabi). Cobaan dilipatkan kepada kami
dan pahala juga ditingkatkan bagi kami'. Aku bertanya. 'Wahai Rasulullah, siapakah
orang yang paling berat cobaannya ? Beliau menjawab: 'Para nabi. Aku bertanya.
'Wahai Rasulullah, kemudian siapa lagi? Beliau menjawab: 'Kemudian orang-orang
shalih. Apabila salah seorang di antara mereka diuji dengan kemiskinan, sampai-
sampai salah seorang diantara mereka tidak mendapatkan kecuali (tambalan)
mantel yang dia himpun. Dan, apabila salah seorang diantara mereka sungguh
merasa senang karena cobaan, sebagaimana salah seorang diantara kamu yang
senang karena kemewahan". (Ditakhrij Ibnu Majah, hadits nomor 4024, Al-Hakim
4/307, di shahihkan Adz-Dzahaby)
23
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata. "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
berkata :
"Artinya : Cobaan tetap akan menimpa atas diri orang mukmin dan mukminah, anak
dan juga hartanya, sehingga dia bersua Allah dan pada dirinya tidak ada lagi satu
kesalahanpun". (Isnadnya Hasan, ditakhrij At-Tirmidzy, hadits nomor 2510. Dia
menyatakan, ini hadits hasan shahih, Ahmad 2/287, Al-Hakim 1/346, dishahihkan
Adz-Dzahaby)
Selagi engkau bertanya : "Mengapa orang mukmin tidak menjadi terbebas karena
keutamaannya di sisi Rabb?".
Dapat kami jawab : "Sebab Rabb kita hendak membersihkan orang Mukmin dari segala
maksiat dan dosa-dosanya. Kebaikan-kebaikannya tidak akan tercipta kecuali dengan cara
ini. Maka Dia mengujinya sehingga dapat membersihkannya. Inilah yang diterangkan Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam terhadap Ummul 'Ala dan Abdullah bin Mas'ud. Abdullah bin
Mas'ud pernah berkata. "Aku memasuki tempat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan beliau
sedang demam, lalu aku berkata. 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau sungguh
menderita demam yang sangat keras'.
Abdullah bin Mas'ud berkata. "Dengan begitu berarti ada dua pahala bagi engkau ?"
Beliau menjawab. "Benar". Kemudian beliau berkata. "Tidaklah seorang muslim menderita
sakit karena suatu penyakit dan juga lainnya, melainkan Allah menggugurkan kesalahan-
kesalahannya dengan penyakit itu, sebagaimana pohon yang menggugurkan daun-
daunnya". (Ditakhrij Al-Bukhari, 7/149. Muslim 16/127)
Dari Abi Sa'id Al-Khudry dan Abu Hurairah Radhiyallahu anhuma, keduanya pernah
mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata.
"Artinya : Tidaklah seorang Mukmin ditimpa sakit, letih, demam, sedih hingga
kekhawatiran yang mengusiknya, melainkan Allah mengampuni kesalahan-
kesalahannya". (Ditakhrij Al-Bukhari 7/148-149, Muslim 16/130)
Sabar menghadapi sakit, menguasai diri karena kekhawatiran dan emosi, menahan lidahnya
agar tidak mengeluh, merupakan bekal bagi orang mukmin dalam perjalanan hidupnya di
dunia. Maka dari itu sabar termasuk dari sebagian iman, sama seperti kedudukan kepala
bagi badan. Tidak ada iman bagi orang yang tidak sabar, sebagaimana badan yang tidak
ada artinya tanpa kepala. Maka Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu anhu berkata.
"Kehidupan yang paling baik ialah apabila kita mengetahuinya dengan berbekal kesabaran".
Maka andaikata engkau mengetahui tentang pahala dan berbagai cobaan yang telah
dijanjikan Allah bagimu, tentu engkau bisa bersabar dalam menghadapi sakit. Perhatikanlah
riwayat berikut ini.
"Artinya : Dari Atha' bin Abu Rabbah, dia berkata. "Ibnu Abbas pernah berkata
kepadaku. 'Maukah kutunjukkan kepadamu seorang wanita penghuni sorga ? Aku
menjawab. 'Ya'. Dia (Ibnu Abbas) berkata. "Wanita berkulit hitam itu pernah
mendatangi Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, seraya berkata. 'Sesungguhnya aku
sakit ayan dan (auratku) terbuka. Maka berdoalah bagi diriku. Beliau berkata.
'Apabila engkau menghendaki, maka engkau bisa bersabar dan bagimu adalah
sorga. Dan, apabila engkau menghendaki bisa berdo'a sendiri kepada Allah hingga
Dia memberimu fiat'. Lalu wanita itu berkata. 'Aku akan bersabar. Wanita itu berkata
lagi. 'Sesungguhnya (auratku) terbuka. Maka berdo'alah kepada Allah bagi diriku
24
agar (auratku) tidak terbuka'. Maka beliau pun berdoa bagi wanita tersebut".
(Ditakhrij Al-Bukhari 7/150. Muslim 16/131)
Perhatikanlah, ternyata wanita itu memilih untuk bersabar menghadapi penyakitnya dan dia
pun masuk sorga. Begitulah yang mestinya engkau ketahui, bahwa sabar menghadapi
cobaan dunia akan mewariskan sorga. Diantara jenis kesabaran menghadapi cobaan ialah
kesabaran wanita muslimah karena diuji kebutaan oleh Rabb-nya. Disini pahalanya jauh
lebih besar.
Dari Anas bin Malik, dia berkata. "Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam berkata.
Sebagian orang Salaf yang shalih berkata : "Barangsiapa yang mengadukan musibah yang
menimpanya, seakan-akan dia mengadukan Rabb-nya".
Yang dimaksud mengadukan di sini bukan membeberkan penyakit kepada dokter yang
mengobatinya. Tetapi pengaduan itu merupakan gambaran penyesalan dan penderitaan
karena mendapat cobaan dari Allah, yang dilontarkan kepada orang yang tidak mampu
mengobati, seperti kepada teman atau tetangga.
Orang-orang Salaf yang shalih dari umat kita pernah berkata. "Empat hal termasuk
simpanan sorga, yaitu menyembunyikan musibah, menyembunyikan (merahasiakan)
shadaqah, menyembunyikan kelebihan dan menyembunyikan sakit".
Ukhti Muslimah !
Selanjutnya perhatikan perkataan Ibnu Abdi Rabbah Al-Andalusy : "Asy-Syaibany pernah
berkata. 'Temanku pernah memberitahukan kepadaku seraya berkata. 'Syuraih mendengar
tatkala aku mengeluhkan kesedihanku kepada seorang teman. Maka dia memegang
tanganku seraya berkata. 'Wahai anak saudaraku, janganlah engkau mengeluh kepada
selain Allah. Karena orang yang engkau keluhi itu tidak lepas dari kedudukannya sebagai
teman atau lawan. Kalau dia seorang teman, berarti dia berduka dan tidak bisa memberimu
manfaat. Kalau dia seorang lawan, maka dia akan bergembira karena deritamu. Lihatlah
salah satu mataku ini, 'sambil menunjuk ke arah matanya', demi Allah, dengan mata ini aku
tidak pernah bisa melihat seorangpun, tidak pula teman sejak lima tahun yang lalu. Namun
aku tidak pernah memberitahukannya kepada seseorang hingga detik ini. Tidakkah engkau
mendengar perkataan seorang hamba yang shalih (Yusuf) : "Sesungguhnya hanya kepada
Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku". Maka jadikanlah Allah sebagai
tempatmu mengadu tatkala ada musibah yang menimpamu. Sesungguhnya Dia adalah
penanggung jawab yang paling mulia dan yang paling dekat untuk dimintai do'a". (Al-
Aqdud-Farid, 2/282)
25
Abud-Darda' Radhiyallahu anhu berkata. "Apabila Allah telah menetapkan suatu takdir,
maka yang paling dicintai-Nya adalah meridhai takdir-Nya". (Az-Zuhd, Ibnul Mubarak, hal.
125)
Perbaharuilah imanmu dengan lafazh la ilaha illallah dan carilah pahala di sisi Allah karena
cobaan yang menimpamu. Janganlah sekali-kali engkau katakan : "Andaikan saja hal ini
tidak terjadi", tatkala menghadapi takdir Allah. Sesungguhnya tidak ada taufik kecuali dari
sisi Allah.
"Artinya : Dari Ummu Salamah, dia berkata. 'Ummu Sulaim pernah datang kepada
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam seraya berkata. 'Wahai Rasulullah
sesungguhnya Allah tidak merasa malu dari kebenaran. Lalu apakah seorang wanita
itu harus mandi jika dia bermimpi ?. Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
menjawab. 'Jika dia melihat air (mani)'. Lalu Ummu Salamah menutup wajahnya,
dan berkata. 'Wahai Rasulullah, apakah wanita itu juga bisa bermimpi .? 'Beliau
menjawab. 'Ya, bisa'. Maka sesuatu yang menyerupai dirinya adalah anaknya".
(Hadits shahih, ditakhrij Ahmad 6/306, Al-Bukhari 1/44, Muslim 3/223, At-Tirmidzi,
hadits nomor 122, An-Nasa'i 1/114, Ibnu Majah hadits nomor 600, Ad-Darimi 1/195,
Al-Baihaqi 1/168-169)
Wahai Ukhti Muslimah !
Diantara kebaikan ke-Islaman seorang wanita adalah jika dia mengetahui agamanya. Maka
Islam mewajibkan para wanita mencari ilmu sebagaimana yang diwajibkan terhadap kaum
laki-laki. Perhatikanlah firman Allah ini.
"Artinya : Katakanlah. Adakah sama orang-orang yang mengetahui dan orang-orang
yang tidak mengetahui ?". (Az-Zumar : 9)
Bahkan perhatikan pula firman Allah yang secara khusus ditujukan kepada Ummahatul-
Mukminin, yang menganjurkan mereka agar mempelajari kandungan Al-Qur'an dan hadits
Nabawi yang dibacakan di rumah-rumah mereka. Firman-Nya.
"Artinya : Dan, ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan
hikmah". (Al-Ahzab : 34)
Karena perintah Allah inilah para wanita merasakan keutamaan ilmu. Maka mereka pun
pergi menemui Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan menuntut suatu majlis bagi mereka
dari beliau, agar di situ mereka bisa belajar.
Dari Abu Sa'id Al-Khudry Radhiyallahu anhu, dia berkata. 'Para wanita berkata kepada Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam. 'Kaum laki-laki telah mengalahkan kami atas diri engkau.
Maka buatlah bagi kami dari waktu engkau'. Maka beliau menjanjikan suatu hari kepada
mereka, yang pada saat itu beliau akan menemui mereka dan memberi wasiat serta
perintah kepada mereka. Di antara yang beliau katakan kepada mereka adalah : 'Tidaklah
ada di antara kamu sekalian seorang wanita yang ditinggal mati oleh tiga anaknya,
melainkan anak-anaknya itu menjadi penghalang dari neraka baginya'. Lalu ada seorang
wanita yang bertanya. 'Bagaimana dengan dua anak?' Maka beliau menjawab. 'Begitu pula
dua anak'. (Diriwayatkan Al-Bukhari, 1/36 dan Muslim 16/181)
26
Begitulah Islam menyeru agar para wanita diajari dan diberi bimbingan tentang hal-hal
yang harus mereka biasakan, untuk kebaikan di dunia dan akhirat.
Begitu pula Ummu Sulaim. Tidak ada halangan baginya untuk bertanya kepada Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang apa-apa yang mestinya dia ketahui dan dia pelajari,
meskipun mungkin hal itu dianggap aneh. Sungguh benar Ummul Mukminin, Aisyah yang
berkata. "Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshar. Tidak ada rasa malu yang menghalangi
mereka untuk memahami agama". (Diriwayatkan Al-Bukhari 1/44)
Selagi engkau dikungkung rasa malu dan tidak mau mengetahui hukum-hukum agamamu,
maka ini merupakan kesalahan yang amat besar, bahkan bisa berbahaya. Ada baiknya
engkau membiasakan dirimu untuk tidak merasa malu dalam mempelajari hukum-hukum
agama, baik hukum itu kecil maupun besar. Sebab jika seorang wanita lebih banyak
dikungkung rasa malu, maka dia sama sekali tidak akan mengetahui sesuatu pun.
Perhatikanlah perkataan Mujahid Rahimahullah. "Orang yang malu dan sombong tidak akan
mau mempelajari ilmu". Seakan-akan dia menganjurkan orang-orang yang mencari ilmu
agar tidak merasa lemah dan takkabur, sebab hal itu akan mempengaruhi usaha mereka
dalam mencari ilmu.
Ada suatu pertanyaan dari Ummu Sulaim, dia bertanya. "Apakah seorang wanita itu harus
mandi jika dia bermimpi?". Maksudnya, jika dia bermimpi bahwa dia disetubuhi. Jawaban
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Jika dia melihat air". Makna jawaban ini, bahwa jika
seorang wanita benar-benar bermimpi dan ada petunjuk atau bukti terjadinya hal itu, yaitu
dia melihat adanya bekas air mani di pakaian, maka ini merupakan syarat mandinya.
Namun jika dia bermimpi dan tidak melihat bekas air mani, maka dia tidak perlu mandi.
Setelah diberi jawaban yang singkat dan padat ini, Ummu Salamah langsung menutupi
wajahnya seraya bertanya. "Apakah wanita itu juga bermimpi?".
27
lain tidak. Maka inilah sebab pengingkaran dan keheranan yang muncul dari Ummu
Salamah dan Aisyah. Namun keheranan ini bisa dituntaskan oleh jawaban Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam : 'Na'am, taribat yaminuki', maksudnya : Benar, seorang wanita bisa
bermimpi. Perkataan beliau : "Taribat yaminuki", maksudnya, dia menjadi rendah dan
berada di atas tanah. Ini merupakan lafazh yang diucapkan saat menghardik, dan tidak
dimaksudkan menurut zhahirnya.
Kemudian di akhir ucapan beliau ada salah satu bukti nubuwah, yaitu perkataan beliau :
"Sesuatu yang bisa menyerupai dirinya adalah anaknya".
Jadi sebagaimana yang engkau ketahui wahai Ukhti Muslimah, seperti apapun keadaannya,
tidak mungkin bagi jenis hewan yang berkembang biak, yakni hanya laki-laki saja yang bisa
membuahi suatu mahluk hidup, tanpa bersekutu dengan indung telur pada jenis
perempuan.
Perhatikanlah bagaimana keindahan pengabaran Nabawi ini. Karena sejak beliau di utus
sebagai rasul, jauh sebelum masa Aristoteles, ada kepercayaan bahwa wanita tidak
mempunyai campur tangan dalam pembentukan dan keberadaan anak. Hanya air mani
sajalah yang terpenting. Mereka tidak yakin bahwa air mani seorang laki-laki akan sampai
ke rahim perempuan, lalu berkembang menjadi janin, sedikit demi sedikit janin membesar
sehingga menjadi bayi dan akhirnya benar-benar sempurna menjadi sosok manusia di
dalam rahim. Lalu Muhammad bin Abdullah datang mengabarkan kepada kita tentang apa
yang bakal disibak oleh ilmu pengetahuan modern. Benar, ini merupakan wahyu yang
diwahyukan, dan beliau sama sekali tidak berkata dari kemauan dirinya sendiri, tetapi
beliau berkata menurut apa yang diajarkan Allah kepada beliau.
Begitulah wahai Ukhti Muslimah apa yang bisa kita pelajari dari wasiat Nabawi ini, semoga
Allah memberi manfaat kepada kita semua.
"Artinya : Dari Abu Bakar bin Sulaiman Al-Qursyi, dia berkata. 'Sesungguhnya ada
seorang laki-laki dalam kalangan Anshar yang mempunyai bisul. Lalu ditunjukkan
bahwa Asy-Syifa' binti Abdullah dapat mengobati bisul dengan ruqyah. Maka laki-laki
Anshar itu mendatanginya lalu meminta agar dia mengobatinya lalu meminta agar
dia mengobatinya dengan ruqyah. Asy-Syifa' berkata. 'Demi Allah, aku tidak lagi
mengobati dengan ruqyah sejak aku masuk Islam'. Lalu laki-laki Anshar itu pergi
28
menemui Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan mengabarkan kepada beliau tentang
apa yang dikatakan Asy-Syifa'. Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
memanggil Asy-Syifa, seraya berkata. 'Perlihatkanlah (ruqyah itu) kepadaku !'. Maka
dia pun memperlihatkannya. Lalu beliau berkata. 'Obatilah dia dengan ruqyah, dan
ajarkanlah ia kepada Hafshah sebagaimana engkau mengajarkan Al-Kitab
kepadanya'. Dalam suatu riwayat disebutkan : 'Mengajari menulis". (Hadits shahih,
ditakhrij Al-Hakim 4/56-57, menurutnya, ini adalah hadits shahih menurut syarat
Asy-Syaikhani. Yang serupa dengan ini juga ditakhrij dari jalan lain oleh Abu Dawud,
hadits nomor 3887, Ahmad 6/372)
Wahai Ukhti Muslimah !
Wasiat Nabawi ini mencakup dua bagian.
1. Pembahasan tentang pengobatan dengan menggunakan ruqyah. Masalah ini sudah
kami kemukakan dalam salah satu dari wasiat-wasiat beliau terdahulu. (ML-
Assunnah tidak memuatnya -peny)
2. Pengajaran tentang pengobatan dan menulis bagi para wanita.
Berangkat dari penjelasan ini, maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mewasiatkan Asy-
Syifa' agar mengajarkan ruqyah kepada Ummul Mukminin, Hafshah, setelah dia
mengajarinya cara menulis.
Jadi, wanita juga harus belajar, mendatangi majlis-majlis ilmu dan bertanya kepada orang-
orang yang berilmu tentang segala hal yang hendak diketahuinya, berupa urusan-urusan
agamanya, jika sang suami tidak memiliki pengetahuan tentang hal itu. Tetapi yang
dimaksudkan disini bukan sekedar ilmu yang diakhiri dengan memperoleh ijazah agar bisa
mendapatkan pekerjaan. Tetapi yang dimaksudkan ilmu di sini adalah apa yang terkandung
di dalam Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.
Karena bagaimana mungkin engkau akan merasa puas jika engkau hanya menguasai ilmu
yang berkaitan dengan urusan dunia, tetapi engkau tidak tahu urusan akhirat ? Atau
bagaimana mungkin engkau berusaha untuk mendapatkan ilmu dunia, sementara engkau
juga melakukan hal-hal yang membuat Allah marah, seperti ber-tabarruj, membuka aurat
dan mementingkan hawa nafsu ?
Memang benar, para orang tua tidak bisa mencegah anak-anak putrinya untuk mencari
ilmu. Tetapi bagaimana mungkin seorang ayah membiarkan anak putrinya pergi mencari
ilmu, sedangkan dia tidak shalat, tidak pernah membaca Al-Qur'an dan bahkan tidak tahu
hukum-hukum yang mestinya diketahui oleh wanita secara khusus dari urusan-urusan
agamanya ? Islam telah mengajarkan kepada kita bahwa mencari ilmu karena Allah,
merupakan gambaran ketakutan, mencari ilmu adalah ibadah, mengkajinya adalah tasbih,
menganalisisnya adalah jihad, mengajarkannya kepada orang-orang yang tidak tahu adalah
shadaqah, membiayai orang yang mencari ilmu adalah qurban, dan ilmu merupakan
pendamping tatkala sendirian, dalil atas agama, Allah mengangkat suatu kaum karenanya,
menjadikannya sebagai bukti dalam kebaikan dan dengan ilmu pula ibadah kepada Allah
bisa menjadi sempurna, yang halal dan yang haram pun bisa diketahui.
Begitulah agama kita mengangkat kedudukan ilmu dan orang yang berilmu, menganjurkan
laki-laki dan wanita untuk mencarinya. Tetapi bagaimana mungkin engkau berusaha mati-
29
matian mendalami ilmu yang bisa mendukung kesuksesanmu di dunia, seperti ilmu
arsitektur, kedokteran dan ilmu-ilmu lain, namun engkau melalaikan hal-hal yang
memasukkanmu ke sorga dan menjauhkanmu dari neraka ?
Dengan cara melakukan instropeksi, engkau bisa bertanya kepada diri sendiri : Sejauh
mana hukum-hukum dan ilmu agama yang engkau ketahui. Jika engkau mendapatkan
kebaikan di sana, maka pujilah Allah, karena ini berasal dari karunia dan taufiq-Nya
kepadamu. Dan, jika engkau mendapatkan selain itu, maka memohonlah ampun kepada
Allah, kembalilah kepada-Nya dan carilah bekal dengan ilmu agamamu. Karena hal yang
paling baik ialah mendalami agamamu, dan penderitaan adalah bagi orang-orang yang
terpedaya oleh hal-hal yang tampak gemerlap dari ilmu-ilmu dunia, namun dia tidak
memperdulikan ilmu akhirat. Firman Allah tentang hal ini.
"Ali berkata, Fathimah mengeluhkan bekas alat penggiling yang dialaminya. Lalu
pada saat itu ada seorang tawanan yang mendatangi Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam. Maka Fathimah bertolak, namun tidak bertemu dengan beliau. Dia
mendapatkan Aisyah. Lalu dia mengabarkan kepadanya. Tatkala Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam tiba, Aisyah mengabarkan kedatangan Fathimah kepada beliau.
Lalu beliau mendatangi kami, yang kala itu kami hendak berangkat tidur. Lalu aku
siap berdiri, namun beliau berkata. 'Tetaplah di tempatmu'. Lalu beliau duduk di
tengah kami, sehingga aku bisa merasakan dinginnya kedua telapak kaki beliau di
dadaku. Beliau berkata. 'Ketahuilah, akan kuajarkan kepadamu sesuatu yang lebih
baik daripada apa yang engkau minta kepadaku. Apabila engkau hendak tidur, maka
bertakbirlah tiga puluh empat kali, bertasbihlah tiga puluh tiga kali, dan
bertahmidlah tiga puluh tiga kali, maka itu lebih baik bagimu daripada seorang
pembantu". (Hadits Shahih, ditakhrij Al-Bukhari 4/102, Muslim 17/45, Abu Dawud
hadits nomor 5062, At-Tirmidzi hadits nomor 3469, Ahmad 1/96, Al-Baihaqy 7/293)
Wahai Ukhti Muslimah !
Inilah wasiat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bagi putrinya yang suci, Fathimah, seorang
pemuka para wanita penghuni sorga. Maka marilah kita mempelajari apa yang bermanfa'at
bagi kehidupan dunia dan akhirat kita dari wasiat ini.
Fathimah merasa capai karena banyaknya pekerjaan yang harus ditanganinya, berupa
pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, terutama pengaruh alat penggiling. Maka dia pun pergi
menemui Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk meminta seorang pembantu, yakni
seorang wanita yang bisa membantunya.
Tatkala Fathimah memasuki rumah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, dia tidak
mendapatkan beliau. Dia hanya mendapatkan Aisyah, Ummul Mukminin. Lalu Fathimah
30
menyebutkan keperluannya kepada Aisyah. Tatkala beliau tiba, Aisyah mengabarkan urusan
Fathimah.
Fathimah menjawab. "Ada kabar yang kudengar bahwa beberapa pembantu telah datang
kepada engkau. Maka aku ingin agar engkau memberiku seorang pembantu untuk
membantuku membuat roti dan adonannya. Karena hal ini sangat berat bagiku".
Beliau berkata. "Mengapa engkau tidak datang meminta yang lebih engkau sukai atau lebih
baik dari hal itu ?". Kemudian beliau memberi isyarat kepada keduanya, bahwa jika
keduanya hendak tidur, hendaklah bertasbih kepada Allah, bertakbir dan bertahmid dengan
bilangan tertentu yang disebutkan kepada keduanya. Lalu akhirnya beliau berkata. "Itu
lebih baik bagimu daripada seorang pembantu".
Ali tidak melupakan wasiat ini, hingga setelah istrinya meninggal. Hal ini dikatakan Ibnu Abi
Laila. "Ali berkata, 'Semenjak aku mendengar dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, aku
tidak pernah meninggalkan wasiat itu".
Ada yang bertanya. "Tidak pula pada malam perang Shiffin ?".
Boleh jadi engkau bertanya-tanya apa hubungan antara pembantu yang diminta Fathimah
dan dzikir ?
Hubungan keduanya sangat jelas bagi orang yang memiliki hati atau pikiran yang benar-
benar sadar. Sebab dzikir bisa memberikan kekuatan kepada orang yang melakukannya.
Bahkan kadang-kadang dia bisa melakukan sesuatu yang tidak pernah dibayangkan. Di
antara manfaat dzikir adalah :
Boleh jadi engkau juga bertanya-tanya, ada dzikir-dzikir lain yang bisa dibaca sebelum tidur
selain ini. Lalu mana yang lebih utama ? Pertanyaan ini dijawab oleh Al-Qady Iyadh : "Telah
diriwayatkan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam beberapa dzikir sebelum berangkat
31
tidur, yang bisa dipilih menurut kondisi, situasi dan orang yang mengucapkannya. Dalam
semua dzikir itu terdapat keutamaan".
Secara umum wasiat ini mempunyai faidah yang agung dan banyak manfaat serta
kebaikannya. Inilah yang disebutkan oleh sebagian ulama :
Pertama
Menurut Ibnu Baththal, di dalam hadits ini terkandung hujjah bagi keutamaan kemiskinan
daripada kekayaan. Andaikata kekayaan lebih utama daripada kemiskinan, tentu beliau
akan memberikan pembantu kepada Ali dan Fathimah. Dzikir yang diajarkan beliau dan
tidak memberikan pembantu kepada keduanya, bisa diketahui bahwa beliau memilihkan
yang lebih utama di sisi Allah bagi keduanya.
Pendapat ini disanggah oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar. Menurutnya, hal ini bisa berlaku jika
beliau mempunyai lebihan pembantu. Sementara sudah disebutkan dalam pengabaran di
atas bahwa beliau merasa perlu untuk menjual para tawanan itu untuk menafkahi orang-
orang miskin. Maka menurut Iyadh, tidak ada sisi pembuktian dengan hadits ini bahwa
orang miskin lebih utama daripada orang kaya.
Ada perbedaan pendapat mengenai makna kebaikan dalam pengabaran ini. Iyadh berkata.
"Menurut zhahirnya, beliau hendak mengajarkan bahwa amal akhirat lebih utama daripada
urusan dunia, seperti apapun keadaannya. Beliau membatasi pada hal itu, karena tidak
memungkinkan bagi beliau untuk memberikan pembantu. Kemudian beliau mengajarkan
dzikir itu, yang bisa mendatangkan pahala yang lebih utama daripada apa yang diminta
keduanya".
Kedua
Disini dapat disimpulkan tentang upaya mendahulukan pencari ilmu daripada yang lain
terhadap hak seperlima harta rampasan perang.
Ketiga
Hendaklah seseorang menanggung sendiri beban keluarganya dan lebih mementingkan
akhirat daripada dunia kalau memang dia memiliki kemampuan untuk itu.
Keempat
Di dalam hadits ini terkandung pujian yang nyata bagi Ali dan Fathimah.
Kelima
Seperti itu pula gambaran kehidupan orang-orang salaf yang shalih, mayoritas para nabi
dan walinya.
Keenam
Disini terkandung pelajaran sikap lemah lembut dan mengasihi anak putri dan menantu,
tanpa harus merepotkan keduanya dan membiarkan keduanya pada posisi berbaring seperti
32
semula. Bahkan beliau menyusupkan kakinya yang mulia di antara keduanya, lalu beliau
mengajarkan dzikir, sebagai ganti dari pembantu yang diminta.
Ketujuh
Orang yang banyak dzikir sebelum berangkat tidur, tidak akan merasa letih. Sebab
Fathimah mengeluh letih karena bekerja. Lalu beliau mengajarkan dzikir itu. Begitulah yang
disimpulkan Ibnu Taimiyah. Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata. "Pendapat ini perlu diteliti lagi.
Dzikir tidak menghilangkan letih. Tetapi hal ini bisa ditakwil bahwa orang yang banyak
berdzikir, tidak akan merasa mendapat madharat karena kerjanya yang banyak dan tidak
merasa sulit, meskipun rasa letih itu tetap ada".
Begitulah wahai Ukhti Muslimah, wasiat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang disampaikan
kepada salah seorang pemimpin penghuni sorga, Fathimah, yaitu berupa kesabaran yang
baik. Perhatikanlah bagaimana seorang putri Nabi dan istri seorang shahabat yang mulia,
harus menggiling, membuat adonan roti dan melaksanakan pekerjaan-pekerjaan rumah
tangganya. Maka mengapa engkau tidak menirunya ?
1. Makna Haid
Menurut bahasa, haid berarti sesuatu yang mengalir. Dan menurut istilah syara' ialah darah
yang terjadi pada wanita secara alami, bukan karena suatu sebab, dan pada waktu
tertentu. Jadi haid adalah darah normal, bukan disebabkan oleh suatu penyakit, luka,
keguguran atau kelahiran. Oleh karena ia darah normal, maka darah tersebut berbeda
sesuai kondisi, lingkungan dan iklimnya, sehingga terjadi perbedaan yang nyata pada setiap
wanita.
2. Hikmah Haid
Adapun hikmahnya, bahwa karena janin yang ada di dalam kandungan ibu tidak dapat
memakan sebagaimana yang dimakan oleh anak yang berada di luar kandungan, dan tidak
mungkin bagi si ibu untuk menyampaikan sesuatu makanan untuknya, maka Allah Ta'ala
telah menjadikan pada diri kaum wanita proses pengeluaran darah yang berguna sebagai
zat makanan bagi janin dalam kandungan ibu tanpa perlu dimakan dan dicerna, yang
sampai kepada tubuh janin melalui tali pusar, dimana darah tersebut merasuk melalui urat
dan menjadi zat makanannya. Maha Mulia Allah, Dialah sebaik-baik Pencipta.
Inilah hikmah haid. Karena itu, apabila seorang wanita sedang dalam keadaan hamil tidak
mendapatkan haid lagi, kecuali jarang sekali. Demikian pula wanita yang menyusui sedikit
yang haid, terutama pada awal masa penyusuan.
33
1. Usia Haid
Usia haid biasanya antara 12 sampai dengan 50 tahun. Dan kemungkinan seorang wanita
sudah mendapatkan haid sebelum usia 12 tahun, atau masih mendapatkan haid sesudah
usia 50 tahun. Itu semua tergantung pada kondisi, lingkungan dan iklim yang
mempengaruhinya.
Para ulama, rahimahullah, berbeda pendapat tentang apakah ada batasan tertentu bagi usia
haid, dimana seorang wanita tidak mendapatkan haid sebelum atau sesudah usia tersebut ?
Pendapat Ad-Darimi inilah yang benar dan menjadi pilihan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Jadi, kapan pun seorang wanita mendapatkan darah haid berarti ia haid, meskipun usianya
belum mencapai 9 tahun atau di atas 50 tahun. Sebab, Allah dan Rasul-Nya mengaitkan
hukum-hukum haid pada keberadaan darah tersebut, serta tidak memberikan batasan usia
tertentu. Maka, dalam masalah ini, wajib mengacu kepada keberadaan darah yang telah
dijadikan sandaran hukum. Adapun pembatasan padahal tidak ada satupun dalil yang
menunjukkan hal tersebut.
2. Masa Haid
Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan masa atau lamanya haid. Ada sekitar
enam atau tujuh pendapat dalam hal ini.
Ibnu Al-Mundzir mengatakan : "Ada kelompok yang berpendapat bahwa masa haid tidak
mempunyai batasan berapa hari minimal atau maksimalnya".
Pendapat ini seperti pendapat Ad-Darimi di atas, dan menjadi pilihan Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah. Dan itulah yang benar berdasarkan Al-Qur'an, Sunnah dan logika.
Dalil pertama
"Artinya : Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah : "Haid itu adalah
suatu kotoran". Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di
waktu haid, dan janganlah kamu mendekatkan mereka, sebelum mereka suci ...".
(Al-Baqarah : 222)
Dalam ayat ini, yang dijadikan Allah sebagai batas akhir larangan adalah kesucian, bukan
berlalunya sehari semalam, ataupun tiga hari, ataupun lima belas hari. Hal ini menunjukkan
bahwa illat (alasan) hukumnya adalah haid, yakni ada tidaknya. Jadi, jika ada haid
berlakulah hukum itu dan jika telah suci (tidak haid) tidak berlaku lagi hukum-hukum haid
tersebut.
Dalil kedua
34
Diriwayatkan dalam Shahih Muslim Juz 4, hal.30 bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda kepada Aisyah yang mendapatkan haid ketika dalam keadaan ihram untuk umrah.
"Artinya : Lakukanlah apa yang dilakukan jemaah haji, hanya saja jangan
melakukan tawaf di Ka'bah sebelum kamu suci".
Kata Aisyah : "Setelah masuk hari raya kurban, barulah aku suci".
Dalam Shahih Al-Bukhari, diriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda
kepada Aisyah.
Dalil ketiga
Bahwa pembatasan dan rincian yang disebutkan para fuqaha dalam masalah ini tidak
terdapat dalam Al-Qur'an maupun Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, padahal
ini perlu, bahkan amat mendesak untuk dijelaskan. Seandainya batasan dan rincian
tersebut termasuk yang wajib dipahami oleh manusia dan diamalkan dalam beribadah
kepada Allah, niscaya telah dijelaskan secara gamblang oleh Allah dan Rasul-Nya kepada
setiap orang, mengingat pentingnya hukum-hukum yang diakibatkannya yang berkenaan
dengan shalat, puasa, nikah, talak, warisan dan hukum lainnya. Sebagaimana Allah dan
Rasul-Nya telah menjelaskan tentang shalat: jumlah bilangan dan rakaatnya, waktu-
waktunya, ruku' dan sujudnya; tentang zakat: jenis hartanya, nisabnya, presentasenya dan
siapa yang berhak menerimanya; tentang puasa: waktu dan masanya; tentang haji dan
masalah-masalah lainnya, bahkan tentang etiket makan, minum, tidur, jima' (hubungan
suami istri), duduk, masuk dan keluar rumah, buang hajat, sampai jumlah bilangan batu
untuk bersuci dari buang hajat, dan perkara-perkara lainnya baik yang kecil maupun yang
besar, yang merupakan kelengkapan agama dan kesempurnaan nikmat yang dikaruniakan
Allah kepada kaum Mu'minin.
"Artinya : ..... Dan kami turunkan kepadamu Kitab (Al-Qur'an) untuk menjelaskan
segala sesuatu ....". (An-Nahl : 89)
"Artinya : ..... Al-Qur'an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi
mebenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu ....".
(Yusuf : 111)
Oleh karena pembatasan dan rincian tersebut tidak terdapat dalam Kitab Allah dan Sunnah
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam maka nyatalah bahwa hal itu tidak dapat dijadikan
patokan. Namun, yang sebenarnya dijadikan patokan adalah keberadaan haid, yang telah
dikaitkan dengan hukum-hukum syara' menurut ada atau tidaknya.
Dalil ini -yakni suatu hukum tidak dapat diterima jika tidak terdapat dalam Kitab dan
Sunnah- berguna bagi Anda dalam masalah ini dan masalah-masalah ilmu agama lainnya,
karena hukum-hukum syar'i tidak dapat ditetapkan kecuali berdasarkan dalil syar'i dari
35
Kitab Allah, atau Sunnah Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam atau ijma' yang diketahui,
atau qiyas yang shahih.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam salah satu kaidah yang dibahasnya, mengatakan : "Di
antara sebutan yang dikaitkan oleh Allah dengan berbagai hukum dalam Kitab dan Sunnah,
yaitu sebuah haid. Allah tidak menentukan batas minimal dan maksimalnya, ataupun masa
suci diantara dua haid. Padahal umat membutuhkannya dan banyak cobaan yang menimpa
mereka karenanya. Bahasa pun tidak membedakan antara satu batasan dengan batasan
lainnya. Maka barangsiapa menentukan suatu batasan dalam masalah ini, berarti ia telah
menyalahi Kitab dan Sunnah". (Risalah fil asmaa' allati 'allaqa asy-Syaari' al-ahkaama
bihaa. hal. 35)
Dalil keempat
Logika atau qiyas yang benar dan umum sifatnya. Yakni, bahwa Allah menerangkan 'illat
(alasan) haid sebagai kotoran. Maka manakala haid itu ada, berarti kotoran pun ada. Tidak
ada perbedaan antara hari kedua dengan hari pertama, antara hari keempat dengan hari
ketiga. Juga tidak ada perbedaan antara hari keenam belas dengan hari kelima belas, atau
antara hari kedelapan belas dengan hari ketujuh belas. Haid adalah haid dan kotoran adalah
kotoran. Dalam kedua hari tersebut terdapat 'illat yang sama. Jika demikian, bagaimana
mungkin dibedakan dalam hukum diantara kedua hari itu, padahal keduanya sama dalam
'illat ? Bukankah hal ini bertentangan dengan qiyas yang benar ? Bukankah menurut qiyas
yang benar bahwa kedua hari tersebut sama dalam hukum karena kesamaan keduanya
dalam 'illat ?
Dalil kelima
Adanya perbedaan dan silang pendapat di kalangan ulama yang memberikan batasan,
menunjukkan bahwa dalam masalah ini tidak ada dalil yang harus dijadikan patokan.
Namun, semua itu merupakan hukum-hukum ijtihad yang bisa salah dan bisa juga benar,
tidak ada satu pendapat yang lebih patut diikuti daripada lainnya. Dan yang menjadi acuan
bila terjadi perselisihan pendapat adalah Al-Qur'an dan Sunnah.
Jika ternyata pendapat yang menyatakan tidak ada batas minimal atau maksimal haid
adalah pendapat yang kuat dan yang rajih, maka perlu diketahui bahwa setiap kali wanita
melihat darah alami, bukan disebabkan luka atau lainnya, berarti darah itu darah haid,
tanpa mempertimbangkan masa atau usia. Kecuali apabila keluarnya darah itu terus
menerus tanpa henti atau berhenti sebentar saja seperti sehari atau dua hari dalam
sebulan, maka darah tersebut adalah darah istihadhah. Dan akan dijelaskan, Inysa Allah,
tentang istihadhah dan hukum-hukumnya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan : "Pada prinsipnya, setiap darah yang keluar dari
rahim adalah haid. Kecuali jika ada bukti yang menunjukkan bahwa darah itu istihadhah".
(Risalah fil asmaa' allati 'allaqa asy-Syaari' al-ahkaama bihaa. hal. 36)
Kata beliau pula : "Maka darah yang keluar adalah haid, bila tidak diketahui sebagai darah
penyakit atau karena luka". (Risalah fil asmaa' allati 'allaqa asy-Syaari' al-ahkaama bihaa.
hal. 38)
Pendapat ini sebagaimana merupakan pendapat yang kuat berdasarkan dalil, juga
merupakan pendapat yang paling dapat dipahami dan dimengerti serta lebih mudah
36
diamalkan dan diterapkan daripada pendapat mereka yang memberikan batasan. Dengan
demikian, pendapat inilah yang lebih patut diterima karena sesuai dengan semangat dan
kaidah agama Islam, yaitu : mudah dan gampang.
"Artinya : Dan Dia (Allah) sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama
suatu kesempitan". (Al-Hajj : 78)
Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
"Artinya : Sungguh agama (Islam) itu mudah. Dan tidak seorangpun mempersulit
(berlebih-lebihan) dalam agamanya kecuali akan terkalahkan. Maka berlakulah lurus,
sederhana (tidak melampui batas) dan sebarkan kabar gembira". (Hadits Riwayat Al-
Bukhari)
Dan diantara ahlak Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa jika beliau diminta memilih
antara dua perkara, maka dipilihnya yang termudah selama tidak merupakan perbuatan
dosa.
Pada umumnya, seorang wanita jika dalam keadaan hamil akan berhenti haid (menstruasi).
Kata Imam Ahmad, rahimahullah, "Kaum wanita dapat mengetahui adanya kehamilan
dengan berhentinya haid".
Apabila wanita hamil mengeluarkan darah sesaat sebelum kelahiran (dua atau tiga hari)
dengan disertai rasa sakit, maka darah tersebut adalah darah nifas. Tetapi jika terjadi jauh
hari sebelum kelahiran atau mendekati kelahiran tanpa disertai rasa sakit, maka darah itu
bukan barah nifas. Jika bukan, apakah itu termasuk darah haid yang berlaku pula baginya
hukum-hukum haid atau disebut darah kotor yang hukumnya tidak seperti hukum-hukum
haid ? Ada perbedaan pendapat di antara para ulama dalam masalah ini.
Dan pendapat yang benar, bahwa darah tadi adalah darah haid apabila terjadi pada wanita
menurut kebiasaan waktu haidnya. Sebab, pada prinsipnya, darah yang terjadi pada wanita
adalah darah haid selama tidak ada sebab yang menolaknya sebagai darah haid. Dan tidak
ada keterangan dalam Al-Qur'an maupun Sunnah yang menolak kemungkinan terjadinya
haid pada wanita hamil.
Inilah madzhab Imam Malik dan Asy-Syafi'i, juga menjadi pilihan Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah. Disebutkan dalam kitab Al-Ikhtiyarat (hal.30) : "Dan dinyatakan oleh Al-Baihaqi
menurut salah satu riwayat sebagai pendapat dari Imam Ahmad, bahkan dinyatakan bahwa
Imam Ahmad telah kembali kepada pendapat ini".
Dengan demikian, berlakulah pada haid wanita hamil apa yang juga berlaku pada haid
wanita tidak hamil, kecuali dalam dua masalah :
1. Talak. Diharamkan mentalak wanita tidak hamil dalam keadaan haid, tetapi tidak
diharamkan terhadap wanita hamil. Sebab, talak dalam keadaan haid terhadap wanita tidak
hamil menyalahi firman Allah Ta'ala.
37
Adapun mentalak wanita hamil dalam keadaan haid tidak menyalahi firman Allah. Sebab,
siapa yang mentalak wanita hamil berarti ia mentalaknya pada saat dapat menghadapi
masa iddahnya, baik dalam keadaan haid ataupun suci, karena masa iddahnya dengan
masa kehamilan. Untuk itu, tidak diharamkan mentalak wanita hamil sekalipun setelah
melakukan jima' (senggama), dan berbeda hukumnya dengan wanita tidak hamil.
2. Iddah. Bagi wanita hamil iddahnya berakhir dengan melahirkan, meski pernah haid
ketika hamil ataupun tidak. Berdasarkan firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah
sampai mereka melahirkan kandungannya". (Ath-Thalaaq : 4)
Disalin dari buku Risalah Fid Dimaa' Ath-Thabii'iyah Lin Nisaa'. Penulis Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-'Utsaimin,
edisi Indonesia Darah Kebiasaan Wanita hal. 9-20. Penerjemah. Muhammad Yusuf Harun, MA, Terbitan. Darul Haq
Jakarta
Misalnya, seorang wanita biasanya haid selama enam hari, tetapi tiba-tiba haidnya
berlangsung sampai tujuh hari. Atau sebaliknya, biasanya haid selama tujuh hari, tetapi
tiba-tiba suci dalam masa enam hari.
Misalnya, seorang wanita biasanya haid pada akhir bulan lalu tiba-tiba pada awal bulan.
Atau biasanya haid pada awal bulan lalu tiba-tiba haid pada akhir bulan.
Para ulama berbeda pendapat dalam menghukumi kedua hal di atas. Namun, pendapat
yang benar bahwa seorang wanita jika mendapatkan darah (haid) maka dia berada dalam
keadaan haid dan jika tidak mendapatkannya berarti dia dalam keadaan suci, meskipun
masa haidnya melebihi atau kurang dari kebiasaannya. Dan telah disebutkan pada saat
terdahulu dalil yang memperkuat pendapat ini, yaitu bahwa Allah telah mengaitkan hukum-
hukum haid dengan keberadaan haid.
Pendapat tersebut merupakan madzhab Imam Asy-Syafi'i dan menjadi pilihan Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah. Pengarang kitab Al-Mughni pun ikut menguatkan pendapat ini dan
membelanya, katanya : "Andaikata adat kebiasaan menjadi dasar pertimbangan menurut
yang disebutkan dalam madzhab, niscaya dijelaskan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
kepada umatnya dan tidak akan ditunda-tunda lagi penjelasannya, karena tidak mungkin
beliau menunda-nunda penjelasan pada saat dibutuhkan. Istri-istri beliau dan kaum wanita
lainnyapun membutuhkan penjelasan itu pada setiap saat, maka beliau tidak akan
mengabaikan hal itu. Namun, ternyata tidak ada riwayat yang menyatakan bahwa Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menyebutkan tentang adat kebiasaan ini atau
menjelaskannya kecuali yang berkenaan dengan wanita yang istihadhah saja". (Al-Mughni,
Juz 1, hal. 353)
38
3. Darah berwarna kuning atau keruh
Yakni seorang wanita mendapatkan darahnya berwarna kuning seperti nanah atau keruh
antara kekuning-kuningan dan kehitam-hitaman.
Jika hal ini terjadi pada saat haid atau bersambung dengan haid sebelum suci, maka itu
adalah darah haid dan berlaku baginya hukum-hukum haid. Namun, jika terjadi sesudah
masa suci, maka itu bukan darah haid. Berdasarkan riwayat yang disampaikan oleh Ummu
Athiyah Radhiyallahu 'anha.
"Artinya : Kami tidak menganggap apa-apa darah yang berwarna kuning atau keruh
sesudah masa suci".
Hadits ini diriwayatkan Abu Dawud dengan sanad shahih. Diriwayatkan pula oleh Al-Bukhari
tanpa kalimat "sesudah masa suci", tetapi beliau sebutkan dalam "Bab Darah Warna Kuning
Atau Keruh Di Luar Masa Haid". Dan dalam Fathul Baari dijelaskan : "Itu merupakan isyarat
Al-Bukhari untuk memadukan antara hadits Aisyah yang menyatakan, "sebelum kamu
melihat lendir putih" dan hadits Ummu Athiyah yang disebutkan dalam bab ini, bahwa
maksud hadits Aisyah adalah saat wanita mendapatkan darah berwarna kuning atau keruh
pada masa haid. Adapun di luar masa haid, maka menurut apa yang disampaikan Ummu
Athiyah".
Hadits Aisyah yang dimaksud yakni hadits yang disebutkan oleh Al-Bukhari pada bab
sebelumnya bahwa kaum wanita pernah mengirimkan kepadanya sehelai kain berisi kapas
(yang digunakan wanita untuk mengetahui apakah masih ada sisa noda haid) yang masih
terdapat padanya darah berwarna kuning. Maka Aisyah berkata : "Janganlah tergesa-gesa
sebelum kamu melihat lendir putih", maksudnya cairan putih yang keluar dari rahim pada
saat habis masa haid.
Yakni sehari keluar darah dan sehari lagi tidak keluar. Dalam hal ini terdapat 2 kondisi :
1. Jika kondisi ini selalu terjadi pada seorang wanita setiap waktu, maka darah itu
adalah darah istihadhah, dan berlaku baginya hukum istihadhah.
2. Jika kondisi ini tidak selalu terjadi pada seorang wanita tetapi kadangkala saja
datang dan dia mempunyai saat suci yang tepat. Maka para ulama berbeda pendapat
dalam menentukan kondisi ketika tidak keluar darah. Apakah hal ini merupakan
masa suci atau termasuk dalam hukum haid ?
Madzhab Imam Asy-Syafi'i, menurut salah satu pendapatnya yang paling shahih, bahwa hal
ini masih termasuk dalam hukum haid. Pendapat ini pun menjadi pilihan Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah dan pengarang kitab Al-Faiq (disebutkan dalam kitab Al-Inshaaf), juga
merupakan madzhab Imam Abu Hanifah. Sebab, dalam kondisi seperti ini tidak didapatkan
lendir putih; kalaupun dijadikan sebagai keadaan suci berarti yang sebelumnya adalah haid
dan yang sesudahnya pun haid, dan tidak ada seorangpun yang menyatakan demikian,
karena jika demikian niscaya masa iddah dengan perhitungan quru' (haid atau suci) akan
berakhir dalam masa lima hari saja. Begitupula jika dijadikan sebagai keadaan suci, niscaya
akan merepotkan dan menyulitkan karena harus mandi dan lain sebagainya setiap dua hari;
padahal tidaklah syari'at itu menyulitkan. Walhamdulillah.
39
Adapun yang masyhur menurut madzhab pengikut Imam Ahmad bin Hanbal, jika darah
keluar berarti haid dan jika berhenti berarti suci; kecuali apabila jumlah masanya
melampaui jumlah maksimal masa haid, maka darah yang melampaui itu adalah istihadhah.
Dikatakan dalam kitab Al-Mughni : "Jika berhentinya darah kurang dari sehari maka
seyogyanya tidak dianggap sebagai keadaan suci. Berdasarkan riwayat yang kami sebutkan
berkenaan dengan nifas, bahwa berhentinya darah yang kurang dari sehari tak perlu
diperhatikan. Dan inilah yang shahih, Insya Allah. Sebab, dalam keadaan keluarnya darah
yang terputus-putus (sekali keluar sekali tidak) bila diwajibkan mandi bagi wanita pada
setiap saat berhenti keluarnya darah tentu hal itu menyulitkan, padahal Allah Ta'ala
berfirman :
"Artinya : ... Dan Dia (Allah) sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama
suatu kesempitan ...". (Al-Hajj : 78)
Atas dasar ini, berhentinya darah yang kurang dari sehari bukan merupakan keadaan suci
kecuali jika si wanita mendapatkan bukti yang menunjukkan bahwa ia suci. Misalnya,
berhentinya darah tersebut pada akhir masa kebiasaannya atau ia melihat lendir putih".
(Al-Mughni, Juz 1, hal. 355)
Dengan demikian, apa yang disampaikan pengarang kitab Al-Mughni merupakan pendapat
moderat antara dua pendapat di atas. Dan Allah Maha Mengetahui yang benar.
Yakni, si wanita tidak mendapatkan selain merasa lembab atau basah (pada kemaluannya).
Jika hal ini terjadi pada saat masa haid atau bersambung dengan haid sebelum masa suci,
maka dihukumi sebagai haid. Tetapi jika terjadi setelah masa suci, maka tidak termasuk
haid. Sebab, keadaan seperti ini paling tidak dihukumi sama dengan keadaan darah
berwarna kuning atau keruh.
Disalin dari buku Risalah Fid Dimaa' Ath-Thabii'iyah Lin Nisaa'. Penulis Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-'Utsaimin,
edisi Indonesia Darah Kebiasaan Wanita hal. 21-25. Penerjemah. Muhammad Yusuf Harun, MA, Terbitan. Darul
Haq Jakarta
Tanya :
Jika haid berhenti sebelum fajar lalu bersuci, maka bagaimana hukumnya ?
Jawab :
Puasanya tetap sah bila wanita yakin bahwa haidnya berhenti sebelum fajar. Berarti yang
penting ada keyakinan bahwa ia telah berhenti haidnya. Memang ada sebagian wanita yang
mengira haidnya telah berhenti padahal tidak. Karena itu para wanita dengan membawa
kapas (tanda bekas darah haid) datang kepada Aisyah untuk memperlihatkan tanda haid
40
berhenti. Aisyah berkata : "Kalian jangan tergesa-gesa sebelum kalian melihat cairan
putih".
Oleh sebab itu, seorang wanita yang terburu-buru berpuasa sebelum yakin dirinya telah
berhenti haid. Ketika telah yakin tak berhaid, barulah berniat puasa walau mandi haidnya
dilakukan setelah fajar. Tetapi sebaiknya setelah haid berhenti, hendaklah seorang wanita
cepat mandi untuk segera shalat fajar tepat pada waktunya, sebab wanita haid wajib segera
mandi untuk shalat pada waktunya bahkan ia berhak mempersingkat mandinya. Juga ia tak
dilarang untuk menambah kebersihannya setelah terbit matahari. Hal seperti ini berlaku
pula bagi yang junub, baik wanita atau laki-laki. Dalam suatu riwayat diterangkan bahwa
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mandi junub setelah fajar terbit padahal beliau sedang
berpuasa.
Tanya :
Sahkan puasanya seorang wanita yang datang haid setelah hampir terbenam matahari ?
Jawab :
Puasa tetap sah bahkan jika tanda-tanda haid seperti panas dan sakit sudah terasa sebelum
terbenam matahari namun tak terlihat keluar haid kecuali setelah terbenam, maka
puasanya tetap sah. Sebab yang merusak puasa itu adalah keluarnya darah haid, bukan
karena merasa akan haid.
Kami ketahui kebanyakan wanita yang memakai pil telah membingungkan kebiasaan waktu
haidnya sehingga ulama pun merasa cape dalam menetapkan hukumnya. Maka saya
sarankan sebaiknya para wanita jangan memakai pil-pil anti haid, baik dalam bulan
Ramadhan atau lainnya.
Tanya :
Bolehkan wanita memakai pil anti haid dalam bulan Ramadhan ?
Jawab :
Setahu saya wanita jangan menggunakan berbagai pil, baik pada bulan Ramadhan atau
lainnya, sebab ternyata menurut penelitian dokter pil-pil itu berbahaya bagi wanita;
kandungan, urat-uratan dan darah. Segala yang membahayakan dilarang agama. Nabi
bersabda.
"Artinya : Tidak boleh memadaratkan diri sendiri dan diri orang lain".
Haid Menghalangi Puasa dan Shalat
Tanya :
Bagaimana wanita yang datang bulan (haid) sebelum waktunya dan dengan pengobatan
darah tersebut terhenti. Namun setelah delapan hari haid tiba pada waktunya, maka
bagaimana hukumnya hari-hari yang kosong dari shalatnya ?
Jawab :
Wanita tersebut tak perlu qadla atas shalatnya bila membuat sebab turunnya haid, sebab
haid itu darah. Ketika ada darah berarti ada hukum. Umpamanya ia menelan sesuatu yang
41
menghalangi turunnya darah haid, maka ia tetap harus shalat dan puasa, sebab ia tak haid
dan hukum itu berjalan menurut 'ilatnya. Allah berfirman :
"Artinya : Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah : 'Haid itu adalah
suatu kotoran". (Al-Baqarah : 222)
Ketika ada kotoran itu maka hukumnya ada dan sebaliknya.
Qadla Bagi Yang Haid Bila Darah Haidnya Habis Sebelum Fajar
Tanya :
Jika haid telah berhenti dan ketika sudah tiba waktu shalat fajar (Shubuh) mandi baru
dilakukan, lalu shalat serta terus berpuasa, maka mestikah puasa tersebut di qadla ?
Jawab :
Apabila yang haid bersih beberapa menit menjelang terbit Fajar dan diyakini bersihnya,
maka puasa Ramadhan mesti dipenuhi dan sah serta tak wajib di qadla, karena ia puasa
dalam keadaan sudah tidak haid walau belum mandi kecuali setelah terbit Fajar. Hal ini
berlaku pula lelaki yang junub habis bersenggama atau keluar mani akibat mimpi lalu ia
sahur dan bersuci setelah terbit Fajar. Kaitannya dengan hal ini, saya ingatkan hal penting
bagi wanita, karena ada sebagian wanita yang menduga bahwa jika haid datang setelah
mereka berbuka puasa sebelum shalat Isya adalah batal puasanya. Dugaan seperti itu tak
ada dasar hukumnya, sebab yang benar adalah puasa tetap sah walau haid datang
beberapa detik setelah terbenam matahari.
Tanya :
Seorang wanita mengakui bahwa dirinya selalu berpuasa Ramadhan, namun ketika haid tak
pernah mengqadha puasa yang ditinggalkannya selama haid tersebut, disamping tidak
tahunya jumlah hari-hari haid, maka kini ia memintakan petunjuk apa yang wajib
dilakukannya.
Jawab :
Alangkah malangnya andaikan hal seperti itu menimpa segenap wanita muslimah kita,
sebab meninggalkan qadla puasa seperti itu adalah suatu bencana, baik karena sikap bodoh
yang harus diobati dengan ilmu atau karena menyepelekan yang harus diatasi dengan
taqwa, mendekatkan diri kepada Allah, takut akan siksa-Nya serta segera mendapatkan
keridhaan-Nya. Karena itu, wanita seperti di atas hendaklah segera bertaubat kepada Allah
atas perbuatannya dengan memohon ampun dan mengqadla atas hari-hari puasa yang
ditinggalkannya secara hati-hati. Semoga Allah menerima taubatnya.
Tanya :
Saya seorang yang baru nikah dan dianugrahi Allah dua anak kembar. Masa nifasku telah
sampai empat puluh hari yang bertepatan dengan tanggal tujuh Ramadhan, tetapi darahku
terus mengalir dengan perubahan warnanya, maka bagaimana hukum shalat dan puasaku ?
Jawab :
Jika darah yang mengalir setelah habis masa nifas (40 hari) dianggap bertetapan dengan
kebiasaan waktu haidnya, maka hendaklah darah tersebut ditunggu sampai tuntas (selama
42
masa haid). Jika tak bertepatan dengan masanya haid, maka ulama memperselisihkan
hukumnya. Di antaranya ada yang berpendapat bahwa ketika itu wanita wajib mandi
bersuci, shalat dan berpuasa walau darahnya terus mengalir, sebab sebagai darah
istihadhah (penyakit). Sebagian ulama berpendapat bahwa hal itu perlu ditunggu sampai 60
hari, sebab ada beberapa wanita yang bernifas selama 60 hari.
Disalin dari buku 257 Tanya Jawab Fatwa-Fatwa Al-Utsaimin, karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, hal.
196-199, terbitan Gema Risalah Press, alih bahasa Prof.Drs.KH.Masdar Helmy
Pertanyaan:
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : Ketika seorang wanita melahirkan bayi laki-laki
ataupun perempuan, selama dalam asuhannya bayi itu selalu bersamanya dan tidak pernah
berpisah, hingga terkadang pakaiannya terkena air kencing sang bayi. Apakah yang harus
ia lakukan pada saat itu, dan apakah ada perbedaan hukum pada air kencing bayi laki-laki
dengan bayi perempuan dari sejak kelahiran hingga berumur dua tahun atau lebih? Inti
pertanyaan ini adalah tentang bersuci dan shalat serta tentang kerepotan untuk mengganti
pakaian setiap waktu.
Jawaban:
Cukup memercikkan air pada pakaian yang terkena air kencing bayi laki-laki jika ia belum
mengkonsumsi makanan, jika bayi lelaki itu telah mengkonsumsi makanan, maka pakaian
yang terkena air kencing itu harus dicuci, sedangkan jika bayi itu adalah perempuan, maka
pakaian yang terkena air kencingnya harus dicuci baik dia sudah mengkonsumsi makanan
ataupun belum. Ketetapan ini bersumber dari hadits yang dikeluarkan oleh Al-Bukhari,
Muslim, Abu Daud dan lain-lainnya, sedangkan lafazhnya adalah dari Abu Daud. Abu Daud
telah mengeluarkan hadits ini dalam kitab sunan-nya dengan sanadnya dari Ummu Qubais
bintu Muhshan: "Bahwa ia bersama bayi laki-lakinya yang belum mengkonsumsi makanan
datang kepada Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa sallam kemudian Rasulullah Shallallahu
alaihi wa sallam mendudukkan bayi itu didalam pangkuannya, lalu bayi itu kencing pada
pakaian beliau, maka Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam meminta diambilkan air lalu
memercikkan pakaian itu dengan air tanpa mencucinya," Dikeluarkan oleh Abu Daud dan
Ibnu Majah dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda,
"Artinya : Pakaian yang terkena air kencing bayi perempuan harus dicuci, sedangkan
pakaian yang terkena kencing bayi laki-laki cukup dipercik dengan air."
Dalam riwayat lain menurut Abu Daud.
"Artinya : Pakaian yang terkena air kencing bayi perempuan harus dicuci, sedangkan
pakaian yang terkena air kencing bayi laki-laki maka diperciki dengan air jika belum
mengkonsumsi makanan."
Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita,
penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, terbitan Darul Haq hal. 2-3 penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin
43